• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Rekrutmen Pengurus Masjid Al Falah dan Masjid Al Abror Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Rekrutmen Pengurus Masjid Al Falah dan Masjid Al Abror Surabaya."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI REKRUTMEN PENGURUS MASJID AL-FALAH DAN

MASJID AL-ABROR SURABAYA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Manajemen Dakwah

Oleh:

Rahmat Husein Andriansyah NIM. F12915304

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Masjid memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan dakwah dan pemberdayaan umat Islam. Sayangnya saat ini banyak masjid yang kehilangan fungsi-fungsi tersebut, salah satunya karena faktor pengurusnya. Masjid yang pengurusnya aktif, kegiatannya juga aktif. Sedangkan masjid yang pengurusnya tidak aktif, kegiatannya juga tidak aktif. Maka, agar masjid dapat menjalankan fungsinya secara optimal, perlu adanya suatu model rekrutmen SDM yang menghasilkan pengurus yang efektif dan berkelanjutan. Penelitian ini mengambil Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya sebagai objek penelitian. Masjid Al-Falah adalah masjid yang terletak di pusat kota, sedangkan Masjid Al-Abror berada di tengah pemukiman padat penduduk. Keduanya adalah masjid yang memiliki visi, misi, program serta pengurus yang aktif dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rekrutmen SDM yang telah berjalan di kedua masjid tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah grounded research dengan metode pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Hasilnya, penelitian ini menemukan tiga hal. Pertama, penetapan nilai yang ditawarkan dalam rekrutmen pengurus masjid (value proposition) adalah visi masjid, nilai spiritualitas, kesesuaian track record personal dan material (dalam bentuk gaji atau fee). Kedua, sumber SDM kandidat pengurus masjid diambil dari internal (pengurus lama yang berkualifikasi baik) dan external (masyarakat umum). Ketiga, metode rekrutmen yang digunakan adalah komunikasi personal serta word of mouth melalui media sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan inspirasi bagi masjid-masjid lain dalam melakukan rekrutmen pengurus.

(7)

DAFTAR ISI

Pernyataan Keaslian ... ii

Persetujuan ... iii

Pengesahan Tim Penguji ... iv

Pedoman Transliterasi ... v

Abstrak ... vi

Ucapan Terima Kasih ... vii

Daftar Isi ... ix

Bab I – Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

Bab II – Pengurus Masjid dan Teori Rekrutmen SDM ... 14

A. Pengurus Masjid ... 14

B. Teori Rekrutmen SDM ... 19

C. Penelitian Terdahulu ... 28

(8)

A. Masjid Al-Abror Surabaya ... 33

B. Masjid Al-Falah ... 45

Bab IV – Analisis Rekrutmen Pengurus Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya ... 57

A. Penawaran Nilai (Value Proposition) ... 60

B. Sumber SDM ... 68

C. Metode Rekrutmen ... 72

Bab V – Penutup ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Keterbatasan Penelitian ... 91

C. Saran ... 91

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia memiliki potensi masjid yang sangat besar, dengan kurang

lebih 900.000 masjid tersebar di berbagai daerah. Namun sangat disayangkan,

kondisi masjid-masjid di Indonesia kebanyakannya sepi dari aktivitas selain shalat

lima waktu. Pada tingkat praktis, hanya beberapa masjid yang mampu memenuhi

ketiga fungsi masjid (tempat ibadah, wadah pengembangan masyarakat, pusat

komunikasi dan persatuan umat). Saat ini, manajemen masjid yang dijalankan

secara profesional umumnya masih terbatas pada takmir masjid agung yang ada di

pusat-pusat kota. Sedangkan pada daerah-daerah yang jauh dari pusat kota dan

pusat pendidikan, manajemen masjid secara profesional belum tersentuh sama

sekali.1 Umumnya, masjid di Indonesia yang ribuan itu belum diiringi dengan

kualitas manajemen pengelolaannya. Manajemen yang dipakai belum bisa

merespon tuntutan masyarakat yang semakin peduli terhadap masjid sebagai basis

pemberdayaan umat.2

Masjid belum berperan untuk memfungsikan keberadaannya dalam

membina jama’ah di wilayahnya masing-masing. Masalah yang sering muncul

dalam pengelolaan masjid adalah sulitnya rekrutmen SDM untuk menjadi pengurus

1Sukirno, “Pembinaan dan Pengembangan Kemampuan Manajerial Ta'mir Masjid Desa

Purwamartani”, Jurnal Inotek, Vol. 3, No. 2 (Mei, 2001), 12.

(10)

masjid.3 Adanya takmir masjid belum menjamin partisipasi aktif jama’ah baik

dalam kepengurusan maupun aktivitas masjid itu sendiri.4 Hal ini menunjukkan

bahwa kebanyakan masjid di Indonesia masih belum menjalankan rekrutmen

pengurus yang sistematis. Wajar kiranya jika masjid sepi dari kegiatan dakwah dan

pemberdayaan umat karena adanya persoalan rekrutmen pengurus.

Berdasarkan pengamatan penulis, pengurus yang menjalankan masjid

sehari-hari biasanya diambil dari jamaah yang bersedia memegang posisi tersebut.

Selain takmir, SDM lain yang biasanya ada hanyalah marbot atau penjaga harian

masjid, kadang merangkap tugas sebagai muazin, kebersihan dan perawatan sarana

masjid. Kepengurusan biasanya aktif pada momen-momen tertentu saja, seperti

peringatan hari besar Islam atau sepanjang bulan Ramadhan dengan kegiatan rutin

sholat tarawih, tadarus al-Qur’an dan penerimaan/penyaluran zakat.

Keaktifan pengurus juga biasanya naik turun tergantung

masing-masing orang yang ditunjuk sebagai pengurus. Jadilah ada fenomena di periode

kepengurusan tertentu kegiatan masjid sangat aktif, sedangkan di periode

berikutnya kegiatan masjid menjadi sangat pasif. Tidak ada sistem rekrutmen yang

memastikan kepengurusan masjid dapat berlanjut secara berkesinambungan.

Realitas ini menunjukkan bahwa kebanyakan masjid di Indonesia masih belum

3Niko Pahlevi Hentika (et.al.), “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi Administrasi

(Studi pada Masjid Al-Falah Surabaya)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 2 (2013), 306.

4Robby H. Abror, “Rethinking Muhammadiyah: Masjid, Teologi Dakwah Dan Tauhid Sosial

(11)

menjalankan rekrutmen pengurus yang tepat. Akibatnya, kepengurusan yang ada

tidak berjalan secara continue dan sustainable.

Masalahnya, meski disadari bahwa kebanyakan masjid mengalami

persoalan rekrutmen pengurus, belum ada pemecahan atas hal ini. Konsep tentang

model rekrutmen pengurus—yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi

manajemen masjid—belum dikembangkan sama sekali. Akibatnya, manajemen

masjid berjalan secara alamiah, tidak ada acuan, dan sangat mengandalkan

kesadaran masing-masing.

Padahal, dalam sejarah muncul dan berkembangnya Islam, masjid

memegang peranan yang sangat strategis. Selain tempat menjalankan sholat, masjid

menjadi pusat kegiatan dakwah, pengajaran agama, dan penguatan ukhuwah umat

Islam. Masjid menyatukan umat Islam dari berbagai latar belakang profesi, sosial,

ekonomi, politik. Di samping sebagai sebuah simbol, masjid juga tempat bagi

komunitas umat Islam untuk menjalankan aktivitas sosial seperti pengembangan

komunitas, pembelajaran, rekreasi dan diskusi. Fungsinya tidak terbatas

menjalankan sholat saja.5 Bahkan di Amerika Serikat masjid juga memainkan

peranan integrasi muslim terhadap sistem politik setempat.6

Allah SWT telah mengisyaratkan bahwa masjid harus dikelola oleh

orang-orang yang baik, sebagaimana tercantum dalam Q.S At-Taubah 17-18,

5Allia Jaafar, et.al., “A Proposed Model for Stategic Management (SM) and Mosque Performance

(MP) in Mosque Management”, BEST: International Journal of Management, Information Technology and Engineering, Vol. 1, Issue 3 (Dec, 2013), 29.

