• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi T2 942015010 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi T2 942015010 BAB IV"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

75

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini memuat deskripsi mengenai

temuan-temuan yang telah diperoleh dari setiap tahap penelitian,

meliputi: (1) hasil studi pendahuluan mengenai model

faktual pembinaan sekolah imbas yang selama ini

dilaksanakan oleh SD Marsudirini 77 Salatiga serta

temuan kebutuhan dalam pembinaan; (2)

pengembangan desain model pembinaan sekolah imbas

Adiwiyata berbasis partisipasi; (3) hasil uji validasi pakar

serta analisis dan hasil perbaikannya; (4) hasil uji

kelayakan serta analisis dan hasil perbaikannya; (5)

model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata yang layak

diujicobakan.

4.1HASIL PENELITIAN 4.1.1Studi Pendahuluan

A. Profil Sekolah

Sekolah yang menjadi subyek penelitian, yaitu

SD Marsudirini 77 terletak dikawasan kompleks

perumahan penduduk dimana dukungan penuh

diberikan oleh masyarakat sekitar dan juga dari orang

tua murid terhadap sekolah serta kemudahan akses

menuju sekolah yang dapat dijangkau melalui jalur

(2)

76

bagi sekolah. Walaupun sekolah swasta, mereka

mampu mendapatkan murid yang cukup bahkan

berlebih. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya peran

dari guru, karyawan, dan penjaga sekolah yang

memiliki ketulusan, keikhlasan, dan loyalitas yang

tinggi dalam memberikan yang terbaik bagi kemajuan

sekolah.

SD Marsudirini 77 sendiri memiliki visi yakni

“Terwujudnya peserta didik yang handal, cerdas, kreatif, inovatif, Mandiri, beriman, berkepribadian

utuh dan cinta terhadap lingkungan alam semesta” dan misi yang dikembangkan oleh sekolah

berdasarkan visi adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan penyusunan kurikulum untuk

menghasilkan kurikulum inovatif.

2. Mengembangkan kecerdasan intelektual,

emosional dan spiritual dengan pembelajaran yang

aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan dengan

pendekatan cinta lingkungan alam semesta.

3. Melaksanakan kegiatan intrakurikuler dan

ekstrakurikuler menuju proses akademik dan non

akademik.

4. Melaksanakan pembiasaan perilaku siswa dalam

menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa.

5. Melaksanakan berbagai kegiatan rohani untuk

(3)

77

6. Melaksanakan kegiatan dalam rangka

mewujudkan, melestarikan, meningkatkan

kwalitas dan mempertahankan lingkungan yang

bersih, sehat, asri dan rapi.

7. Melaksanakan kegiatan pengadaan sarana,

prasarana yang memadai.

8. Melaksanakan kegiatan peningkatan guru dan

tenaga kependidikan.

9. Melaksanakan penilaian yang utuh, obyektif dan

otentik.

Adapun tujuan pendidikan SD Marsudirini 77

adalah:

1. Warga Marsudirini menjadi pribadi yang utuh:

seimbang antara intelektual, emosi dan rohani.

2. Meningkatkan kualitas berbudi luhur, peduli

sesama dan lingkungan.

3. Mengembangkan keterampilan berbahasa dan

menghargai budaya bangsa.

4. Menyediakan sarana dan prasarana yang

memenuhi tujuan sekolah dan pedagogik untuk

menjamin terselenggaranya proses pendidikan

yang bermakna, menyenangkan, dan

memberdayakan.

5. Mengembangkan kemampuan menjadi manusia

(4)

78

6. Menjalin kerjasama yang harmonis dengan

masyarakat dan meningkatkan peran serta

masyarakat sebagai sumber, pelaku dan

pengguna hasil pendidikan.

7. Menjadi sekolah yang diminati masyarakat.

8. Unggul dalam prestasi akademik, non-akademik

dalam iman yang bercirikan Marsudirini.

9. Meningkatkan pencapaian jumlah nilai rata-rata 3

mata pelajaran Ujian Nasional (UN)

10.Meningkatkan nilai rata-rata Ujian Nasional.

SD Marsudirini 77 memiliki total guru kelas

berjumlah 6 (enam) orang dimana setiap orang

memegang satu kelas dan juga diberikan tugas

tambahan diluar mengajar, kemudian 1 (satu) guru

olahraga yang merupakan guru honorer atau guru

bantu, 1 (satu) guru bahasa inggris, dan guru

laboratorium bahasa. Selain guru, sekolah juga

memiliki guru TU berjumlah 2 (dua) orang, pengurus

kantin 1 (satu) orang, pengurus perpus dan lab 1

(satu) orang, pengurus kebun 1 (satu) orang, dan

satpam sekolah 1(satu) orang. Rata-rata semua guru

bergelar sarjana kecuali guru olahraga. Dengan

jumlah guru yang ada, SD Marsudirini 77 mampu

untuk menampung siswa baru setiap tahunnya

mencapai 50 siswa, dengan asumsi bahwa tidak ada

(5)

79

SD Marsudirini 77 memiliki total ruang untuk

kelas berjumlah 6 kelas dengan kesemua ruangan

dalam kondisi baik dan luas per ruangan 56 m2, 1

laboratorium bahasa, ruang komputer dengan kondisi

baik dan luas 56 m2, ruang guru dengan kondisi baik

dengan luas 35 m2, ruang kepala sekolah dengan

kondisi baik dengan luas 7,5 m2, serta WC dan kamar

mandi dengan kondisi rusak ringan dan luas 7 m2.

B. Deskripsi dan Analisis Model Faktual Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Pembinaan terhadap sekolah imbas Adiwiyata

merupakan salah satu persyaratan sebuah sekolah

agar dapat menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri,

dimana didalamnya secara garis besar terdapat

kegiatan sosialisasi, bimbingan teknik, dan

pendampingan Adiwiyata. Adapun yang menjadi

sasaran dalam pembinaan itu sendiri adalah

sekolah-sekolah yang belum mengikuti program Adiwiyata

ataupun yang sudah mengikuti program Adiwiyata,

namun belum berhasil mencapai pada jenjang

berikutnya.

SD Marsudirini 77 Salatiga sebagai salah satu

sekolah induk Adiwiyata telah menjalankan

pembinaan dalam rangka mengikuti program

(6)

80

sudah berhasil membina hingga beberapa sekolah

imbasnya maju pada Adiwiyata tingkat Adiwiyata

Provinsi. Namun hal tersebut belum cukup untuk

menjadikannya sebagai sekolah Adiwiyata Mandiri,

karena belum semua sekolah imbasnya berhasil

menjadi sekolah Adiwiyata.

Pada bagian ini akan dipaparkan lebih lanjut

mengenai model pembinaan Adiwiyata yang

dilaksanakan, mulai dari tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, hingga tahap

evaluasinya. Data didapatkan melalui wawancara

dengan ketua Adiwiyata sekaligus sebagai pembina

Adiwiyata SD Marsudirini 77 yaitu Bapak Fx.

Ernasyono, S.Pd.SD pada tanggal 01 November 2016

bertempat di sekolah induk dan juga beberapa

pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas pada tanggal

03 November 2016 yaitu Bapak Yaroni dan 07

November 2016 yaitu Bapak Heri Sutanto, S.Pd yang

bertempat di masing-masing sekolah imbas. Selain

itu, data juga didapatkan dari hasil Focus Group

Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 06

Mei 2017 bertempat di SD Marsudirini 77 Salatiga.

1. Analisis Kebutuhan Pembinaan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah

(7)

81

pembinaan belum dilakukan analisis kebutuhan

untuk masing-masing sekolah imbas secara

terstruktur dan merata. Selama ini pembinaan

dilakukan hanya berdasar pada kebutuhan spontan

dari sekolah imbas. Hal ini diungkapkan oleh ketua

Adiwiyata sekolah induk yang mengatakan bahwa:

“Biasanya saya datang ke sekolah imbas untuk melihat

keadaan lingkungan disana, kemudian

memberitahukan kepada sekolah imbas apa yang

diperlukan atau dibutuhan sekolah untuk mencapai

Adiwiyata.” (sumber: wawancara tanggal 01 November

2016)

Hal serupa juga diungkapkan oleh 2 (dua)

sekolah imbas yang ketika diwawancarai

mengatakan bahwa:

“Yang saya tahu adalah pembina pernah datang ke

sekolah untuk melihat kondisi lingkungan sekolah

kami dan memberitahukan apa saja yang dibutuhkan

oleh sekolah kami dalam rangka mewujudkan sekolah

Adiwiyata.” (sumber: wawancara tanggal 03 November

2016)

“Saya kurang begitu paham untuk itu, mungkin

dilakukan analisis kebutuhan, namun itu antara

kepala sekolah dengan Pembina.” (sumber: wawancara

tanggal 07 November 2016)

Hal ini juga kemudian diperkuat kembali oleh

pembina pada saat FGD yang menegaskan kembali

(8)

82

“Selama ini ketika saya melakukan pembinaan, tidak ada analisis khusus bagaimana kebutuhan sekolah

imbas, saya melakukan pembinaan ketika ada permintaan dari sekolah imbas.” (sumber: FGD tanggal 06 Mei 2017)

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa,

selama ini dalam pelaksanaan pembinaan hanya

berdasarkan kepada kebutuhan sekolah imbas

secara spontan pada saat meminta kepada Pembina

agar diadakan pembinaan kepada sekolah imbas

tersebut dan belum pernah dilakukan analisis

kebutuhan di awal perencanaan pembinaan.

