KEEFEKTIFAN PEM TERHADAP KEM
DASAR PAD SED
Diajuk untu guna M
PROGRAM JURU
FA UNIVE
i
PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA BOLA W KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARN PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI
SEDANG KELAS III SDLB DI SLB NEGERI 1 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Erlina Budi Astuti NIM 11103241014
GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKLUTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JUNI 2015
v MOTTO
“Pengetahuan tak punya makna jika Anda tidak mempraktikannya” (Anton Chekhov)
vi
PERSEMBAHAN
vii
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA BOLA WARNA TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA
DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SDLB DI
SLB N 1 YOGYAKARTA
Oleh Erlina Budi Astuti NIM 11103241014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan pendekatan Single Subject Research (SSR). Desain yang digunakan dalam penelitian ini ialah A-B-A. Subjek penelitian yaitu seorang siswa tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB. Pengumpulan data menggunakan metode tes dan metode observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Komponen yang dianalisis yaitu analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi.
Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis data dalam kondisi pada penelitian ini menunjukkan kecenderungan arah yang meningkat pada fase intervensi dan Baseline II. Perubahan level pada analisis dalam kondisi juga menunjukkan perubahan yang membaik pada fase intervensi (+50%) dan perubahan yang stabil pada fase Baseline II (=0%), selain itu analisis antar kondisi juga menunjukkan perubahan yang membaik pada fase intervensi dan fase Baseline II dibandingkan pada fase Baseline I. Perubahan level fase baseline I dibandingkan fase intervensi sebesar (=0%), pada fase intervensi dibandingkan fase baseline II sebesar (=0%), sedangkan pada fase baseline I dibanding baseline II sebesar (+50%). Data yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media bola warna efektif dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta. Keefektifan pembelajaran dengan media bola warna ditandai dengan adanya peningkatan persentase keberhasilan subjek dalam melakukan tes kemampuan memahami konsep warna dasar pada fase intervensi dan Baseline II (A’).
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Keefektifan Media Bola Warna Terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Pada Anak Tunagrahirta Kategori Sedang Kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta” yang disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada program Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan ulur tangan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kami samaikan kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan studi dari awal studi sampai dengan terselesaikannya Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberika ijin penelitian.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa beserta Ibu dan Bapak dosen jurusan Pendidikan Luar Biasa, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sekaligus memberikan bimbingan dan motivasi kepada kami selama mengikuti studi.
ix
memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat membantu dalam pembuatan Tugas Akhir Skripsi ini.
5. Ibu Nurdayati Praptiningrum, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat membantu dalam pembuatan Tugas Akhir Skripsi ini.
6. Kepala SLB N I Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian, pengarahan, dan kemudahan, agar penelitian serta penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.
7. Ibu Aris, S.Pd., selaku koordinasi pelaksanaan penelitian di SLB N I Yogyakarta yang telah memberikan pengarahan, dan kemudahan agar penelitian serta penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.
8. Ibu Setyawati, S.Pd., selaku guru kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta yang membantu penulis dalam melakukan penelitian.
9. Seluruh Guru dan Karyawan SLB N I Yogyakarta atas dukungan dan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
10.Siswa kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta yang telah membantu penulis selama penelitian.
11.Bapak, Ibu dan saudara yang selalu memberikan doa serta dukungan selama masa kuliah hingga terselesaikannya Tugas Akhir Skripsi ini.
12.Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan motivasi untuk tetap semangat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.
x
Semoga segala bantuan dan partisipasi yang diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Oleh karena itu, apa bila ibu-bapak membaca skripsi ini, dengan rendah hati kami mengharapkan petunjuk, koreksi, kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya atas petunjuk, koreksi, kritik, dan saran dari pembaca, kami ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Amin
Wassalamualaikum wr. Wb.
xi DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ………... i
PERSETUJUAN ………... ii
SURAT PERNYATAAN . ……….. iii
PENGESAHAN ………... iv
MOTTO ……… v
PERSEMBAHAN ……… vi
ABSTRAK ……… vii
KATA PENGANTAR ………. viii
DAFTAR ISI ……… xi
DAFTAR TABEL ……… xiv
DAFTAR GAMBAR ………...……… xvi
DAFTAR BAGAN ………... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1
B. Identifikasi Masalah ……… 6
C. Batasan Masalah ……….. 6
D. Rumusan Masalah ……… 7
E. Tujuan Penelitian ………. 7
F. Manfaat Penelitian ………... 7
G. Batasan Istilah ……….. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 11
1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 11
2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 12
B. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar ……….. 14
1. Pengertian Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar …….. 14
xii
C. Media Pembelajaran ……….………... 18
1. Pengertian Media Pembelajaran ……….…... 18
2. Ciri- ciri Media Pembelajaran ……….….. 20
3. Fungsi Media Pembelajaran .………. 20
4. Klasifikasi Media Pembelajaran ………..………….. 22
5. Kriteria Media Pembelajaran .……… 24
D. Pembelajaran dengan Media Bola Warna ………….……….. 25
1. Pengertian Pembelajaran ………... 25
2. Pengertian Media Bola Warna ………... 26
3. Karakteristik Media Bola Warna ………... 27
4. Pengertian Pembelajaran dengan Media Bola Warna …………... 28
5. Alasan Pemilihan Media Bola Warna ………... 29
E. Keefektifan ……… 30
1. Pengertian Keefektifan ……….. 30
2. Keefektifan Media Bola Warna ………. 31
E. Hasil Penelitian Yang Relevan ……… 32
F. Kerangka Pikir ……….……… 33
G. Hipotesis ……….. 36
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……….. 37
B. Desain Penelitian ………. 38
C. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 43
D. Setting Penelitian ………. 43
E. Subyek Penelitian ……… 44
F. Variabel Penelitian ……….. 45
G. Teknik Pengumpulan Data ……….. 45
1. Observasi ………... 46
2. Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna ……… 46
H. Pengembangan Instrumen ……… 47
xiii
2. Instrumen Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna ………... 49
I. Uji Validitas ………. 49
J. Teknik Analisis Data ………... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 56
B. Deskripsi Subjek Penelitian ……….. 58
C. Deskripsi Data Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar …….. 60
1. Deskripsi Baseline-1 (kemampuan awal sebelum dilakukan intervensi) ……… 60
2. Deskripsi pelaksanaan intervensi (saat pemberian tresatment) ... 64
3. Deskripsi Baseline-2 (kemampuan akhir tanpa treatmen) ……….. 81
D. Analisis Data ………... 87
E. Pembahasan Penelitian ………. 93
F. Keterbatasan Penelitian ………. 98
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... 100
B. Saran ………. 101
DAFTAR PUSTAKA ………..……… 102
xiv DAFAR TABEL
hal Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian …………...………. 43 Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi Penggunaan Media Bola Warna
terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Pada Sesi Intervensi………... 48 Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Tes Kemampuan Memahami Konsep
Warna Dasar ... 50 Tabel 4. Pedoman Penilaian ... 53 Tabel 5. Hasil Baseline-1 Kemampuan Memahami Konsep Warna
Dasar ………. 63
Tabel 6. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-1 ... 67 Tabel 7. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-2 ... 69 Tabel 8. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-3 ... 71 Tabel 9. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-4 ... 73 Tabel 10. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-5 ... 74 Tabel 11. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-6 ... 75 Tabel 12. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-7 ... 77 Tabel 13. Data Kesalahan Subjek dalam Tes Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar pada Fase Intervensi ... 78 Tabel 14. Data Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar
pada Fase Baseline-1 dan Intervensi ... 79 Tabel 15. Hasil Baseline-2 Kemampuan Memahami Konsep Warna
Dasar ………. 84
xv
pada Fase Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 (A’) ... 86 Tabel 18. Data Hasil Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar
pada Fase Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 ... 88 Tabel 19. Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi Dengan
Aspek Memahami Konsep Warna Dasar ... 90 Tabel 20. Rangkuman Hasil Analisis Visual Antar Kondisi Dengan
xvi
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-1... 63 Gambar 2. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna
Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1... 64 Gambar 3. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar Pada Fase Intervensi (B) ... 78 Gambar 4. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna
Dasar Subjek Pada Fase Intervensi (B) ... 78 Gambar 5. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-1 (A) dan
Intervensi (B) ……… 80
Gambar 6. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A) dan Intervensi (B) 80 Gambar 7. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-2 (A’) ... 84 Gambar 8. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna
Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A’) ... 85 Gambar 9. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami
Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-1 (A), Intervensi dan Baseline-2 (A’) ... 86 Gambar 10. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna
Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A’), Intervensi (B), dan Baseline-2 (A’) ... ... 87 Gambar 11. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna
xvii
DAFTAR BAGAN
hal
Bagan 1. Rangka Pikir Penelitian ………... 35
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Instrumen Tes Kemampuan Memahami konsep Warna Dasar ... 107
Lampiran 2. Panduan Observasi Penggunaan Media Bola Warna Terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Pada Sesi Intervensi ……….. 108
Lampiran 3. Panduan Observasi Pencatatan Kejadian (Menghitung Frekuensi) ……….. 111
Lampiran 4. Hasil Observasi Penggunaan Media Bola Warna Terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Pada Sesi Intervensi ……….. 112
Lampran 5. Hasil Tes Kemampuan Memahami konsep Warna Dasar . 133
Lampiran 6. Hasil Observasi Pencatatan Kejadian (Menghitung Frekuensi) …... 159
Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 166
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Presentase Keberhasilan Data Fase Baseline I, Intervensi, Baseline II ………. 170
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Komponen-komponen Analisis Data Fase Baseline-I, Intervensi, Baseline II …..………... 174
Lampiran 10. Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 180
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan bukan hanya hak untuk anak normal saja, tetapi juga anak
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari beberapa jenis.
Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus ialah anak tunagrahita.
Tunagrahita merupakan kondisi yang komplek, yang menunjukkan
kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku
adaptif (Endang Rochyadi & Zaenal Alimin, 2005: 12). Rendahnya intelektual
anak tunagrahita, menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam melakukan
berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, terutama aktivitas yang melibatkan
kemampuan berfikir. Anak tunagrahita ini diklasifikasikan berdasarkan
intelegensinya antara lain keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Penelitian
ini lebih berfokus pada anak tunagrahita kategori sedang.
Anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang memiliki gejala
klinis dan usia sebelum lima tahun sudah menampakkan keterlambatannya
atau ketunaannya. Karaktristik anak tunagrahita kategori sedang antara lain
tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akadamik, dalam perkembangan
bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita kategori ringan, akan tetapi
pada umumnya proses belajar dapat dilakukan secara membeo. Selain itu juga
dapat diketahui bahwa anak tunagrahita kategori sedang tidak dapat
memperhatikan sesuatu hal dengan serius dan waktu lama, serta dalam hal
2
Mengingat kemampuan yang dimiliki oleh anak maka perlu adanya
perhatian khusus pada anak tunagrahita kategori sedang. Hal ini selaras
dengan fungsi utama pendidikan bahwa pengembangan potensi siswa
diberikan seoptimal mungkin. Walaupun kemampuan yang dimiliki anak
tunagrahita kategori sedang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sulit
berfikir abstrak, dan daya ingat yang lemah, namun masih memiliki
kemampuan yang dapat dikembangan untuk kehidupan sehari-hari seperti
halnya pembelajaran IPS tentang warna dasar.
Kecakapan pembelajaran IPS khususnya dalam konsep warna dasar
yang perlu diajarkan anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB C1
dilakukan agar pembelajaran dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu dikarena dalam kehidupan sehari-hari banyak benda-benda yang
berwarna-warni sehingga pembelajaran konsep warna perlu diajarkan agar
dapat mendukung aktivitas anak sehari-hari. Warna merupakan sesuatu yang
memiliki unsur visual sehingga dalam pemahaman konsep warna dasar
peneliti menggunakan media benda-benda asli dan menarik agar pembelajaran
konsep warna dapat diterima dan bermanfaat.
Berdasarkan hasil wawancara guru kelas III SDLB C1 di SLB N 1
Yogyakarta, dalam pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan KTSP
karena implementasi kurikulum 2013 terletak di kelas I, IV, dan VII.
Pembelajaran mengenal warna dasar pada mata pelajaran IPS kelas II SDLB
C1 semester 1 yang dikemukakan dalam Badan Standar Nasional Pendidikan
3
Biasa Tunagrahita Sedang (2006: 94), bahwa standar kompetensi tersebut
berisi tentang memahami konsep warna dan kompetensi dasarnya ialah
mengenal warna dasar.
Menurut hasil pengamatan di SLB N 1 Yogyakarta, di ketahui bahwa
dalam proses pembelajaran jarang mengajarkan konsep warna. Pembelajaran
konsep warna sesekali diajarkan menggunakan media gambar. Akan tetapi
pembelajaran tersebut membuat anak mudah bosan karena media gambar
sering digunakan dalam proses pembelajaran. Ketika anak sudah merasa bosan
anak bersembunyi di bawah meja dan guru membiarkan perilaku itu. Hal itu
dikarenakan anak ingin melakukan kegiatan dengan kemauannya sendiri.
Selain media gambar di dalam ruang kelas juga terdapat beberapa media yang
lain. Media tersebut antara lain media bola warna, puzzle, dan balok-balok
kayu. Penggunaan media tersebut belum digunakan secara optimal dan
bervariatif. Misalnya pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan bola
warna, pembelajaran hanya menggunakan 2 bola yang berwarna merah dan
biru.
