STUDI REKRUTMEN PENGURUS MASJID AL-FALAH DAN
MASJID AL-ABROR SURABAYA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Manajemen Dakwah
Oleh:
Rahmat Husein Andriansyah NIM. F12915304
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Masjid memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan dakwah dan pemberdayaan umat Islam. Sayangnya saat ini banyak masjid yang kehilangan fungsi-fungsi tersebut, salah satunya karena faktor pengurusnya. Masjid yang pengurusnya aktif, kegiatannya juga aktif. Sedangkan masjid yang pengurusnya tidak aktif, kegiatannya juga tidak aktif. Maka, agar masjid dapat menjalankan fungsinya secara optimal, perlu adanya suatu model rekrutmen SDM yang menghasilkan pengurus yang efektif dan berkelanjutan. Penelitian ini mengambil Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya sebagai objek penelitian. Masjid Al-Falah adalah masjid yang terletak di pusat kota, sedangkan Masjid Al-Abror berada di tengah pemukiman padat penduduk. Keduanya adalah masjid yang memiliki visi, misi, program serta pengurus yang aktif dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rekrutmen SDM yang telah berjalan di kedua masjid tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah grounded research dengan metode pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Hasilnya, penelitian ini menemukan tiga hal. Pertama, penetapan nilai yang ditawarkan dalam rekrutmen pengurus masjid (value proposition) adalah visi masjid, nilai spiritualitas, kesesuaian track record personal dan material (dalam bentuk gaji atau fee). Kedua, sumber SDM kandidat pengurus masjid diambil dari internal (pengurus lama yang berkualifikasi baik) dan external (masyarakat umum). Ketiga, metode rekrutmen yang digunakan adalah komunikasi personal serta word of mouth melalui media sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan inspirasi bagi masjid-masjid lain dalam melakukan rekrutmen pengurus.
DAFTAR ISI
Pernyataan Keaslian ... ii
Persetujuan ... iii
Pengesahan Tim Penguji ... iv
Pedoman Transliterasi ... v
Abstrak ... vi
Ucapan Terima Kasih ... vii
Daftar Isi ... ix
Bab I – Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Metode Penelitian ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 13
Bab II – Pengurus Masjid dan Teori Rekrutmen SDM ... 14
A. Pengurus Masjid ... 14
B. Teori Rekrutmen SDM ... 19
C. Penelitian Terdahulu ... 28
A. Masjid Al-Abror Surabaya ... 33
B. Masjid Al-Falah ... 45
Bab IV – Analisis Rekrutmen Pengurus Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya ... 57
A. Penawaran Nilai (Value Proposition) ... 60
B. Sumber SDM ... 68
C. Metode Rekrutmen ... 72
Bab V – Penutup ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Keterbatasan Penelitian ... 91
C. Saran ... 91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia memiliki potensi masjid yang sangat besar, dengan kurang
lebih 900.000 masjid tersebar di berbagai daerah. Namun sangat disayangkan,
kondisi masjid-masjid di Indonesia kebanyakannya sepi dari aktivitas selain shalat
lima waktu. Pada tingkat praktis, hanya beberapa masjid yang mampu memenuhi
ketiga fungsi masjid (tempat ibadah, wadah pengembangan masyarakat, pusat
komunikasi dan persatuan umat). Saat ini, manajemen masjid yang dijalankan
secara profesional umumnya masih terbatas pada takmir masjid agung yang ada di
pusat-pusat kota. Sedangkan pada daerah-daerah yang jauh dari pusat kota dan
pusat pendidikan, manajemen masjid secara profesional belum tersentuh sama
sekali.1 Umumnya, masjid di Indonesia yang ribuan itu belum diiringi dengan
kualitas manajemen pengelolaannya. Manajemen yang dipakai belum bisa
merespon tuntutan masyarakat yang semakin peduli terhadap masjid sebagai basis
pemberdayaan umat.2
Masjid belum berperan untuk memfungsikan keberadaannya dalam
membina jama’ah di wilayahnya masing-masing. Masalah yang sering muncul
dalam pengelolaan masjid adalah sulitnya rekrutmen SDM untuk menjadi pengurus
1Sukirno, “Pembinaan dan Pengembangan Kemampuan Manajerial Ta'mir Masjid Desa
Purwamartani”, Jurnal Inotek, Vol. 3, No. 2 (Mei, 2001), 12.
masjid.3 Adanya takmir masjid belum menjamin partisipasi aktif jama’ah baik
dalam kepengurusan maupun aktivitas masjid itu sendiri.4 Hal ini menunjukkan
bahwa kebanyakan masjid di Indonesia masih belum menjalankan rekrutmen
pengurus yang sistematis. Wajar kiranya jika masjid sepi dari kegiatan dakwah dan
pemberdayaan umat karena adanya persoalan rekrutmen pengurus.
Berdasarkan pengamatan penulis, pengurus yang menjalankan masjid
sehari-hari biasanya diambil dari jamaah yang bersedia memegang posisi tersebut.
Selain takmir, SDM lain yang biasanya ada hanyalah marbot atau penjaga harian
masjid, kadang merangkap tugas sebagai muazin, kebersihan dan perawatan sarana
masjid. Kepengurusan biasanya aktif pada momen-momen tertentu saja, seperti
peringatan hari besar Islam atau sepanjang bulan Ramadhan dengan kegiatan rutin
sholat tarawih, tadarus al-Qur’an dan penerimaan/penyaluran zakat.
Keaktifan pengurus juga biasanya naik turun tergantung
masing-masing orang yang ditunjuk sebagai pengurus. Jadilah ada fenomena di periode
kepengurusan tertentu kegiatan masjid sangat aktif, sedangkan di periode
berikutnya kegiatan masjid menjadi sangat pasif. Tidak ada sistem rekrutmen yang
memastikan kepengurusan masjid dapat berlanjut secara berkesinambungan.
Realitas ini menunjukkan bahwa kebanyakan masjid di Indonesia masih belum
3Niko Pahlevi Hentika (et.al.), “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi Administrasi
(Studi pada Masjid Al-Falah Surabaya)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 2 (2013), 306.
4Robby H. Abror, “Rethinking Muhammadiyah: Masjid, Teologi Dakwah Dan Tauhid Sosial
menjalankan rekrutmen pengurus yang tepat. Akibatnya, kepengurusan yang ada
tidak berjalan secara continue dan sustainable.
Masalahnya, meski disadari bahwa kebanyakan masjid mengalami
persoalan rekrutmen pengurus, belum ada pemecahan atas hal ini. Konsep tentang
model rekrutmen pengurus—yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi
manajemen masjid—belum dikembangkan sama sekali. Akibatnya, manajemen
masjid berjalan secara alamiah, tidak ada acuan, dan sangat mengandalkan
kesadaran masing-masing.
Padahal, dalam sejarah muncul dan berkembangnya Islam, masjid
memegang peranan yang sangat strategis. Selain tempat menjalankan sholat, masjid
menjadi pusat kegiatan dakwah, pengajaran agama, dan penguatan ukhuwah umat
Islam. Masjid menyatukan umat Islam dari berbagai latar belakang profesi, sosial,
ekonomi, politik. Di samping sebagai sebuah simbol, masjid juga tempat bagi
komunitas umat Islam untuk menjalankan aktivitas sosial seperti pengembangan
komunitas, pembelajaran, rekreasi dan diskusi. Fungsinya tidak terbatas
menjalankan sholat saja.5 Bahkan di Amerika Serikat masjid juga memainkan
peranan integrasi muslim terhadap sistem politik setempat.6
Allah SWT telah mengisyaratkan bahwa masjid harus dikelola oleh
orang-orang yang baik, sebagaimana tercantum dalam Q.S At-Taubah 17-18,
5Allia Jaafar, et.al., “A Proposed Model for Stategic Management (SM) and Mosque Performance
(MP) in Mosque Management”, BEST: International Journal of Management, Information Technology and Engineering, Vol. 1, Issue 3 (Dec, 2013), 29.
