• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTRUKSI CITRA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMBERITAAN MEDIA MASSA : STUDI ANALISIS WACANA SEPUTAR RAKERNAS IV PDI-P DALAM HARIAN KOMPAS EDISI 20- 22 SEPTEMBER 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSTRUKSI CITRA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMBERITAAN MEDIA MASSA : STUDI ANALISIS WACANA SEPUTAR RAKERNAS IV PDI-P DALAM HARIAN KOMPAS EDISI 20- 22 SEPTEMBER 2014."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemberitaan Media Massa

( Studi Analisis Wacana seputar Rakernas IV PDI-P dalam harian Kompas edisi 20- 22 September 2014)

“ SKRIPSI”

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi (S.I.Kom) Dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh :

AHMAD DIMYATI NIM. B06211038

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Ahmad Dimyati, B06211038, 2015. Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemberitaan Media Massa ( Studi Analisis Wacana seputar Rakernas IV PDI-P dalam harian Kompas edisi 20- 22 September 2014) Skripsi Program Studi

llmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Kontruksi Citra,Rakernas IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P), Analisis wacana model Theo van Leeuwen

Ada dua persoalan yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: (1) Bagaimana kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September 2014, (2) Bagaimana strategi wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas Edisi 20-22 September 2014

Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam

penelitian ini digunakanlah metode deskriptif yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) , kemudian data tersebut dianalisis secara kritis dengan dasar model analisis Wacana Theo van Leuwen, sehingga diperoleh strategi pencitraan melalui media massa oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P).

Dari basil penelitian ini ditemukan bahwa (1) terdapat upaya pencitraan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) dalam berita seputar Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI – P) di harian Kompas, adapun strategi yang dilakukan adalah adanya aktor yang dimarjinalkan dan disudutkan di dalam teks berita dalam hal ini adalah sekelompok kaum Elite, pemerintah Orde Baru dan golongan Mafia Migas (2) Dalam konteks pemikiran Theo van Leeuwen, dimana mengkaji dan meneliti tentang bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan dalam suatu wacana. Disini kelompok kelompok yang dominan memegang kendali tentang penafsiran suatu peristiwa dan pemaknaannya. Dalam analisis model ini ada keterkaitan antara wacana dan kekuasaan. Dimana kelompok penguasa akan terus semakin dominan dan kelompok yang minoritas akan semakin termarjinalkan. Adapun alat yang digunakan untuk menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaanya adalah media.Lewat media pemberitaan dapat dilakukan secara terus menerus, dan secara tidak langsung membentuk pemahaman kepada khalayak terhadap sesuatu yang diberitakan.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya Penulisan Skripsi………ii

Halaman Pengesahan ...iii

Halaman Penerimaan Tim Evaluasi ...iv

Kata Pengantar ... v

Abstraksi ...vi

Daftar Isi ...vii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...8

D. Kajian Riset Terdahulu ……….8

E. Kerangka Konseptual ... 10

F. Definisi Operasional ... 10

G. Metode Penelitian ...20

H. Sistematika Pembahasan ………...29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 30

A.Komunikasi Massa ... 30

B. Kontruksi Wacana dalam Media Cetak………..35

(7)

D.Analisis Wacana Theo van Leeuwen………..40

E. Rakernas PDI – P IV ... …….48

F. Kajian Penelitian Terdahulu………50

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ...52

A.Profil Harian Kompas ...52

B. Sejarah dan Profil PDI - P ... …….71

C.Diskripsi Data ...76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ...79

A.Temuan Penelitian ...79

B. Konfirmasi temuan dengan teori……….106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...115

A.Kesimpulan ...115

B. Saran ...117

Daftar Pustaka

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Citra adalah kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap perusahaan atau kesan

yang sengaja diciptakan dari suatu objek,orang atau organisasi.1 Citra organisasi sangat penting

bagi setiap organisasi. Tidak terkecuali organisasi politik, yang dalam hal ini tentu partai politik.

Karena citra bagi partai politik sangat berpengaruh terhadap perolehan suara dalam pemilihan

umum. Dengan kata lain citra yang positif dari sebuah partai politik akan mampu menarik

simpatisan masa dari pendukung maupun masyarakat. Yang dapat mendonkrak kepopuleran dari

partai itu sendiri.

Melihat begitu pentingnya citra bagi partai politik, maka diperlukan sebuah kontruksi

dengan kata lain dibutuhkan langkah untuk membangun atau membentukcitra positif partai

politik agar tetap mendapatkan kepercayaan dihati masyarakat. Dalam artian bahwa

Pembentukan merupakan usaha yang terarah pada tujuan tertentu guna membimbing

faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam sutau aktifitas.2Jadi upaya pembentukan adalah suatu

usaha yang dilakukan oleh individu atau organisasi dalam membimbing faktor-fakor pembawaan

dengan terarah guna mencapai hasil yang lebih baik dan maksimal dalam meningkatkan taraf

hidup seseorang atau organisasi.

1

Soemirat, Soleh dan Elviriano, Dasar-Dasar Publik Relations, ( Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2002), hlm.111-112.

2

(9)

2

Fenomena seperti ini yang dijumpai oleh organisasi partai politik partai demokrasi

indonesia perjuangan (PDI-P), partai yang memproleh suara yang signifikan yang menempatkan

posisi juara dalam pemilihan legislatif di tahun ini yaitu tahun 2014. Yang sudah barang tentu

partai ini menempatkan mayoritas kadernya di kursi parlemen. Semua ini tidak terlepas dari kerja

mesin partai yang sangat optimal selama masa kampaye, terlebih pengaruh kuatnya partai

moncong putih ini di dalam mengawal pemerintahan Susilo Bambang Yudhayana selama dua

periode yaitu sebagai partai oposisi.

Sangat unik apabila membicarakan kiprah partai trah Soekarno ini, selama sepuluh tahun

terakhir dalam dunia perpolitikan negara ini berperan sebagai kontrol pemerintahan, dimana

sikap oposisi yang digalakan yang bertugas mengkritisi dan mengawasi kebijakan kebijakan

yang dijalankan oleh presiden Susilo Bambang Yudhayana ternyata mendapatkan simpati dari

masyarakat tersendiri. Hal ini terbukti dengan keluanrnya PDI-P sebagai partai pemenang

pemilu.

Selanjutnya pada titik kondisi seperti inilah PDI-P berani mengusung Joko Widodo

sebagai calon presiden dan Yusuf Kalla, dan akhirnya calon yang diusung oleh partai yang

mengaku peduli terhadap nasib rakyat kecil ini berhasil menang dalam pilpres. Yang terpaut

suara 5 % mengungguli lawan politik mereka yaitu Prabowo Subianto dan Moh. Hattarajasa.

Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemenangan jokowi dan Yusuf Kalla tidak bisa

terlepas dari peran partai – partai pengusung mereka yang tergabung di dalam koalisi

Indonesia Hebat.

Keluarnya Joko Widodo sebagai presiden dan titah sang presiden terpilih adalah kader

(10)

3

sebagai partai oposisi kini harus beralih haluan partai pemerintahan, partai yang senantiasa

mendukung dan menjalankan setiap kebijakan yang di keluarkan oleh sang Presiden sebagai

kepala negara dan kepala pemerintahan. Kondisi ini jelas berbeda dengan tugas yang diemban

partai ini dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Jika dahulu ada kebijakan dari pemerintah yang

tidak berafiliasi dan tidak pro pada kepentingan rakyat lalu partai ini dengan lantang dan tegas

menolak kebijakan ini, sudah dapat menarik simpati dari masyarakat, lalu bagaimana jika

sekarang pada posisi partai pemerintahan, akankah tetap mengedepankan kepentingan

masyarakat, atau hanya patuh pada organisasi partai politik bahkan mengabaikan kepentingan

Rakyat dengan dalih mendukung kebijakan pemerintah.

