TEORI
• Karya sastra kapan pun ditulis tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya.
• Karya sastra akan muncul pada masyarakat yang telah memiliki konvensi, tradisi, pan-dangan tentang estetika, tujuan berseni, dan lain-lain, yang kesemuanya dapat
dipandang sebagai wujud kebudayaan. • Dalam hal ini, sastra dipandang sebagai
“reka-man” terhadap pandangan
• Teori interteks memandang bahwa sebuah teks
yang ditulis lebih kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya.
• Tidak ada sebuah teks pun yang
sungguh-sungguh mandiri.
• Dalam arti, proses penciptaan teks selalu dapat
dirunut hubungannya dengan teks-teks lain baik langsung maupun tidak langsung.
• Tidak ada teks yang proses penciptaan
• Tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya yang ditelaah.
• Sebuah karya tidak dapat dilepaskan dengan teks-teks lain yang telah ada, sehingga
dalam upaya memahami sebuah karya sastra kita juga harus mengenal dan
memahami karya atau teks-teks lain yang terkait.
• Penulisan sebuah karya sering ada kaitannya
• Masalah ada tidaknya hubungan antarteks
ada kaitannya dengan niatan pengarang dan tafsiran pembaca.
• Luxemburg mengartikan interteks sebagai:
kita menulis dan membaca dalam suatu
‘interteks’ suatu tradisi budaya, sosial, dan sastra, yang tertuang dalam teks-teks.
• Setiap teks sebagian bertumpu pada
konvensi sastra dan bahasa dan
dipengaruhi oleh teks-teks sebelumnya.
• Baik kegiatan pengarang maupun
•
Inrtekstualitas berkaitan dengan sikap
pem-baca dalam membaca teks sastra.
•
Interteks dapat memberi bimbingan
kepada pembaca untuk memandang
teks-teks terda-hulu sebagai
sumbangan pada sutau kode yang
memungkinkan efek siginifikansi yang
bermacam-macam.
•
Berdasarkan pengalaman kesastraan
yang di-miliki, pembaca akan dapat
• Dengan demikian, dalam proses
pembacaan-nya, seorang pembaca akan “membongkar” teks-teks yang pernah
dikenalnya yang kemu-dian dihubungkan dengan teks yang dihadapi.
• Berhadapan dengan sebuah teks pada haki-katnya pembaca tidak hanya membaca teks yang dibaca saja, melainkan
“berdampingan” dengan teks-teks lain sehingga interpretasi terha dapnya tidak dapat dilepaslkan dari teks-teks lain