6 Karam Dana, et.al., “Mosques as American Institutions: Mosque Attendance, Religiosity and
(17) Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid Allah, padahal mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka. (18) Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT sudah memberikan
batasan, hanya orang-orang tertentu yang layak mengelola masjid, setidaknya
dengan tiga karakteristik: dari kalangan orang Islam, selalu mendirikan shalat dan
menunaikan zakat (menegakkan pilar-pilar ajaran Islam, baik spiritual maupun
sosial), serta tidak takut kepada siapapun selain Allah (berpegang pada syari’at dan
sunatullah). Sebaliknya, masjid juga dapat berubah fungsi jadi menimbulkan
kerusakan pada umat Islam. Allah memperingatkan bahwa di antara orang-orang
munafik ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan dan
memecah belah kaum mukmin (Q.S At-Taubah 107). Menurut Al-Maraghi, banyak
masjid yang dibangun dengan motif riya’, memperturutkan hawa nafsu dari
beberapa gelintir orang, tanpa peduli dengan nasehat para ulama. Dari sini dapat
diketahui bahwa adanya sebuah masjid tidak mesti menyuburkan dakwah Islam. Ini
Pengelolaan masjid dapat mengambil bentuk organisasi ketakmiran
atau yayasan. Di dalamnya pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai,
memiliki modal seperti dana dari zakat, infaq, wakaf, aset fisik, dan sebagainya,
serta program dan kegiatan. Di akhir periode kepengurusan, akan ada evaluasi
manajemen masjid. Salah satu faktor kunci keberhasilan dan kegagalan ini adalah
SDM, karena pada dasarnya semua manajer membuat segala sesuatu terselesaikan
melalui usaha-usaha orang lain; ini memerlukan manajemen SDM yang efektif.7
Bagi keberlanjutan pengelolaan masjid, rekrutmen SDM yang strategis
sangat penting karena beberapa alasan. Tidak semua orang yang memiliki
kemampuan, bersedia bekerja mengelola masjid. Juga sebaliknya, belum tentu
orang yang bersedia telah sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Tanpa ada
rekrutmen yang terencana, pengurus masjid akan berjalan secara alamiah, apa
adanya, atau bahkan tidak ada yang masuk sama sekali. Resikonya, kegiatan masjid
tidak berjalan, atau berjalan namun di tangan orang yang salah.
Menghadapi masalah rekrutmen pengurus masjid tersebut, peneliti
melihat ada masjid-masjid yang selama ini memiliki kepengurusan yang berjalan
secara stabil dan sustainable, program-programnya aktif dan terus berkembang. Di
antaranya adalah Masjid Al-Falah dan Masjid Al-Abror.
Masjid Al-Falah memiliki kegiatan-kegiatan seperti taklim rutin, PHBI,
biro konsultasi keluarga sakinah, poliklinik, pembinaan muallaf, perawatan
7 R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I Edisi 10 (Jakarta: Penerbit
jenazah, penghimpunan dan penyaluran ZIS dan wakaf, kursus Al-Qur’an dan
lembaga pendidikan tingkat Playgroup, TK hingga SLTA.8 Ini menjadikan masjid
Al-Falah berkembang sebagai tempat ibadah sekaligus pusat dakwah dan
pemberdayaan umat. Orang-orang (SDM) yang mengelola Yayasan Masjid
Al-Falah antara lain: dewan pengurus (terdiri dari Pembina, Pengawas dan Pengurus),
kepala bagian, da’i, ustadz/ustadzah (pengajar kursus Al-Qur’an), dan karyawan
(keamanan, kebersihan, sekretariat, muazin, dsb).9
Secara ikatan kerja, di antara seluruh SDM tersebut ada ikatan sukarela
(volunteer) dan ada yang ikatan profesional. SDM profesional terbagi dalam
beberapa status: full time, part time, uji coba dan outsourcing. Mereka mendapat
gaji, tunjangan dan fasilitas sesuai dengan statusnya. Status tersebut berlaku
dinamis. Misalnya, seorang pengajar kursus Al-Qur’an, bisa diangkat dari uji coba
menjadi part time, atau dari part time menjadi full time. Ia bisa juga mengalami
penurunan, atau bahkan dilepas sama sekali. Masing-masing memiliki cakupan
tugas dan kewenangan, ikatan dan pertanggungjawaban yang berbeda. Penelitian
ini akan memfokusi rekrutmen Pengurus dan Kepala Bagian.
Sedangkan masjid Al-Abror terletak di jalan Simolawang IV/01, yang
merupakan area pemukiman padat penduduk kawasan Timur Kota. Organisasi
pengelolanya adalah Yayasan Masjid Al-Abror. Amal usahanya meliputi
Dakwah/Taklim rutin, Perpustakaan, Radio Menara 3 AM 864 KHz, Penerbitan
8 Buku Daftar Peserta Kursus Periode 104 (April-Agustus 2016), Lembaga Kursus Al-Qur’an
Masjid Al-Falah.
Majalah Syi’ar, dan sebagainya. SDM-nya terdiri dari pengurus, da’i, imam sholat
rawatib dan karyawan. Usia masjid yang terbilang tua, dan kegiatannya yang
beragam dan aktif, menunjukkan bahwa kepengurusan masjid Al-Abror berhasil
berjalan secara berkelanjutan.
Ada beberapa kesamaan dari dua masjid di atas. Pertama, keduanya
adalah masjid yang dibangun dan dikelola dari umat, oleh umat dan untuk umat. Ini
berbeda dengan masjid yang berstatus Masjid Nasional atau Masjid Agung, dimana
pengelolaannya ditangani pemerintah. Kedua, Al-Falah dan Al-Abror memulai
perkembangan dari ‘bawah’. Awal mulanya tidak sebesar sekarang. Seiring dengan
berjalannya waktu, Al-Falah dan Al-Abror berhasil mengembangkan unit-unit
layanan yang bervariatif dan dakwahnya pun berjalan sangat aktif. Ketiga, Al-Falah
dan Al-Abror menerapkan pengelolaan dengan kaidah dasar manajemen, tidak
berjalan alamiah, termasuk dalam rekrutmen SDM pengurus.
Tiga aspek yang penting dalam rekrutmen SDM adalah penawaran
nilai, sumber SDM dan metode rekrutmen. Penawaran nilai berbicara tentang apa
yang akan ditawarkan oleh organisasi dalam merekrut SDM. Sumber SDM adalah
darimana kandidat atau calon SDM tersebut didapatkan. Sedangkan metode
rekrutmen adalah cara yang digunakan dalam menarik kandidat tersebut. Dari
penelitian ini, Masjid Al-Falah dan Al-Abror diharapkan dapat menjadi model
dalam rekrutmen SDM yang menghasilkan pengurus masjid yang continue dan
sustainable. Sehingga dapat dijadikan rujukan bagi masjid-masjid lain dalam
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dari seluruh paparan di
atas, antara lain:
1. Banyak masjid yang belum menjalankan prinsip-prinsip manajemen dalam
mengelola masjid, sehingga kurang berkembang sebagaimana fungsi
seharusnya.
2. Banyak masjid yang program-programnya tidak aktif dikarenakan SDM
pengurusnya sendiri tidak aktif atau kurang kompeten.
3. Banyak masjid belum mengembangkan rekrutmen SDM pengurus yang
sistematis dan efektif, meliputi penawaran nilai (value proposition),
penentuan sumber SDM (people source), dan metode rekrutmen.
4. Banyak masjid belum mengimplementasikan rekrutmen SDM yang tepat.
Dari identifikasi masalah tersebut, penelitian ini membatasi fokus
memecahkan masalah pengembangan rekrutmen SDM yang sistematis dan efektif,
sehingga menghasilkan SDM pengurus yang kompeten dan sustainable.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penawaran nilai dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid
Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?
2. Bagaimana penentuan sumber calon SDM dalam rekrutmen pengurus di
Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?
3. Bagaimana metode penawaran dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui penawaran nilai (value proposition) dalam rekrutmen SDM
pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.
2. Mengetahui sumber calon SDM (people source) dalam rekrutmen pengurus
di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.
3. Mengetahui metode penawaran yang digunakan dalam rekrutmen SDM
pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Masjid Al-Falah dan Al-Abror seringkali dikunjungi pengurus
masjid-masjid lain untuk sharing ide-ide program masjid. Ini menunjukkan adanya
kebutuhan masjid untuk terus berkembang. Yang perlu menjadi perhatian, adanya
ide program tidak serta merta dapat mengembangkan masjid, karena kuncinya tetap
ada pada pengurus. Penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen masjid
di berbagai tempat untuk membuat cara-cara rekrutmen pengurus yang
menghasilkan kemajuan berkelanjutan.
Selain itu, pembinaan masjid adalah bidang yang sangat penting bagi
masyarakat luas. Melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen
Bimas Islam), pemerintah membuat Standar Pembinaan Manajemen Masjid.
Diperlukan penyempurnaan atas standar tersebut secara menyeluruh, rinci dan
menjadi bahan pengembangan tolak ukur standar pembinaan masjid, spesifiknya
dalam hal rekrutmen pengurus.
