• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Gugus Ki Hajar Dewantoro Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang T2 942009010 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada Gugus Ki Hajar Dewantoro Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang T2 942009010 BAB II"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II

Landasan Teori

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka bagian ini dibahas beberapa teori yang relevan sebagai dasar kerangka rasional untuk kegiatan analisis data.

A.

Konsep, Prinsip dan Pelaksanaan MBS

1. Pengertian Manajemen

(2)

di sekolah, kegiatan manajemen dalam bentuk penataan yang meliputi mengatur, memimpin, mengelola, meren-canakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya yang terdiri dari pendidik, peserta didik, dan pemakai jasa pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Proses manajemen dalam pendidikan berhubungan dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetap-kan. Tujuan yang dimaksud meliputi tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Secara mendasar pelaksanaan manajemen tidak dapat dilepas-kan dari fungsi manajemen. Sagala (2009:56), menyebut-kan fungsi-fungsi manajemen terdiri dari proses perenca-naan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian. Dengan manajemen yang sehat, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan efektif, efisien dan optimal. Dari beberapa pengertian manajemen di atas dapat disimpulkan manajemen adalah penataan organi-sasi dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksa-naan, pengendalian, monitoring untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

2. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

(3)

sekolah dalam mengelola sumberdaya dengan mengalo-kasikan dana sesuai dengan prioritas program serta lebih tanggap terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat. Proses ini perlu didukung sistem manajerial skill, informatical skill dan kerjasama dari masyarakat.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, “manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan pendidik dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”. Peran kepala sekolah, pendidik dan Komite sekolah menjadi sangat penting dalam proses MBS dalam menyusun rencana dan pengembangan untuk mewujudkan tujuan sekolah.

(4)

nama Komite Sekolah. Instrumen yang lain, menurut Dr JC Tukiman Taruna sebagaimana dikutip Kusmanto (2004), adalah:

”implementasi MBS secara ideal mensyaratkan beberapa hal yaitu (1) peningkatan kualitas mana-jemen sekolah yang terlihat melalui transparansi keuangan, perencanaan partisipatif, dan tanggung-gugat (akuntabilitas), (2) peningkatan pembelajaran melalui PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan), dan (3) peningkatan peranserta masyarakat melalui intensitas kepedulian masyarakat terhadap sekolah”

Kegiatan pengelolaan tersebut memerlukan peran aktif, kreatif dari para pendidik dalam rangka mencipta-kan proses pembelajaran yang menarik dan menyenang-kan bagi pesera didik dalam mencapai penguasaan kompetensi. Semua perlu didukung adanya keikutserta-an masyarakat dalam meningkatkkeikutserta-an kualitas pendidikkeikutserta-an di sekolah. Upaya yang ditempuh adalah penerapan konsep manajemen yang memberikan pemberdayaan.

(5)

3. Prinsip-prinsip MBS

Berdasarkan panduan MBS untuk sekolah dasar, terdapat sepuluh prinsip MBS. Prinsi-prinsip tersebut adalah:

a. Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan sumber daya manusia di sekolah dan masyarakat (kepala sekolah, pendidik, siswa, dan tokoh masyarakat). b. Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah

dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat.

c. Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis

sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah.

d. Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua kompo-nen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan.

e. Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan mana-jemen berbasis sekolah dapat dipertanggung-jawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.

f. Demokratis artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat.

g. Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan.

h. Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu.

i. Pencapaian standar pelayanan minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan.

j. Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh pendidikan yang sama. (Depdiknas 2001:6-7)

(6)

percaya antara keduanya. Adanya kerja sama dan rasa ercaya dari masyarakat dapat meningkatkan kebersa-maan dan kinerja sekolah. Pada sisi lain, sekolah dituntut untuk mampu berkreasi melalui prakarsa-prakarsa yang membangkitkan kreatifitas sumber daya sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah. Kreatifitas dari sekolah diharapkan dapat mencapai kemandirian dalam upaya meningkatkan mutu sekolah berdasarkan stándar pelayanan yang telah ditentukan.

Dalam praktik pelaksanaan di sekolah, prinsip di atas dimaksudkan untuk memenuhi tercapainya stándar pelayanan minimal. Namun, pada dasarnya untuk memenuhi standar pelayanan yang ditentukan, diperlukan tata kelola sekolah yang baik yang meliputi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat (Depdiknas 2006). Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah pada prinsip tata kelola tersebut.

(7)

Transparansi menunjuk pada suatu kondisi di mana setiap orang mudah memperoleh informasi dari kegiatan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan oleh sekolah. Disebutkan selanjutnya, dalam konteks pendidikan, istilah transparansi sangatlah jelas yaitu kepolosan, apa adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik tentang apa yang dikerjakan oleh sekolah. Ini berarti bahwa sekolah harus memberikan informasi yang benar kepada publik.

