• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar Pidana HUKUM PENITENSIER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan Ajar Pidana HUKUM PENITENSIER"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Pidana

Apa ?

Siapa ?

Bagaimana ?

Perbuatan Apa yang dikatakan Tindak pidana

Siapa Yang dapat dikatakan sebagai Pelaku

Bagaimana Cara Memproses pelaku jika terjadi tindak pidana

Hukum Pidana Materiil

(2)

RESTORATIF JUSTICE MODEL RETRIBUTIF JUSTICE MODEL

1.Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seseorang

terhadap orang lain, dan diakui sebagai konflik. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran terhadap Negara, hakekat konflik dari kejahatan dikaburkan dan ditekan.

1.Titik perhatian pada pemecahan masalah

pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan. Perhatian diarahkan pada penentuan kesalahan pada masa lalu (sesuatu yang sudah terjadi)

1.sifat normative dibangun atas dasar dialog negosiasi. Hubungan Para pihak bersifat perlawanan, melalui proses yang teratur dan bersifat normative.

1.Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak,

rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utam. Penerapan penderitaan untuk penjeraan dan pencegahan

1.keadilan dirumuskan sebagai hibungan hak, dinilai atas

dasar hasil. Keadilan dirumuskan dengan kesengajaan dan dengan proses.

1.Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian social Kerugian social yang satu digantikan oleh yang lain

1.masyarakat merupakan fasilitator didalam proses

restorative. Masyarakat berada pada garis samping dan ditampilkan secara abstrak oleh Negara

1.Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik dalam masalah maupun penyelesaian hak-hak dan

kebutuhan korban. Pelaku tindak pidana didorong untuk bertanggungjawab.

Aksi diarahkan dari Negara pada pelaku tindak pidana, korban harus pasif

1.Pertanggungjawaban sipelaku dirumuskan sebagai dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan yang terbaik.

Pertanggungjawaban sipelaku tindak pidana dirumuskan dalam rangka pemidanaan.

1.Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh,

moral, social dan ekonomis Tindak pidana dirumuskan dalam terminology hukum yang bersifat teoritis dan murni tanpa dimensi moral, social dan ekonomi.

(3)
(4)

George B Volt

menyebutkan teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang yang muncul manakala seseorang dihadapkan pada

suatu gejala yang tidak dimengerti.

Artinya teori bukan saja sesuatu yang penting tetapi lebih dari itu karena di sangat dibutuhkan dalam rangka

(5)

Teori Tujuan

pemidanaan dalam

leteratur disebutkan

berbeda-beda namun

secara subtansi sama.

Teori-teori tujuan pemidanaan tersebut pada umumnya ada 3 (tiga) teori yang sering di

gunakan dalam mengkaji tentang tujuan permidanaan yaitu:

Teori Retributif (absolute)

Teori Relatif (Teori Tujuan)

(6)

Prof.

MULADI

dalam bukunya “Lembaga

Pidana bersyarat”

terbitan Alumni Bandung

memberikan nama yang

berbeda yaitu:

Teori Retributif,

Teori Teleologis,

dan

Retributif-teleologis.

(7)

Teori Retributif (Absolut)

Teori ini dianggap teori tertua dalam teori

tujuan pemidanaan.

• Teori Retributif memandang bahwa

pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pada perbuatan dan terjadinya perbuatan itu sendiri

Teori retributive mencari dasar pemidanaan

dengan memandang masa lampau ( melihat apa yang telah dilakukan oleh pelaku)

Menurut teori ini pemidanaan diberikan karena

dianggap sipelaku pantas menerimanya demi kesalahanya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari kerugian yang telah diakibatkan.

• Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara

(8)

Karl O Cristiansen Mengidentifikasi lima cirri pokok dari teori retributif, yaitu (diambil dari Buku “Some Consideration on the possibility of a rational

criminal policy)

Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai

pembalasan (The purpose of punishment is just retribution)

Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain seperti

kesejahteraan masyarakat (Just retribution is the ultimate aim, and not in itself to any other aim, as for instance social welfare

(9)

Kesalahan moral sebagai satu-satunya sayart untuk pemidanaan (Moral guilt is the only qualification for punishment)

Pidana harus sesuai dengan kesalahan dengan

pelaku (The Penalty shall proportional to the moral quilt of the offenders)

Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk

memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku

(10)

Nigel Walker. Menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retributive yaitu:

Teori retributif Murni: yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan

kesalahan.

(11)

Nigel Walker.

Menjelaskan bahwa ada dua 

golongan penganut teori 

retributive yaitu: 

Teori retributif Murni: yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan

kesalahan.

(12)

Teori retributif Tidak Murni: yang mana teori ini masih dipecah menjadi dua lagi yaitu:

Penganut Teori Retributif terbatas (The Limiting

Retribution). Yang berpandangan bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah keadaan yang tidak

menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan

kesalahan pelanggaran.

Penganut teori retributive distribusi (retribution in

distribution). Penganut teori ini tidak hanya

melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun juga gagasan bahwa harus ada batas yang tepat dalam retribusi pada

(13)

Terhadap pertanyaan tentang sejauh

manakah pidana perlu diberikan kepada pelaku kejahatan, teori ini menjelaskan sebagai berikut:

 Bahwa dengan pidana tersebut akan memuaskan

perasaan balas dendam korban, baik perasaan adil bagi dirinya sendiri, temannya dan keluarganya.

 pidana dimaksudkan untuk memberikan

peringatan kepada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat, bahwa setiap ancaman yang

merugikan akan diberi imbalan yang setimpal.

 Pidana dimaksudkan untuk emnunjukkan adanya

(14)

Teori Relatif (Tujuan)

Teori ini berporos pada 

tiga tujuan utama 

pemidanaan yaitu:

Preventif,

Deterre

nce,

(15)

Tujuan Preventif:

pemidanaan adalah untuk

melindungi masyarakat

dengan menempatkan

(16)

Tujuan Deterrence (menakuti): adalah untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan. Tujuan ini dibagi dalam tiga

yaitu:

 Tujuan yang bersifat individual yaitu

dimaksudkan agar pelaku menjadi jera untuk melakukan kejahatan kembali.

 Tujuan Yang bersifat Publik yaitu agar

masyarakat lain takut melakukan kejahatan.

 Tujuan jangka panjang yaitu agar dapat

(17)

Tujuan Reformatif

(Perubahan): adalah untuk

merubah pola pikir masyarakat

yang awalnya tidak takut

(18)

Teori Relatif

konsepnya adalah:

• Teori Relatif memandang bahwa pemidanaan

bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan yang

bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan.

• Dalam teori ini munculah tujuan pemidanaan

sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan pada pelaku maupun pencegahan umum yang ditujukan pada

masyarakat.