6 Karam Dana, et.al., “Mosques as American Institutions: Mosque Attendance, Religiosity and

(12)

(17) Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid Allah, padahal mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka. (18) Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT sudah memberikan

batasan, hanya orang-orang tertentu yang layak mengelola masjid, setidaknya

dengan tiga karakteristik: dari kalangan orang Islam, selalu mendirikan shalat dan

menunaikan zakat (menegakkan pilar-pilar ajaran Islam, baik spiritual maupun

sosial), serta tidak takut kepada siapapun selain Allah (berpegang pada syari’at dan

sunatullah). Sebaliknya, masjid juga dapat berubah fungsi jadi menimbulkan

kerusakan pada umat Islam. Allah memperingatkan bahwa di antara orang-orang

munafik ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan dan

memecah belah kaum mukmin (Q.S At-Taubah 107). Menurut Al-Maraghi, banyak

masjid yang dibangun dengan motif riya’, memperturutkan hawa nafsu dari

beberapa gelintir orang, tanpa peduli dengan nasehat para ulama. Dari sini dapat

diketahui bahwa adanya sebuah masjid tidak mesti menyuburkan dakwah Islam. Ini

(13)

Pengelolaan masjid dapat mengambil bentuk organisasi ketakmiran

atau yayasan. Di dalamnya pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai,

memiliki modal seperti dana dari zakat, infaq, wakaf, aset fisik, dan sebagainya,

serta program dan kegiatan. Di akhir periode kepengurusan, akan ada evaluasi

manajemen masjid. Salah satu faktor kunci keberhasilan dan kegagalan ini adalah

SDM, karena pada dasarnya semua manajer membuat segala sesuatu terselesaikan

melalui usaha-usaha orang lain; ini memerlukan manajemen SDM yang efektif.7

Bagi keberlanjutan pengelolaan masjid, rekrutmen SDM yang strategis

sangat penting karena beberapa alasan. Tidak semua orang yang memiliki

kemampuan, bersedia bekerja mengelola masjid. Juga sebaliknya, belum tentu

orang yang bersedia telah sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Tanpa ada

rekrutmen yang terencana, pengurus masjid akan berjalan secara alamiah, apa

adanya, atau bahkan tidak ada yang masuk sama sekali. Resikonya, kegiatan masjid

tidak berjalan, atau berjalan namun di tangan orang yang salah.

Menghadapi masalah rekrutmen pengurus masjid tersebut, peneliti

melihat ada masjid-masjid yang selama ini memiliki kepengurusan yang berjalan

secara stabil dan sustainable, program-programnya aktif dan terus berkembang. Di

antaranya adalah Masjid Al-Falah dan Masjid Al-Abror.

Masjid Al-Falah memiliki kegiatan-kegiatan seperti taklim rutin, PHBI,

biro konsultasi keluarga sakinah, poliklinik, pembinaan muallaf, perawatan

7 R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I Edisi 10 (Jakarta: Penerbit

(14)

jenazah, penghimpunan dan penyaluran ZIS dan wakaf, kursus Al-Qur’an dan

lembaga pendidikan tingkat Playgroup, TK hingga SLTA.8 Ini menjadikan masjid

Al-Falah berkembang sebagai tempat ibadah sekaligus pusat dakwah dan

pemberdayaan umat. Orang-orang (SDM) yang mengelola Yayasan Masjid

Al-Falah antara lain: dewan pengurus (terdiri dari Pembina, Pengawas dan Pengurus),

kepala bagian, da’i, ustadz/ustadzah (pengajar kursus Al-Qur’an), dan karyawan

(keamanan, kebersihan, sekretariat, muazin, dsb).9

Secara ikatan kerja, di antara seluruh SDM tersebut ada ikatan sukarela

(volunteer) dan ada yang ikatan profesional. SDM profesional terbagi dalam

beberapa status: full time, part time, uji coba dan outsourcing. Mereka mendapat

gaji, tunjangan dan fasilitas sesuai dengan statusnya. Status tersebut berlaku

dinamis. Misalnya, seorang pengajar kursus Al-Qur’an, bisa diangkat dari uji coba

menjadi part time, atau dari part time menjadi full time. Ia bisa juga mengalami

penurunan, atau bahkan dilepas sama sekali. Masing-masing memiliki cakupan

tugas dan kewenangan, ikatan dan pertanggungjawaban yang berbeda. Penelitian

ini akan memfokusi rekrutmen Pengurus dan Kepala Bagian.

Sedangkan masjid Al-Abror terletak di jalan Simolawang IV/01, yang

merupakan area pemukiman padat penduduk kawasan Timur Kota. Organisasi

pengelolanya adalah Yayasan Masjid Al-Abror. Amal usahanya meliputi

Dakwah/Taklim rutin, Perpustakaan, Radio Menara 3 AM 864 KHz, Penerbitan

8 Buku Daftar Peserta Kursus Periode 104 (April-Agustus 2016), Lembaga Kursus Al-Qur’an

Masjid Al-Falah.

(15)

Majalah Syi’ar, dan sebagainya. SDM-nya terdiri dari pengurus, da’i, imam sholat

rawatib dan karyawan. Usia masjid yang terbilang tua, dan kegiatannya yang

beragam dan aktif, menunjukkan bahwa kepengurusan masjid Al-Abror berhasil

berjalan secara berkelanjutan.

Ada beberapa kesamaan dari dua masjid di atas. Pertama, keduanya

adalah masjid yang dibangun dan dikelola dari umat, oleh umat dan untuk umat. Ini

berbeda dengan masjid yang berstatus Masjid Nasional atau Masjid Agung, dimana

pengelolaannya ditangani pemerintah. Kedua, Al-Falah dan Al-Abror memulai

perkembangan dari ‘bawah’. Awal mulanya tidak sebesar sekarang. Seiring dengan

berjalannya waktu, Al-Falah dan Al-Abror berhasil mengembangkan unit-unit

layanan yang bervariatif dan dakwahnya pun berjalan sangat aktif. Ketiga, Al-Falah

dan Al-Abror menerapkan pengelolaan dengan kaidah dasar manajemen, tidak

berjalan alamiah, termasuk dalam rekrutmen SDM pengurus.

Tiga aspek yang penting dalam rekrutmen SDM adalah penawaran

nilai, sumber SDM dan metode rekrutmen. Penawaran nilai berbicara tentang apa

yang akan ditawarkan oleh organisasi dalam merekrut SDM. Sumber SDM adalah

darimana kandidat atau calon SDM tersebut didapatkan. Sedangkan metode

rekrutmen adalah cara yang digunakan dalam menarik kandidat tersebut. Dari

penelitian ini, Masjid Al-Falah dan Al-Abror diharapkan dapat menjadi model

dalam rekrutmen SDM yang menghasilkan pengurus masjid yang continue dan

sustainable. Sehingga dapat dijadikan rujukan bagi masjid-masjid lain dalam

(16)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dari seluruh paparan di

atas, antara lain:

1. Banyak masjid yang belum menjalankan prinsip-prinsip manajemen dalam

mengelola masjid, sehingga kurang berkembang sebagaimana fungsi

seharusnya.

2. Banyak masjid yang program-programnya tidak aktif dikarenakan SDM

pengurusnya sendiri tidak aktif atau kurang kompeten.

3. Banyak masjid belum mengembangkan rekrutmen SDM pengurus yang

sistematis dan efektif, meliputi penawaran nilai (value proposition),

penentuan sumber SDM (people source), dan metode rekrutmen.

4. Banyak masjid belum mengimplementasikan rekrutmen SDM yang tepat.

Dari identifikasi masalah tersebut, penelitian ini membatasi fokus

memecahkan masalah pengembangan rekrutmen SDM yang sistematis dan efektif,

sehingga menghasilkan SDM pengurus yang kompeten dan sustainable.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penawaran nilai dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid

Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?

2. Bagaimana penentuan sumber calon SDM dalam rekrutmen pengurus di

Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya?

3. Bagaimana metode penawaran dalam rekrutmen SDM pengurus di Masjid

(17)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penawaran nilai (value proposition) dalam rekrutmen SDM

pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.

2. Mengetahui sumber calon SDM (people source) dalam rekrutmen pengurus

di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.

3. Mengetahui metode penawaran yang digunakan dalam rekrutmen SDM

pengurus di Masjid Al-Falah dan Al-Abror Surabaya.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Masjid Al-Falah dan Al-Abror seringkali dikunjungi pengurus

masjid-masjid lain untuk sharing ide-ide program masjid. Ini menunjukkan adanya

kebutuhan masjid untuk terus berkembang. Yang perlu menjadi perhatian, adanya

ide program tidak serta merta dapat mengembangkan masjid, karena kuncinya tetap

ada pada pengurus. Penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen masjid

di berbagai tempat untuk membuat cara-cara rekrutmen pengurus yang

menghasilkan kemajuan berkelanjutan.

Selain itu, pembinaan masjid adalah bidang yang sangat penting bagi

masyarakat luas. Melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen

Bimas Islam), pemerintah membuat Standar Pembinaan Manajemen Masjid.

Diperlukan penyempurnaan atas standar tersebut secara menyeluruh, rinci dan

(18)

menjadi bahan pengembangan tolak ukur standar pembinaan masjid, spesifiknya

dalam hal rekrutmen pengurus.