Transparansi pengelolaan yang dilaksanakan oleh sekolah meliputi: a. Pengelolaan keuangan, keterbukaan dalam pendapatan dan belanja sekolah baik dari peme-rintah, donor maupun sumber sumber lain; b. Pengelo-laan staf/personalia: kebutuhan ketenagaan, kualifikasi, kemampuan dan kelemahan, kebutuhan pengembangan professional; c. Pengelolaan kurikulum, termasuk keterbukaan dalam hal prestasi dan kinerja siswa, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan kurikulum, visi, misi, dan program peningkatan mutu pendidikan.

(8)

Bentuk transparansi terlihat dari kemudahan berbagai pihak dalam mengakses informasi sekolah. Beberapa informasi program dan keuangan mudah diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa pada tempat tertentu yang disediakan oleh sekolah. Misalnya dengan adanya papan transparansi yang menyajikan informasi RKAS, rangkuman penggunaan dana, prestasi yang diperoleh sekolah, foto-foto kegiatan yang dilaksanakan sekolah.

Gambar 2.1 Bentuk transparasi kepada publik,

www.mgp’be.depdiknas.go.id

(9)

dan prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada publik; c) mengupayakan peraturan yang menjamin hak publik untuk memperoleh informasi .

Bentuk-bentuk usaha yang ditempuh dapat melalui jalur media tertulis (brosur, leaflet, newsletter, pengumuman melalui surat kabar) maupun media elektronik (radio, televisi local, website, email). Meningkatnya transparansi manajemen dapat menciptakan kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari publik kepada sekolah.

Keberhasilan transparansi pengelolaan sekolah ditandai dengan beberapa indikator tertentu. Menurut Kemendiknas (2010), indikator keberhasilan transpa-ransi adalah sebagai berikut: (1) meningkatnya keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah bersih dan wibawa, (2) meningkatnya partisipasi publik terhadap penyelenggaraan sekolah, (3) bertambahnya wawasan dan pengetahuan publik terhadap penyelenggaraan sekolah, dan (4) ber-kurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di sekolah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi dalam MBS adalah keadaan dimana semua pihak yang terkait dalam pendidikan (pemerintah, Kepala Sekolah, Pendidik, Orang tua, Masyarakat) dapat dengan mudah dalam memperoleh informasi tentang proses penyelenggaraan sekolah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai.

(10)

penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggjawaban (Kemendiknas 2010). Bentuk pertanggungjawaban sekolah kepada publik adalah melaporkan hasil yang telah dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu berdasarkan target yang telah dicanangkan. Pelaporan hasil kinerja sekolah termasuk keberhasilan dan kegagalan dari program sekolah.

Pertangungjawaban sekolah terhadap publik secara transparan akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan publik terhadap layanan yang diseleng-garakan oleh sekolah. Dengan akuntabilitas yang tinggi akan mendorong terciptanya kinerja sekolah yang baik dan terpercaya. Lain dari pada itu, u n t u k mengikut-sertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.

Keberhasilan akuntabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator berikut: (a) meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah, (b) tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, (c) berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah, dan (d) meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat

(11)

terkait dengan penyelenggaraan sekolah tentang keberhasilan dan kegagalan dari program sekolah.

c. Partisipasi. Dalam modul pelatihan MBS

(Kemendiknas 2010) disebutkan bahwa partisipasi adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengevaluasian pendidikan sekolah

(12)

stake-holders menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, pelaksanaan, pengawasan/evaluasi yang menyangkut kepentingan sekolah, baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung.

Keberhasilan peningkatan partisipasi stake-holders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat diketahui melalui beberapa indikator berikut:

(1) Kontribusi/dedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa (pemikiran, keterampilan), finan-sial, moral, dan material/barang.

(2) Meningkatnya kepercayaan stakeholders kepada

sekolah, terutama menyangkut kewibawaan dan kebersihan.

(3) Meningkatnya tanggungjawab stakeholders

terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

(4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas

masukan (kritik dan saran) untuk pening-katan mutu pendidikan.

(5) Meningkatnya kepedulian Stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.

(6) Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar mengekspresikan aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan. (Kemendiknas 2010).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan stakeholders (Warga sekolah dan masyarakat) secara aktif terlibat di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan tindak lanjut atas peyelenggaraan sekolah.

4. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

(13)

Berbasis Sekolah menurut Depdiknas (2006:13), “untuk

meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian

kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik, yakni peningkatan partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkat-an efisiensi diperoleh melalui keleluasaPeningkat-an mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif (Mulyasa 2006).

Depdiknas (2001), menjabarkan tujuan Manaje-men Berbasis Sekolah adalah:

a. meningkatkan mutu pendidikan melalui

keman-dirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia

b. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan

masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama

c. meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada

orangtua, masyarakat, pemerintah tentang mutu sekolah

d. meningkatkan kompetisi yang sehat antar

seko-lah tentang mutu sekoseko-lah yang dicapai

(14)

sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas dan efisiensi, serta akuntabilitas. Hal ini dipertegas dalam pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut untuk mencapai tujuan tertentu sebagai berikut:

1) MBS bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil (output) dan outcome bukan hanya pada metodologi atau prosesnya. Mutu dan relevansi dapat dipandang sebagai satu kesatuan substansi, artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan berbagai kebutuhan. Namun apabila dipandang sebagai terpisah, maka mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (lulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan, termasuk juga ranah pendidikan yang tidak diujikan.