Menurut teori ini bahwa pidana bukan sekedar

untuk melakukan pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan, tetapi lebih dari itu memiliki tujuan yang lebih bermanfaat

Pidana ditetapkan bukan karena ada orang yang

(19)

Menurut Karl O

Cristiansen ada beberapa ciri pokok dari teori relatif yaitu:

Tujuan pemidanaan adalah

pencegahan

(The purpose of

Punishment is prevention)

Pencegahan bukan sebagai tujuan

akhir tapi hanya sebagai sarana

untuk mencapai tujuan yang lebih

tinggi yaitu kesejahteraan

masyarakat

.

(Prevention is not a

(20)

Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada pelaku saja, misalnya kesengajaan atau

kelalaian yang memenuhi sayarat untuk adanya pidana.(Only Breaches of the law which are imputable to the perpetrator as intent or negligence qualify for

punishment)

Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuan sebagai alat pencegahan

kejahatan.(the penalty shall be

determined by its utility as an instrument for the prevention of crime)

Pidana melihat kedepan, atau bersifat prospektif. (The Punishment is

(21)

Teori Integratif (Gabungan)

an dilihat sebagai

reltif terletak pada tujuan kritik moral tersebut

(22)

Sehingga dengan konsep gabungan

ini maka teori integrative

menganggap pemidanaan sebagai

unsure penjeraan dibenarkan tetapi

tidak mutlak dan harus memiliki

tujuan untuk membuat si pelaku

(23)

JENIS SANKSI

(24)

Sanksi pada

dasarnya dapat

dibedakan

menjadi 2 yaitu:

Sanksi Pidana Sanksi Tindakan

masing-masing memiliki prinsip dan

tujuan masing-masing sesuai dengan

teori serta filosofis yang dipahaminya.

sehingga ditingkat ide dasar keduanya

memiliki perbedaan yang fundamental.

Keduanya bersumber pada ide dasar

yang berbeda.

Sanksi pidana bersumber

pada ide dasar “ mengapa diadakan

pemidanaan?”

sedangkan sanksi

(25)

Perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan

SANKSI PIDANA SANKSI TINDAKAN Filsafat yang mendasarinya adalah

Filsafat indeterminisme yaitu sejatinya manusia itu memiliki kehendak bebas.

Filsafat yang mendasarinya adalah Filsafat Determinisme yaitu mengatakan bahwa keadaan hidup dan perilaku manusia, baik perorangan maupun sebagai kelompok masyarakat ditentukan oleh factor-faktor fisik, geografis, biologis, psikologis, sosiologis, ekonomis dan keagamaan yang ada.

Teori yang mendasari adalah teori

absolute. Teori yang mendasari adalah teori Teleleologis atau Relatif Bersifat reaktif terhadap suatu

kejahatan Bersifat antisipatif terhadap pelaku kajahatan Fokus sanksi pidana tertuju pada

perbuatan salah seorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan menjadi jera)

Focus sanksi tindakan terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku agar dia berubah

Lebih dititik beratkan pada upaya

pembalasan Menitikberatkan memulihkan kehidupan sosialpada upaya Tujuannya memberi penderitaan atau

pencelaan Tujuannya pendidikan/mendidikuntuk memberi Bentuknya adalah hukuman badan

(penjara, mati dll) Bentuknya Pengawasan, pencabutan hak tertentu dll.adalah Rehabilitasi,

Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana berorientasi pada pengenaan penderitaan pada pelaku sedangkan sanksi tindakan berorientasi pada perlindungan

(26)

Kedudukan Sanksi Pidana dan

Sanksi Tindakan dalam Sistem

Pemidanaan Menurut

Undang-Undang

Pada bagian ini secara khusus akan mengkaji dua hal yaitu:

kecenderungan sanksi pidana dijadikan sebagai “Sanksi Primadona”

(27)

Sanksi pidana sebagai sanksi Primadona.

Sanksi Tindakan sebagai kebijakan penal yang terabaikan.

Kebijakan legislasi yang tercermin kedalam produk

perundang-undangan selama ini banyak memberikan kesan lebih

mengutamakan sanksi pidana dalam sistem pemidanaan.

Solehudin,SH.M.H.

20

perundang-undangan yang pernah saya teliti tak terdapat

satupun perundang-undangan tersebut

yang tidak

(28)

Bentuk-bentuk sanksi pidana yang banyak

diterapkan adalah

pidana penjara, kurungan

dan denda,

sedangkan

pidana mati

hanya

terdapat pada beberapa

(29)

Pencantuman jenis pidana dapat diidentifikasikan

dalam setiap perundang-undangan pidana, baik

yang berkualifikasi tindak pidana umum maupun

tindak pidana khusus. Demikian juga bentuk

(30)

Dari kenyataan tersebut diatas ternyata bahwa

sanksi pidana selama ini dalam produk kebijakan

legislasi masih dijadikan “sanksi utama”.

Karena banyaknya produk perundang-undangan

pidana yang memuat sanksi pidana menunjukkan

bahwa tingkat pemahaman para legislator

(31)

Pemahman legislator mengenai jenis sanksi

pidana masih banyak dipengaruhi oleh

pandangan lama yang menegaskan bahwa

setiap orang yang telah melakukan

(32)
(33)

Perkembangan

Ada kecenderungan bahwa sanksi tindakan tidak hanya dikenakan pada orang (person)

tetapi juga kepada koorporasi (rechtperson)

sebagai subyek hukum pidana.

Bukti

Minimnya perundang-undangan yang memakai sanksi tindakan sebagai sistem pemidanaan maka hal ini

(34)

DOUBLE TRACK SYSTEM

(35)

Dalam perkembangan pidana dan pemidanaan pada aliran moderen, sistem pemidanaan mulai berorientasi pada pelaku dan perbuatan (daad-dader straafrecht) jenis sanksi yang diterapkan bukan hanya sanksi

pidana tetapi juga meliputi sanksi tindakan.

(36)

Double track system

adalah Konsep yang

menganut kedua-duanya, yakni sanksi

(37)

Penekanan pada kesetaraan antara sanksi

pidana dan sanksi tindakan dalam

kerangka

double track system

,

sesungguhnya terkait dengan fakta bahwa

unsure pencelaan/ penderitaan (lewat

sanksi pidana) dan unsure pembinaan

(lewat sanksi tindakan) sama-sama

(38)

Paham filsafat yang mengakui kesetaraan

antara sanksi pidana dan tindakan adalah

filsafat

Eksistensialisme

dari

Albert

Camus.

Camu smengakui justifikasi

punishment (pidana) bagi seorang

pelanggar, karena punishment merupakan

konsekuensi logis dari kebebasan yang

(39)

Dari sudut pandang ide dasar

double track

system

, kesetaraan kedudukan sanksi pidana dan

sanksi tindakan sangat bermanfaat untuk

memaksimalkan penggunaan kedua sanksi

tersebut secara tepat dan proporsional. Sebab

kebijakan sanksi yang integral dan seimbang,

selain menghindari penerapan sanksi yang

(40)
(41)

Sebelum lebih jauh membahas mengenai hukuman dalam hukum pidana islam ini terlebih dahulu perlu disampaikan pengertian hukuman menurut hukum pidana islam. Hukuman dalam bahasa arab disebut dengan “Uqubah” lafadz Uqubah memiliki arti

mengiringinya dan datang dibelakangnya. Dalam

(42)

Dari pengertian diatas maka dapat dirangkaikan bahwa

sesuatu disebut sebagai hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu

dilakukan.