Hasil pengamatan diketahui bahwa anak tunagrahita kategori sedang
kelas III SDLB C1 masih mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep
warna dasar. Siswa sudah mampu untuk menyamakan warna atau
mengelompokkan warna yang sesuai akan tetapi masih kesulitan untuk
mengidentifikasi warna sesuai yang ditunjukkan oleh guru. Hal itu terbukti
ketika siswa diminta untuk menyebutkan benda warna merah yang
4
ketika guru menunjukkan benda-benda yang lain dengan berbagai warna siswa
selalu menyebutkannya dengan warna yang lain.
Mengingat kondisi dan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka
penulis tertarik untuk meneliti tentang keefektifan pembelajaran dengan media
bola warna dalam pemahaman konsep warna dasar pada anak tunagrahita
kategori sedang. Media bola warna merupakan benda yang berbentuk bulat,
mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai berat dan warna, serta dapat
digunakan untuk pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan kognitif
khususnya dalam memahami konsep warna dasar. Hal itu selaras dengan
pernyataan Nurul Khotimah (2013: 3) bahwa media bola berwarna adalah
sebuah pengembangan dari sebuah alat media benda sebenarnya atau nyata
yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan kognitif. Alasan
pembelajaran dengan media bola warna untuk anak tunagrahita kategori
sedang antara lain: karena media bola warna mudah di dapat, tidak
membahayakan peserta didik, mudah digunakan, sebagian besar peserta didik
sudah mengenal bola warna, menarik, dapat digunakan dengan teknik
bermain, dan dengan media bola warna anak dapat memperoleh pengalaman
belajar secara langsung, yaitu dengan anak dapat melihat langsung benda yang
divisualisasikan sehingga anak dapat mudah untuk memahami konsep warna
dasar.
Bola warna yang merupakan benda asli tersebut digunakan agar anak
dapat langsung memegang benda yang sedang dihadapi, maksudnya adalah
5
yang akan ditemukan pada kehidupan sehari-harinya. Sehingga dengan
pembelajaran ini anak dapat memperoleh pengalaman secara langsung, dan
anak dapat memahami konsep warna dasar yang menarik dan menyenangkan
serta dapat diambil manfaatnya bagi anak tunagrahita kategori sedang karena
pembelajaran yang diperoleh berupa pembelajaran yang bersifat nyata.
Pembelajaran dengan media bola warna untuk anak tunagrahita kategori
sedang tersebut difokuskan pada bagian materi dan latihan. Penyajian materi
dilakukan sebanyak 7 kali pertemuan. Hal itu bertujuan agar anak tunagrahita
kategori sedang dapat menyerap informasi yang dilakukan secara
berulang-ulang. Langkah yang dilakukan dalam penyampaian materi pembelajaran
dengan media bola warna menggunakan beberapa tahapan diantaranya tahap
mengenalkan, membedakan, menyebutkan dan mengklasifikasikan. Sehingga
dengan penyajian materi yang melibatkan indra penglihatan dan pendengaran
diharapkan dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran dengan media bola
warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak
tunagrahita kategori sedang.
Sesuai pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan
media bola warna diasumsikan efektif serta dapat meningkatkan kemampuan
memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang. Hal itu
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurul Khotimah
(2013) yang meneliti tentang media bola warna untuk meningkatkan
kemampuan kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan dengan judul
6
Bilangan Melalui Media Bola Warna Pada Kelompok A TK Kartika IV-53
Desa Kudujambar Kecamatan Kudu Jombang" menunjukkan hasil bahwa
media yang digunakan dapat meningkatkan kemampuan kognitif dalam
mengenal lambang bilangan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami
konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di
SLB N 1 Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat di identifikasi
permasalahan yang berkenaan dengan fokus penelitian, yaitu:
1. Anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta
masih mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep warna dasar.
2. Anak tunagrahita kategori sedang dalam proses pembelajaran belum
dilatih secara optimal untuk mengenal konsep warna dasar.
3. Guru belum menggunakan media secara optimal dalam proses
pembelajaran konsep warna di SLB N 1 Yogyakarta.
4. Media bola warna yang digunakan guru terbatas dan kurang bervariatif.
C. Batasan Masalah
Mengingat agar masalah yang akan diteliti tidak terlalu luas, maka
7
penggunaan media bola warna dalam pembelajran yang belum digunakan
secara optimal dalam proses pemahaman konsep warna dasar di SLB N 1
Yogyakarta serta media bola warna yang digunakan terbatas dan kurang
bervariatif.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan di atas, maka rumusan masalah utama yang harus
dijawab dalam peneliti ini adalah: “ Apakah pembelajaran dengan media bola
warna efektif untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep warna
dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N 1
Yogyakarta?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran
dengan media bola warna untuk meningkatkan kemampuan memahami
konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N
1 Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat dan kegunaan
sebagai berikut:
1. Teoritis
8
terutama dalam pembelajaran dengan media bola warna untuk
meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.
2. Praktis
a. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk lebih
mengembangkan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus, terutama bagi anak tunagrahita kategori sedang dalam
meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan guru
dalam penggunaan dan pengoptimalisasian media pembelajaran yang
digunakan, dalam usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran bagi
anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1
Yogyakarta, khususnya dalam meningkatkan kemampuan memahami
konsep warna dasar.
c. Bagi siswa
Hasil penelitian ini dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan
memahami konsep warna dasar sehingga dapat berguna dalam
kehidupan sehari-harinya.
G. Batasan Istilah
Penelitian menggunakan definisi oprasional yaitu Media Pembelajaran
9 Biasa.
1. Anak Tunagrahita kategori Sedang
Anak tunagrahita kategori sedang ialah anak yang memiliki gejala klinis
dan pada usia sebelum lima tahun sudah menampakkan keterlambatannya
atau ketunaannya (Mumpuniarti,2003: 24). Anak tunagrahita kategori
sedang adalah anak yang mengalami kelemahan dalam memahami konsep
warna dan ketika pembelajaran anak mudah bosan. Anak tunagrahita
kategori sedang dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDLB C1 di
SLB N 1 Yogyakarta.
2. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar
Warna merupakan sesuatu yang memiliki unsur visual yang sangat penting
dan memberikan kesan pemisah atau penekanan untuk membangun suatu
keterpaduan (Azhar Arsyad, 2006: 112-113). Warna dasar merupakan
kemampuan mengenal warna primer. Warna primer merupakan warna
dasar yang tidak bersatu dengan warna-warna yang lain (Dwi Oktasesa,
dkk, 2013: 599). Warna yang termasuk dalam golongan primer yaitu
warna merah, kuning, dan biru. Kemampuan memahami konsep warna
dasar merupakan kemampuan anak tunagrahita kategori sedang dalam
mengenal, menunjukkan, menyebutkan dan mengidentifikasi warna
primer. Warna primer yang akan di identifikasi mencakup warna merah,
10
3. Keefektifan Pembelajaran dengan Media Bola Warna
Keefektifan berkenaan dengan hasil yang akan dicapai (Syaiful Bahri &
Aswan Zain, 2006: 130). Sesuai pernyataan tersebut pembelajaran dengan
media bola warna dapat dikatakan efektif dalam penelitian ini apabila
frekuensi kesalahan anak dalam memahami konsep warna dasar lebih
sedikit dan persentase keberhasilan anak dalam memahami konsep warna
dasar lebih banyak dibandingkan dengan sebelum diberikan media bola
warna. Media bola warna termasuk media benda asli atau benda nyata.
