Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemberitaan Media Massa
( Studi Analisis Wacana seputar Rakernas IV PDI-P dalam harian Kompas edisi 20- 22 September 2014)
“ SKRIPSI”
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi (S.I.Kom) Dalam Bidang Ilmu Komunikasi
Oleh :
AHMAD DIMYATI NIM. B06211038
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Ahmad Dimyati, B06211038, 2015. Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemberitaan Media Massa ( Studi Analisis Wacana seputar Rakernas IV PDI-P dalam harian Kompas edisi 20- 22 September 2014) Skripsi Program Studi
llmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Kontruksi Citra,Rakernas IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P), Analisis wacana model Theo van Leeuwen
Ada dua persoalan yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: (1) Bagaimana kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September 2014, (2) Bagaimana strategi wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas Edisi 20-22 September 2014
Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam
penelitian ini digunakanlah metode deskriptif yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) , kemudian data tersebut dianalisis secara kritis dengan dasar model analisis Wacana Theo van Leuwen, sehingga diperoleh strategi pencitraan melalui media massa oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P).
Dari basil penelitian ini ditemukan bahwa (1) terdapat upaya pencitraan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dalam berita seputar Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) di harian Kompas, adapun strategi yang dilakukan adalah adanya aktor yang dimarjinalkan dan disudutkan di dalam teks berita dalam hal ini adalah sekelompok kaum Elite, pemerintah Orde Baru dan golongan Mafia Migas (2) Dalam konteks pemikiran Theo van Leeuwen, dimana mengkaji dan meneliti tentang bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan dalam suatu wacana. Disini kelompok kelompok yang dominan memegang kendali tentang penafsiran suatu peristiwa dan pemaknaannya. Dalam analisis model ini ada keterkaitan antara wacana dan kekuasaan. Dimana kelompok penguasa akan terus semakin dominan dan kelompok yang minoritas akan semakin termarjinalkan. Adapun alat yang digunakan untuk menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaanya adalah media.Lewat media pemberitaan dapat dilakukan secara terus menerus, dan secara tidak langsung membentuk pemahaman kepada khalayak terhadap sesuatu yang diberitakan.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Pernyataan Keaslian Karya Penulisan Skripsi………ii
Halaman Pengesahan ...iii
Halaman Penerimaan Tim Evaluasi ...iv
Kata Pengantar ... v
Abstraksi ...vi
Daftar Isi ...vii
BAB I PENDAHULUAN………1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...8
D. Kajian Riset Terdahulu ……….8
E. Kerangka Konseptual ... 10
F. Definisi Operasional ... 10
G. Metode Penelitian ...20
H. Sistematika Pembahasan ………...29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 30
A.Komunikasi Massa ... 30
B. Kontruksi Wacana dalam Media Cetak………..35
D.Analisis Wacana Theo van Leeuwen………..40
E. Rakernas PDI – P IV ... …….48
F. Kajian Penelitian Terdahulu………50
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ...52
A.Profil Harian Kompas ...52
B. Sejarah dan Profil PDI - P ... …….71
C.Diskripsi Data ...76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ...79
A.Temuan Penelitian ...79
B. Konfirmasi temuan dengan teori……….106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...115
A.Kesimpulan ...115
B. Saran ...117
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Citra adalah kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap perusahaan atau kesan
yang sengaja diciptakan dari suatu objek,orang atau organisasi.1 Citra organisasi sangat penting
bagi setiap organisasi. Tidak terkecuali organisasi politik, yang dalam hal ini tentu partai politik.
Karena citra bagi partai politik sangat berpengaruh terhadap perolehan suara dalam pemilihan
umum. Dengan kata lain citra yang positif dari sebuah partai politik akan mampu menarik
simpatisan masa dari pendukung maupun masyarakat. Yang dapat mendonkrak kepopuleran dari
partai itu sendiri.
Melihat begitu pentingnya citra bagi partai politik, maka diperlukan sebuah kontruksi
dengan kata lain dibutuhkan langkah untuk membangun atau membentukcitra positif partai
politik agar tetap mendapatkan kepercayaan dihati masyarakat. Dalam artian bahwa
Pembentukan merupakan usaha yang terarah pada tujuan tertentu guna membimbing
faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam sutau aktifitas.2Jadi upaya pembentukan adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh individu atau organisasi dalam membimbing faktor-fakor pembawaan
dengan terarah guna mencapai hasil yang lebih baik dan maksimal dalam meningkatkan taraf
hidup seseorang atau organisasi.
1
Soemirat, Soleh dan Elviriano, Dasar-Dasar Publik Relations, ( Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2002), hlm.111-112.
2
2
Fenomena seperti ini yang dijumpai oleh organisasi partai politik partai demokrasi
indonesia perjuangan (PDI-P), partai yang memproleh suara yang signifikan yang menempatkan
posisi juara dalam pemilihan legislatif di tahun ini yaitu tahun 2014. Yang sudah barang tentu
partai ini menempatkan mayoritas kadernya di kursi parlemen. Semua ini tidak terlepas dari kerja
mesin partai yang sangat optimal selama masa kampaye, terlebih pengaruh kuatnya partai
moncong putih ini di dalam mengawal pemerintahan Susilo Bambang Yudhayana selama dua
periode yaitu sebagai partai oposisi.
Sangat unik apabila membicarakan kiprah partai trah Soekarno ini, selama sepuluh tahun
terakhir dalam dunia perpolitikan negara ini berperan sebagai kontrol pemerintahan, dimana
sikap oposisi yang digalakan yang bertugas mengkritisi dan mengawasi kebijakan kebijakan
yang dijalankan oleh presiden Susilo Bambang Yudhayana ternyata mendapatkan simpati dari
masyarakat tersendiri. Hal ini terbukti dengan keluanrnya PDI-P sebagai partai pemenang
pemilu.
Selanjutnya pada titik kondisi seperti inilah PDI-P berani mengusung Joko Widodo
sebagai calon presiden dan Yusuf Kalla, dan akhirnya calon yang diusung oleh partai yang
mengaku peduli terhadap nasib rakyat kecil ini berhasil menang dalam pilpres. Yang terpaut
suara 5 % mengungguli lawan politik mereka yaitu Prabowo Subianto dan Moh. Hattarajasa.
Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemenangan jokowi dan Yusuf Kalla tidak bisa
terlepas dari peran partai – partai pengusung mereka yang tergabung di dalam koalisi
Indonesia Hebat.
Keluarnya Joko Widodo sebagai presiden dan titah sang presiden terpilih adalah kader
3
sebagai partai oposisi kini harus beralih haluan partai pemerintahan, partai yang senantiasa
mendukung dan menjalankan setiap kebijakan yang di keluarkan oleh sang Presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Kondisi ini jelas berbeda dengan tugas yang diemban
partai ini dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Jika dahulu ada kebijakan dari pemerintah yang
tidak berafiliasi dan tidak pro pada kepentingan rakyat lalu partai ini dengan lantang dan tegas
menolak kebijakan ini, sudah dapat menarik simpati dari masyarakat, lalu bagaimana jika
sekarang pada posisi partai pemerintahan, akankah tetap mengedepankan kepentingan
masyarakat, atau hanya patuh pada organisasi partai politik bahkan mengabaikan kepentingan
Rakyat dengan dalih mendukung kebijakan pemerintah.