(43)

Tujuan Hukuman dalam

Hukum Pidana Islam

Tujuan utama dari penetapan dan

penerapan hukuman dalam syariat islam

adalah sebagai berikut:

Pencegahan

(44)

Pencegahan

Pengertian pencegahan adalah menahan orang

yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi

perbuatan jarimahnya. Atau agar ia tidak terus

menerus melakukan jarimah tersebut.

Disamping mencegah pelaku , pencegahan juga

mengandung arti mencegah orang lain selain

(45)

Oleh karena tujuan hukuman adalah pencegahan maka besarnya hukuman harus sesuai dan cukup mampu

mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang diperlukan, dengan demikian terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan

hukuman.

(46)

Namun demikian, tujuan yang pertama

ini juga memiliki efek terhadap pelaku,

sebab tidak dilakukannya jarimah itu

kembali maka pelaku akan selamat dari

hukuman yang telah ditentukan.

contoh

Pelaksanaan

Hukuman yang

(47)

Perbaikan dan pendidikan

Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman

ini adalah mendidik pelaku jarimah agar ia

menjadi orang yang baik dan menyadari

kesalahannya.

Disini terlihat bagaimana perhatian islam

terhadap diri pelaku. Dengan adanya

hukuman ia menjadi menyadari akan

kesalahannya dan dengan harapan

(48)

Disamping kebaikan pribadi pelaku, syariat islam

dalam menjatuhi hukuman juga bertujuan

membentuk masyarakat yang baik yang diliputi

oleh rasa saling menghormati dan mencintai

antara sesama anggota masyarakat yang lain.

Serta membuat pelaku menjadi manusia yang

penyabar, pengampun. Karena dalam syariat

islam terdapat pengampunan korban yang dapat

merubah hukuman bagi sipelaku, contohnya

(49)

Agar hukuman itu diakui keberadaannya maka harus

(50)

1. Hukuman harus ada dasarnya dari syara’

Asas

Legalitas

Hukum dianggap punya dasar (Syari’iyah) apabila ia didasarkan kepada sumber-sumber syara seperti

(51)

Dengan adanya persyaratan

tersebut maka seorang hakim tidak

boleh menjatuhkan hukuman atas

dasar pemikiranya sendiri walaupun

ia berkeyakinan bahwa hukuman

tersebut lebih baik dan lebih utama

dari pada hukuman yang telah

(52)

Syariat islam mebagi hukuman

menjadi tiga bagian yaitu:

 Hudud (Zina, (qadzaf / penuduhan

zina),minum-minuman keras, pencurian,

harobah atau perampokan,riddah atau murtad dan pemberontakan.

 Qishash (hukuman yang seimbang) contohnya

pembunuhan sengaja dan penganiayaan.

(53)

Untuk hukuman Hudud dan Qishash merupakan hukuman-hukuman yang telah ditentukan oleh syara, hakim tidak boleh mengganti keluar dari ketentuan syara,

misalnya orang mencuri, hukumannya potong tangan maka hakim tidak boleh dengan hukuman lain selain potong tangan.

Sedangkan ta’jir hukuman yang ditentukan oleh ulil amri (pemimpin). Jadi kewenangan hakim sangat luas untuk menentukan piliha hukuman ta’jir mulai yang paling

(54)

2.Hukuman harus Bersifat Pribadi.

Asas

Personalitas

Dalam hal ini berarti hukuman harus bersifat

perorangan. Ini mengandung arti bahwa hukuman

harus dijatuhkan kepada orang yang telah

melakukan tindak pidana dan tidak mengenai

orang lain yang tidak bersalah. Syarat ini

merupakan

salah satu dasar prinsip

yang

ditegakkan oleh syariat islam dan ini telah

dibicarakan berkaitan dengan masalah

(55)

3. Hukuman harus Berlaku Umum.

Asas

(Aquality Before The Law)

Ini berarti hukuman harus berlaku untuk

semua orang tanpa adanya diskriminasi,

apapun pangkat dan jabatannya dan

(56)

Hukuman/Pidana Menurut

Hukum Positif

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP)/(Wvs) telah menetapkan

jenis-jenis pidana sebagaimana yang

disebutkan dalampasal 10 KUHP yang

mana didalam pasal tersebut diatur dua

jenis pidana yaitu: Pidana Pokok dan

(57)

Pidana pokok terdiri dari empat jenis 

pidana sedangkan pidana tambahan 

terdiri dari tiga jenis pidana.

Pidana Pokok meliputi:

 Pidana Mati  Pidana Penjara  Pidana Kurungan;  Pidana Denda.

Pidana Tambahan meliputi:

 Pencabutan beberapa

hak-hak tertentu

 perampasan barang-barang

tertentu

 pengumuman putusan

(58)

Namun KUHP yang sekarang masih

berlaku sebenarnya sudah sering sekali

akan dilakukan revisi, namun sampai

sekarang ternyata hasil revisi tersebut

masih terjadi kontroversi sehingga

(59)

Sebagai perbandingan jenis

hukuman antara KUHP sekarang

(60)

Jenis­jenis Pidana menurut pasal 

304 Rancangan KUHP tim 

pengkajian tahun 1982/1983 

yaitu sebagai berikut:

Ayat (1). Pidana Pokok adalah:

Ke-1. Pidana Pemasyarakatan; Ke-2. Pidana Tutupan;

Ke-3. Pidana Pengawasan; Ke-4. Pidana Denda.

Ayat (2) Urutan pidana pokok diatas menentukan berat ringannya pidana. Ayat (3) Pidana tambahan adalah:

Ke-1.Pencabutan hak-hak tertentu;

Ke-2. Perampasan barang-barang tertentu dan tagihan; Ke-3. Pengumuman Putusan hakim;

Ke-4. Pembayaran Ganti kerugian; K-5. Pemenuhan kewajiban Adat.

(61)

Dalam RUU KUHP baru hasil

penyempurnaan tim intern departemen

Kehakiman disebutkan sebagai berikut:

Pasal 68

Pidana pokok terdiri dari: Pidana Penjara;

Pidana tertutup; Pidana Pengawasan; Pidana Denda;

Pidana kerja social.

Urutan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menentukan berat ringannya pidana.

Pasal 69

Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus. Pasal 70

Pidana tambahan Pemenuhan kewajiban adaptterdiri atas: Pencabutan hak tertentu;

Perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan; Pengumuman putusan hakim

(62)

Ad. Pidana Mati

Yang menarik untuk dipahami

adalah pidana mati bahwa yang

dalam RUU disebut sebagai

pidana pokok yang bersifat

khusus. Penerapan pidana mati

dalam praktek sering

menimbulkan kontroversi

(63)

Bagaimanapun pendapat yang tidak setuju adanya pidana mati, namun kenyataan

yuridis formal pidana mati memang ada dan dibenarkan. Setidaknya kurang lebih 15

orang telah dijatuhi pidana mati kerena melakukan tindak pidana.

