• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang T2 942012066 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang T2 942012066 BAB II"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Manajemen Sekolah

Istilah manajemen berasal bahasa Inggris yaitu

to manage” yang dalam arti sempit yaitu mengatur dan mengelola, sedangkan dalam arti luas berarti suatu proses mengendalikan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jadi istilah manajemen mengandung pengertian sebagai suatu proses kegiatan (manajer) untuk mengendalikan suatu usaha guna mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Sudarwan Danim (2006: 32) mendefinisikan manajemen sebagai proses pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber, baik manusia, fasili-tas, maupun sumber daya teknikal lain untuk menca-pai aneka tujuan khusus yang ditetapkan. Menurut Bafadal Ibrahim (2005: 1) manajemen adalah suatu proses atau langkah kerja yang melibatkan bimbingan atau maksud-maksud yang nyata.

(2)

Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai oleh setiap manusia, begitu pula dengan manajemen, bahwa keberadaan manajemen memiliki tujuan ter-tentu. Tujuan manajemen adalah terselenggaranya keseluruhan program kerja secara efektif dan efisien. Adapun tujuan manajemen menurut Sulistyo dkk (2003: 3) adalah:

a. Untuk mencapai keteraturan, kelancaran dan kesinambungan usaha, dalam rangka menca-pai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Untuk mencapai efisiensi, yaitu suatu perban-dingan terbaik antara usaha dengan hasil antara input dengan output.

Fungsi-fungsi manajemen adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan manajer dalam rangka men-jalankan tugasnya sebagai pejabat manajemen, baik pejabat manajeman tingkat atas, tingkat menengah ataupun tingkat bawah terlepas dari organisasi besar atau kecil. Jadi fungsi ini merupakan kegiatan yang dilakukan dalam keadaan apa saja, dan oleh siapa saja yang mempunyai predikat manajer. Hal ini kira-nya tidak mengherankan, karena bagaimana pun sifat yang hendak dicapai organiasasi, corak kegiatan manajemen itu pasti selalu ada.

Menurut Terry (2005: 9) fungsi-fungsi manaje-men terdiri dari:

(a) Planing yaitu menentukan tujaun-tujuan yang hendak dicapai selama satu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, (b) Organizing

(3)

11

kegiatan penting dan memberikan kekuasaan

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu,

(c) Staffing. yaitu menentukan keperluan keperlu-an sumber daya mkeperlu-anusia, pengerahkeperlu-an,

penyaring-an, latihan dan pengembangan tenaga kerja, (d) Motivating, adalah pengarahan atau penyaluran

perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan,

(e) Controlling, yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab penyim-pangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif.

Redja Mudyahardjo (2002: 105) mengemukakan:

Manajemen pendidikan adalah studi tentang bagaimana cara-cara yang sebaiknya ditempuh untuk mengatur penyelenggaraan peristiwa-peris-tiwa pendidikan disebuah satuan pendidikan (pendidikan mikro) atau sebuah satuan agregat satuan-satauan pendidikan (pendidikan makro).

Definisi lain mengenai manajemen yang dikemu-kakan oleh Mantja (2000: 92) menyebutkan bahwa "Manajemen pendidikan adalah manajemen kelemba-gaan yang bertujuan untuk menunjang perkembangan pengajaran dan pembelajaran".

(4)

Dari berbagai pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pendidikan merupakan penerapan hasil berpikir rasional untuk mengorgani-sasikan kegiatan yang menunjang belajar dan pem-belajaran guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Manajemen pendidikan dalam sebuah satuan pendidikan disebut sebagai manajemen sekolah (School Management), yang merujuk pada proses kerja manajerial dalam rangka mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua sumber daya yang ada, baik manusia, material, fasilitas, atau teknikal dalam rangka penyelenggaraan pendidikan. Substansi mana-jemen sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempenga-ruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya pening-katan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah, di samping pening-katan kualitas dan pengembangan sumber belajar.

2.1.1 Perencanaan dalam Program Sekolah

(5)

13 dalam rangka membantu tercapainya sasaran atau tujuan organisasi. Pidarta (2011: 2) menjelaskan bahwa perncanaan merupakan tindakan untuk meng-atasi masalah.