Tampaknya PDI-P sudah menyiapkan semua itu, guna tetap mendapatkan kepercayaan di

hati masyarakat. Semua ini terlihat dari agenda yang di bahas di dalam Rapat Kerja

Nasional(Rakernas ) PDI-P yang dilaksanakan pada tanggal 19 – 21 September 2014 yang

bertempat di Marina Conventiona Center di kota semarang Jawa Tengah. Diamana di dalam

Rapat Kerja Nasional ( Rakernas) tersebut PDI-P mengajukan dua wacana yang dibahas yang

sangat berkaitan dengan masalah besar yang sedang di hadapi bangsa ini ke depan.

Wacana yang pertama di bahas pada tanggal 19 September 2014 yaitu berkaitan dengan

polemik pemilihan Kepala Daerah. Dengan jelas PDI-P menolak pemilihan kepala daerah

oleh DPRD, maka dari itu fokus wacana yang dibahas yaitu bertema Jangan Rebut Hak

Rakyat. Ini merupakan sebuah bentuk anti tesis menentang warisan parlemen di era

Yudhayana yang mayoritas Anggota Dewan yang tergabung dalam koalisi Merah Putih

menyetujui pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh rakyat. Terlepas dari itu

(11)

4

Nasional ( Rakernas) bahwa partai trah Soekarno ini peduli terhadap demokrasi di Indonesia,

dengan secara tegas menolak RUU pilkada.

Dan tepat pada tanggal 20 Semtember 2014, ada wacana yang dibahas berkaitan dengan

Pangan dan Energi Nasional. Seperti yang kita ketahui bahwa masalah yang krusial yang

sedang dihadapi oleh bangsa adalah terkait dengan energi, terlebih masih banyak kasus

korupsi yang dilakukan oleh kementrian ESDM yang mengakibatkan negara rugi besar dalam

hal ini. Terlebih sangat banya sekali Mafia migas yang berkeliaran di negara ini. Lalu lebih

dalam mengenai permasalahan kedaulatan pangan nasional jua tidak luput dari agenda

pembahasan, tentu karena kondisi pangan nasinal saat ini tidak bisa luput dari import dari

negara lain, padahal negara ini adalah negara agraria, maka dari itu wacana yang

dikembangkan pada Rakernas IV INI adalah tentang Atasi krisis pangan dan Energi. Dan

kalau ditarik benang merah terhadap dua wacana yang sedang di bahas dalam Rakernas IV

PDI- P, ada indikasi bahwa partai ini ingin tetap membangun citra positif ditengah

mansyarakat dan peduli terhadap permasalahan bangsa lebih dalam lagi pro terhadap

kepentingan Rakyat.

Kontruksi pemberitaan Rakernas IV di media massa, tidak terlepas dari peran pers

sebagai the fourth state ( Kekuatan ke empat) dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi,

budaya dan agama. Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian dan gambaran

umum tentang banyak hal( termasuk pencitraan partai politik), ia mempunyai kemampuan

untuk membentuk opini publik.3

3

(12)

5

Menurut Alex Sobur‘‘ media massa tidak lebih dari alat komunikasi yang netral dan

kosong dalam dirinya,4 begitu juga media massa bukan sesuatu yang bebas, independent,

tetapi memiliki keterkaitan dengan social, jelas berbagai kepentingan bermain dalam media

massa.5

Media massa sesungguhnya berada di tengah realitas social yang syarat dengan berbagai

kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Louis Althusser menulis bahwa

media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena

anggapan akan kemempuannya sebagai sarana legitimasi. Akan tetapi kadang Althusser

memandang bahwa media massa dianggap Antonio Gramsci mengabaikan resistensi ideologis

dari kelas tersubbordinasi dalam ruang media. Bagi Gramsci media merupakan arena

pergaulan antar ideology yang saling berkompetisi ( the battle ground for competiting

ideologis).6

Mengingat media massa begitu ampuh untuk membentuk wacana, maka sering kali

terlupakan bias nilai informasi yang di sajikan kepada publik. Menurut Al- Zastrouw,7 meski

semua media massa mengandung bias, namun derajatnya berbeda- beda, ada media massa

yang derajat biasnya rendah sehingga cenderung obyektif, dan ada pula media massa yang

bobot biasnya amat tinggi, sehingga berita dan analisis yang disajikan justru berbeda jauh,

atau bahkan cenderung berseberangan dengan fakta yang sebenarnyadan dipakai.

4

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing,( Bandung: Rosda Karya, 2001), hlm. 30.

5

Ibid. 6

Ibid.

7

(13)

6

Dari kegiatan Rakernas IV PDI- P yang diberitakan oleh media massa maka dalam

penelitian ini kami mengambil harian Kompas yang memiliki jangkauan nasional sehingga

sudah sudah tepat dijadikan acuan dalam memberikan representasi informasi yang

ditampilkan. Harian kompas merupakan salah satu dari surat kabar yang terbit setiap hari,

banyak studi, dalam dan luar negeri dan memiliki karakteristik yang khas di dalam

mengangkat sudut pandang pemberitaannya. Sebagaimana dipahami, sejak awal

perkembangannya surat kabar telah menjadi sebuah konstalasi politik, baik ditingkat local,

nasional bahkan internasional. Secara khusus, surat kabar pun persepsi diri demikian. Surat

kabar pada dasarnya tidak dapat berdiri sendiri bahwa dibalik itu ia dikelilingi dengan

berbagai kepentingan yang mewarnainya yang menyimpan subyektifitas penulis walaupun

tanpa mengenyampingkan unsur objektifitas.8

Fakta pemberitaan Rakernas IV PDI- P ini disajikan lewat bahasa berita. Bahasa menurut

pandangan Stuart Hall adalah artikulasi dari wacana sebagai pertarungan sosial , dan bentuk

pendefinisian realitas.9 Bahasa pemberitaan media dalam paradigma kritis bukanlah sesuatu

yang bebas nilai.10 Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsinya memberitakan realitas

Rakernas IV , media bukanlah entitas yang netral tetapi berita tersebut diproduksi oleh

representatif dari kekuatan kekuatan sosial dominan yang ada dalam masyarakat.

Perkembangan pers dengan surat kabarnya tidak dapat berdiri sendiri, dibalik itu ia

dikelilingi dengan berbagai kepentingan yang mewarnai dengan subjektifitas penulis. Setiap

8 Oleh Ignatius Haryanto. Jurnalisme Kepiting Jakob Oetomo dalam http/www. TokoIndonesia.com/gn/jurnls.com, diakses, 23 maret 2006.

9

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta, LkiS,2001), hlm. 15. 10

(14)

7

penulisan berita oleh masyarakat akan diterima apa adanya, terkesan penuh dengan

objektifitas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diproduksi

dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22 September

2014?

2. Bagaimana strategi wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian Kompas

Edisi 20-22 September 2014?

C.Tujuan Penelitian

Terkait dengan berbagai permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah, maka

tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kontruksi citra partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi 20- 22

September 2014.

2. Untuk mengetahui struktur wacana pemberitaan Rakernas PDI-P dalam harian

Kompas Edisi 20-22 September 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Apabila dilihat dari segi manfaat teoritis, penelitian ini dapat memperkaya

referensi dan pembedaharaan kepustakaan bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan,

khususnya bagi program studi Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan kajian analisis

wacana.

(15)

8

Sedangkan apabila dilihat dari segi manfaat praktisnya, penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat untuk mengetahui konstruksi citra partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan diproduksi dalam teks berita Rakernas IV PDI-P pada harian kompas Edisi

20- 22 September 2014.