Langkah analisis kebutuhan yang dilakukan adalah

hanya melalui observasi langsung ke sekolah pada

saat tengah pembinaan. Padahal, setiap sekolah

imbas memiliki kekhasannya masing-masing. Oleh

karena itu, mengetahui apa yang sangat dibutuhkan

oleh masing-masing sekolah pada awal pembinaan

tentunya akan sangat membantu agar Pembina

dapat dengan segera memberikan masukan atau

saran-saran lainnya untuk pemecahan masalah

kebutuhan tersebut.

2. Perumusan Tujuan Pembinaan

Sejalan dengan belum adanya analisis

kebutuhan yang dilakukan oleh sekolah induk,

(9)

83

yang dibuat secara spesifik bagi masing-masing

sekolah imbas. Selama ini tujuan pembinaan bagi

sekolah imbas didasarkan kepada tujuan utama

program Adiwiyata yaitu menjadikan sekolah imbas

sebagai sekolah Adiwiyata. Hal ini diungkapkan oleh

dua sekolah imbas ketika diwawancarai, yang

mengatakan:

“Yang saya tau adalah tujuan program Adiwiyata jelas

untuk menjadi sekolah Adiwiyata dimana seluruh

warga sekolahnya terutama memiliki karakter cinta

lingkungan. Tetapi untuk tujuan spesifiknya saya

belum pernah tau. (sumber: wawancara tanggal 03

November 2016)

“Kalau untuk tujuan secara khusus saya kurang

paham ya, itu kepala sekolah yang tau, tetapi yang jelas

tentunya tujuan pembinaan adalah membantu sekolah

kami menjadi sekolah Adiwiyata. (sumber: wawancara

tanggal 07 November 2016)

Dalam pembinaan, rumusan tujuan menjadi

bagian hal yang sangat krusial yang harus dibuat

agar arah pembinaan arah dan sasaran pembinaan

jelas, serta dapat diukur keberhasilan

pembinaannya dengan bertolak dari tujuan awal

(10)

84

3. Materi Pembinaan

Dalam pelaksanaan pembinaan Adiwiyata yang

telah dijalankan selama ini, materi pembinaan

ditentukan secara spontan ketika hendak dilakukan

pembinaan kepada sekolah imbas. Belum ada

penentuan materi pembinaan yang dibuat secara

spesifik berdasarkan kebutuhan sekolah imbas.

Ketua Adiwiyata sekolah induk menyampaikan

bahwa dari segi mengenai materi pembinaan dibuat

secara langsung ketika akan melakukan pembinaan,

dimana berdasarkan kebutuhan sekolah imbas pada

saat itu, dan tidak ada materi yang dipersiapkan

sebelumnya:

“Untuk materi pembinaannya tentu saja berdasarkan kebutuhan sekolah imbas itu sendiri. Jadi misalkan

sekolah imbas menghubungi saya untuk meminta

tolong agar diberikan masukan mengenai capaian di

sekolahnya seperti apa, apa yang kurang dan yang

perlu diperbaiki, maka dalam hal ini apabila saya ada

waktu kosong, maka saya akan datang ke sekolah

tersebut untuk melakukan pembinaan dengan

memberikan masukan-masukan hingga memberikan

contoh. Misalkan saja dalam pengelolaan sampah,

pengelolaan tanaman, dan lainnya. Atau bisa juga

misalkan ada permintaan dari sekolah imbas yang

meminta untuk melakukan kunjungan studi banding

atau observasi kepada sekolah induk, maka dalam hal

itu pembinaan yang kami berikan adalah dengan

(11)

85 proses-proses yang dilakukan dalam hal mengelola

lingkungan sekolah kami seperti apa, sebagai bagian

dari perwujudan sekolah Adiwiyata.” (sumber:

wawancara tanggal 01 November 2016)

Hal ini didukung pula dari pernyataan 2 (dua)

sekolah imbas, yaitu:

“Materi apa yang dibina biasanya ditentukan secara

spontan ketika antara sekolah imbas dan sekolah

induk memiliki waktu kosong yang sama untuk

diadakan pembinaan.” (sumber: wawancara tanggal 03

November 2016)

“Untuk materi dan waktu pembinaan biasanya

dibicarakan langsung oleh Pembina dengan kepala

sekolah terlebih dahulu.” (sumber: wawancara tanggal

07 November 2016)

Kondisi dimana tidak ada penyusunan materi

pembinaan terlebih dahulu akan menyulitkan baik

bagi Pembina maupun sekolah imbas, karena tidak

diketahui urutan materi apa yang menjadi prioritas

yang harus dibina dimasing-masing sekolah,

sehingga tujuan pembinaan menjadi sulit untuk

tercapai.

4. Perencanaan Pembinaan

Dalam pembinaan yang dilakukan sejauh ini

belum ada proses perencanaan pembinaan yang

dibuat secara matang. Selama ini pembinaan

(12)

86

perencanaan pembinaannya juga bersifat isidental,

dimana materi pembinaan yang diberikan

berdasarkan kebutuhan sekolah imbas pada saat

itu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

ketua Adiwiyata sekolah induk yang mengatakan

bahwa:

“Sejauh ini memang pada prinsipnya kami belum

sampai sejauh itu (belum ada plot kegiatan, waktu

pembinaan, penanggungjawab, dll) dalam membuat

perencanaan khusus untuk pembinaan itu sendiri

karena mengingat adanya beberapa pertimbangan

terutama waktu, karena saya sendiri mengajar,

sehingga pembinaan bisa dilakukan ketika saya ada

waktu kosong atau tidak sedang mengajar dan juga

harus menyesuaikan dengan waktu yang dimiliki oleh

sekolah imbas itu sendiri apakah kepala sekolah imbas

tersebut ada ditempat atau tidak. Dalam hal ini

pembinaannya masih bersifat isidental.” (sumber:

wawancara tanggal 01 November 2016)

Hal ini kemudian ditegaskan kembali oleh

ketua Adiwiyata sekolah induk pada saat FGD

dilakukan, menyatakan bahwa:

“Selama menjalankan program pembinaan, sebenarnya apa yang saya lakukan sudah mirip dengan apa yang

diusulkan peneliti, hanya memang karena

keterbatasan waktu dan kesibukan lainnya, maka

tidak ada perencanaan yang secara khusus dibuat.

Selama ini yang saya jalankan adalah, ketika ada

(13)

87 baru melakukan pembinaan.” (sumber: FGD tanggal 06 Mei 2017)

Hal ini pula didukung dengan tidak adanya

penentuan metode pembinaan, jadwal dan tempat

pembinaan yang dibuat, seperti yang diungkapkan

kembali oleh ketua Adiwiyata sekolah induk, yang

mengatakan bahwa:

“Tidak ada penentuan metode pembinaan secara

bersama, karena pembinaan dilakukan secara

spontan, tanpa ada perencanaan apapun. Jadi, ketika

sekolah imbas perlu apa, baru kami bina seperti apa,

biasanya kami memberikan masukan-masukan

berdasarkan pengalaman bagi sekolah imbas.”

(sumber: wawancara tanggal 01 November 2016)

Dan didukung oleh pernyataan dari kedua

sekolah imbas yang mengatakan bahwa:

“Tidak ada metode yang dibuat secara khusus dalam

pembinaan, paling pembina datang untuk melihat

capaian sekolah imbas.” (sumber: wawancara tanggal

03 November 2016)

Selama ini yang saya tau, pembina datang kesekolah

untuk melihat capaian sekolah atau kami yang

berkunjung ke sekolah induk untuk melihat keadaan

sekolah induk, sebagai percontohan sekolah Adiwiyata

sehingga kami tau bahwa sekolah Adiwiyata itu seperti

apa. (sumber: wawancara tanggal 07 November 2016)

Dari paparan di atas diketahui bahwa belum ada

perencanaan pembinaan yang dibuat secara matang.