Slameto (2009: 26) mengemukakan dalam suatu organisasi kegiatan perencanaan mutlak harus ada. Dalam suatu organisasi yang baik, bukan sekedar perencanaan yang dituntut, melainkan suatu perenca-naan yang sungguh-sungguh baik. Perencaperenca-naan sema-cam ini adalah merupakan fase pertama dari setiap pekerjaan.

Menurut Slameto (2009: 26) Setiap perencanaan yang baik setidak-tidaknya harus memiliki 5 unsur yang kita sebut 5 P, yaitu:

a. Purpose, yaitu tujuan yang akan dicapai. Tuju-an ini harus dirumuskTuju-an secara jelas, terpe-rinci dan operasional;

b. Policy, yaitu strategi atau cara untuk mencapai tujuan;

c. Procedure, yaitu sistem komunikasi yang ada dalam organisasi. Yang dimaksud di sini lah jalur-jalur komunikasi sebagai akibat ada-nya pembagian tugas wewenang dan tanggung jawab;

d. Progress, yaitu gambaran tentang tahap-tahap pencapaian tujuan. Dalam perencanaan harus nampak standar-standar tingkat keberhasilan; e. Program, yaitu uraian lebih rinci dan operasi-onal tentang kegiatan sehari-hari dalam rangka kegiatan pelaksanaan perencanaan.

(6)

dicapai bersama, sehingga dapat merupakan petunjuk bagi setiap orang anggota organisasi. Hal ini sangat membantu usaha koordinasi kerjasama anggota yang satu dengan yang lain atau bagian yang lain, di samping itu perencanaan yang baik dapat menjadi kontrol/pengawasan yang baik terhadap kegiatan orang-orang maupun pengawasan terhadap kamajuan-kemajuan yang dicapai dan penyelewengan-penyele-wengan yang terjadi. Dengan demikian dapat dihin-darkan pemborosan sumber-sumber daya yang ada.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi akan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik apabila di dalamnya terdapat perencanaan program yang sistematis.

2.1.2Implementasi dalam program Sekolah

(7)

prasa-15 rana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat yang tinggi.

Dari dua pengertian ini, implementasi program sekolah dapat diartikan sebagai penerapan atau operasionalisasi suatu perencanaan dalam rangka mencapai tujuan. Implementasi program harus dilak-sanakan dengan melibatkan semua pihak secara pro-porsional dan profesional, sehingga menumbuhkan semangat partisipasi. Sekolah dalam melaksanakan programnya juga harus terbuka, yaitu tidak ada pelaksanaan program sekolah yang hanya diketahui oleh individu atau kelompok tertentu saja. Semua pelaksanaan program tersebut dapat dipertanggung- jawabkan secara prosedural dan profesional, sehingga menumbuhkan tingkat kepercayaan publik dan pihak-pihak lain semakin tinggi.

2.1.3 Pengawasan dalam Program Sekolah

Slameto (2009: 32) menjelaskan bahwa:

(8)

Suharsimi dan Yuliana (2012: 13) menyebutkan bahwa:

Pengawasan adalah usaha pemimpin untuk me-ngetahui semua hal yang menyangkut pelaksa-naan tugas, khususnya untuk mengetahui kelan-caran kerja para pegawai dalam melakukan tugas mencapai tujuan. Tujuan utama pengawasan adalah agar dapat diketahui tingkat pencapaian tujuan dan menghindari terjadinya penyeleweng-an.

Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan alat kontrol bagi kegiatan pelaksanaan program, apakah program telah dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana sehingga tujuan dapat tercapai atau belum.

(9)

17

2.2

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif (Mulyasa, 2009: 33).

Menurut Prabhakar (2011:108):

School Based Management (SBM) is one such experiment in the area of education sector. Many countries – developed as well as developing, have been benefitting from such management oriented reforms in education sector ensuring fast develop-ment.

Menurut The World Bank (2008:2):

SBM is the decentralization of authority from the central government to the school level. School-based management can be viewed conceptually as a formal alteration of governance structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribution of decision-making authority as the primary means through which improvement might be stimulated and sustained.

