• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi T2 942015010 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi T2 942015010 BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Konsep Model

Yang Ying Ming dkk. (Haryati, 2012:19) menyatakan

bahwa model menggambarkan langkah atau prosedur

dalam mencapai suatu tujuan, sekaligus dapat

digunakan sebagai tolok ukur pencapaian tujuan.

Kemudian Richey, dkk (Suparman, 2014: 8) menyatakan

bahwa model menggambarkan realitas dengan

menampilkan struktur dan tingkatan untuk

menyatakan idealisasi dan pandangan tentang suatu

realitas. Sedangkan menurut Suparman (2014: 9)

menyatakan bahwa model merupakan suatu gambaran

realitas struktur dan tatanan yang dapat ditampilkan

dalam bentuk deskripsi verbal atau konseptual,

langkah-langkah kegiatan atau prosedur, replika fisik

atau visual, persamaan atau rumus.Dalam kategori

model konseptual, model memberikan gambaran desain

alur pikir dan arah pikiran tersebut sebagai aturan

dalam praktek. Hal ini merujuk pada pendapat

Kauffman (Haryati, 2012: 20) sebagai berikut:

“Conceptual model means the way we think about things, not the actual practices themselves.

In subsequent paragraphs when I refer to a

(2)

24

that guided our thinking and provides rules for practice”

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dipahami

bahwa istilah model digunakan untuk menjelaskan

konsep yang bervariasi karena perlu disesuaikan dengan

konteks yang akan digambarkannya serta dapat

dikatakan bahwa model memiliki karakteristik: (1)

deskriptif naratif; (2) ada prosedur atau langkah; (3) ada

tujuan khusus; (4) digunakan untuk mengukur

ketercapaian; dan (5) merupakan menggambarkan suatu

sistem.

Setiap model memiliki tujuan untuk menghasilkan

suatu sistem yang efektif dan efisien dalam memfasilitasi

pencapaian tujuan. Menurut Marrelli, dkk. (Haryati,

2012: 22), ciri model yang baik adalah: 1) simple, 2)

applicable, 3) important, 4) controllable, 5) adaptable, dan

6) communicable. Sehingga kriteria penyusunan model

berdasarkan ciri-ciri tersebut adalah: 1)

mengidentifikasikan kerangka kunci, 2) setiap bagian

atau tahapan dalam kerangka diperinci, 3) bagian proses

yang memerlukan perbaikan dimodifikasi atau diseleksi,

4) menyusun proses dalam model, dan 5) melakukan

perbaikan model (Draganidis, dkk. 2006: 51).

Perumusan model menurut Widodo (Haryati, 2012: 20)

memiliki tujuan, yaitu: (1) memberikan gambaran

(3)

25 untuk melaksanakan perubahan, atau prediksi cara

sistem beroperasi di masa datang; (2) memberikan

gambaran tentang keadaan tertentu atau menghasilkan

aturan-aturan yang bernilai agar tercipta keteraturan

sebuah sistem; (3) menghasilkan model yang

menampilkan data dan format ringkas dengan tingkat

kesulitan rendah.

Ahli lain, Harre (Suparman, 2014: 8-9) menyatakan

bahwa model itu terdiri dari dua kategori, yaitu

micromorphs and paramorphs. Yang dimaksud

micromorphs adalah model yang berbentuk benda atau

fisik dan tiruan visual seperti suatu simulasi komputer

atau suatu benda dengan skala kecil dari benda besar

yang sebenarnya. Di pihak lain, paramorphs adalah

model simbolik yang biasanya menggunakan deskrispi

verbal. Lebih lanjut, Harre menyatakan bahwa

paramorphs dapat berbentuk: (a) model konseptual; (b)

model prosedural; (c) model matematikal. Model

konseptual adalah deskripsi teoritis yang bersifat umum

dan abstrak untuk menggambarkan pandangan tentang

realita, sintesis dari suatu penelitian yang didukung oleh

pengalaman atau data terbatas. Model prosedural

menunjukkan langkah-langkah dalam suatu pekerjaan,

misalnya langkah-langkah desain instruksional, siklus

penelitian dan pengembangan, sintaks pembelajaran

(4)

26

matematikal berbentuk rumus yang mendeskripsikan

hubungan antara berbagai komponen atau faktor,

misalnya rumus korelasi Alpha Cronbach, rumus

Mastery Learning, atau rumus yang menunjukkan

produktivitas perusahaan. Lebih lanjut menurut

Setyosari (2012: 221-223), beberapa model yang sering

digunakan dalam penelitian pengembangan antara lain

adalah: a) model konseptual, adalah model yang bersifat

analistis yang menjelaskan komponen-komponen

produk yang akan dikembangkan dan berkaitan antar

komponennya. Model ini memperlihatkan hubungan

antar konsep dan tidak memperlihatkan urutan secara

bertahap. Urutan boleh diawali dari mana saja, dan b)

model prosedural, adalah model deskriptif yang

menggambarkan alur atau langkah-langkah prosedural

yang harus diikuti untuk menghasilkan produk tertentu.