E.Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini penelitian yang

berjudul Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus

dalam buku Pak Beye dan Politiknya terbitan PT. Kompas Media Nusantara.11Penelitian ini

dilakukan oleh Amaliyah Fitriyani pada tahun 2011 guna mendapatkan gelar strata satu

jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta.Adapun Fokus penelitiannya adalah untuk mengetahui pencitraan Susilo

Bambang Yudhoyono sebagai politikus pada buku Pak Beye dan Politiknya.Adapun hasil

penelitiannya adalah bahwa pencitraan yang terbangun dalam buku tersebut adalah pencitraan

negatif dengan adanya kritik yang disampaikan teras tajam dalam mengkritisi SBY selaku

politikus.Hal ini disebabkan karena penulis buku menempatkan dirinya sebagai rakyat biasa

tanpa memihak politikus manapun.Selain itu kelebihan dan kelemahan SBY sebagai politikus

diungkapkan dalam buku Pak Beye dan Politiknya. Disini tergambarkan bahwa pencitraan

SBY sebagai sosok politikus yang sensitif terhadap kritikan,ulung dalam politik penncitraan,

dan eksploitatif.

Adapun perbedaan penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini adalah objek

penelitian terdahulu menggunakan buku sedangkan penelitian ini pada harian Kompas. Lalu

11 Amalia Fitriyani, “ Analisis Wacana Kritis Pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai politikus dalam buku

Pak Beye dan Politiknya”, dalam http://repository.upnyk.ac.id/2099/1/AMALIA_FITRIYANI.PDF ( Yogyakarta:

(16)

9

kalau penelitian terdahulu meneliti tentang citra seorang tokoh, tapi kalau penelitian ini

berkutat tentang citra organisasi politik yaitu partai politik.

Sedangkan untuk persamaannya adalah model analisis wacananya dan dengan

menggunakan metode analisis wacana kritis.

F. Definisi Konsep

1. Konstruksi citra

Citra merupakan suatu gambaran tentang metal: ide yang dihasilkan oleh imaginasi atau

kepribadian yang ditunjukan kepada publik oleh seseorang, organisasi dan sebagainya.12Citra

adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya terhadap

fakta-fakta atau kenyakinan. Bill Canton dalam Sukatendel mengatakan : “Image: the

impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a conssioussly

created of an object, person or organization” (Citra adalah kesan, perasaan gambaran diri publik

terhadap perusahaan: kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi).

Istilah Kontruksi sangat erat sekali dengan pembangunan, dan kalau berbicara masalah

pembangunan tentu tidak akan meninggalkan pembentukan. Jadi kontruksi citra sangat erat

hubungan nya dengan pembentukan citra. Lalu Pembentukan merupakan usaha yang terarah

pada tujuan tertentu guna membimbing faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam sutau

aktifitas.13Jadi upaya pembentukan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu atau

organisasi dalam membimbing faktor-fakor pembawaan dengan terarah guna mencapai hasil

yang lebih baik dan maksimal dalam meningkatkan taraf hidup seseorang atau organisasi.

12

Suryo Subroto, Humas dalam dunia pendidikan, ( Yogyakarta: Mitra gama widya , 2001), hlm. 15 13

(17)

10

Maka dari uraian diatas di dapatkan bahwa pembentukan citra adalah proses yang

memberikan atau mengarahkan kesan dan persepsi positif dalam benak diri seseorang dan

masyarakat serta memberikan motivasi dalam hidup seseorang dan masyarakat mengenai citra

yang baik dalam diri seseorang atau organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi politik yaitu

partai politik.

2. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dengan

berbagai pengertian. Menurut pandangan kaumpositivisme- Empirisme analisis wacana

dimaksudkan untuk menggambarkan tata bahasa aturan kalimat, bahasa, dan pengertian

bersama.14 Sedangkan menurut pandangan kontruktivisme, aliran ini menolak pandangan

empirisme- positivism bahwa analisis wacana adalah upaya pengungkapan maksud tersembunyi

dari sang subjek yang mengungkapkan suatu pernyataan.15 Sementara itu pandangan kritis dalam

pandangannya mengenai analisis wacana, menurut Fair Claugh dan Wadok16, analisis wacana

adalah pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk praktik social, dalam

pandangan kritis tentang analisis wacana menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok social

yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing.

Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya dari analisis

wacana. Menurut Eriyanto, analisis wacana adalah studi mengenai bahasa atau pemakaian

bahasa.17 Sedangkan Alex Sobur,18 merangkum berbagai pendapat tentang analisis wacana

14

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 4. 15

Ibid.

16

Ibid, hlm. 5 17

(18)

11

adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( Subyek) yang

disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, dibentuk oleh unsure segmental

maupun non segmental bahasa.

Dalam menyusun pemberitaan media selalu memiliki strategi untuk mengkomunikasikan

pesan atau pemberitaan yang ditampilkan, sebagai bentuk penjabaran dari ide yang sesuai

dengan kejadian nyata, karena itu wacana selalu di jadikan sarat untuk mendominasi dan

mendefinisikan pemahaman manusia tentang informasi yang ditampilkan.19

Dalam kajian analisis wacana ini objek kajiannya adalah media massa yang sangat erat

kaitannya dengan pemberitaan maka peneliti akan menjelaskan tentang apa yang dimaksud

dengan pemberitaan itu sendiri.

Dengan demikian analisis wacana yang di maksudkan dalam penelitian ini adalah tentang

pemahaman isi teks yang memiliki interpretasi yang berbeda di Masyarakat dan citra yang

dibangun tentang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada pemberitaan harian Kompas

terkait kegiatan Rakernas IV PDIP.

3. Berita sebagai Konstruksi Realitas

Menurut Fishman ada dua kecenderungan studi tentang proses produksi berita.

Pandangan pertama disebut pandangan seleksi berita( selektif of news). Pada dasarnya proses

produksi berita adalah proses seleksi. Proses seleksi ini akan dimulai dari Wartawan dimana

dalam hal ini wartawan dilapangan akan memilih hal-hal atau peristiwa- peristiwa penting

penting yang akan ditulis dalam berita. Seleksi berikutnya ada di meja redaktur. Pada bagian ini

18 Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 4.

, 19

(19)

12

redaktur akan menyeleksi dan menyunting berita yang masuk ke meja redaksi. Redaktur akan

melihat dan memperhatikan berita-berita yang masuk dalam meja redaksi. Untuk diseleksi

bagian mana yang harus dihilangkan dan bagian mana yang harus ditambah. Pandangan ini

melihat bahwa ada realitas yang benar-benar riil yang ada diluar Wartawan, dan realitas yang riil

inilah yang akan diseleksi oleh Wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita yang

akurat dan menarik.20

Pendekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita.Perspektif ini

menggambarkan bahwa sebuah peristiwa bukan diseleksi melainkan di bentuk.Pandangan

ini melihat bahwa Wartawanlah yang membentuk peristiwa, mana yang layak disebut

berita dan mana yang tidak.Pandangan ini melihat bahwa peristiwa dan realitas bukanlah

diseleksi melainkan dikreasi oleh Wartawan.Perspektif ini kemudian memunculkan

pertanyaan bagaimana Wartawan membentuk berita.titik perhatian terutama di fokuskan

dalam rutinitas dan nilai-nilai kerja Wartawan yang memproduksi berita tertentu.Ketika

bekerja, Wartawan bertemu dengan seseorang. Wartawan bukanlah perekam yang pasif

yang mencatat apa yang terjadi dan apa yang dikatakan oleh seseorang. Melainka

sebaliknya ia aktif. Wartawan berinteraksi dengan dunia ( realitas) dan denga orang yang

diwawancarai, dan sedikit banyak menentukan bentuk berita yang dihasilkan.21

Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas objektif

yang berada di luar, memang karena orang akan mengorganisasikan dunia yang abstrak ini

menjadi dunia yang koheren dan beraturan serta memiliki makna.22 Hal ini terjadi sebab

20

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 100. 21

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideology, dan Politik Media, ( Yogyakarta: LKis, 2009), hlm. 100. 22

(20)

13

proses terbentuknya berita tidak mirip denga proses aliran. Ada informasi yang diambil

Wartawan, informasi tersebut selalu dikoreksi oleh redaktur dan seterusnya.