(15)

memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan yang memungkinkan masing-masing anak berkembang secara optimal. Sungguhpun antara sekolah harus saling berpacu prestasi, tetapi setiap sekolah harus melayani setiap anak, dan secara keseluruhan sekolah harus mencapai standar kompetensi minimal bagi setiap anak yang lulus. Keadilan ini begitu penting, sehingga para ahli sekolah efektif menyingkat tujuan sekolah efektif adalah mutu (quality) dan keadilan (equity).

(16)

digunakan dalam proses) dibandingkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa).

4) MBS bertujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen semua stake holders. Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas semua yang dikerjakan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Pertanggungjawaban sekolah dalam MBS ditujukan kepada semua pihak yang terdiri dari pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat dan stake holder sekolah.

Pelaksanaan MBS memerlukan kondisi tertentu sebagai syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Persyaratan yang harus ada dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah meliputi personil sekolah, kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat, adanya upaya pembaharuan dari sekolah, lingkungan yang mendukung penyelenggaraan sekolah, dan transparansi.

Personal sekolah sebagai aktor pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah terdiri dari Kepala Sekolah, Pendidik, Karyawan, Komite Sekolah. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah memerlukan pimpinan seorang Kepala Sekolah yang visioner, berpandangan jauh ke depan dengan mengupayakan kegiatan yang dirancang sekolah bertolak pada visi dan misi sekolah. Kepala Sekolah yang berpandangan ke depan selalu berusaha untuk mencurahkan segala upaya mengarah pada pencapaian mutu sekolah.

(17)

1. Adanya dukungan dari pihak-pihak yang berke-pentingan ( Stake Holders ), seperti masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

2. Lembaga pendidikan memiliki kemampuan

pembaharuan

3. Proses pendidikan mampu memberikan nilai

tambah bagi masyarakat

4. Pelayanan pendidikan dapat mengembangkan

potensi anak secara maksimal dengan memper-hatikan keberadaan individu siswa

5. Lingkungan sosial sekolah mendukung

pencapaian visinya

6. Potensi sumberdaya sekolah dan masyarakat

mendukung tercapainya target yang ditetapkan.

Adanya dukungan menunjukkan tangggung jawab bersama terhadap kesuksesan MBS. Dukungan itu menunjukkan keterlibatan beberapa pihak secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan mutu pendidikan yang merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan. Dukungan terhadap pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dapat berbentuk tenaga, pikiran maupun finansial (bantuan keuangan atau sarana pendidikan)

Di samping dukungan, untuk mencapai sukses MBS diperlukan visi sekolah, pembagian tugas dan wewenang yang jelas, adanya kemauan untuk mengembangkan pengetahuan, pengumpulan informasi untuk kemajuan sekolah. Upaya-upaya tersebut menjadi bagian penting dalam mencapai kesuksesan MBS. Dalam hal ini Briggs dan Wohlstetter (1999), mengemukakan delapan kunci sukses MBS sebagai berikut:

1. A vision focused on teaching and learning that is coordinated with student performance standards.

2. Decision-making authority used to change the core areas of schooling.

(18)

4. The development of teachers’ knowledge and skills that is oriented toward change, a professional learning community and shared knowledge.

5. Mechanisms for collecting and communicating information related to school priorities

6. Monetary and non-monetary rewards to

acknowledge progress toward school goals

7. Shared school leadership among administra-tors

and teachers

8. Resources from outside the school

(usc.edudepteducationcegovpublicationsbriggsand wohlstettr1999.pdf)

Visi sekolah membimbing staf sekolah menetap-kan arah dan tujuan serta dapat menuntun dalam membuat harapan yang tinggi untuk prestasi akademik, wewenang untuk mengambil keputusan yang meliputi bidang anggaran, kurikulum, dan tenaga, menggunakan otoritas untuk membuat perubahan yang berarti dalam proses pembelajaran. Meskipun demikian, dalam hal penentuan prioritas, anggaran sering kali menjadi peluang timbulnya hambatan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan ke arah perubahan yang dapat diterima sekolah, adanya pembagian tugas yang memungkinkan terciptanya kepemimpinan bersama antara kepala sekolah dan pendidik dalam rangka memanfaatkan sumber daya di luar sekolah harus mampu menciptakan adanya transparansi. Transparansi dalam manajemen sekolah diarahkan pada pengelolaan sekolah yang dilaksanakan secara nyata dan jelas dengan mengutamakan input, proses, dan output.