(14)

88

yang hanya menemukan daftar jadwal pembinaan

yang dipersiapkan, namun belum ada plot tanggal

dan materi pembinaannya seperti yang seharusnya

dilakukan sebelum pembinaan dilaksanakan serta

dari observasi ke sekolah induk, peneliti belum bisa

mengikuti observasi kegiatan pembinaan karena

pembina Adiwiyata masih disibukkan dengan tugas

lainnya.

Kondisi ini akan berpengaruh kepada kepada

pelaksanaan dan keberhasilan pembinaan nantinya,

dimana pada dasarnya perencanaan merupakan

fungsi awal manajemen dimana perencanaan

menggambarkan penyusunan rangkaian kegiatan

yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan

pembinaan. Apabila tidak ada perencanaan ataupun

perencanaan tidak disusun dengan baik, maka

kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan belum

tentu mengarah kepada pencapaian tujuan, sehingga

sulit untuk mewujudkan tujuan atau keberhasilan

dalam pembinaan tersebut. Dalam hal ini, dapat

disimpulkan dibutuhkan perencanaan pembinaan

yang terkonsep, sehingga dapat kegiatan dalam

pembinaan nanti akan jelas arahnya untuk mencapai

(15)

89 5. Pengorganisasian Pembinaan

Berkaitan dengan pengorganisasian

pembinaan, selama ini belum ada pembentukan tim

khusus untuk pembinaan, hal ini dikarenakan

kesulitan dalam pembagian waktu, dimana para

guru sudah disibukkan dengan tugas pokok mereka

sebagai pengajar. Selain itu karena pembinaan

Adiwiyata bukan merupakan tugas pokok utama

melainkan sebagai tugas tambahan, sehingga

kesediaan untuk ikut terlibat juga kurang, sesuai

yang diungkapkan oleh ketua Adiwiyata sekolah

induk:

“Selama ini dalam menjalankan program pembinaan

tidak ada pembentukan tim khusus atau apapun

sejenisnya, pembinaan hanya dilakukan oleh saya

selaku ketua Adiwiyata dan ataupun bersama Suster

Kepala, dan terkadang juga saya mengajak beberapa

guru yang memiliki jam kosong mengajar untuk ikut

berkunjung ke sekolah imbas bersama saya, sehingga

dengan melihat kondisi tersebut serta adanya beberapa

alasan bahwa melihat dari kemampuan tiap personal

anggota Adiwiyata yang tersedia dan juga kesediaan

untuk melakukan pembinaan karena dalam hal ini

Adiwiyata bukanlah tugas pokok setiap anggota namun

bersifat sebagai tugas tambahan dan tidak ada

kompensasi yang diberikan maka pembentukan tim

khusus tersebut belum diadakan. Sehingga susah

untuk melakukan pembinaan rutin karena tidak

(16)

90

Kepala, apalagi sekarang saya juga merangkap jabatan

sebagai Kepala Sekolah, akan semakin sulit untuk saya

membagi waktu tersebut karena memang belum

dilakukan reorganisasi keanggotaan Adiwiyata di

sekolah.” (sumber: wawancara tanggal 01 November

2016)

Hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari

sekolah imbas mengenai kejelasan pengorganisasian

dalam pembinaan, yakni:

“Untuk waktu pembinaannya kurang diorganisir

dengan baik. Mungkin rencana yang dulu pernah

disosialisasikan di jalankan kembali.” (sumber:

wawancara tanggal 03 November 2016)

Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti

dan studi dokumentasi, tidak temukan struktur

pengurus atau kepanitiaan dalam pembinaan, yang

ada hanya struktur pengurus Adiwiyata sekolah.

Jika melihat kepada fungsi pengorganisasian

sendiri, pengorganisasian digunakan untuk

menyusun semua sumber baik sumber daya

manusia maupun non manusia yang digunakan

dalam perencanaan sehingga pembinaan dapat

berjalan efektif dan efisien, sehingga apabila tidak

ada pengorganisasian yang baik, maka akan sulit

membuat pembinaan menjadi efektif, apalagi hanya

di lakukan oleh beberapa orang. Sehingga diperlukan

(17)

91

dapat saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan

pembinaan tersebut.

6. Pelaksanaan Pembinaan

Dalam pelaksanaan pembinaan sejauh ini dapat

berjalan dengan baik, walaupun masih banyak

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya.

Koordinasi antara sekolah induk dengan sekolah

imbas cukup jelas dan dilakukan sebelum

pembinaan dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi.

Dalam sosialisasi juga sekolah induk berusaha

untuk mengkomunikasikan tujuan pembinaan,

memberikan motivasi, dan penguatan untuk

mengikuti program Adiwiyata.

Hal ini diungkapkan oleh pembina Adiwiyata

yang mengatakan:

“Proses pengorganisasian yang dilakukan sekolah

induk dengan sekolah imbas dilakukan sebelum

pembinaan dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi.

Dalam sosialisasi, saya menyampaikan apa itu

Adiwiyata, apa manfaatnya, bagaimana

pengimplementasiannya, serta apa saja standar

penilaiannya.” (sumber: wawancara tanggal 01

November 2016)

Pernyataan tersebut kemudian didukung oleh

ungkapan pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas

(18)

92

“Selama ini koordinasi sekolah induk dengan sekolah

imbas cukup baik. Sekolah imbas dapat berkoordinasi

tanpa harus bertemu dengan sekolah induk, misalnya

via telepon, karena sekolah induk cukup terbuka

untuk membantu sekolah kami. Proses pembinaan

oleh Pak Ernas selaku ketua Adiwiyata mengadakan

kunjungan ke SD Mangunsari 3, ataupun sebaliknya.

Dalam kunjungan tersebut Pak Ernas banyak

memberikan masukan dan juga contoh-contoh

pengolahan lingkungan sekolah, misalnya saja

pengolahan sampah itu seperti apa dan juga

pengolahan tanaman sekolah dengan lahan yang kecil

seperti sekolah kami ini, dan lainnya.”

(sumber: wawancara tanggal 03 November 2016)

“Selama ini koordinasi sekolah induk dengan sekolah imbas baik. Sekolah imbas dapat

banyak memberikan masukan bagi sekolah

kami.” (sumber: wawancara tanggal 07 November 2016)

Sebelum pembinaan dilaksanakan berdasarkan

hasil wawancara lebih lanjut dengan ketua Adiwiyata

sekolah induk didapatkan bahwa pada awalnya

dilakukan sosialisasi mengenai program Adiwiyata

kepada sekolah-sekolah imbas mulai dari pengertian

Adiwiyata, administrasinya hingga teknis

pelaksanaan program Adiwiyata itu sendiri serta

didalam sosialisasi juga dijelaskan materi serta

(19)

93

itu baru dilakukan pembinaan. Sosialisasi tersebut

dilaksanakan beberapa kali oleh sekolah induk,

termasuk pada saat ulang tahun sekolah. Hal ini

diungkapkan oleh salah satu pengurus Adiwiyata di

sekolah imbas yang menjelaskan bahwa:

“Untuk sosialisasi pernah ada diberikan. Waktu itu

ketika ulang tahun sekolah selalu ada sosialisasi

mengenai sekolah Adiwiyata, kemudian ada sosialisasi

mengenai pembagian tanaman dari sekolah induk

kepada masing-masing sekolah imbas. Sedangkan

sosialisasi khusus pembinaan itu sendiri pernah

diberikan ketika ada pertemuan dengan

sekolah-sekolah imbas untuk diberi pembekalan mengenai

program Adiwiyata, khususnya kepada sekolah imbas

yang memiliki kepala sekolah yang baru karena adanya

rotasi kepala sekolah. Dalam sosialisasi itu sendiri

diberitahukan mengenai materi pembinaannya apa

saja, dan dalam pembinaan tersebut ada rencana yang

dibuat untuk diadakannya pertemuan secara rutin

setiap bulan.” (sumber: wawancara tanggal 03

November 2016)

Senada dengan hal tersebut disampaikan oleh

pengurus Adiwiyata dari sekolah imbas lainnya:

“Ada sosialisasi yang diberikan. Kebetulan yang

mengikuti sosialisasi pada saat itu adalah Ibu Kepala

Sekolah, sehingga bentuk sosialisasinya seperti apa

saya kurang tau, tapi setahu saya, sekolah induk

pernah melakukan sosialisasi mengenai Adiwiyata itu

sendiri kepada kami.” (sumber: wawancara tanggal 07

(20)

94

Pembinaan Adiwiyata dilaksanakan dalam

bentuk kunjungan ke sekolah-sekolah imbas

maupun dari pihak sekolah imbas yang datang

mengunjungi sekolah induk untuk melakukan studi

banding kepada sekolah induk. Dalam kunjungan

tersebut, pembina melihat keadaan lingkungan

sekolah serta keterlaksanaan program Adiwiyata

disekolah imbas kemudian memberikan

masukan-masukan serta contoh untuk kemajuan Adiwiyata

disekolah imbas tersebut. Hal tersebut disampaikan

oleh pengurus Adiwiyata sekolah imbas yang

mengatakan:

“Pembinaan dilakukan dengan pembina dari sekolah

induk mengadakan kunjungan ke sekolah kami,

ataupun sebaliknya. Dalam kunjungan tersebut

pembina banyak memberikan masukan dan juga

contoh-contoh pengelolaan lingkungan sekolah,

misalnya saja pengolahan sampah, pengolahan

tanaman sekolah, dan lainnya dimana tentunya bagi

kami hal tersebut sangat membantu sekali karena

kami bisa bertukar pengalaman dengan beliau karena

memang beliaukan sudah menjadi sekolah Adiwiyata

nasional, tentunya pengalamannya lebih banyak.”