2. Manfaat Teoritis

Saat ini kajian tentang manajemen SDM di organisasi dakwah masih

sangat terbatas. Konsep yang dikembangkan kebanyakan mengambil secara

langsung manajemen SDM di organisasi bisnis, padahal secara core-nya berbeda

dengan organisasi dakwah. Dengan menggunakan analisis interdisipliner, hasil

penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan

konsep-konsep manajemen SDM di organisasi dakwah. Penelitian ini diharapkan dapat

mengisi kekosongan konsep manajemen SDM di organisasi dakwah, khususnya

dalam topik rekrutmen SDM.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan

grounded research. Penelitian kualitatif paling sering digunakan untuk membangun

teori atau konsep, terutama pada fenomena yang belum banyak terungkap,

khususnya di bidang manajemen atau perusahaan sosial mendasarkan analisanya

pada data-data kualitatif seperti transkrip wawancara, dokumen arsip organisasi,

narasi, dan blog.1011 Pendekatan grounded diartikan sebagai penemuan teori dari

10Pamela S. Barr, “Current and Potential Importance of Qualitative Methods in Strategy

Research”, Research Methodology in Strategy and Management, Vol. 1 (2004), 168.

11Matthew Lee, Julie Battilana & Ting Wang, “Building Infrastructure for Empirical Research on

(19)

data—yang secara sistematis digali dan dianalisa dalam penelitian sosial.12 Tujuan

utamanya adalah mengembangkan konsep atau teori yang grounded di lapangan,

didasarkan pada prinsip ‘perbandingan terus menerus’.13 Pendekatan grounded

tepat untuk kajian manajemen dan organisasi karena mampu menangkap

kompleksitas konteks organisasi, dan memberikan perspektif yang baru.14

Penelitian ini diharapkan mampu menangkap kompleksitas rekrutmen

pengurus masjid di Al-Falah dan Al-Abror. Data-data dari lapangan akan

dikonseptualisasikan menjadi kategori-kategori, karakteristiknya serta

keterhubungannya. Proses ini dilakukan melalui perbandingan terus menerus, baik

dalam satu subyek maupun antar subyek. Temuan penelitian ini diharapkan dapat

direplikasi ke masjid-masjid lain yang keadaannya mirip.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah rekrutmen SDM. Sedangkan objek

penelitiannya adalah Masjid Al-Falah dan Masjid Al-Abror Surabaya.

3. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus masjid,

khususnya yang mengetahui dan menjadi perekrut atau kandidat yang direkrut

dalam rekrutmen pengurus. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan

meliputi buku-buku tentang subjek penelitian, yakni Armstrong's Handbook of

12 Barney G. Glaser & Anselm L. Strauss, The Discovery of Grounded Theory – Strategies for Qualitative Research (New Brunswick & London: AldlineTransaction, 2006), 1.

13 Jan Jonker & Bartjan Pennink, The Essence of Research Methodology: A Concise Guide for Master and PhD Students in Management Science (London & New York: Springer, 2010), 84.

14 Karen D. Locke, Grounded Theory in Management Research (London-Thousand Oaks-New

(20)

Human Resource Management Practice (13th edition), HRM for Public &

Nonprofit Organizations Strategic Approach, dan The Oxford Handbook of Human

Resource Management.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan cara interview (wawancara),

digunakan untuk menggali data dari narasumber pengurus. Selain itu juga

menggunakan dokumentasi, digunakan untuk menggali data dari sumber

sekunder/buku, antara lain tentang profil, visi misi dan program di organisasi.

5. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan melalui tahapan:

a. Reduksi data, yakni pemilihan, pengurangan, pengelompokan dan

abstraksi data dari catatan selama wawancara dan pengamatan di

lapangan penelitian. Dengan demikian tidak semua data yang didapat

selama wawancara dan pengamatan akan ditampilkan.

b. Penyajian data, yakni penampilan data-data hasil proses reduksi data

sesuai kategorisasi data, sehingga dapat dilakukan analisa dengan pola

pikir induksi. Analisa ini dilakukan dengan menemukan kata-kata kunci

(coding) yang mewakili konsep berdasarkan data-data lapangan.

c. Penarikan kesimpulan.

Pemeriksaan keabsahan pada tahap reduksi dan penyajian data meliputi

analisa kredibilitas dan transferabilitas data. Analisa kredibilitas data digunakan

(21)

sumber. Sedangkan analisa transferabilitas data untuk mengetahui penerapan data

tersebut pada konteks lain, dilakukan dengan deskripsi konteks dan asumsi-asumsi

sentral penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Bab I berisi Pendahuluan, menguraikan latar belakang, tujuan dan

rumusan masalah serta metode penelitian.

Bab II tentang Masjid dan Teori Rekrutmen SDM, menjelaskan

landasan teori yang digunakan sebagai pijakan dan alat analisa dalam penelitian ini,

serta analisa penelitian-penelitian terdahulu sehingga diketahui positioning

penelitian ini pada topik atau bidang keilmuan yang dikaji.

Bab III berisi Deskripsi Masjid Al-Abror dan Al-Falah Surabaya,

memaparkan profil organisasi Masjid Al-Abror dan Masjid Al-Falah sebagai objek

penelitian. Di dalamnya juga sekaligus menjelaskan rekrutmen SDM yang telah

berjalan selama ini.

Bab IV menjelaskan Model Rekrutmen Pengurus Masjid yang

memberikan analisa data-data lapangan dari Bab III dengan landasan teori di Bab

II, serta bagaimana analisa tersebut menjawab rumusan masalah penelitian.

Bab V tentang Penutup, menyampaikan kesimpulan akhir penelitian,

keterbatasan penelitian serta saran bagi stakeholder terkait dan bagi

(22)

BAB II

PENGURUS MASJID DAN TEORI REKRUTMEN SDM

A. Pengurus Masjid

1. Pengertian Masjid

Masjid secara bahasa berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata

sajada, yasyjudu, sajidan. Kata sajada artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk

de-ngan penuh hormat, ta’zim. Sedangkan kata masjid (isim makan) diartikan

sebagai tempat sujud menyembah Allah swt. Secara terminologis maka masjid

mengandung makna sebagai tempat pusat dari segala kebajikan kepada Allah swt.

Di dalamnya terdapat dua bentuk kebajikan yaitu kebajikan yang dikemas dalam

bentuk ibadah khusus, seperti shalat fardlu, baik secara sendirian maupun

berjamaah, dan kebajikan yang dikemas dalam bentuk amaliyah sehar-hari untuk

berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan sesama jama’ah.14

Fungsi dan peran masjid pada intinya adalah sebagai tempat membina

sumber daya manusia. Sejarah menunjukkan bahwa mengingat betapa pentingnya

masjid untuk membina masyarakat ini, maka ketika Nabi Muhammad saw hijrah

dari Makah ke Madinah, yang dibangun pertama kali adalah sebuah masjid yang

dikenal dengan nama masjid Quba. Demikian juga tatkala kemudian beliau sampai

dan berdiam di Madinah, beliau membangun masjid yang sampai sekarang dikenal

14 Ridin Sofwan, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al-Fattah di Kelurahan

(23)

dengan nama masjid Nabawi, masjid terbesar kedua setelah masjid al-Haram. Di

dalam masjid al-Haram inilah terdapat Ka’bah, arah kiblat shalat bagi segenap umat

Islam di segala penjuru dunia. Masjid Nabawi menurut Qurais Shihab pada masa

Nabi saw, memiliki tidak kurang dari sepuluh fungsi yang diembannya.15

2. Masjid sebagai lembaga sosial agama (socio-religious institution).

Masjid adalah sebuah entitas yang unik. Sebagai sebuah institusi sosial,

masjid memainkan peranan yang tidak dimainkan oleh organisasi bisnis, organisasi

politik maupun organisasi nonprofit umum. Pemahaman tentang tujuan,

karakteristik dan peranan sosial masjid sangatlah penting, karena dapat membantu

kita melihat bagaimana ikatan orang-orang di dalamnya, bagaimana mereka

bersedia mengikatkan diri dengan masjid, dan bagaimana masjid membentuk

orang-orang tersebut sebagai sebuah jama’ah atau komunitas.

Menurut Beyer, bentuk sosial dari agama di masyarakat kontemporer

dapat dibagi dalam empat macam: (a) organisasi, (b) agama negara, (c) pergerakan

sosial, dan (d) komunitas/individu.16 Sedangkan Somers dalam Ammerman

menambahkan bahwa organisasi agama menyediakan ‘narasi publik’. Organisasi

agama juga menjadi wadah yang mengekspresikan sejarah dan tujuan dari sebuah

entitas budaya, memberikan pengalaman religi bagi pengikutnya, menyediakan

15 Ibid., 322.

16Peter Beyer, “Social Forms of Religion and Religions in Contemporary Global Society”,

(24)

panggung sosial untuk aksi-aksi keagamaan, dan mendukung narasi struktur

keagamaan.17

Dalam pandangan Habermas, organisasi keagamaan mengajarkan

doktrin-doktrin tentang bagaimana kedudukan manusia dalam kehidupan dunia,

serta persinggungannya dengan pandangan dunia yang lain—menghasilkan

disonansi kognitif pada penganut agama. Persinggungan ini tidak dapat

diselesaikan pada tingkat kognitif saja. Jika memasuki ranah fundamental, suatu

negara atau komunitas politik akan terpecah ke dalam kelompok-kelompok yang

tidak dapat disatukan lagi. Mereka ko-eksis di atas perdamaian yang rapuh. Untuk

itu, organisasi agama berpengaruh besar menciptakan ikatan persatuan dan

solidaritas sosial dalam sebuah negara atau komunitas politik—sebuah ikatan yang

tidak dapat dipaksakan melalui hukum.18 Dalam sudut pandang tersebut, masjid

adalah realitas agama di ruang publik. Sebagai organisasi sosial, masjid turut

berperan dalam membentuk warga masyarakat, termasuk kehidupan sosial politik

dan interaksinya. Dengan demikian, perilaku individu dalam organisasi sosial

tersebut memiliki makna sosial pula.