Adapun jenis model yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah jenis model prosedural dimana

model akan menjelaskan setiap komponen dan

keterkaitan serta langkah-langkah pelaksanaan tiap

komponen yang ada di dalam pembinaan, mulai dari

tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

(5)

27 2.2Konsep Pengembangan Model

Pengembangan model dapat diartikan sebagai

upaya peningkatan fungsi dari model yang telah ada

sebelumnya melalui penambahan komponen yang

dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian

tujuan yang hendak dicapai baik tujuan proses maupun

tujuan hasil untuk membawa suatu keadaan secara

bertingkat kepada suatu keadaan yang lebih lengkap,

lebih besar, dan lebih baik. Dalam mengembangkan

sebuah model dapat dilakukan melalui serangkaian

proses penelitian dan pengembangan (Research and

Development (R&D)) yang merupakan proses/metode

yang digunakan untuk memvalidasi dan

mengembangkan produk. Yang dimaksud produk tidak

hanya suatu yang berupa benda seperti buku teks, film

untuk pembelajaran, dan software (perangkat lunak)

komputer, tetapi juga metode seperti metode mengajar

ataupun program pendidikan untuk mengatasi

permasalahan yang ada dalam pendidikan (Sugiyono,

2016: 28). Penelitian dan pengembangan berfungsi

untuk memvalidasi dan mengembangkan produk.

Memvalidasi produk, berarti produk itu telah ada, dan

peneliti hanya menguji efektivitas atau validasi produk

tersebut. Mengembangkan produk dalam arti yang luas

dapat berupa memperbaharui produk yang telah ada

(6)

28

menciptakan produk baru (yang sebelumnya belum

pernah ada) (Sugiyono, 2016: 28). Perancangan dan

penelitian pengembangan adalah kajian yang sistematis

tentang bagaimana membuat rancangan suatu produk,

mengembangkan/memproduksi rancangan tersebut,

dan mengevaluasi kinerja produk tersebut, dengan

tujuan dapat diperoleh data yang empiris yang dapat

digunakan sebagai dasar untuk membuat produk,

alat-alat dan model yang dapat digunakan dalam

pembelajaran maupun non pembelajaran (Sugiyono,

2016: 29).

Ada beberapa model penelitian dan pengembangan

yang dapat digunakan, yaitu model Kemp, model Borg &

Gall, model Thiagarajan, dan lain-lain. Ada pula peneliti

yang menggunakan salah satu dari model tersebut

kemudian memodifikasinya, ada pula yang

menggabungkan dari beberapa model tersebut dalam

satu penelitian. Meskipun tiap ahli penggagas penelitian

masing-masing memiliki beberapa langkah yang

berbeda, namun ada kata kunci dalam melakukan

kegiatan sistematis tersebut. Kata kunci dari penelitian

dan pengembangan adalah adanya kebutuhan,

merumuskan prototype dari apa yang akan

dibuat/dikembangkan/diciptakan, mengembangkan

produk, menguji produk, kemudian penyebarluasan

(7)

29 Model Kemp sendiri memiliki kelebihan dengan

memungkinkan peneliti dapat melakukan tahap-tahap

pengembangan secara acak karena unsur-unsurnya

memiliki ketergantungan. Namun dalam hal ini model

Kemp dirasa kurang cocok untuk pengembangan model,

karena dalam langkah-langkahnya tidak sistematis,

dalam artian semua orang bisa melakukan

pengemabngan dengan model ini namun dengan

langkah-langkah yang berbeda-beda. Sedangkan

pengembangan model Thiagarajan dkk lebih cocok

digunakan untuk melakukan pengembangan perangkat

pembelajaran (bukan sistem pembelajaran), dimana

tahap-tahap pelaksanaan dibagi secara detail dan

sistematik. Sedangkan kelebihan model penelitian

pengembangan Borg and Gall adalah mampu

menghasilkan suatu produk/model yang memiliki nilai

validasi tinggi, karena melalui serangkaian uji coba di

lapangan dan divalidasi ahli.

Berdasarkan paparan di atas, maka untuk

mengembangkan sebuah model harus mengikuti

prosedur-prosedur pengembangan yang didasarkan

pada adanya kebutuhan. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan model pengembangan Borg and Gall

dimana model Borg and Gall lebih sistematis dan

memiliki nilai validasi yang tinggi jika dibandingkan

(8)

30

langkahnya karena kurang sistematik, sedangkan model

Thiagarajan lebih cocok untuk mengembangkan model

pembelajaran.