Sedangkan menurut Brian (2005:2):

School-based management is the systematic decentralization to the school level of authority and responsibility to make decisions on significant matters related to school operations within a centrally determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and accountability.

(10)

kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Sumber daya terbagi menjadi sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, bahan/material, dan uang); input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang terwujud dalam bentuk ketentuan- ktentuan. Berbasis berarti "berdasarkan pada" atau "berfokuskan pada". Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan "bekal kemampuan dasar" kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau keman-dirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetap-kan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota (Depag, 2002: 2).

(11)

19 nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya atau sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuh-an, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentu-kan prioritas, mengendalimenentu-kan, dan mempertanggung-jawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah (Mulyasa, 2009: 24).

MBS adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sekolah diharapkan mengenali infrastruk-tur yang berada di sekolah, seperti guru, peserta didik, sarana prasarana, finansial, kurikulum, sistem infor-masi. Komponen-komponen tersebut merupakan unsur-unsur manajemen yang harus difungsikan secara optimal dalam arti perlu direncanakan, di-organisasi, digerakkan, dikendalikan dan dikontrol (Hasbullah, 2010: 56).

(12)

efisiensi dan efektitivitas kerja sekolah, dengan menye-diakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Sekolah di-harapkan juga dapat meningkatkan efisiensi, partisi-pasi dan mutu serta bertanggungjawab kepada masya-rakat dan pemerintah (Hasbullah, 2010: 29).

Rohiat (2010: 57) menyatakan bahwa Manaje-men Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkan-nya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS, sejumlah karakteristik MBS perlu dimiliki. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS meru-pakan wadah/kerangka, sekolah efektif merumeru-pakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kategori yaitu:

1. Input Pendidikan yang meliputi: (a) Memiliki

kebi-jakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, (b) Sumberdaya tersedia dan siap, (c) Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d) Memiliki ha-rapan prestasi yang tinggi, (e) Fokus pada pelang-gan (khususnya siswa), dan (f) Input manajemen;

(13)

21 tertib, (d) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (e) Sekolah memiliki budaya mutu, (f) Se-kolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis, (g) Sekolah memiliki kewenangan (keman-dirian), (h) Partisipasi yang tinggi dari warga seko-lah dan masyarakat, (i) Sekoseko-lah memiliki katerbu-kaan (transparansi) manajemen, (j) Sekolah memi-liki kemauan untuk berubah (Psikologi dan fisik), (k) Sekolah melakukan Evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (l) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (m) Memiliki ko-munikasi yang baik, (n) Sekolah memiliki akunta-bilitas, (o) Manajemen lingkungan hidup sekolah baik, (p) Sekolah memiliki kemampuan menjadi sustainabel;

(14)

rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kera-jinan, prestasi olahraga, kesenian, dan kepramu-kaan.

Usman (2008, 574) menyebutkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS yaitu K8, antara lain sebagai berikut:

(1) Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber-MBS, (2) Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber-MBS, (3) Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibat-kan semua pihak dalam mendidik anak, (4) Kelem-bagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit ter-penting bagi pendidikan yang efektif, (5) Keputus-an, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan, (6) Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadar-an untuk membkesadar-antu dalam pembuatkesadar-an keputskesadar-an program pendidikan dan kurikulum, (7) Kemandi-rian, sekolah harus diberi otonomi sehingga me-miliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana, dan (8) Ketahanan, perubah-an akperubah-an bertahperubah-an lebih lama apabila melibatkperubah-an

stakeholder sekolah.

(15)

23 manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, (Mulyasa, 2009: 39-40) antara lain:

a. Manajemen Kurikulum dan Program

Pengajar-an;

b. Manajemen Tenaga Kependidikan;

c. Manajemen Kesiswaan;

d. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan;

e. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan;

f. Manajemen Hubungan Sekolah dengan

Masya-rakat.

