• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB II"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Manajemen Pendidikan

Pengelolaan atau manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha mema-hami mengapa dan bagaimana orang bekerja. Dikata-kan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menja-lankankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik (Fattah, 2008: 1).

Prinsip dasar manajemen adalah menjalankan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan kepu-tusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam hal ini menyangkut proses pendayagunaan segala sumber daya secara efisien disertai penetapan cara pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

(2)

mencapai tujuan. Dalam pendidikan, pengelolaan itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat pada usaha menca-pai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelum-nya. Pengelolaan pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan penge-lolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, mene-ngah, maupun tujuan jangka panjang.

Purwanto (2006: 8) menyatakan bahwa manaje-men pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan, dan pem-biayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik persoalan material, mau-pun spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

(3)

2.2

Perencanaan

Perencanaan adalah proses kegiatan rasional dan sistemik dalam menetapkan keputusan, kegiatan atau langkah-langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Mulyono, 2008: 25). Uno (2008: 2) mengatakan perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjang-an ykesenjang-ang terjadi sehingga kegiatkesenjang-an tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sa’ud dan Makmun (2007: 3) mengatakan peren -canaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan me-nyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya).

Mulyono (2008: 26-27) menyatakan dalam kegi-atan perencanaan, mengacu pada hal-hal berikut ini:

1. Langkah-langkah perencanaan: (a) Memilih sa-saran (tujuan) organisasi; (b) Sasa-saran (tujuan) ditetapkan untuk setiap sub unit organisasi divisi, departemen dan sebagainya; (c) Program ditentukan untuk mencapai tujuan dengan cara yang sistematik (tentunya dengan mem-pertimbangkan kelayakan program tersebut); 2. ProsesPerencanaan: (a) Merumuskan tujuan

(4)

guna dan praktis; (d) Mengambil keputusan; (e) Menyusun rencana kegiatan;

3. Aspek perencanaan: (a) Sentiasa future oriented; (b) Disajikan untuk mencapai tujuan; (c) Sebagai usaha menjabarkan kegiatan-ke-giatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang; (c) Kegiatan yang mengi-dentifikasi sumber-sumber yang dapat menun-jang pelaksanaan kegiatan; (d) Merupakan kegiatan mempersiapkan sejumlah alternative; 4. Prinsip-prinsip perencanaan: (a) Mengacu pada

tujuan yang ingin dicapai; (b) Mempertimbang-kan efisiensi: (a) Praktis dapat dilaksanaMempertimbang-kan; (b) Mempertimbangkan potensi sumber daya yang ada; (c) Komprehensif: berwawasan luas; (d) Integreted: terpadu dengan semua kompo-nen terkait; (e) Berorientasi ke masa depan; (f) Fleksibel: mudah disesuaikan dengan peru-bahan; (g) Mengikutsertakan komponen-kom-ponen terkait; (h) Jelas: tidak menimbulkan interpretasi ganda.

(5)

2.3

Sekolah Ramah Anak

2.3.1 Pengertian Sekolah

Menurut Gorton (Sagala, 2006: 53), sekolah adalah suatu sistem organisasi yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Komariah dan Triatna (2006: 2) mendefinisikan sekolah merupakan suatu sistem yang kompleks karena selain terdiri atas input-prosees-output juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks pendidikan dan outcome. Dengan demikian, pendekat-an contex-input-process-product-outcome (CIPP and out-come) menjadi pendekatan sistem sekolah. Namun demikian, dalam konsepnya kita dapat memasukkan contex menjadi bagian dari input dan outcome dari product Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar (Anonim, 2008: 5).

Sekolah Dasar dimana penelitian ini dilakukan adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menye-lenggarakan program enam tahun. Sekolah Dasar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendi-dikan dasar 9 tahun yang diselenggarakan di SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun. Pendidikan dasar yang di-selenggarakan di SD bertujuan memberikan bekal

kemampuan “Baca Tulis Hitung“, pengetahuan dan

(6)

dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Sedang pendi-dikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiap-kan peserta didik untuk mengikuti pendidimempersiap-kan mene-ngah (Anonim, 2006: 9).

2.3.2 Pengertian Sekolah Ramah Anak

Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psiko-sosial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus (Supiandi, dkk. 2012: 9).

(7)

di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dija-barkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengar-kan suaranya. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendo-rong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak.