Terkait hal ini, Turner memandang bahwa perilaku individu dalam

konteks sosial diatur—dan mendapatkan maknanya—dalam bentuk peran.

Tanggungjawab kerja dalam organisasi diatur dalam bentuk peran-peran, sebagai

partisipasinya dalam kelompok dan masyarakat. Pada tingkat individu, konsep

17Nany T. Ammerman, “Religious Identities and Religious Institutions”, Handbook of the

Sociology of Religion (New York: Cambridge University Press, 2003), 217.

18Jürgen Habermas, “Religion in the Public Sphere”, European Journal of Philosophy, Vol. 14,

(25)

peran dimulai dengan dua pengamatan, bahwa (1) seorang individu dapat bertindak

dan merasa secara berbeda dalam situasi dan posisi yang berbeda; dan sebaliknya

(2) individu berbeda dapat berperilaku secara sama dalam hubungan yang sama.

Pada tingkatan kolektif, kelompok, organisasi dan masyarakat berfungsi melalui

diferensiasi rangkaian tugas-tugas, yang masing-masingnya diberikan pada

individu tertentu.19

Menurut peneliti, teori ini juga dapat menjelaskan individu yang

bergabung sebagai pengurus masjid. Masjid sebagai sebuah organisasi sekaligus

komunitas Muslim, memiliki fungsi sosialnya yakni mengajarkan doktrin atau

ajaran-ajaran agama Islam, serta sebagai ‘panggung sosial’ untuk aksi keagamaan.

Orang-orang yang bergabung di masjid secara bersama-sama membagi peran dalam

rangka menjalankan fungsi masjid tersebut.

3. Pengurus Masjid sebagai individu bermotivasi keagamaan

(religiously-motivated individual).

Perspektif psikologi agama menjelaskan aspek bergabungnya

seseorang menjadi bagian dari kepengurusan masjid yang didasari oleh motivasi

keagamaan. Flanigan membuktikan bahwa banyak pekerja profesional organisasi

nonprofit berbasis keagamaan, memilih pekerjaan tersebut karena dorongan ajaran

dan keyakinan agama,dan motivasi keagamaan ini tampak sama ada di

19Ralph H. Turner, “Role Theory”, Handbook of Sociological Theory, Jonathan H. Turner (ed.),

(26)

organisasi agama Budha, Nasrani dan Muslim.20 Mengambil contoh penganut

agama Nasrani yang rela tinggal bersama untuk merawat orang-orang yang sakit di

tengah wabah penyakit, Donahue dan Nielsen berpandangan bahwa membangun

hubungan antara agama dengan menolong orang lain adalah sesuatu yang istimewa.

Dan ini berpengaruh besar terhadap perkembangan agama itu sendiri.21

Menjadi pengurus masjid adalah menjalankan tugas di lingkungan yang

erat dengan nilai-nilai spiritualitas. Spiritualitas diraih dalam upaya mengejar

tujuan melayani sesama; melalui amal sedekah atau cinta tanpa pamrih.22 Hubungan

antara agama dengan makna sangat kompleks dan intim. Karena agama berfungsi

sebagai kaca mata dalam melihat dan menginterpretasikan realitas, serta

mempengaruhi keyakinan, cita-cita dan perasaan individu penganutnya.23 Ini dapat

menjelaskan bahwa ketertarikan seseorang menjadi pengurus masjid dilandasi oleh

ketulusan niat, atau semangat mengabdi secara ikhlas bagi agama. Menjalankan

tugas-tugas kemasjidan dapat memberikan kepuasan spiritual bagi pengurus. Pada

akhirnya, kepuasan spiritual akan memberikan kebermaknaan dan kepuasan hidup

(life satisfaction).

20Shawn Teresa Flanigan, “Factors Influencing Nonprofit Career Choice in Faith-based and

Secular NGOs in Three Developing Countries”, Nonprofit Management and Leadership, Vol. 21,

No. 1 (September 2010), 71.

21Michael J. Donahue & Michael E. Nielsen, “Religion, Attitudes, and Social Behavior”, Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (New York & London: The Guilford Press, 2005), 278.

22Robert A. Giacalone, Carole L. JurkieWicz & Louis W. Fry, “From Advocacy to Science: The Next Steps in Workplace Spirituality Research”, Handbook of the Psychology of Religion and Spirituality (New York & London: The Guilford Press, 2005), 517.

23Crystal L. Park, “Religion and Meaning”, Handbook of the Psychology of Religion and

(27)

B. Teori Rekrutmen SDM

1. Pengertian Rekrutmen SDM

Rekrutmen adalah salah satu bagian dari manajemen SDM. Sedangkan

manajemen SDM sendiri pertama lahir dan dikembangkan dalam konteks

perusahaan (profit-oriented organizations). Oleh karena itu, istilah-istilah dan

karakteristik di dalamnya khas sebagaimana organisasi bisnis. Armstrong

mendefinisikan Manajemen SDM sebagai berikut:

Human resource management (HRM) is concerned with all aspects of how people are employed and managed in organizations. It covers the activities of strategic HRM, human capital management, knowledge management, corporate social responsibility, organization development, resourcing (workforce planning, recruitment and selection and talent management), learning and development, performance and reward management, employee relations, employee well-being and the provision of employee services.24

Sedangkan rekrutmen SDM didefinisikan sebagai proses menarik

calon-calon yang memiliki kualifikasi untuk masuk ke posisi di dalam organisasi.25

Pengertian serupa juga dinyatakan oleh Barber dalam Orlitzky, bahwa rekrutmen

SDM adalah praktik dan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dengan tujuan

utama mengidentifikasi dan menarik pekerja potensial.26 Potensi dan kualifikasi

tersebut disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.

Istilah ‘employ’ jika dirunut asal katanya memiliki arti ‘give work to

(someone) and pay them for it’. Sedangkan ‘employee’ diartikan sebagai ‘a person

24 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook of Human Resource

Management Practice 13th edition (London, Philadelphia & New Delhi: Kogan Page, 2014), 4.

25 Joan E. Pynes, HRM for Public & Nonprofit Organizations, 180.

26Marc Orlitzky, “Recruitment Strategy”, The Oxford Handbook of Human Resource

(28)

employed for wages or salary’ (orang yang dipekerjakan untuk upah atau gaji).27

Istilah ini menunjukkan sifat alamiah hubungan antara organisasi dengan orang

yang bekerja di dalamnya sebagai hubungan bisnis. Saya bekerja, dan saya dibayar

atas pekerjaan saya itu. Jika tidak dibayar, saya tidak akan menjalankannya.

Beardwell (et.al.) menekankan pengaruh faktor internal dan eksternal

organisasi terhadap rekrutmen SDM. Ini menjadikan metode rekrutmen tradisional

harus menyesuaikan diri dengan situasi kontemporer.28 Ia memberikan empat

tahapan kunci pendekatan yang sistematis dalam rekrutmen SDM, antara lain: 1)

Mendefinisikan lowongan pekerjaan; 2) Menarik pendaftar/kandidat; 3) Menilai

kandidat, dan; 4) Membuat keputusan akhir.29 Tahapan ini sifatnya masih global,

khususnya jika dibandingkan dengan pandangan Armstrong dan Taylor.

Armstrong dan Taylor menekankan bahwa rekrutmen SDM harus

diintegrasikan dengan strategi organisasi secara umum.30 Dalam menarik kandidat,

Armstrong dan Taylor membuat tiga tahapan: 1) Menganalisa kekuatan dan

kelemahan untuk mengembangkan penawaran nilai kepada kandidat (pekerja), serta

mengembangkan brand perusahaan pemberi kerja; 2) Menganalisa persyaratan

(requirement) untuk menyusun kriteria SDM; 3) Mengidentifikasi sumber-sumber

yang potensial untuk mendapatkan kandidat, seperti website perusahaan, agensi

rekrutmen, jaringan profesional, iklan, jobcenter, konsultan, dan sebagainya.31

27 Concise Oxfrod English Dictionary (Eleventh Edition).

28 Ian Beardwell, Len Holden & Tim Claydon, Human Resources Management – A Contemporary Approach 4th edition (Essex: Prentice Hall, 2004), 189.