Borg & Gall (Sugiyono, 2016: 35-36)

mengembangkan 10 tahapan dalam mengembangkan

model, yaitu:

1. Research and information collecting, termasuk dalam

langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan

dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran

kebutuhan, penelitian dalam skala kecil, dan

persiapan untuk merumuskan kerangka kerja

penelitian;

2. Planning, termasuk dalam langkah ini menyusun

rencana penelitian yang meliputi merumuskan

kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan

permasalahan, menentukan tujuan yang akan

dicapai pada setiap tahapan, desain atau

langkah-langkah penelitian dan jika mungkin/diperlukan

melaksanakan studi kelayakan secara terbatas;

3. Develop preliminary form of product, yaitu

mengembangkan bentuk permulaan dari produk

yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini

adalah persiapan komponen pendukung,

menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan

melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat

(9)

31 pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen

evaluasi;

4. Preliminary field testing, yaitu melakukan ujicoba

lapangan awal dalam skala terbatas, dengan

melibatkan 1 sampai dengan 3 sekolah, dengan

jumlah 6-12 subyek. Pada langkah ini pengumpulan

dan analisis data dapat dilakukan dengan cara

wawancara, observasi atau angket;

5. Main product revision, yaitu melakukan perbaikan

terhadap produk awal yang dihasilkan berdasarkan

hasil ujicoba awal. Perbaikan ini sangat mungkin

dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil

yang ditunjukkan dalam ujicoba terbatas, sehingga

diperoleh draft produk (model) utama yang siap diuji

coba lebih luas.

6. Main field testing, biasanya disebut ujicoba utama

yang melibatkan khalayak lebih luas, yaitu 5 sampai

15 sekolah, dengan jumlah subyek 30 sampai

dengan 100 orang. Pengumpulan data dilakukan

secara kuantitatif, terutama dilakukan terhadap

kinerja sebelum dan sesudah penerapan ujicoba.

Hasil yang diperoleh dari ujicoba ini dalam bentuk

evaluasi terhadap pencapaian hasil ujicoba (desain

model) yang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Dengan demikian pada umumnya langkah ini

(10)

32

7. Operational product revision, yaitu melakukan

perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil ujicoba

lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan

sudah merupakan desain model operasional yang

siap divalidasi;

8. Operational field testing, yaitu langkah uji validasi

terhadap model operasional yang telah dihasilkan.

Dilaksanakan pada 10 sampai dengan 30 sekolah

melibatkan 40 samapi dengan 200 subyek. Pengujian

dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi

dan analisis hasilnya. Tujuan langkah ini adalah

untuk menentukan apakah suatu model yang

dikembangkan benar-benar siap dipakai di sekolah

tanpa harus dilakukan pengarahan atau

pendampingan oleh peneliti/pengembang model;

9. Final product revision, yaitu melakukan perbaikan

akhir terhadap model yang dikembangkan guna

menghasilkan produk akhir (final);

10.Dissemination and implementation, yaitu langkah

menyebarluaskan produk/model yang

dikembangkan kepada khalayak/masyarakat luas,

terutama dalam kancah pendidikan. Langkah pokok

dalam fase ini adalah mengkomunikasikan dan

mensosialisasikan temuan/model, baik dalam

(11)

33 jurnal, maupun pemaparan kepada skakeholders

yang terkait dengan temuan penelitian.

2.3Konsep Pembinaan

Menurut Sudjana (2010: 199) pembinaan dapat

diartikan sebagai upaya memelihara atau membawa

sesuatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga

sesuatu keadaan sebagaimana seharusnya. Sedangkan

Ivancevich (2009: 46) mendefinisikan pembinaan

sebagai usaha yang dilakukan untuk meningkatkan

kinerja pegawai dalam pekerjaannya baik untuk masa

sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan

dijabatnya segera. Selanjutnya sehubungan dengan

definisi tersebut, Ivancevich mengemukakan sejumlah

butir penting yaitu, pembinaan adalah sebuah proses

sistematis untuk mengubah perilaku kerja

seorang/sekelompok pegawai dalam usaha

meningkatkan kinerja organisasi. Pembinaan terkait

dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan

untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pembinaan

berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai

untuk menguasai keterampilan dan kemampuan

(kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam

pekerjaannya.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik

(12)

34

membawa, memelihara atau menjaga suatu keadaan

sebagaimana seharusnya baik pada masa sekarang

maupun masa yang akan datang, dimana upaya

tersebut dapat dilakukan dengan pengendalian secara

profesional terhadap semua unsur organisasi termasuk

di dalamnya pengendalian terhadap perilaku kerja

seseorang/sekelompok orang agar unsur-unsur tersebut

dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga

rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara

berdaya guna dan berhasil guna. Berkenaan dengan

pembinaan Adiwiyata kepada sekolah imbas, maka

pembinaan adalah upaya untuk membawa dan

memelihara atau menjaga agar sekolah imbas dapat

menjadi sekolah Adiwiyata maupun mempertahankan

sebagai sekolah Adiwiyata. Pelaksanaan pembinaan

ditujukan agar kegiatan atau program yang sedang

dijalankan yang dalam hal ini adalah program Adiwiyata

selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang

dari rencana yang telah ditetapkan yaitu sekolah imbas

dapat menjadi sekolah Adiwiyata. Jika terjadi

penyimpangan, segera dapat dilakukan upaya untuk

mengembalikan kegiatan pada yang seharusnya

dilakukan.