Menurut Fataha (2011: 1-2) menyatakan bahwa Sekolah ramah anak dapat dimaknai sebagai suatu sekolah yang dapat memfasilitasi dan memberdayakan potensi anak.Untuk memberdayakan potensi anak sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya yang menyebabkan potensi anak tumbuh dan ber-kembang. Konsekuensi menciptakan sekolah ramah anak tidaklah mudah karena sekolah di samping harus menciptakan program sekolah yang memadai, sekolah juga harus menciptakan lingkungan yang edukatif.

(8)

Oluremi (2012) dalam penelitiannya yang berju-dul ”Creating a Friendly School Learning Environment

For Nigerian Children” menyatakan bahwa terdapat

beberapa sebab sekolah dikatakan tidak ramah anak yaitu:

a. Kurangnya ruang kelas, peralatan dan bahan dalam pembelajaran seperti meja dan kursi. b. Kurangnya motivasi guru dalam pembelajaran; c. Penggunaan metode pengajaran yang kurang

baik;

d. Kekuranganair bersihdan fasilitas sanitasi yang ada di sekolah;

e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pen-didikan

Berdasarkan beberapa pengertian di atas pene-liti menyimpulkan bahwa sekolah ramah anak adalah sekolah dimana siswa merasa aman dan nyaman berada didalamnya sehingga siswa dapat mengem-bangkan potensinya dengan baik.

2.3.3 Ciri-Ciri Sekolah Ramah Anak

Ada beberapa ciri-ciri Sekolah Ramah Anak yang ditinjau dari beberapa aspek (Umy, 2010: 7-8):

(9)

menghor-mati hak-hak anak, baik antar murid dengan pendidik, pendidik dengan tenaga kependidik-an maupun kependidik-antara tenaga kependidikkependidik-an dengan murid;

b. Metode Pembelajaran: (1) Terjadi proses belajar sedemikian rupa sehingga siswa merasakan senang mengikuti pelajaran, tidak ada rasa takut, cemas dan was-was, siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan teman siswa lain; (2) Terjadi proses belajar yang efektif yang di-hasilkan oleh penerapan metode pembelajaran yang variatif dan inovatif. Misalnya: belajar tidak harus di dalam kelas, guru sebagai fasi-litator proses belajar menggunakan alat bantu untuk meningkatkan ketertarikan dan kese-nangan dalam pengembangan kompetensi, termasuk lingkungan sekolah sebagai sumber belajar (pasar, kebun, sawah, sungai, laut, dll); (3) Proses belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat bantu ajar/peraga sehingga membantu daya serap murid. Guru sebagai fasilitator menerap-kan proses belajar mengajar yang kooperatif, interaktif, baik belajar secara individu maupun kelompok; (4) Terjadi proses belajar yang parti-sipatif. Murid lebih aktif dalam proses belajar. Guru sebagai fasilitator proses belajar mendo-rong dan memfasilitasi murid dalam menemu-kan cara/jawaban sendiri dalam menghadapi suatu persoalan; (5) Murid dilibatkan dalam berbagai aktifitas yang mengembangkan kom-petensi dengan menekankan proses belajar melalui berbuat sesuatu (learning by doing, demonstrasi, praktek langsung, dll);

(10)

hasil karya murid, hasil ulangan/test, bahan ajar dan buku sehingga artistik dan menarik serta menyediakan space untuk baca (pojok baca); (4) Bangku dan kursi sebaiknya ukuran-nya disesuaikan dengan ukuran postur anak Indonesia serta mudah untuk digeser guna menciptakan kelas yang dinamis; (5) Dengan keterlibatan langsung, siswa diharapkan mera-sa bertanggungjawab terhadap perawatan, ke-bersihan, dan ketertiban penataan kelasnya; d. Lingkungan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam

mengungkapkan gagasannya dalam mencipta-kan lingkungan sekolah (penentuan warna dinding kelas, hiasan, kotak saran, majalah dinding, taman kebun sekolah, dll); (2) Terse-dia fasilitas air bersih, higienis dan sanitasi, fasilitas kebersihan dan fasilitas kesehatan; (3) Fasilitas sanitasi seperti toilet, tempat cuci tangan, disesuaikan dengan postur dan usia anak; (4) Di sekolah diterapkan kebijakan/ peraturan yang mendukung kebersihan dan kesehatan. Kebijakan/peraturan ini disepakati, dikontrol dan dilaksanakan oleh semua murid (dari-oleh-dan untuk murid).

Dalam penelitian ini, sekolah berusaha untuk menciptakan sekolah ramah anak sehingga pihak sekolah dan guru terus berusaha untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman serta melakukan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa melalui penataan ruang kelas bersama siswa sesuai dengan kondisi siswa.