29 Ibid., 204.

(29)

Sedangkan Pynes memfokuskan kajiannya pada rekrutmen SDM di

organisasi publik dan nonprofit—diambil dari konteks Amerika Serikat. Organisasi

publik/nonprofit memberikan kredit ekstra bagi pekerja/karyawan yang saat ini

bekerja di organisasi. Sebelum melakukan rekrutmen, organisasi perlu menentukan

tujuan dan arah untuk waktu yang akan datang, yang dengan ini diketahui perkiraan

kebutuhan SDM sesuai dengan strategi organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, organisasi memiliki beberapa pilihan. Mereka dapat merekrut pegawai

baru, mempromosikan pegawai lama yang memiliki kemampuan sesuai dengan

yang dibutuhkan organisasi, atau menyediakan pelatihan bagi karyawan untuk

mempersiapkan kebutuhan di masa yang akan datang. Selain itu, organisasi harus

memahami bagaimana penentuan kualifikasi pekerjaan, dimana mencari kandidat

yang cocok serta memilih kandidat yang paling sesuai.32

Dari uraian di atas, terdapat kesamaan terkait apa saja yang dilakukan

dalam rekrutmen SDM antara lain membuat penawaran nilai yang sesuai dengan

kebutuhan dan harapan calon SDM, menentukan darimana sumber SDM

didapatkan, dan membuat metode perekrutan, misalnya berupa buletin, iklan

lowongan pekerjaan, atau selainnya.

2. SDM profesional dan relawan (volunteer)

Dalam konteks organisasi sosial, SDM atau orang yang bekerja bagi

organisasi juga ada yang sifatnya relawan (volunteer). Menurut beberapa studi,

orang yang menjadi relawan biasanya dari kelompok usia menengah, kelas

(30)

menengah, wanita yang telah menikah dengan tingkat pendidikan lebih dari sekolah

menengah dan telah memiliki anak. Meski demikian, beberapa penelitian yang lain

menunjukkan bahwa sukarelawan dapat berasal dari berbagai latar belakang

sosial.33 Penelitian juga mengindikasikan bahwa para sukarelawan memberikan

pelayanan atas alasan yang beragam, misalnya untuk mempelajari kemampuan

yang baru, pengembangan diri, meningkatkan kepercayaan diri, menyiapkan karir,

mengekspresikan nilai-nilai personal dan komitmen komunitas, dan bahkan

mengurangi konflik ego atau ancaman identitas.34

SDM di organisasi dakwah, khususnya masjid, biasanya disebut

sebagai takmir, staf atau pengurus. Jika pun ada istilah karyawan, biasanya pada

masjid yang organisasinya berbentuk yayasan, dan mengacu pada orang yang

bekerja dengan ikatan kerja secara formal. Syed dan Ali dalam Hamid (et.al.)

menyatakan bahwa dalam perspektif Islam pengurus masjid dapat pula disebut

sebagai mujahid (the fighter). Melalui kinerjanya, mereka berperan pada bangsa

dan Tuhan, dalam membentuk umat yang memiliki moralitas yang baik,

pengendalian diri dan berkomitmen tinggi.35

3. Penawaran Nilai (Value Proposition) Dalam Rekrutmen SDM

Value proposition adalah apa yang ditawarkan oleh organisasi kepada

calon karyawan, yakni sesuatu yang dihargai atau dianggap bernilai, dan akan

33 Peggy A. Thoits & Lyndi N. Hewitt, “Volunteer Work and Well-Being”, Journal of Health and Social Behavior, Vol. 42 (June, 2001), 116.

34 Ibid., 117.

35Asnida Abd Hamid (et al.), “A Proposed Model for Strategic Human Resource Management

(SHRM) and Mosque Performance”, BEST: International Journal of Management, Information

(31)

meyakinkan mereka untuk bergabung atau tetap bekerja di organisasi.36 Ini terjadi

karena pada dasarnya calon SDM ‘menjual’ kualifikasinya pada organisasi, dan

pada saat bersamaan mereka juga membeli apa yang ditawarkan oleh organisasi.37

Oleh karena itu, manajer perlu mengembangkan value proposition,

yakni nilai yang dapat menjadi keunggulan/kelebihan sehingga dapat menarik

minat calon SDM untuk bergabung di organisasi/perusahaannya. SDM memiliki

kebutuhan atau kepentingan yang berbeda-beda terhadap organisasi, seperti

reputasi organisasi, gaji, fasilitas, lingkungan kerja, minat intrinsik pekerjaan,

keamanan kerja, peluang untuk pendidikan dan pelatihan, prospek karir, lokasi

kantor atau keistimewaan-keistimewaan lainnya.38 Penawaran nilai juga dapat

menjadi brand bagi sebuah organisasi, yang oleh Walker didefinisikan sebagai

‘sebuah rangkaian atribut dan kualitas—seringkali tidak kongkrit—yang membuat

sebuah organisasi menarik, menjanjikan pengalaman kerja tertentu dan menarik

orang-orang untuk memberikan yang terbaik.39

4. Sumber SDM

Pertimbangan pertama harus diberikan pada kandidat dari internal

organisasi. Sebagai tambahan, membujuk pekerja lama yang telah berhenti untuk

kembali bekerja di organisasi adalah cara yang patut dicoba juga. Yang disebut

dengan internal organisasi adalah kandidat diambil dari staf, karyawan atau

36 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 211. 37 Ibid., 228.

38 Ibid.

(32)

pengurus yang sekarang telah ada di organisasi.40 Baru jika mencari kandidat dari

internal organisasi tidak berhasil, organisasi dapat menggunakan sumber-sumber

eksternal. Sumber eksternal adalah orang yang berasal dari luar organisasi, bisa dari

rekrutmen daring, sosial media, agensi rekrutmen, dan sebagainya.41 Kandidat dari

eksternal bisa dijangkau dari cakupan mulai dari yang lokal hingga nasional.

Organisasi sektor publik seringkali memprioritaskan staf internal untuk

mengisi posisi yang lowong. Kenyataannya, banyak lembaga publik yang

memberikan penilaian atau poin tambahan kepada karyawan yang telah bekerja

bagi organisasi. Pada beberapa kasus, ada kalanya dibuat kesepakatan yang

mendorong pekerja lama mendapatkan pertimbangan lebih untuk sebuah posisi. Ini

juga dijumpai pada organisasi nonprofit yang memiliki kepentingan stabilitas

program serta koneksi pada komunitas serta sumber-sumber keuangan.42

Banyak organisasi yang memilih kandidat internal karena pihak

manajemen memiliki kesempatan untuk mengkaji dan mengevaluasi kualifikasi staf

internal sebelum menetapkan pilihan. Selain itu, kandidat internal juga

memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang telah

dibuat dalam rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan staf internal. Juga,

mempromosikan staf internal yang qualified akan mengirimkan sinyal pada staf

internal bahwa organisasi betul-betul berkomitmen pada pengembangan

staf/karyawannya.43

40 Michael Armstrong & Stephen Taylor, Armstrong’s Handbook, 228. 41 Ibid.

(33)

Di luar sumber internal, Armstrong memetakan ada beberapa sumber

eksternal yang bisa diperoleh dari kenalan staf internal, iklan lowongan kerja,

rekrutmen online, agensi rekrutmen, job center, konsultan eksekutif, atau lembaga

pendidikan. Semua sumber tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya

masing-masing.44 Secara umum, sumber eksternal dapat memberikan cakupan

kandidat yang lebih luas, sehingga memberikan pilihan SDM berkualitas yang lebih

banyak pula.

5. Metode Merekrut

Seperti telah dijelaskan di atas, penawaran terhadap calon SDM dapat

dilakukan menggunakan berbagai macam metode, tergantung dari cakupan sumber

SDM (internal atau eksternal). Terhadap calon dari internal organisasi, maka

metodenya bisa berupa penawaran langsung, pengumuman terbuka, atau saran dari

rekan kerja. Sedangkan untuk calon dari luar organisasi, metode yang bisa

digunakan antara lain seperti website, agen atau konsultan rekrutmen SDM, kenalan

karyawan, media sosial, iklan media cetak, jurnal spesialis, dan lain-lain. Organisasi

dapat mengambil satu atau beberapa metode dalam melakukan rekrutmen SDM.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode, antara lain: 1) Peluang

menghasilkan kandidat yang sesuai kualifikasi; 2) Kecepatan dalam mendapatkan

kandidat; 3) Biaya yang dibutuhkan.45

44 Michael Armstrong, Armstrong’s Essential, 193.

(34)

6. Variabel rekrutmen SDM

Dari uraian teori tentang masjid sebagai organisasi keagamaan dan

rekrutmen SDM, didapatkan variabel-variabel yang terkait dalam rekrutmen SDM

pengurus masjid. Variabel dalam rekrutmen SDM meliputi penawaran nilai, sumber

SDM dan metode rekrutmen, semuanya dilandasi oleh konteks organisasi masjid

yang memiliki tujuan-tujuan, strategi, program dan perencanaan SDM secara

makro. Aspek keorganisasian tersebut menjadi input bagi rekrutmen SDM yakni

gambaran SDM dengan kualifikasi apa yang dibutuhkan oleh organisasi.