Mathis (2009: 307-308) mengemukakan empat

tingkatan pokok dalam kerangka kerja untuk

(13)

35 lain: (1) mengatur strategi yang akan digunakan dalam

pembinaan, (2) merencanakan, dimana di dalamnya

tujuan dan harapan dari pembinaan harus diidentifikasi

serta diciptakan agar tujuan dari pembinaan dapat

diukur untuk mengetahui efektivitas pembinaan, (3)

mengorganisasi, yaitu pembinaan tersebut harus

diorganisasi dengan memutuskan bagaimana

pembinaan akan dilakukan, dan mengembangkan

investasi-investasi pembinaan, (4) memberi

pembenaran, yaitu mengukur dan mengevaluasi pada

tingkat mana pembinaan memenuhi tujuan pembinaan

tersebut. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat

diidentifikasi pada tahap ini, dan dapat meningkatkan

efektivitas pembinaan dimasa depan.

Dalam pengembangan program pembinaan, agar

pembinaan dapat bermanfaat dan mendatangkan

keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah

yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada

pembinaan yaitu tahap perencanaan pembinaan, tahap

pelaksanaan pembinaan dan tahap evaluasi pembinaan.

Tangdilintin (2008: 61) mengatakan pembinaan akan

menjadi suatu “empowerment” atau pemberdayaan

dengan maksud: 1) menyadarkan dan membebaskan, 2)

memekarkan potensi dan membangun kepercayaan diri,

3) menumbuhkan kesadaran bertanggungjawab, 4)

(14)

36

Dari penjelasan diatas jika dikaitkan dengan

pengembangan model pembinaan Adiwiyata maka dapat

dibuat suatu pemahaman bahwa agar pembinaan

Adiwiyata dapat bermanfaat dan mendatangkan

keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah

yang sistematik, yaitu tahap perencanaan pembinaan,

tahap pelaksanaan pembinaan dan tahap evaluasi

pembinaan. Dalam tahap perencanaan pembinaan

Adiwiyata terdiri dari beberapa kegiatan berupa: (1)

mengatur strategi yang akan digunakan dalam

pembinaan Adiwiyata untuk mencapai tujuan, (2)

merencanakan, dimana di dalamnya tujuan dan

harapan dari pembinaan Adiwiyata harus diidentifikasi

serta diciptakan agar tujuan dari pembinaan dapat

diukur untuk melacak efektivitas pembinaan. Selain itu

pula direncanakan juga sasaran pembinaan, fasilitator

atau pembina, materi pembinaan yang disesuaikan

dengan tujuan yang hendak dicapai, serta peserta

pembinaan. Dalam membuat perencanaan didasarkan

atas adanya identifikasi kebutuhan, permasalahan, dan

sumber-sumber apa saja yang dimiliki, sehingga dapat

diketahui keunggulan dan kelemahannya dalam

mencapai tujuan pembinaan, (3) mengorganisasi, yaitu

pembinaan tersebut harus diorganisasi dengan

memutuskan bagaimana pembinaan akan dilakukan, (4)

(15)

37 mengevaluasi pada tingkat mana pembinaan memenuhi

tujuan pembinaan tersebut. Sedangkan dalam tahap

pelaksanaan ada kegiatan pengawasan dan supervisi.

Pengawasan dilakukan oleh masing-masing kepala

sekolah imbas sedangkan supervisi dilakukan fasilitator

atau pembina, dengan harapan bahwa Kepala Sekolah

imbas memantau pelaksanaan program dari dalam

secara lebih terperinci, sedangkan pembina memantau

secara keseluruhan pelaksanaan program. Dan dalam

tahap evaluasi, dilakukan evaluasi terhadap bagaimana

program Adiwiyata, proses pelaksanaannya, dan

evaluasi hasil capaian sekolah imbas.

2.4Pembinaan Berbasis Partisipasi 2.4.1Konsep Partisipasi

A. Pengertian Partisipasi

Menurut Made Pidarta (Astuti, 2009: 31-32),

partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa

orang dalam suatu kegiatan, baik berupa keterlibatan

mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan

segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif)

dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta

mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab

atas segala keterlibatan. Partisipasi masyarakat

menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan

(16)

38

dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan

pengambilan keputusan tentang alternatif solusi

untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya

mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat

dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Dari beberapa pendapat para ahli secara umum

kita dapat menyimpulkan bahwa partisipasi adalah

sebuah bentuk keikutsertaan atau peran serta

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

kegiatan ataupun program untuk mencapai suatu

tujuan bersama dimana di dalamnya melibatkan

meibatkan semua unsur kebersamaan antara kedua

belah pihak. Dengan adanya partisipasi akan

memberikan peluang besar dalam mencapai hasil

yang diharapkan, karena seseorang ataupun

sekelompok orang akan mendapatkan motivasi yang

besar untuk melakukan kegiatan karena mereka

dapat menyampaikan keinginan dan kreativitasnya

sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sehingga pada

akhirnya mereka akan bersedia menerima

tanggungjawab baik dalam kegiatan skala individual

maupun secara kolektif karena adanya ikatan untuk

menunjukkan keberhasilan dalam meraih tujuan.

