• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR PADA PELANGGAN TOKO RABBANI PUCANG SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR PADA PELANGGAN TOKO RABBANI PUCANG SURABAYA."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

SHOPPING LIFESTYLE

DAN

FASHION

INVOLVEMENT

TERHADAP

IMPULSE BUYING BEHAVIOUR

PADA PELANGGAN TOKO RABBANI PUCANG SURABAYA

SKRIPSI

Oleh :

NUR SA’IDATURROHMAH NIM : C74212124

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour pada Pelanggan Toko Rabbani Pucang Surabaya” ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhshopping lifestyle dan fashion involvement secara simultan maupun parsial terhadap impulse buying behaviour pada pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya

Data dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari kuesioner yang disebar kepada responden yaitu pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya. Variabel dalam penelitian ini yaitu: variabel bebas meliputi shopping lifestyle dan fashion involvement. Sedangkan untuk variabel terikatnya adalah impulse buying behaviour. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil regresi dilakukan setelah model tidak mengalami gejala-gejala asumsi klasik seperti normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik yaitu uji F (simultan), koefesien determinasi, dan uji t (parsial).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel shopping lifestyle dan fashion involvement secara simultan berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behavior dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan nilai koefisien determinasi sebesar 0,295. Sedangkan secara parsial shopping lifestyle menunjukkan berpengaruh positif dan signifikan dengan nilai signifikansi 0,027 dan nilai koefisien regresi sebesar 0,253. Dan untuk fashion involvement secara parsial juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying behavior dengan nilai signifikansi 0,000 dan nilai koefisien regresi sebesar 0,417.

Dari hasil kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa saran bagi pihak Rabbani Pucang Surabaya: Pertama, hendaknya lebih sering membuat tawaran iklan atau promosi lainnya di dalam toko atau web untuk menarik perhatian pelanggan sehingga timbul perilaku impulse buying. Kedua, hendaknya menjaga kualitas terbaik produk fashion sehingga tidak akan membuat kecewa pelanggan khususnya pelanggan setia (loyal customer). Ketiga, Sebaiknya lebih memperhatikan beragam model produk fashionnya dan terus mengikuti

perkembangan mode fashion terbaru agar produknya mampu menarik perhatian

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Perilaku Konsumen ... 12

2. Shopping Lifestyle ... 19

3. Fashion Involvement ... 22

4. Impulse Buying Behaviour ... 27

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 31

C. Kerangka Konseptual ... 34

D. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 36

(7)

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

D. Variabel Penelitian ... 39

1. Variabel Terikat atau Independen (X) ... 39

2. Variabel Bebas atau Dependen (Y) ... 39

E. Definisi Operasional ... 40

1. Shopping Lifestyle ... 40

2. Fashion Involvement ... 41

3. Impulse Buying Behaviour ... 41

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

1. Uji Validitas ... 42

2. Uji Reliabilitas ... 45

G. Data dan Sumber Data ... 47

1. Jenis Data ... 47

2. Sumber Data ... 47

H. Teknik Pengumpulan Data ... 48

I. Teknik Analisis Data ... 49

1. Uji Asumsi Klasik ... 50

a. Uji Normalitas ... 50

b. Uji Multikolinearitas ... 51

c. Uji Heteroskedastisitas ... 51

d. Uji Autokolerasi ... 52

2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 53

3. Koefisien Determinasi ... 54

4. Uji Hipotesis ... 55

a. Uji F (Simultan) ... 55

b. Uji T (Parsial) ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 57

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 57

1. Sejarah Perusahaan ... 57

(8)

3. Sertifikat dan Penghargaan ... 61

4. Karakteristik Responden ... 62

5. Karakteristik Jawaban Responden ... 67

B. Analisis Data ... 79

1. Uji Asumsi Klasik ... 79

a. Uji Normalitas ... 79

b. Uji Multikolinearitas ... 80

c. Uji Heteroskedastisitas ... 81

2. Analisis Regresi Berganda ... 84

3. Koefisien Determinasi ... 85

4. Uji Hipotesis ... 87

a. Uji F (Simultan) ... 87

b. Uji T (Parsial) ... 88

BAB V PEMBAHASAN ... 91

A. Pengaruh Shopping Lifestyle Dan Fashion Involvement Secara Simultan Terhadap Impulse Buying Behaviour ... 91

B. Pengaruh Shopping Lifestyle Dan Fashion Involvement Secara Parsial Terhadap Impulse Buying Behaviour ... 93

BAB VI PENUTUP ... 99

A. Simpulan ... 99

B. Saran ... 100

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini, kebutuhan manusia akan barang dan jasa semakin

meningkat dan bervariasi. Keadaan tersebut memberikan peluang bagi

pelaku bisnis, tak terkecuali bisnis dalam bidang fashion. Banyak

bermunculan toko yang menjual berbagai jenis produk fashion baik untuk

pria maupun wanita. Dalam menjalankan usaha tersebut, strategi pemasaran

yang digunakan menjadi hal penting bagi perusahaan dalam menarik minat

konsumen sehingga dapat meningkatkan keuntungan.

Strategi pemasaran, khususnya yang dikembangkan dan diterapkan oleh

perusahaan yang berhasil, memiliki kekuatan besar terhadap konsumen dan

masyarakat luas. Strategi pemasaran bukan hanya disesuaikan dengan

konsumen, tetapi juga mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh

konsumen tentang diri mereka sendiri, tentang berbagai macam tawaran

pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk pembelian dan penggunaan

produk.1 Dengan demikian, dalam menentukan strategi pemasaran yang

digunakan, penting juga bagi produsen mengetahui tentang perilaku

konsumen.

1

(10)

2

The American Marketing Association mendefinisikan perilaku

konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku,

dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam

hidup mereka.2 Dari definisi tersebut dapat diketahui tiga hal penting dalam

perilaku konsumen. Pertama, bersifat dinamis sehingga susah ditebak atau

diramalkan. Kedua melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku,

dan kejadian disekitar atau lingkungan konsumen. Ketiga melibatkan

pertukaran seperti memberikan sesuatu yang bernilai kepada yang lainnya

dan menerima sesuatu sebagai imbalannya.

Perilaku konsumen dalam pembelian produk atau jasa yang dilakukan

dapat digolongkan ke dalam tiga macam yaitu pembelian yang terencana

sepenuhnya, pembelian yang separuh terencana, dan pembelian yang tidak

terencana (impulse purchasing).3 Berdasarkan hasil survei yang dilakukan

oleh Nielsen, ternyata 85% pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung

untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan. Survei antar negara yang

dilakukan oleh Nielsen, konsumen di negara seperti Australia, Selandia

Baru, Hong Kong dan China ternyata lebih sering melakukan impulse buying

dibandingkan negara seperti Jepang dan Korea. Hal tersebut menunjukkan

2

Ibid., 2.