2.3.4 Aspek Pengembangan Sekolah Ramah Anak

(11)

tersebut tercipta, maka ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sesuai dengan panduan dari Dinas Pen-didikan Jawa Tengah (2013: 11-12) sebagai berikut:

a. Program Sekolah yang Sesuai

Program sekolah seharusnya disesuaikan dengan dunia anak, artinya program disesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak tidak harus dipaksakan melakukan sesu-atu tetapi dengan program tersebut anak secara otomatis terdorong untuk mengekplorasi dirinya. Faktor penting yang perlu diperhatikan sekolah adalah partisipasi aktif anak terhadap kegiatan yang dipro-gramkan. Partisipasi yang tumbuh karena sesuai dengan kebutuhan anak.

(12)

b. Lingkungan Sekolah yang Mendukung

Suasana lingkungan sekolah seharusnya menja-di tempat aman bagi anak untuk belajar tentang kehidupan, apalagi sekolah yang memprogramkan kegiatan belajar mengajarnya sampai sore. Suasana aktivitas anak yang ada di masyarakat juga depro-gramkan di sekolah sehingga anak tetap mendapatkan pengalaman-pengalaman yang seharusnya ia dapatkan di masyarakat. Bagi anak lingkungan dan suasana yang memungkinkan untuk bermain sangatlah penting karena bermain bagi anak merupakan bagian

dari hidupnya. Bahkan UNESCO menyatakan “Right to play” (hak bermain). Disamping itu, penciptaan ling-kungan yang bersih, akses air minum yang sehat, bebas dari sarang kuman, dan gizi yang memadai merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Aspek Sarana Prasarana yang Memadai

Sarana dan prasarana utama yang dibutuhkan adalah berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak. Sarana prasarana tidak harus mahal tetapi sesuai dengan kebutuhan anak.

(13)

mengesan-kan, dan pola pengasuhan dan pendekatan individual sehingga sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan.

Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa untuk menjadi sekolah ramah anak, harus memperhatikan beberapa aspek pengembangan seko-lah yaitu sekoseko-lah harus mampu membuat program yang sesuai dengan kebutuhan anak dan benar-benar berpusat pada kepentingan anak, sekolah harus mampu menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak seperti lingkungan yang bersih, hijau dan sehat, akses air minum yang cukup, sehat dan sanitasi air dan masih banyak lagi. Sekolah juga harus memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana yang memadai yang sesuai dengan minat dan bakat siswa pada proses pembelajarannya.

2.3.5 Ruang Lingkup Sekolah Ramah Anak

(14)

khusus; menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang memastikan pendidikan diselenggarakan relevan secara budaya termasuk bagi kelompok minoritas dan penduduk asli. Di samping itu harus memenuhi ketersediaan pendidikan dengan aktif me-ngembangkan sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkem-bangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk ABK, juga memenuhi ketersediaan pendidikan melalui pengembangan kurikulum yang mencerminkan kebutuhan semua anak untuk tumbuh kembang di dunia yang selalu berubah.

PHPA melalui Penerapan SRA harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, pe-ningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manaje-men pendidikan untuk manaje-menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasio-nal, dan global sehingga perlu dilakukan pembaha-ruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut, ruang lingkup Petunjuk Teknis Penerapan SRA disusun sebagai berikut (Supiandi, 2012: 20-24):

a. Pengembangan Kurikulum

(15)

sekolah/madrasah. Melalui petunjuk teknis tentang pengembangan kurikulum ini diharapkan para penye-lenggara sekolah/ madrasah senantiasa mempertim-bangkan eksplorasi, kekhususan, ragam media dan bahan ajar yang mendorong anak perempuan dan anak laki-laki termasuk ABK dapat mengembangkan diri secara aktif. Proses pembelajaran dilakukan se-cara inspiratif menyenangkan, interaktif, menantang, memotivasi dan memberi ruang bagi prakarsa kreati-vitas dan kemandirian anak sesuai minat, bakat dan kebutuhannya untuk tumbuh kembang. Dukungan orangtua dalam menciptakan lingkungan inklusif dan ramah bagi pembelajaran anak di rumah sangat penting dalam pengembangan kurikulum SRA. Media massa dan lingkungan sekitar pun diharapkan secara proaktif mendukung tersedianya sumber belajar yang ramah anak.

b. Sarana dan Prasarana

(16)

sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003Pasal 45 Ayat 1 yang menya-takan:

“Setiap satuan pendidikan formal dan non-formal menyediakan sarana dan prasarana yang meme-nuhi keperluan pendidikan sesuai dengan partum-buhan dan perkembangan potensi fisik, kecer-dasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan

peserta didik”.

c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Ketersediaan guru dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah dalam jumlah yang cukup dan tepat dengan kondisi kerja dan kompensasi yang layak sangat diperlukan dalam upaya membangun gerakan aman, sehat, hijau, inklusi dan ramah anak dengan dukungan keluarga di sekolah/madrasah. Mekanisme dukungan dan pengawasan bagi pendidik dan tenaga kependidikan senantiasa mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik anak. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu mendorong lembaga pendidik dan tenaga kependidikan serta Serikat Pekerja Profesi Guru (SPPG) agar berpartisipasi aktif dalam memastikan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kemampuan untuk menerapkan SRA.

(17)

Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional yang berbunyi: (1) Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendi-dikan anaknya; (2) Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

d. Pengelolaan

Pengelolaan sumber daya pendidikan mulai dari kebijakan dan anggaran yang diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah teridentifikasi dengan jelas dan dapat digunakan untuk menerapkan kesempatan bela-jar yang sesuai dengan tumbuh kembang dan perlin-dungan anak dalam semua tahap pelaksanaannya.

MBS yang peduli anak perlu dikembangkan ber-dasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai SRA. Mulai dari ketersediaan data di sekolah/madrasah berupa penerimaan peserta didik baru atau pindahan, seyo-gyanya ditindaklanjuti oleh guru dan guru bimbingan konseling (BK) untuk melakukan pemetaan profil tumbuh kembang peserta didik dan kemudian data tersebut dipertimbangkan untuk menjadi salah satu Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di dalam pembela-jaran oleh masing-masing guru.

(18)

tenaga kependidikan lainnya serta mudah dibaca oleh orang tua peserta didik. Hal ini penting dilakukan guna mendorong adanya sinergi dalam penerapan SRA di sekolah/madrasah dan di rumah.

Hubungan antara kepala sekolah/madrasah dengan guru, kepala sekolah/madrasah dengan peser-ta didik serpeser-ta guru dengan peserpeser-ta didik selama berada di sekolah/madrasah hendaknya menjadi tonggak pe-nanaman pendidikan karakter anak. Kepala sekolah/ madrasah berkewajiban untuk memiliki jam tatap muka dengan peserta didik di dalam pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala seko-lah/madrasah berwenang untuk memberikan arahan dan supervisi kepada para guru di dalam perencana-an, proses dan evaluasi pendidikperencana-an, sehingga ada hubungan yang berkelanjutan antara kepala sekolah/ madrasah dengan para guru di dalam mengimplemen-tasikan rencana program sekolah/madrasah.

(19)

transparan, partisipatif dan holistik melibatkan multi pihak. Diperlukan strategi pemenuhan pendidikan inklusi yang mencakup gambaran yang jelas tentang konteks, hambatan terhadap PHPA dan strategi untuk mengatasi hambatan PHPA dalam setiap ruang ling-kupnya.

Pemantauan dilaksanakan secara berkala terha-dap kegiatan pendidikan dan kebutuhan belajar pada usia anak termasuk dalam situasi darurat melalui Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) yang sudah diatur dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Tim Pengembang Sekolah/Madrasah. Hal ini dilaksanakan dengan senantiasa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Evaluasi pendidikan dilak-sanakan secara sistematis dan tidak memihak dalam upaya memperbaiki kualitas layanan pemenuhan hak pendidikan anak dan meningkatkan akuntabilitas pendidikan.

e. Pembiayaan

Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan Amandemen IV yang menyatakan bahwa:

(20)

me-menuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasional”.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian tersedia-nya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah serta sumber-sumber pembiayaan lainnya. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada

(21)

Penentuan komponen pembiayaan dan sumber pendanaan pendidikan melibatkan secara aktif para pemangku kepentingan pendidikan termasuk anak. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang masih melakukan berbagai pungut-an ypungut-ang menjadi hambatpungut-an program penuntaspungut-an wajib belajar pendidikan dasar.

Peranserta masyarakat seperti yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 8 menyatakan:

“Masyarakat berhak berperan serta dalam peren -canaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi

program pendidikan”, dan Pasal 9 menyatakan: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.

Peningkatan efektivitas peranserta masyarakat terutama dunia usaha seyogyanya diatur oleh pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota guna mendukung penerapan SRA.

2.3.6 Pengembangan Sekolah

Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengeta-huan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002).