Tampaknya PDI-P sudah menyiapkan semua itu, guna tetap mendapatkan kepercayaan di
hati masyarakat. Semua ini terlihat dari agenda yang di bahas di dalam Rapat Kerja
Nasional(Rakernas ) PDI-P yang dilaksanakan pada tanggal 19 – 21 September 2014 yang
bertempat di Marina Conventiona Center di kota semarang Jawa Tengah. Diamana di dalam
Rapat Kerja Nasional ( Rakernas) tersebut PDI-P mengajukan dua wacana yang dibahas yang
sangat berkaitan dengan masalah besar yang sedang di hadapi bangsa ini ke depan.
Wacana yang pertama di bahas pada tanggal 19 September 2014 yaitu berkaitan dengan
polemik pemilihan Kepala Daerah. Dengan jelas PDI-P menolak pemilihan kepala daerah
oleh DPRD, maka dari itu fokus wacana yang dibahas yaitu bertema Jangan Rebut Hak
Rakyat. Ini merupakan sebuah bentuk anti tesis menentang warisan parlemen di era
Yudhayana yang mayoritas Anggota Dewan yang tergabung dalam koalisi Merah Putih
menyetujui pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh rakyat. Terlepas dari itu
4
Nasional ( Rakernas) bahwa partai trah Soekarno ini peduli terhadap demokrasi di Indonesia,
dengan secara tegas menolak RUU pilkada.
Dan tepat pada tanggal 20 Semtember 2014, ada wacana yang dibahas berkaitan dengan
Pangan dan Energi Nasional. Seperti yang kita ketahui bahwa masalah yang krusial yang
sedang dihadapi oleh bangsa adalah terkait dengan energi, terlebih masih banyak kasus
korupsi yang dilakukan oleh kementrian ESDM yang mengakibatkan negara rugi besar dalam
hal ini. Terlebih sangat banya sekali Mafia migas yang berkeliaran di negara ini. Lalu lebih
dalam mengenai permasalahan kedaulatan pangan nasional jua tidak luput dari agenda
pembahasan, tentu karena kondisi pangan nasinal saat ini tidak bisa luput dari import dari
negara lain, padahal negara ini adalah negara agraria, maka dari itu wacana yang
dikembangkan pada Rakernas IV INI adalah tentang Atasi krisis pangan dan Energi. Dan
kalau ditarik benang merah terhadap dua wacana yang sedang di bahas dalam Rakernas IV
PDI- P, ada indikasi bahwa partai ini ingin tetap membangun citra positif ditengah
mansyarakat dan peduli terhadap permasalahan bangsa lebih dalam lagi pro terhadap
kepentingan Rakyat.
Kontruksi pemberitaan Rakernas IV di media massa, tidak terlepas dari peran pers
sebagai the fourth state ( Kekuatan ke empat) dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi,
budaya dan agama. Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian dan gambaran
umum tentang banyak hal( termasuk pencitraan partai politik), ia mempunyai kemampuan
untuk membentuk opini publik.3
3
5
Menurut Alex Sobur‘‘ media massa tidak lebih dari alat komunikasi yang netral dan
kosong dalam dirinya,4 begitu juga media massa bukan sesuatu yang bebas, independent,
tetapi memiliki keterkaitan dengan social, jelas berbagai kepentingan bermain dalam media
massa.5
Media massa sesungguhnya berada di tengah realitas social yang syarat dengan berbagai
kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Louis Althusser menulis bahwa
media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena
anggapan akan kemempuannya sebagai sarana legitimasi. Akan tetapi kadang Althusser
memandang bahwa media massa dianggap Antonio Gramsci mengabaikan resistensi ideologis
dari kelas tersubbordinasi dalam ruang media. Bagi Gramsci media merupakan arena
pergaulan antar ideology yang saling berkompetisi ( the battle ground for competiting
ideologis).6
Mengingat media massa begitu ampuh untuk membentuk wacana, maka sering kali
terlupakan bias nilai informasi yang di sajikan kepada publik. Menurut Al- Zastrouw,7 meski
semua media massa mengandung bias, namun derajatnya berbeda- beda, ada media massa
yang derajat biasnya rendah sehingga cenderung obyektif, dan ada pula media massa yang
bobot biasnya amat tinggi, sehingga berita dan analisis yang disajikan justru berbeda jauh,
atau bahkan cenderung berseberangan dengan fakta yang sebenarnyadan dipakai.
4
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing,( Bandung: Rosda Karya, 2001), hlm. 30.
5
Ibid. 6
Ibid.
7
6
Dari kegiatan Rakernas IV PDI- P yang diberitakan oleh media massa maka dalam
penelitian ini kami mengambil harian Kompas yang memiliki jangkauan nasional sehingga
sudah sudah tepat dijadikan acuan dalam memberikan representasi informasi yang
ditampilkan. Harian kompas merupakan salah satu dari surat kabar yang terbit setiap hari,
banyak studi, dalam dan luar negeri dan memiliki karakteristik yang khas di dalam
mengangkat sudut pandang pemberitaannya. Sebagaimana dipahami, sejak awal
perkembangannya surat kabar telah menjadi sebuah konstalasi politik, baik ditingkat local,
nasional bahkan internasional. Secara khusus, surat kabar pun persepsi diri demikian. Surat
kabar pada dasarnya tidak dapat berdiri sendiri bahwa dibalik itu ia dikelilingi dengan
berbagai kepentingan yang mewarnainya yang menyimpan subyektifitas penulis walaupun
tanpa mengenyampingkan unsur objektifitas.8
Fakta pemberitaan Rakernas IV PDI- P ini disajikan lewat bahasa berita. Bahasa menurut
pandangan Stuart Hall adalah artikulasi dari wacana sebagai pertarungan sosial , dan bentuk
pendefinisian realitas.9 Bahasa pemberitaan media dalam paradigma kritis bukanlah sesuatu
yang bebas nilai.10 Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsinya memberitakan realitas
Rakernas IV , media bukanlah entitas yang netral tetapi berita tersebut diproduksi oleh
representatif dari kekuatan kekuatan sosial dominan yang ada dalam masyarakat.
Perkembangan pers dengan surat kabarnya tidak dapat berdiri sendiri, dibalik itu ia
dikelilingi dengan berbagai kepentingan yang mewarnai dengan subjektifitas penulis. Setiap
8 Oleh Ignatius Haryanto. Jurnalisme Kepiting Jakob Oetomo dalam http/www. TokoIndonesia.com/gn/jurnls.com, diakses, 23 maret 2006.
9
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta, LkiS,2001), hlm. 15. 10
7
penulisan berita oleh masyarakat akan diterima apa adanya, terkesan penuh dengan
objektifitas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi
dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September
2014?
2. Bagaimana strategi wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas
Edisi 20-22 September 2014?
C.Tujuan Penelitian
Terkait dengan berbagai permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah, maka
tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22
September 2014.
2. Untuk mengetahui struktur wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian
Kompas Edisi 20-22 September 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Apabila dilihat dari segi manfaat teoritis, penelitian ini dapat memperkaya
referensi dan pembedaharaan kepustakaan bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan,
khususnya bagi program studi Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan kajian analisis
wacana.
8
Sedangkan apabila dilihat dari segi manfaat praktisnya, penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat untuk mengetahui konstruksi citra partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi
20- 22 September 2014.