(19)

(2009), menyebutkan indikator keberhasilan MBS sebagai berikut:

1. Partisipasi masyarakat diwadahi melalu Komite

Sekolah

2. Transparansi pengelolaan (program dan anggaran)

3. Program sekolah realistik-need assessment

4. Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi

sekolah

5. Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawat

6. Iklim sekolah kondusif

7. Berorientasi mutu, penciptaan budaya mutu

8. Meningkatnya kinerja profesional kepala sekolah

dan pendidik

9. Kepemimpinan sekolah berkembang demokratis-

policy and decision making, planning and programming

10. Upaya memenuhi fasilitas pendukung KBM meningkat

11. Kesejahteraan pendidik meningkat

12. Pelayanan berorientasi pada siswa/murid. 13. Budaya konformitas dalam pengelolaan

(http://www.scribd.com/doc/17826381/Manajem en-Berbasis-n)

B. Kepemimpinan Dalam MBS

Sebagaimana prinsip MBS dalam pengambilan keputusan secara demokratis, diperlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan, pengetahuan, keterampilan manajerial yang mampu mewujudkan perubahan dalam mencapai tujuan sekolah. Oleh karena itu diperlukan kepemimpinan yang mendukung pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut dibahas beberapa hal yang berhubungan dengan kepemimpinan.

1. Pengertian Kepemimpinan

(20)

mengge-rakkan, dan membimbing perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain, agar terdorong mengembangkan kreatifitas dan inisiatif dalam melaksanakan kegiatan terarah pada pencapaian tujuan”. Menurut pengertian tersebut, sebagai pemimpin harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat pada karyawan untuk berkreasi dan berinisiatif mengembangkan prakarsa dalam bekerja. Kepala Sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan harus mampu memotivasi para pendidik, karyawan, dan peserta didik untuk melaksa-nakan tugas masing-masing dengan daya kreatifitas dan inisiatif yang tinggi. Kepala sekolah harus mampu mendorong, mengarahkan, membimbing sumberdaya manusia yang dimilikinya dalam rangka pencapaian tujuan sekolah, serta memanfaatkan sarana yang dimiliki secara optimal. Tumbuhnya motivasi pada sumberdaya yang dimiliki sekolah diarahkan untuk meningkatkan kinerja sekolah dalam rangka efektivitas MBS.

2. Gaya Kepemimpinan

(21)

berang-gapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin tidak harus memiliki bakat, tetapi dengan melalui proses pembelajaran dan untuk itu semua orang dapat menjadi pemimpin. Termasuk dalam kategori ini adalah kepe-mimpinan transformasional dimana dalam membangkit-kan komitmen pengikutnya saling membangun nilai, visi dan misi organisasi untuk mewujudkan tujuan. Nurkolis (2005:172), menyebutkan Kepemimpinan transformasio-nal mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara: (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuh-an-kebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe pemimpin ini berusaha melakukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Pemimpin tranformasional berani melakukan perubahan, bekerja keras, mengembangkan semangat kebersamaan, motivasi untuk maju dan disiplin, mampu memunculkan sense of belonging, rasa aman, memba-ngun keyakinan pengikutnya bahwa aspirasi dan kepen-tinganya akan terpenuhi serta berorientasi ke masa datang.

Pelaksanaan MBS dapat berjalan secara efektif jika didukung oleh pemimpin yang mampu menunjukkan efektivitas organisasi. Untuk itu dibutuhkan seorang pemimpin yang efektif. Peter F Drucker (Wiryana 2000:5), mengemukakan pemimpin yang efektif memiliki perilaku yang sama yaitu :

1. Mereka tidak bertanya ”Apa yang saya

(22)

2. Mereka bertanya,” Apa yang dapat dan harus saya lakukan untuk membuat perbedaan?”

3. Mereka selalu bertanya,” Apa misi dan tujuan

organisasi?”

4. Mereka mempunyai toleransi yang kuat terhadap

kebutuhan orang, tetapi sangat tidak toleransi bila berkaitan dengan kinerja, standar dan nilai-nilai seseorang

5. Mereka tidak takut kepada kekuatan yang dimiliki

rekan-rekannya

6. Mereka memiliki keyakinan diri bahwa diri

mereka adalah tipe orang yang dihormati dan dipercaya. Dengan demikian mereka memper-kuat diri untuk tidak melakukan hal-hal yang populer tetapi tidak benar.

Pemimpin yang demikian merupakan figur seorang pemimpin yang mengedepankan kepentingan organisasi, disiplin yang tinggi, pencapaian mutu. Pemimpin yang efektif memusatkan pekerjaan kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan memberdayakan kekuatan yang dimiliki-nya untuk mencapai kemajuan melalui usaha-usaha yang nyata.

Berdasarkan pembahasan di atas, seorang pemim-pin dalam MBS harus memiliki kemampuan manajerial dalam menyusun program dan mengambil keputusan untuk keberlangsungan proses pembelajaran, dapat memberi teladan dalam perbuatan, perkataan, disiplin, kejujuran, pembuatan administrasi, tanggung jawab melaksanakan tugas, serta menciptakan kerjasama dengan berbagai pihak untuk peningkatan mutu pendidikan sekolah.