(16)

Menurut Eman Suparman dalam Mulyono (2008: 245-246), terdapat beberapa manfaat MBS yang bisa diraih, yaitu:

a. Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih

mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya dibanding dengan lembaga-lembaga lain;

b. Dengan demikian, sekolah dapat

mengoptimal-kan sumber daya yang tersedia untuk memaju-kan lembaganya;

c. Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat per-kembangan dan kebutuhan peserta didik;

d. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu

pendidikan masing-masing kepada pemerin-tah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya sehingga sekolah akan beru-paya semaksimal mungkin untuk melaksana-kan dan mencapai sasaran mutu pendidimelaksana-kan yang telah direncanakan;

e. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat

dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.

(17)

25

2.2.1Kepala Sekolah

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar dalam pelaksanaan MBS. Menurut Mulyasa (2007: 98), terdapat beberapa peran kepala sekolah antara lain sebagai evaluator, motivator, supervisor, leader, innovator, manager, dan administrator. Menurut Mulyasa (2007:98) kepala sekolah berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM).

Fungsi kepala sekolah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik) Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesional guru, menciptakan iklim sekolah yang konduksif, memberikan dorongan kepada tenaga pendidik untuk melaksanakan model pembelajaran yang menarik untuk anak didik;

b. Kepala sekolah sebagai Manajer

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga pendidik melalui kerjasama untuk menunjang program sekolah;

c. Kepala sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator berkait-an dengberkait-an pencatatberkait-an, penyusunberkait-an dberkait-an pen-dokumenan seluruh program sekolah. Kepala sekolah juga harus mampu mengelola kuri-kulum, administrasi siswa, mengelola sarana prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan untuk menunjang produktivitas sekolah;

d. Kepala sekolah sebagai Supervisor

(18)

akti-vitas organisasi sekolah dapat mencapai tuju-an;

e. Kepala sekolah sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan pengarahan, pengawasan, pende-legasian tugas, pengambilan keputusan, ke-mampuan berkomunikasi dan membuka ko-munikasi dua arah;

f. Kepala sekolah sebagai Innovator

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan dengan ling-kungan, mencari gagasan baru, menjadi teladan kepada seluruh tenaga pendidikan di sekolah;

g. Kepala sekolah sebagai Motivator

Kepala sekolah sebagai motivator harus memi-liki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi bagi para tenaga pendidik dalam men-jalankan tugas dan fungsinya.

Anwar dan Amir dalam Mulyasa (2001: 30) mengungkapkan bahwa: Kepala sekolah sebagai pengelola mempunyai tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesio-nal guru. Mulyasa (2002: 126) mengungkapkan bahwa kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagai-mana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.

(19)

umum-27 nya berkaitan dengan bagaimana kepala sekolah ber-tanggungjawab atas sekolahnya dalam melaksanakan berbagai kegiatan, seperti mengelola berbagai masalah menyangkut pelaksanaan administrasi sekolah, pem-binaan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, pendayagunaan sarana dan prasarana pedidikan.

2.2.2Peran Guru

Guru sangat berperan dalam mengarahkan dan membimbing siswa dalam mewujudkan tujuan hidup-nya. Sagala (2007: 99) berpendapat bahwasannya dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam proses membim-bing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Dalam melak-sanakan tugasnya seorang guru tidak hanya mengua-sai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edu-katif, tetapi harus memiliki kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masya-rakat. Peranan guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era globalisasi.

(20)

a. Peran guru dalam proses belajar mengajar. 1) Guru sebagai demonstrator, guru berperan

sebagai demonstrator, guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran yang akan dia-jarkan sehingga hasil belajar siswa akan terus meningkat;

2) Guru sebagai pengelola kelas, guru berperan dalam pengelolaan kelas dengan baik se-hingga siswa dapat belajar dengan menye-nangkan dengan memaksimalkan fasilitas yang ada di sekolah untuk kegiatan belajar; 3) Guru sebagai mediator dan fasilitator, peran

guru sebagai perantara hubungan antar manusia sehingga guru harus trampil meng-gunakan pengetahuannya untuk berkomu-nikasi dengan orang lain sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang interaktif; 4) Guru sebagai evaluator, peran guru sebagai

evaluator guru harus selalu mengetahui ketercapaian tujuan belajar dengan mengi-kuti hasil belajar siswa dengan memberikan penilaian dan tindak lanjut untuk tolak ukur perbaikan pembelajaran berikutnya.