Media benda asli atau benda nyata merupakan benda tanpa perubahan
untuk menyalurkan pesan secara langsung oleh panca indra dengan cara
melihat, mengamati dan memegangnya secara langsung tanpa alat bantu
yaitu benda-benda riil yang dipakai manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Alasan menggunakan media bola warna antara lain media bola warna
mudah di dapat, harganya terjangkau, tidak membahayakan peserta didik,
mudah digunakan, menarik dan dengan media bola warna anak dapat
memperoleh pengalaman belajar secara langsung. Media bola warna
diharapkan dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Media Bola
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang
1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang
Anak tunagrahita dikenal sebagai anak yang memiliki
keterbelakangan mental. Bandi Delphie (2006: 2-3) mengungkapkan
bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan, kemampuan, yang memiliki hambatan dalam proses
pembelajaran yang disebabkan karena adanya keterlambatan dalam
proses perkembangan intelegensi, mental, emosi, fisik, dan sosial
sehingga memerlukan suatu metode pembelajaran yang bersifat khusus.
AAMR (Hallahan, Kaufman & Paige, 2009: 147) menyatakan,
“Mental retardation is a dissability characterized by significant
limitation both in intellectual functioning and in adaptive behavior as
expressed in conseptual, social, and practical adaptive skills. This
dissability originates before age 18.” Maksud dari pernyataan tersebut
adalah anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata
dibandingkan tingkat intelektual pada umumnya, yang disertai dengan
kelainan dari perilaku adaptif yang dapat terlihat selama periode
perkembangan anak.
Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi anak tunagrahita
kategori sedang. Anak Tunagrahita kategori sedang adalah anak yang
12
dan masih dapat dilatih keterampilan untuk menolong diri sendiri,
penyesuaian sosial dalam kehidupan tetangga serta dapat melakukan
pekerjaan sederhana di tempat kerja terlindungi (sheltered workshop)
(Maria J. Wantah, 2007:18). Ditambahkan pendapat Mumpuniarti (2003:
24) bahwa anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang memiliki
gejala klinis dan pada usia sebelum lima tahun sudah menampakkan
keterlambatan atau ketunaannya.
Sutjihati (2007: 107) mengemukakan bahwa anak tunagrahita
sedang disebut juga imbesil, kelompok ini memiliki 51-36 pada skala
Binet dan 54-40 menurut skala WISC. Pendapat lain mengenai anak
tunagrahita kategori sedang menurut Muhamad Efendi (2006: 90)
adalah anak yang hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri
melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living).
Berdasarkan dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa anak tunagrahita kategori sedang adalah golongan anak yang
memiliki gejala klinis dan IQ di bawah rata-rata, yang masih memiliki
potensi untuk dikembangkan dalam bidang akademik maupun non
akademik, akan tetapi dalam pendidikan perlu bimbingan dan pelayanan
khusus.
2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang
Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang banyak
dikemukaan oleh beberapa ahli dan masing-masing memiliki kesamaan.
13
(2007: 25) terdapat beberapa aspek-aspek individu diantaranya sebagai
berikut:
a. Secara fisik anak tunagrahita sedang lebih menampakkan kecacatannya dan koordinasi motorik pada anak tunagrahita sedang lemah sekali, baik koordinasi motorik halus maupun motorik kasar.
b. Secara psikis anak tunagrahita sedang tidak mempunyai inisiatif, nampak bersifat kekanak-kanakan, sering melamun atau sebaliknya hiperaktif.
c. Dalam aspek sosial anak tunagrahita sedang banyak diantaranya yang memiliki sikap sosial kurang baik, rasa etisnya, tidak mempunyai rasa terima kasih, tidak mempunyai rasa belas kasihan, dan tidak mempunyai rasa keadilan.
d. Dalam bidang akademik rata-rata anak tunagrahita sedang tidak dapat mempelajari pelajaran akademik, pada umumnya anak tunagrahita sedang belajar secara membeo.
Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang adalah secara fisik
sering memiliki atau disertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun
motoris (Sutjihati Soemantri, 2006: 108-117). Menurut Suranto dan
Sudarni (2002: 6-7) menyatakan bahwa karakteristik mental anak
tunagrahita sedang daya asosiasi yang terbatas, cenderung berbuat
sesuatu menurut kebiasaan. Daya ingatnya terbatas sehingga anak
tunagrahita cenderung sering lupa, kemampuan berfikir konkrit, kurang
mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam menjawab pertanyaan,
daya konsentrasinya kurang, kemampuan dalam penalaran dan
presepsinya rendah.
Berdasarkan uraian tentang karakteristik anak tunagrahita di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita kategori
sedang diantaranya adalah anak memiliki kecerdasan di bawah rata-rata,
14
kurang mampu mengkoordinasikan gerakan tubuh, gerakan kaku dan
tidak dapat berkonsentrasi atau cepat bosan masih memiliki potensi yang
dapat dikembangkan pada bidang keterampilan mengurus diri sendiri
yang bersifat rutinitas.
B. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar
1. Pengertian Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar
Kemampuan merupakan sesuatu kesanggupan, kecakapan atau
kekuatan untuk melakukan sesuatu. Charies E Jhonsons (Cece Wijaya,
1991: 56) mengemukakan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang
rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Sesuai pernyataan tersebut dapat diketahui
bahwa kemampuan merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang
untuk menyelesaikan sesuatu, dalam hal ini seseorang hendaknya
mempunyai pemahaman tentang apa yang akan di selesaikan.
Pemahaman adalah menguasai sesuatu dengan pikiran, oleh
karena itu dalam belajar harus mengerti secara mental dan filosofi,
maksudnya dapat mengimplementasikan dalam suatu aplikasi
pembelajaran sehingga dapat menyebabkan siswa dalam memahami
sesuatu situasi (Sardiman, 2001: 41). Pemahaman dapat dibedakan
menjadi 3 kategori menurut Nana Sujana (2006: 24) yaitu: a)
terjemahan, b) interprestasi, c) ekstrapolasi. Terjemahan yaitu
15
Contoh simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar.
Interprestasi adalah menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol baik
dalam simbol verbal maupun non- verbal. Ekstrapolasi yaitu melihat
kecenderungan arah kelanjutan dari suatu temuan.