C. Pilar MBS

(23)

1. Transparansi Manajemen

Transparansi manajemen merupakan hal men-dasar dalam pelaksanaan MBS. Sebagaimana telah diuraikan di depan, maka transparansi tidak dibahas lagi pada bagian ini.

2. Pembelajaran PAKEM

a. Pengertian PAKEM. Bagian lain dari pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah adalah adanya proses pembelajaan yang aktif, kreatif, efektif dan menyenang-kan yang sering disebut dengan pembelajaran model PAKEM. PAKEM merupakan singkatan dari Pembe-lajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah PAKEM berubah menjadi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

Masjudi (2001), menyebutkan Pembelajaran yang ”aktif dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran pendidik harus menciptakan suasana yang menuntun siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan”. Kreatif dimaksudkan pendidik menciptakan kegiatan belajar mengajar yang beragam yang dapat membangun kreatifitas peserta didik, peserta didik mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Efektif yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai setelah pembelajaran berlangsung, menyenangkan berarti tercipta suasana belajar mengajar yang membuat peserta didik senang dan memusatkan perhatiannya secara penuh pada pelajaran

(24)

metode tertentu dan berbagai media pengajaran dengan penataan lingkungan sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para peserta didik merasa tertarik untuk melaksanakan kegiatan belajar, mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Melalui PAKEM juga memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang beragam dalam mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilan sendiri, tidak semata-mata “disuapi” pendidik. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk mene-rapkan PAKEM, adalah: 1) metode ceramah bervariasi, 2) metode diskusi; 3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi.

Peralihan pendekatan kepada PAKEM bukannya tanpa dasar. Shadiq sebagaimana dikutip oleh Setiawan (2004), menyebutkan PAIKEM dikembangkan didasarkan kepada :

a. Peralihan dari belajar perorangan (individual

learning)ke belajar bersama (cooperative learning);

b. Peralihan dari belajar dengan cara menghafal (rote

learning) ke belajar untuk memahami (learning for

understanding);

c. Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan

(knowledge-transmitted) ke bentuk interaktif,

keterampilan proses dan pemecahan masalah;

d. Peralihan paradigma dari pendidik mengajar ke

siswa belajar;

e. Beralihnya bentuk evaluasi tradisional ke bentuk

authentic assessment seperti portofolio, proyek,

laporan siswa, atau penampilan siswa

(25)

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.

Dalam pembelajaran PAKEM, peserta didik dan pendidik aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan masing-masing tercermin sebagai berikut: Peserta didik aktif membangun konsep bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan, dan melakukan kegiatan. Pendidik aktif memantau kegiatan belajar peserta didik, memberikan umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan mempertanyakan gagasan peserta didik. Kreativitas peserta didik tercermin dalam kegiatan Merancang (membuat sesuatu), Menulis (mengarang). Pendidik kreatif: mengembangkan kegiatan yang menarik dan beragam, membuat alat bantu belajar, memanfaatkan lingkungan. Peserta didik dapat menca-pai kompetensi yang diharapkan dan berani mencoba (berbuat), bertanya, mengemukakan pendapat/gagasan, mempertanyakan gagasan orang lain. Pembelajar-an tidak membuat anak takut; takut salah, takut ditertawakan, takut dianggap sepele, dan takut bertanya.

b. Karakteristik PAKEM. Pendekatan PAKEM memiliki

karakteristik yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Syah dan Kariadinata (2009), menyebutkan PAKEM memiliki karakteristik sebagai berikut:

(26)

c. Belajar yang berorientasi pada tecapainya kemampuan tertentu (competecy-based learning) d. Belajar secara tuntas (mastery learning)

e. Belajar secara berkesinambungan (continuous

learning)

f. Belajar sesuai dengan ke-kini-an dan ke- di sini-an (contextual learning)

Pembelajaran student-centered memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menjadi fokus dalam pembelajaran, sedangkan pendidik berperan sebagai fasilitator. Peserta didik aktif mencari, menemukan, menganalisa dan menarik kesimpulan dari materi pembelajaran. Peserta didik mengontrol pembelajaran dan menghasilkan karya sendiri, tidak hanya mengutip penjelasan pendidik dengan fasilitator pendidik. Sebagai fasilitator, pendidik mengupayakan berbagai cara secara kreatif dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan peserta didik didorong untuk mengembangkan kreativitas dalam berinteraksi antar teman, pendidik, materi pembelajaran dan berbagai alat bantu pembelajaran, untuk meningkatkan hasil pembelajaran.

Dengan demikian PAKEM merupakan pendekatan pembelajaran dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pendidik secara aktif dan kreatif menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, menantang kepada peserta didik untuk secara aktif mengembangkan kreatifitas dengan berbagai alat bantu pembelajaran untuk meningkatkan hasil pembelajaran. 3. Peranserta Masyarakat.

