• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENEBANGAN KAYU RAKYAT DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI KABUPATEN MOJOKERTO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENEBANGAN KAYU RAKYAT DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI KABUPATEN MOJOKERTO."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENEBANGAN KAYU RAKYAT DAN TATA USAHA KAYU RAKYAT DI

KABUPATEN MOJOKERTO

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Bidang Filsafat Politik Islam

Oleh :

LAILA NURIN NISA’

NIM : E74213137

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Laila Nurin Nisa’, 2017, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2009 Tentang Penebangan Kayu Rakyat dan Tata Usaha Kayu Rakyat di Kabupaten Mojokerto” , Skripsi Program Studi Filsafat Politik Islam Fakultas Ilmu Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Penebangan Kayu, Tata Usaha Kayu, Kayu Rakyat dan Peraturan Daerah

Permasalahan yang dikaji di dalam penelitian ini ada dua yaitu : 1. Implementasi perda nomor 05 Tahun 2009 tentang penebangan kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat di Kabupaten Mojokerto? 2. Pemanfaatan kayu di dalam tata usaha kayu rakyat sebelum dan sesudah adanya Perda Nomor 05 Tahun 2009 ? Skripsi ini menggunakan metode Kualitatif. Menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Model wawancara yang digunakan adalah wawancara berstruktur dan dalam pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil Penelitian ini adalah: Pertama, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2009 sudah berjalan sebagaimana mestinya,masyarakat semakin sadar akan adanya peraturan tentang izin tebang kayu dan cara pemanfaatan kayu. Kedua cara memperoleh perizinan tersebut sdudah sangat mudah dan dapat dijangkau siapapun. Sebagai sebuah sumberdaya, hutan rakyat memberikan banyak manfaat terhadap pemiliknya, baik manfaat secara ekologis maupun secara ekonomis, baik secara material maupun immaterial. Saat ini telah banyak dikembangkan tanaman jati varietas unggul (genjah) seperti jati unggul nusantara, jati emas, jati super dan jati plus perhutani yang diharapkan dapat berproduksi dalam kurun waktu yang relatif singkat dan dapat diperoleh nilai produksi yang cukup menjanjikan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

SAMPUL DALAM... ii

ABSTRAK... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

PENGESAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN... vii

MOTTO... viii

PERSEMBAHAN... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Penelitian Terdahulu...11

F. Metode Penelitian... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 16

2. Pemilihan Lokasi Penelitian... 18

3. Informan Penelitian... 19

4. Tahap-Tahap Penelitian... 19

5. Teknik Pengumpulan Data... 21

(8)

7. Penguji Keabsahan Data... 24

G. Sistematika Pembahasan... 26

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kebijakan Publik... 27

1. Pengertian Menurut Para Ahli... 27

2. Kerangka Kebijakan Publik... 30

3. Proses Kebijakan Publik... 31

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan... 32

B. Penatausahaan Hasil Hutan... 34

1. Pengertian Penatausahaan Hasil Hutan... 34

2. Prinsi-prinsip Penatausahaan Hasil Hutan.. ... 38

BAB III SETTING PENELITIAN A. Deskripsi Umum Subyek Penelitian ... 42

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 42

2. Keadaan Sosial Masyarakat di Kabupaten Mojokerto... 46

a. Keadaan Sosial Pendidikan... 46

b. Keadaan Sosial Budaya... 48

c. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat... 50

3. Kebijakan Pemerintah Tentang Penebangan Kayu Rakyat dan Tata Usaha Kayu Rakyat... 52

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Implementasi Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 05 Tahun 2009 tentang penebangan kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat... 57

1. Bukti Hutan dan Lahan Milik Mayarakat... 58

2. Permasalahan Dalam Pengelolaan Hutan... 61

B. Pemanfaatan kayu di dalam tata usaha kayu rakyat sebelum dan sesudah adanya Perda Nomor 05 Tahun 2009………... 66

1. Produksi Kayu Rakyat... 72

2. Mekanisme Perdagangan Kayu Rakyat... 76

(9)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 89 B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA... 93

LAMPIRAN

(10)

1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Potensi hutan alam sebagai penghasil kayu bagi pembangunan nasional semakin hari semakin menurun, di sisi lain permintaan kayu terutama sebagai bahan baku industri pengolahan kayu makin bertambah. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui pengembangan hutan rakyat. Disamping mempunyai fungsi pendukung lingkungan, konservasi tanah dan perlindungan tata air, hutan rakyat atau lahan-lahan lain diluar kawasan hutan juga mempunyai kontribusi yang cukup besar, dalam upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu yang dihasilkan dari luar kawasan hutan milik negara.1

Sebagai sebuah sumberdaya, hutan rakyat memberikan banyak manfaat terhadap pemiliknya, baik manfaat secara ekologis maupun secara ekonomis, baik secara material maupun immaterial. Beberapa manfaat atau keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh hutan rakyat kepada pemiliknya adalah: 1. Keuntungan ekologis, yaitu pemanfaatan sumberdaya alam lebih efisien, 2. Keuntungan ekonomi, yaitu keanekaragaman hayati dan peningkatan volume produksi, 3. Keuntungan psikologis, yaitu perubahan cara produksi tradisional lebih mudah diterima dari pada sistem usaha tani monokultur, 4. Keuntungan politis, yaitu memberikan pelayanan sosial yang baik kepada masyarakat sekaligus sebagai keamanan hutan negara dan penyerobotan lahan.2

1

Indriyanto, Pengantar Budi Daya Hutan (Jakarta: Bumi Aksara,2008), 4

2

San Afri Awang, Politik Kehutanan Masyarakat (Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta,2003), 16.