(sumber: wawancara tanggal 03 November 2016)

Hal tersebut diungkapkan pula oleh pengurus

Adiwiyata dari sekolah imbas lainnya yang

mengatakan bahwa:

“Pembinaan dilakukan dengan adanya kunjungan,

(21)

95 maupun pembina datang berkunjung ke sekolah kami

untuk melihat ketercapaian kami sudah sampai

dimana, kemudian pembina memberikan

masukan-masukan serta contoh-contoh megenai pengelolaan

lingkungan, misalnya saja pengelolaan sampah,

dimana dengan model yang seperti itu ya sangat

membantu sekali, karena dengan begitu kami bisa

mendapatkan masukan-masukan langsung dari

pembina, berbagi pengalaman juga dengan beliau,

serta kami bisa melihat secara langsung bagaimana

pengelolaan lingkungannya, terutama kemarin bagi

sekolah kami itu pada pengelolaan sampah dan juga

kantin sekolah.” (sumber: wawancara tanggal 07

November 2016)

Adapun kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pembinaan adalah sulitnya

menentukan waktu untuk pembinaan karena jadwal

yang sudah disepakati terkadang berbenturan

dengan jadwal kegiatan lain yang tidak bisa

ditinggalkan oleh kepala sekolah dari

sekolah-sekolah imbas, begitu pula sebaliknya. Terkadang

pembina yang tiba-tiba tidak bisa mengunjungi

sekolah imbas karena adanya kegiatan lain yang

tidak bisa ditinggalkan. Selain itu kendala lainnya

adalah kurangnya komitmen dan motivasi dari

sekolah imbas untuk menjadi sekolah Adiwiyata dan

adanya rotasi kepala sekolah, dimana sekolah imbas

yang kepala sekolahnya baru menjabat belum tentu

(22)

96

belum tentu mendukung program tersebut. Dalam

kondisi seperti ini, pembina tidak bisa melaksanaan

pembinaan, sehingga pembina harus mengulang

untuk memberikan sosialisasi kembali kepada

sekolah imbas. Hal ini didukung berdasarkan hasil

observasi peneliti ke sekolah-sekolah imbas, dimana

ada beberapa sekolah imbas yang kepala sekolahnya

baru, ketika di minta untuk diwawancarai tidak

bersedia karena tidak memahami konsep Adiwiyata.

Hal tersebut pula disampaikan oleh pembina:

“Kendala yang saya hadapi selama pelaksanaan

pembinaan adalah penentuan waktu pembinaan.

Terkadang waktu pembinaan yang sudah ditetapkan

dimundurkan atau dibatalkan karena sekolah imbas

ataupun sekolah induk mendadak mendapatkan tugas

atau kegiatan dinas mendadak.

Kendala lainnya adalah kurangnya komitmen dan

motivasi yang dimiliki oleh sekolah imbas, misalkan

saja contoh sederhananya adalah pembentukan tim

Adiwiyata di masing-masing sekolah imbas, ada

beberapa sekolah imbas yang sampai sekarang belum

memiliki tim Adiwiyata di sekolahnya, sehingga dalam

hal ini saya kesulitan untuk memberikan

pembinaannya karena tidak ada pengurus Adiwiyata

disekolah dan semuanya diserahkan kepada kepala

sekolah, padahal belum tentu kepala sekolah juga bisa

menjalankan karena kepala sekolah sendirikan

disibukkan dengan tugasnya juga. Belum lagi jika ada

pergantian atau rotasi kepala sekolah di sekolah imbas.

(23)

97 sendiri karena tidak semua kepala sekolah di sekolah

imbas mengetahui program Adiwiyata serta

mengetahui bahwa sekolahnya menjadi sekolah imbas

Adiwiyata SD Marsudirini 77 karena program

Adiwiyata inikan adalah program tahunan dan bersifat

kontinyu. Belum lagi apabila kepala sekolah yang baru

tersebut tidak memiliki fokus pengembangan untuk

sekolah Adiwiyata, tetapi lebih fokus ke akademik. Hal

ini juga menyulitkan kami sebagai pembina karena

harus mengulang pembinaan dari awal kembali.

(sumber: wawancara tanggal 01 November 2016)

Kendala ini juga dirasakan oleh sekolah imbas,

seperti sesuai ungkapan dari pengurus Adiwiyata

sekolah imbas:

“Sesuai dengan sosialisasi, pada awalnya setelah

sosialisasi akan dibuat jadwal pertemuan rutin, tetapi

sampai sekarang hal itu belum terlaksana dan belum

pernah ada pertemuan rutin mungkin karena

kesibukan masing-masing jadi belum diadakan.”

(sumber: wawancara tanggal 03 November 2016)

Adapun kelebihan pembina dalam hal ini

sekolah induk adalah mereka mau menuntun

sekolah imbas dalam mewujudkan sekolah

Adiwiyata, dimana sekolah induk tidak hanya

melakukan observasi dan juga memberikan

saran-saran, namun juga memberikan contoh

pengelolaannya. Sedangkan kekurangannya adalah

(24)

98

sekolah induk. Hal ini disampaikan oleh pengurus

Adiwiyata sekolah imbas:

“Kelebihannya adalah kebetulan pembina sudah

memiliki pengalaman yang berkaitan dengan sekolah

Adiwiyata, sehingga banyak hal-hal yang dapat

dibagikan kepada kami sebagai bentuk pembinaan

yang diberikan dan itu sangat membantu kami sekali.

Selain itu pula, ketika kami ada kesulitan-kesulitan,

pembina mudah dihubungi sekalipun secara tidak

resmi. Sedangkan kekurangannya sendiri adalah

sebenarnya pertemuan rutin itu sangat diperlukan oleh

sekolah kami karena selain kami bisa berkomunikasi

secara langsung mengenai kesulitan-kesulitan apa

yang kami hadapi, kami juga bisa saling tukar pikiran

mungkin dengan sekolah imbas lainnya sehingga bisa

mendapatkan masukan-masukan untuk kemajuan

sekolah kami dan juga kemajuan bersama.” (sumber:

wawancara tanggal 03 November 2016)

Hal ini diungkapkan pula oleh sekolah imbas

lainnya:

“Kelebihan pembinaan ini sendiri adalah SDN Salatiga

06 mendapatkan keuntungan dengan observasi

langsung ke SD Marsudirini 77, sehingga jelas apa

yang harus dilakukan oleh sekolah terhadap

lingkungan karena diberikan contoh nyata dari yang

telah dilakukan oleh SD Marsudirini 77. Selain itu

pula, dalam pembinaan tersebut kami merasa sangat

terbantu karena selain memberikan contoh melalui

observasi langsung, kami diberikan bantuan bibit

tanaman dari SD Marsudirini 77. Sedangkan

(25)

99 tersebut kurang banyak pertemuan-pertemuan yang

diadakan. Konsistensinya memang bagus, namun

sepertinya perlu juga untuk tatap muka secara rutin.”

(sumber: wawancara tanggal 07 November 2016)

Dari paparan diatas ditemukan bahwa dalam

pelaksanaan pembinaan walaupun secara garis

besar terlaksana, namun belum seutuhnya berjalan

dengan baik, masih banyak kendala yang dihadapi

oleh sekolah induk, dimana kesulitan dalam

melaksanakan pembinaan karena jadwal yang

terbentur, kesulitan karena sekolah imbas kurang

termotivasi mengikuti kegiatan pembinaan,

kesulitan karena adanya rotasi kepala sekolah.

Kemudian dari sekolah imbas juga menginginkan

adanya pertemuan-pertemuan rutin sehingga dapat

bertukar pikiran secara langsung.