Syaiful Sagala (2010: 71) mengungkapkan bahwa konsep adalah
buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan
dalam definisi sehingga melahirkan suatu pengetahuan yang meliputi
prinsip, hukum dan teori. Rosser (Syaiful Sagala, 2010: 73)
mengemukakan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili
suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep
pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini ialah warna
dasar.
Warna merupakan suatu unsur visual yang sangat penting tetapi
dalam penggunaannya perlu kehati-hatian. Hal ini dikarenakan bahwa
warna digunakan untuk memberikan kesan pemisah atau penekanan
untuk membangun suatu keterpaduan (Azhar Arsyad, 2006: 112-113).
Warna dasar merupakan warna primer. Seperti yang dikemukakan oleh
Ahmad Hidayat (Dwi Oktasesa,dkk, 2013: 599) bahwa warna dasar
merupakan warna murni yang belum tercampur dengan warna lain.
Warna primer mencakup warna merah, kuning dan biru.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
16
dimiliki oleh anak dalam mengenal, membedakan, menyebutkan dan
mengklasifikasikan warna dasar serta dapat mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Warna dasar yang di maksud ialah
mencakup warna merah, kuning dan biru. Akan tetapi
kemampuan-kemampuan yang diperlukan itu dapat diperoleh melalui proses yang
panjang. Sebelum sampai pada tingkat mampu memahami konsep
warna, siswa hendaknya harus memulai tingkat awal, tingkat permulaan,
mulai dari mengenal warna dasar. Pernyataan tersebut selaras dengan
pendapat Slamet Suyono (2005: 193-194) bahwa kegiatan mengenal
warna dimulai dari mengenal, membedakan, menyebutkan dan
mengklasifikasikan berbagai warna benda serta warna pola.
2. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Anak Tunagrahita
Kategori Sedang
Kemampuan merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang
untuk menyelesaikan sesuatu, dalam hal ini seseorang hendaknya
mempunyai pemahaman tentang apa yang akan di selesaikan. Namun,
kemampuan yang dimiliki seseorang itu berbeda-beda, seperti halnya
kemampuan anak tunagrahita kategori sedang. Kemampuan anak
tunagrahita kategori sedang termasuk kelompok hambatan mental yang
kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah hambatan mental
ringan. Kemampuan anak tuagrahita kategori sedang masih mampu
untuk dioptimalkan, diantaranya ialah kemampuan dalam bidang
17 (Mumpuniarti, 2007: 25).
Uraian di atas dapat diketahui bahwa kemampuan anak
tunagrahita kategori sedang dalam bidang keterampilan akademis
sederhana perlu dioptimalkan, salah satunya ialah kemampuan dalam
memahami konsep warna dasar. Kemampuan memahami warna dasar
perlu di berikan kepada anak tunagrahita kategori sedang. Hal itu
dikarenakan kemampuan memahami konsep warna dasar dapat
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak
tunagrahita kategori sedang dapat diperoleh dari hasil belajar konsep
warna dasar. Proses belajar memahami konsep warna dasar dapat
dilakukan dengan cara mengenal, membedakan, menyebutkan, dan
mengklasifikasikan warna dasar sesuai yang di instruksikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa taksonomi hasil
belajar yang diharapkan dari proses belajar adalah hasil belajar kognitif,
afektif dan psikomotor (Benjamin Bloom dalam Santrock, 2009:
425-427). Hasil belajar di bidang kognitif dalam konsep warna dasar
diharapkan anak dapat memahami dan mengingat warna dasar. Hasil
belajar di bidang afektif yang diharapkan ialah anak dapat membedakan
warna dasar dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan hasil belajar di
bidang psikomotor ialah anak dapat menunjukkan warna dasar dengan
18 C. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Salah satu komponen yang paling penting dalam proses belajar
adalah media. Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara
harfiah berarti ‘tengah’, ‘peratara’, atau ‘pengantar’ (Azhar Arsyad,
2006: 3). Selain itu menurut Arif S. Sadiman, dkk. (2005: 7) Media
adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual
serta peralatannya.
Penggunaan media dalam berbagai disiplin ilmu sangat penting.
Terdapat beberapa pendapat menurut para ahli mengenai definisi media
untuk proses belajar. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang
terjadinya proses belajar pada si pembelajar atau siswa (Zainal Aqib,
2014: 50).
Cecep Kustandi & Bambng Sutjipto (2013: 8-9) mengemukakan
bahwa media pembelajaran adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan
proses belajar mengajar. Mengingat banyaknya bentuk-bentuk media
tersebut, maka guru harus dapat memilikinya dengan ceramah, sehingga
dapat digunakan dengan tepat. Selain itu, Yudi Munadi (2013: 7-8)
menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara
terencana sehinggga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana
19 efektif.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa media
untuk proses belajar merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan
pesan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan
si belajar sehigga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang
disengaja, mempunyai tujuan dan terkendali.
2. Ciri-ciri Media Pembelajaran
Ciri-ciri media pembelajaran dapat dilihat berdasarkan
kemampuannya dalam membangkitkan rangsang pada indra pengihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Ciri-ciri umum
media pembelajaran secara singkat menurut Yosfan Azwandi (2007:
90-91) adalah sebagai berikut:
a. Media pendidikan dikenal sebagai hardware atau perangkat keras.
b. Media pendidikan dikenal sebagai software atau perangkat lunak.
c. Media pendidikan ditekankan pada media visual dan media audio.
d. Media pendidikan sebagai alat bantu pada proses pembelajaran.
e. Media pendidikan digunakan untuk melakukan komunikasi dan
intraksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
f. Media pendidikan dapat digunakan bersama-sama maupun
perorangan.
g. Media pendidikan dapat diterapkan dalam bentuk sikap, perbuatan,
20
Selain itu, Gerlach & Ely (Azhar Arsyad, 2006: 12-14)
mengemukakan ciri-ciri media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Ciri fiksatif (Fixative Property), merupakan alat yang dapat
menggambarkan kemampuan media dalam merekam, menyimpan,
melestarikan dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.
b. Ciri manipulatif (Manipulative Property), merupakan kemampuan
media dalam mentransformasi suatu kejadian atau objek untuk
mengatasi ruang dan waktu.
c. Ciri distributif (Distributive Property), merupakan suatu
kemampuan yang digunakan untuk memungkinkan objek atau
kejadian untuk ditransportasikan melalui ruang bahkan secara
bersama kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah siswa dengan
stimulasi pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui ciri-ciri media
yang digunakan untuk proses belajar yaitu bahwa media yang digunakan
dalam proses belajar dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui
panca indra. Sehingga pembuatan media perlu dilakukan dengan
semenarik mungkin pada warna dan bentuknya, disesuaikan dengan
materi yang akan disampaikan dan tidak terlepas dari kemampuan guru
dalam menggunakan media.