2. Manfaat Teoritis
Saat ini kajian tentang manajemen SDM di organisasi dakwah masih
sangat terbatas. Konsep yang dikembangkan kebanyakan mengambil secara
langsung manajemen SDM di organisasi bisnis, padahal secara core-nya berbeda
dengan organisasi dakwah. Dengan menggunakan analisis interdisipliner, hasil
penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan
konsep-konsep manajemen SDM di organisasi dakwah. Penelitian ini diharapkan dapat
mengisi kekosongan konsep manajemen SDM di organisasi dakwah, khususnya
dalam topik rekrutmen SDM.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan
grounded research. Penelitian kualitatif paling sering digunakan untuk membangun
teori atau konsep, terutama pada fenomena yang belum banyak terungkap,
khususnya di bidang manajemen atau perusahaan sosial mendasarkan analisanya
pada data-data kualitatif seperti transkrip wawancara, dokumen arsip organisasi,
narasi, dan blog.1011 Pendekatan grounded diartikan sebagai penemuan teori dari
10Pamela S. Barr, “Current and Potential Importance of Qualitative Methods in Strategy
Research”, Research Methodology in Strategy and Management, Vol. 1 (2004), 168.
11Matthew Lee, Julie Battilana & Ting Wang, “Building Infrastructure for Empirical Research on
data—yang secara sistematis digali dan dianalisa dalam penelitian sosial.12 Tujuan
utamanya adalah mengembangkan konsep atau teori yang grounded di lapangan,
didasarkan pada prinsip ‘perbandingan terus menerus’.13 Pendekatan grounded
tepat untuk kajian manajemen dan organisasi karena mampu menangkap
kompleksitas konteks organisasi, dan memberikan perspektif yang baru.14
Penelitian ini diharapkan mampu menangkap kompleksitas rekrutmen
pengurus masjid di Al-Falah dan Al-Abror. Data-data dari lapangan akan
dikonseptualisasikan menjadi kategori-kategori, karakteristiknya serta
keterhubungannya. Proses ini dilakukan melalui perbandingan terus menerus, baik
dalam satu subyek maupun antar subyek. Temuan penelitian ini diharapkan dapat
direplikasi ke masjid-masjid lain yang keadaannya mirip.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah rekrutmen SDM. Sedangkan objek
penelitiannya adalah Masjid Al-Falah dan Masjid Al-Abror Surabaya.
3. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus masjid,
khususnya yang mengetahui dan menjadi perekrut atau kandidat yang direkrut
dalam rekrutmen pengurus. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan
meliputi buku-buku tentang subjek penelitian, yakni Armstrong's Handbook of
12 Barney G. Glaser & Anselm L. Strauss, The Discovery of Grounded Theory – Strategies for Qualitative Research (New Brunswick & London: AldlineTransaction, 2006), 1.
13 Jan Jonker & Bartjan Pennink, The Essence of Research Methodology: A Concise Guide for Master and PhD Students in Management Science (London & New York: Springer, 2010), 84.
14 Karen D. Locke, Grounded Theory in Management Research (London-Thousand Oaks-New
Human Resource Management Practice (13th edition), HRM for Public &
Nonprofit Organizations Strategic Approach, dan The Oxford Handbook of Human
Resource Management.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan cara interview (wawancara),
digunakan untuk menggali data dari narasumber pengurus. Selain itu juga
menggunakan dokumentasi, digunakan untuk menggali data dari sumber
sekunder/buku, antara lain tentang profil, visi misi dan program di organisasi.
5. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan melalui tahapan:
a. Reduksi data, yakni pemilihan, pengurangan, pengelompokan dan
abstraksi data dari catatan selama wawancara dan pengamatan di
lapangan penelitian. Dengan demikian tidak semua data yang didapat
selama wawancara dan pengamatan akan ditampilkan.
b. Penyajian data, yakni penampilan data-data hasil proses reduksi data
sesuai kategorisasi data, sehingga dapat dilakukan analisa dengan pola
pikir induksi. Analisa ini dilakukan dengan menemukan kata-kata kunci
(coding) yang mewakili konsep berdasarkan data-data lapangan.
c. Penarikan kesimpulan.
Pemeriksaan keabsahan pada tahap reduksi dan penyajian data meliputi
analisa kredibilitas dan transferabilitas data. Analisa kredibilitas data digunakan
sumber. Sedangkan analisa transferabilitas data untuk mengetahui penerapan data
tersebut pada konteks lain, dilakukan dengan deskripsi konteks dan asumsi-asumsi
sentral penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Bab I berisi Pendahuluan, menguraikan latar belakang, tujuan dan
rumusan masalah serta metode penelitian.
Bab II tentang Masjid dan Teori Rekrutmen SDM, menjelaskan
landasan teori yang digunakan sebagai pijakan dan alat analisa dalam penelitian ini,
serta analisa penelitian-penelitian terdahulu sehingga diketahui positioning
penelitian ini pada topik atau bidang keilmuan yang dikaji.
Bab III berisi Deskripsi Masjid Al-Abror dan Al-Falah Surabaya,
memaparkan profil organisasi Masjid Al-Abror dan Masjid Al-Falah sebagai objek
penelitian. Di dalamnya juga sekaligus menjelaskan rekrutmen SDM yang telah
berjalan selama ini.
Bab IV menjelaskan Model Rekrutmen Pengurus Masjid yang
memberikan analisa data-data lapangan dari Bab III dengan landasan teori di Bab
II, serta bagaimana analisa tersebut menjawab rumusan masalah penelitian.
Bab V tentang Penutup, menyampaikan kesimpulan akhir penelitian,
keterbatasan penelitian serta saran bagi stakeholder terkait dan bagi
BAB II
PENGURUS MASJID DAN TEORI REKRUTMEN SDM
A. Pengurus Masjid
1. Pengertian Masjid
Masjid secara bahasa berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata
sajada, yasyjudu, sajidan. Kata sajada artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk
de-ngan penuh hormat, ta’zim. Sedangkan kata masjid (isim makan) diartikan
sebagai tempat sujud menyembah Allah swt. Secara terminologis maka masjid
mengandung makna sebagai tempat pusat dari segala kebajikan kepada Allah swt.
Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan yaitu kebajikan yang dikemas dalam
bentuk ibadah khusus, seperti shalat fardlu, baik secara sendirian maupun
berjamaah, dan kebajikan yang dikemas dalam bentuk amaliyah sehar-hari untuk
berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan sesama jama’ah.14
Fungsi dan peran masjid pada intinya adalah sebagai tempat membina
sumber daya manusia. Sejarah menunjukkan bahwa mengingat betapa pentingnya
masjid untuk membina masyarakat ini, maka ketika Nabi Muhammad saw hijrah
dari Makah ke Madinah, yang dibangun pertama kali adalah sebuah masjid yang
dikenal dengan nama masjid Quba. Demikian juga tatkala kemudian beliau sampai
dan berdiam di Madinah, beliau membangun masjid yang sampai sekarang dikenal
14 Ridin Sofwan, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al-Fattah di Kelurahan
dengan nama masjid Nabawi, masjid terbesar kedua setelah masjid al-Haram. Di
dalam masjid al-Haram inilah terdapat Ka’bah, arah kiblat shalat bagi segenap umat
Islam di segala penjuru dunia. Masjid Nabawi menurut Qurais Shihab pada masa
Nabi saw, memiliki tidak kurang dari sepuluh fungsi yang diembannya.15
2. Masjid sebagai lembaga sosial agama (socio-religious institution).
Masjid adalah sebuah entitas yang unik. Sebagai sebuah institusi sosial,
masjid memainkan peranan yang tidak dimainkan oleh organisasi bisnis, organisasi
politik maupun organisasi nonprofit umum. Pemahaman tentang tujuan,
karakteristik dan peranan sosial masjid sangatlah penting, karena dapat membantu
kita melihat bagaimana ikatan orang-orang di dalamnya, bagaimana mereka
bersedia mengikatkan diri dengan masjid, dan bagaimana masjid membentuk
orang-orang tersebut sebagai sebuah jama’ah atau komunitas.