Peter L. Berger mengatakan bahwa sebuah teks berupa tidak bisa disamakan

dengan copy dari realitas, namun ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas,

karenanya sangat potensial terjadi yang sama di konstruksi berbeda.23Dalam hal ini berita

dipandang bukan merupakan cermin dari realitas semata namun merupakan hasil

konstruksi dari Wartawan.Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukanlah merupakan

peristiwa atau fakta yang ditulis begitu saja sebagai cermin dari realitas tetapi dalam hal

ini berita adalah produk interaksi antara Wartawan dan akhirnya dikonstruksi oleh

Wartawan menjadi sebuah berita yang menarik. Untuk menampilkan berita yang menarik

Wartawan akan mengambil bagian-bagian yang menarik untuk di konstruk menjadi

sebuah berita.

Pada dasarnya berita-berita yang disajikan dan ditampilkan oleh media dalam

pemberitaan yang dimuat merupakan akumulasi dari pengaruh yang beragam dan

mempengaruhi konstruksi realitas oleh media.Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese

mengungkapkan berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam

ruang pemberitaan. Factor-faktor itu adalah:24

1. Factor Individu

Faktor ini berhubugan dengan latar belakang kehidupan Wartawan seperti jenis

kelamin agama, tingkat pendidikan, dan budaya. Faktor ini akan sangat mempengaruhi

pola pemberitaan dan pengambilan keputusan oleh wartawan dalam menulis berita.

23

Ibid, hlm 17 24

(21)

14

Dalam menurunkan sebuah berita media selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek personal

Wartawan, dampak dari hal ini adalah Wartawan akan memutuskan realitas mana

yang akan dimuat dalam pemberitaan yang akan disajikan di dalam media.

2. Rutinitas Media

Media dalam menghasilkan sebuah berita sangat dipengaruhi oleh rutinitas yang terjadi

selama proses pembentukan berita hingga sampai ketangan pembaca. Rutinitas ini dimulai dari

saat Wartawan memasukan berita yang ditulis ke meja redaksi, dan di meja redaksi dilakukan

pemilihan-pemilihan terhadap informasi-informasi yang memiliki nilai berita. Proses kerja

rutinitas inilah yang menentukan kenapa sebuah peristiwa dihitung sebagai berita dan kenapa

peristiwa lain tidak dihitung sebagai berita. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kenapa

sebuah peristiwa ditonjolkan pada bagian tertentu dan kenapa peristiwa yang lain tidak

ditonjolkan.

3. Institusi Media

Orang-orang yang duduk dalam dewan redaksi atau yang direkrut sebagai pegawai sangat

dipengaruhi oleh struktur organisasi media.Dalam hal ini Wartawan, Editor, Layouter dan

Fotografer adalah bagian kecil dari institusi media.Pengelola media dan Wartawan bukanlah

orang tunggal yang menentukan isi sebuah berita. Ada aspek lain yang dapat mempengaruhi isi

sebuah berita. Aspek-aspek itu adalah pengiklan dan pemodal.Dalam hal ini kepentingan

ekonomi seperti pemilik modal, pengiklan, dan pemasaran selalu mempertimbangkan sebuah

peristiwa yang dapat menaikan angka penjualan atau oplah media.Dalam hal ini terkait denga

wilayah ekonomi.

(22)

15

Dalam hal ini kita akan melihat bahwa media hanya menjadi bagian kecil dari system

yang lebih besar dan kompleks dari kehadiran sebuah berita. Dalam perspektif ini diyakini

bahwa kepentingan politik, ekonomi dan budaya merupakan factor dominan yang mempengaruhi

system isi berita. Faktor-faktor itu adalah :

a. Faktor yang berasal dari sumber berita.

Sumber berita dalam hal ini tidak dilihat sebagai pihak yang netral dalam memberikan

informasi untuk bahan berita.Dalam hal ini sumber informasi juga memiliki kepentingan untuk

mempengaruhi isi media dengan alasan-alasan tertentu, seperti untuk membangun citra positif

terhadap suatu pihak sehingga masyarakat menjadi ikut dalam mendukung argumentasi yang

diberikan sumber kepada media.

b. Sumber penghasilan media

Dalam hal ini terdapat keterkaitan antara keberlangsungan media dengan modal. Untuk

menjaga keberlangsungannya, sebuah media membutuhkan dana sebagai sumber untuk

membiayai produksinya. Salah satu sumber dana di dalam media adalah iklan. Dengan iklan

sebuah media dapat menjaga keberlangsungan hidupnya.Hal ini menyebabkan media jadi

tergantung pada iklan. Ketergantungan ini akan berimplikasi atau berpengaruh pada objektifitas

media dalam memberikan suatu masalah kepada pembaca.

c. Level Ideologi

Ideologi merupakan suatu konsep yang sentral dalam anailis wacana yang bersifat

krisis.Hal tersebut karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari suatu praktik ideologi

(23)

16

mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk

memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu sterategi utamanya adalah dengan

membuat kesadaran pada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted.

Wacana dalam pendekatan semacam itu dipandang sebagai medium oleh kelompok yang

dominan, untuk mempersuasi dan mengomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan

dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak sah dan benar.25

Pada dasarnya, sebuah berita seharusnya menyampaikan dan menyebarkan realitas sosial

kepada masyarakat.Tetapi dalam kenyataannya kita melihat bahwa berita yang disampaikan

terkadang jah dari realitas sebenarnya yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat.Berita

lebih merupakan hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial.26

G. Kerangka Pikir Penelitian

25 Aris Badara, M. Hum,

Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2012), Hlm. 34

26

(24)

17

1. Analisis Wacana Theo Van Leeuwen

Analisis wacana model Theo Van Leeuwen mengkaji dan meneliti tentang bagaimana

suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan dalam suatu wacana.27Disini kelompok

kelompok yang dominan memegang kendali tentang penafsiran suatu peristiwa dan

pemaknaannya. Dalam analisis model ini ada keterkaitan antara wacana dan kekuasaan.

Dimana kelompok penguasa akan terus semakin dominan dan kelompok yang minoritas akan

semakin termarjinalkan. Adapun alat yang digunakan untuk menafsirkan suatu peristiwa dan

pemaknaanya adalah media.Lewat media pemberitaan dapat dilakukan secara terus menerus,

dan secara tidak langsung membentuk pemahaman kepada khalayak terhadap sesuatu yang

27Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm. 171.

Rakernas IV Partai

Demokrasi Indonesia

Perjuangan PDI – P

Kontruksi Citra

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Analisis Wacana

Theo Van Leeuwen Berita Harian

Kompas

(25)

18

diberitakan.28Baik itu berupa berita buruk dari kaum marjinal ataupun berita baik dari

kelompok penguasa.