E.Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini penelitian yang
berjudul Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus
dalam buku Pak Beye dan Politiknya terbitan PT. Kompas Media Nusantara.11Penelitian ini
dilakukan oleh Amaliyah Fitriyani pada tahun 2011 guna mendapatkan gelar strata satu
jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.Adapun Fokus penelitiannya adalah untuk mengetahui pencitraan Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai politikus pada buku Pak Beye dan Politiknya.Adapun hasil
penelitiannya adalah bahwa pencitraan yang terbangun dalam buku tersebut adalah pencitraan
negatif dengan adanya kritik yang disampaikan teras tajam dalam mengkritisi SBY selaku
politikus.Hal ini disebabkan karena penulis buku menempatkan dirinya sebagai rakyat biasa
tanpa memihak politikus manapun.Selain itu kelebihan dan kelemahan SBY sebagai politikus
diungkapkan dalam buku Pak Beye dan Politiknya. Disini tergambarkan bahwa pencitraan
SBY sebagai sosok politikus yang sensitif terhadap kritikan,ulung dalam politik penncitraan,
dan eksploitatif.
Adapun perbedaan penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini adalah objek
penelitian terdahulu menggunakan buku sedangkan penelitian ini pada harian Kompas. Lalu
11 Amalia Fitriyani, “ Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus dalam buku
Pak Beye dan Politiknya”, dalam http://repository.upnyk.ac.id/2099/1/AMALIA_FITRIYANI.PDF ( Yogyakarta:
9
kalau penelitian terdahulu meneliti tentang citra seorang tokoh, tapi kalau penelitian ini
berkutat tentang citra organisasi politik yaitu partai politik.
Sedangkan untuk persamaannya adalah model analisis wacananya dan dengan
menggunakan metode analisis wacana kritis.
F. Definisi Konsep
1. Konstruksi citra
Citra merupakan suatu gambaran tentang metal: ide yang dihasilkan oleh imaginasi atau
kepribadian yang ditunjukan kepada publik oleh seseorang, organisasi dan sebagainya.12Citra
adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya terhadap
fakta-fakta atau kenyakinan. Bill Canton dalam Sukatendel mengatakan : “Image: the
impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a conssioussly
created of an object, person or organization” (Citra adalah kesan, perasaan gambaran diri publik
terhadap perusahaan: kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi).
Istilah Kontruksi sangat erat sekali dengan pembangunan, dan kalau berbicara masalah
pembangunan tentu tidak akan meninggalkan pembentukan. Jadi kontruksi citra sangat erat
hubungan nya dengan pembentukan citra. Lalu Pembentukan merupakan usaha yang terarah
pada tujuan tertentu guna membimbing faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam sutau
aktifitas.13Jadi upaya pembentukan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu atau
organisasi dalam membimbing faktor-fakor pembawaan dengan terarah guna mencapai hasil
yang lebih baik dan maksimal dalam meningkatkan taraf hidup seseorang atau organisasi.
12
Suryo Subroto, Humas dalam dunia pendidikan, ( Yogyakarta: Mitra gama widya , 2001), hlm. 15 13
10
Maka dari uraian diatas di dapatkan bahwa pembentukan citra adalah proses yang
memberikan atau mengarahkan kesan dan persepsi positif dalam benak diri seseorang dan
masyarakat serta memberikan motivasi dalam hidup seseorang dan masyarakat mengenai citra
yang baik dalam diri seseorang atau organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi politik yaitu
partai politik.
2. Analisis Wacana
Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dengan
berbagai pengertian. Menurut pandangan kaumpositivisme- Empirisme analisis wacana
dimaksudkan untuk menggambarkan tata bahasa aturan kalimat, bahasa, dan pengertian
bersama.14 Sedangkan menurut pandangan kontruktivisme, aliran ini menolak pandangan
empirisme- positivism bahwa analisis wacana adalah upaya pengungkapan maksud tersembunyi
dari sang subjek yang mengungkapkan suatu pernyataan.15 Sementara itu pandangan kritis dalam
pandangannya mengenai analisis wacana, menurut Fair Claugh dan Wadok16, analisis wacana
adalah pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk praktik social, dalam
pandangan kritis tentang analisis wacana menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok social
yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing.
Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya dari analisis
wacana. Menurut Eriyanto, analisis wacana adalah studi mengenai bahasa atau pemakaian
bahasa.17 Sedangkan Alex Sobur,18 merangkum berbagai pendapat tentang analisis wacana
14
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 4. 15
Ibid.
16
Ibid, hlm. 5 17
11
adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( Subyek) yang
disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, dibentuk oleh unsure segmental
maupun non segmental bahasa.
Dalam menyusun pemberitaan media selalu memiliki strategi untuk mengkomunikasikan
pesan atau pemberitaan yang ditampilkan, sebagai bentuk penjabaran dari ide yang sesuai
dengan kejadian nyata, karena itu wacana selalu di jadikan sarat untuk mendominasi dan
mendefinisikan pemahaman manusia tentang informasi yang ditampilkan.19
Dalam kajian analisis wacana ini objek kajiannya adalah media massa yang sangat erat
kaitannya dengan pemberitaan maka peneliti akan menjelaskan tentang apa yang dimaksud
dengan pemberitaan itu sendiri.
Dengan demikian analisis wacana yang di maksudkan dalam penelitian ini adalah tentang
pemahaman isi teks yang memiliki interpretasi yang berbeda di Masyarakat dan citra yang
dibangun tentang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada pemberitaan harian Kompas
terkait kegiatan Rakernas IV PDIP.
3. Berita sebagai Konstruksi Realitas
Menurut Fishman ada dua kecenderungan studi tentang proses produksi berita.
Pandangan pertama disebut pandangan seleksi berita( selektif of news). Pada dasarnya proses
produksi berita adalah proses seleksi. Proses seleksi ini akan dimulai dari Wartawan dimana
dalam hal ini wartawan dilapangan akan memilih hal-hal atau peristiwa- peristiwa penting
penting yang akan ditulis dalam berita. Seleksi berikutnya ada di meja redaktur. Pada bagian ini
18 Sobur,
Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 4.
, 19
12
redaktur akan menyeleksi dan menyunting berita yang masuk ke meja redaksi. Redaktur akan
melihat dan memperhatikan berita-berita yang masuk dalam meja redaksi. Untuk diseleksi
bagian mana yang harus dihilangkan dan bagian mana yang harus ditambah. Pandangan ini
melihat bahwa ada realitas yang benar-benar riil yang ada diluar Wartawan, dan realitas yang riil
inilah yang akan diseleksi oleh Wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita yang
akurat dan menarik.20
Pendekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita.Perspektif ini
menggambarkan bahwa sebuah peristiwa bukan diseleksi melainkan di bentuk.Pandangan
ini melihat bahwa Wartawanlah yang membentuk peristiwa, mana yang layak disebut
berita dan mana yang tidak.Pandangan ini melihat bahwa peristiwa dan realitas bukanlah
diseleksi melainkan dikreasi oleh Wartawan.Perspektif ini kemudian memunculkan
pertanyaan bagaimana Wartawan membentuk berita.titik perhatian terutama di fokuskan
dalam rutinitas dan nilai-nilai kerja Wartawan yang memproduksi berita tertentu.Ketika
bekerja, Wartawan bertemu dengan seseorang. Wartawan bukanlah perekam yang pasif
yang mencatat apa yang terjadi dan apa yang dikatakan oleh seseorang. Melainka
sebaliknya ia aktif. Wartawan berinteraksi dengan dunia ( realitas) dan denga orang yang
diwawancarai, dan sedikit banyak menentukan bentuk berita yang dihasilkan.21
Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas objektif
yang berada di luar, memang karena orang akan mengorganisasikan dunia yang abstrak ini
menjadi dunia yang koheren dan beraturan serta memiliki makna.22 Hal ini terjadi sebab
20
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 100. 21
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideology, dan Politik Media, ( Yogyakarta: LKis, 2009), hlm. 100. 22
13
proses terbentuknya berita tidak mirip denga proses aliran. Ada informasi yang diambil
Wartawan, informasi tersebut selalu dikoreksi oleh redaktur dan seterusnya.