Menurut Beyer, bentuk sosial dari agama di masyarakat kontemporer
dapat dibagi dalam empat macam: (a) organisasi, (b) agama negara, (c) pergerakan
sosial, dan (d) komunitas/individu.16 Sedangkan Somers dalam Ammerman
menambahkan bahwa organisasi agama menyediakan ‘narasi publik’. Organisasi
agama juga menjadi wadah yang mengekspresikan sejarah dan tujuan dari sebuah
entitas budaya, memberikan pengalaman religi bagi pengikutnya, menyediakan
15 Ibid., 322.
16Peter Beyer, “Social Forms of Religion and Religions in Contemporary Global Society”,
panggung sosial untuk aksi-aksi keagamaan, dan mendukung narasi struktur
keagamaan.17
Dalam pandangan Habermas, organisasi keagamaan mengajarkan
doktrin-doktrin tentang bagaimana kedudukan manusia dalam kehidupan dunia,
serta persinggungannya dengan pandangan dunia yang lain—menghasilkan
disonansi kognitif pada penganut agama. Persinggungan ini tidak dapat
diselesaikan pada tingkat kognitif saja. Jika memasuki ranah fundamental, suatu
negara atau komunitas politik akan terpecah ke dalam kelompok-kelompok yang
tidak dapat disatukan lagi. Mereka ko-eksis di atas perdamaian yang rapuh. Untuk
itu, organisasi agama berpengaruh besar menciptakan ikatan persatuan dan
solidaritas sosial dalam sebuah negara atau komunitas politik—sebuah ikatan yang
tidak dapat dipaksakan melalui hukum.18 Dalam sudut pandang tersebut, masjid
adalah realitas agama di ruang publik. Sebagai organisasi sosial, masjid turut
berperan dalam membentuk warga masyarakat, termasuk kehidupan sosial politik
dan interaksinya. Dengan demikian, perilaku individu dalam organisasi sosial
tersebut memiliki makna sosial pula.
Terkait hal ini, Turner memandang bahwa perilaku individu dalam
konteks sosial diatur—dan mendapatkan maknanya—dalam bentuk peran.
Tanggungjawab kerja dalam organisasi diatur dalam bentuk peran-peran, sebagai
partisipasinya dalam kelompok dan masyarakat. Pada tingkat individu, konsep
17Nany T. Ammerman, “Religious Identities and Religious Institutions”, Handbook of the
Sociology of Religion (New York: Cambridge University Press, 2003), 217.
18Jürgen Habermas, “Religion in the Public Sphere”, European Journal of Philosophy, Vol. 14,
peran dimulai dengan dua pengamatan, bahwa (1) seorang individu dapat bertindak
dan merasa secara berbeda dalam situasi dan posisi yang berbeda; dan sebaliknya
(2) individu berbeda dapat berperilaku secara sama dalam hubungan yang sama.
Pada tingkatan kolektif, kelompok, organisasi dan masyarakat berfungsi melalui
diferensiasi rangkaian tugas-tugas, yang masing-masingnya diberikan pada
individu tertentu.19
Menurut peneliti, teori ini juga dapat menjelaskan individu yang
bergabung sebagai pengurus masjid. Masjid sebagai sebuah organisasi sekaligus
komunitas Muslim, memiliki fungsi sosialnya yakni mengajarkan doktrin atau
ajaran-ajaran agama Islam, serta sebagai ‘panggung sosial’ untuk aksi keagamaan.
Orang-orang yang bergabung di masjid secara bersama-sama membagi peran dalam
rangka menjalankan fungsi masjid tersebut.
3. Pengurus Masjid sebagai individu bermotivasi keagamaan
(religiously-motivated individual).
Perspektif psikologi agama menjelaskan aspek bergabungnya
seseorang menjadi bagian dari kepengurusan masjid yang didasari oleh motivasi
keagamaan. Flanigan membuktikan bahwa banyak pekerja profesional organisasi
nonprofit berbasis keagamaan, memilih pekerjaan tersebut karena dorongan ajaran
dan keyakinan agama,dan motivasi keagamaan ini tampak sama ada di
19Ralph H. Turner, “Role Theory”, Handbook of Sociological Theory, Jonathan H. Turner (ed.),
organisasi agama Budha, Nasrani dan Muslim.20 Mengambil contoh penganut
agama Nasrani yang rela tinggal bersama untuk merawat orang-orang yang sakit di
tengah wabah penyakit, Donahue dan Nielsen berpandangan bahwa membangun
hubungan antara agama dengan menolong orang lain adalah sesuatu yang istimewa.
Dan ini berpengaruh besar terhadap perkembangan agama itu sendiri.21
Menjadi pengurus masjid adalah menjalankan tugas di lingkungan yang
erat dengan nilai-nilai spiritualitas. Spiritualitas diraih dalam upaya mengejar
tujuan melayani sesama; melalui amal sedekah atau cinta tanpa pamrih.22 Hubungan
antara agama dengan makna sangat kompleks dan intim. Karena agama berfungsi
sebagai kaca mata dalam melihat dan menginterpretasikan realitas, serta
mempengaruhi keyakinan, cita-cita dan perasaan individu penganutnya.23 Ini dapat
menjelaskan bahwa ketertarikan seseorang menjadi pengurus masjid dilandasi oleh
ketulusan niat, atau semangat mengabdi secara ikhlas bagi agama. Menjalankan
tugas-tugas kemasjidan dapat memberikan kepuasan spiritual bagi pengurus. Pada
akhirnya, kepuasan spiritual akan memberikan kebermaknaan dan kepuasan hidup
(life satisfaction).
20Shawn Teresa Flanigan, “Factors Influencing Nonprofit Career Choice in Faith-based and
Secular NGOs in Three Developing Countries”, Nonprofit Management and Leadership, Vol. 21,
No. 1 (September 2010), 71.
21Michael J. Donahue & Michael E. Nielsen, “Religion, Attitudes, and Social Behavior”, Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (New York & London: The Guilford Press, 2005), 278.
22Robert A. Giacalone, Carole L. JurkieWicz & Louis W. Fry, “From Advocacy to Science: The Next Steps in Workplace Spirituality Research”, Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (New York & London: The Guilford Press, 2005), 517.
23Crystal L. Park, “Religion and Meaning”, Handbook of the Psychology of Religion and
B. Teori Rekrutmen SDM
1. Pengertian Rekrutmen SDM
Rekrutmen adalah salah satu bagian dari manajemen SDM. Sedangkan
manajemen SDM sendiri pertama lahir dan dikembangkan dalam konteks
perusahaan (profit-oriented organizations). Oleh karena itu, istilah-istilah dan
karakteristik di dalamnya khas sebagaimana organisasi bisnis. Armstrong
mendefinisikan Manajemen SDM sebagai berikut:
Human resource management (HRM) is concerned with all aspects of how people are employed and managed in organizations. It covers the activities of strategic HRM, human capital management, knowledge management, corporate social responsibility, organization development, resourcing (workforce planning, recruitment and selection and talent management), learning and development, performance and reward management, employee relations, employee well-being and the provision of employee services.24
Sedangkan rekrutmen SDM didefinisikan sebagai proses menarik
calon-calon yang memiliki kualifikasi untuk masuk ke posisi di dalam organisasi.25
Pengertian serupa juga dinyatakan oleh Barber dalam Orlitzky, bahwa rekrutmen
SDM adalah praktik dan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dengan tujuan
utama mengidentifikasi dan menarik pekerja potensial.26 Potensi dan kualifikasi
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
Istilah ‘employ’ jika dirunut asal katanya memiliki arti ‘give work to
(someone) and pay them for it’. Sedangkan ‘employee’ diartikan sebagai ‘a person
24 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook of Human Resource
Management Practice 13th edition (London, Philadelphia & New Delhi: Kogan Page, 2014), 4.
25 Joan E. Pynes, HRM for Public & Nonprofit Organizations, 180.
26Marc Orlitzky, “Recruitment Strategy”, The Oxford Handbook of Human Resource
employed for wages or salary’ (orang yang dipekerjakan untuk upah atau gaji).27
Istilah ini menunjukkan sifat alamiah hubungan antara organisasi dengan orang
yang bekerja di dalamnya sebagai hubungan bisnis. Saya bekerja, dan saya dibayar
atas pekerjaan saya itu. Jika tidak dibayar, saya tidak akan menjalankannya.
Beardwell (et.al.) menekankan pengaruh faktor internal dan eksternal
organisasi terhadap rekrutmen SDM. Ini menjadikan metode rekrutmen tradisional
harus menyesuaikan diri dengan situasi kontemporer.28 Ia memberikan empat
tahapan kunci pendekatan yang sistematis dalam rekrutmen SDM, antara lain: 1)
Mendefinisikan lowongan pekerjaan; 2) Menarik pendaftar/kandidat; 3) Menilai
kandidat, dan; 4) Membuat keputusan akhir.29 Tahapan ini sifatnya masih global,
khususnya jika dibandingkan dengan pandangan Armstrong dan Taylor.