Dalam rangka mendapatkan SDM yang sesuai tersebut, maka

organisasi perlu menetapkan penawaran nilai, bisa nilai spiritual, materi atau

lainnya. Identitas masjid sebagai organisasi agama, dan motivasi individu menjadi

pengurus masjid juga didorong oleh motivasi keagamaan, akan dapat menjadi

nilai-nilai yang ditawarkan kepada kandidat. Sumber kandidat ini bisa didapatkan dari

internal (pengurus lama) atau eksternal (masyarakat umum non pengurus/jama’ah).

Sedangkan metode yang digunakan bisa satu atau lebih seperti metode rekrutmen

online, rekrutmen personal, word of mouth atau lainnya.

Pada saat bersamaan, tinjauan lintas disiplin dari sosiologi agama dan

psikologi agama, memberikan kepada kita sebuah pemahaman dari sudut pandang

yang berbeda. Masjid sebagai organisasi agama menyediakan tujuan atau visi bagi

orang-orang di dalamnya, serta motivasi spiritualitas dan kebermaknaan hidup bagi

(35)

rekrutmen SDM pengurus tersebut. Hubungan antara semua variabel dalam

(36)

(37)

C. Penelitian Terdahulu

Secara teoritis, posisi penelitian ini adalah mengisi kekosongan

konsep/teori rekrutmen SDM di organisasi dakwah, spesifiknya berupa konsep

rekrutmen pengurus masjid. Selama ini kajian manajemen dakwah banyak

mengambil dari manajemen bisnis.

Mengutip Breaugh dan Starke, Orlitzky menjelaskan bahwa rekrumen

yang strategis perlu menjawab 5 pertanyaan utama: Siapa yang direkrut? Dimana

merekrutnya? Sumber rekrutmen apa yang digunakan? Kapan merekrutnya? Apa

pesan yang dikomunikasikan?33 Strategi tersebut sangat tergantung pada kondisi

pasar tenaga kerja, konteks perusahaan, dan praktik rekrutmen di perusahaan lain,

serta variabel-variabel yang lain.34 Kesimpulan serupa juga didapatkan oleh

Greenidge (et.al.), yang memperbandingkan praktik rekrutmen dan pelatihan antara

bisnis skala besar dan kecil.35 Sedangkan Searle memberikan sedikit porsi bahasan

terkait rekrutmen, yakni khususnya pada metode berbasis internet dan word of

mouth. Searle banyak mengulas paradigma-paradigma dalam rekrutmen SDM,

serta persoalan-persoalan yang muncul dalam praktik rekrutmen dan seleksi.36

Penelitian lain oleh Ekwoaba (et.al.) dan Mustapha (et.al.) sifatnya

adalah analisis korelasional rekrutmen SDM dengan faktor-faktor lain. Sedangkan

33Marc Orlitzky, “Recruitment Strategy”, 274. 34 Ibid., 295.

35 Dion Greenidge, Philmore Alleyne and Brian Parris, “A Comparative Study of Recruitment and

Training Practices Between Small and Large Businesses in An Emerging Market Economy: The

Case of Barbados”, Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 19 No. 1 (2012),

164.

(38)

Narlusi mengajukan sebuah model teoritis sistem rekrutmen berbasis elektronik

(e-recruitment).37 Persoalannya, model ini hanya sesuai untuk organisasi yang

menjangkau kandidat sejauh mungkin seperti perusahaan-perusahaan global. Selain

itu, sistem ini hanya bekerja jika fungsi-fungsi MSDM secara keseluruhan sudah

berbasis elektronik (e-HRM). Dalam konteks masjid, jangankan basis elektronik,

sistemnya itu sendiri masih belum ada.

Alkahtani menemukan bahwa Islam menekankan sistem rekrutmen

berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan. Pemberi kerja harus menyampaikan

syarat-syarat serta kompensasi kepada kandidat, dan kandidat harus memberikan

informasi yang akurat. Kandidat dinilai/diterima berdasarkan kemampuan. Islam

juga melarang pengiklanan lowongan yang menguntungkan kelompok atau

individu tertentu.38 Razimi (et.al.) menambahkan aspek SDM yang utama adalah

kompetensi, kualifikasi, kinerja dan sifat amanah.39 Sedangkan Rafiki dan Wahab

memandang bahwa organisasi dan aspek-aspeknya harus dijalankan untuk kebaikan

bagi manusia berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam.40 Ada beberapa catatan bagi

penelitian-penelitian tersebut.

37Aloisa Narlusi, “E-Recruitment Systems: A Theoretical Model”, Contemporary PNG Studies:

DWU Research Journal, Vol. 23 (2015), 25.

38Ali Alkahtani, “An Application of Islamic Principles in Building a Robust Human Resource

Management System (In Islamic Countries)”, International Journal of Recent Advances in Organizational Behaviour and Decision Sciences (IJRAOB), Vol. 1, Issue 3 (2014), 191.

39Mohd Shahril Bin Ahmad Razimi, Murshidi Mohd Noor, and Norzaidi Mohd Daud, “The

Concept of Dimension in Human Resource Management from Islamic Management Perspective”, Middle-East Journal of Scientific Research, Vol. 20 (2014): 1178.

(39)

Pertama, seluruh penelitian tersebut di atas berbicara pada aspek

nilai-nilai dasar saja, diambil dari teks Al-Qur’an dan Sunnah. Ia tidak berbicara pada

tataran proses, tahapan atau strategi. Kedua, nilai-nilai yang diangkat sifatnya

umum, yakni keadilan & persamaan, jadi sulit dibedakan dengan manajemen SDM

bisnis. Ketiga, pengurus masjid pada umumnya telah memahami nilai-nilai keadilan

dan persamaan. Persoalan yang perlu dipecahkan adalah membuat rekrutmen sesuai

dengan nilai-nilai tersebut.

Penelitian lain adalah Hamid (et.al.) yang mengambil konsep MSDM

dari manajemen bisnis dan menerapkannya langsung di organisasi masjid. Ini bisa

berdampak kekeliruan pengukuran karena dimensi-dimensi dan variasi nilai dalam

MSDM masjid akan banyak berbeda dengan manajemen bisnis. Menurut peneliti,

model tersebut juga akan cenderung sulit diimplementasikan karena variabelnya

terlalu kompleks dimana semua dimensi Manajemen SDM dimasukkan, sedangkan

bentuk dan jenis data per dimensi bisa bervariasi. Selain itu, model yang diajukan

sifatnya hipotetis, yakni dihasilkan melalui kajian literatur yang terbatas.

Beberapa peneliti lain menyoroti revitalisasi fungsi masjid, seperti

revitalisasi di bidang ekonomi dan pemberdayaan masyarakat41 42 43 serta

41Robiatul Auliyah, “Studi Fenomenologi Peranan Manajemen Masjid At-Taqwa Dalam

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Bangkalan”, Jurnal Studi Manajemen, Vol. 8, No. 1 (2014),

74.

42Dalmeri, “Revitalisasi Fungsi Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Dan Dakwah Multikultural”,

Walisongo, Vol. 22, No. 2 (2014), 321.

43Ahmad, Hasbullah, “Revitalisasi Masjid Produktif (Realita Konstruktif Pemakmuran Masjid di

(40)

revitalisasi fungsi dakwah444546. Seluruh penelitian ini menyoroti aspek pentingnya

menghidupkan kembali fungsi-fungsi masjid tersebut. Tidak ada yang menyoroti

rekrutmen SDM sebagai kunci keberhasilan revitalisasi tersebut. Penelitian lain

yang mendekati adalah Hentika (et.al.) tentang peningkatan fungsi masjid Al-Falah

melalui reformasi administrasi. Kesimpulannya adalah Masjid Al-Falah

meningkatkan fungsi masjid salah satunya melalui rekrutmen pengurus dan

meningkatkan kapasitas pengurus dengan pelatihan dan studi banding.47

Dari seluruh uraian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian tentang

model rekrutmen SDM pengurus masjid belum dijumpai, khususnya yang

melakukan penelitian lapangan untuk menarik konsep rekrutmen pengurus masjid.

Di sinilah kekosongan yang berusaha diisi oleh penelitian ini.

44Abdul Basit, “STRATEGI PENGEMBANGAN MASJID BAGI GENERASI MUDA”,

KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 2, 2009.

45Robby H. Abror, “Rethinking Muhammadiyah: Masjid, Teologi Dakwah Dan Tauhid Sosial

(Perspektif Filsafat Dakwah)”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 6, No. 19 (2012), 53.