3

(11)

3

bahwa bukan hanya di Indonesia saja tetapi hampir di setiap negara,

konsumen cenderung melakukan impulse buying.4

Penelitian lain yang dilakukan oleh Betsy Morris, kira-kira 53%

pembelian bahan pangan dan 47% pembelian di toko besi merupakan

tindakan mendadak tanpa dipikirkan lebih dahulu, demikian studi tersebut

menyatakan. Ketika Stillerman Jones & Co., sebuah perusahaan penelitian

pemasaran, menanyai 34.300 pembelanja di pusat perbelanjaan di penjuru

negeri mengenai alasan utama kunjungan mereka, hanya 25% memang

sengaja datang utuk mencari barang tertentu.5

Pembelian tidak terencana (impulse buying) adalah tindakan membeli

yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari pertimbangan,

atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko, atau bisa juga

dikatakan suatu desakan hati yang tiba–tiba dengan penuh kekuatan,

bertahan & tidak direncanakan untuk membeli sesuatu secara langsung,

tanpa banyak memperhatikan akibatnya.6 Dari definisi tersebut terlihat

bahwa impulse buying berhubungan dengan sesuatu yang alamiah dan

merupakan reaksi yang cepat.

Impulse buying bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Termasuk pada

saat seorang penjual menawarkan suatu produk kepada calon konsumen.

Dimana sebenarnya produk tersebut terkadang tidak terpikirkan dalam benak

4

Fita Eka Prastia, “Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement, dan Hedonic Shopping Value terhadap Impulse Buying Behaviour Pelanggan Toko Elizabeth Surabaya”, (Skripsi --Universitas Widya Mandala Surabaya, 2013), 1.

5

James F. Engel, Roger D. Blackwell, & Paul W. Miniard, Perilaku Konsumen, Jilid 2 Edisi ke-enam (Jakarta: Binarupa Aksara, 1995), 202.

6

(12)

4

konsumen sebelumnya. Produk yang dibeli tanpa rencana sebelumnya

disebut produk impulsif. Misalnya seperti majalah, minyak wangi, dan

produk kosmetik.7

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tindakan pembelian

impulsif (impulse buying behaviour) adalah gaya hidup berbelanja (shopping

lifestyle). Aktivitas berbelanja bukan hal yang biasa lagi di kalangan

masyarakat, bahkan bisa dikatakan sudah menjadi gaya hidup. Banyaknya

mall atau shopping centre yang bermunculan menjadi salah satu faktor

pendukung kegiatan berbelanja. Sehingga berbelanja bukan hanya untuk

mencari suatu barang yang dibutuhkan semata melainkan untuk mencari

hiburan atau menghilangkan kebosanan. Mereka tidak harus membeli suatu

barang, melainkan hanya untuk berjalan-jalan semata untuk menghilangkan

stres (refreshing).

Shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk

mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai

produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan

kategori serupa.8 Dengan demikian, shopping lifestyle merupakan pola

konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara

seseorang menghabiskan waktu dan uang. Dengan adanya ketersediaan

waktu, konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan

adanya uang, konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi.

7

Clhistina Whidya, Manejemen Ritel dan Implementasi Modern, (Jakarta: Salemba, 2006), 34.

8 Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto, “Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion

Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour Masyarakat High Income Surabaya”; Jurnal

(13)

5

Selain shopping lifestyle, faktor internal lain yang dapat mempengaruhi

tindakan impulse buying behaviour yaitu fashion involvement. Fashion

involvement merupakan keterlibatan konsumen terhadap suatu produk

fashion yang didorong oleh kebutuhan dan ketertarikan terhadap produk

tersebut. Fashion involvement pada pakaian berhubungan sangat erat

dengan karakteristik pribadi (wanita dan kaum muda) dan pengetahuan

fashion, yang mana pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan konsumen di

dalam membuat keputusan pembelian.9

Seseorang yang cenderung mengetahui tentang segala macam produk

fashion khususnya produk terbaru, maka mereka akan cenderung melakukan

pembelian. Begitu juga mereka yang ingin lebih dikenal berdasarkan

karakteristik pribadinya dari pakaian (fashion) yang mereka pakai, maka

mereka juga akan cenderung melakukan pembelian.

Berdasarkan paparan di atas, shopping lifestyle dan fashion involvement

memiliki keterkaitan dalam pengambilan keputusan pembelian suatu produk

atau jasa yang dilakukan oleh konsumen, termasuk dalam pembelian secara

impulsif (impulse buying). Akan tetapi masih terdapat perdebatan teoretis

diantara para ahli.

Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto (2011) yang menyatakan

bahwa shopping lifestyle dan fashion involvement berpengaruh positif dan

signifikan terhadap impulse buying behaviour pada masyarakat high income

Surabaya. Dimana shopping lifestyle yang terdiri dari setiap tawaran iklan

9

(14)

6

mengenai produk fashion, kecenderungan membeli pakaian model terbaru

ketika melihatnya di shopping centre, dan juga kecenderungan membeli

fashion merek terkenal dapat mempengaruhi untuk melakukan impulse

buying. Kemudian fashion involvement yang terdiri dari kepunyaan terhadap

satu atau lebih pakaian dengan model terbaru (trend), fashion adalah satu hal

penting yang mendukung aktivitas, dan juga pakaian yang dimiliki

menunjukkan karakteristik pribadi dapat mempengaruhi untuk melakukan

impulse buying.

Astrid Fatihana (2014) menyatakan bahwa shopping lifestyle

berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada konsumen

Rumah Mode factory outlet Bandung. Sama halnya dengan A A Ngr Indra

Wiguna dan I Nyoman Nurcaya (2014) yang menyatakan bahwa fashion

involvement juga berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap

impulse buying pada produk merek Nevada.

Bertentangan dengan pendapat Wikartika Mulianingrum (2010) yang

menyatakan bahwa secara parsial shopping lifestyle dan fashion involvement

tidak berpengaruh terhadap impulse buying pada merek Super T-Shirt di

Matahari Department Store Singosaren. Variabel lain yang berpengaruh

terhadap impulse buying pada merek Super T-Shirt adalah pre-decision stage

dan post-decision stage. Fenomena ini terjadi karena konsumen sebagian

besar adalah pelajar atau mahasiswa yang tidak memiliki gaya hidup tinggi.

(15)

7

merencanakan pembelanjaan terlebih dahulu dan kebanyakan menghindari

impulse buying.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat diketahui

bahwa baik shopping lifestyle maupun fashion involvement memiliki

hubungan yang positif terhadap perilaku impulse buying. Akan tetapi

terdapat pendapat lain yang berbeda, yang menyatakan bahwa tidak ada

pengaruh antara shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap

impulse buying. Dari perbedaan tersebut, dipandang penting untuk menguji

kembali pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement baik secara

simultan maupun parsial terhadap impulse buying behaviour.