Armstrong dan Taylor menekankan bahwa rekrutmen SDM harus
diintegrasikan dengan strategi organisasi secara umum.30 Dalam menarik kandidat,
Armstrong dan Taylor membuat tiga tahapan: 1) Menganalisa kekuatan dan
kelemahan untuk mengembangkan penawaran nilai kepada kandidat (pekerja), serta
mengembangkan brand perusahaan pemberi kerja; 2) Menganalisa persyaratan
(requirement) untuk menyusun kriteria SDM; 3) Mengidentifikasi sumber-sumber
yang potensial untuk mendapatkan kandidat, seperti website perusahaan, agensi
rekrutmen, jaringan profesional, iklan, jobcenter, konsultan, dan sebagainya.31
27 Concise Oxfrod English Dictionary (Eleventh Edition).
28 Ian Beardwell, Len Holden & Tim Claydon, Human Resources Management – A Contemporary Approach 4th edition (Essex: Prentice Hall, 2004), 189.
29 Ibid., 204.
Sedangkan Pynes memfokuskan kajiannya pada rekrutmen SDM di
organisasi publik dan nonprofit—diambil dari konteks Amerika Serikat. Organisasi
publik/nonprofit memberikan kredit ekstra bagi pekerja/karyawan yang saat ini
bekerja di organisasi. Sebelum melakukan rekrutmen, organisasi perlu menentukan
tujuan dan arah untuk waktu yang akan datang, yang dengan ini diketahui perkiraan
kebutuhan SDM sesuai dengan strategi organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, organisasi memiliki beberapa pilihan. Mereka dapat merekrut pegawai
baru, mempromosikan pegawai lama yang memiliki kemampuan sesuai dengan
yang dibutuhkan organisasi, atau menyediakan pelatihan bagi karyawan untuk
mempersiapkan kebutuhan di masa yang akan datang. Selain itu, organisasi harus
memahami bagaimana penentuan kualifikasi pekerjaan, dimana mencari kandidat
yang cocok serta memilih kandidat yang paling sesuai.32
Dari uraian di atas, terdapat kesamaan terkait apa saja yang dilakukan
dalam rekrutmen SDM antara lain membuat penawaran nilai yang sesuai dengan
kebutuhan dan harapan calon SDM, menentukan darimana sumber SDM
didapatkan, dan membuat metode perekrutan, misalnya berupa buletin, iklan
lowongan pekerjaan, atau selainnya.
2. SDM profesional dan relawan (volunteer)
Dalam konteks organisasi sosial, SDM atau orang yang bekerja bagi
organisasi juga ada yang sifatnya relawan (volunteer). Menurut beberapa studi,
orang yang menjadi relawan biasanya dari kelompok usia menengah, kelas
menengah, wanita yang telah menikah dengan tingkat pendidikan lebih dari sekolah
menengah dan telah memiliki anak. Meski demikian, beberapa penelitian yang lain
menunjukkan bahwa sukarelawan dapat berasal dari berbagai latar belakang
sosial.33 Penelitian juga mengindikasikan bahwa para sukarelawan memberikan
pelayanan atas alasan yang beragam, misalnya untuk mempelajari kemampuan
yang baru, pengembangan diri, meningkatkan kepercayaan diri, menyiapkan karir,
mengekspresikan nilai-nilai personal dan komitmen komunitas, dan bahkan
mengurangi konflik ego atau ancaman identitas.34
SDM di organisasi dakwah, khususnya masjid, biasanya disebut
sebagai takmir, staf atau pengurus. Jika pun ada istilah karyawan, biasanya pada
masjid yang organisasinya berbentuk yayasan, dan mengacu pada orang yang
bekerja dengan ikatan kerja secara formal. Syed dan Ali dalam Hamid (et.al.)
menyatakan bahwa dalam perspektif Islam pengurus masjid dapat pula disebut
sebagai mujahid (the fighter). Melalui kinerjanya, mereka berperan pada bangsa
dan Tuhan, dalam membentuk umat yang memiliki moralitas yang baik,
pengendalian diri dan berkomitmen tinggi.35
3. Penawaran Nilai (Value Proposition) Dalam Rekrutmen SDM
Value proposition adalah apa yang ditawarkan oleh organisasi kepada
calon karyawan, yakni sesuatu yang dihargai atau dianggap bernilai, dan akan
33 Peggy A. Thoits & Lyndi N. Hewitt, “Volunteer Work and Well-Being”, Journal of Health and Social Behavior, Vol. 42 (June, 2001), 116.
34 Ibid., 117.
35Asnida Abd Hamid (et al.), “A Proposed Model for Strategic Human Resource Management
(SHRM) and Mosque Performance”, BEST: International Journal of Management, Information
meyakinkan mereka untuk bergabung atau tetap bekerja di organisasi.36 Ini terjadi
karena pada dasarnya calon SDM ‘menjual’ kualifikasinya pada organisasi, dan
pada saat bersamaan mereka juga membeli apa yang ditawarkan oleh organisasi.37
Oleh karena itu, manajer perlu mengembangkan value proposition,
yakni nilai yang dapat menjadi keunggulan/kelebihan sehingga dapat menarik
minat calon SDM untuk bergabung di organisasi/perusahaannya. SDM memiliki
kebutuhan atau kepentingan yang berbeda-beda terhadap organisasi, seperti
reputasi organisasi, gaji, fasilitas, lingkungan kerja, minat intrinsik pekerjaan,
keamanan kerja, peluang untuk pendidikan dan pelatihan, prospek karir, lokasi
kantor atau keistimewaan-keistimewaan lainnya.38 Penawaran nilai juga dapat
menjadi brand bagi sebuah organisasi, yang oleh Walker didefinisikan sebagai
‘sebuah rangkaian atribut dan kualitas—seringkali tidak kongkrit—yang membuat
sebuah organisasi menarik, menjanjikan pengalaman kerja tertentu dan menarik
orang-orang untuk memberikan yang terbaik.39
4. Sumber SDM
Pertimbangan pertama harus diberikan pada kandidat dari internal
organisasi. Sebagai tambahan, membujuk pekerja lama yang telah berhenti untuk
kembali bekerja di organisasi adalah cara yang patut dicoba juga. Yang disebut
dengan internal organisasi adalah kandidat diambil dari staf, karyawan atau
36 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 211. 37 Ibid., 228.
38 Ibid.
pengurus yang sekarang telah ada di organisasi.40 Baru jika mencari kandidat dari
internal organisasi tidak berhasil, organisasi dapat menggunakan sumber-sumber
eksternal. Sumber eksternal adalah orang yang berasal dari luar organisasi, bisa dari
rekrutmen daring, sosial media, agensi rekrutmen, dan sebagainya.41 Kandidat dari
eksternal bisa dijangkau dari cakupan mulai dari yang lokal hingga nasional.
Organisasi sektor publik seringkali memprioritaskan staf internal untuk
mengisi posisi yang lowong. Kenyataannya, banyak lembaga publik yang
memberikan penilaian atau poin tambahan kepada karyawan yang telah bekerja
bagi organisasi. Pada beberapa kasus, ada kalanya dibuat kesepakatan yang
mendorong pekerja lama mendapatkan pertimbangan lebih untuk sebuah posisi. Ini
juga dijumpai pada organisasi nonprofit yang memiliki kepentingan stabilitas
program serta koneksi pada komunitas serta sumber-sumber keuangan.42
Banyak organisasi yang memilih kandidat internal karena pihak
manajemen memiliki kesempatan untuk mengkaji dan mengevaluasi kualifikasi staf
internal sebelum menetapkan pilihan. Selain itu, kandidat internal juga
memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang telah
dibuat dalam rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan staf internal. Juga,
mempromosikan staf internal yang qualified akan mengirimkan sinyal pada staf
internal bahwa organisasi betul-betul berkomitmen pada pengembangan
staf/karyawannya.43
40 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 228. 41 Ibid.
Di luar sumber internal, Armstrong memetakan ada beberapa sumber
eksternal yang bisa diperoleh dari kenalan staf internal, iklan lowongan kerja,
rekrutmen online, agensi rekrutmen, job center, konsultan eksekutif, atau lembaga
pendidikan. Semua sumber tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya
masing-masing.44 Secara umum, sumber eksternal dapat memberikan cakupan
kandidat yang lebih luas, sehingga memberikan pilihan SDM berkualitas yang lebih
banyak pula.