(22)

Bahasa indonesia, Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal baru, penemuan baru yang berbe-da berbe-dari yang suberbe-dah aberbe-da atau yang suberbe-dah dikenal sebelumnya (gagasan, metode atau alat) (Anonim, 2012: 1). Maksud pengertian inovasi pendidikan di sini adalah suatu peradaban yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan.

Tujuan utama dari inovasi yaitu berusaha meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi, keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua tujuan yang direncanakan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Tujuan yang direncanakan mengha-ruskan adanya perincian yang jelas tentang sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat mungkin bisa diukur untuk mengetahui perbedaan antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi (Hasbullah, 2010: 191).

(23)

maju pula bangsanya. Sebaliknya, semakin terpuruk dan rendah pendidikan rakyat, jangan harap bangsa-nya akan maju.

Sekolah sebagai institusi pengelola pelayanan pendidikan diharapkan dapat memfungsikan seluruh sumber daya yang ada di sekolah secara efektif dalam pencapaian tujuan dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya tersebut. Fungsi dan tugas utama sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektual-nya, serta terampil dan bertanggungjawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti yang mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya dengan budaya yang mendu-kungnya (Sagala, 2008: 58).

(24)

2.4

Komponen yang Dipersiapkan dalam

Perencanaan

2.4.1 Evaluasi Diri Sekolah

Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah suatu proses evaluasi yang bersifat internal dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang digunakan sebagai dasar penyusunan RKS dan RKAS dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah secara konsisten dan berkelanjutan, serta sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota (Sudrajat, 2012:1).

Tujuan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah: (a) Menilai kinerja sekolah berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP); (b) Mengetahui tahapan pengembangan dalam pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai dasar peningkatan mutu pendidikan; dan (c) Menyusun RKS/RKAS sesuai kebutuhan nyata dalam rangka pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Manfaat Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk tingkat sekolah, antara lain:

(25)

c. Sekolah dapat mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan, meng-kaji peningkatan tersebut berjalan dengan baik dan menyesuaikan program sesuai dengan hasilnya;

d. Sekolah dapat memberikan laporan formal ke-pada pemangku kepentingan demi meningkat-kan akuntabilitas sekolah.

Lingkup Evaluasi Diri Sekolah (EDS) menjawab tiga pertanyaan utama: (1) Seberapa baik kualitas kinerja sekolah kita?; (2) Bagaimana kita mengiden-tifikasi dan mengetahuinya?; dan (3) Bagaimana kita berupaya memperbaikinya? Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang secara langsung terlibat penuh dengan kondisi dan laju sekolah terdiri atas: (1) Kepala Sekolah; (2) Wakil unsur guru; (3) Wakil Komite Sekolah; (4) wakil siswa dan Pengawas sebagai fasili-tator/pembimbing/verifikator.

Instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) terdiri dari delapan standar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setiap Standar terdiri atas beberapa komponen. Setiap komponen terdiri dari beberapa sub komponen. Setiap sub komponen terdiri dari beberapa indikator. Setiap Indikator memberikan gambaran lebih rinci dari informasi-informasi yang berkaitan dengan kinerja sekolah.

2.4.2 Visi Misi Sekolah

(26)

kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang (Akdon, 2006: 94).

Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menya-takan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk:

a. mengkomunikasikan alasan keberadaan orga-nisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok; b. memperlihatkan framework hubungan antara

organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait);

c. menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.

Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berke-pentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernya-taan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus:

a. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersang-kutan;

b. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya;

(27)

2.4.3 SWOT

SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuat-an), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang), Threats (tantangan). Analisis SWOT adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu internal dan eksternal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam memasarkan even kita. Analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran).

Dalam dunia pendidikan analisis ini digunakan untuk mengevaluasi fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi proses belajar mengajar, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik, fungsi hubungan sekolah dengan masyarakat dan sebagainya. Maka untuk mencapai tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya dilakukanlah analisis SWOT (Depdiknas, 2002).

(28)

2.4.4 Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis adalah proses yang dila-kukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory).

Perencanaan Strategis (Strategic Planning) ada-lah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organi-sasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan (Kerzner, 2001:3)

(29)

mencapai sebuah strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis (Brown, 2005: 3). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategis (Skinner, 1969).

Perencanaan strategis secara eksplisit berhu-bungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony, 1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979). Lorange (1980), menuliskan, bahwa strategic planning adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses dari inovasi dan merubah perusahaan, sehingga apabila strategik planning tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan.