Secara umum dalam analisis ini menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor

ditampilkan dalam pemberitaan. Pusat perhatiannya adalah sebagai berikut:

a. Exclusion

Dalam Exclusion dibahas apakah dalam berita ada kelompok atau aktor yang

dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dilakukan

untuk itu.29

b. Inclusion

Dalam Inclusion dibahas bagaimanakah masing-masing kelompok atau aktor

ditampilkan dalam suatu pemberitaan.30

H. Metode Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek

penelitian.Karena, metode disini berfungsi sebagai acuan dalam mengerjakan suatu penelitian

untuk mendapatkan hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan nantinya.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita

Politik Di Harian Kompas ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Artinya data yang

28

Ibid. hlm. 172.

29Ibid.,

hlm. 173.

30

(26)

19

digunakan merupakan data kualitatif ( data yang tidak terdiri atas angka-angka)31 melainkan

berupa pesan-pesan verbal( tulisan atau teks naskah) yang terdapat pada surat kabar harian

kompas edisi 20-22 September 2014 terkait Rakernas ke IV PDI-P di Semarang. Data-data akan

dianalisa menggunakan model analisis wacana yang diperkenalkan oleh Theo Van Leeuwen.

Data yang terkumpul berupa data deskriptif tentang pilihan kosakata dan tatabahasa yang

digunakan dalam teks.Data- data dikumpulkan, diseleksi dan dianalisa secara deskriptif.Data

kemudian disajikan, dideskripsikan dan diinterpretasikan sampai akhirnya dapat ditarik suatu

kesimpulan.

2. Unit Analisis

Subyek penelitiannya adalah media yang dijadikan study analisa yang dalam hal ini

adalah teks berita dalam harian kompas edisi 20- 22 September 2014 yang berkaitan dengan

Rakernas PDI-P.

Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah berkaitan dengan ilmu komunikasi

yaitu aspek wacana dari pemberitaan seputar Rakernas PDI-P. Sedangkan wilayah penelitian

yang dimaksud adalah karakteristik pembaca dari media yang dijadikan subyek penelitian.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dapat menjawab fokus penelitian.Peneliti menggunakan

data ini untuk mencari informasi tentang Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia

31

(27)

20

Perjuangan (PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas). Adapun yang menjadi data primer

adalah berita pada Kompas yang berhubungan dengan tema penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dapat mendukung data primer. Data sekunder dapat

diperoleh dari berbagai sumber bacaan lain, baik dari majalah buku ataupun apa saja yang

berkaitan dengan data primer. Peneliti menggunakan data ini untuk memperkuat data primer

sehingga data yang dikumpulkan dapat dipercaya.Adapun yang menjadi data sekunder adalah

data yang didapat dengan menggunakan buku-buku untuk mendukung teori serta mempelajari

dokumen, laporan dan naskah-naskah lain yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder

disini diperoleh melalui buku-buku, artikel, internet, dan sumber-sumber lain.

b. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu teks berita dalam harian kompas edisi 20-

22 September 2014 yang berkaitan dengan Rakernas PDI-P.Sedangkan sumber data sekunder

didapat dari sumber-sumber lain seperti buku umum, internet yang membantu peneliti dalam

melengkapi data.

4. Tahapan Penelitian

Dalam sebuah penelitian, dirasa sangatlah perlu untuk mengetahui tahap-tahap penelitian

yang dilalui dalam proses penelitian. Peneliti harus menyusun tahap-tahap penelitian yang lebih

sistematis demi didapatkannya hasil dari pada penelitian yang sistematis pula. Adapun

tahap-tahap penelitian tersebut antara lainnya:

(28)

21

Dengan berbagai macam melakukan pencarian dengan menjaring segala informasi; buku,

media massa (televisi, surat kabar, majalah, dll), serta cyber media (internet). Selain itu, peneliti

juga melakukan interaksi sosial dengan cara sharing kepada beberapa orang yang mana bagi

peneliti behwa pendapatnya telah merupakan representasi masyarakat, sehingga muncullah

sebuah topik yang menpunyai ketertarikan untuk dilakukan penelitian. Adapun topik yang

dijadikan bahan penelitian adalah strategi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI – P dalam

membangun citra nya di media massa khususnya di media cetak harian Kompas.

b. Menentukan Fokus Penelitian

Mengingatkan pada tujuan dari pada fokus penelitian ini, maka peneliti disini ingin

mengetahui Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DalamBerita

Politik Di Harian Kompas. Kemudian pada akhirnya peneliti mencoba untuk menentukan sebuah

fokus penelitian, yaitu bagaimanakah Konstruksi Citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

(PDI-P) DalamBerita Politik Di Harian Kompas itu di produksi. Dan hanya berfokus pada

strategi wacana yang dibuat untuk membangun citra dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

(PDI-P).

c. Alasan memilih topic

Alasannya adalah karena dalam pemberitaan seputar Rakernas Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan (PDI-P) ada isu wacana yang sedang di produksi dan sangat berpengaruh

terhadap bangunan citra dari PDI-P itu sendiri. Lebih dalam dari pada itu alas an memilih topic

ini untuk dijadikan sebagai bahan penelitian adalah berkaitan dengan berubah haluannya Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari partai oposisi menuju partai pemerintah dan tentu

membutuhkan strategi pencitraan dalam hal ini.

(29)

22

Karena memang diperlukan di dalam menimbang suatu data yang mana penentuan data

yang didasarkan pada aspek Branding, pencitraan, dan politik yang terkandung dalam harian

tersebut.Sebagai upaya peneliti untuk mendapatkan jawaban atau kesimpulan dari topik tersebut

maka peneliti di dalam penelitian kali ini mengolah data dengan menggunakan analisis wacana

kritis.

e. Tahap klasifikasi data

1. Identifikasi objek

Penelitian ini perlu adanya identifikasi objek, yaitu objek yang telah ditetapkan atau

ditentukan untuk menjadi fokus penelitian didalam penelitian terhadap harian Kompas yaitu kata

atau kalimat bahkan berita yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan PDI-P. Dalam

hal ini peneliti menentukan objek pada harian Kompas yang mengandung muatan atau

mempunyai keterwakilan tentangkontruksi citra Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

(PDI-P).

2. Alasan objek yang dipilih

Harian atau koran adalah merupakan bagian dari kajian komunikasi massa. Maka harian

mempunyai orientasi pesan komunikasi yang sebagai komunikannya adalah khalayak luas atau

pembaca harian tersebut.

Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick, 2001 bahwa “terdiri dari

surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of

values (pentebaran nilai) dan entertainment (hiburan).32

32

(30)

23

Di dalam bukunya Elvinaro dan Lukiati yang berjudul “komunikasi Massa: Suatu

Pengantar dijelaskan pada bab 5 tentang beberapa bentuk media massa yaitu antara lainnya :

Surat Kabar, majalah, Radio Siaran, Televisi, Film, Komputer dan Internet.33

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

dokumentasi.Sebab teknik-teknik yang lain tidak dapat dilaksanakan dalam penelitian analisis

teks media sebab penelitian ini bukan bersifat penelitian lapangan. Teknik dokumentasi

dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen resmi seperti: monografi, catatan-catatan serta

buku-buku yang ada.34 Peneliti akan memfokuskan pada pengumpulan dokumen guna

memproleh teks berita di harian Kompas yang menyangkut seputar pemberitaan tentang

RakernasPDI-P.

Dalam metode dokumentasi ini, satuan analisis yang digunakan adalah berkaitan dengan

tema. Parameter yang digunakan adalah dengan mencermati judul dan isi tulisan berita yang

disajikan oleh surat kabar harian Kompas. Pada Kompas edisi 20-22 September 2014 sebenarnya

terdapat lima berita yang berkaitan dengan kontruksi citra PDI-P Dalam kegiatan Rakernas IV,

namun setelah dilakukan seleksi terhadap berita-berita tersebut dengan memilih mana yang

termasuk kedalam berita atau tidak. Dari pemilihan tersebut dari lima berita terkait Rakernas IV

hanya ada dua berita yang dapat dijadikan sebagai data dalam penelitian ini.Hal ini disebabkan

karena tiga berita tersebut memiliki fokus pada pembangunan citra PDI-P.