5. Metode Merekrut
Seperti telah dijelaskan di atas, penawaran terhadap calon SDM dapat
dilakukan menggunakan berbagai macam metode, tergantung dari cakupan sumber
SDM (internal atau eksternal). Terhadap calon dari internal organisasi, maka
metodenya bisa berupa penawaran langsung, pengumuman terbuka, atau saran dari
rekan kerja. Sedangkan untuk calon dari luar organisasi, metode yang bisa
digunakan antara lain seperti website, agen atau konsultan rekrutmen SDM, kenalan
karyawan, media sosial, iklan media cetak, jurnal spesialis, dan lain-lain. Organisasi
dapat mengambil satu atau beberapa metode dalam melakukan rekrutmen SDM.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode, antara lain: 1) Peluang
menghasilkan kandidat yang sesuai kualifikasi; 2) Kecepatan dalam mendapatkan
kandidat; 3) Biaya yang dibutuhkan.45
44 Michael Armstrong, Armstrong’s Essential, 193.
6. Variabel rekrutmen SDM
Dari uraian teori tentang masjid sebagai organisasi keagamaan dan
rekrutmen SDM, didapatkan variabel-variabel yang terkait dalam rekrutmen SDM
pengurus masjid. Variabel dalam rekrutmen SDM meliputi penawaran nilai, sumber
SDM dan metode rekrutmen, semuanya dilandasi oleh konteks organisasi masjid
yang memiliki tujuan-tujuan, strategi, program dan perencanaan SDM secara
makro. Aspek keorganisasian tersebut menjadi input bagi rekrutmen SDM yakni
gambaran SDM dengan kualifikasi apa yang dibutuhkan oleh organisasi.
Dalam rangka mendapatkan SDM yang sesuai tersebut, maka
organisasi perlu menetapkan penawaran nilai, bisa nilai spiritual, materi atau
lainnya. Identitas masjid sebagai organisasi agama, dan motivasi individu menjadi
pengurus masjid juga didorong oleh motivasi keagamaan, akan dapat menjadi
nilai-nilai yang ditawarkan kepada kandidat. Sumber kandidat ini bisa didapatkan dari
internal (pengurus lama) atau eksternal (masyarakat umum non pengurus/jama’ah).
Sedangkan metode yang digunakan bisa satu atau lebih seperti metode rekrutmen
online, rekrutmen personal, word of mouth atau lainnya.
Pada saat bersamaan, tinjauan lintas disiplin dari sosiologi agama dan
psikologi agama, memberikan kepada kita sebuah pemahaman dari sudut pandang
yang berbeda. Masjid sebagai organisasi agama menyediakan tujuan atau visi bagi
orang-orang di dalamnya, serta motivasi spiritualitas dan kebermaknaan hidup bagi
rekrutmen SDM pengurus tersebut. Hubungan antara semua variabel dalam
C. Penelitian Terdahulu
Secara teoritis, posisi penelitian ini adalah mengisi kekosongan
konsep/teori rekrutmen SDM di organisasi dakwah, spesifiknya berupa konsep
rekrutmen pengurus masjid. Selama ini kajian manajemen dakwah banyak
mengambil dari manajemen bisnis.
Mengutip Breaugh dan Starke, Orlitzky menjelaskan bahwa rekrumen
yang strategis perlu menjawab 5 pertanyaan utama: Siapa yang direkrut? Dimana
merekrutnya? Sumber rekrutmen apa yang digunakan? Kapan merekrutnya? Apa
pesan yang dikomunikasikan?33 Strategi tersebut sangat tergantung pada kondisi
pasar tenaga kerja, konteks perusahaan, dan praktik rekrutmen di perusahaan lain,
serta variabel-variabel yang lain.34 Kesimpulan serupa juga didapatkan oleh
Greenidge (et.al.), yang memperbandingkan praktik rekrutmen dan pelatihan antara
bisnis skala besar dan kecil.35 Sedangkan Searle memberikan sedikit porsi bahasan
terkait rekrutmen, yakni khususnya pada metode berbasis internet dan word of
mouth. Searle banyak mengulas paradigma-paradigma dalam rekrutmen SDM,
serta persoalan-persoalan yang muncul dalam praktik rekrutmen dan seleksi.36
Penelitian lain oleh Ekwoaba (et.al.) dan Mustapha (et.al.) sifatnya
adalah analisis korelasional rekrutmen SDM dengan faktor-faktor lain. Sedangkan
33Marc Orlitzky, “Recruitment Strategy”, 274. 34 Ibid., 295.
35 Dion Greenidge, Philmore Alleyne and Brian Parris, “A Comparative Study of Recruitment and
Training Practices Between Small and Large Businesses in An Emerging Market Economy: The
Case of Barbados”, Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 19 No. 1 (2012),
164.
Narlusi mengajukan sebuah model teoritis sistem rekrutmen berbasis elektronik
(e-recruitment).37 Persoalannya, model ini hanya sesuai untuk organisasi yang
menjangkau kandidat sejauh mungkin seperti perusahaan-perusahaan global. Selain
itu, sistem ini hanya bekerja jika fungsi-fungsi MSDM secara keseluruhan sudah
berbasis elektronik (e-HRM). Dalam konteks masjid, jangankan basis elektronik,
sistemnya itu sendiri masih belum ada.
Alkahtani menemukan bahwa Islam menekankan sistem rekrutmen
berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan. Pemberi kerja harus menyampaikan
syarat-syarat serta kompensasi kepada kandidat, dan kandidat harus memberikan
informasi yang akurat. Kandidat dinilai/diterima berdasarkan kemampuan. Islam
juga melarang pengiklanan lowongan yang menguntungkan kelompok atau
individu tertentu.38 Razimi (et.al.) menambahkan aspek SDM yang utama adalah
kompetensi, kualifikasi, kinerja dan sifat amanah.39 Sedangkan Rafiki dan Wahab
memandang bahwa organisasi dan aspek-aspeknya harus dijalankan untuk kebaikan
bagi manusia berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam.40 Ada beberapa catatan bagi
penelitian-penelitian tersebut.
37Aloisa Narlusi, “E-Recruitment Systems: A Theoretical Model”, Contemporary PNG Studies:
DWU Research Journal, Vol. 23 (2015), 25.
38Ali Alkahtani, “An Application of Islamic Principles in Building a Robust Human Resource
Management System (In Islamic Countries)”, International Journal of Recent Advances in Organizational Behaviour and Decision Sciences (IJRAOB), Vol. 1, Issue 3 (2014), 191.
39Mohd Shahril Bin Ahmad Razimi, Murshidi Mohd Noor, and Norzaidi Mohd Daud, “The
Concept of Dimension in Human Resource Management from Islamic Management Perspective”, Middle-East Journal of Scientific Research, Vol. 20 (2014): 1178.
Pertama, seluruh penelitian tersebut di atas berbicara pada aspek
nilai-nilai dasar saja, diambil dari teks Al-Qur’an dan Sunnah. Ia tidak berbicara pada
tataran proses, tahapan atau strategi. Kedua, nilai-nilai yang diangkat sifatnya
umum, yakni keadilan & persamaan, jadi sulit dibedakan dengan manajemen SDM
bisnis. Ketiga, pengurus masjid pada umumnya telah memahami nilai-nilai keadilan
dan persamaan. Persoalan yang perlu dipecahkan adalah membuat rekrutmen sesuai
dengan nilai-nilai tersebut.
Penelitian lain adalah Hamid (et.al.) yang mengambil konsep MSDM
dari manajemen bisnis dan menerapkannya langsung di organisasi masjid. Ini bisa
berdampak kekeliruan pengukuran karena dimensi-dimensi dan variasi nilai dalam
MSDM masjid akan banyak berbeda dengan manajemen bisnis. Menurut peneliti,
model tersebut juga akan cenderung sulit diimplementasikan karena variabelnya
terlalu kompleks dimana semua dimensi Manajemen SDM dimasukkan, sedangkan
bentuk dan jenis data per dimensi bisa bervariasi. Selain itu, model yang diajukan
sifatnya hipotetis, yakni dihasilkan melalui kajian literatur yang terbatas.
Beberapa peneliti lain menyoroti revitalisasi fungsi masjid, seperti
revitalisasi di bidang ekonomi dan pemberdayaan masyarakat41 42 43 serta
41Robiatul Auliyah, “Studi Fenomenologi Peranan Manajemen Masjid At-Taqwa Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Bangkalan”, Jurnal Studi Manajemen, Vol. 8, No. 1 (2014),
74.
42Dalmeri, “Revitalisasi Fungsi Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Dan Dakwah Multikultural”,
Walisongo, Vol. 22, No. 2 (2014), 321.