Peter L. Berger mengatakan bahwa sebuah teks berupa tidak bisa disamakan
dengan copy dari realitas, namun ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas,
karenanya sangat potensial terjadi yang sama di konstruksi berbeda.23Dalam hal ini berita
dipandang bukan merupakan cermin dari realitas semata namun merupakan hasil
konstruksi dari Wartawan.Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukanlah merupakan
peristiwa atau fakta yang ditulis begitu saja sebagai cermin dari realitas tetapi dalam hal
ini berita adalah produk interaksi antara Wartawan dan akhirnya dikonstruksi oleh
Wartawan menjadi sebuah berita yang menarik. Untuk menampilkan berita yang menarik
Wartawan akan mengambil bagian-bagian yang menarik untuk di konstruk menjadi
sebuah berita.
Pada dasarnya berita-berita yang disajikan dan ditampilkan oleh media dalam
pemberitaan yang dimuat merupakan akumulasi dari pengaruh yang beragam dan
mempengaruhi konstruksi realitas oleh media.Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese
mengungkapkan berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
ruang pemberitaan. Factor-faktor itu adalah:24
1. Factor Individu
Faktor ini berhubugan dengan latar belakang kehidupan Wartawan seperti jenis
kelamin agama, tingkat pendidikan, dan budaya. Faktor ini akan sangat mempengaruhi
pola pemberitaan dan pengambilan keputusan oleh wartawan dalam menulis berita.
23
Ibid, hlm 17 24
14
Dalam menurunkan sebuah berita media selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek personal
Wartawan, dampak dari hal ini adalah Wartawan akan memutuskan realitas mana
yang akan dimuat dalam pemberitaan yang akan disajikan di dalam media.
2. Rutinitas Media
Media dalam menghasilkan sebuah berita sangat dipengaruhi oleh rutinitas yang terjadi
selama proses pembentukan berita hingga sampai ketangan pembaca. Rutinitas ini dimulai dari
saat Wartawan memasukan berita yang ditulis ke meja redaksi, dan di meja redaksi dilakukan
pemilihan-pemilihan terhadap informasi-informasi yang memiliki nilai berita. Proses kerja
rutinitas inilah yang menentukan kenapa sebuah peristiwa dihitung sebagai berita dan kenapa
peristiwa lain tidak dihitung sebagai berita. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kenapa
sebuah peristiwa ditonjolkan pada bagian tertentu dan kenapa peristiwa yang lain tidak
ditonjolkan.
3. Institusi Media
Orang-orang yang duduk dalam dewan redaksi atau yang direkrut sebagai pegawai sangat
dipengaruhi oleh struktur organisasi media.Dalam hal ini Wartawan, Editor, Layouter dan
Fotografer adalah bagian kecil dari institusi media.Pengelola media dan Wartawan bukanlah
orang tunggal yang menentukan isi sebuah berita. Ada aspek lain yang dapat mempengaruhi isi
sebuah berita. Aspek-aspek itu adalah pengiklan dan pemodal.Dalam hal ini kepentingan
ekonomi seperti pemilik modal, pengiklan, dan pemasaran selalu mempertimbangkan sebuah
peristiwa yang dapat menaikan angka penjualan atau oplah media.Dalam hal ini terkait denga
wilayah ekonomi.
15
Dalam hal ini kita akan melihat bahwa media hanya menjadi bagian kecil dari system
yang lebih besar dan kompleks dari kehadiran sebuah berita. Dalam perspektif ini diyakini
bahwa kepentingan politik, ekonomi dan budaya merupakan factor dominan yang mempengaruhi
system isi berita. Faktor-faktor itu adalah :
a. Faktor yang berasal dari sumber berita.
Sumber berita dalam hal ini tidak dilihat sebagai pihak yang netral dalam memberikan
informasi untuk bahan berita.Dalam hal ini sumber informasi juga memiliki kepentingan untuk
mempengaruhi isi media dengan alasan-alasan tertentu, seperti untuk membangun citra positif
terhadap suatu pihak sehingga masyarakat menjadi ikut dalam mendukung argumentasi yang
diberikan sumber kepada media.
b. Sumber penghasilan media
Dalam hal ini terdapat keterkaitan antara keberlangsungan media dengan modal. Untuk
menjaga keberlangsungannya, sebuah media membutuhkan dana sebagai sumber untuk
membiayai produksinya. Salah satu sumber dana di dalam media adalah iklan. Dengan iklan
sebuah media dapat menjaga keberlangsungan hidupnya.Hal ini menyebabkan media jadi
tergantung pada iklan. Ketergantungan ini akan berimplikasi atau berpengaruh pada objektifitas
media dalam memberikan suatu masalah kepada pembaca.
c. Level Ideologi
Ideologi merupakan suatu konsep yang sentral dalam anailis wacana yang bersifat
krisis.Hal tersebut karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari suatu praktik ideologi
16
mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk
memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu sterategi utamanya adalah dengan
membuat kesadaran pada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted.
Wacana dalam pendekatan semacam itu dipandang sebagai medium oleh kelompok yang
dominan, untuk mempersuasi dan mengomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan
dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak sah dan benar.25
Pada dasarnya, sebuah berita seharusnya menyampaikan dan menyebarkan realitas sosial
kepada masyarakat.Tetapi dalam kenyataannya kita melihat bahwa berita yang disampaikan
terkadang jah dari realitas sebenarnya yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat.Berita
lebih merupakan hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial.26
G. Kerangka Pikir Penelitian
25 Aris Badara, M. Hum,
Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2012), Hlm. 34
26
17
1. Analisis Wacana Theo Van Leeuwen
Analisis wacana model Theo Van Leeuwen mengkaji dan meneliti tentang bagaimana
suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan dalam suatu wacana.27Disini kelompok
kelompok yang dominan memegang kendali tentang penafsiran suatu peristiwa dan
pemaknaannya. Dalam analisis model ini ada keterkaitan antara wacana dan kekuasaan.
Dimana kelompok penguasa akan terus semakin dominan dan kelompok yang minoritas akan
semakin termarjinalkan. Adapun alat yang digunakan untuk menafsirkan suatu peristiwa dan
pemaknaanya adalah media.Lewat media pemberitaan dapat dilakukan secara terus menerus,
dan secara tidak langsung membentuk pemahaman kepada khalayak terhadap sesuatu yang
27Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 171.