Teks berita yang berhasil dikumpulkan sebagai berikut:

33

Ibid, hlm 97 - 147

34

(31)

24

a. Jangan Rebut Hak Rakyat ( Sabtu, 20 September 2014)

Berita ini berisikan dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap

situasi politik di Indonesia, dimana ada koalisi Partai yang menghendaki pemilihan kepala

Daerah melalui DPRD dengan kata lain pemilihan umum secara tidak langsung. Dengan adanya

sikap tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berketetapan tetap menjunjung

tinggi nilai – nilai reformasi yang salah satnya adalah pemilihan umum melalui rakyat, karena

dengan itu hak politik rakyat bisa digunakan dan sebagai bentuk hidupnya tatanan masyarakat,

Negara dan bangsa yang demokratis.

b. Atasi Krisis Pangan dan Energi ( Senin, 22 September 2014)

Pada teks berita ini, wacana berfokus terhadap sikap dari Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan (PDI-P) yang sangat mendukung sikap pemerintah untuk mengatasi krisis pangan

dan energi dari gangguan Mafia Migas. Hal ini ditunjukkan dengan sikap politik dari Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam Rakernas IV Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan (PDI-P) berharap agar pemerintah secepatnya mengatasi hal tersebut karena dapat

mengancam kedaulatan dan kemandirian bangsa. Selain itu juga membahas wacana perombakan

total terhadap politik pangan dan energi pemerintah dengan menata ulang politik pertanian dan

energi yang selama ini lebih menguntungkan pihak lain.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses pengaturan data dan mengorganisasikannya ke dalam

suatu pola, kategori atau satuan uraian yang membedakannya dengan penafsiran, yaitu

memberikan arti signifikan terhadap analisis, menjelaskan dan mencari hubungan antara

(32)

25

Data yang telah berhasil diperoleh, diusahakan untuk mencari makna yang terdapat dalam

data tersebut.Hal tersebut perlu dicatat makna, hubungan, dan lain-lain

Kemudian dicoba untuk diambil kesimpulan.Tetapi kesimpulan yang ada harus

diverifikasi terus menerus selama penelitian berlangsung.Selanjutnya data tersebut dianalisis

menggunakan analisis wacana Theo van Leeuwen. Yang mana kerangka analisisnya adalah

Tingkat Yang Ingin Dilihat

Ekslusi - Apakah ada aktor ( seseorang/

kelompok sosial) yang

dihilangkan atau disembunyikan

dalam pemberitaan.

- Bagaimana strategi yang

dilajukan untuk

menyembunyikan atau

menghilangkan aktor sosial

tersebut

Inklusi - Dari aktor sosial yang disebut

dalam berita, bagaimana mereka

ditampilkan dan dengan strategi

apa pemarjinalan atau

(33)

26

I. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam nantinya dalam laporan penelitiannya adalah

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan; yang terdiri dari konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi konsep,

kerangka pikir penelitian, metode penelitian, sistematika pembahasan, dan

jadwal penelitian.

BAB II :Kajian Teoritis; kajian pustaka dan kajian teori.

BAB III : Penyajian; deskripsi subyek penelitian dan deskripsi data penelitian.

BAB IV :Analisis Data; temuan penelitian dan konfirmasi temuan dengan teori.

(34)

1

BAB II

KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka

1. Komunikasi Massa a. Definisi Komunikasi massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner ( Rahmat,

2003: 188)1 komunikasi massa adalah pesan yang ingin di komunikasikan melalui media massa

pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu

harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu di sampaikan kepada khalayak

banyak, seperti rapat akbar di lapangan yang luas dan dihadiri ribuan atau bahkan puluhan ribu

orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu tidak dapat dikatakan komunikasi massa.

Media komunikasi yang tergolong media massa adalah radio siaran dan televise yang keduanya

dikenal sebagai media elektronik, sedangkan surat kabar dan majalah keduanya dikenal sebagai

media cetak. Serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.

Fungsi komunikasi massa secara umum antara lain memberikan hiburan kepada

khalayak. Namun ada fungsi yang tak kalah penting dari media massa yaitu meyakinkan atau

persuasi. Menurut Devito ( 1996), persuasi bisa datang dalam bentuk:

a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang.

b. Mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang.

c. Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan

d. Memperkenalkan etika dan menawarkan system nilai tertentu.

Mengukuhkan. Usaha untuk melakukan persuasi,kita pusatkan pada usaha mengubah

1

(35)

2

atau memperkuat sikap atau kepercayaan khalayak agar mereka bertindak dengan cara tertentu.

Kemudian mengubah dalam artian media akan mengubah orang yang tidak memihak pada suatu

masalah tertentu. Dan selanjutnya menggerakkan yang mana dalam dunia advertising, fungsi

terpenting media massa adalah menggerakkan konsumen untuk mengambil tindakan. Sedangkan

menawarkan etika berarti fungsi persuasi yang merupakan fungsi media massa yang lainnya

yaitu mengetikakan.

Selain manifest function dan latent function, setiap aktivitas sosial juga berfungsi

melahirkan (beiring function) fungsi-fungsi sosial lain, bahwa manusia memiliki kemampuan

beradaptasi yang sangat sempurna. Sehingga setiap fungsi sosial yang dianggap membahayakan

dirinya, maka ia akan mengubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Contohnya pemberantasan

korupsi yang dilakukan oleh pemerintah, disatu sisi adalah untuk membersihkan masyarakat dari

praktik korupsi, namun di sisi lain tindakan pemberantasan korupsi yang tidak diikuti dengan

perbaikan sistem justru akan menimbulkan ketakutan bagi aparatur pemerintah secara luas

tentang masa depan mereka karena merasa tindakannya selalu diawasi, ditakuti dan ditindak.

Tak adanya perbaikan sistem yang baik dan ketakutan justru akan melahirkan (beiring)

model-model korupsi baru yang lebih canggih.

Begitu pula dengan fungsi komunikasi media massa, sebagai aktivitas sosial masyarakat,

komunikasi media massa juga mengalami hal yang serupa. Seperti pemberitaan bahaya Tsunami

terhadap kehidupan masyarakat pantai. Di satu sisi pemberitaan tersebut adalah informasi

mengenai bagaimana masyarakat pantai dapat menghindari bahaya Tsunami ketika bencana itu

datang, tapi pemberitaan itu juga sekaligus menciptakan ketakutan dan kecemasan yang amat

(36)

3

buruk bagi orang-orang pegunungan yang akan merencanakan pindah tempat .

a) Fungsi pengawasan

Media massa merupakan sebuah medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan

terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan

kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk

aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti,

pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan melalui media massa dan

ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk kegiatan preventif agar masyarakat tidak

terjerumus dalam pengaruh narkoba. Sedangkan fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward

dan punishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. Medai massa dapat

memberi reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat

lainnya, namun sebagainya akan memberikan punishment apabila aktivitasnya tidak bermanfaat

bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat.

b) Fungsi social learning

Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan

pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan

pencerahan-pencerahan kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung.

Komunikasi massa itu dimaksukan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien

dan menyebar secara bersamaan di masyarakat secara luas. Fungsi komunikasi massa ini

merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi-fungsi paedogogi

yang dilaksanakan melalui komunikasi tatap muka, di mana karena sifatnya, maka fungsi

paedogogi hanya dapat berlangsung secara eksklusif antara individu tertentu saja.