b. Peran guru dalam administrasi

1) Pengambilan inisiatif,pengarahan dan peni-laian kegiatan-kegiatan pendidikan, guru senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan pihak sekolah; 2) Wakil masyarakat, sebagai anggota dalam

masyarakat guru harus mencerminkan ma-syarakat yang baik;

3) Orang yang ahli dalam mata pelajaran,guru wajib menularkan ilmunya kepada anak didiknya;

4) Penegak disiplin, guru harus menjaga ke-disiplinan;

5) Pelaksana administrasi pendidikan, guru harus melaksanakan administrasi sekolah dengan penuh tanggung jawab;

6) Pemimpin generasi muda, guru berperan

dalam mempersiapkan generasi muda

(21)

29

masyarakat dewasa

7)Penerjemah kepada masyarakat, guru

mampu menyampaikan kepada masyarakat tentang masalah-masalah pendidikan.

c. Peran guru sebagai pribadi

1) Petugas sosial, guru mampu berpartisipasi dalam kegiatan dimasyarakat

2) Pelajar dan Ilmuan, guru harus

terus-me-nerus mengembangkan pengetahuannya

mengikuti perkembangan ilmu pengetahu-an;

3) Orang tua, guru sebagai pengganti orang tua di sekolah bagi anak didiknya;

4) Pencari teladan, guru menjadi contoh tau-ladan bagi peserta didik karena sebagai panutan di sekolah.

5) Pencari keamanan, guru bisa memberi rasa aman bagi peserta didik, karena guru se-bagai tempat berlindung bagi peserta didik.

d. Peran guru secara psikologis

1) Ahli psikologis pendidikan, melaksanakan

tugasnya dengan dasar prinsip-prinsip

psikologis;

2) Seniman dalam hubungan antar manusia, mampu membuat hubungan antar manusia untuk tujuan pendidikan;

3) Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan;

4) Catalytic agent, berpengaruh dalam pemba-haruan dalam pembelajaran;

5) Petugas kesehatan mental, bertanggung- jawab terhadap pembinaan mental siswa-siswinya.

(22)

2.2.3 Peran Komite sekolah

Komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non politis dan non profit, dibentuk berda-sarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung-jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan (Permadi dan Arifin, 2007:30).

Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pembentukan Komite Sekolah ditetapkan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 dan merupakan amanat dari UU Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004. Sasaran yang dicapai dalam program pembinaan pendidikan dasar dan menengah di antaranya adalah terwujudnya manajemen pendidikan berbasis sekolah atau masya-rakat (school community based management) dengan mengenalkan konsep dan merintis pembentukan Dewan Sekolah (Pendidikan) di setiap kabupaten/kota, dan pemberdayaan Komite Sekolah di setiap sekolah.

(23)

31 masyarakat dalam melahirkan kebijakan program pendidikan di kabupaten/kota (untuk Dewan Pendi-dikan) dan di satuan pendidikan (untuk Komite Sekolah); (b) meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) menciptakan suasana partisipatif, transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pen-didikan.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 56 membahas tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan tertuang pada pasal 56 (1) yang menyebutkan: ”masyarakat berperan dalam peningkat -an mutu pelay-an-an pendidik-an y-ang meliputi peren-canaan, pengawasan, dan evaluasi program

pendidik-an melalui Dewpendidik-an Pendidikpendidik-an dpendidik-an Komite Sekolah”.

(24)

pendidikan.

Peran Komite Sekolah mutlak diperlukan seiring dengan tuntutan masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat sekolah. Menurut Uno (2008: 55) beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat dise-rahkan pada tingkat sekolah adalah:

1. Menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah;

2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa

baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki;

3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan eks-trakurikuler yang akan diadakan dan dilaksa-nakan oleh sekolah;

4. Pengadaan sarana prasarana pendidikan, ter-masuk buku pelajaran dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada;

5. Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksa-nakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten;

6. Proses pengajaran dan pembelajaran.

(25)

mela-33 kukan studi atau penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data pengaduan, laporan dari masyarakat yang ada untuk menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pendidikan.