46Muchammad Eka Mahmud & Zamroni, “Peran Masjid Dalam Pengembangan Pendidikan

Agama Berwawasan Multikultural Pada Masyarakat”, FENOMENA, Vol. 6 No. 1 (2014), 155.

47Niko P. Hentika, Suryadi, M. Rozikin, “Meningkatkan Fungsi Masjid Melalui Reformasi

(41)

BAB III

DESKRIPSI MASJID AL-ABROR DAN AL-FALAH SURABAYA

A. Masjid Al-Abror Surabaya

1. Sekilas Profil

Masjid Al-Abror lebih dikenal sebagai Masjid Al-Abror Simolawang

Surabaya. Masjid ini adalah salah satu masjid bersejarah di Surabaya, yang berada

di tengah padatnya pemukiman warga di Jalan Simolawang IV Surabaya. Awalnya

hanya berupa surau kecil yang menurut sesepuh setempat berdiri sekitar tahun

1890, dengan diprakarsai oleh ulama serta tokoh-tokoh setempat di antaranya K.H.

Yatim (Sido Kapasan), H. Zen Royyan (Simolawang), K.H. Dimyati (Simolawang),

K.H. Ali (Simolawang) serta Kyai Sugiman (seorang ulama asal Semarang yang

sebelumnya merantau ke berbagai penjuru nusantara).48

Semakin banyaknya warga yang peduli dengan syiar agama, banyak

warga yang mewakafkan tanahnya untuk perluasan masjid Al-Abror.

Pengembangan pembangunannya dimulai tahun 1952 hingga tahun 1977.

Pembiayaan proyek pengembangan bangunan tersebut melalui partisipasi jama’ah

serta sumbangan dari masyarakat. Pembangunan ini diiringi dengan pembangunan

rohani masyarakat setempat. Hal ini ditandai dengan hadirnya para ulama

kharismatik Jawa Timur yang secara rutin memberikan tausiyah di Masjid

(42)

Abror, seperti K.H. Thahir Syamsuddin, K.H. Mujib Ridwan, K.H. Abdussomad

Bukhari, dan lain sebagainya.49

Pada tahun 1964 Masjid Al-Abror mendirikan radio yang dinamakan

Radio Menara III. Tujuannya adalah agar pengajian yang diisi oleh para ulama

tersebut dapat tersyi’ar lebih luas lagi, termasuk bagi masyarakat di luar lingkungan

Masjid Al-Abror. Sejak itu, radio ini telah dinikmati oleh masyarakat di berbagai

kota seperti Madura, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Bangil, dan lain-lain. Pada

tahun 2011, pengurus mengembangkan aplikasi android Radio Menara III sehingga

syi’ar dakwahnya dapat diikuti hingga ke luar negeri. Selain Radio Menara III,

Masjid Al-Abror juga mengembangkan berbagai program, meliputi kajian rutin

setiap ba’da maghrib dan ba’da subuh, pendidikan TPA, majalah Syi’ar, pelatihan

jurnalistik, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.50

Sebagai bentuk pertanggungjawaban pengurus masjid Al-Abror

Simolawang Surabaya, salah astunya adalah menjaga legitimasi keberadaan masjid

Al-Abror Simolawang Surabaya sebagai tempat ibadah dan/atau kegiatan

keagamaan umat Islam, serta rumah wakaf yang dimiliki oleh masjid Al-Abror

Simolawang Surabaya, maka dibentuklah Yayasan Masjid Al-Abror Simolawang

Surabaya. Dengan adanya pengakuan hukum yang dimiliki, akan meminimalisir

hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.5152

49 Ibid., 3.

50 Choirul Anwar, Wawancara, Surabaya, 3 Maret 2017. 51 Ibid., 8.

(43)

2. Tujuan Masjid Al-Abror

Masjid Al-Abror memiliki visi yaitu “Membangun dan meningkatkan

fungsi masjid bagi pemberdayaan persatuan ummat serta sebagai pusat

kemakmuran masjid menuju kebangkitan Islam yang kaffah”. Sedangkan misinya

antara lain:53

a. Mengelola organisasi dan administrasi masjid.

b. Menyelenggarakan kegiatan peribadatan dan dakwah demi tersebarnya

syiar Islam dan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin dan

moderat dalam kehidupan ummat Islam.

c. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan pelayanan yang modern,

profesional dan islami dalam rangka pembangunan karakter umat, demi

meningkatnya kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual umat

secara terpadu.

d. Membangun suatu sistem pembinaan yang mampu menghasilkan

intelektual muslim yang berakhlaqul karimah, dan sanggup menghadapi

tantangan zaman.

e. Ikut serta mengantarkan dan mengembangkan masyarakat menuju

terwujudnya masyarakat informasi yang Islami.

f. Mengembangkan dan menjalin kerjasama potensi kreatif untuk menuju

kebangkitan peradaban yang Islami.

(44)

3. Struktur Organisasi dan Pengurus

Susunan pengurus pada periode 2011-2016 terdiri dari:54

a. Penasehat : K. H. Drs. A. Syatibi

b. Ketua I : Drs. H. Sofwan Ishaq, M.M.

c. Ketua II : H. Abu Amar Latief

d. Sekretaris I : Drs. Efendi Kusuma

e. Sekretaris II : Abdur Roqib, S.E.

f. Bendahara I : Sucipto

g. Bendahara II : Khusnul Efendi

h. Seksi-seksi

Sedangkan susunan pengurus untuk periode 2017-2022 adalah:5556

a. Pembina : H. Shofwan Ishaq

H. Rudi Kusdinarto

H. Fajar Budiarto

b. Pengawas : H. M. Toha

H. Zainal Arifin

H. Abu Amar

c. Ketua : H. Imam Nashir

d. Wakil Ketua : H. Afandi

e. Sekretaris I : Abdur Roqib, S.E.

54 Ibid., 34.

(45)

f. Sekretaris II : Efendi Kusuma

g. Bendahara I : H. Sucipto

h. Bendahara II : Khusnul Efendi

i. Seksi-seksi :

1) Dakwah : Ardi Ahmad

2) Infokom : Choirul Anwar

3) Sosial : M. Syafiudin

4) Pemberdayaan

Perempuan : Umi Uzaimah

5) Usaha : M. Harun

4. Ikatan Kerja Pengurus

Pengurus Yayasan Masjid Al-Abror memiliki masa bakti 5 tahun dalam

satu periode. Seluruh pengurus bekerja sifatnya murni sukarela (voluntary), bukan

tenaga yang dipekerjakan secara profesional (tidak ada kontrak kerja, tidak

mendapat gaji, dan sejenisnya). Adapun subyek yang mendapatkan insentif

bukanlah pengurus yayasan masjid, melainkan tenaga kebersihan, penjaga masjid,

serta petugas siaran radio Menara III.57

5. Rekrutmen Pengurus

Pengurus Yayasan Masjid Al-Abror periode 2017-2021 berasal dari

subyek lama (telah menjadi pengurus periode sebelumnya) dan subyek baru (baru

(46)

menjadi pengurus periode ini). Yang menjadi narasumber penelitian ini antara lain

Bapak H. Afandi (narasumber 1, selaku Wakil Ketua Yayasan, sebelumnya Ketua

Takmir), Bapak Choirul Anwar (narasumber 2, selaku Divisi Infokom) dan Bapak

Abdur Roqib (narasumber 3, selaku Sekretaris Yayasan, sebelumnya adalah Remas

dan Sekretaris Takmir). Bapak Abdur Roqib dan Bapak Choirul Anwar ikut

menjadi pengurus diawali oleh ajakan H. Afandi. Semua pengurus adalah jama’ah

nahdliyin.5859

Narasumber 1 adalah warga asli Simolawang. Beliau sudah cukup lama

aktif dan terlibat dalam kepengurusan Masjid Al-Abror bahkan sebelum

kepengurusan berbentuk Yayasan. Pada periode pertama (2011-2016) narasumber

1 menempati posisi sebagai Takmir atau Divisi Dakwah. pada periode kedua

(2017-2011) beliau menempati posisi sebagai Wakil Ketua Yayasan. Posisinya sebagai

Takmir digantikan oleh Bapak Ardi.60

Sebelum organisasi masjid berbentuk Yayasan, kepengurusan dipilih

melalui mekanisme pemilihan langsung oleh jamaah. Menurut beliau cara ini tidak

efektif, karena akan memunculkan persoalan seperti: Siapa yang punya hak pilih?