Dapat penulis simpulkan bahwa perencanaan strategis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk meningkatkan kondisi-nya di masa yang akan datang yang mencakup serang-kaian proses yng memndukung inovasi dan perubah-an.

2.4.5 Perencanaan Partisipatif

(30)

membentuk rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, mengingat bentuk geografis Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, suku, dan bahasa. Perencanaan merupakan sebuah istilah yang sangat umum di dunia pemerintahan khususnya bidang pendidikan. Perencanaan terbagi atas dua jenis yakni perencaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom up). Negara mana pun di dunia selalu berupaya memajukan negaranya dan selalu mengon-trol perkembangan negaranya. Konmengon-trol tersebut dapat dilakukan melalui prisip manajemen umum yang disebut dengan POAC (planning, organizing actuating, controlling) (Nuswantorotejo, 2013: 1).

Perencanaan partisipatif merupakan perencana-an yperencana-ang melibatkperencana-an semua (rakyat) dalam rperencana-angka memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Abe (2002:81) sebagai berikut: Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat.

(31)

dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, roha-niwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-organisasi non-pemerintah.

Menurut Sumarsono (2010), perencanaan parti-sipatif adalah metode perencanaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang dipo-sisikan sebagai subjek pembangunan. Menurut penje-lasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional: “perencanaan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan

menciptakan rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, dijelaskan pula “partisipasi masyarakat” adalah

keikutsertaan untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pemba-ngunan.

(32)

bahwa pelaksanaan perencanaan benar-benar ada keberpihakaan kepada mereka dimana warga merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberhasil-annya. Sehingga diperoleh sebuah perencanaan yang tersusun dengan baik.

2.5

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rubaniyatur Rohmah (2012) yang berjudul: Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai Upaya untuk Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) Dalam Bidang Pendidikan di Surakarta (Studi Kasus di Taman Pendidikan Prase-kolah Al Firdaus Surakarta)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

(33)

Penelitian yang dilakukan Nur Fadhilah (2012)

tentang “Analisis Proses Pembelajaran Matematika

Dalam Perspektif Sekolah Ramah Anak Di MTs NU

Sidoarjo”. Dari hasil pengamatan dan penelitian dapat ditunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di kelas VIII sudah berlangsung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran matematika di kelas IX sudah berlang-sung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pem-belajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terha-dap proses pembelajaran.

(34)

seni, olah raga, kepramukaan, keterampilan dan kewirausahaan.

2.6

Kerangka Pikir

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, psiko-logis, verbal, dan atau pengabaian/penelantaran ter-hadap anak. Selain kekerasan yang dialami oleh anak, pelaksanaan pembelajaran yang membosankan dan monoton juga menjadi salah satu alasan lahirnya sekolah ramah anak.

(35)

Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kekerasan

Terhadap Anak

Pembelajaran yang

membosankandan

monoton

Peranserta semua anggota sekolah

Menghasil-kan perencanaan

partisipatif

Pembatasan hak anak untuk bermain

1. Melakukan EDS 2. Menyusun

visi dan misi 3. Melakukan

analisis SWOT 4. Membuat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Kepala sekolah hendaknya memberikan dukungan dan fasilitas pada guru dan siswa dalam proses pembelajaran dalam pembinaan karakter baik yang bersifat formal maupun non

Manajemen sekolah akan melihat bagaimana manajemen substansi-substansi pendidikan di suatu sekolah atau manajemen berbasis sekolah (School Based Management) agar

Sebuah perencanaan partisipatif dilakukan oleh semua anggota sekolah yang diawali dengan studi pendahuluan dengan melakukan kajian pustaka serta mengumpulkan data

Hasil penelitian ini adalah: (1) Peranserta guru dalam perencanaan sekolah ramah anak (SRA) antara lain dalam menyusun rencana pembelajaran dan menya- jikan dalam

Dokumen Proses Focus Group Discussion (FGD) Darby Supriyono,S.Pd (Pengawas TK/SD).. Ahmad Farian L (Guru Kelas II SD Negeri

Hasil penelitian tersebut didukung oleh Kusmedi (2003) pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru yang melibatkan guru-guru SLTP Negeri di

adalah dengan menata kelembagaan sekolah, melibatkan seluruh stakeholders sekolah baik itu guru, siswa, orangtua, komite sekolah, dan masyarakat dalam pengembangan sekolah, dan

 Dalam mengelola sarana dan prasarana usaha yang dilakukan melalui EDS (Evaluasi Diri Sekolah), membentuk tim kerja sarpras beserta organisasinya, dan melibatkan seluruh warga