3. Fungsi Media Pembelajaran
Media sangat berfungsi dalam proses belajar. Hal itu dikarenakan
21
proses belajar karena media merupakan sarana yang digunakan untuk
meningkatkan proses kegiatan belajar mengajar (Cecep Kustandi &
Bambang Sutjipto, 2013: 8). Menurut Yusfan Azwandi (2007: 95-96)
mengemukakan bahwa fungsi media pembelajaran ialah sebagai berikut:
a. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat memperjelas
penyajian pesan dan informasi sehingga akan memperlancar dan
meningkatkan hasil belajar.
b. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat meningkatkan dan
mengarahkan perhatian siswa, sehingga akan menimbulkan motivasi
belajar dan intraksi secara langsung.
c. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat mengatasi
keterbatasan indra, ruang dan waktu,
d. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat memberikan
kesan secara langsung sehingga siswa memperoleh pengalaman
tentang peristiwa dilingkungan.
Berdasarkan fungsi media yang dikemukakan dapat diketahui
bahwa media yang digunakan dalam proses belajar dapat berfungsi
sebagai perantara untuk menyimpulkan apa yang akan dipelajari selain
itu siswa akan lebih mudah paham, karena siswa akan mempraktekkan
secara langsung. Adanya fungi media yang digunakan tersebut dapat
diketahui manfaat media dalam proses belajar. Manfaat media
pembelajaran menurut Zainal Aqib (2013: 51) diantaranya ialah
22
b. Proses belajar dilakukan lebih jelas dan menarik,
c. Proses belajar lebih melakukan intraksi,
d. Penggunaan waktu dan tenaga lebih efisien,
e. Kualitas hasil belajar lebih meningkat,
f. Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja,
g. Proses belajar dan materi belajar dapat menumbuhkan sikap positif,
h. Peran guru dapat ditingkatkan ke arah positif dan produktif.
Uraian di atas dapat diketahui bahwa media yang digunakan
dalam proses belajar berpengaruh besar terhadap kesuksesan hasil
belajar. Akan tetapi, penggunaan media dalam proses belajar hendaknya
guru memperhatikan beberapa hal, diantaranya: (a) guru harus
mengetahui tujuan belajar yang akan dicapai, (b) mengetahui isi materi
belajar, (c) guru juga harus mengetahui strategi yang akan dilakukan
dalam proses belajar, (d) karakteristik siswa yang disesuaikan dengan
tingkat pengetahuan siswa dan (e) guru hendaknya mempersiapkan
media yang digunakan dalam proses belajar sesuai dengan jumlah siswa
dan kebutuhan siswa. Sehingga dengan beberapa hal tersebut dapat
membuat siswa lebih paham tentang apa yang disampaikan guru dan
proses belajar dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
4. Klasifikasi Media Pembelajaran
Media yang digunakan dalam proses belajar dapat diklasifikasikan
dengan beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Hujair AH Sanaky
23 berikut:
a. Bahan yang mengutamakan kegiatan membaca (misalnya:
menggunakan simbol-simbol kata dan bahan cetakan serta bacaan).
b. Alat-alat audio-visual, alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini
yaitu: media proyeksi (misalnya: overhed projector, slide, film dan
LCD) , media non-proyeksi (misalnya: papan tulis, poster, papan
tempel, kartun, papan planel, komik, bagan, dan lain-lain) dan benda
tiga dimensi (misalnya: benda tiruan, diorama, boneka, topeng, peta,
globe, dan lain-lain).
c. Media yang menggunakan teknik atau masinal (misalnya: slide, film
strif, film rekaman, radio, televisi, vidio, VCD, komputer, internet,
dan lain-lain).
d. Kumpulan benda-benda (material collections) (misalnya:
peninggalan sejarah, dokumentasi, jenis kehidupan, kebudayaan,
agama, perdagangan, dan lain-lain).
e. Contoh kelakuan dan perilaku pengajaran (misalnya: dalam proses
belajar mengajar memberikan contoh perilaku atau suatu perbuatan)
sehingga diketahui bahwa media yang termasuk ini tergantung
dengan inisiatif, rekayasa dan kreasi pengajar.
Media yang digunakan dalam proses belajar menurut Briggs (Arif
S. Sadiman, dkk, 2006: 23) diklasifikasikan menjadi 13 macam media,
yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak,
24
film bingkai, film, televisi, dan gambar. Hal itu selaras dengan pendapat
Gagne (Arif S. Sadiman, dkk, 2006: 23) bahwa media yang digunakan
dalam proses belajar dikelompokkan menjadi 7 macam, yaitu: benda
untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam,
gambar film, film bersuara, dan mesin belajar.
Berdasarkan pernyataan di atas peneliti memilih menggunakan
jenis media tiga dimensi dengan kelompok media benda asli. Benda asli
di pilih oleh peneliti karena termasuk dalam media benda nyata yang
nantinya dalam proses belajar digunakan guru untuk memberi materi
secara langsung sehingga siswa dapat memperoleh info mengenai materi
secara nyata.
5. Kriteria Media Pembelajaran
Setiap jenis media pembelajaran mempunyai karakteristik atau
ciri-ciri tertentu dan masing-masingnya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan media untuk proses belajar, seperti yang dikemukakan oleh
Rayandra Aayhar (2012: 81-82) bahwa kriteria media pembelajaran
yang baik perlu diperhatikan dalam proses pemilihan media yaitu
sebagai berikut:
a. Jelas dan rapi b. Bersih dan menarik c. Cocok dengan sasaran
d. Relevan dengan topik yang diajarkan e. Sesuai dengan tujuan pembelajaran f. Praktis luwes dan tahan
g. Berkualitas baik
25
Pendapat tersebut selaras dengan pernyataan Sujana & Rivai
(Yusfan Aswadi, 2007: 105-106) bahwa dalam memilih media untuk
pembelajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagi berikut:
(a) ketepatan dengan tujuan belajar, (b) mendukung isi bahan ajar, (c)
kemudahan memperoleh media, (d) guru trampil dalam
menggunakannya, (e) waktu untuk menggunakan tersedia.
Kriteria pemilihan media di atas, akan memudahkan guru untuk
memilih media yang akan digunakan agar media tersebut dapat
membantu guru untuk mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar.
Pemilihan media yang digunakan dalam proses belajar diharapkan tidak
mempersulit guru dalam penyampaian materi melainkan dengan media
tersebut diharapkan dapat mempermudah guru untuk menyampaikan
materi dan materi tersebut dapat mudah ditrima oleh siswa. Oleh sebab
itu media pembelajaran digunakan sebagai pelengkap agar dapat
mempertinggi kualitas belajar dan mengajar.