Berkenaan dengan pembinaan berbasis

partisipasi ini berarti dalam setiap tahap pembinaan

(17)

39 pembinaannya, mulai dari materi pembinaan, bentuk

pembinaan, pengambilan keputusan dalam

pembinaan, pelaksanaan pembinaan, hingga bentuk

evaluasinya. Sehingga setiap orang yang terlibat

dalam pembinaan termotivasi dan melakukan

tugasnya secara bertanggungjawab. Keberhasilan

pembinaan berbasis partisipasi disebabkan karena

adanya pembinaan yang berdasarkan kebutuhan tiap

peserta pembinaan, yaitu keinginan atau kehendak

yang dirasakan oleh peserta pembinaan, baik berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap, kemudian

adanya pembinaan yang berorientasi kepada tujuan

yang telah disepakati bersama, adanya pembinaan

yang berpusat kepada peserta pembinaan, dimana

kegiatan pembinaan bertolak dari kondisi setiap

peserta pembinaan, seperti kondisi ekonomi,

lingkungan, sarana pendukung, dan lainnya, serta

adanya pembinaan yang berdasarkan pada

pengalaman masing-masing peserta, dimana kegiatan

pembinaan mengacu pada pengalaman-pengalaman

yang dimiliki oleh setiap peserta pembinaan, berupa

(18)

40

2.5Konsep Sekolah Adiwiyata

2.5.1 Pengertian dan Tujuan Program Adiwiyata Menurut Permen Negara Lingkungan Hidup nomor

5 Tahun 2013, program Adiwiyata adalah program yang

dibentuk dalam rangka mendorong terciptanya

pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam

upaya pelestarian lingkungan hidup.

Tujuan program Adiwiyata sendiri sesuai dengan

konsepnya adalah mewujudkan warga sekolah yang

bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola

sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan

berkelanjutan (KLH, 2012: 3).

Prinsip dasar yang dipegang oleh Program

Adiwiyata adalah partisipasi, dimana seluruh

komponen turut berperan aktif dan berlanjutan,

dimana program ini dilakukan secara terus menerus

(KLH, 2012: 3)

2.5.2 Pelaksanaan Program Adiwiyata

Langkah-langkah pelaksanaan program Adiwiyata

menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup

(19)

41 1. Perencanaan Pengelolaan sekolah Adiwiyata

Dalam tahap perencanaan ini, sekolah

mempersiapkan berbagai macam persiapan terkait

dengan kebersihan dan pelestarian lingkungan hidup,

baik sarana prasarana hingga program pendidikan

yang mengarah kepada terwujudnya sekolah Adiwiyata.

2. Pelaksanaan Pengelolaan Sekolah Adiwiyata

Pada tahap pelaksanaan ini, program kebersihan

dan pelestarian lingkungan sekolah dilaksanakan oleh

semua komunitas sekolah, dimulai dari lingkup yang

terkecil, yaitu setiap kelas dipandu oleh wali kelas

masing-masing dan meluas secara bersama-sama

seluruh komuntas sekolah.

3. Evaluasi Pengelolaan Sekolah Adiwiyata

Untuk mengetahui berhasil atau yidaknya

pelaksanaan program Adiwiyata di sekolah, maka perlu

adanya evaluasi proses dan evaluasi akhir. Dalam hal

ini tim penilai dapat berasal dari dinas pendidikan

tingkat kota/kabupaten serta provinsi. Selain itu

evaluasi bisa dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup

(20)

42

2.5.3 Indikator sekolah Adiwiyata

Terdapat indikator sekolah Adiwiyata, seperti yang

dikemukakan oleh Kementerian Negara Lingkungan

Hidup (Muryanto, 2015: 21), diantaranya:

1. Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan a. Pengembangan model pembelajaran lintas mata

pelajaran

b. Penggalian dan pengembangan materi serta

persoalan lingkungan hidup yang ada di

masyarakat sekitar

c. Pengembangan metode belajar berasis

lingkungan dan budaya

d. Pengemabngan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

siswa tentang lingkungan hidup

2. Pengembangan kegiatan berbasis partisipatif

a. Menciptakan kegiatan

ekstrakurikuler/kurikuler di bidang lingkungan

hidup berbasis partisipatif di sekolah

b. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang

dilakukan oleh pihak luar

c. Membangun kegiatan kemitraan atau

memprakarsai pengembangan pendidikan

(21)

43 d. Pengelolaan dan pengembangan sarana

pendukung sekolah

3. Pengelolaan dan pengembangan sarana pendukung sekolah

a. Pengembangan fungsi sarana pendukung

sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan

sekolah

b. Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan id

dalam dan di luar kawasan sekolah

c. Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dll)

d. Peningkatan kualitas pelayanan makanan

sehat.