(37)

4

Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, emiliki fungsi utama, yaitu menjadi

proses penyampaian informai kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan

informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat

sehingga fungsi informasi tercapai dalam waktu cepat dan singkat.

d) Fungsi transformasi budaya

Fungsi informatif adalah fungsi-fungsi yang bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain yang

lebih dinamis adalah fungsi transformasi budaya. Komunikasi massa sebagaimana difat-sifat

budaya massa, maka yang terpentin adalah komunikasi massa menjadi proses transormai budaya

yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang

dilakukan oleh media massa.

Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-fungsi

lainnya terutama fungsi social learning, akan tetapi fungsi transformasi budaya lebih kepada

tugasnya yang besar sebagai bagian dari bidaya global. Sebagaimana diketahui bahwa

perubahan-perubahan budaya yang disebabkan karena perkembangan telematika menjadi

perhatian utama semua masyarakat di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan untuk pendidikan

juga dapat dipergunakan untuk fungsi-fungsi lainnya, seperti politik, perdagangan, agama,

hukum, militer, dan sebagainya. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa komunikasi massa

memainkan peran penting dalam proses ini di mana hampir semua perkembangan telematika

mengikut-sertakan proses-proses komunikasi massa terutama dalam proses transformasi budaya.

e) Hiburan

Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan fungsi-fungsi lain,

komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komuniasi massa

(38)

5

merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Transformasi budaya yang dilaksanakan oleh

komunikasi massa mengikut-sertakan fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam fungsi

komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi media massa itu sendiri dan juga tidak

terlepas dari tujuan transformasi budaya. Dengan demikian, maka fungsi hiburan dari

komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya.

1. Konstruksi wacana dalam media cetak

Pendekatan kontruksionis mempunyai falsafah tersendiri dalam menilai bagaimana media

cetak, wartawan dan berita dilihat.2

Pertama, fakta atau peristiwa merupakan hasil konstruksi. Realitas hadir karena

dihasilkan oleh subjektif Wartawan. Tercipta dari sudut pandang tertentu dari wartawan.Realitas

atau peristiwa bisa berbeda-beda tergantung bagaimana konsepsi ketika realitas tersebut

dipahami oleh Wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Kedua, media sebagai agen konstruksi. Disini media berfungsi bukan sebagai saluran

yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan

keberpihakannya. Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.

Berita yang terdapat di dalam media bukan merupakan semata-mata gambaran dari realitas

peristiwa yang sebenarnya tetapi juga ada konstruksi dari media itu sendiri melalui berbagai

instrumen.

Ketiga, berita sebagai konstruksi realitas.Pandangan konstruksionis berpendapat bahwa

berita ibarat drama.Ia bukan menggambarkan realitas tetapi potret dari pertarungan antara

2

(39)

6

berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita adalah hasil dari konstruksi sosial

dimana berita selalu melibatkan pandangan ideology dan nilai-nilai kewartawanan.

Keempat, berita bersifat subjektif atau konstruksi terhadap realitas hasil kerja jurnalistik

tidak bisa dianggap dan dinilai dengan standar yang kaku.Hal ini terjadi karena berita adalah

produk konstruksi dan pemaknaan atas peristiwa. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa

saja berbeda sebab ukuran yang standard an baku tidak bisa dipakai. Kalau ada perbedaan antara

berita dan realitas yang sebenarnya maka hal tersebut bukan dianggap sebagai kesalahan akan

tetapi memang seperti demikian pemaknaan realitas.

Kelima, wartawan bukan pelapor.Dalam positivis Wartawan dapat menyajikan realitas

secara benar apabila wartawan tersebut professional. Wartawan yang professional bisa

menyingkirkan keberpihakannya sehingga apa yang diungkapkan adalah murni fakta bukan

penilaian, Wartawan murni melaporkan apa yang dilihat dilapangan. Dalam pandanga

konstruksionis Wartawan dianggap tidak dapat menyembunyikan pilihan moral dan

keberpihakan sebab Wartawan adalah ikut andil dalam bagian terbentuknya berita.Pandangan ini

juga melihat berita bukan produk individual akan tetapi bagian dari organisasi dan interaksi

antara Wartawan dengan medianya sehingga juga sebagai agen konstruksi karena Wartawan

tidak hanya melaporkan fakta tetapi juga mendefinisikan peristiwa.

Keenam, etika, pilihan moral dan keberpihakan Wartawan adalah bagian integral dalam

produksi berita.Berita mempunyai fungsi penjelas dalam menjelaskan fakta atau

realitas.Pandangan konstruksionis justru menilai bahwa etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak

mugkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya

(40)

7

nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu.Wartawan menulis berita bukan hanya

penjelas tetapi mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.

Ketujuh, khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.Pandangan positivis

melihat berita sebagai sesuatu yang objektif. Konsekuensinya apa yang diterima oleh khalayak

pembaca seharusnya sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat berita. Berita adalah tak

ubahnya sebagai pesan yang ditransmisikan dan dikirim kepada pembaca.Dengan pandangan ini

pihak pembuat berita adalah pihak aktif sedangkan penerima adalah pihak pasif. Pandangan

konstruksionis melihat khalayak sebagai subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang di abaca.

Komunikasi berlangsung hanya apabila ada kesepakatan dari semua pihak yang

terlibatkan, bahasa dan makna meniscayakan sebuah kerjasama antara yang membuat dan yang

menafsirkan.3

B. Kajian Teori 1. Analisis Wacana

Pada mulanya, bahasa Indonesia digunakan untuk mengacu pada bahan bacaan,

percakapan, tuturan. Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan.Pada

akhir-akhir ini, para ahli telah menyepakati bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang paling

besar yang digunakan dalam komunikasi.4

Istilah wacana dalam bahasa inggris yaitu discourse. Discourse berasal dari bahasa latin

discursus yang berarti kian kemari ( yang diturunkan dari dis- dari, dalam arah yang berbeda,

3 Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, ….., hlm. 21-22.

4

(41)

8

dan currere yang berarti lari). Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih

besar dari kalimat, atau ada yang mengartikan sebagai pembicaraan atau diskursus, dalam arti

yang lain wacana adalah komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau

pokok telaah.5Jadi wacana merupakan suatu runtutan kalimat yang mengandung makna

tersendiri.Dimana di dalam kalimat tersebut dapat digali dalam unsur-unsur klimat yang

memiliki kandungan makna yang tersembunyi.

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dengan

berbagai pengertian. Menurut pandangan kaumpositivisme- Empirisme analisis wacana

dimaksudkan untuk menggambarkan tata bahasa aturan kalimat, bahasa, dan pengertian

bersama.6 Sedangkan menurut pandangan kontruktivisme, aliran ini menolak pandangan

empirisme- positivism bahwa analisis wacana adalah upaya pengungkapan maksud tersembunyi

dari sang subjek yang mengungkapkan suatu pernyataan. Sementara itu pandangan kritis dalam

pandangannya mengenai analisis wacana, menurut Fair Claugh dan Wadok7, analisis wacana

adalah pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk praktik social, dalam

pandangan kritis tentang analisis wacana menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok social

yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing.

Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya dari analisis

wacana. Menurut Eriyanto, analisis wacana adalah studi mengenai bahasa atau pemakaian

bahasa.8 Sedangkan Alex Sobur,9 merangkum berbagai pendapat tentang analisis wacana adalah

5 Alex Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analis Semiotik, Dan Analisis Framing, ….., hlm. 9.

6

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm.4. 7

Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media,….., hlm.5 8

(42)

9

rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal ( Subyek) yang

disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan koheren, dibentuk oleh unsure segmental

maupun non segmental bahasa.