7. Monitoring dan Evaluasi Pembinaan

Berkaitan dengan pembinaan, kegiatan

monitoring dilakukan pada saat pembinaan

berlangsung dengan mengunjungi sekolah imbas

langsung. Sedangkan untuk evaluasi kegiatan

pembinaannya sendiri belum pernah dilakukan,

yang dilakukan selama ini adalah evaluasi

ketercapaian program Adiwiyata di sekolah-sekolah

imbas dalam bentuk kunjungan secara langsung ke

(26)

100

Adiwiyata disekolah tersebut, kemudian memberikan

masukan-masukan ataupun contoh-contoh kepada

sekolah imbas. Selain itu juga berkenaan kewajiban

administrasi, ada evaluasi dalam bentuk laporan

kepada Dinas sebagai prasyarat sekolah Adiwiyata

Mandiri berkenaan ketercapaian program tersebut

disekolah imbas. Hal ini sesuai dengan pernyataan

ketua Adiwiyata sekolah induk yang mengatakan:

“Yang melakukan monitoring adalah Pembina dari sekolah induk dan juga pengawas dari Dinas

Pendidikan serta dari Dinasi LH. Sedangkan untuk

evaluasi dilakukan oleh tim penilai Adiwiyata Kota.

Aspek yang dimonitoring adalah Sekolah imbas dan

kendala-kendala dalam pelaksanaan Adiwiyata

sedangkan aspek yang dievaluasi adalah hasil. Selama

ini proses evaluasi dilakukan pada saat pembinaan

dalam bentuk masukan-masukan, bersifat sebagai

pengawasan.” (sumber: wawancara tanggal 01

November 2016)

Hal senada diungkapkan oleh pengurus

Adiwiyata kedua sekolah imbas yang mengatakan:

“Selama ini evaluasi yang dilakukan oleh pembina

dalam bentuk seperti pengawasan, dalam artian

pengawas bertanya mengenai apa kendala sekolah dan

kemudian memberikan masukan mengenai apa saja

yang harus dilakukan oleh sekolah untuk menuju

sekolah Adiwiyata yang cukup jelas menurut saya.

Kalau misalkan evaluasi secara tertulis mungkin ada

dilakukan pembina sendiri berkaitan dengan bentuk

(27)

101

mengikuti Adiwiyata Mandiri itu.” (sumber: wawancara

tanggal 03 November 2016)

“Selama ini dari pihak SD Marsudirini 77 mengunjungi

SDN Salatiga 06 untuk melihat secara langsung upaya

atau perubahan-perubahan apa yang dilakukan SDN

Salatiga 06 untuk mempersiapkan diri mengikuti

program Adiwiyata ini.” (sumber: wawancara tanggal

07 November 2016)

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa

evaluasi untuk program pembinaan belum pernah

dilakukan padahal evaluasi program sangat penting

sebagai bentuk usaha untuk menilai bagaimana

keseluruhan kegiatan pembinaan dari awal hingga

akhir, dimana hasilnya digunakan untuk menjadi

masukan untuk pelaksanaan pembinaan berikutnya

serta untuk pengembangan pembinaan lebih lanjut.

Evaluasi sebagai fungsi manajemen berguna untuk

memberikan umpan balik pada proses perencanaan,

pengorganisasian dan pelaksanaan yang telah

dilakukan sehingga dapat diketahui kekurangan

yang ada dan dapat diperbaiki untuk pembinaan

selanjutnya. Selain itu pula evaluasi program

berfungsi untuk mengetahui apa yang menjadi faktor

pendukung dan penghambat program sehingga

mendapatkan keputusan apakah program

dilanjutkan, dihentikan, atau bahkan

(28)

102

Berdasarkan temuan-temuan pada studi

pendahuluan mengenai model faktual pembinaan

yang selama ini digunakan tertuang dalam gambar

berikut.

Gambar 4.1. Model Faktual Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa

penyelenggaraan pembinaan sekolah imbas Adiwiyata

yang selama ini dilaksanakan adalah sebagai berikut.

Program Adiwiyata merupakan program yang dibuat

dengan tujuan untuk membentuk rasa kepedulian

dan cinta lingkungan dari masyarakat, yang dimulai Sosialisasi

dan Bimbingan

teknik

Pelaksanaan

pembinaan Evaluasi hasil

(29)

103

dari lingkungan sekolah. Program ini memiliki empat

jenis penghargaan yang bertahap, mulai dari tingkat

Kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan pada

akhirnya menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri, dimana

syarat untuk menjadi sekolah Adiwiyata Mandiri

adalah sekolah tersebut sudah mencapai

penghargaan Adiwiyata tingkat nasional serta

memiliki minimal 10 sekolah binaan sebagai imbas

Adiwiyata. Dalam program pembinaan, sebelum

pembinaan dilaksanakan dilakukan sosialisasi dan

bimbingan teknik kepada sekolah-sekolah imbas

mengenai pengenalan program Adiwiyata,

administrasinya, serta bagaimana penerapannya di

sekolah, setelah itu baru pembinaan dilaksanakan.

Dalam pembinaan yang selama ini dijalankan,

belum ada perencanaan dan pengorganisasian untuk

pembinaan itu sendiri yang dibuat secara mendetail,

sehingga pelaksanaan pembinaannya bersifat

isidental, dimana apabila antara sekolah imbas

dengan pembina memiliki waktu kosong yang sama,

maka baru diadakan pembinaan. Untuk materi

pembinaannya berdasarkan kebutuhan sekolah

imbas pada saat itu. Pembinaan dilaksanakan di

masing-masing sekolah imbas, dengan pembina

datang untuk memantau keadaan lingkungan sekolah

(30)

104

lainnya atau juga di sekolah induk dalam bentuk studi

banding ke sekolah tersebut, sehingga sekolah imbas

dapat melihat secara langsung bentuk fisik dan

keadaan sekolah Adiwiyata, dan diharapkan dapat

memberikan inspirasi pada masing-masing sekolah

imbas.

Untuk evaluasi yang dalam pembinaan,

berbentuk evaluasi hasil pembinaan, yaitu melihat

bagaimana capaian sekolah-sekolah imbas selama

pembinaan, dilakukan ketika pembinaan

dilaksanakan. Evaluasi berbentuk lisan yaitu dengan

diskusi mengenai kekurangan dan kesulitan apa yang

dihadapi sekolah imbas, kemudian pembina

memberikan masukan-masukan dan saran serta

memberi contoh kepada sekolah imbas. Belum ada

evaluasi khusus untuk program pembinaan itu

sendiri yang dilaksanakan selama ini, sehingga belum

dapat diketahui bagaimana keberhasilan dan

kelemahan dari program yang selama ini dijalankan,

padahal evaluasi program sangat penting dilakukan

sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau

peningkatan ketercapaian tujuan.

Setelah evaluasi dilakukan, dibuat laporan

mengenai kegiatan pembinaan serta capaian

masing-masing sekolah imbas untuk diajukan sebagai

(31)

105 C. Deskripsi dan Analisis Kebutuhan

Dari hasil penelitian berkenaan dengan

pembinaan sekolah imbas yang dilakukan oleh

sekolah induk, dari segi perencanaan dan

pengorganisasian pembinaan dibutuhkan

perencanaan dan pengorganisasian yang terkonsep

dengan baik, dimana penyusunannya berdasarkan

kebutuhan dari peserta pembinaan yang tidak lain

adalah sekolah-sekolah imbas sekolah induk. Hal ini

dikarenakan kemampuan dan kebutuhan tiap sekolah

imbas yang beragam. Diperlukan pengorganisasian

waktu untuk pembinaan yang disepakati bersama

oleh kedua belah pihak dan sesuai rencana, materi

pembinaan yang disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing sekolah imbas, serta diperlukan

adanya pembentukan kepengurusan atau kepanitiaan

khusus pembinaan dan juga buku panduan untuk

pembinaan yang jelas agar pembinaan dapat

mengarah kepada pencapaian tujuan dan dapat

berjalan dengan baik karena memiliki kepengurusan

sehingga dapat saling bekerjasama, sehingga

pembinaan dapat dijalankan sebaik-baiknya. Hal ini

dibutuhkan karena adanya kendala yang dihadapi

baik pembina maupun sekolah imbas dalam

pembinaan adalah waktu pembinaan yang tidak bisa

(32)

kegiatan-106

kegiatan penting lainnya, sehingga pembinaan

bersifat isidental dan materi pembinaannya

berdasarkan apa yang dibutuhkan peserta saat itu

saja. Kemudian berdasarkan hasil wawancara,

pembina merasakan waktu yang kurang dan kesulitan

karena hanya beliau sendiri yang melaksanakan

pembinaan dan juga bertanggung jawab secara

keseluruhan atas pembinaan tersebut. Sedangkan

dalam pelaksanaan dan evaluasi pembinaan,

dibutuhkan jadwal pembinaan yang rutin dan

dilaksanakan sesuai dengan jadwal serta diperlukan

adanya evaluasi terhadap program pembinaan agar

pembinaan berikutnya dapat menjadi lebih baik.