Rakernas IV Partai
Demokrasi Indonesia
Perjuangan PDI – P
Kontruksi Citra
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Analisis Wacana
Theo Van Leeuwen Berita Harian
Kompas
18
diberitakan.28Baik itu berupa berita buruk dari kaum marjinal ataupun berita baik dari
kelompok penguasa.
Secara umum dalam analisis ini menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor
ditampilkan dalam pemberitaan. Pusat perhatiannya adalah sebagai berikut:
a. Exclusion
Dalam Exclusion dibahas apakah dalam berita ada kelompok atau aktor yang
dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dilakukan
untuk itu.29
b. Inclusion
Dalam Inclusion dibahas bagaimanakah masing-masing kelompok atau aktor
ditampilkan dalam suatu pemberitaan.30
H. Metode Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek
penelitian.Karena, metode disini berfungsi sebagai acuan dalam mengerjakan suatu penelitian
untuk mendapatkan hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan nantinya.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita
Politik Di Harian Kompas ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Artinya data yang
28
Ibid. hlm. 172.
29Ibid.,
hlm. 173.
30
19
digunakan merupakan data kualitatif ( data yang tidak terdiri atas angka-angka)31 melainkan
berupa pesan-pesan verbal( tulisan atau teks naskah) yang terdapat pada surat kabar harian
kompas edisi 20-22 September 2014 terkait Rakernas ke IV PDI-P di Semarang. Data-data akan
dianalisa menggunakan model analisis wacana yang diperkenalkan oleh Theo Van Leeuwen.
Data yang terkumpul berupa data deskriptif tentang pilihan kosakata dan tatabahasa yang
digunakan dalam teks.Data- data dikumpulkan, diseleksi dan dianalisa secara deskriptif.Data
kemudian disajikan, dideskripsikan dan diinterpretasikan sampai akhirnya dapat ditarik suatu
kesimpulan.
2. Unit Analisis
Subyek penelitiannya adalah media yang dijadikan study analisa yang dalam hal ini
adalah teks berita dalam harian kompas edisi 20- 22 September 2014 yang berkaitan dengan
Rakernas PDI-P.
Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah berkaitan dengan ilmu komunikasi
yaitu aspek wacana dari pemberitaan seputar Rakernas PDI-P. Sedangkan wilayah penelitian
yang dimaksud adalah karakteristik pembaca dari media yang dijadikan subyek penelitian.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dapat menjawab fokus penelitian.Peneliti menggunakan
data ini untuk mencari informasi tentang Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia
31
20
Perjuangan (PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas). Adapun yang menjadi data primer
adalah berita pada Kompas yang berhubungan dengan tema penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dapat mendukung data primer. Data sekunder dapat
diperoleh dari berbagai sumber bacaan lain, baik dari majalah buku ataupun apa saja yang
berkaitan dengan data primer. Peneliti menggunakan data ini untuk memperkuat data primer
sehingga data yang dikumpulkan dapat dipercaya.Adapun yang menjadi data sekunder adalah
data yang didapat dengan menggunakan buku-buku untuk mendukung teori serta mempelajari
dokumen, laporan dan naskah-naskah lain yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder
disini diperoleh melalui buku-buku, artikel, internet, dan sumber-sumber lain.
b. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu teks berita dalam harian kompas edisi 20-
22 September 2014 yang berkaitan dengan Rakernas PDI-P.Sedangkan sumber data sekunder
didapat dari sumber-sumber lain seperti buku umum, internet yang membantu peneliti dalam
melengkapi data.
4. Tahapan Penelitian
Dalam sebuah penelitian, dirasa sangatlah perlu untuk mengetahui tahap-tahap penelitian
yang dilalui dalam proses penelitian. Peneliti harus menyusun tahap-tahap penelitian yang lebih
sistematis demi didapatkannya hasil dari pada penelitian yang sistematis pula. Adapun
tahap-tahap penelitian tersebut antara lainnya:
21
Dengan berbagai macam melakukan pencarian dengan menjaring segala informasi; buku,
media massa (televisi, surat kabar, majalah, dll), serta cyber media (internet). Selain itu, peneliti
juga melakukan interaksi sosial dengan cara sharing kepada beberapa orang yang mana bagi
peneliti behwa pendapatnya telah merupakan representasi masyarakat, sehingga muncullah
sebuah topik yang menpunyai ketertarikan untuk dilakukan penelitian. Adapun topik yang
dijadikan bahan penelitian adalah strategi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI – P dalam
membangun citra nya di media massa khususnya di media cetak harian Kompas.
b. Menentukan Fokus Penelitian
Mengingatkan pada tujuan dari pada fokus penelitian ini, maka peneliti disini ingin
mengetahui Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita
Politik Di Harian Kompas. Kemudian pada akhirnya peneliti mencoba untuk menentukan sebuah
fokus penelitian, yaitu bagaimanakah Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas itu di produksi. Dan hanya berfokus pada
strategi wacana yang dibuat untuk membangun citra dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P).
c. Alasan memilih topic
Alasannya adalah karena dalam pemberitaan seputar Rakernas Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) ada isu wacana yang sedang di produksi dan sangat berpengaruh
terhadap bangunan citra dari PDI-P itu sendiri. Lebih dalam dari pada itu alas an memilih topic
ini untuk dijadikan sebagai bahan penelitian adalah berkaitan dengan berubah haluannya Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari partai oposisi menuju partai pemerintah dan tentu
membutuhkan strategi pencitraan dalam hal ini.
22
Karena memang diperlukan di dalam menimbang suatu data yang mana penentuan data
yang didasarkan pada aspek Branding, pencitraan, dan politik yang terkandung dalam harian
tersebut.Sebagai upaya peneliti untuk mendapatkan jawaban atau kesimpulan dari topik tersebut
maka peneliti di dalam penelitian kali ini mengolah data dengan menggunakan analisis wacana
kritis.
e. Tahap klasifikasi data
1. Identifikasi objek
Penelitian ini perlu adanya identifikasi objek, yaitu objek yang telah ditetapkan atau
ditentukan untuk menjadi fokus penelitian didalam penelitian terhadap harian Kompas yaitu kata
atau kalimat bahkan berita yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan PDI-P. Dalam
hal ini peneliti menentukan objek pada harian Kompas yang mengandung muatan atau
mempunyai keterwakilan tentangkontruksi citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P).
2. Alasan objek yang dipilih
Harian atau koran adalah merupakan bagian dari kajian komunikasi massa. Maka harian
mempunyai orientasi pesan komunikasi yang sebagai komunikannya adalah khalayak luas atau
pembaca harian tersebut.
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick, 2001 bahwa “terdiri dari
surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of
values (pentebaran nilai) dan entertainment (hiburan).32
32
23
Di dalam bukunya Elvinaro dan Lukiati yang berjudul “komunikasi Massa: Suatu
Pengantar dijelaskan pada bab 5 tentang beberapa bentuk media massa yaitu antara lainnya :
Surat Kabar, majalah, Radio Siaran, Televisi, Film, Komputer dan Internet.33
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi.Sebab teknik-teknik yang lain tidak dapat dilaksanakan dalam penelitian analisis
teks media sebab penelitian ini bukan bersifat penelitian lapangan. Teknik dokumentasi
dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen resmi seperti: monografi, catatan-catatan serta
buku-buku yang ada.34 Peneliti akan memfokuskan pada pengumpulan dokumen guna
memproleh teks berita di harian Kompas yang menyangkut seputar pemberitaan tentang
RakernasPDI-P.