43Ahmad, Hasbullah, “Revitalisasi Masjid Produktif (Realita Konstruktif Pemakmuran Masjid di
revitalisasi fungsi dakwah444546. Seluruh penelitian ini menyoroti aspek pentingnya
menghidupkan kembali fungsi-fungsi masjid tersebut. Tidak ada yang menyoroti
rekrutmen SDM sebagai kunci keberhasilan revitalisasi tersebut. Penelitian lain
yang mendekati adalah Hentika (et.al.) tentang peningkatan fungsi masjid Al-Falah
melalui reformasi administrasi. Kesimpulannya adalah Masjid Al-Falah
meningkatkan fungsi masjid salah satunya melalui rekrutmen pengurus dan
meningkatkan kapasitas pengurus dengan pelatihan dan studi banding.47
Dari seluruh uraian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian tentang
model rekrutmen SDM pengurus masjid belum dijumpai, khususnya yang
melakukan penelitian lapangan untuk menarik konsep rekrutmen pengurus masjid.
Di sinilah kekosongan yang berusaha diisi oleh penelitian ini.
44Abdul Basit, “STRATEGI PENGEMBANGAN MASJID BAGI GENERASI MUDA”,
KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 2, 2009.
45Robby H. Abror, “Rethinking Muhammadiyah: Masjid, Teologi Dakwah Dan Tauhid Sosial
(Perspektif Filsafat Dakwah)”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 6, No. 19 (2012), 53.
46Muchammad Eka Mahmud & Zamroni, “Peran Masjid Dalam Pengembangan Pendidikan
Agama Berwawasan Multikultural Pada Masyarakat”, FENOMENA, Vol. 6 No. 1 (2014), 155.
47Niko P. Hentika, Suryadi, M. Rozikin, “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi
BAB III
DESKRIPSI MASJID AL-ABROR DAN AL-FALAH SURABAYA
A. Masjid Al-Abror Surabaya
1. Sekilas Profil
Masjid Al-Abror lebih dikenal sebagai Masjid Al-Abror Simolawang
Surabaya. Masjid ini adalah salah satu masjid bersejarah di Surabaya, yang berada
di tengah padatnya pemukiman warga di Jalan Simolawang IV Surabaya. Awalnya
hanya berupa surau kecil yang menurut sesepuh setempat berdiri sekitar tahun
1890, dengan diprakarsai oleh ulama serta tokoh-tokoh setempat di antaranya K.H.
Yatim (Sido Kapasan), H. Zen Royyan (Simolawang), K.H. Dimyati (Simolawang),
K.H. Ali (Simolawang) serta Kyai Sugiman (seorang ulama asal Semarang yang
sebelumnya merantau ke berbagai penjuru nusantara).48
Semakin banyaknya warga yang peduli dengan syiar agama, banyak
warga yang mewakafkan tanahnya untuk perluasan masjid Al-Abror.
Pengembangan pembangunannya dimulai tahun 1952 hingga tahun 1977.
Pembiayaan proyek pengembangan bangunan tersebut melalui partisipasi jama’ah
serta sumbangan dari masyarakat. Pembangunan ini diiringi dengan pembangunan
rohani masyarakat setempat. Hal ini ditandai dengan hadirnya para ulama
kharismatik Jawa Timur yang secara rutin memberikan tausiyah di Masjid
Abror, seperti K.H. Thahir Syamsuddin, K.H. Mujib Ridwan, K.H. Abdussomad
Bukhari, dan lain sebagainya.49
Pada tahun 1964 Masjid Al-Abror mendirikan radio yang dinamakan
Radio Menara III. Tujuannya adalah agar pengajian yang diisi oleh para ulama
tersebut dapat tersyi’ar lebih luas lagi, termasuk bagi masyarakat di luar lingkungan
Masjid Al-Abror. Sejak itu, radio ini telah dinikmati oleh masyarakat di berbagai
kota seperti Madura, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Bangil, dan lain-lain. Pada
tahun 2011, pengurus mengembangkan aplikasi android Radio Menara III sehingga
syi’ar dakwahnya dapat diikuti hingga ke luar negeri. Selain Radio Menara III,
Masjid Al-Abror juga mengembangkan berbagai program, meliputi kajian rutin
setiap ba’da maghrib dan ba’da subuh, pendidikan TPA, majalah Syi’ar, pelatihan
jurnalistik, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.50
Sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus masjid Al-Abror
Simolawang Surabaya, salah astunya adalah menjaga legitimasi keberadaan masjid
Al-Abror Simolawang Surabaya sebagai tempat ibadah dan/atau kegiatan
keagamaan umat Islam, serta rumah wakaf yang dimiliki oleh masjid Al-Abror
Simolawang Surabaya, maka dibentuklah Yayasan Masjid Al-Abror Simolawang
Surabaya. Dengan adanya pengakuan hukum yang dimiliki, akan meminimalisir
hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.5152
49 Ibid., 3.
50 Choirul Anwar, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017. 51 Ibid., 8.
2. Tujuan Masjid Al-Abror
Masjid Al-Abror memiliki visi yaitu “Membangun dan meningkatkan
fungsi masjid bagi pemberdayaan persatuan ummat serta sebagai pusat
kemakmuran masjid menuju kebangkitan Islam yang kaffah”. Sedangkan misinya
antara lain:53
a. Mengelola organisasi dan administrasi masjid.
b. Menyelenggarakan kegiatan peribadatan dan dakwah demi tersebarnya
syiar Islam dan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin dan
moderat dalam kehidupan ummat Islam.
c. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan pelayanan yang modern,
profesional dan islami dalam rangka pembangunan karakter umat, demi
meningkatnya kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual umat
secara terpadu.
d. Membangun suatu sistem pembinaan yang mampu menghasilkan
intelektual muslim yang berakhlaqul karimah, dan sanggup menghadapi
tantangan zaman.
e. Ikut serta mengantarkan dan mengembangkan masyarakat menuju
terwujudnya masyarakat informasi yang Islami.
f. Mengembangkan dan menjalin kerjasama potensi kreatif untuk menuju
kebangkitan peradaban yang Islami.
3. Struktur Organisasi dan Pengurus
Susunan pengurus pada periode 2011-2016 terdiri dari:54
a. Penasehat : K. H. Drs. A. Syatibi
b. Ketua I : Drs. H. Sofwan Ishaq, M.M.
c. Ketua II : H. Abu Amar Latief
d. Sekretaris I : Drs. Efendi Kusuma
e. Sekretaris II : Abdur Roqib, S.E.
f. Bendahara I : Sucipto
g. Bendahara II : Khusnul Efendi
h. Seksi-seksi
Sedangkan susunan pengurus untuk periode 2017-2022 adalah:5556
a. Pembina : H. Shofwan Ishaq
H. Rudi Kusdinarto
H. Fajar Budiarto
b. Pengawas : H. M. Toha
H. Zainal Arifin
H. Abu Amar
c. Ketua : H. Imam Nashir
d. Wakil Ketua : H. Afandi
e. Sekretaris I : Abdur Roqib, S.E.
54 Ibid., 34.
f. Sekretaris II : Efendi Kusuma
g. Bendahara I : H. Sucipto
h. Bendahara II : Khusnul Efendi
i. Seksi-seksi :
1) Dakwah : Ardi Ahmad
2) Infokom : Choirul Anwar
3) Sosial : M. Syafiudin
4) Pemberdayaan
Perempuan : Umi Uzaimah
5) Usaha : M. Harun
4. Ikatan Kerja Pengurus
Pengurus Yayasan Masjid Al-Abror memiliki masa bakti 5 tahun dalam
satu periode. Seluruh pengurus bekerja sifatnya murni sukarela (voluntary), bukan
tenaga yang dipekerjakan secara profesional (tidak ada kontrak kerja, tidak
mendapat gaji, dan sejenisnya). Adapun subyek yang mendapatkan insentif
bukanlah pengurus yayasan masjid, melainkan tenaga kebersihan, penjaga masjid,
serta petugas siaran radio Menara III.57
5. Rekrutmen Pengurus
Pengurus Yayasan Masjid Al-Abror periode 2017-2021 berasal dari
subyek lama (telah menjadi pengurus periode sebelumnya) dan subyek baru (baru
menjadi pengurus periode ini). Yang menjadi narasumber penelitian ini antara lain
Bapak H. Afandi (narasumber 1, selaku Wakil Ketua Yayasan, sebelumnya Ketua
Takmir), Bapak Choirul Anwar (narasumber 2, selaku Divisi Infokom) dan Bapak
Abdur Roqib (narasumber 3, selaku Sekretaris Yayasan, sebelumnya adalah Remas
dan Sekretaris Takmir). Bapak Abdur Roqib dan Bapak Choirul Anwar ikut
menjadi pengurus diawali oleh ajakan H. Afandi. Semua pengurus adalah jama’ah
nahdliyin.5859
Narasumber 1 adalah warga asli Simolawang. Beliau sudah cukup lama
aktif dan terlibat dalam kepengurusan Masjid Al-Abror bahkan sebelum
kepengurusan berbentuk Yayasan. Pada periode pertama (2011-2016) narasumber
1 menempati posisi sebagai Takmir atau Divisi Dakwah. pada periode kedua
(2017-2011) beliau menempati posisi sebagai Wakil Ketua Yayasan. Posisinya sebagai
Takmir digantikan oleh Bapak Ardi.60
Sebelum organisasi masjid berbentuk Yayasan, kepengurusan dipilih
melalui mekanisme pemilihan langsung oleh jamaah. Menurut beliau cara ini tidak
efektif, karena akan memunculkan persoalan seperti: Siapa yang punya hak pilih?