Siapa yang akan dipilih? Dampaknya, orang memilih siapa yang disukai, meskipun

belum tentu memiliki kemampuan yang memadai. Akibat lebih jauh, orang yang

terpilih ini bisa jadi aktif sekali dua kali, setelah itu tidak aktif lagi. Oleh karena itu,

diusulkan bentuk organisasinya menjadi Yayasan, sehingga pemilihan pengurus

(47)

ditentukan oleh Pembina yayasan. Dengan demikian yang dipilih adalah

orang-orang yang memang memiliki kemampuan sesuai bidang masing-masing.61

Sebelumnya seperti ada pandangan bahwa yang menjadi takmir atau

pengurus masjid haruslah orang yang setiap hari datang ke masjid, sholat jamaah,

kepribadian sabar dan damai. Ini artinya, pengurus juga selayaknya dari kalangan

warga di sekitar masjid. Tapi beliau menilai bahwa orang dengan karakter tersebut

belum tentu mampu mengelola dan menjalankan kegiatan masjid secara

keseluruhan. Menurut beliau yang dibutuhkan adalah orang yang memiliki

kemampuan. Jika yang menjadi pengurus sudah dibatasi harus dari orang-orang

yang setiap hari jamaah, maka tidak bisa luas cakupannya atau pilihannya untuk

mencari orang yang memiliki kemampuan yang memadai.62

Oleh karena itu, orang yang menjadi pengurus masjid tidak harus yang

setiap hari datang, ikut sholat jamaah 5 waktu, dan sejenisnya. Untuk pekerjaan

yang bersifat rutin, ini bisa diurusi oleh marbot atau petugas yang memang ditugasi

untuk itu, misalnya pekerjaan seperti membuka-menutup gerbang masjid,

mengkoordinasi sholat 5 waktu, menyiapkan forum pengajian, mendampingi ustadz

pengisi pengajian, dan lain-lain. Di periode sebelumnya ada namanya Pak Matraji

yang bisa menangani semua tugas-tugas tersebut seorang diri. Jika itu yang

dimaksudkan sebagai ketua takmir, maka sudah dapat ditangani oleh Pak Matraji

sendiri. Menurut narasumber 1, yang dibutuhkan untuk mengembangkan masjid

61 Ibid.

(48)

tentunya lebih dari itu. Harus ada orang yang memikirkan pengelolaan secara

makro, pengembangan program, ide-ide yang inovatif dan kreatif dan sebagainya.

Kalau tidak dibatasi hanya warga sekitar atau yang ikut jama’ah setiap hari, maka

cakupannya bisa lebih luas.63

Memang ada konsekwensinya ketika pengurus tidak setiap hari datang

ke masjid. Seperti saat narasumber 1 masih menjadi takmir, beliau tidak dapat

setiap hari ikut sholat jamaah di masjid. Ini memunculkan pertanyaan di kalangan

jamaah. Melihat hal ini, beliau dapat memaklumi karena kebanyakan orang

memang masih memiliki pandangan bahwa pengurus masjid haruslah rutin ikut

sholat jamaah. Meski demikian, beliau tetap bergerak aktif dalam menjalankan

program sesuai dengan yang direncanakan, dan setiap ada persoalan selalu

dipecahkan hingga tuntas. Setelah melihat perkembangan program masjid, serta

dengan pengertian yang diberikan terus menerus, perlahan-lahan pengurus dan

jamaah bisa menerima.64

Selama ini narasumber 1 adalah subyek yang aktif melakukan

pemetaan, pendekatan serta penawaran pada orang-orang yang dipandang memiliki

potensi untuk menjadi pengurus Masjid Al-Abror. Menurut beliau, ada empat hal

utama yang diperlukan dalam kepengurusan masjid: (a) Orang yang mau keluar

uang; (b) Orang yang kreatif—memiliki banyak ide-ide baru; (c) Orang yang

memiliki pengalaman organisasi; (d) Orang yang bisa menggunakan teknologi

63 Ibid.

(49)

informasi, media sosial, dan sejenisnya. Jika dalam kepengurusan masjid ada

orang-orang yang memiliki kualifikasi tersebut, maka insya Allah kepengurusan masjid

akan bisa berjalan aktif. Saat ini, menurut beliau, kepengurusan Masjid Al-Abror

telah diisi oleh orang-orang yang demikian. Ada orang yang kreatif, ada orang yang

memiliki banyak pengalaman organisasi, ada orang yang pekerjaannya cukup

mapan dan mau keluar uang untuk masjid, serta ada pula orang yang mampu

menggunakan teknologi informasi. Di situ pula letak tantangan atau kesulitan dalam

mengajak/merekrut orang. Yakni mengenali apa yang disukai atau diminatinya,

sehingga dapat disesuaikan dengan pekerjaan/tugas-tugas yang ada di

kepengurusan masjid. Jika sudah ketemu apa yang disukai, biasanya akan mudah

untuk klik dan jalan terus di kepengurusan.65

Narasumber 1 pernah berhasil mengajak (almarhum) Bapak Solikhin

bergabung menjadi pengurus masjid, dengan ditempatkan di bagian Divisi

Infokom. Bapak Solikhin—yang merupakan tetangga satu kampung—memiliki

minat di bidang teknologi informasi. Beliau melihat Bapak Solikhin setiap pulang

kerja, untuk menyalurkan stres atau penat setelah bekerja, menghabiskan waktu

untuk streaming radio serta otak-atik program komputer. Hal ini diamati oleh H.

Affndi, sehingga beliau berpandangan bahwa orang ini memiliki potensi untuk

mengembangkan Radio Menara III. Lalu diajaklah bergabung menjadi pengurus

Al-Abror dan mengembangkan program siaran radio tersebut.66

65 Ibid.

(50)

Dalam mengajaknya, beliau langsung menyampaikan secara personal

tawaran untuk ikut membantu di masjid, dan Bapak Solikhin bersedia. Berdasarkan

data dari narasumber 2, Bapak Solikhin sendiri memiliki keinginan yang kuat untuk

mengembangkan Radio Menara III karena ingin melestarikan peninggalan para

sesepuh masjid ini (para pendiri dan pengurus terdahulu). Di tangan Bapak

Solikhin, Radio Menara III tidak hanya sekedar rutin siaran, melainkan juga

berhasil memiliki aplikasi program Streaming Radio Menara III yang dapat

diunduh di Google PlayStore. Aplikasi ini memungkinkan orang dari berbagai

belahan dunia untuk mengikuti siaran Radio Menara III. Hingga saat ini, pendengar

Radio Menara III tersebar sampai ke Malaysia, Hong Kong, dan sebagainya.67

Hal lain yang juga berperan penting dalam rekrutmen orang menjadi

pengurus masjid adalah nama atau reputasi masjid itu sendiri. Jika masjid memiliki

reputasi yang bagus, nama yang baik di mata masyarakat, orang akan menghormati.

Masjid Al-Abror sendiri sudah memiliki itu. contohnya jika narasumber 1 kebetulan

ikut jamaah di masjid lain, bahkan di masjid luar kota sekalipun, kemudian

berkenalan dengan pengurus setempat dan menyampaikan bahwa beliau dari

Al-Abror Simolawang, orang biasanya mengira beliau adalah anak kyai/ustadz. Hal ini

karena bagi banyak kalangan khususnya orang tua, nama Masjid Al-Abror

Simolawang sudah sangat dikenal, terutama dari siaran Radio Menara III. Ini juga

membantu dalam proses rekrutmen orang karena orang sudah tahu nama dan

reputasi masjidnya, sekalipun orang tersebut bukan warga di sekitar daerah

Gambar

Tabel 4.1. Matrix Rekrutmen Pengurus Masjid Al-Abror
Tabel 4.2. Matrix Rekrutmen Pengurus Masjid Al-Falah
Tabel 4.3. Matrix Perbandingan Rekrutmen Pengurus Masjid Al-Abror dan Masjid Al-Falah

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini ditemukan data bahwa Budaya Organisasi Kemasjidan (Studi Kasus Budaya Organisasi Masjid Al-Akbar Surabaya) adalah: elemen budaya Idealistik di

Hasil dari penulisan ini menunjukkan bahwa manajemen program dakwah Jaringan Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (JPRMI) Pengurus Wilayah DKI Jakarta sudah berjalan dengan baik

Kemudian yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah dimana strategi dakwah guna memakmurkan masjid Jami Al-Anwar ini belum dapat optimal dalam pelaksanaan

Pengelolaan di laksanakan Pengurus Masjid Al- Mukhlasin secara transparan dan profesional. Untuk itu, Masjid Al-Mukhlasin membentuk struktur organisasi mengenai tugas dan

tentunya memiliki sebuah manfaat yaitu salah satunya adalah untuk merawat dan menjaga bangunan masjid dan lainnya bisa tetap berdiri dengan kokoh dan juga melindungi

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep, penyusunan dan pelaksanaan sistem pengendalian internal (SPI) serta audit keuangan di Yayasan Masjid Al Falah

Dalam konteks organisasi sosial, SDM atau orang yang bekerja bagi organisasi juga ada yang sifatnya relawan ( volunteer ). Pynes, HRM for Public &

Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya ini telah menerapkan budaya organisasi pada umunya. Hal ini terbukti dengan adanya budaya pola komunikasi, budaya organisasi,