Sekarang ini, tempat berbelanja fashion yang menyediakan kebutuhan

baik pria maupun wanita semakin banyak. Salah satu tempat berbelanja yang

menyediakan kebutuhan fashion baik untuk pria maupun wanita adalah

Rabbani Pucang Surabaya, dimana di lantai satu untuk produk konsumen

wanita (muslimah) dan di lantai dua untuk produk konsumen pria (muslim).

Rabbani dikenal dengan tagline profesor kerudung Indonesia, dimana

Rabbani merupakan salah satu perusahaan kerudung instan pertama dan

terbesar di Indonesia dengan mengeluarkan produk andalan berupa krudung

instan dan produk lain yang juga telah dikembangkan yaitu busana muslim

baik untuk wanita maupun pria, selain itu terdapat berbagai macam aksesoris

juga yang disediakan. Sebagai mana kita ketahui, tren fashion muslim

(16)

8

komunitas hijabers maupun berbagai macam kompetisi Islami seperti

pemilihan Muslimah Indonesia dan sebagainya.

Dalam pemasarannya, Rabbani menggunakan brand ambassador artis

terkenal seperti Fatin Shidqia Lubis, April Jasmine, dan juga ustadz

Soulmate. Pemilihan brand ambassador juga menjadi hal penting dalam

pemasaran dimana dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam

pengambilan keputuan pembelian.

Menurut data tribunnews.com, pada tahun 2013 Rabbani berhasil

mencetak penjualan sebanyak setengah triliun atau kurang lebih mencapai

Rp. 500 miliar secara nasional. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya

dukungan dari brand ambassador Rabbani yaitu Fatin Shidqia Lubis.

Penjualan tersebut tercipta dari 150 outlet Rabbani yang tersebar di seluruh

Indonesia.10

Salah satu outlet Rabbani adalah Bunker Rabbani Pucang Surabaya.

Tempat yang strategis yaitu di jalan Pucang Anom no. 33 Surabaya

menjadikan outlet ini selalu ramai dikunjungi mulai dari kaum remaja hingga

dewasa. Selain itu, Bunker Rabbani Pucang terkenal sebagai outlet terbesar

dan terlengkap di Surabaya dengan banyak pilihan produk fashion terutama

busana muslim/muslimah berkualitas dengan harga terjangkau. Dengan

alasan tersebut, konsumen akan lebih tertarik untuk membeli produk yang

ditawarkan. Pada penelitian ini, hanya difokuskan pada produk fashion

Rabbani berupa pakaian atau busana muslim/muslimah termasuk kerudung

10

(17)

9

yang merupakan produksi utama dari Rabbani dan yang selalu berkembang

dengan cepat.

Indonesia sebagai negara muslim dimana penduduknya lebih banyak

menganut agama Islam. Sehingga sebagai pelaku ekonomi tak terkecuali

dalam tindakan konsumsi, setiap pelaku harus selalu berpikir, bertindak, dan

bersikap atas dasar rasionalitas. Rasionalitas Islam secara umum dibangun

atas dasar aksioma-aksioma yang diderivasikan dari agama Islam.11

Ajaran Islam mengajarkan untuk hidup sederhana, artinya setiap pelaku

ekonomi harus selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran

(non-wasting). Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Isra ayat 27 sebagai

berikut:





































Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara

syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

(QS. Al-Isra:27)

Dari uraian tersebut, maka penulis ingin mengadakan penelitian dan

menyusunnya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pengaruh Shopping

lifestyle dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour pada

Pelanggan Toko Rabbani Pucang Surabaya”.

11

(18)

10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini

memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement

secara simultan terhadap impulse buying behaviour pada pelanggan toko

Rabbani Pucang Surabaya?

2. Apakah terdapat pengaruh shopping lifestyle dan fashion involvement

secara parsial terhadap impulse buying behaviour pada pelanggan toko

Rabbani Pucang Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh shopping lifestyle dan

fashion involvement secara simultan terhadap impulse buying behaviour

pada pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh shopping lifestyle dan

fashion involvement secara parsial terhadap impulse buying behaviour

pada pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya.

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan dari penelitian

(19)

11

1. Kegunaan Teoretis

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, informasi, serta

dapat juga dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk

mengembangkan penelitian tentang pengaruh shopping lifestyle dan

fashion involvement terhadap impulse buying behaviour.

2. Kegunaan Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan yang

bermanfaat bagi para pemasar produk toko Rabbani Pucang Surabaya

terutama produk yang rentan terhadap impulse buying behaviour.

b. Memberikan kontribusi bagi peritel yang melakukan bisnis ritel

terutama dibidang fashion dalam menyusun strategi pemasaran yang

tepat sehingga dapat menarik minat konsumen dan dapat

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Perilaku Konsumen

Menurut Mowen, perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi

tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang

melibatkan perolehan, konsumsi, dan pengembangan barang, jasa,

pengalaman, serta ide-ide. Sedangkan menurut Engel, Blackwell dan

Miniard, perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat

di dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan

jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli

tindakan ini.

The American Marketing Association mendefinisikan perilaku

konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi,

perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan

pertukaran dalam hidup mereka.1 Dari definisi tersebut memuat tiga hal

penting, yaitu:2

a. Perilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau

diramalkan.

1

Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen Edisi Revisi, Cetakan Kelima (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 2.

2

(21)

13

b. Melibatkan interaksi: kognisi, afeksi, perilaku dan kejadian di

sekitar atau lingkungan konsumen.

c. Melibatkan pertukaran, seperti menukar barang milik penjual

dengan uang milik pembeli.

Dengan kata lain, perilaku konsumen melibatkan pemikiran dan

perasaaan yang mereka alami serta tindakan yang mereka lakukan dalam

proses konsumsi. Hal itu juga mencakup segala hal pada lingkungan

yang memengaruhi pemikiran, perasaan, dan tindakan tersebut.3

Bagi pelaku bisnis, mempelajari perilaku konsumen juga harus

dilakukan untuk dapat memenangkan persaingan bisnis. Analisis

terhadap perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat penting

dalam manajemen pemasaran. Strategi pemasaran yang tepat akan dapat

meningkatkan penjualan suatu produk sehingga keuntungan yang

didapat produsen semakin banyak.