D. Pembelajaran dengan Media Bola Warna
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik pada suatu lingkungan belajar. Wina Sanjaya (2006: 89)
mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses berfikir bahwa
pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk oleh individu
26
pembelajaran berfikir memandang bahwa mengajar bukanlah memindah
pengetahuan dari guru kepada siswa melainkan suatu aktivitas yang
dilakukan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.. Ditambah
pendapat Daryanto (2003: 23) bahwa pembelajaran adalah proses cara
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu perlakuan yang dirancang guru untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Sehingga dapat
diketahui bahwa Tujuan pembelajaran merupakan aspek penting dalam
merencanakan pembelajaran yang memuat suatu pernyataan yang
spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang
diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar
yang diharapkan (Hamzah B. Uno, 2008: 34).
2. Pengertian Media Bola Warna
Media bola warna merupakan segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk mempermudah proses belajar. Bola adalah suatu mainan
yang cukup representatif untuk memuaskan keinginan untuk
bereksplorasi (Maimunah Hasan, 2013: 106).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa bola adalah
mainan yang terbuat dari karet, berbentuk bulat dan cukup
merespresentatif untuk memuaskan keinginan anak untuk bereksplorasi.
Sesuai pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa media bola warna
27
warna dasar, alat tersebut berbentuk bulat dan warna-warni serta dapat
digunakan dengan cara bermain.
3. Karakteristik Media Bola Warna
Bola warna sebagai media yang digunakan dalam proses belajar
konsep warna dasar termasuk dalam kelompok media nyata atau asli. Hal
tersebut dikarenakan bola merupakan benda yang berbentuk bulat,
mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai berat serta warna. Sesuai
pernyataan tersebut media bola warna dapat dikatakan sebagai media
benda asli atau media benda nyata. Selaras dengan pendapat Hujair AH
Sanaky (2013: 127-128) bahwa media benda asli merupakan benda dalam
keadaan sebenarnya dan seutuhnya yang bersifat asli, mempunyai ukuran
besar dan kecil, berat, warna, serta ada kala disertai dengan gerak dan
bunyi.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa media bola
warna memiliki karakteristik tertentu yaitu media bola berbentuk bulat,
mempunyai ukuran besar dan kecil, berat warna dan dapat digunakan
secara bermain. Maka dapat diketahui kelebihan menggunakan media
bola warna. Kelebihan media bola warna menurut Nurul Khotimah (2013:
3) diantaranya adalah (a) mudah didapat, (b) harganya terjangkau, (c)
tidak membahayakan bagi peserta didik, (d) mudah digunakan, (e)
sebagian besar peserta didik sudah mengenal bola warna.
Selain pendapat di atas juga dapat diketahui bahwa dengan
28
konsep warna dasar dengan teknik permainan yang membuat anak tidak
merasa jenuh. Akan tetapi dengan adanya kelebihan tersebut juga dapat
ditarik kesimpulan mengenai kekurangan dari media bola warna yaitu
media bola warna sulit untuk mengontrol hasil belajar karena
konflik-konflik yang mungkin terjadi dengan pekerjaan atau lingkungan kelas dan
dapat menimbulkan bahaya orang lain dalam lingkungan kelas.
4. Pengertian Pembelajaran dengan Media Bola Warna
Pembelajaran merupakan suatu proses perlakuan yang dirancang
guru untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Akan
tetapi, pembelajaran memerlukan suatu alat atau sarana untuk
menyampaikan dan menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses
belajar. Dalam hal ini, alat atau sarana yang digunakan dalam
pembelajaran ialah media bola warna. Sehingga pembelajaran dengan
media bola warna merupakan suatu proses perlakuan yang dilakukan guru
terhadap peserta didik menggunakan alat berupa media bola warna.
Media bola warna yang digunakan dalam pembelajaran memiliki
berbagai tujuan diantaranya untuk mengenal lambang bilangan dan
memahami konsep warna. Adapun langkah-langkah penggunaan media
bola warna menurut Dwi Sunar Prasetyo (2008: 74) antara lain anak
diminta untuk memindahkan bola dengan warna tertentu dari kotak asal
ke kotak lain yang masih kosong. Masing-masing kotak kosong diberi
warna berbeda untuk memudahkan anak mengingat warna sesuai yang di
29
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah penggunaan media
bola warna dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan media bola warna yang akan digunakan (30 bola yang terdiri dari 10 bola warna merah, 10 bola warna kuning, dan 10 bola warna biru)
b. Guru menjelaskan dan mendemonstrasikan cara menggunakan media bola warna
c. Siswa mengambil 1 buah bola warna merah dari kotak asal kemudian memindahkan pada tempat yang sudah disediakan
d. Siswa mengambil 1 buah bola warna kuning dari kota asal kemudian memindahkan pada tempat yang sudah disediakan
e. Dilakukan terus menerus sampai 30 bola dengan 3 warna yang berbeda dapat masuk pada tempat yang sudah disediakan.
5. Alasan Pembelajaran dengan Media Bola Warna
Pemilihan media pembelajaran sangat perlu kehati-hatian karena
media yang digunakan dalam proses belajar dipilih disesuaikan dengan
materi konsep warna dasar dan karakteristik siswa. Seperti yang
dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2010: 4-5) dalam
memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan
kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran c. Kemudahan memperoleh media
d. Keterampilan guru dalam menggunakannya e. Tersedia waktu untuk menggunakannya f. Sesuai dengan taraf berpikir anak
Berdasarkan pendapat di atas tentang alasan pemilihan media
pembelajaran, maka penulis memiliki alasan menggunakan media bola
30
tujuan belajar, (b) dukungan terhadap isi materi belajar, (c) sesuai
dengan taraf berfikir anak, (d) kemudahan memperoleh media, (e)
ketrampilan guru dalam menggunakannya.
Selain kelima alsan penggunaan media bola warna di atas, juga
dapat diketahui tujuan pembelajaran dengan media bola warna dalam
memahami konsep warna dasar yaitu memberikan kesempatan bagi anak
tunagrahita kategori sedang untuk belajar sambil bermain sehingga anak
dapat memuaskan keinginannya untuk bereksplorasi. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Maimunah Hasan (2013: 106) bahwa bola adalah suatu
mainan yang cukup representatif untuk memuaskan keinginan untuk
bereksplorasi.
E. Keefektifan
1. Pengertian keefektifan
Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Syaiful Bahri
Djamarah & Aswan Zain (2006: 130) mengemukakan bahwa “
Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai”. Efektivitas menurut
Hidayat (Holy Sumarina, GP , 2013: 199) adalah “suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah
tercapai”. Selain itu dapat diketahui bahwa efektivitas adalah suatu hasil
yang didapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha
mewujudkan tujuan oprasional (E. Mulyasa dalam Mishadin, 2012: 7).