4.2HASIL PENGEMBANGAN

4.2.1 Desain Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata

berbasis partisipasi dikembangkan berdasarkan hasil

studi pendahuluan mengenai analisis terhadap model

faktual dalam pembinaan. Pengembangan ini juga

didasarkan pada hasil kajian teoritis terhadap

manajemen dalam pembinaan. Pengembangan model

dilaksanakan dengan tahap-tahap: (1) identifikasi

kebutuhan dalam pembinaan yang didapat melalui

(33)

107

selama ini, (2) penyusunan program pembinaan, (3)

validasi isi oleh pakar dalam bidang manajemen, pakar

Adiwiyata, serta praktisi pembinaan.

Penyusunan model pembinaan yang telah

dikembangkan meliputi: (1) pendahuluan, dimana

didalamnya berisi latar belakang, dasar hukum,

tujuan, manfaat model, dan spesifikasi model; (2)

kajian teori mengenai pembinaan berbasis partisipasi;

(3) persyaratan pokok model; (4) deskrispi model yang

meliputi, gambar model, rasional model, materi

pembinaan, serta deskripsi tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada

perencanaan meliputi identifikasi kebutuhan

pembinaan, perumusan tujuan pembinaan,

mengembangkan struktur program pembinaan,

rencana pelaksanaan pembinaan, materi pembinaan,

mengembangkan buku panduan pembinaan untuk

pembina dan peserta pembinaan, panduan monitoring

dan evaluasi pembinaan, serta merencanakan waktu

pembinaan. Dalam pengorganisasian pembinaan

meliputi pengorganisasian sumber daya manusia,

dimana didalamnya disusun struktur kepengurusan

pembinaan, jabaran tugas masing-masing, persyaratan

personil, serta mekanisme kerja dalam kepengurusan

pembinaan. Sedangkan pada pada pelaksanaan

(34)

108

Adiwiyata, tujuan, pengenalan dari segi administrasi

Adiwiyata, dan bimbingan teknik pelaksanaan

Adiwiyata serta pembinaan Adiwiyata. Setelah itu

pelaksanaaan pembinaan itu sendiri, dimana

didalamnya ada kegiatan monitoring dan evaluasi,

serta rencana tindak lanjut. Pada bagian evaluasi

meliputi evaluasi peserta pembinaan, pembina, dan

evaluasi program pembinaan. Berikut adalah gambar

desain model pembinaan.

Gambar 4.2. Desain Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Tujuan

Perencanaan Pengorganisasian & pelaksanaan

(35)

109 4.2.2Validasi Desain Model

Setelah dibuat perancangan desain model

pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis

partisipasi kemudian dilakukan validasi oleh ahli

secara teoritis terhadap desain model tersebut. Validasi

model oleh ahli dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan masukan tentang kelemahan-kelemahan

model dipandang dari segi teotiris oleh para ahli.

Kelemahan-kelemahan tersebut kemudian diusahakan

untuk dikurangi atau diperbaiki melalui revisi desain.

Validasi model dilakukan melalui uji pakar, yaitu

1 (satu) pakar dalam bidang manajemen, 1 (satu) pakar

dalam bidang Adiwiyata, dan 1 (satu) pakar dalam

bidang khusus pembinaan Adiwiyata. Validasi model

dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa

angket yang disertai dengan kolom cacatan atau

komentar tambahan yang dapat diberikan oleh para

ahli. Berikut adalah daftar para pakar pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Daftar Nama Pakar Validasi Model

(36)

110

Masukan-masukan oleh para ahli dirangkum dan

dijadikan dasar dalam melakukan revisi model. Dan

hasil validasi pakar dipaparkan dalam tabel 4.2

berikut.

Tabel 4.2. Hasil Validasi Model Oleh Pakar

No Pakar Masukan

1. Dr. Bambang

Suteng Sulasmono, M.Si.

1. Spesifikasi model perlu diperjelas,

model ini model konseptual atau prosedural.

2. Ada beberapa aspek yang sulit dinilai,

karena memang belum ada di draft

model.

3. Cara merujuk rujukan/pustaka perlu

konsisten.

4. Bagan-bagan perlu diberi narasi

seperlunya (arah panah, dll).

2. Susanti Pudji

sekolah imbas tidak/belum

tercermin, sehingga berdasarkan latar belakang yang ada kurang sinkron.

2. Model pembinaan ini lebih cocok

sebagai juklak umum karena banyak unsur manajeriil dan tata cara menjalankan pembinaan yang riil belum ada.

3. Arif Suryadi,

S.T., M.M.

1. Kajian teori harus memuat

pemahaman sekolah Adiwiyata secara makro kemudian spesifikasi variabel yang menjadi topik dijelaskan lebih lanjut.

2. Pemahaman tentang sekolah

Adiwiyata perlu diturunkan secara umum terlebih dahulu antara sekolah Adiwiyata Nasional dan Adiwiyata Mandiri.

3. Pengertian warga sekolah perlu

(37)

111

No Pakar Masukan

4. Kegiatan terkait sekolah Adiwiyata

ditujukan untuk warga sekolah.

5. Pada struktur organisasi pengurus

pembinaan, keterlibatan warga

sekolah belum tampak dan bagan struktur perlu direvisi.

Selain berupa masukan melalui kolom

komentar/saran, diperoleh juga data dari angket

berkaitan dengan kelayakan model yang

dikembangkan. Komponen model yang divalidasi

meliputi: (1) Desain model pembinaan sekolah imbas

Adiwiyata berbasis partisipasi; (2) buku panduan bagi

Pembina; (3) buku panduan bagi sekolah imbas; dan (4)

buku panduan monitoring dan evaluasi.

Pengkategorian kelayakan model dilakukan dengan

membuat 4 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang,

dan rendah.

Untuk mengetahui rentang tingkat kelayakan

model dapat digunakan rumus:

skor tertinggi-skor terendah aras kelayakan

Sehingga:

4-1 3 = 1

Sehingga rentang nilai kelayakan dibawah adalah

ini:

(38)

112

Sangat Layak = 3,1 – 4,0

Berikut adalah hasil validasi ahli yang sudah

dirata-rata setiap komponennya.

Tabel 4.3. Rata-rata Hasil Validasi Pakar

Aspek

Rata-rata Hasil Validasi Ahli

Rata-Rata-rata Total 2,7

Berdasarkan hasil analisis data validasi ahli

diperoleh rerata 2,7, sehingga untuk setiap komponen

model dapat dikatakan layak untuk diujicobakan.

4.2.3 Revisi Desain Model

Model yang telah diberi penilaian oleh pakar

(39)

113

dapat dikurangi. Tabel berikut menunjukkan hasil

revisi model yang telah dilakukan.

Tabel 4.4. Hasil Revisi Desain Model

No Masukan Hasil Revisi

1 Spesifikasi model perlu

diperjelas, model ini model konseptual atau prosedural.

Telah diberi tambahan

penjelasan mengenai

2 Ada beberapa aspek yang sulit

dinilai, karena memang belum

ada di draft model.

Telah di tambahkan ke dalam model aspek yang harus dinilai.

3 Cara merujuk

rujukan/pustaka perlu

konsisten.

Telah direvisi rujukan pustaka di dalam model.

4 Bagan-bagan perlu diberi

narasi seperlunya (arah panah, dll).

Telah diperbaiki penulis

dengan menambahkan

narasi pada setiap bagan

yang ada di dalam

model.

5 Ada dua hal yang dapat

membedakan model dalam

draft yang sudah disusun dalam kajian:

- Isi dari materi model

pembinaan sekolah imbas

tidak/belum tercermin,

sehingga berdasarkan latar belakang yang ada kurang sinkron.

- Model pembinaan ini lebih

cocok sebagai juklak umum

karena banyak unsur

manajeriil dan tata cara

menjalankan pembinaan

yang riil belum ada.

Telah direvisi mengenai

latar belakang model

yang disesuaikan

dengan tujuan

pembuatan model.

6 Kajian teori harus memuat

pemahaman sekolah Adiwiyata

Telah ditambahkan di

(40)

114

No Masukan Hasil Revisi

secara makro kemudian

spesifikasi variabel yang

menjadi topik dijelaskan lebih lanjut.

mengenai konsep dasar Adiwiyata secara makro

7 Pemahaman tentang sekolah

Adiwiyata perlu diturunkan secara umum terlebih dahulu

antara sekolah Adiwiyata

Nasional dan Adiwiyata

Mandiri.

Telah di tambahkan ke dalam kajian teori di dalam model mengenai

jenjang penghargaan

program Adiwiyata

8 Pengertian warga sekolah perlu

dimasukkan, karena dalam

sekolah Adiwiyata

pelibatannya adalah warga

sekolah.

Telah ditambahkan di dalam kajian teori model

mengenai pengertian

warga sekolah.

9 Kegiatan terkait sekolah

Adiwiyata ditujukan untuk

warga sekolah.