Untuk lebih lanjut membahas mengenai hukuman mati ini, maka akan lebih baik kalau melihat RUU KUHP sebagai Ius

Constituendum. Hal-hal yang perlu di ketahui antara lain sebagai berikut:

(64)

Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak dengan

menembak terpidana sampai mati;

Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan di muka umum;

Pidana mati tidak dapat dijatuhkan kepada anak dibawah

umur delapan belas tahun;

Pelaksanaan pidana mati pada wanita hamil atau orang

sakit jiwa, ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa tersebut.

Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah ada

persetujuan dari presiden;

Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama sepuluh tahun, jika:

(65)

Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk

memperbaiki,

Kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak terlalu penting;

Ada alasan yang meringankan.

Jika terpidana selama percobaan menunjukkan sikap dan

perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah

(66)

Jika terpidana selama percobaan tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk

memperbaiki maka, pidana mati dapat dilakukan atas perintah jaksa agung;

Jika setelah permohonan grasi ditolak, pelaksanaan pidana mati tidak

dilaksanakan selama sepuluh tahun

bukan karena terpidana melarikan diri

maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan

(67)

Dari ketentuan tersebut dapat

dilihat bahwa dalam RUU KUHP

terjadi pengenduran, memang

hal ini seharusnya terjadi

karena

Ius Constituendum

(68)

Ad. Pidana Penjara

Pidana penjara merupakan jenis

pidana yang dalam

undang-undang ditentukan maksimal

umum dan minimal umum,

maksimal umum seperti yang

diatur dalam KUHP adalah 15

tahun dan minimal umum

(69)

Pidana penjara sebagaimana

diatur dalam RUU KUHP yaitu

sebagai berikut:

 Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk

waktu tertentu. Waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15

tahun dan paling singkat 1 hari , kecuali ditentukan minimum khusus;

 Jika dapat dipilih antara pidana mati dan pidana penjara

seumur hidup; atau jika ada pemberatan pidana yang dijatuhi pidana penjara lima belas tahun berturut-turut,maka pidana penjara dapat dijatuhkan untuk waktu dua puluh tahun

berturut-turu;

 Jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana kurang

sepuluh tahun pertama dengan berkelakuan baik, menteri kehakiman dapat mengubah sisa pidana tersebut menjadi pidana penjara lpaling lama lima belas tahun.

(70)
(71)

Ada lima

sistem pelaksanaan

hukuman penjara yang dikenal

dalam hukum pidana yaitu:

Sistem Pensylvania

Sistem Anborn/silent system

Sistem Irlandia

(72)

Sistem Pensylvania

.

Dalam sistem ini orang yang dijatuhi

hukuman penjara, menjalani

hukuman secara terasing dalam sel.

Terhukum tidak boleh berkontak

(73)

Sistem Anborn

Dalam sistem ini terhukum hanya

Dalam sistem ini terhukum hanya

waktu malam saja ditutup sendirian

waktu malam saja ditutup sendirian

dalam sel, sedangkan pada siang

dalam sel, sedangkan pada siang

hari boleh bekerja dengan

hari boleh bekerja dengan

bersama-sama tetapi dilarang bicara, oleh

sama tetapi dilarang bicara, oleh

karena itu dikenal juga dengan

karena itu dikenal juga dengan

(74)

Sistem Irlandia

Sistem ini termasuk sistem yang

progresif, mula-mula dijalankan

secara keras setelah terhukum

berlaku baik hukumannya

(75)

Tingkatan pelaksanaan

hukuman tersebut yaitu:

Tingkat Probation.

Ditingkat ini terhukum diasingkan dalam sel siang dan malam hari selama waktu tergantung pada kelakuan terhukum.

Tingkat Publik work preson.

Ditingkat ini terhukum dipindahkan ketempat lain dan diwajibkan bekerja bersama-sama dengan yang lain.

Dibagi dalam 4 kelas mulai kelas terendah berangsur-angsur naik setelah mendapatkan sertifikat.

Tingkat Ticket of live (tiket meninggalkan penjara)

(76)

Sistem Elmira.

Didirikan bagi terhukum yang berumur dibawah 30 tahun diberi nama

Reformatuwri, maksudnya sebagai

tempat memperbaiki terhukum menjadi anggota masyarakat yang berguna.

Dalam sistem ini hukuman dilalui beberapa tingkatan. Titik beratnya pada usaha

perbaikan terhukum. Kepada terhukum diberikan pendidikan dan pekerjaan

yang bermanfaat sedangkan lamanya hukuman tidak ditetapkan hakim, jadi ditentukan tergantung kelakuan

(77)

Sistem Orborne

Disebut

Osborne

karena

ditemukan

oleh Thomas Moot asborne.

(78)

Ad. Pidana Kurungan

Ini merupakan hukuman yang lebih ringan dari hukuman penjara, hal ini diatur dalam pasal 18 sampai 29 KUHP. Minimal umum untuk hukuman kurungan adalah 1 hari (pasal 18 ayat(1)) dan maksimal umum adalah 1 tahun tetapi kurungan dapat ditambah menjadi 1 tahun 4 bulan jika:

 terjadi perbarengan perbuatan pidana;

 pengulangan perbuatan pidana;

 sebagaimana diatur dalam pasal 52 (pekerjaan istimewa bagi pegawai

(79)

Apa bedanya

Pidana Kurungan

dengan Pidana

(80)

Hukuman kurungan memiliki

perbedaan dengan hukuman

penjara yaitu:

 Hukuman penjara dapat dijalankan dalam

penjara dimana saja, sedangkan hukuman

kurungan hanya boleh dilaksanakan di dalam penjara dimana dia diputuskan oleh hakim;

 orang yang dihukum penjara bekerja lebih

berat disbanding dengan orang yang menjalani hukuman kurungan;

 orang yang dihukum kurungan memiliki hak

pestol yaitu hak untuk memperbaiki

(81)

Ad.Pidana Tutupan

Pidana tutupan ada beberapa bentuk

dalam undang-undang diluar KUHP,

misalnya penutupan seluruh atau

sebagian perusahaan milik terpidana,

pidana tata tertib yang bisa meliputi

penempatan perusahaan siterhukum,

kewajiban pembayaran uang jaminan.

Dan lain –lain hal ini seperti diatur

(82)

Ad. Pidana Pengawasan.