(22)

44

Gambar 2.1. Mekanisme Pelaksanaan Adiwiyata di Tingkat Sekolah (KLH, 2012: 28)

2.6Konsep Sekolah Adiwiyata Mandiri

Berdasarkan Permen LH Nomor 5 tahun 2013

menyatakan bahwa sekolah Adiwiyata Mandiri adalah

sebuah penghargaan yang diberikan kepada sekolah

(23)

45 Provinsi kepada tim penilai Adiwiyata nasional sebagai

calon sekolah Adiwiyata Mandiri. Penghargaan Sekolah

Adiwiyata Mandiri diberikan oleh Menteri Lingkungan

Hidup. Penghargaan Adiwiyata Mandiri kepada sekolah

diberikan apabila sekolah telah memenuhi syarat

sebagai berikut: (1) telah menjadi Sekolah Adiwiyata

nasional; (2) pada saat penilaian tahun berjalan

mencapai nilai pencapaian tingkat nasional; dan (3)

memiliki 10 (sepuluh) sekolah imbas yang memenuhi

kriteria Adiwiyata kabupaten/kota.

Adapun langkah dalam menjadi sekolah Adiwiyata

Mandiri adalah sebagai berikut: (1) tim penilai Adiwiyata

nasional menetapkan sekolah Adiwiyata nasional yang

akan dilakukan verifikasi berdasarkan usulan dari

provinsi; (2) sekolah Adiwiyata nasional yang terpilih,

dilakukan verifikasi; (3) penetapan sekolah sebagai

penerima penghargaan sekolah Adiwiyata Mandiri

apabila sekolah Adiwiyata nasional tersebut telah

melakukan pembinaan terhadap sekolah lain, paling

sedikit 10 (sepuluh) sekolah, dan sekolah yang dibina

tersebut telah mendapatkan penghargaan Adiwiyata

kabupaten/kota; dan (4) sekolah Adiwiyata Mandiri

dapat diusulkan untuk ikut dalam seleksi penerimaan

(24)

46

2.7Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata

Pembinaan Adiwiyata adalah suatu tindakan yang

dilakukan oleh organisasi/lembaga atau pihak lainnya

melakukan pembinaan dalam meningkatkan

pencapaian kinerja program Adiwiyata yang berdampak

positif terhadap perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup (KLH, 2012: 10). Tujuan pembinaan

adalah untuk: (1) meningkatkan kapasitas sekolah

untuk mewujudkan sekolah Adiwiyata, (2)

meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya

manusia dalam pengelolaan program Adiwiyata, (3)

meningkatkan pencapaian kinerja pengelolaan

Adiwiyata baik di provinsi maupun di kabupaten/kota

termasuk sekolah dan masyarakat sekitarnya (KLH,

2012: 10).

Materi pembinaan program Adiwiyata meliputi: (1)

tujuan, program, materi Adiwiyata seperti: komponen,

standar, dan implementasi Adiwiyata. Pengkajian

kondisi lingkungan hidup sekolah, kebijakan sekolah,

kurikulum sekolah, kegiatan sekolah, dan sarana

prasarana; (2) penyusunan rencana kerja dan

mengalokasikan anggaran sekolah berdasarkan hasil

kajian tersebut di atas, dan disesuaikan dengan

komponen, standar, dan implementasi Adiwiyata; (3)

(25)

47 pemantauan dan evaluasi oleh sekolah; (5) pembuatan

dan penyampaian laporan oleh Sekolah (KLH, 2012: 22).

Dalam kaitannya dengan pembinaan sekolah

imbas, yang dilakukan oleh sekolah calon Adiwiyata

Mandiri atau sekolah induk bertugas untuk melakukan

pembinaan dan bimbingan teknis mengenai Program

Adiwiyata dan melakukan pelatihan materi Pendidikan

Lingkungan Hidup secara terintegrasi dalam setiap mata

pelajaran, disertai laporan untuk setiap kegiatan

pembinaan (http://blh.subang.go.id/?p=628). Dalam

bimbingan teknik dilakukan kajian terhadap lingkungan

hidup sekolah, implementasi dalam kebijakan,

kurikulum, dan RKAS sekolah, kemudian pemantauan

pelaksanaan dan evaluasinya serta memberikan

bimbingan teknik dalam pelaporan kepada LH setempat.

2.8Pembinaan Sekolah Imbas Adiwiyata Berbasis Partisipasi

Mengacu pada beberapa paparan teori yang telah

dijelaskan sebelumnya, maka dalam pelaksanaan

pembinaan sekolah imbas Adiwiyata Mandiri berbasis

(26)

48

Tabel 2.1. Penerapan Langkah-langkah Pembinaan Adiwiyata Berbasis Partisipasi

Model pembinaan secara umum

Model Pembinaan Adiwiyata

Model pembinaan Adiwiyata berbasis partisipasi 1. Perencanaan

a. Pemaparan pengenalan mengenai konsep sekolah Adiwiyata

dengan meminta bantuan kepada Dinas Lingkungan Hidup berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan

b. Pemaparan kondisi lingkungan hidup masing-masing sekolah

imbas (kelemahan dan potensi yang dimiliki sekolah)

c. Penentuan tujuan pembinaan pada masing-masing sekolah

imbas berdasarkan kelemahan dan potensi yang disampaikan yang dibuat bersama-sama dengan sekolah imbas

d. Penentuan bersama materi pembinaan berdasarkan kebutuhan

pada masing-masing sekolah imbas

e. Penentuan bersama strategi pembinaan yang akan digunakan seperti apa

f. Penentuan jadwal pembinaan bersama-sama antara sekolah

induk dan sekolah imbas

2. Bimbingan Teknik:

a. Pembina bekerja sama dengan sekolah imbas perumusan

kebijakan sekolah, kurikulum sekolah, kegiatan sekolah, dan sarana prasarana;

b. Pembina bekerjasama dengan sekolah imbas dalam penyusunan

(27)