Siapa yang akan dipilih? Dampaknya, orang memilih siapa yang disukai, meskipun
belum tentu memiliki kemampuan yang memadai. Akibat lebih jauh, orang yang
terpilih ini bisa jadi aktif sekali dua kali, setelah itu tidak aktif lagi. Oleh karena itu,
diusulkan bentuk organisasinya menjadi Yayasan, sehingga pemilihan pengurus
ditentukan oleh Pembina yayasan. Dengan demikian yang dipilih adalah
orang-orang yang memang memiliki kemampuan sesuai bidang masing-masing.61
Sebelumnya seperti ada pandangan bahwa yang menjadi takmir atau
pengurus masjid haruslah orang yang setiap hari datang ke masjid, sholat jamaah,
kepribadian sabar dan damai. Ini artinya, pengurus juga selayaknya dari kalangan
warga di sekitar masjid. Tapi beliau menilai bahwa orang dengan karakter tersebut
belum tentu mampu mengelola dan menjalankan kegiatan masjid secara
keseluruhan. Menurut beliau yang dibutuhkan adalah orang yang memiliki
kemampuan. Jika yang menjadi pengurus sudah dibatasi harus dari orang-orang
yang setiap hari jamaah, maka tidak bisa luas cakupannya atau pilihannya untuk
mencari orang yang memiliki kemampuan yang memadai.62
Oleh karena itu, orang yang menjadi pengurus masjid tidak harus yang
setiap hari datang, ikut sholat jamaah 5 waktu, dan sejenisnya. Untuk pekerjaan
yang bersifat rutin, ini bisa diurusi oleh marbot atau petugas yang memang ditugasi
untuk itu, misalnya pekerjaan seperti membuka-menutup gerbang masjid,
mengkoordinasi sholat 5 waktu, menyiapkan forum pengajian, mendampingi ustadz
pengisi pengajian, dan lain-lain. Di periode sebelumnya ada namanya Pak Matraji
yang bisa menangani semua tugas-tugas tersebut seorang diri. Jika itu yang
dimaksudkan sebagai ketua takmir, maka sudah dapat ditangani oleh Pak Matraji
sendiri. Menurut narasumber 1, yang dibutuhkan untuk mengembangkan masjid
61 Ibid.
tentunya lebih dari itu. Harus ada orang yang memikirkan pengelolaan secara
makro, pengembangan program, ide-ide yang inovatif dan kreatif dan sebagainya.
Kalau tidak dibatasi hanya warga sekitar atau yang ikut jama’ah setiap hari, maka
cakupannya bisa lebih luas.63
Memang ada konsekwensinya ketika pengurus tidak setiap hari datang
ke masjid. Seperti saat narasumber 1 masih menjadi takmir, beliau tidak dapat
setiap hari ikut sholat jamaah di masjid. Ini memunculkan pertanyaan di kalangan
jamaah. Melihat hal ini, beliau dapat memaklumi karena kebanyakan orang
memang masih memiliki pandangan bahwa pengurus masjid haruslah rutin ikut
sholat jamaah. Meski demikian, beliau tetap bergerak aktif dalam menjalankan
program sesuai dengan yang direncanakan, dan setiap ada persoalan selalu
dipecahkan hingga tuntas. Setelah melihat perkembangan program masjid, serta
dengan pengertian yang diberikan terus menerus, perlahan-lahan pengurus dan
jamaah bisa menerima.64
Selama ini narasumber 1 adalah subyek yang aktif melakukan
pemetaan, pendekatan serta penawaran pada orang-orang yang dipandang memiliki
potensi untuk menjadi pengurus Masjid Al-Abror. Menurut beliau, ada empat hal
utama yang diperlukan dalam kepengurusan masjid: (a) Orang yang mau keluar
uang; (b) Orang yang kreatif—memiliki banyak ide-ide baru; (c) Orang yang
memiliki pengalaman organisasi; (d) Orang yang bisa menggunakan teknologi
63 Ibid.
informasi, media sosial, dan sejenisnya. Jika dalam kepengurusan masjid ada
orang-orang yang memiliki kualifikasi tersebut, maka insya Allah kepengurusan masjid
akan bisa berjalan aktif. Saat ini, menurut beliau, kepengurusan Masjid Al-Abror
telah diisi oleh orang-orang yang demikian. Ada orang yang kreatif, ada orang yang
memiliki banyak pengalaman organisasi, ada orang yang pekerjaannya cukup
mapan dan mau keluar uang untuk masjid, serta ada pula orang yang mampu
menggunakan teknologi informasi. Di situ pula letak tantangan atau kesulitan dalam
mengajak/merekrut orang. Yakni mengenali apa yang disukai atau diminatinya,
sehingga dapat disesuaikan dengan pekerjaan/tugas-tugas yang ada di
kepengurusan masjid. Jika sudah ketemu apa yang disukai, biasanya akan mudah
untuk klik dan jalan terus di kepengurusan.65
Narasumber 1 pernah berhasil mengajak (almarhum) Bapak Solikhin
bergabung menjadi pengurus masjid, dengan ditempatkan di bagian Divisi
Infokom. Bapak Solikhin—yang merupakan tetangga satu kampung—memiliki
minat di bidang teknologi informasi. Beliau melihat Bapak Solikhin setiap pulang
kerja, untuk menyalurkan stres atau penat setelah bekerja, menghabiskan waktu
untuk streaming radio serta otak-atik program komputer. Hal ini diamati oleh H.
Affndi, sehingga beliau berpandangan bahwa orang ini memiliki potensi untuk
mengembangkan Radio Menara III. Lalu diajaklah bergabung menjadi pengurus
Al-Abror dan mengembangkan program siaran radio tersebut.66
65 Ibid.
Dalam mengajaknya, beliau langsung menyampaikan secara personal
tawaran untuk ikut membantu di masjid, dan Bapak Solikhin bersedia. Berdasarkan
data dari narasumber 2, Bapak Solikhin sendiri memiliki keinginan yang kuat untuk
mengembangkan Radio Menara III karena ingin melestarikan peninggalan para
sesepuh masjid ini (para pendiri dan pengurus terdahulu). Di tangan Bapak
Solikhin, Radio Menara III tidak hanya sekedar rutin siaran, melainkan juga
berhasil memiliki aplikasi program Streaming Radio Menara III yang dapat
diunduh di Google PlayStore. Aplikasi ini memungkinkan orang dari berbagai
belahan dunia untuk mengikuti siaran Radio Menara III. Hingga saat ini, pendengar
Radio Menara III tersebar sampai ke Malaysia, Hong Kong, dan sebagainya.67
Hal lain yang juga berperan penting dalam rekrutmen orang menjadi
pengurus masjid adalah nama atau reputasi masjid itu sendiri. Jika masjid memiliki
reputasi yang bagus, nama yang baik di mata masyarakat, orang akan menghormati.
Masjid Al-Abror sendiri sudah memiliki itu. contohnya jika narasumber 1 kebetulan
ikut jamaah di masjid lain, bahkan di masjid luar kota sekalipun, kemudian
berkenalan dengan pengurus setempat dan menyampaikan bahwa beliau dari
Al-Abror Simolawang, orang biasanya mengira beliau adalah anak kyai/ustadz. Hal ini
karena bagi banyak kalangan khususnya orang tua, nama Masjid Al-Abror
Simolawang sudah sangat dikenal, terutama dari siaran Radio Menara III. Ini juga
membantu dalam proses rekrutmen orang karena orang sudah tahu nama dan
reputasi masjidnya, sekalipun orang tersebut bukan warga di sekitar daerah