Dalam metode dokumentasi ini, satuan analisis yang digunakan adalah berkaitan dengan
tema. Parameter yang digunakan adalah dengan mencermati judul dan isi tulisan berita yang
disajikan oleh surat kabar harian Kompas. Pada Kompas edisi 20-22 September 2014 sebenarnya
terdapat lima berita yang berkaitan dengan kontruksi citra PDI-P Dalam kegiatan Rakernas IV,
namun setelah dilakukan seleksi terhadap berita-berita tersebut dengan memilih mana yang
termasuk kedalam berita atau tidak. Dari pemilihan tersebut dari lima berita terkait Rakernas IV
hanya ada dua berita yang dapat dijadikan sebagai data dalam penelitian ini.Hal ini disebabkan
karena tiga berita tersebut memiliki fokus pada pembangunan citra PDI-P.
Teks berita yang berhasil dikumpulkan sebagai berikut:
33
Ibid, hlm 97 - 147
34
24
a. Jangan Rebut Hak Rakyat ( Sabtu, 20 September 2014)
Berita ini berisikan dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap
situasi politik di Indonesia, dimana ada koalisi Partai yang menghendaki pemilihan kepala
Daerah melalui DPRD dengan kata lain pemilihan umum secara tidak langsung. Dengan adanya
sikap tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berketetapan tetap menjunjung
tinggi nilai – nilai reformasi yang salah satnya adalah pemilihan umum melalui rakyat, karena
dengan itu hak politik rakyat bisa digunakan dan sebagai bentuk hidupnya tatanan masyarakat,
Negara dan bangsa yang demokratis.
b. Atasi Krisis Pangan dan Energi ( Senin, 22 September 2014)
Pada teks berita ini, wacana berfokus terhadap sikap dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P) yang sangat mendukung sikap pemerintah untuk mengatasi krisis pangan
dan energi dari gangguan Mafia Migas. Hal ini ditunjukkan dengan sikap politik dari Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam Rakernas IV Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P) berharap agar pemerintah secepatnya mengatasi hal tersebut karena dapat
mengancam kedaulatan dan kemandirian bangsa. Selain itu juga membahas wacana perombakan
total terhadap politik pangan dan energi pemerintah dengan menata ulang politik pertanian dan
energi yang selama ini lebih menguntungkan pihak lain.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses pengaturan data dan mengorganisasikannya ke dalam
suatu pola, kategori atau satuan uraian yang membedakannya dengan penafsiran, yaitu
memberikan arti signifikan terhadap analisis, menjelaskan dan mencari hubungan antara
25
Data yang telah berhasil diperoleh, diusahakan untuk mencari makna yang terdapat dalam
data tersebut.Hal tersebut perlu dicatat makna, hubungan, dan lain-lain
Kemudian dicoba untuk diambil kesimpulan.Tetapi kesimpulan yang ada harus
diverifikasi terus menerus selama penelitian berlangsung.Selanjutnya data tersebut dianalisis
menggunakan analisis wacana Theo van Leeuwen. Yang mana kerangka analisisnya adalah
Tingkat Yang Ingin Dilihat
Ekslusi - Apakah ada aktor ( seseorang/
kelompok sosial) yang
dihilangkan atau disembunyikan
dalam pemberitaan.
- Bagaimana strategi yang
dilajukan untuk
menyembunyikan atau
menghilangkan aktor sosial
tersebut
Inklusi - Dari aktor sosial yang disebut
dalam berita, bagaimana mereka
ditampilkan dan dengan strategi
apa pemarjinalan atau
26
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam nantinya dalam laporan penelitiannya adalah
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan; yang terdiri dari konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi konsep,
kerangka pikir penelitian, metode penelitian, sistematika pembahasan, dan
jadwal penelitian.
BAB II :Kajian Teoritis; kajian pustaka dan kajian teori.
BAB III : Penyajian; deskripsi subyek penelitian dan deskripsi data penelitian.
BAB IV :Analisis Data; temuan penelitian dan konfirmasi temuan dengan teori.
1
BAB II
KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka
1. Komunikasi Massa a. Definisi Komunikasi massa
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner ( Rahmat,
2003: 188)1 komunikasi massa adalah pesan yang ingin di komunikasikan melalui media massa
pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu
harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu di sampaikan kepada khalayak
banyak, seperti rapat akbar di lapangan yang luas dan dihadiri ribuan atau bahkan puluhan ribu
orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu tidak dapat dikatakan komunikasi massa.
Media komunikasi yang tergolong media massa adalah radio siaran dan televise yang keduanya
dikenal sebagai media elektronik, sedangkan surat kabar dan majalah keduanya dikenal sebagai
media cetak. Serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.
Fungsi komunikasi massa secara umum antara lain memberikan hiburan kepada
khalayak. Namun ada fungsi yang tak kalah penting dari media massa yaitu meyakinkan atau
persuasi. Menurut Devito ( 1996), persuasi bisa datang dalam bentuk:
a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang.
b. Mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang.
c. Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan
d. Memperkenalkan etika dan menawarkan system nilai tertentu.
Mengukuhkan. Usaha untuk melakukan persuasi,kita pusatkan pada usaha mengubah
1
2
atau memperkuat sikap atau kepercayaan khalayak agar mereka bertindak dengan cara tertentu.
Kemudian mengubah dalam artian media akan mengubah orang yang tidak memihak pada suatu
masalah tertentu. Dan selanjutnya menggerakkan yang mana dalam dunia advertising, fungsi
terpenting media massa adalah menggerakkan konsumen untuk mengambil tindakan. Sedangkan
menawarkan etika berarti fungsi persuasi yang merupakan fungsi media massa yang lainnya
yaitu mengetikakan.
Selain manifest function dan latent function, setiap aktivitas sosial juga berfungsi
melahirkan (beiring function) fungsi-fungsi sosial lain, bahwa manusia memiliki kemampuan
beradaptasi yang sangat sempurna. Sehingga setiap fungsi sosial yang dianggap membahayakan
dirinya, maka ia akan mengubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Contohnya pemberantasan
korupsi yang dilakukan oleh pemerintah, disatu sisi adalah untuk membersihkan masyarakat dari
praktik korupsi, namun di sisi lain tindakan pemberantasan korupsi yang tidak diikuti dengan
perbaikan sistem justru akan menimbulkan ketakutan bagi aparatur pemerintah secara luas
tentang masa depan mereka karena merasa tindakannya selalu diawasi, ditakuti dan ditindak.
Tak adanya perbaikan sistem yang baik dan ketakutan justru akan melahirkan (beiring)
model-model korupsi baru yang lebih canggih.