49

Model pembinaan secara umum

Model Pembinaan Adiwiyata

Model pembinaan Adiwiyata berbasis partisipasi

(4) pemantauan dan

evaluasi oleh

sekolah; (5)

pembuatan dan

penyampaian laporan oleh Sekolah

Pelaksanaan dan Evaluasi Pembinaan

1. Pembina memantau serta memberikan catatan atau saran sebagai

bentuk evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan program Adiwiyata di sekolah imbas;

2. Pembina bekerjasama dengan sekolah imbas dalam mengevaluasi

(28)

50

2.9Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya berkenaan dengan Adiwiyata itu sendiri.

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Indri

Sugiyantono dkk pada tahun 2015 yang berjudul

pengelolaan kegiatan lingkungan berbasis partisipatif

sekolah Adiwiyata di SMP Negeri 6 Salatiga. Dalam

penelitiannya, didapatkan bahwa sekolah telah

melakukan perencanaan pengelolaan kegiatan

lingkungan berbasis partisipatif dengan mengeluarkan

kebijakan berwawasan lingkungan kemudian

mensosialisasikan kepada warga sekolah. Sekolah juga

telah melaksanakan pengelolaan kegiatan lingkungan

berbasis partisipatif dengan memanfaatkan memelihara

lingkungan sekolah sesuai dengan kaidah perlindungan

dan pengelolaan lingkungan, sekolah juga menjalankan

kemitraan dengan berbagai pihak termasuk sekolah

yang lain. Sekolah telah melakukan evaluasi pengelolaan

kegiatan lingkungan berbasis partisipatif dengan baik.

Hal tersebut dibuktikan dengan telah terpenuhinya 80%

dari standar yang telah ditetapkan dari pemerintah.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Thomas

Mastrilli (2005: 1-22) dalam jurnal internasional yang

berjudul Environmental Education In Pennsylvania’s

Elementary Teacher Preparation Programs: The Fight To

(29)

51 persiapan guru sekolah dasar dalam pendidikan

lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah a)

Menilai tingkat implementasi standar lingkungan hidup

dan ekologi pada program pendidikan dasar; b) Menilai

metode dan strategi yang digunakan dalam pendidikan

lingkungan hidup pada program pendidikan dasar; dan

c) Mengidentifikasi faktor positif dan hambatan dalam

pelaksanaan pendidikan lingkungan. Penelitian

selanjutnya dilakukan oleh Untung Wahyuhadi pada

tahun 2012 dengan judul pengelolaan sekolah Adiwiyata

di SMK N 1 Salatiga. Dalam penelitiannya ditemukan

bahwa karakteristik kebijakan sekolah adiwiyata di SMK

Negeri 1 Salatiga dapat dilihat dalam (a) visi dan misi

SMK Negeri 1 Salatiga; (b) pelaksanaan pembelajaran

lingkungan hidup yang terintegrasi ke dalam mata

pelajaran; (c) kegiatan tahunan yang bertema

lingkungan hidup; (d) peningkatan sumber daya

manusia yang berwawasan lingkungan hidup; (e)

kebijakan sekolah mensosialisasikan penerapan

pendidikan lingkungan hidup; (f) kebijakan sekolah

dalam upaya penghematan sumber daya alam; (g)

kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya

lingkungan sekolah yang bersih dan sehat; (h) kebijakan

sekolah untuk mengalokasikan anggaran. Karakteristik

kurikulum berbasis lingkungan sekolah adiwiyata di

(30)

52

mengimplementasikan Pendidikan Lingkungan Hidup

dalam silabus dan RPP. Karakteristik kegiatan berbasis

partisipatif sekolah adiwiyata di SMK Negeri 1 Salatiga

adalah adanya kegiatan bebasis partisipatif dilakukan

melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, serta

kegiatan kemitraan. Sedangkan penelitian yang berjudul

How to Go Green: Creating a Conservation Culture in a

Public High School Through Education, Modeling, and

Communication oleh Chelsea Schelly, dkk tahun 2012

mendapatkan bahwa model peran individu, fasilitas

sekolah, tata kelola sekolah dan budaya sekolah

bersama-sama mendukung konservasi dan pendidikan

lingkungan, khususnya melalui aplikasi prinsip-prinsip

dari teori perilaku, termasuk komitmen pemodelan,

nilai-nilai, harapan, dan perilaku. Selain itu, model

peran dengan ciri-ciri pemimpin karismatik bisa sangat

berperan dan komunikasi adalah benang yang

menghubungkan beberapa aspek pemodelan,

membantu menciptakan hubungan sinergis antara

upaya konservasi dan pendidikan lingkungan. Penelitian

menunjukkan bahwa upaya konservasi, ketika berhasil

dimodelkan dalam pengaturan sekolah umum, secara

simultan dan sinergis dapat memenuhi tujuan

pendidikan konservasi dan keberlanjutan. Penelitian

lainnya yang dilakukan oleh Assaraf (2008) yang

(31)

53 Based Environmental Curriculum” dalam jurnal yang berjudul Eurasia Journal of Mathematics, Science, and

Technologhy Educational, 5 (1), 47-62 menghasilkan

sebuah model untuk pengembangan yang berorientasi

lingkungan yang dirancang untuk dilaksanakan sebagai

bagian integral dari kurikulum inti ilmu pengetahuan.