Pidana pengawasan merupakan

jenis pidana baru yang belum diatur

dalam KUHP sekarang, namun

(83)

Adapaun hal-hal yang perlu

mendapat perhatian adalah sebagai

berikut:

 Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada terdakwa

yang melakukan tindak pidana yang dinacam dengan pidana penjara tujuh tahun;

 dapat dijatuhkan kepada terdakwa mengingat keadaan

pribadi dan perbuatannya, dengan syarat-syarat:

terpidana tidak akan melakukan tindak pidana; dan

terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa

pidana pengawasan, harus mengganti seluruh atau sebagaian kerugian yang timbul oleh tindak pidana yang dilakukan, serta

terpidana harus melakukan perbuatanatau tidak melakukan

(84)

 Pengawasan dapat dilakukan oleh pejabat

Pembina dari departemen kehakiman yang

dapat dimintakan bantuan kepada pemerintah daerah, lembaga social atau orang lain;

 pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada

hakim pengawas untuk memperpanjang pengawasanapabila terpidana melanggar

hukum. Namun jika terpidana berkelakuan baik maka dapat diperpendek masa

(85)

Ad. Pidana Tambahan

Pidana tambahan yang diatur dalam KUHP

sekarang masih sangat sempit sehingga

(86)

Namun yang menarik untuk disimak diantaranya adalah:

Pidana Perampasan

barang-barang tertentu dan atau

tagihan

Pidana tambahan ini dapat dijatuhkan

tanpa dijatuhkannya pidana pokok ,

artinya dapat berdiri sendiri, dalam hal

ancaman pidana penjara tidak lebih dari

tujuh tahun atau karena terpidana

(87)

Pidana Pengumuman

putusan hakim

Jenis pidana tambahan ini juga

termasuk jenis pidana baru yang mana

diperintahkan supaya putusan hakim

dapat diumumkan maka ditetapkan

cara-cara melaksanakan perintah

tersebut dalam jumlah biaya

(88)

Pemenuhan Kewajiban

adat

Beberapa hal dapat dikemukakan

berkaitan dengan pidana tambahan

ini, dalam putusan dapat ditetapkan

pemenuhan adapt setempat,

utamanya jika tindak pidana yang

dilakukan menurut adapt setempat

seseorang patut dipidana walaupun

(89)

GABUNGAN HUKUMAN

MENURUT HUKUM

(90)

Menurut teori

hukum pidana

Terdapat tiga teori

mengenai gabungan

hukuman yaitu:

(91)

Teori berganda.

Menurut ini pelaku mendapat semua

hukuman yang ditetapkan untuk

tiap-tiap tindak pidana yang dilakukan.

Kelemahan teori ini terletak pada

banyaknya hukuman yang dijatuhkan.

Hukuman penjara misalnya adalah

hukuman sementara, tetapi apabila

digabung-gabungkan maka akan

(92)

Teori Penyerapan

Menurut teori ini hukuman yang lebih berat dapat menyerap (menghapuskan)

hukuman yang lebih ringan.

Contohnya: Hukuman penjara 10 tahun dan Hukuman penjara 3 tahun maka yang dipakai adalah hukuman yang berat sehingga hukuman tiga tahun diserat dengan hukuman yang lebih berat.

Kelemahan teori ini adalah kurangnya

keseimbangan antara hukuman yang dijatuhkan dengan banyaknya jarimah yang dilakukan, sehingga hukuman

(93)

Teori campuran

Teori ini merupakan campuran dari teori berganda dengan penyerapan. Teori ini dimaksudkan untuk

menghilangkan

kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam kedua teori tersebut.

(94)

Dalam Hukum Pidana

Indonesia

Dalam hukum pidana

Indonesia ada

beberapa teori yang

dianut berkaitan

dengan gabungan

hukuman ini.

(95)

Teori Penyerapan

Biasa

Menurut teori ini, yang terdapat

dalam pasal 63 KUHP hanya satu aturan pidana yang diterapkan yaitu hukuman yang peling berat hukuman pokoknya, apabila

suatu perbuatan diancam dengan beberapa aturan pidana.

Contohnya: orang membunuh

dengan menembak dibelakang kaca, jadi tindakkanya adalah membunuh (pasal 339)dan

(96)

Teori Penyerapan

Keras

Menurut teori ini,

dalam hal

gabungan perbuatan nyata

yang diancam dengan

hukuman pokok yang

sejenis, hanya satu hukuman

saja yang dijatuhkan, dan

hukuman bisa diberatkan

dengan tambahan sepertiga

dari maksimum hukuman

(97)

Teori Berganda yang

dikurangi

Teori ini hampir sama dengan teori

penyerapan keras yang bersumber dari pasal 65 dan 66 KUHP. Menurut teori ini yang tercantum dalam pasal 65 ayat(2), semua hukuman dapat dijatuhkan, tetapi jumlah

keseluruhannya tidak boleh melebihi batas maksimum umum ditambah

(98)

Teori Berganda Biasa

Menurut teori ini, semua hukuman

dijatuhkan tanpa dikurangi. Ini dianut dalam pasal 70 ayat (1) yang berbunyi: Jika ada gabungan secara yang

termaksud dalam pasal 65 dan 66

antara pelanggaran dengan kejahatan, atau antara pelanggaran dengan

pelanggaran maka dijatuhkan hukuman bagi tiap-tiap pelanggaran itu dengan tidak dikurangi.

Untuk pelanggaran maka hukuman

kurungan tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan kurungan

(99)

Dalam Hukum Pidana

Islam

Dalam Hukum pidana Islam, teori

tentang bergandanya hukuman

sudah dikenal oleh para

Fuqaha, tetapi teori tersebut

dibatasi dengan dua teori yang

lain yaitu: Teori saling

(100)

Teori Saling melengkapi

(At- Tadakhul)

Menurut teori ini, ketika terjadi

gabungan perbuatan maka

hukuman-hukumannya saling

melengkapi (memasuki),

sehingga karenanya semua

perbuatan tersebut hanya

dijatuhi satu hukuman, seperti

kalau seseorang melakukan

(101)

Teori ini didasarkan atas dua

pertimbangan:

Meskipun jarimah yang dilakukan berganda, tetapi semuanya

itu jenisnya sama. Maka sudah sepantasnya kalau pelaku hanya dikenakan satu macam hukuman saja. Contohnya pencurian yang berulang-ulang.

Meskipun perbuatan-perbuatan yang dilakukan berganda dan

berbeda-beda macamnya, namun hukumannya bias saling melengkapi, dan cukup satu hukuman saja untuk melindungi kepentingan yang sama. Misalnya seseorang yang makan

bangkai, darah, dan daging babi, cukup dijatuhi satu hukuman, karena hukuman-hukuman tersebut dijatuhkan untuk

(102)

Teori Penyerapan

(Al-Jabb)

Pengertian penyerapan menurut syariat islam adalah

cukup untuk menjatuhkan satu hukuman saja,

sehingga hukuman-hukuman yang lain tidak perlu dijatuhkan. Hukuman dalam kontek ini tidak lain adalah hukuman mati, dimana pelaksanaannya dengan sendirinya menyerap hukuman-hukuman yang lain.