31
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa keefektifan
merupakan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau
usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Hal itu selaras
dengan pendapat Hantono (2010: 13) bahwa keefektifan akan
menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan.
2. Keefektifan Pembelajaran dengan Media Bola Warna
Keefektifan pembelajaran dengan media bola warna merupakan
suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu
proses pembelajaran. Pembelajaran dengan media bola warna dapat
dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan setelah
pembelajaran. Selain itu setelah pembelajaran siswa memperoleh hasil
pembelajaran yang lebih baik dan menyenangka. Akan tetapi dalam
penentuan kriteria keefektifan perlu memperhatikan tiga kelas variabel.
Ketiga variabel tersebut adalah variabel konteks yang mencakup seluruh
karakteristik konteks aktivitas belajar, variabel proses yang mengacu
pada apa yang sebenarnya berlangsung di dalam kelas, dan variabel
produk yang mengacu pada semua hasil pendidikan yang diinginkan
(Kyriacou, 2011: 16-17).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa media
bola warna dikatakan efektif jika mampu mencapai tujuan instruksional
khusus yang dirumuskan. Dengan demikian efektifitas suatu media bola
32
Penentuan kriteria ini dapat disesuaikan dengan proses belajar ataupun
hasil yang diharapkan.
Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada hasil tes
kemampuan memahami konsep warna dasar setelah mendapatkan
perlakuan. Hasil tes tersebut dapat dilihat dari hasil pre-tes dan post-tes.
Jika hasil post-test presentase keberhasilan siswa dalam kemampuan
memahami konsep warna dasar lebih banyak (baik) dibandingkan hasil
pre-tes maka media tersebut dapat dikatakan efektif.
F. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai warna dasar dan media bola warna sudah
dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen secara relevan. Penilitian yang
dilakukan oleh Dwi Oktasesa, dkk (2013) yang berjudul “Meningkatkan
Kemampuan Mengenal Warna Dasar Bagi Anak Tunagrahita Ringan X
Melalui Permainan Kolase di SLB Perwari Padang”. Dalam hasil penelitian
tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengenal warna
dasar pada anak tunagrahita. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian
yang dilakukan ialah terdapat pada media yang akan digunakan. Media dalam
penelitian tersebut menggunakan permainan kolase sedangkan media yang
digunakan dalam penelitian ini ialah bola warna.
Peneliti lain Nurul Khotimah (2013) yang berjudul “Meningkatkan
Kemampuan Kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan melalui Media
33
Kecamatan Kudu Jombang”. Dalam hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa media bola berwarna dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak
dalam mengenal lambang bilangan pada kelompok A TK Kartika IV-53 Kudu
Jombang.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, telah nampak jelas bahwa
belajar konsep warna dasar perlu diberikan kepada anak tunagrahita dan
media bola berwarna dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan, maka peneliti di sini
bermaksud menerapkan media bola warna untuk meningkatkan kemampuan
memahami konsep warna dasar anak tunagrahita kategori sedang kelas III
SDLB. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui perbedaan penelitian
Nurul Khotimah dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut terdapat pada jenis
penelitian. Jenis penelitian pada penelitian Nurul Khotimah ialah penelitian
tindakan kelas, yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif
anak dalam mengenal lambang bilangan, sedangkan penelitian ini
menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan disain Single Subject
Research (SSR), yang digunakan untuk menguji keefektifan media bola
warna dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.
G. Kerangka Pikir
Anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang kemampuan belajar
dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan
34
dengan memberikan keterampilan- keterampilan sederhana yang mengacu
pada kehidupan sehari-hari.
Anak tunagrahita kategori sedang hendaknya memperoleh pelajaran
yang dapat bermanfaat dalam kemandiriannya dan kehidupan sehari-hari.
Salah satu pelajaran yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari ialah
memahami konsep warna dasar. Kemampuan memahami konsep warna dasar
nantinya akan bermanfaat dalam kehidupan karena dalam kehidupan
sehari-hari banyak dikelilingi benda-benda yang berwarna. Hal inilah yang
menyebabkan perlunya memahami konsep warna dasar yang diajarkan di
sekolah.
Proses belajar konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori
sedang kelas III SDLB sangatlah penting sebab belajar konsep warna dasar
dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran warna dasar
tersebut terdapat dalam Badan Standar Nasional Pendidikan(BNSP) pada
pelajaran IPS kelas II SDLB semester 1. Sehingga dengan melakukan proses
belajar konsep warna dasar di kelas III SDLB diperkirakan anak tunagrahita
kategori sedang mampu memenuhi standar kompetensi dasar tersebut.
Namun, untuk ketercapaiannya perlu adanya media pendukung dalam proses
belajar kemampuan memahami konsep warna dasar.
Melihat permasalahan di atas, peneliti memilih menggunakan media
yang dapat digunakan dengan teknik bermain. Media tersebut ialah media
bola warna yang digunakan peneliti untuk meningkatkan kemampuan anak
35
bola warna merupakan benda yang berbentuk bulat, mempunyai ukuran besar
dan kecil, mempunyai berat serta warna. Sesuai pernyataan tersebut media
bola warna dapat dikatakan sebagai media benda asli atau media benda nyata.
Meskipun dalam proses belajar di sekolah sudah menggunakan media bola
warna, namun bola warna yang digunakan guru terbatas dan kurang
bervariatif. Melihat permasalahan tersebut peneliti memilih menggunakan
bola warna dengan jumlah 30 bola yang terdiri dari 10 bola warna merah, 10
bola warna kuning, dan 10 bola warna biru. Bola warna tersebut terbuat dari
plastik dengan tekstur halus.
Kerangka berfikir di atas dapat disimpulkan diagram kerangka berfikir
sebagai berikut:
Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian
Kemampuan memahami konsep warna dasar rendah
Kemampuan anak tunagrahita kategori sedang dalam memahami konsep warna dasar meninggkat.
Anak tunagrahita kategori sedang
36 H. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di
atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu : “Media bola warna
efektif terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak
37 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian sangat diperlukan dalam suatu kegiatan
penelitian, hal itu dikarenakan untuk memperoleh suatu gambaran tentang
pemecahan masalah yang sedang diteliti agar mencapai tujuan yang
diharapkan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
memperoleh data yang diperlukan dengan melihat hasil atau akibat dari suatu
perlakuan atau treatmen dalam penerapan media bola warna terhadap
kemampuan memahami konsep warna dasar anak tunagrahita kategori sedang
kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.
Sugiyono (2007: 107) metode penelitian eksperimen diartikan sebagai
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Dalam penelitian ini
menggunakan kuasi eksprimen karena akan meneliti keefektifan media bola
warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak
tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta. Dalam
penelitian ini memilih menggunakan pendekatan penelitian Single Subject
Research (SSR).
Single Subject Research (SSR) berarti penelitian dengan subyek
tunggal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nana Syaodih (2006: 209)