(27)

(sekolah), baik dalam bentuk gagasan dan pemikiran, partisipasi langsung dalam kegiatan pendidikan, maupun dalam bentuk bantuan peralatan dan keuangan. Peran serata masyarakat merupakan salah satu ujud dari prinsip “partisipasi”. Peranserta masyara-kat diperlukan untuk peningmasyara-katan mutu layanan pendidikan dalam upaya menciptakan kondisi sekolah dapat memenuhi standar minimal dan peningkatan mutu pendidikan. Dalam kerangka MBS, ada dua institusi yang menjadi ujung tombak pelakasnaan MBS yaitu Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kedua institusi dianggap sebagai perwakilan partisipasi masyarakat dalam pendidikan (sekolah). Dirjen Dikdasmen (2002), menyebutkan:

”Untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah ada di tingkat satuan pendidikan.”

(28)

kebijakan operasional dan program pendidikan. Pemben-tukan Komite Sekolah bertujuan a. membantu kelancar-an penyelenggarakelancar-an pendidikkelancar-an di sekolah; b. Meme-lihara, meningkatkan dan mengembangkan sekolah; c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penyeleng-garaan pendidikan di sekolah; d. Menjembatani antara sekolah dengan masyarakat.

Anggota Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat, termasuk dewan pendidik, yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Dunia Usaha. Komite Sekolah sendiri sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang dan jumlahnya harus gasal. Meskipun komite sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, keduanya tetap sebagai mitra yang harus saling bekerjasama. Kerjasama sekolah dengan komite merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat baik secara individual maupun organisasi dengan prinsip sukarela, saling menguntungkan dan memiliki kepentingan bersama dalam suatu wadah guna membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Kerjasama tersebut bertujuan mendayagunakan potensi masyarakat dalam membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Kerjasama antara sekolah dengan komite sekolah akan tercapai apabila masing-masing melaksanakan tugas sesuai dengan fungsinya. Komite Sekolah berfungsi sebagai berikut:

(29)

2. mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

3. melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorang-an/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

4. menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntut-an, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;

5. memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomen-dasi kepada sekolah mengenai:

a. kebijakan dan program pendidikan;

b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);

c. kriteria kinerja satuan pendidikan; d. kriteria tenaga kependidikan;

e. kriteria fasilitas pendidikan; dan

f. hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;

6. mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendu mendukung pening-katan mutu dan pemerataan pendidikan;

7. menggalang dana masyarakat dalam rangka pem-biayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

8. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, penyelengga-raan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

(30)

sekolah melalui lembaga komite sekolah dengan peran sebagai Advisory Agency (pemberi pertimbangan) dalam penentuan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; Supporting Agency (Pendukung) baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyeleng-garaan pendidikan di satuan pendidikan; Controlling Agency (Pengontrol) dalam transparansi dan akuntabi-litas penyelengaraan pendidikan dan keluaran pen-didikan di satuan penpen-didikan; dan Mediator antara sekolah dan masyarakat di satuan pendidikan.

D.

Kinerja Pendidik

Dalam bahasa Inggris istilah kinerja adalah performance. Performance merupakan kata benda. Bentuknya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan. Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi berdasarkan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan moral maupun etika.

Menurut Mangkunegara (2001:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang.

(31)

pokok yang diembankan kepadanya”. Tugas pokok yang dilaksanakan seseorang bergantung dari bidang tugas yang diembannya. Masing-masing bidang terdiri tugas pokok yang berbeda. Dari dua pengertian tersebut, kinerja menunjuk pada sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas yang dilakukan seseorang dalam suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar yang tertentu. Standar yang dipergunakan seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggung-jawaban atau akuntabilitas manajemen.

Kinerja pendidik dalam melaksanakan tugas pokoknya tercermin pada hasil dari proses pembelajar-an. Tugas pokok pendidik sebagaimana disebutkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 adalah ”Sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dalam satu minggu, mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajar-an, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembe-lajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan”.

(32)

Sedangkan unsur penunjang terdiri dari pengabdian masyarakat, kegiatan pendukung pendidikan dan keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah. Refleksi kemampuan dalam melaksanakan tugas pokoknya tercermin secara kualitas dan kuantitas dalam bentuk hasil kerja. Kinerja yang dilakukan seseorang dipenga-ruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mathis dan Jackson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. kemampuan mereka, 2. Motivasi, 3. Dukungan yang diterima, 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5. Hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpul-kan bahwa Kinerja pendidik dapat diartidisimpul-kan sebagai kualitas dan kuantitas yang berkaitan dengan prestasi kerja pendidik, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa, yang tercermin di dalam pelaksanaan pembelajaran yang meliputi penyusunan program, penyajian program, pelaksanaan evalusasi, analisis hasil evaluasi, dan perbaikan dan pengayaan.

Berkaitan dengan kinerja pendidik di dalam melaksanakan tugas pokok sehari-hari, rincian kegiatan Pendidik Kelas menurut Peraturan Mentri Pendaya-gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 16/2009 adalah sebagai berikut:

a. menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;

b. menyusun silabus pembelajaran;

c. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; d. melaksanakan kegiatan pembelajaran;

e. menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran; f. menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar

(33)

g. menganalisis hasil penilaian pembelajaran;

h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan penga-yaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;

i. melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;

j. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;

k. membimbing pendidik pemula dalam program

induksi;

l. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;

m. melaksanakan pengembangan diri; n. melaksanakan publikasi ilmiah; dan o. membuat karya inovatif.