Namun dalam kalangan Fuqaha masih terjadi

(103)

LEMBAGA

(104)

Sistem Peradilan Pidana

Indonesia

Secara sederhana sistem peradilan

pidana atau yang sering disebut

dengan

(Criminal justice system)

dapat dipahami suatu usaha untuk

memehami serta menjawab

pertanyaan apa tugas hukum

pidana didalam masyarakat dan

bukan sekedar bagaimana hukum

pidana didalam undang-undang

dan bagaimana hakim

(105)

Di Indonesia sistem peradilan pidana setelah berlakunya undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana mempunyai empat

komponen atau sub sistem yaitu:

Sub sistem kepolisian

Sub sistem kejaksaan

Sub sistem pengadilan

(106)

Tujuan sistem peradilan pidana

menurut Prof Muladi dapat

dikategorikan sebagai:

Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak

dicapai resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana;

dikategorikan sebagai tujuan jangka

menengah, apabila yang hendak dituju lebih luas yakni pengendalian dan pencegahan

kejahatan dalam konteks politik criminal

(Criminal policy)

Tujuan jangka panjang , apabila yang hendak

dicapai adalah kesejahteraan masyarakat

(107)

Mekanisme Sistem

Peradilan Pidana

Sistem ini mulai bekerja sejak adanya

laporan/atau aduan dari masyarakat

tentang terjadinya tindak pidana dari

masyarakat. Setelah itu polisi

melakukan proses selanjutnya

(108)

SISTEM PERADILAN PIDANA

Kasus Polisi JPU PN LP

MASYARAKAT

SUB SISTEM SPP

Ou t Put

(109)

CCM dan DPM

Dalam bukunya yang berjudul

The

limits of the Criminal Sanction,

Herbert L. Packer.

Menyebutkan ada

dua model dalam proses peradilan

(110)

Proses peradilan pidana menandaskan

dirinya pada hukum pidana. Kedua

proses ini berlainan cara kerjanya,

akan tetapi mengakui pentingnya

seperangkat hukum tertulis, tetapi

fokusnya pada peraturan yang

berbeda.

Kedua model tersebut diatas memiliki

perbedaan dalam melakukan proses

penyelesaian kasus/perkara pidana

(111)

Karateristik CCM dan

DPM

Karateristik dari CCM

adalah

efisiensi

yang mana proses criminal

itu bekerja

yaitu cepat tangkap dan

cepat adili

(Asas Presumtion of Quilt)

sedangkan DPM memiliki karateristik

adalah perlindungan hak-hak

tersangka, untuk menentukan

kesalahan harus melalui suatu

(112)

Dalam kenyataannya dua

model ini sangat

mempengaruhi hukum acara

pidana Indonesia, yaitu

karateristik DPM menonjol pada

KUHAP Indonesia dengan

dilindunginya hak-hak

tersangka dan terdakwa,

namun dalam bekerjanya

(113)

Posisi Lembaga

Pemasayarakatan dalam

SPP

Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga

pembinaan, posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari SPP, yaitu

Rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai pada penanggulangan kejahatan

(Supresion of crime). Keberhasilan dan

kegagalan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan akan memberikan kemungkinan-kemungkinan penilaian yang dapat bersifat positif maupun negative.

Penilaian itu positif manakala pembinaan nara

pidana mencapai hasil maksimal, yaitu bekas nara pidana menjadi warga masyarakat yang taat pada hukum.

Sedangkan penilaian itu negative manakala, bekas nara pidana yang pernah dibina itu menjadi

(114)
(115)

Dasar Hukum sistem

Kepenjaraan:

 Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie (KUHP)

Stbl 1915 No. 732 Jo 1917 No.497 Jo UU No. 1 Th. 1946 Jo UU No. 73 Th. 1958 dan berdasarkan pasal II Aturan

peralihan UUD 1945 (sekarang Pasal I Aturan Peralihan) serta Pasal I Peraturan Presiden No.2 Th 1945 tanggal 10 Oktober 1945

 Gstichten Reglemen (Reglemen Penjara )Stbl . 1917 No 708;  Dwangopvoeding Regeling (DOR) Stbl. 1917 No. 741;

 Voorwaardelijke Invrerijheidstelling (V.I) Stbl. 1917 No. 749;  Regeling Voorwaardelijke Veroordeling Stbl. 1926 No. 487.

(116)

SISTEM KEPENJARAAN

Tujuannya

Memperlakukan

Nara Pidana

Sedemikian rupa

Dengan cara yang tidak

manusiawi(berupa penyiksaan dan

hukuman-hukuman badan lainnya)

Pada tempat tertentu

yang

dinamakan bangunan penjara

Sistem yang dipakai adalah sistem

perlakuan

Harapannya

(117)

Tujuan Lebih luas sistem

Kepenjaraan:

tujuannya adalah untuk

“Melindungi masyarakat

dari segala bentuk

(118)

Sebagaimana telah diuraikan diawal

bahwa seseorang yang telah dijatuhi

pidana penjara, kemudian dengan

sistem perlakuan yang diharapkan

terhukum dapat tobat dan jera dan jika

ia kembali ke masyarakat maka tidak

akan kembali melakukan kejahatan

lagi.

Inilah yang dimaksud dengan

(119)

Oleh sebab itu didalam sistem

kepenjaraan perlakuan terhadap

anak didik dilaksanakan dengan

sangat tidak manusiawi dan tidak

kenal perikemanusiaan,

namun hal

ini dapat dimaklumi, karena di

dalam sistem kepenjaraan

(120)

Kembali kepada tujuan semula dari pidana penjara yang maksudnya adalah untuk

melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan. Tetapi pertanyaannya”

 apakah memang demikian kenyataannya ?  apakah masyarakat sudah terlindungi dari

kejahatan?

 dan apakah mantan nara pidana yang

sudah kembali kemasyarakat tidak akan melakukan kejahatan lagi?

 Singkatnya apakah mereka dapat dijamin

(121)

Dari pertanyaan-pertanyaan

yang ada itu dan apabila kita

hubungkan dengan gambaran

perlakuan terhadap para

narapidana tadi, kemungkinan

besar pertanyaan tadi tidak

terjawab dengan kata

“Ya”

(122)

Kegagalan Sistem Kepenjaraan

Penyebabnya ?

Sistem Itu sendiri

Mengapa ?

Karena secara

konseptual sistem kepenjaraan justru

bertentangan dengan tujuan yang dianutnya.

Tujuan dari sistem kepenjaraan (sistem perlakuan) terhadap narapidana atau anak didiknya adalah

menghendaki agar para nara pidana menyadari bahwa

perbuatan yang pernah dilakukan itu adalah salah dan bertentangan dengan hukum yang berlaku serta dilarang agama yang

dianutnya. Dan apabila mereka sudah mau

menyadari maka mereka akan merasa tobat.

Dengan sistem

perlakuan yang tidak

(123)

Apa dampak buruknya ?