Jika konsumen konsumen tertarik akan suatu produk yang dijual

oleh produsen, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian produk

atau jasa yang dilakukan oleh konsumen bisa digolongkan menjadi tiga,

yaitu:4

3

J. Paul Peter, Jerry C. Olson, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), 6..

4

(22)

14

a. Perencanaan yang terencana sepenuhnya

Jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merk jauh

sebelum pembelian dilakukan, maka ini termasuk pembelian yang

direncanakan sepenuhnya. Pembelian yang terencana sepenuhnya

biasanya adalah hasil dari proses keputusan yang diperluas atau

keterlibatan yang tinggi. Konsumen yang membeli mobil baru bisa

digolongkan ke dalam kategori ini karena mereka biasanya sudah

mempunyai keinginan jenis mobil, merek dan model yang dibelinya

sebelum masuk ke show room. Produk dengan keterlibatan rendah

mungkin juga dibeli dengan terencana. Konsumen sering kali

membuat daftar barang yang akan dibelinya jika ia pergi ke toko

swalayan, ia sudah tahu produk dan merek yang akan dibelinya.

b. Pembelian yang separuh terencana

Konsumen sering kali sudah mengetahui ingin membeli suatu

produk sebelum masuk swalayan, namun mungkin ia tidak tahu

merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh informasi

yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan. Ketika ia

sudah tahu produk yang ingin dibeli sebelumnya dan memutuskan

merek dari produk tersebut di toko, maka ini termasuk pembelian

yang separuh terencana.

c. Pembelian yang tidak terencana

Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa

(23)

15

muncul di toko atau di mall. Banyak faktor yang menyebabkan hal

tersebut, misalnya display pemotongan harga 50%, yang terlihat

mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan

merasakan kebutuhan untuk membeli produk tersebut. Display

tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur,

sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk

membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian

seperti ini sering disebut sebagai pembelian impulsif (impulse

purchasing).

Model keputusan pembelian konsumen terdapat lima tahap, yaitu:5

1) Pengenalan kebutuhan, muncul ketika konsumen menghadapi suatu

masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara

keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.

2) Pencarian informasi, mulai dilakukan ketika konsumen memandang

bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan

mengonsumsi suatu produk kemudian konsumen akan mencari

informasi yang tersimpan dalam ingatannya (pencarian internal) dan

mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).

3) Evaluasi alternatif, adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan

merek, dan memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen. Pada

proses ini konsumen membandingkan berbagai merek pilihan yang

5

(24)

16

dapat memberikan manfaat kepadanya serta masalah yang

dihadapinya.

4) Keputusan pembelian, yaitu sikap dalam pengambilan keputusan

apakah membeli atau tidak, jika memilih untuk membeli produk,

dalam hal ini konsumen dihadapkan pada beberapa alternatif

pengambilan keputusan seperti produk, merek, penjual, kuantitas,

dan waktu pembeliannya. Tahap keputusan pembelian ini termasuk

juga untuk pembelian yang impulsif (impulse buying).

5) Hasil, dimana konsumen akan mengalami beberapa tingkat

kepuasan atau ketidakpuasan. Tahap ini dapat memberikan

informasi yang penting bagi perusahaan apakah produk dan

pelayanan yang telah dijual dapat memuaskan konsumen atau tidak.

Gambar kelima tahapan keputusan pembelian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Identifikasi Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Evaluasi Pascabeli Pembelian

Pembelian Rutin atau Kebiasaan

(25)

17

Perilaku konsumsi dalam Islam berdasarkan pada Al-Qur’an dan

Hadits. Barang yang dapat dikonsumsi adalah barang yang halal,

bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan (secukupnya).

Tujuan dalam mengkonsumsi dalam Islam adalah untuk mendapatkan

maslahah dan bukan memaksimalkan kepuasaan (maximum utility)

seperti di dalam ekonomi konvensional. sesuai dengan firman Allah

dalam surat Al-Maidah ayat 87-88 sebagai berikut:























Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”(QS. Al-Maidah:87-88)

Sebagai pelaku ekonomi tak terkecuali dalam tindakan konsumsi, setiap

pelaku harus selalu berpikir, bertindak, dan bersikap atas dasar rasionalitas.

Rasionalitas Islam secara umum dibangun atas dasar aksioma-aksioma yang

(26)

18

merupakan kaidah yang berlaku umum dan universal sesuai dengan

universalitas agama Islam. Secara garis besar sebagai berikut:6

1. Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah

2. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan

kemubaziran (non-wasting)

3. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminimumkan risiko (risk

aversion)

Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan

keimanan. Peranan keimanan menjadi tolok ukur penting karena

keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung

mempengaruhi kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi

kuantitas dam kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material

maupun spiritual. Dari sinilah kemudian terbentuk perilaku konsumen

muslim, yaitu:7

a. Dalam mengkonsumsi, kepuasan konsumen bukan fungi

satu-satunya atas barang konsumsi dan komoditas, tetapi juga fungsi dari

ridha Allah.

b. Seorang muslim dilarang untuk mengkonsumsi hal-hal yang

dilarang oleh syariat.

6

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ekonomi Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 28.

7

(27)

19

c. Seorang muslim dilarang untuk membayar atau menerima bunga

dari pinjaman dalam bentuk apapun. Suku bunga tersebut dapat

digantikan oleh biaya dalam kaitannya dengan profit sharing.

d. Anggaran yang digunakan adalah pendapatan bersih setelah

pembayaran zakat.

e. Konsumen harus menahan diri dari konsumsi yang berlebihan yang

berarti konsumen muslim tidak harus menghabiskan seluruh

pendapatan bersihnya untuk konsumsi barang dan jasa.

2. Shopping Lifestyle

Gaya hidup (lifestyle) menunjukkan bagaimana orang hidup,

bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka

mengalokasikan waktu mereka.8 Gaya hidup berbeda dengan

kepribadian. Kepribadian lebih menggambarkan karakteristik terdalam

yang ada pada diri manusia. Sering juga disebut sebagai cara seseorang

berpikir, merasa, dan berpersepsi. Walaupun kedua konsep tersebut

berbeda, namun gaya hidup dan kepribadian saling berhubungan.

Kepribadian mereflesikan karakteristik internal dari konsumen, gaya

hidup menggambarkan manifestasi eksternal dari karakteristik tersebut,

yaitu perilaku seseorang.9

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang

diidentifikasikan oleh bagaimana seseorang menghabiskan waktu mereka

(aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya

8

John C. Mowen, Michael Minor, Perilaku Konsumen..., 282.

9

(28)

20

(keterlibatan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri

dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). Gaya hidup pada dasarnya

merupakan suatu perilaku yang mencerminkan masalah apa yang

sebenarnya yang ada di dalam alam pikir pelanggan yang cenderung

berbaur dengan berbagai hal yang terkait dengan masalah emosi dan

pikologis konsumen.10

Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang

dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi

alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan, serta

alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori serupa.11 Dengan demikian,

shopping lifestyle merupakan pola konsumsi yang mencerminkan pilihan

seseorang tentang bagaimana cara seseorang menghabiskan waktu dan

uang. Dengan adanya ketersediaan waktu, konsumen akan memeliki

banyak waktu untuk berbelanja dan dengan adanya uang, konsumen akan

memiliki daya beli yang tinggi.

Kegiatan belanja dibagi menjadi enam kategori terpisah, yaitu:

a. Adventure shopping, dimana orang-orang berbelanja untuk

hiburan, petualangan, dan stimulasi.

b. Social shopping, dimana individu menggunakan toko untuk

bersosialisasi dan berhubungan dengan orang lain.

10

Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen..., 80.