Kinerja pendidik dinilai dari seberapa besar kegiatan pendidik dalam melaksanakan unsur utama dan unsur penunjang. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan Setyawan 1999). Kemampuan pendidik dalam unsur utama dan unsur penunjang sebagai berikut:

a. Kemampuan Menyusun dan Merencanakan Program Pembelajaran

(34)

disusun dalam bentuk silabus. Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompe-tensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Materi pembelajaran tersedia dalam kurikulum yang dipergunakan sebagai pedoman pendidik yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Materi pembelajaran disusun berdasarkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Hasil Belajar, Alokasi waktu, Media Pembelajaran, Evaluasi. Penyusunan materi pembelajaran disesuaikan dari yang paling mudah sampai yang paling sulit, dari yang sederhana sampai yang rumit, berdasarkan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh peserta didik.

b. Kemampuan Menyajikan Program Pembelajaran

(35)

berda-sarkan prinsip-prinsip tertentu. Disebutkan lebih lanjut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut:

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik;

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik. Proses

pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis

proses pembelajaran dirancang untuk mengem-bangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. RPP

memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

5. Keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan

memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaan, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerap-an teknologi informasi dpenerap-an komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

(36)

Perumusan tujuan pembelajaran harus memper-hatikan beberapa hal: a) Perumusan tujuan pembelajar-an khusus harus bersifat operasional; b) Dapat mengu-kur apa yang harus diumengu-kur; c) Perumusannya mengandung unsur A (audience) adalah siswa peserta didik, B (behavior) adalah perubahan tingkah laku setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran, C (Condition) adalah situasi yang dimungkinkan, dan D (Degree) adalah tingkatan kemampuan intelektual.

Akan tetapi dalam praktiknya masih banyak para pendidik dalam merumuskan tujuan belum memperha-tikan teknik tersebut Salah satu unsur perumusan tujuan terkadang dilalaikan oleh akibatnya, terjadi hasil pembelajaran yang dicapai sering tidak sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik meliputi Kegiatan Pendahuluan dan Kegiatan Inti. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menan-tang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pelaksanaannya meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (Permendiknas No.41/2007).

(37)

menerapkan prinsip alam takambang jadi pendidik dan belajar dari aneka sumber; mempergunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain. Pendidik memfasilitasi peserta didik agar terjadi interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik, lingkungan dan sumber belajar sehingga aktivitas peserta didik nampak dalam melaksanakan berbagai percobaan di dalam maupun di luar laboratorium.

Kegiatan elaboratif dilaksanakan dengan tujuan untuk membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermak-na; memfasilitasi peserta didik untuk memunculkan gagasan-gagasan baru; memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut, berkompetisi secara sehat. Kegiatan konfirmasi adalah kegiatan yang dilaksanakan pendidik untuk memberikan umpan balik dan penguatan kepada peserta didik mengadakan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar bermakna yang telah dilakukan dalam upaya mencapai kompetensi dasar.

Agar pencapaian tujuan pembelajaran dapat maksimal, diperlukan proses pembelajaran yang kreatif, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Karo-karo (1975) menyebutkan pemilihan metode mengajar didasarkan pada,”(1)

(38)

pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran dan memu-dahkan peaksanaan penilaian hasil pembelajaran.

c. Kemampuan Menyusun Program Penilaian Hasil Belajar

Program Penilaian Hasil Belajar disusun sebagai pedoman pendidik untuk mengetahui tingkat keterca-paian kompetensi dan penguasaan materi pembelajaran peserta didik. Program penilaian hasil belajar meliputi kompetensi, uraian materi, indikator ketercapaian kompetensi, alokasi waktu, dan pelaksanaan penilaian.

Program Penilaian Hasil Belajar yang disusun meliputi Rencana Penilaian Tahunan, Semester, dan bulanan. Penilaian yang direncanakan meliputi kompe-tensi yang terdiri dari aspek kognitif, psikomotorik, afektif. Tujuan dari program penilaian adalah sebagai acuan pelaksanaan penilaian hasil pembelajaran berdasarkan alokasi waktu yang tersedia.

d. Kemampuan Melaksanakan Penilaian Hasil Belajar

Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Permendiknas No. 41 2007)

(39)

pada keseluruhan kinerja pendidik dalam proses pembe-lajaran. Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai hahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.

Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

Berdasarkan Permendiknas RI No. 20 Tahun 2007 disebutkan bahwa penilaian terhadap hasil belajar terdiri dari ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah, ujian nasional. Pelaksanaan penilaian didasarkan pada Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah disusun dan ditetapkan oleh sekolah.

e. Kemampuan Menyusun dan Melaksanakan Program Perbaikan dan Pengayaan.