Telah ditambahkan ke

dalam kajian teori

mengenai kegiatan

terkait Adiwiyata.

10 Pada struktur organisasi

pengurus pembinaan,

keterlibatan warga sekolah

belum tampak dan bagan struktur perlu direvisi.

Telah diperbaiki bagan struktur kepengurusan pembinaan.

4.2.4 Uji Kelayakan Model

Desain model yang telah diberi penilaian oleh

pakar dan telah di revisi kemudian di uji kelayakannya.

Uji kelayakan dilakukan melalui Focus Group

Discussion (FGD), pada tanggal 06 Mei 2017 dengan

menghadirkan praktisi-praktisi dalam bidang

pembinaan Adiwiyata, baik penyelenggara atau dari

sekolah induk, maupun peserta atau dalam hal ini

adalah sekolah imbas, sebagai sekolah yang dibina.

Berikut adalah daftar nama praktisi pada uji kelayakan

(41)

115

Tabel 4.5. Daftar Nama Praktisi pada Uji Kelayakan Model

No Nama Bidang

4 Indriyati Praktisi

sekolah imbas

9 Indri Sugiyanto Praktisi

sekolah

Masukan-masukan melalui FGD dirangkum dan

dijadikan dasar dalam melakukan revisi model hingga

diperoleh model yang layak diujicobakan. Berikut

adalah komentar/saran hasil FGD yang didapat dari

(42)

116

Tabel 4.6. Hasil Uji Kelayakan Model melalui FGD

No Nama Masukan

1 Fx. Ernastyono, S.Pd.SD Bagus!

2 NN Semoga bisa menjadi panduan

untuk sekolah imbas Adiwiyata

3 Indriyati - Lebih khusus dalam

pengambilan judul

- Model memang masih teori,

nanti dalam implementasi

sekolah Adiwiyata akan

tercapai

- Terima kasih sudah

dibuatkan

panduan-panduannya.

Selain berupa masukan melalui kolom

komentar/saran, diperoleh juga data dari angket

berkaitan dengan kelayakan model yang

dikembangkan. Komponen model yang divalidasi

meliputi: (1) Desain model pembinaan sekolah imbas

Adiwiyata berbasis partisipasi; (2) buku panduan bagi

Pembina; (3) buku panduan bagi sekolah imbas; dan (4)

buku panduan monitoring dan evaluasi.

Pengkategorian kelayakan model dilakukan dengan

membuat 4 kategori yaitu sangat layak, layak, cukup

layak, dan kurang layak.

Berikut adalah hasil angket pada uji kelayakan

bersama dengan praktisi.

Tabel 4.7. Rata-rata Hasil Uji Kelayakan Model Dalam FGD

Aspek Hasil Validasi Praktisi Rata

-rata

I II III IV V VI

Pendahuluan 3 3 4 3,5 3,5 3,75 3,5

(43)

117

Aspek Hasil Validasi Praktisi Rata

-rata

Rata-rata Total 3,4

Berdasarkan hasil analisis data validasi ahli

diperoleh rerata 3,4, sehingga untuk setiap komponen

model dapat dikatakan sangat layak untuk diujicobakan.

Tidak hanya masukan melalui angket yang

diberikan, tetapi terdapat pula masukan yang

diberikan secara langsung pada saat FGD berlangsung.

(44)

118

Tabel 4.8. Hasil Diskusi FGD

No Nama Saran/Masukan

1 Arif Suryadi, S.T.,

- Basis partisipasi dipertajam

2 Endang Dwi, W, M.Pd. - Ketepatan pemberian judul

- Indikator penilaian

- Pembinaan dilaksanakan

berdasarkan perkiraan

kebutuhan sekolah imbas

- Selama membina, merasa

kalau komitmen dari sekolah

imbas untuk mengikuti

program Adiwiyata sangat

kurang

- Ketika terjadi re-organisasi

kepala sekolah, maka program Adiwiyata di sekolah tersebut

seolah mati dan seolah

merupakan program yang

baru dikenalkan.

- Adanya kendala di waktu,

menyebabkan pembinaan

menjadi tidak terencana,

sehingga dengan adanya

model dapat membantu

karena perencanaan menjadi terencana degan baik.

4 Indri sugiyanto - Topik tesis sudah benar,

namun pada judul perlu

ditambahkan tempat

penelitian, sehingga cakupan tidak terlalu luas dan terbatas kepada sekolah yang diteliti saja.

5 Melanius Jaja - Terima kasih sudah

(45)

119

No Nama Saran/Masukan

6 Dr. Yari Dwi K, M.Pd - Pertimbangkan semua

masukan yang diberikan

- Operasionalkan

panduan-panduan

4.2.5 Revisi Model

Masukan-masukan yang diperoleh melalui FGD

dijadikan dasar untuk melakukan revisi terhadap

model sehingga diperoleh yang diperoleh secara

konseptual teoritis. Aspek-aspek yang sudah direvisi

meliputi:

a. Judul Desain Model

Judul desain model mengalami perubahan dari

yang semula adalah “Model Pembinaan Sekolah Imas Adiwiyata Mandiri Berbasis Partisipasi” kemudian menjadi “Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Berbasis Partisipasi.

b. Indikator Pencapaian dan Standar Penilaian

Terdapat penambahan indikator dan standar

penilaian sebagai tolok ukur keberhasilan pembinaan

terhadap sekolah imbas.

c. Operasional Panduan

Telah dilakukan revisi terhadap buku panduan

(46)

120

memperjelas masing-masing peran dalam setiap

panduan tersebut.

d. Instrumen Pembinaan

Telah dilakukan penambahan instrumen

pembinaan yang dapat digunakan baik bagi sekolah

imbas maupun bagi pembina dalam pelaksanaan

pembinaan.

Berikut adalah model final hasil uji kelayakan

model melalui FGD.

Gambar 4.3. Model Final Hasil Uji Kelayakan

Pembinaan

(47)

121

Untuk melaksanakan pembinaan berbasis

partisipasi, perlu dipersiapkan dengan baik bagaimana

strategi pembinaan yang akan dilakukan. Untuk

menciptakan atau menghasilkan strategi yang tepat,

maka perlu diidentifikasi kebutuhan masing-masing

sekolah imbas, dimana kebutuhan tersebut kemudian

menjadi dasar untuk perumusan tujuan dan strategi

pembinaan yang akan dilakukan, yang kemudian

tertuang dalam perencanaan pembinaan yang berbasis

kepada kebutuhan setiap sekolah imbas.

Kemudian dalam mengorganisasi pembinaan, maka

diperlukan kerja sama semua pihak yang terlibat. Setiap

komponen yang terlibat tersebut diberi penjabaran

kedudukan masing-masing personil serta tugas dan

perannya sehingga jelas apa yang menjadi tugas dan

tanggung jawabnya.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan,

terdapat kegiatan pra-pembinaan yang didalamnya

terdiri dari dua kegiatan yakni sosialisasi Adiwiyata dan

bimbingan teknik, yang bertujuan agar semua sekolah

imbas mengetahui konsep sekolah Adiwiyata secara

umum dan bagaimana pelaksanaannya yang harus

dilakukan. Setelah itu masuk dalam kegiatan inti yaitu

pelaksanaan pembinaan itu sendiri dimana

pelaksanaannya dilaksanakan sesuai dengan

(48)

122

bersama antara sekolah induk dengan sekolah imbas.

Dan yang terakhir adalah kegiatan akhir yang

didalamnya ada kegiatan refleksi dan rencana tindak

lanjut untuk pembinaannya. Dalam pelaksanaan

pembinaan juga dilakukan kegiatan monitoring selama

kegiatan berlangsung, sehingga pembinaan yang

dilaksanakan tidak melenceng dari tujuan awal dan

apabila terdapat masalah yang dihadapi dalam

pembinaan dapat segera diatasi bersama antar sekolah

induk dengan sekolah imbas.

Hasil dari kegiatan akhir juga menjadi acuan dalam

mengevaluasi pembinaan, baik evaluasi pembinaanya

secara keseluruhan, evaluasi proses pembinaan, dan

evaluasi hasil pembinaan. Hasil evaluasi tersebut

kemudian menjadi dasar untuk mengetahui apakah

pembinaan yang dilaksanakan dapat dikatakan sudah

atau belum berhasil.