Balas dendam

Petugas Penjara Masyarakat karena stigma

Kembali

melakukan

Tindak pidana

Diproses dalam SPP menjadi

Nara pidana Kembali

Residivis

Stigma baru

Nara Pidana

(124)

Itulah sebabnya mengapa dikatakan

secara konsepsional sistem

kepenjaraan bertentangan dengan

tujuan yang dianutnya, disatu pihak

sistem kepenjaraan bertujuan untuk

membuat jera para nara pidana,

namun dilain pihak tujuan pidana

penjara tidak akan tercapai dengan

cara memperlakukan mereka dengan

cara tidak manusiawi.

Dengan istilah lain dapat dikatakan

bahwa “jera” buka merupakan jalan

untuk membuat para nara pidana

(125)

Disamping hal tersebut diatas,

kegagalan dari sistem kepenjaraan yang menganut prinsip-prinsip

“kepenjeraan” masih ada lagi factor

lain yang ikut terlibat didalamnya yaitu:

 sistem kepenjaraan diterapkan tanpa disertai dengan

proses-proses kepenjaraan (tidak adanya pentahapan

perlakuan terhadap nara pidana yang sudah benar-benar menunjukkan rasa tobatnya) walaupun pada saat itu sudah dikenal adanya lembaga V.I. (Pelepasan Bersarat) namun cara pemberiannya dilakukan dengan cara tidak konsisten.

 sistem perlakuan yang diterapkan sifatnya kurang mendidik

(126)

sikap apriori dan prejudice masyarakat terhadap

nara pidana lebih menambah kegagalan dari sistem kepenjaraan dengan memberikan cap bahwa penjara itu adalah “sekolah tinggi kejahatan”;

dalam penerapan sistem kepenjaraan tidak

memperhitungkan atau tidak mengikut sertakan partisipasi masyarakat dalam sistem perlakuannya (terlalu bersifat individual);

Re educatie dan resosialisasi saebagai jiwa dari

(127)

Walaupun demikian, untuk mengatasi

kegagalan sebagaimana telah

disebutkan diatas, jauh sebelum

dikemukakannya konsepsi

pemasyarakatan sebagai pengganti

dari sistem kepenjaraan, pada tahun

1955 masih diusahakan

perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan

sistem kepenjaraan tersebut. Hal ini

terbukti dengan diselenggarakannya

(128)

Sehubungan dengan hal tersebut

diatas,

Bahroedin Soerjobroto

,

sebagai seorang praktisi

kepenjaraan pada konferensi

tersebut ditunjuk untuk memberi

preadviesnya.

Dalam preadvisnya

yang berjudul

masalah-masalah

disekitar pelaksanaan hukuman

hilang kemerdekaan dan

(129)

“ bahwa orang-orang yang oleh hakim dijatuhi hukuman hilang kemerdekaan yang harus segera dijalankan, maka yang selalu menjadi perhatian bagi

siterhukum adalah adalah kepentingan keluarganya dan kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu dalam

memperlakukan siterhukum ke 2 hal tersebut harus selalu diperhatikan.

Selain daripada yang telah dikemukakan diatas yang harus mendapatkan

(130)

Oleh beliau dikemukakan lebih

jauh, bahwa dibeberapa

Negara maju soal mengenai

penghidupan keluarga dari

(131)
(132)

Sejak tahun 1945 atau tepatnya

setelah perang dunia kedua, perlakuan

terhadap nara pidana mendapat

perhatian khusus dari kalangan dunia

internasioanal, karena dalam perlakuan

tersebut berdasarkan pada

perikemanusiaan, sehingga tercipta

“standart minimum Rules for the

treatment of prisoner,”

dan

(133)

Teori-teori lama seperti retributive

punishment dan sebaginya memang

lebih mudah untuk direseptir bahkan

secara langsung dapat meresap

pada rasa dan rasio masyarakat,

karena pada umumnya jika ada

pelanggaran hukum secara spontan

hanya ditanggapi dari segi

negatifnya saja, sedangkan teori

rehabilitasi dan resosialisasi dinegara

manapun tentu lebih sukar untuk

(134)

Karena biasa orang baru

berpikir mencari jalan untuk

merehabilitasi sesudah merasa

puas bahwa sipelanggar hukum

itu sudah betul-betul

menunjukkan tobat dan

memang oleh yang berwenang

telah dianggap cukup

(135)

Di Indonesia hal yang telah diuraikan

diatas tadi,oleh warga masyarakatnya

memang sangat dirasakan, karena

sebagai Negara yang sudah merdeka,

dan juga sebagai Negara hukum, maka

dalam hal pelanggaran hukum

khususnya sipelanggar huum (nara

pidana) harus juga mendapat

perlindungan hukum dari Negara

(136)

Dengan dasar membela dan

mempertahankan “hak asasi manusia” pada suatu Negara hukum (sipelanggar hukum

harus juga mendapat perlindungan hukum), maka oleh SAHARDJO S.H. (Menteri

kehakiman pada saat itu) pada tanggal 5 juli

1963 telah dikemukakan suatu gagasan

“SISTEM PEMASYARAKATAN” sebagai

tujuan dari pidana penjara, yang diucapkan pada pidatonya yang berjudul “Pohon

Beringan Pengayoman” pada

penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu Hukum Universitas

(137)

Untuk mengetahui lebih lanjut

ide yang disampaikan oleh

(138)

A.

Orang-orang yang tersesat

diayomi juga, dengan

memberikan kepadanya bekal

hidup sebagai warga yang baik

dan berguna dalam masyarakat.

Jelas bahwa yang dimaksud disini adalah

masyarakat Indonesia yang menuju ketata masyarakat yang adil dan makmur,

Bekal hidup bukan hanya berupa financial dan material tetapi yang lebih penting adalah mentaln fisik (kesehatan) keahlian,

keterampilan, hingga orang mempunyai

(139)

B.

Menjatuhi pidana bukan

tindakan balas dendam dari

Negara

Maka tidak boleh ada penyiksaan

terhadap nara pidana baik yang

berupa tindakan (treatment),

ucapan, cara perawatan ataupun

penempatan. Satu-satunya derita

yang dialami nara pidana

(140)

C.

Tobat tidak dapat dicapai

dengan penyiksaan, melainkan

dengan bimbingan.

Maka kepada nara pidana harus

ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk

merenungkan perbuatannya yang lamapu. Nara pidana dapat diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan

(141)

E.

Negara tidak berhak membuat

seseorang lebih buruk/lebih jahat

daripada sebelum ia masuk

lembaga

Untuk itu perlu ada pemisahan antara:

 Yang recidivist dan yang bukan

 Yang tindak pidana berat dan ringan  Macam tindak pidana yang dilakukan  Dewasa, dewasa muda dan anak-anak

(LPK dewasa muda di sukamiskin)  Laki-laki dan wanita

(142)

E.

Selama kehilangan

kemerdekaan

bergerak,narapidana harus

dikenalkan dengan masyarakat

dan tidak boleh diasingkan

daripadanya.