Dalam menyusun pemberitaan media selalu memiliki strategi untuk mengkomunikasikan

pesan atau pemberitaan yang ditampilkan, sebagai bentuk penjabaran dari ide yang sesuai

dengan kejadian nyata, karena itu wacana selalu di jadikan sarat untuk mendominasi dan

mendefinisikan pemahaman manusia tentang informasi yang ditampilkan.10

2. Model analisis wacana Theo Van Leeuwen

Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan

meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana.

Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu

peristiwa dan pemaknaanya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah, cenderung untuk

terus menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk.

Di sini, ada kaitan antara wacana dengan kekuasaan.Kekuasaan bukan hanya beroperasi

lewat jalur-jalur formal, hukum dan institusi Negaradengan kekuasaannya untuk melarang dan

menghukum tetapi juga beroperasi lewat serangkaian wacana untuk mendefinisikan sesuatu atau

suatu kelompok sebagai tidak benar atau buruk.

Salah satu agen terpenting dalam mendefinisikan suatu kelompok adalah media.Lewat

media pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk

9 Sobur,

Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing,…..,hlm.

4. 10

(43)

10

pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai sesuatu. Wacana yang dibuat oleh

media itu bisa jadimelegitimasi suatu hal atau kelompok dan mendeligitimasi dan

memarjinalkan kelompok lain. Theo Van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa kita

pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan actor- actor social ditampilkan dalam media, dan

bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang secara terus-menerus

dimarjinalkan.

Analisis Theo Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan

actor ( bisa seseorang maupun kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat

perhatian dalam hal ini, yaitu proses pengeluaran ( exlusion). Apakah dalam suatu teks berita ,

ada kelompok atau actor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, strategi wacana apa yang dipakai

untuk itu. Proses pengeluaran ini secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak

akan suatu isu dan melegitimasi akan pemahaman tertentu.

Kedua, proses pemasukan (inclusion).Kalau exlusion berkaitan dengan bagaimana

masing- masing pihak atau kelompok ditampilkan lewat pemberitaan, maka inclusion

berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok ditampilkan

lewat pemberitaan. Baik proses exlusion maupuninclusion tersebut menggunakan apa yang

disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi dan susunan bentuk

kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok direpresentasikan dalam teks.

Dibawah ini akan diuraikan persoalan tersebut satu per satu.

A. Exlusion

Ada beberapa strategi bagaimana suatu actor( seseorang atau kelompok) dikeluarkan

dalam pembicaraan. Diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:

(44)

11

Ekslusi adalah suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah

proses bagaimana suatu kelompok atau actor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pemberitaaan

atau wacana. Penghilangan actor social ini untuk melindungi dirinya. Menurut Theo Van

Leeuwen, kita perlu mengkritisi bagaimana masing-masing kelompok itu ditampilkan dalam

teks, apakah ada pihak atau actor yang dengan strategi wacana tertentu hilang dalam teks. Salah

satu cara klasik adalah dengan membuat kalimat dalam bentuk pasif. Lewat pemakaian kalimat

pasif, actor dapat tidak hadir dalam teks, sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam kalimat

berstruktur aktif.

2. Nominalisasi

Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau actor

social tertentu adalah lewat nominalisasi. Sesuai dengan namanya, strategi ini berhubungan

dengan mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Umumnya dengan memberi

imbuhan “ pe-an”. Kenapa nominalisasi dapat menghilangkan actor / subjek dalam

pemberitaan?Ini ada hubungannya dalam transformasi dari bentuk kalimat aktif. Dalam struktur

kalimat yang berbentuk aktif , selalu membutuhkan subyek. Kalimat aktif juga selalu berbentuk

kata kerja yang menunjukkan pada apa yang dilakukan (proses) oleh subjek.

Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada dasarnya adalah

dalam proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan/ kegiatan menjadi kata benda yang

bermakna peristiwa.

3. Penggantian anak kalimat

Penggantian subjek juga dapat dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus

(45)

12

B. Inclusion

Ada beberapa strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, seseorang, atau kelompok

ditampilkan dalam teks. Van leeuwen menjelaskannya demikian, yang akan diringkas sebagai

berikut:

1. Diferensiasi- Indiferensiasi

Suatu peristiwa atau seorang actor social bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri,

sebagai suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan

peristiwa atau actor lain dalam teks. Hadirnya(inclusion) peristiwa atau kelompok lain selain

yang di beritakan itu, menurut Van leeuwen, bisa jadi penanda yang baik bagaimana suatu

kelompok atau peristiwa direpresentasikan dalam teks. Penghadiran kelompok atau peristiwa lain

itu secara tidak langsung ingin menunjukkan bahwa kelompok itu tidak bagus dibandingkan

dengan kelompok lain. Ini merupakan strategi wacana bagaimana suatu kelompok disudutkan

dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang lebih dominan atau lebih

bagus.

Diferensiasi ini dalam wujudnya yang lain, sering kali menimbulkan prasangka tertentu.

Terutama dengan membuat garis batas antara pihak “ kita” dengan pihak “mereka”. Kita baik

sementara mereka buruk.Menurut Van leeuwen, penggambaran kita dan mereka adalah strategi

wacana tertentu untuk menampilkan kenyataan bagaimana lewat strategi wacana tertentu satu

kelompok dikucilkan, dimarjinalkan, dan dianggap buruk.

2. Objektivasi- Abstraksi

Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu

peristiwa atau actor sosial ditampilkan dengan memberikan petunjuk yang konkrit ataukah yang

(46)

13

membuat abstraksi, peristiwa atau actor yang sebenarnya secara kuantitatif berjumlah kecil

dengan abstraksi dikomunikasikan seakan berjumlah banyak.

Khalayak akan mempersepsikan lain antara yang disebut secara jelas dengan yang dibuat

dalam bentuk abstraksi. Penyebutan dalam bentuk abstraksi ini, menurut Van leeuwen sering kali

bukan disebabkan oleh ketidaktahuan wartawan mengenai informasi yang pasti, tetapi sering kali

lebih sebagai strategi wacana wartawan untuk menampilkan sesuatu.

3. Nominasi-Kategorisasi

Referensi

Dokumen terkait

Pandangan MUI NTB yang tidak menyalahkan intervensi Pemerintah provinsi NTB melalui SE Gubernur yang mengatur tentang batas usia minimal menjadi 21 tahun syarat usia menikah

Jika sampel yang diambil cukup representatif, inferensial (pengambilan keputusan) dan simpulan yang dibuat dari sampel dapat digunakan untuk menggambarkan

Identifikasi Dan Aplikasi Strain Azolla Asal Bondowoso Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah ( Oryza sativa L ) Fakultas Pertanian: Universitas Muhammadiyah

Salah satu campuran zat aktif yang sering digunakan adalah campuran pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl yang merupakan salah satu jenis kombinasi dalam formula sediaan

Kandungan LK yang diperoleh dari penelitian ini pada kisaran normal yaitu antara 2,699% - 3,391%, sesuai dengan pendapat Haryanto (2012) yang menyatakan bahwa

Berdasarkan hasil analisis MANOVA dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh variabel karakteristik UKM alas kaki (skala, usia, jenis produk) tidak memberi

Bagi penggunaan peta minda, pelajar tidak menghadapi masalah untuk membuat keputusan memilih templet yang paling sesuai untuk menghasilkan nota berbanding penggunaan alat

1) Kegiatan penilaian surat masuk sebenarnya sudah mulai dilaksanakan pada tahap pencatatan, yaitu pada waktu menilai sementara apakah surat masuk termasuk yang