Begitu pula dengan fungsi komunikasi media massa, sebagai aktivitas sosial masyarakat,
komunikasi media massa juga mengalami hal yang serupa. Seperti pemberitaan bahaya Tsunami
terhadap kehidupan masyarakat pantai. Di satu sisi pemberitaan tersebut adalah informasi
mengenai bagaimana masyarakat pantai dapat menghindari bahaya Tsunami ketika bencana itu
datang, tapi pemberitaan itu juga sekaligus menciptakan ketakutan dan kecemasan yang amat
3
buruk bagi orang-orang pegunungan yang akan merencanakan pindah tempat .
a) Fungsi pengawasan
Media massa merupakan sebuah medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan
terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan
kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk
aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti,
pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan melalui media massa dan
ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk kegiatan preventif agar masyarakat tidak
terjerumus dalam pengaruh narkoba. Sedangkan fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward
dan punishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. Medai massa dapat
memberi reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat
lainnya, namun sebagainya akan memberikan punishment apabila aktivitasnya tidak bermanfaat
bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat.
b) Fungsi social learning
Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan
pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan
pencerahan-pencerahan kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung.
Komunikasi massa itu dimaksukan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien
dan menyebar secara bersamaan di masyarakat secara luas. Fungsi komunikasi massa ini
merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi-fungsi paedogogi
yang dilaksanakan melalui komunikasi tatap muka, di mana karena sifatnya, maka fungsi
paedogogi hanya dapat berlangsung secara eksklusif antara individu tertentu saja.
4
Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, emiliki fungsi utama, yaitu menjadi
proses penyampaian informai kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan
informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat
sehingga fungsi informasi tercapai dalam waktu cepat dan singkat.
d) Fungsi transformasi budaya
Fungsi informatif adalah fungsi-fungsi yang bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain yang
lebih dinamis adalah fungsi transformasi budaya. Komunikasi massa sebagaimana difat-sifat
budaya massa, maka yang terpentin adalah komunikasi massa menjadi proses transormai budaya
yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang
dilakukan oleh media massa.
Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-fungsi
lainnya terutama fungsi social learning, akan tetapi fungsi transformasi budaya lebih kepada
tugasnya yang besar sebagai bagian dari bidaya global. Sebagaimana diketahui bahwa
perubahan-perubahan budaya yang disebabkan karena perkembangan telematika menjadi
perhatian utama semua masyarakat di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan untuk pendidikan
juga dapat dipergunakan untuk fungsi-fungsi lainnya, seperti politik, perdagangan, agama,
hukum, militer, dan sebagainya. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa komunikasi massa
memainkan peran penting dalam proses ini di mana hampir semua perkembangan telematika
mengikut-sertakan proses-proses komunikasi massa terutama dalam proses transformasi budaya.
e) Hiburan
Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan fungsi-fungsi lain,
komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komuniasi massa
5
merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Transformasi budaya yang dilaksanakan oleh
komunikasi massa mengikut-sertakan fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam fungsi
komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi media massa itu sendiri dan juga tidak
terlepas dari tujuan transformasi budaya. Dengan demikian, maka fungsi hiburan dari
komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya.
1. Konstruksi wacana dalam media cetak
Pendekatan kontruksionis mempunyai falsafah tersendiri dalam menilai bagaimana media
cetak, wartawan dan berita dilihat.2
Pertama, fakta atau peristiwa merupakan hasil konstruksi. Realitas hadir karena
dihasilkan oleh subjektif Wartawan. Tercipta dari sudut pandang tertentu dari wartawan.Realitas
atau peristiwa bisa berbeda-beda tergantung bagaimana konsepsi ketika realitas tersebut
dipahami oleh Wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Kedua, media sebagai agen konstruksi. Disini media berfungsi bukan sebagai saluran
yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan
keberpihakannya. Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.
Berita yang terdapat di dalam media bukan merupakan semata-mata gambaran dari realitas
peristiwa yang sebenarnya tetapi juga ada konstruksi dari media itu sendiri melalui berbagai
instrumen.
Ketiga, berita sebagai konstruksi realitas.Pandangan konstruksionis berpendapat bahwa
berita ibarat drama.Ia bukan menggambarkan realitas tetapi potret dari pertarungan antara
2
6
berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita adalah hasil dari konstruksi sosial
dimana berita selalu melibatkan pandangan ideology dan nilai-nilai kewartawanan.
Keempat, berita bersifat subjektif atau konstruksi terhadap realitas hasil kerja jurnalistik
tidak bisa dianggap dan dinilai dengan standar yang kaku.Hal ini terjadi karena berita adalah
produk konstruksi dan pemaknaan atas peristiwa. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa
saja berbeda sebab ukuran yang standard an baku tidak bisa dipakai. Kalau ada perbedaan antara
berita dan realitas yang sebenarnya maka hal tersebut bukan dianggap sebagai kesalahan akan
tetapi memang seperti demikian pemaknaan realitas.
Kelima, wartawan bukan pelapor.Dalam positivis Wartawan dapat menyajikan realitas
secara benar apabila wartawan tersebut professional. Wartawan yang professional bisa
menyingkirkan keberpihakannya sehingga apa yang diungkapkan adalah murni fakta bukan
penilaian, Wartawan murni melaporkan apa yang dilihat dilapangan. Dalam pandanga
konstruksionis Wartawan dianggap tidak dapat menyembunyikan pilihan moral dan
keberpihakan sebab Wartawan adalah ikut andil dalam bagian terbentuknya berita.Pandangan ini
juga melihat berita bukan produk individual akan tetapi bagian dari organisasi dan interaksi
antara Wartawan dengan medianya sehingga juga sebagai agen konstruksi karena Wartawan
tidak hanya melaporkan fakta tetapi juga mendefinisikan peristiwa.
Keenam, etika, pilihan moral dan keberpihakan Wartawan adalah bagian integral dalam
produksi berita.Berita mempunyai fungsi penjelas dalam menjelaskan fakta atau
realitas.Pandangan konstruksionis justru menilai bahwa etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak
mugkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya
7
nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu.Wartawan menulis berita bukan hanya
penjelas tetapi mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.
Ketujuh, khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.Pandangan positivis
melihat berita sebagai sesuatu yang objektif. Konsekuensinya apa yang diterima oleh khalayak
pembaca seharusnya sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat berita. Berita adalah tak
ubahnya sebagai pesan yang ditransmisikan dan dikirim kepada pembaca.Dengan pandangan ini
pihak pembuat berita adalah pihak aktif sedangkan penerima adalah pihak pasif. Pandangan
konstruksionis melihat khalayak sebagai subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang di abaca.
Komunikasi berlangsung hanya apabila ada kesepakatan dari semua pihak yang
terlibatkan, bahasa dan makna meniscayakan sebuah kerjasama antara yang membuat dan yang
menafsirkan.3
B. Kajian Teori 1. Analisis Wacana
Pada mulanya, bahasa Indonesia digunakan untuk mengacu pada bahan bacaan,
percakapan, tuturan. Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan.Pada
akhir-akhir ini, para ahli telah menyepakati bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling
besar yang digunakan dalam komunikasi.4
Istilah wacana dalam bahasa inggris yaitu discourse. Discourse berasal dari bahasa latin
discursus yang berarti kian kemari ( yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda,
3 Sobur,
Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 21-22.
4
8
dan currere yang berarti lari). Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih
besar dari kalimat, atau ada yang mengartikan sebagai pembicaraan atau diskursus, dalam arti
yang lain wacana adalah komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau
pokok telaah.5Jadi wacana merupakan suatu runtutan kalimat yang mengandung makna
tersendiri.Dimana di dalam kalimat tersebut dapat digali dalam unsur-unsur klimat yang
memiliki kandungan makna yang tersembunyi.
Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dengan
berbagai pengertian. Menurut pandangan kaumpositivisme- Empirisme analisis wacana
dimaksudkan untuk menggambarkan tata bahasa aturan kalimat, bahasa, dan pengertian
bersama.6 Sedangkan menurut pandangan kontruktivisme, aliran ini menolak pandangan
empirisme- positivism bahwa analisis wacana adalah upaya pengungkapan maksud tersembunyi
dari sang subjek yang mengungkapkan suatu pernyataan. Sementara itu pandangan kritis dalam
pandangannya mengenai analisis wacana, menurut Fair Claugh dan Wadok7, analisis wacana
adalah pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk praktik social, dalam
pandangan kritis tentang analisis wacana menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok social
yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing.
Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya dari analisis
wacana. Menurut Eriyanto, analisis wacana adalah studi mengenai bahasa atau pemakaian
bahasa.8 Sedangkan Alex Sobur,9 merangkum berbagai pendapat tentang analisis wacana adalah
5 Alex Sobur,
Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analis Semiotik, Dan Analisis Framing, ….., hlm. 9.
6
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm.4. 7
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm.5 8
9
rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( Subyek) yang
disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, dibentuk oleh unsure segmental
maupun non segmental bahasa.
Dalam menyusun pemberitaan media selalu memiliki strategi untuk mengkomunikasikan
pesan atau pemberitaan yang ditampilkan, sebagai bentuk penjabaran dari ide yang sesuai
dengan kejadian nyata, karena itu wacana selalu di jadikan sarat untuk mendominasi dan
mendefinisikan pemahaman manusia tentang informasi yang ditampilkan.10
2. Model analisis wacana Theo Van Leeuwen
Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan
meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana.
Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu
peristiwa dan pemaknaanya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah, cenderung untuk
terus menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk.
Di sini, ada kaitan antara wacana dengan kekuasaan.Kekuasaan bukan hanya beroperasi
lewat jalur-jalur formal, hukum dan institusi Negaradengan kekuasaannya untuk melarang dan
menghukum tetapi juga beroperasi lewat serangkaian wacana untuk mendefinisikan sesuatu atau
suatu kelompok sebagai tidak benar atau buruk.
Salah satu agen terpenting dalam mendefinisikan suatu kelompok adalah media.Lewat
media pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk
9 Sobur,
Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing,…..,hlm.
4. 10
10
pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai sesuatu. Wacana yang dibuat oleh
media itu bisa jadimelegitimasi suatu hal atau kelompok dan mendeligitimasi dan
memarjinalkan kelompok lain. Theo Van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa kita
pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan actor- actor social ditampilkan dalam media, dan
bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang secara terus-menerus
dimarjinalkan.
Analisis Theo Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan
actor ( bisa seseorang maupun kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat
perhatian dalam hal ini, yaitu proses pengeluaran ( exlusion). Apakah dalam suatu teks berita ,
ada kelompok atau actor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, strategi wacana apa yang dipakai
untuk itu. Proses pengeluaran ini secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak
akan suatu isu dan melegitimasi akan pemahaman tertentu.
Kedua, proses pemasukan (inclusion).Kalau exlusion berkaitan dengan bagaimana
masing- masing pihak atau kelompok ditampilkan lewat pemberitaan, maka inclusion
berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok ditampilkan
lewat pemberitaan. Baik proses exlusion maupuninclusion tersebut menggunakan apa yang
disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi dan susunan bentuk
kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok direpresentasikan dalam teks.
Dibawah ini akan diuraikan persoalan tersebut satu per satu.
A. Exlusion
Ada beberapa strategi bagaimana suatu actor( seseorang atau kelompok) dikeluarkan
dalam pembicaraan. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:
11
Ekslusi adalah suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah
proses bagaimana suatu kelompok atau actor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pemberitaaan
atau wacana. Penghilangan actor social ini untuk melindungi dirinya. Menurut Theo Van
Leeuwen, kita perlu mengkritisi bagaimana masing-masing kelompok itu ditampilkan dalam
teks, apakah ada pihak atau actor yang dengan strategi wacana tertentu hilang dalam teks. Salah
satu cara klasik adalah dengan membuat kalimat dalam bentuk pasif. Lewat pemakaian kalimat
pasif, actor dapat tidak hadir dalam teks, sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam kalimat
berstruktur aktif.
2. Nominalisasi
Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau actor
social tertentu adalah lewat nominalisasi. Sesuai dengan namanya, strategi ini berhubungan
dengan mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Umumnya dengan memberi
imbuhan “ pe-an”. Kenapa nominalisasi dapat menghilangkan actor / subjek dalam
pemberitaan?Ini ada hubungannya dalam transformasi dari bentuk kalimat aktif. Dalam struktur
kalimat yang berbentuk aktif , selalu membutuhkan subyek. Kalimat aktif juga selalu berbentuk
kata kerja yang menunjukkan pada apa yang dilakukan (proses) oleh subjek.
Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada dasarnya adalah
dalam proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan/ kegiatan menjadi kata benda yang
bermakna peristiwa.
3. Penggantian anak kalimat
Penggantian subjek juga dapat dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus
12
B. Inclusion
Ada beberapa strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, seseorang, atau kelompok
ditampilkan dalam teks. Van leeuwen menjelaskannya demikian, yang akan diringkas sebagai
berikut:
1. Diferensiasi- Indiferensiasi
Suatu peristiwa atau seorang actor social bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri,
sebagai suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan
peristiwa atau actor lain dalam teks. Hadirnya(inclusion) peristiwa atau kelompok lain selain
yang di beritakan itu, menurut Van leeuwen, bisa jadi penanda yang baik bagaimana suatu
kelompok atau peristiwa direpresentasikan dalam teks. Penghadiran kelompok atau peristiwa lain
itu secara tidak langsung ingin menunjukkan bahwa kelompok itu tidak bagus dibandingkan
dengan kelompok lain. Ini merupakan strategi wacana bagaimana suatu kelompok disudutkan
dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang lebih dominan atau lebih
bagus.
Diferensiasi ini dalam wujudnya yang lain, sering kali menimbulkan prasangka tertentu.
Terutama dengan membuat garis batas antara pihak “ kita” dengan pihak “mereka”. Kita baik
sementara mereka buruk.Menurut Van leeuwen, penggambaran kita dan mereka adalah strategi
wacana tertentu untuk menampilkan kenyataan bagaimana lewat strategi wacana tertentu satu
kelompok dikucilkan, dimarjinalkan, dan dianggap buruk.
2. Objektivasi- Abstraksi
Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu
peristiwa atau actor sosial ditampilkan dengan memberikan petunjuk yang konkrit ataukah yang
13
membuat abstraksi, peristiwa atau actor yang sebenarnya secara kuantitatif berjumlah kecil
dengan abstraksi dikomunikasikan seakan berjumlah banyak.
Khalayak akan mempersepsikan lain antara yang disebut secara jelas dengan yang dibuat
dalam bentuk abstraksi. Penyebutan dalam bentuk abstraksi ini, menurut Van leeuwen sering kali
bukan disebabkan oleh ketidaktahuan wartawan mengenai informasi yang pasti, tetapi sering kali
lebih sebagai strategi wacana wartawan untuk menampilkan sesuatu.
3. Nominasi-Kategorisasi