11

Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto, “Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour Masyarakat High Income Surabaya”; Jurnal

(29)

21

c. Gratification shopping, diuraikan sebagai belanja dilakukan

untuk bantuan stres.

d. Idea shopping, dimana pembeli ingin menjadi up-to-date dengan

tren dan inovasi baru.

e. Role shopping, dimana pembeli mendapatkan kepuasan oleh

belanja untuk orang lain.

f. Value shopping, yang mengacu pada kenikmatan yang diterima

konsumen dengan membeli barang-barang karena nilai baiknya.

Beberapa manfaat bagi pemasar jika memahami gaya hidup

konsumen, diantaranya: pemasar dapat menggunakan gaya hidup

konsumen untuk untuk melakukan segmen konsumen, membantu dalam

memosisikan produk di pasar dengan menggunakan iklan, pemasar dapat

menempatkan iklan produknya pada media-media yang paling cocok, dan

pemasar juga dapat mengembangkan produk sesuai dengan tuntutan gaya

hidup konsumen.

Menurut Batty Jackson shopping lifestyle merupakan ekspresi

tentang lifestyle dalam berbelanja yang mencerminkan perbedaan status

sosial. Cobb dan Hoyer mengemukakan bahwa untuk mengetahui

hubungan shopping lifestyle terhadap impulse buying behaviour adalah

dengan menggunakan indikator sebagai berikut:12

a. Menanggapi untuk membeli setiap tawaran iklan mengenai produk

fashion.

12

(30)

22

b. Membeli pakaian model terbaru ketika melihatnya.

c. Berbelanja merek paling terkenal.

d. Yakin bahwa merek (produk kategori) terkenal yang dibeli terbaik

dalam hal kualitas.

e. Sering membeli berbagai merek (produk kategori) daripada merek

yang biasa dibeli.

f. Yakin ada merek lain (produk kategori) yang sama seperti yang

dibeli.

3. Fashion Involvement

Keterlibatan (involvement) adalah kondisi motivasi yang memberi

energi dan mengarahkan proses kognitif dan afektif konsumen dan

perilakunya saat mengambil keputusan.13 Definisi lain dari keterlibatan

adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan/ atau minat yang

dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi spesifik hingga jangkauan

kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk

meminimumkan risiko dan memaksimumkan manfaat yang diperoleh

dari pembelian dan pemakaian.14

Keterlibatan paling baik dipahami sebagai fungsi dari orang, objek

dan situasi. Titik awalnya selalu denga orang, motivasi yang mendasari

dalam bentuk kebutuhan dan nilai, yang pada gilirannya merupakan

refleksi dari konsep diri. Keterlibatan diaktifkan ketika objek dirasakan

membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan, dan nilai yang penting.

13

J. Paul Peter, Jerry C. Olson, Perilaku Konsumen..., 84.

14

(31)

23

Akan tetapi, pentingnya pemenuhan kebutuhan yang dirasakan dari objek

akan bervariasi dari situasi ke situasi berikutnya. Oleh karena itu, ketiga

faktor yang mencakup orang, objek, dan situasi harus diperhitungkan.

Keterlibatan (involvement) mengacu pada persepsi konsumen

tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian, atau

aktivitas. Konsumen dikatakan terlibat dengan produk dan memiliki

hubungan dengan produk tersebut, jika dia melihat bahwa produk

tersebut memiliki konsekuensi relevan secara pribadi.

Keterlibatan terhadap suatu produk atau merek memiliki aspek

kognitif dan afektif. Secara kognitif, keterlibatan mencakup pengetahuan

alat-tujuan mengenai konsekuensi penting sebagai hasil penggunaan

produk (CD ini akan menjadi kado indah). Keterlibatan juga mencakup

afeksi seperti evaluasi produk (Saya suka David Letterman Show).15

Jika keterlibatan terhadap suatu produk tinggi, maka konsumen

akan mengalami respon afektif atau pengaruh yang lebih kuat seperti

emosi dan perasaan yang sangat kuat (Saya sangat menyukai band

Ungu). Bagi pemasar, keterlibatan produk konsumen hanya tinggi atau

rendah, namun sebenarnya keterlibatan produk dapat berkisar dari

tingkat rendah (sedikit atau tidak ada relevansi) ke moderat (ada

relevansi yang dirasakan) hingga ke tingkat tinggi (relevansinya sangat

dirasakan).

15

(32)

24

Istilah keterlibatan menurut para peneliti dirasakan untuk

menegaskan bahwa keterlibatan adalah keadaan psikososial yang dialami

oleh konsumen hanya pada waktu dan kondisi tertentu. Konsumen tidak

terus-menerus mengalami perasaan terlibat, bahkan untuk produk

penting seperti mobil, rumah, atau perlengkapan hobi. Akan tetapi,

masyarakat merasa terlibat dengan produk tersebut hanya pada

kesempatan tertentu ketika pengetahuan alat-tujuan dari relevansi

pribadi suatu produk tertsebut diaktifkan. Ketika situasi berubah,

pengetahuan alat-tujuan tidak lagi diaktifkan maka perasaan keterlibatan

akan pudar hingga waktu lain.

Selama keterlibatan meningkatkan produk, maka konsumen akan

memperhatikan iklan yang berhubungan dengan produk tersebut,

memberikan lebih banyak upaya untuk memahami iklan tersebut dan

memfokuskan perhatian pada informasi produk yang terkait didalamnya,

berbeda dengan orang lain yang mungkin tidak akan mau repot untuk

memperhatikan informasi yang diberikan. Begitu pula dengan fashion,

banyak orang yang terlibat dengan fashion, kemudian ia menghabiskan

waktu dan uang untuk gaya terbaru, sedangkan yang lain mengatakan

bahwa berbelanja pakaian adalah sebuah tugas.

Tingkat keterlibatan konsumen dapat dipengaruhi oleh dua sumber,

(33)

25

a. Relevansi-pribadi intrinsik (intrinsik self-rrelevane)

Mengacu pada pengetahuan arti akhir konsumen yang disimpan

dalam ingatan, yang diperoleh melalui pengalaman masa lalu mereka

terhadap suatu produk. Pada saat mereka menggunakan produk (atau

memperhatikan orang lain mempergunakannya), konsumen dapat

belajar ciri produk tertentu memliki konsekuensi yang dapat

membatu mencapai tujuan dan nilai yang penting.

b. Relevansi pribadi situasional (situasional self-relevance)

Ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial di sekitar kita,

yang dengan segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting

sehingga membuat produk atau merek yang secara pribadi

terlihat relevan. Misalnya, suatu poster potongan 50% atas harga

alat pancig dapat mengaktifkan pikiran relevansi pribadi pada

seseorang yang hobi memancing. Hubungan antara produk dengan

konsekuensi pribadi dapat lenyap ketika situasi berubah.

Misalnya, keterlibatan seseorang dengan pembelian alat pancing

akan hilang setelah masa diskon berakhir.