Dalam rangka memenuhi harapan besar terha-dap peran Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan adanya kerjasama yang siner-gis antara sekolah, orang tua dan masyarakat. Komite Sekolah memerlukan acuan tentang bagaimana mem-buat rencana kerja, melaksanakan program kerja, memonitor dan mengevaluasi, serta mempertanggung-jawabkan kepada stakeholder pendidikan.

Komite Sekolah merupakan mitra dari pemerin-tah dan sekolah agar dapat melaksanakan peran secara konsisten. Komite Sekolah menjadi penyalur aspirasi masyarakat dan harus memiliki AD/ART, serta program kerja yang rasional. Komite Sekolah sebagai mediasi bagi masyarakat dalam artian bahwa sekolah adalah milik bersama masyarakat dan peme-rintah. Tinggi rendahnya mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

(26)

peningkatan mutu pendidikan merupakan keberhasil-an bersama secara sinergis keberhasil-antara sekolah, orkeberhasil-ang tua dan masyarakat.

2.3

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Yoga Noviantoro (2013) dengan judul “Implementasi Kebijakan Manaje-men Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Ngargosari” dapat disimpulkan bahwa bahwa: (1) implementasi kebijakan MBS di SD Negeri Ngargosari dilihat dari proses sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan evaluasinya belum berjalan dengan maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya program kerja sekolah yang belum bisa terpenuhi

Penelitian yang dilakukan oleh Amirudin (2013)

dengan judul “Implementasi MBS oleh kepala sekolah di SD Negeri 12 Delta Pawan Kabupaten Ketapang“ dengan hasil: bahwa Implementansi MBS oleh kepala sekolah di SD Negeri Delta Pawan Kabupaten Ketapang telah berjalan cukup efektif dan sesuai dengan kebijakan dan perencanaan sekolah, yang meliputi prosedur, kontribusi kepala sekolah sebagai menejer, dan faktor pendukung dan penghambat serta upaya kepala sekolah dalam mengatasi hambatan implementasi MBS.

(27)

35 sesuai dengan kebijakan dan perencanaan sekolah, yang meliputi prosedur, kontribusi kepala sekolah sebagai manajer, faktor pendukung dan penghambat serta upaya kepala sekolah dalam mengatasi ham-batan implementasi MBS.

2.4

Kerangka Pikir

(28)

kesenjangan

Gambar 2.1

Kerangka Pikir dan Keterkaitan Perencanaan, Implementasi dan Pengawasan Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang

Gambar di atas memperjelas bagaimana proses perencanaan, implementasi dan pengawasan Mana-jemen Berbasis Sekolah (MBS) di SDN Lamper Tengah 01 Semarang yang diawali dengan adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang akan diterapkan di SDN Lamper Tengah 01, masih terlihat adanya kesenjang-an dimkesenjang-ana kondisi sekolah ykesenjang-ang ada sekarkesenjang-ang dengkesenjang-an harapan masa depan belum bisa tercapai. Dengan adanya kesenjangan tersebut maka diperlukan

peren-Komite sekolah Kenyataan

yang ada sekarang

Perencanaan

Implementasi

Pengawasan Sekolah

(29)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir dan Keterkaitan Perencanaan,

Referensi

Dokumen terkait

kekurangan salah satunya dalam hal pembersihan produk gas. Agar didapatkan gas yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan bakar alternatif, maka pada tugas

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Kegiatan Pembangunan Jalan (DAK IPD 2016), Pekerjaan Pembangunan Jalan Kota (Jl. Cendrawasih II Kel. Manado Samping Timur

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan (S.Pd.). OLEH

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi nilai, emotional branding , dan kepercayaan merek berpengaruh kepada loyalitas pengguna sepeda

Kondisi lingkungan seperti ini memiliki pengaruh positif terhadap banyaknya jenis kupu-kupu yang datang, dan akibatnya berpengaruh terhadap kekayaan spesies (Hamer et

perubahan konsumsi secara relatif yang terjadi pada saat konsumen mengganti produk yang lebih mahal dengan produk yang berharga lebih murah.. Teori Preferensi

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

The objective of this research was to analyze the use of Teams Games Tournament cooperative learning method to improve students’ learning participations and understanding to