Adapun yang dimaksud sebenarnya adalah tidak diasingkan secara “culture” bahwa mereka secara bertahap akan dibimbing diluar lembaga (ditengah-tengah

masyarakat) itu merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan. Dan

memang sistem pemasyarakatan didasarkan pada pembinaan yang

“community centered” serta berdasarkan interaktivitas dan inter-disiplinair

(143)

F.

Pekerjaan yang diberikan

kepada nara pidana tidak boleh

bersifat mengisi waktu, atau

hanya diperuntukkan

kepentingan jawatan atau

kepentingan Negara sewaktu

saja.

Pekerjaan harus satu dengan pekerjaan

di masyarakat dan untuk ditujukan

kepada pembangunan nasional.

(144)

G.

Bimbingan dan didikan harus

berdasarkan pancasila.

Maka pendidikan dan bimbingan itu harus berisikan asas-asas yang tercantum didalamnya.

Kepada nara pidana harus diberikan pendidikan agama serta diberi kesempatan untuk

melaksanakan ibadahnya. Harus ditanamkan jiwa kegotongroyongan, jiwa toleransi, jiwa

kekeluargaan juga kekeluargaan antar bangsa-bangsa.

(145)

H.

Tiap orang adalah manusia

dan harus diperlakukan sebagai

manusia meskipun ia telah

tersesat

Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia

harus merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.

Maka petugas pemasyarakatan tidak boleh memakai kata-kata yang dapat

menyinggung narapdana khususnya yang berkaitan dengan perbuatannya yang telah lampau yang telah

(146)

I.

Nara pidana hanya dijatuhi

pidana kehilangan kemerdekaan

Maka perlu diusahakan supaya narapidana mendapat mata pencaharian untuk

kelangsungan hidup keluarganya

menjadi tanggungjawabnya, dengan disediakan pekerjaan ataupun

dimungkinkan bekerja dan diberi upah untuk pekerjaanya.

Sedangkan untuk pemuda dan anak-anak hendaknya disediakan lembaga

pendidikan (sekolah) yang diperlukan ataupun yang diberi kesemoatan

(147)

Apabila disimpulkan apa yang disampaikan oleh Sahardjo bahwa pemasyarakatan itu sebagai tujuan dari pidana penjara, dalam

tahun 1964 dalam konferensi dinas direktorat Pemasyarakatan hal tersebut telah dirubah

menjadi suatu sistem pemasyarakatan. Untuk lebih jelasnya, dimana semenjak tahun 1955 arah dari perlakuan terhadap orang-orang hukuman hilang

kemerdekaan dan penutupan adalah “Re – educatie” dan “Re-Socialicatie”, dan

dalam tahun 1963 telah dirubah sehingga menjadi pemasyarakatan sebagai tujuan dari pidana penjara, maka dalam tahun

(148)

Dari perubahan-perubahan pemikiran

tentang nara pidana diatas, ada hal yang sangat disayangkan, yakni

perubahan-perubahan tadi yang bermaksud mulia tidak sekaligus disertai dengan perubahan

landasan hukumnya. Dengan kata lain

walaupun sistem kepenjaraan telah diganti dengan sistem pemasyarakatan akan tetapi landasan hukumnya masih tetapjaman

hindia Belanda, yaitu berlandaskan

Gestichten Reglement Stbl. 1971 No

708 yang seharusnya menjadi dasar hukum bagi sistem kepenjaraan. Sehingga sistem pemasyarakatan pada saat itu tidak bisa

(149)

SISTEM

(150)

Ide Pemasyarakatan sebagaimana

dicita-citakan oleh sebagian besar

masyarakat Indonesia pada akhirnya

pada tahun 1995 disahkan satu

instrument yang penting dalam rangka

pemasyarakatan yaitu disahkannya

Undang-undang

Nomor 12 Tahun

1995

Tentang Pemasyarakatan dalam

(151)

Pokok-pokok isi dari

undang-undang tersebut

adalah

Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tersebut lahir atas pertimbangan

bahwa:

 perlakuan terhadap warga binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem

(152)

 sistem pemasyarakatan merupakan

rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan

pemasyarakatan menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana lagi sehingga

dapat diterima kembali di masyarakat, aktif dalam pembangunan dan

sebagainya.

 dasar-hukum yang dipakai dalam rangka

proses pemasyarakatan pada sistem

(153)

Pemasyarakatan:

Adalah

kegiatan untuk malakukan

pembinaan warga binaan

pemasyarakatan berdasarkan

sistem, kelembagaan dan cara

pembinaan yang merupakan

(154)

Fungsi Sistem Pemasyarakatan

adalah untuk menyiapkan warga

binaan pemasyarakatan agar

dapat berintegrasi secara sehat

dengan masyarakat, sehingga

(155)

Lembaga:

Lapas:

Lembaga Pemasyaratan

BAPAS

: Balai Pemasyarakatan

Lapas dan Bapas didirikan disetiap Ibukota

Kabupaten atau kotamadya. Dan jika

(156)

WARGA BINAAN

PEMASYARAKATAN

Warga binaan pemasyarakatan

yang dimaksud adalah

Narapidana, anak didik

(157)

1. Narapidana

Yang dimaksud dengan nara pidana adalah orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan.

Ada kewajiban untuk mendafatar terpidana yang diterima di LAPAS dalam rangka mengubah status terpidana menjadi nara pidana.

Pendaftaran yang dimaksud meliputi:

 Pencatatan: Jati diri, Putusan pengadilan dan barang-barang

serta uang yang dibawa.

 Pemeriksaan kesehatan;  Pembuatan pas foto

 Pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah

terima terpidana.

(158)

Hak-hak Narapidana didalam

LAPAS

Nara pidana dalam menjalani pidananya di LAPAS berhak:

 Melakukan ibadah sesuai dengan agama

dan kepercayaanya;

 Mendapat perawatan,baik perawatan

rohani maupun jasmani;

 Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;  Mendapatkan pelayanan kesehatan dan

makanan yang layak;

Referensi

Dokumen terkait

Dan orang lain yang tidak melakukan perbuatan pidana melihat hal tersebut malah merasa ingin melakukan pidana, karena kenyataan yang mereka lihat pelaku-pelaku pidana

Dari uraian diatas, tidak disebutkan sanksi khusus bagi pelaku pemerkosa anak, namun pada dasarnya pelaku pemerkosa anak dapat dijatuhi sanksi pidana yang serupa dengan yang

Perbuatan pidana (tindak pidana) adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana upaya pemidanaan bagi pelaku tindak pidana terorisme dalam hukum pidana Islam dan Undang- Undang

Sanksi tindakan bertolak dari ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu” sehingga sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Fokus

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kebijakan formulasi sanksi pidana sistem pemidanaan untuk korporasi masih terdapat beberapa kelemahan dalam pola pemidanaan dan

Persamaan sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan minuman keras menurut hukum pidana positif dan hukum pidana Islam adalah

TINJAUAN TENTANG PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN PRATIMA MENURUT HUKUM ADAT BALI. Tinjauan Tentang