Menurut Mowen, keterlibatan konsumen adalah tingkat

kepentingan pribadi yang dirasakan dan/atau minat yang ditimbulkan

oleh sebuah rangsangan. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan,

(34)

26

memahami, dan mengelaborasi informasi tentang pembelian. Faktor

terpenting yang mempengaruhi tingkat keterlibatan konsumen adalah:16

a. Jenis produk yang menjadi pertimbangan.

b. Karakteristik komunikasi yang diterima konsumen.

c. Karakteristik situasi dimana konsumen beroperasi.

d. Kepribadian konsumen.

Fashion involvement adalah keterlibatan konsumen terhadap suatu

produk fashion yang didorong oleh kebutuhan dan ketertarikan terhadap

produk tersebut. Menurut O’Cass dalam Park menemukan bahwa bahwa

fashion involvement pada pakaian berhubungan sangat erat dengan

karakteristik pribadi (yaitu wanita dan kaum muda) dan pengetahuan

fashion, yang mana pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan

konsumen di dalam membuat keputusan pembelian. Indikator yang

digunakan untuk mengetahui hubungan fashion involvement terhadap

impulse buying behaviour adalah: 17

a. Mempunyai satu atau lebih pakaian dengan model yang terbaru (trend).

b. Fashion adalah satu hal penting yang mendukung aktifitas.

c. Lebih suka apabila model pakaian yang digunakan berbeda dengan

dengan yang lain.

d. Pakaian menunjukkan karakteristik

16

John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2002), 83.

17Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto, “Pengaruh Shopping

(35)

27

e. Dapat mengetahui banyak tentang seseorang dengan pakaian yang

digunakan.

f. Ketika memakai pakaian favorit, membuat orang lain tertarik

melihatnya.

g. Mencoba produk fashion terlebih dahulu sebelum membelinya.

h. Mengetahui adanya fashion terbaru dibandingkan orang lain.

4. Impulse Buying Behaviour

Pembelian impulsif (impulse buying) adalah tindakan membeli yang

sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu

pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki

toko. Bisa juga diartikan suatu desakan hati yang tiba-tiba dengan penuh

kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli sesuatu secara

langsung, tanpa banyak memperhatikan akibatnya.18

Menurut Ujang Sumarwan, Konsumen sering kali membeli suatu

produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli

sering kali muncul di toko atau di mall. Banyak faktor yang

menyebabkan hal tersebut, misalnya display pemotongan harga 50%,

yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen

akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk tersebut. Display

tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur,

sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli

18

(36)

28

produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini

sering disebut sebagai pembelian impulsif (impulse purchasing).19

Hal yang serupa dikemukakan oleh Rook yang dikutip oleh James F.

Engel bahwa pembelian berdasar impulse terjadi ketika konsumen

mengalami desakan tiba-tiba, yang biasanya kuat dan menetap untuk

membeli sesuatu dengan segera. Impuls untuk membeli ini kompleks

secara hedonik dan mungkin merangsang konflik emosional. Juga,

pembelian berdasarkan impuls cenderung terjadi dengan perhatian yang

berkurang pada akibatnya.20

Menurut Herukalpiko yang menjadi faktor internal dari perilaku

impulse buying adalah isyarat internal konsumen dan karakteristik

kepribadian konsumen terhadap suatu produk. Selanjutnya, faktor

eksternal dari pembelian impulse buying adalah rangsangan eksternal

pembelian impulsif mengacu pada rangsangan pemasaran yang dikontrol

dan dilakukan oleh pemasar. Faktor eksternal memegang peran penting

karena faktor eksternal inilah yang dapat dimaksimalkan dan diatur

perannya oleh peritel untuk dapat memikat konsumen untuk melakukan

impulse buying.

Menurut Hermawan Kertajaya, ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan orang membeli sesuatu diluar rencana, yaitu :

1. Hasrat untuk mencoba barang atau merk baru.

19

Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen..., 377.

20

(37)

29

2. Pengaruh dari iklan yang ditonton sebelumnya.

3. Display dan kemasan produk yang menarik.

4. Bujukan Salesman atau Sales Promotion Girl.

Dalam penelitian Adelaar et al., impulse buying diklasifikasikan

dalam empat kelompok, yaitu:21

a. Pure impulse buying

Terjadi pada pembelian baru yang menghancurkan pola

pembelian normal. Pada impulse buying murni, individu tidak berniat

untuk membeli suatu barang.

b. Reminder impulse buying

Terjadi ketika ingatan seorang konsumen akan suatu produk

menjadi rendah atau membutuhkan barang ketika dia melihat di toko

atau teringat iklan tentang suatu barang dan keputusan sebelumnya

untuk membeli. Individu secara spontan memutuskan untuk membeli

barang yang didasarkan pada pengalaman atau ingatan sebelumnya.

c. Suggestion impulse buying

Terjadi ketika seorang pelanggan melihat produk untuk pertama

kalinya di toko dan kemudian terbayang kebutuhan untuk hal itu.

Individu melihat produk pada rak dan memutuskan untuk

membelinya.

21 Wikartika Mulianingrum, “

(38)

30

d. Planned impulse buying

Terjadi ketika seorang konsumen memasuki toko dengan niat

untuk membeli barang tertentu, tetapi mengakui bahwa dia dapat

membeli barang-barang lainnya tergantung pada promosi penjualan.

Individu pergi ke toko dengan pembelian yang sudah direncanakan

tetapi juga mempertimbangkan pembelian lainnya.

Menurut Coob Hayer, mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif

terjadi apabila tidak terhadap tujuan pembelian merek tertentu atau

kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Keputusan

pembalian yang dilakukan belum tentu direncanakan. Pembelian yang

tidak direncanakan (impulse buying) dapat terjadi akibat adanya

rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja

terhadap perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa jasa layanan

fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen,

dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik.22

Dalam penelitian Rook, karakteristik pembelian berdasarkan impuls

(impulse buying) sebagai berikut:23

a. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi

konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap

stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.

b. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.

22Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto, “Pengaruh

Shopping..., 34.

23

(39)

31

c. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering

disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”,

“menggetarkan”, atau “liar”.

d. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi

begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur impulse buying

behaviour sebagai berikut:24

a. Bila ada tawaran khusus, cenderung berbelanja banyak.

b. Cenderung membeli pakaian model terbaru walaupun mungkin tidak

sesuai.

c. Cenderung berbelanja produk fashion tanpa berpikir panjang dulu

sebelumnya.

d. Ketika memasuki shopping center, segera memasuki sebuah toko

fashion untuk membeli sesuatu.

e. Cenderung terobsesi untuk membelanjakan uang sebagian atau

seluruhnya untuk produk fashion.

f. Cenderug membeli produk fashion meskipun tidak begitu

membutuhkannya.

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa peneliti telah meneliti variabel-variabel yang digunakan di

dalam penelitian ini, antara lain:

24

(40)

[image:40.595.133.520.110.753.2]

32

Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

Astrid Fatihana (2014)

Pengaruh Shopping Lifestyle Terhadap

Impulse Buying

(Survei Terhadap Konsumen Rumah

Mode Factory

Outlet Bandung)

Variabel Terikat:

Impulse Buying

Variabel Bebas:

Shopping Lifestyle

Terdapat pengaruh

positif antara

shopping lifestyle

terhadap impulse

buying pada

konsumen Rumah

Mode factory

outlet Bandung.

Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto (2011)

Pengaruh Shopping

Lifestyle Dan

Fashion Infolvement

Terhadap Impulse Buying Behaviour

Masyarakat High

Income Surabaya

Variabel terikat:

Impulse Buying

Behaviour

Variabel bebas:

Shopping Lifestyle

dan Fashion

Infolvement.

Shopping lifestyle

dan fashion

infolvement secara simultan maupun parsial

berpengaruh signifikan terhadap

impulse buying

behaviour pada

masyarakat high

income Surabaya.

Uswatun Hasanah (2015)

Analisis

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi

Impulse Buying

Behaviour Pada

Penjualan Online

(Studi Kasus Pada Mahasiswa S1 UIN Walisongo

Semarang)

Variabel Terikat:

Impulse Buying

Variabel Bebas: Kualitas Pelayanan,

Kualitas Produk,

Harga, dan Promosi.

Secara

bersama-sama (simultan)

semua variabel

kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, dan promosi berpengaruh terhadap impulse buying. Sedangkan

secara parsial,

hanya variabel

promosi yang

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap impulse buying, sedangkan variabel kualitas pelayanan, kualitas produk, dan harga tidak berpengaruh signifikan terhadap

impulse buying.

Wikartika Mulianingrum (2010)

Analisis

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi

Variabel Terikat:

Impulse Buying

Variabel Bebas:

Secara

bersama-sama (simultan)

(41)

33

Impulse Buying

Pada Merek Super T-Shirt

Shopping lifestyle,

fashion

involvement,

pre-decision stage, dan

post-decision stage.

berpengaruh signifikan terhadap

impulse buying.

Sedangkan secara parsial, variabel

pre-decision stage

dan post-decision stage berpengaruh signifikan terhadap

impulse buying, sedangkan

shopping lifestyle

dan fashion

involvement tidak berpengaruh signifikan terhadap

impulse buying.

Soeseno Bong, PhD

(2011)

Pengaruh In-Store Stimuli Terhadap

Impulse Buying

Behaviour Konsumen Hypermarket di Jakarta Variabel Terikat: Impulse Buying Variabel Bebas: In-Store Stimuli

Variabel In-Store

Stimuli tidak

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap impulse buying behaviour

pada konsumen

Hypermarket di

Jakarta.

Persamaan penelitian saya dengan penelitian terdahulu di atas adalah

sama-sama menggunakan variabel terikat impulse buying behaviour.

Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel bebas yang digunakan pada

penelitian Uswatun (2015) dan Soesono (2011) yang menggunakan variabel

bebas kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, promosi, dan in-store stimuli.

Persamaan selanjutnya pada peneliatian Astrid (2014) yang digunakan

adalah variabel shopping lifestyle. Sedangkan perbedaanya, pada penelitian

ini menggunakan dua variabel yaitu shopping lifestyle dan fashion

(42)

34

analisis regresi linier berganda. Persamaan yang lain, yaitu sama-sama

menggunakan variabel shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap

impulse buying pada penelitian Edwin dan Sugiono (2011) dan Wikartika

(2010). Sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian yakni

pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya, dimana mereka adalah konsumen

Islam.

C. Kerangka Konseptual

Model konseptual didasarkan pada kajian pustaka dapat digambarkan

[image:42.595.120.512.245.660.2]

sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Keterangan:

: Pengaruh secara simultan

: Pengaruh secara parsial Shopping Lifestyle

(X1)

Fashion Invovement

(X2)

Impulse Buying Behaviour

(43)

35

D. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara

terhadap suau masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga

harus diuji secara empiris.25 Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara

variabel shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap

impulse buying behaviour pada pelanggan toko Rabbani Pucang

Surabaya.

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel

shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap impulse

buying behaviour pada pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya.

2. H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara

variabel shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap

impulse buying behaviour pada pelanggan toko Rabbani Pucang

Surabaya.

H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel

shopping lifestyle dan fashion involvement terhadap impulse

buying behaviour pada pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya.

25

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kuantitatif,

yaitu dengan menitikberatkan pada pengujian hipotesis, data yang digunakan

harus terukur dan akan menghasilkan kesimpulan yang dapat

digeneralisasikan.1 Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

karena pendekatan kuantitatif lebih mengarahkan masalah menjadi suatu

hubungan kausalitas, sehingga hubungan antar variabel dapat dijelaskan.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kausal, yakni selain

mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga

menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

(mempertanyakan sebab-akibat).2 Sedangkan metode yang digunakan adalah

metode survey, yaitu metode pengumpulan data dengan mengambil sampel

dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrument pengumpulan

data utama yang disebarkan peneliti.3

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 14 Desember 2015 hingga 27 Desember

2015 pada pelanggan toko Rabbani Pucang Surabaya. Lokasi penelitian

1 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana Media Group, 2009), 25. 2 Puguh Suharso, Metode Penelitian Kuantitatif untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi dan Praktis,

(Jakarta: PT Indeks, 2009), 11.

3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, Cet. Ke-11, (Bandung:

(45)

37

berada di jalan Pucang Anom No. 33 Surabaya. Waktu penelitian pada jam

11.00 – 17.00 WIB dalam setiap harinya dengan pertimbangan rentang jam

tersebut waktu dimana konsumen banyak yang datang dan membeli produk

Rabbani. Alasan pemilihan tempat Rabbani Pucang Anom karena salah satu

outlet Rabbani terbesar di Surabaya dan produknya lengkap dengan banyak

pilihan produk fashion berkualitas terutama pakaian atau busana

muslim/muslimah dengan harga terjangkau dimana terdapat dua lantai yakni

lantai satu untuk busana muslimah dan lantai dua untuk busana muslim.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.4 Adapun

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang terlibat secara

langsung dan pernah melakukan pembelian produk fashion di toko Rabbani

Pucang Surabaya.

Sedangkan sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang

diambil berdasarkan teknik tertentu sehingga dapat mewakili populasinya.5

Dengan kata lain bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Penentuan

sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non probability sampling

yakni dengan teknik accidental sampling atau convinience sampling, yaitu

teknik penarikan sampel dari populasi berdasarkan apa adanya, dengan

4 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2011), 61.

5 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, Metode Penelitian Ekonomi Islam, (Jakarta: Gramata

(46)

38

alasan untuk kemudahan mendapatkan data, dengan tanpa memperhitungkan

derajat kerepresentativitasnya.6 Alasan penggunaan teknik accidental

sampling atau convinience sampling ini karena populasinya adalah

individu-individu yang sukar ditemui dengan alasan sibuk, tidak mau diganggu, tidak

bersedia menjadi responden, atau alasan lainnya.7 Oleh karena itu, dalam

penelitian ini siapa saja yang ditemui oleh peneliti dan masuk dalam kategori

populasi akan dijadikan sebagai sampel atau responden.