Kegiatan tersebut mulai dari perencanaan hingga

tahap evaluasi mengalami pengulangan begitu

seterusnya hingga pembinaan yang dilaksanakan

mencapai hasil yang maksimal atau yang dinginkan,

yakni sekolah imbas dapat berhasil menjadi sekolah

Adiwiyata dan dapat mengembangkan diri sehingga

dapat berhasil pada tahap atau tingkat sekolah

(49)

123

Berikut adalah tabel perbandingan untuk melihat

pengembangan model pada setiap tahapan

(50)

124

Tabel 4.9. Hasil Pengembangan Model Pada setiap Tahapan Pengembangan

No Aspek Model Faktual

Terdapat siklus dengan rincian kegiatan yang jelas

pada tiap tahapan

Ada kolom tindak lanjut

2 Perencanaan Tidak ada

Ada kegiatan analisis kebutuhan

Ada kegiatan analisis

kebutuhan pembinaan,

perumusan tujuan, dan

(51)

125

beserta dengan syarat dan

tugas masing-masing

tahap persiapan, pra-pembinaan,

pelaksanaan, yaitu tahap

(52)

pra-126

4.3PEMBAHASAN

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata berbasis

partisipasi ini dikembangkan dengan merujuk pada

rancangan pengembangan model oleh Borg and Gall,

yang kemudian langkah-langkah pengembangannya di

modifikasi sehingga menghasilkan langkah

pengembangan: (1) studi pendahuluan; (2) penyusunan

model; (3) revisi dan validasi model; dan (4) model yang

layak diuji cobakan.

Model pembinaan sekolah imbas Adiwiyata

dikembangkan dengan berbasis partisipasi dengan

harapan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang

ada pada model pembinaan yang dilaksanakan

sebelumnya, dimana selama ini baik sekolah induk

maupun sekolah imbas kesulitan dalam menentukan

jadwal pembinaan, hal ini dikarenakan kesibukan

masing-masing pihak sehingga tidak ada perencanaan

yang dibuat secara khusus serta tidak ada pembentukan

pengurus pembinaan yang dibuat yang berakibat

pembina mempersiapkan sendiri untuk pelaksanaan

pembinaan secara keseluruhan. Kemudian kendala

lainnya adalah putusnya rantai Adiwiyata ketika ada

rotasi kepala sekolah yang terjadi di sekolah imbas,

sehingga menyulitkan Pembina ketika harus membina

sekolah imbas tersebut karena harus mengulang

(53)

127

sekolah imbas dirasa sangat kurang, sehingga Pembina

juga kesulitan dalam membina karena sekolah imbas

seperti kehilangan motivasi dan komitmen untuk

melaksanakan program Adiwiyata. Selain itu dari segi

manajemen, belum ada perencanaan untuk pembinaan

yang dibuat secara menyeluruh dan terkonsep dengan

baik, sehingga pembentukan tim pengurus juga tidak

ada, evaluasi program juga belum pernah dilakukan.

Adanya kendala-kendala tersebut berdampak pada

terkendalanya pula keberhasilan program pembinaan

yang dilaksanakan dan menimbulkan ketidakefektifan

pelaksanaan pembinaan. Bertolak dari adanya

hambatan-hambatan tersebut, maka diperlukan

pengembangan model pembinaan yang dapat mengatasi

masalah atau hambatan tersebut.

Pengembangan model dilakukan dengan merujuk

kepada 4 komponen manajemen, yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring dan

evaluasi, dimana dalam setiap komponen dimasukkan

konsep partisipasi didalamnya, yaitu partisipasi dari

sekolah imbas agar sekolah imbas turut

bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembinaan.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan

Mathis (2009: 307-308) mengenai pembinaan, yaitu

empat tingkatan pokok dalam kerangka kerja untuk

(54)

128

lain: (1) mengatur strategi yang akan digunakan dalam

pembinaan, (2) merencanakan, dimana di dalamnya

tujuan dan harapan dari pembinaan harus diidentifikasi

serta diciptakan agar tujuan dari pembinaan dapat

diukur untuk mengetahui efektivitas pembinaan, (3)

mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus

diorganisasi dengan memutuskan bagaimana

pembinaan akan dilakukan, dan mengembangkan

investasi-investasi pembinaan, (4) memberi

pembenaran, yaitu mengukur dan mengevaluasi pada

tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan

tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat

diidentifikasi pada tahap ini, dan dapat meningkatkan

efektivitas pembinaan dimasa depan.

Selain itu basis partisipasi yang digunakan sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Karim

pada tahun 2012 mengenai “Manajemen Pendidikan

Lingkungan Hidup Berbasis Partisipasi” juga menyatakan bahwa partisipasi dapat memberikan

kontribusi untuk mengisi dan mengatasi berbagai

permasalahan lingkungan. Bentuk-bentuk partisipasi

bisa mulai dari spektrum yang paling ekstrim sampai

pada bentuk kemitraan. Melalui partisipasi yang aktif,

mereka dapat mengeksplorasikan kepeduliaannya

maupun melakukan kontrol. Hal ini juga sejalan dengan

(55)

129 tentang “Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan RPJMDesa Berbasis Partisipatif di Desa Lokasari,

Sidemen, Karangasem, Bali” mengatakan bahwa hasil sebuah perencanaan dapat diterima dengan baik oleh

masyarakat setempat apabila dalam penyusunannya

melibatkan partisipasi dari masyarakat. Tanpa

partisipasi, biasanya hasil perencanaan berakibat pada

kekecewaan karena tidak sesuai dengan keinginan dan

harapan dari masyarakat. Di samping itu, akan sulit

mengharapkan masyarakat untuk mematuhi dan

menjaga pelaksanaan kegiatan yang telah dibuat

sebelumnya. Hal ini juga sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh Made Pidarta (Astuti, 2009: 31-32)

yang mengatakan bahwa partisipasi dapat mendukung

pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala

keterlibatan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Wiyono, dkk pada

tahun 2014 tentang “Grand Design Model Pembinaan Profesional Guru Berbasis Determinan Kinerja Guru” yang dalam mengembangkan model pembinaan bagi

guru juga menemukan hambatan yang sama seperti

yang ditemukan oleh peneliti dalam rangka

pengembangan model pembinaan ini, yakni dimana

hambatan yang paling dominan adalah kurangnya

waktu dan banyaknya tugas atau pekerjaan lainnya

(56)

130

ditemukan oleh peneliti, dimana salah satu kendala

terhambatnya pelaksanaan pembinaan kepada sekolah

imbas ini adalah waktu pembinaan yang tidak

terstruktur karena kesibukan masing-masing, baik dari

pihak sekolah induk, maupun sekolah imbas. Lebih

lanjut dalam penelitiannya Wiyono menyarankan

langkah yang ditempuh dalam mengatasi hambatan

tersebut adalah mengatur jadwal kegiatan dengan

sebaik-baiknya, mengatur waktu secara efisien, mencari

informasi melalui berbagai sumber (teknologi, teman,

atau sumber lainnya), memanfaatkan fasilitas yang ada

secara optimal, mengembangkan diri secara mandiri,

menindaklanjuti hasil pembinaan, mengadakan forum

pembinaan mandiri, menambah jam pelajaran,

mengadakan pembinaan secara pribadi, menyusun

program pembinaan, meningkatkan kerjasama, dan

mengadakan pembinaan secara berkelanjutan. Hasil

penelitian tersebut kemudian menjadi acuan bagi

peneliti sehingga perlu mengembangkan model

pembinaan sekolah imbas Adiwiyata ini. Dengan desain

manajemen program yang jelas, segala kebutuhan yang

berhubungan dengan pembinaan sekolah imbas

Adiwiyata, akan memberikan kejelasan tentang model

pembinaan sekolah imbas Adiwiyata mulai dari

perencanaan, tujuan, materi pembinaan, strategi

Gambar

Gambar 4.1. Model Faktual Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata
Gambar 4.2. Desain Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata
Tabel 4.1. Daftar Nama Pakar Validasi Model
Tabel 4.2. Hasil Validasi Model Oleh Pakar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner ini bertujuan untuk mengevaluasi Persepsi Guru Terhadap Kepemimpinan Tranformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus. Maruto

Warga sekolah telah dapat merawat sarana dan prasarana, gedung dan lingkungan sekolah, Warga sekolah telah memanfaatkan lahan dan fasilitas sekolah sesuai dengan

Dalam melaksanakan program adiwiyata hendaknya guru juga ikut berperan aktif mensosialisasikan program kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui secara

Terkait teknis perencanaan Program Adiwiyata di SMA Negeri 2 Demak, Kepala Sekolah mengundang Bapak/Ibu guru yang diberi tugas tambahan untuk Panitia Tim Adiwiyata sekaligus

Tujuan program Adiwiyata adalah untuk menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah sehingga dikemudian

“ Program Adiwiyata ada yang ngurusi secara khusus yaitu Tim pelaksana program, walaupun tetap dibawah koordinasi Kapala Sekolah. Para Waka sudah pasti sebagai pendukung

Sudah dilakukan sosialisasi dan sebelum melaksanakan program Sekolah Adiwiyata, tentu saja SMA Negeri 2 telah membuat perencanaan terlebih dahulu. Kami membuat SDP

Dalam Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 dinyatakanbahwa Tujuan umum Adiwiyata adalah membentuk