(40)

1). memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar pendidik; 2) meningkatkan pemahaman pendidik dan siswa terhadap kelebihan dan kekurangan dirinya; 3) menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa; 4) mempercepat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran; dan 5) membantu mengatasi kesulitan siswa dalam aspek sosial-pribadi.

Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya. Kegiatan pengayaan dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memper-dalam penguasaan materi pembelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal. Tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik di antaranya adalah memberikan kesempatan menjadi tutor sebaya, mengembangkan latihan praktis dari materi yang sedang dibahas, membuat hasil karya, melakukan suatu proyek, membahas masalah, atau mengerjakan permainan yang harus diselesaikan siswa.

E.

Indikator Efektivitas Pelaksanaan MBS.

Efektivitas pelaksanaan MBS penelitian ini difokuskan pada pencapaian indikator (dan persentase kinerja pendidik) sebagai berikut:

1. Transparansi Manajemen

(41)

b. Adanya keterlibatan pihak terkait dalam perencanaan program sekolah

c. Tersedianya Media informasi pelaksanaan program sekolah, dan

d. Tersedianya Media informasi keberhasilan dan kegagalan program sekolah.

2. Akuntabilitas

a. Tersedianya dokumen pertanggungjawaban penyelenggaraan sekolah,

b. Tersedianya dokumen penyampaian hasil yang dicapai sekolah kepada pihak terkait,

c. Usaha yang ditempuh sekolah sebagai tindak lanjut pelaksanaan program sekolah.

3. Partisipasi Masyarakat

a. Kontribusi/dedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa (pemikiran, keterampilan), finansial, moral, dan material/barang.

b. Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk peningkatan mutu pendidikan

e. Meningkatnya kepedulian Stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.

(42)

Tabel 2.1 Efektifitas Pelaksanaan MBS

No Prinsip Ketercapaian Indikator

Efektif Cukup Efektif Tidak Efektif

1 Transparansi 4 2 1

2 Akuntabilitas 3 2 1

3 Partisipasi 3 2 1

F.

Beberapa Hasil Penelitian Tentang MBS

1. Implementasi MBS lebih efektif di sekolah kota daripada pedesaan (Heniwati, Rr. Wahyu, 2007

2. SDN Sawojajar telah melaksanakan manajemen sekolah, PAKEM sudah berjalan walaupun perlu peningkatan-peningkatan, dan peranserta masya-rakat sudah berjalan dengan baik (Rusiati, 2006)

3. Efektivitas MBS ditinjau aspek transparansi berjalan cukup baik, dan perolehan output berupa prestasi akademik dan non akademik (Sumantri, Bambang, 2007).

4. Terdapat hubungan yang fositif antara implementasi MBS dengan mutu pendidikan (Implementasi MBS dan Kaitannya dengan Peningkatan Mutu Pendidikan; Studi Kasus di MTs Serpong, Ida Saida, 2006.)

5. Ada perbedaan rata–rata persepsi stakeholder (Internal

dan Eksternal) terhadap transparansi pengelolaan keuangan sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Standar Nasional Kabupaten Kendal, 2). Adanya

perbedaan rata-rata persepsi stakeholder (Internal dan

Eksternal) terhadap Akuntabilitas pengelolaan keuangan

sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Standar

(43)

6. Transparansi terlihat dengan melibatkan pihak masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah dalam

setiap program yang dijalankan oleh sekolah (Amirul

Huda Dwi Cahyono, 2008.)

G.

Kerangka Berpikir

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pelimpahan sebagian wewenang kepada sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan dalam usaha mening-katkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan. Setiap satuan pendidikan diharapkan melaksanakan tanggung jawab pengelolaan MBS berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

(44)

stake-holders merupakan bagian dari proses penyelenggaraan sekolah dalam memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk secara aktif berperanserta membe-rikan sumbangan dan bantuan, kritikan terhadap proses penyelenggaraan sekolah.

Gambar

Gambar  2.1 Bentuk transparasi kepada publik,
Tabel 2.1  Efektifitas Pelaksanaan MBS

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan oleh sekolah agar siswa atau peserta didik. bisa memperoleh beraneka pengalaman

(a) membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses; (b) mengidentifikasi kinerja guru dalam proses. pembelajaran sesuai dengan

Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah suatu proses evaluasi yang bersifat internal dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar

Pelaksanaan pembelajaran karakter di PAUD Nurul Wathon Semarang dilaksanakan dengan baik oleh semua komponen yang ada dilingkungan sekolah baik itu pendidik maupun

Indriastuti. Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Mengapresiasi Cerpen pada Siswa Kelas V SDN Gugus Ki Hajar Dewantoro Tugu Kota Semarang. Pembimbing

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi pengawas dalam: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) tindak lanjut supervisi pembelajaran di kalangan guru

Perbedaan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Number Head Together (NHT) dan Tipe Snowball Throwing Ditinjau Dari Hasil belajar Siswa Kelas 5 Gugus Ki

Dalam melakukan supervisi pembelajaran, pengawas memberi layanan atau bantuan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, termasuk membantu guru dalam