Tujuan program utama adalah mendorong siswa di

tingkat SMP untuk mengembangkan pemikiran sistem

dan wawasan lingkungan sebagai dasar untuk melek

lingkungan.

Dari beberapa penelitian di atas, untuk penelitian

pertama hingga ketiga meneliti bagaimana implementasi

Adiwiyata atau sekolah berbasis lingkungan di sekolah.

Penelitian tersebut sangat berbeda dengan penelitian

yang akan dilakukan oleh peneliti, dimana jenis

penelitian tersebut adalah penelitian deskriptif mengenai

implementasi sekolah Adiwiyata, sedangkan jenis

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

penelitian pengembangan. Namun hasil penelitian

tersebut akan menjadi bahan acuan peneliti kemudian

untuk membuat konsep pembinaan Adiwiyata, dimana

dari hasil penelitian tersebut peneliti akan melihat

bagaimana sebenarnya konsep sekolah Adiwiyata yang

seharusnya yang harus dijalankan oleh sekolah.

Kemudian untuk penelitian keempat dan kelima

(32)

54

dalam implementasi sekolah berbasis lingkungan,

dimana model tersebut dituangkan dalam peraturan dan

kurikulum sekolah. Dari kedua penelitian tersebut pada

umumnya memiliki kesamaan mengenai produk yang

akan dihasilkan kemudian, yaitu sebuah model dengan

tujuan agar seluruh warga sekolah melek lingkungan.

Namun, perbedaannya dengan model yang akan

dihasilkan oleh peneliti sendiri adalah berfokus kepada

model pembinaan yang akan dilaksanakan oleh sekolah

kepada sekolah imbasnya, yang berfokus kepada

sekolah secara keseluruhan dengan pendekatan

berbasis partisipasi.Penelitian keempat dan kelima akan

menjadi gambaran peneliti dalam membuat model

(33)

55 2.10 Kerangka Pikir

Gambar 2.2. Kerangka berpikir

Dalam rangka mengikuti program Adiwiyata

Mandiri, maka sekolah perlu untuk membina 10 sekolah

yang dalam hal ini dikatakan sebagai sekolah imbas.

Oleh karena itu untuk mengefisienkan pelaksanaan

pembinaan, dimana di dalam pembinaan harus

terkonsep dengan baik untuk proses perencanaan

hingga evaluasinya dan sekaligus memberikan motivasi

kepada sekolah imbas dalam mengikuti program

Adiwiyata, maka diperlukan sebuah model pembinaan

yang terkonsep dan dapat memotivasi. Pembinaan

berbasis partisipasi adalah adalah salah satu model

pembinaan yang dapat memotivasi dimana setiap bagian

(34)

56

kesempatan untuk memberikan masukan-masukan

guna menunjang ketercapaian tujuan dari pembinaan

itu sendiri, sehingga dengan adanya pelibatan tersebut,

masing-masing pihak akan merasa bertanggungjawab

dengan apa yang harus dilakukan dan berusaha untuk

mewujudkan tujuan yang telah disepakai bersama dan

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme Pelaksanaan Adiwiyata di Tingkat
Tabel 2.1. Penerapan Langkah-langkah Pembinaan Adiwiyata Berbasis Partisipasi
Gambar 2.2. Kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Variabel Motivasi Menjadi Anggota, Persepsi Anggota Terhadap Pelayanan, Persepsi Anggota Terhadap Manfaat dan Partisipasi. Anggota

Bagi Dinas Pendidikan Kota Semarang dan UPTD Semarang Selatan, khususnya para pengawas Sekolah Dasar Manajemen Berbasis Sekolah dapat memberikan bimbingan

Sebagai sebuah penelitian terapan yang bertumpu pada metode riset dan pengembangan ( research and development ), penelitian Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi

Pelaksanaan evaluasi adiwiyata dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat diharapkan dapat membantu guru dalam memecahkan masalah yang terjadi di antara pihak

Guru sebelum merencanakan pembelajaran berbasis TIK perlu mengidentifikasi dan mendiagnosis masalah yang berkaitan dengan kebutuhan integrasi TIK dalam pembelajaran

Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih dengan tulus kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, arahan dan motivasi selama penulis

Adanya Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan otonomi kepada sekolah dan menekankan keputusan bersama dari semua warga sekolah dan masyarakat

penilaian; dan 3) Mengetahui keunggulan dan kelemahan pengembangan model pembinaan profesionalisasi guru pendidikan jasmani melalui lesson study berbasis kelompok kerja guru baik