Sedangakan dalam penentuan jumlah sampel yang populasinya besar dan

jumlahnya tidak diketahui (infinite population) dimana pada penelitian ini

adalah pelanggan toko Rabbani yang datangnya tidak pasti sehingga

jumlahnya pun tidak diketahui, maka menurut Rao Purba dapat

menggunakan rumus:8

=

2

4( �)2

Keterangan:

n = Jumlah sampel

Z = Tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam penentuan

sampel 95% = 1,96

Moe = Margin of error atau kesalahan maksimum yang bisa ditoleransi,

biasanya 10%

6 Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), 140. 7 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif..., 126.

8 Marhadi, Lilis Sulistyowati, dan Aida Nursanti, “Analisis Pengaruh Kreativitas Iklan, Daya

Tarik Iklan dan Kredibilitas Endorser Terhadap Brand Attitude Pada Produk Handphone

(47)

39

Maka dari perhitungan rumus di atas diperoleh:

= 1,96

2

4 0,1 2 = 96 Dibulatkan menjadi 100

Jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 96 namun

untuk memudahkan maka dipilih 100 responden.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.9 Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel independen (variabel bebas), yaitu variabel yang menjadi sebab

berubahnya atau timbulnya variabel dependen atau variabel terikat.10

Variabel independen disimbolkan dengan “X”. Dalam penelitian ini

terdapat dua variabel independen, yaitu:

a. Shopping Lifestyle (X1)

b. Fashion Involvement (X2)

2. Variabel dependen (variabel terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel independen atau variabel

bebas.11Variabel dependen disimbolkan dengan “Y”. Dalam penelitian ini

yag menjadi variabel dependen (variabel terikat) adalah impulse buying

behaviour.

9 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2010), 58.

10 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,

(Yogyakarta: Erlangga, 2009), 79.

(48)

40

E. Definisi Operasional

Berdasarkan judul “Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion

Involvement terhadap Impulse Buying Behaviour pada Pelanggan Toko

Rabbani Pucang Surabaya”, maka terdapat beberapa istilah yang perlu

dijelaskan yakni:

1. Shopping Lifestyle adalah pola konsumsi yang mencerminkan pilihan

seseorang dalam mengahabiskan waktu dan uang atau dengan kata lain

gaya hidup berbelanja konsumen pada kategori fashion seperti pakaian

(busana). Indikator shopping lifestyle yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:12

a. Setiap tawaran iklan mengenai produk fashion, saya cenderung

menanggapi untuk membelinya.

b. Saya cenderung membeli pakaian model terbaru ketika saya

melihatnya.

c. Saya cenderung berbelanja fashion merek terkenal

d. Saya yakin bahwa merek produk fashion terkenal yang saya beli

terbaik dalam hal kualitas.

e. Saya sering membeli berbagai merek fashion yang berbeda daripada

merek yang biasa saya beli.

f. Saya yakin ada fashion merek lain yang sama kualitasnya seperti yang

saya beli.

12 Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto, “Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion

(49)

41

2. Fashion involvement adalah keterlibatan konsumen terhadap suatu produk

fashion yaitu pakaian (busana) yang didorong oleh kebutuhan dan

ketertarikan terhadap produk tersebut atau dengan kata lain ketertarikan

perhatian pelanggan pada produk fashion. Indikator fashion involvement

yang digunakan dalam penelitian ini melalui pernyataan berikut:13

a. Saya mempunyai satu atau lebih pakaian dengan model yang terbaru

(trend).

b. Fashion adalah satu hal penting yang mendukung aktifitas saya.

c. Saya lebih suka apabila model pakaian yang saya gunakan berbeda

dengan yang lain.

d. Pakaian yang saya miliki menunjukkan karakteristik saya.

e. Saya dapat mengetahui banyak tentang seseorang dari pakaian yang

digunakan.

f. Ketika saya memakai pakaian favorit saya, orang lain akan melihat ke

arah saya.

g. Saya cenderung untuk mencoba produk fashion terlebih dahulu

sebelum membelinya.

h. Saya cenderung lebih mengetahui adanya fashion terbaru

dibandingkan dengan orang lain.

3. Impulse buying behaviour adalah pembelian tanpa rencana dimana

konsumen dalam pengambilan keputusan dilakukan di dalam toko dengan

waktu yang relatif cepat dan adanya keinginan untuk memiliki secara

(50)

42

cepat. Indikator impulse buying behaviour dalam penelitian ini melalui

pernyataan berikut:14

a. Bila ada tawaran khusus, saya cenderung berbelanja banyak.

b. Saya cenderung membeli pakaian model terbaru walaupun mungkin

tidak sesuai dengan saya.

c. Saat berbelanja produk fashion, saya cenderung berbelanja tanpa

berpikir panjang dulu sebelumnya.

d. Setelah memasuki shopping center, saya segera memasuki sebuah

toko fashion untuk membeli sesuatu.

e. Saya cenderung terobsesi untuk membelanjakan uang yang saya bawa

sebagian atau seluruhnya untuk produk fashion.

f. Saya cenderung membeli produk fashion meskipun saya tidak begitu

membutuhkannya.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya

suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika dapat menjelaskan

sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.15

Untuk menentukan layak atau tidaknya suatu item yang akan

digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada

taraf signifikansi 0,05 atau 5%, artinya suatu item dianggap valid jika

berkorelasi signifikan terhadap skor total. Akan tetapi jika melakukan

14 Ibid., 36.

(51)

43

penilaian langsung terhadap koefisien korelasi, bisa digunakan batas nilai

minimal korelasi 0,30.16

Pada penelitian ini, teknik pengujian yang digunakan adalah korelasi

Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson). Dalam teknik analisis ini

dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan

skor total.

Rumus yang bisa digunak

Gambar

Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
grafik. Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan
 Gambar 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

impulse buying, hedonic shopping value terhadap shopping lifestyle, shopping lifestyle terhadap impulse buying, dan pengaruh simultan hedonic shopping value dan

Hasil pengujian menunjukan bahwa shopping lifestyle, fashion involvement , dan brand terhadap impulse buying behavior memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement tidak berpengaruh terhadap perilaku Impulse Buying pada Matahari Department Store di

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement tidak berpengaruh terhadap perilaku Impulse Buying pada Matahari Department Store di

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh fashion involvement dan sales promotion terhadap impulsive buying pada toko busana Muslim Rabbani Bandung.Variabel yang

Dari hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh yang dominan terhadap impulse buying produk fashion pada Pointbreak Tunjungan

2018 dengan judul penelitian “Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Studi Kasus Pembelian Hijab pada Mahasiswi Program Studi Manajemen Fakultas

Diharapkan pada pada Toko Boutique Bandung Pasir Pengaraian dikarenakan berdasarkan hasil penelitian bahwa fashion involvement dan shopping lifestyle memiliki pengaruh yang signifikan