(11)

2

Daerah Mojokerto merupakan kawasan yang banyak terdapat hutan dan mayoritas masyarakat di wilayah tersebut bermata pencaharian sebagai pengrajin kayu, kayu yang Mereka pergunakan untuk bahan baku industry mereka di ambil dari kawasan hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang diperuntukkan untuk rakyat, rakyat dapat membuka lahan dan menanaminya serta mengambil hasil dari aktifitas mereka tersebut. Namun, banyak masyarakat yang kurang menyadari akan bahaya yang timbul akibat melakukan pembukaan lahan jika tidak di tanami kembali. Akibatnya adalah beberapa wilayah hutan menjadi gundul, daerah resapan air menjadi berkurang, resiko terjadi longsor semakin besar apabila intensitas hujan terjadi terus menerus.

Alam semesta merupakan karunia yang paling besar terhadap manusia, untuk itu Allah Swt menuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan harus terus dijaga. Akan tetapi pada kenyataannya banyak terjadi kerusakan. Rosulullah S.a.w. memerintahkan untuk menanam kembali apa yang rusak dari hutan yang telah ditebang dan dirusak. Rosulullah sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu perbuatan yang terpuji. Didalam Al-Qur’an dijelaskan untuk tidak membuat kerusakan yang ada di bumi.

Surat Al-A’raf ayat 56

ال سْفتيفا ْ ْْ ا ْع حَْصإا عْ ًفْ خ ًع ط ا ۚا إات ْح ا ّا ي قا ما ي س ْح ْ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan

dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS: Al-A'raf Ayat: 56).3

Sesungguhnya Allah telah melarang mahluknya untuk berbuat kerudakan di muka bumi ini. Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah

3

(12)

3

dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak dan dibinasakan. Hanya saja ada sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak sesuatu yang berupa materi atau benda, melainkan juga berupa sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut sering kali mereka menganggap diri mereka sebagai kaum yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang berbuat kerusakan di muka bumi.

Dari Abdullah bin Hubsyiy r.a. Telah bersabda :

ا(ا:ام س ا ْي عاّاى صاّا ا ْ س ا قا قا ِيشْ حا ْ اّا ْ عا ْ ع

hadits tersebut Abu Daud mengartikan bahwa hadits itu termasuk hadits mukhtashor yakni : Barang siapa menebang pohon di padang tandus (yang lapang) dan menggantinya (pohon tersebut) orang yang berjalan dan menyembunyikan atau membuat kelucuan (bermain-main) dan menganiayayanya tanpa menggunakan kebenaran, sesungguhnya disitu terdapat kerendahan (orang tersebut) di mata Allah, dan kelak kepalanya akan di masukan ke dalam

neraka.”4

Hadits diatas menjelaskan tentang penebangan liar yang mana perbuatan tersebut akan mendapat kehinaan dengan kepala seseorang yang menebang pohon tanpa mempedulikan kelestarian pohon itu akan di masukan ke dalam neraka. Adapun pohon yang dimaksud adalah

4

Husein Insyauqiazmi, “Hadits Tentang Pelestarian Lingkungan”,

(13)

4

pohon bidara sebuah pohon yang meneduhkan di daerah padang pasir sehingga orang yang menebangnya baik untuk lahan bermain dan yang lainnya akan di masukan ke dalam neraka kepalanya.

Mengingat bahwa kayu rakyat adalah hasil hutan yang diperoleh dari lahan milik sendiri, maka pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan sepenuhnya menjadi hak pemilik, sedangkan fungsi pemerintah dalam hal ini hanya melakukan pembinaan untuk menjamin kelestarian hutan dan melindungi kelancaran peredaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan. Dalam upaya menjamin kelestarian hutan rakyat, maka pengaturan atau penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat menjadi satu hal penting yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu untuk kelancaran serta ketertiban dalam pengelolaan dan pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat dipandang perlu dibuatkan suatu dasar acuan atau petunjuk pelaksanaannya. 5

Dengan membuka lahan tersebut masyarakat menggunakan cara membakar kayu-kayu tersebut lalu setelah lahan tersebut dirasa layak untuk ditanami kembali, maka masyarakat akan menanaminya kembali. Akibat dari pembakaran tersebut asap yang di timbulkan sangat mengganggu aktifitas masyarakat di sekitas wilayah hutan. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 5 Tahun 2009 tentang ijin tebang kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat dijelaskan bahwa, hutan adalah suatu lahan bertumbuhnya pohon-pohon yang secara keseluruhan yang merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.6

Sebagaimana dijelaskan diatas, dalam Perda ini disebutkan beberapa jenis kayu yang ada seperti sengon, karet, acasia, asam kandis, durian, surian, jabon, gemelina, ketapang, kulit manis,

5

John G Haygreen dan Jim Bowyer, Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu (Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 1993),46

6

(14)

5

makadamia, mindi, petai, puspa, sungkai, wadang, wangkal, kemiri, kedoyo/kedu dan winong

.

7

Tata usaha kayu rakyat adalah suatu tatanan dalam bentuk pencatatan, penerbitan dokumen dan pelaporan yang meliputi kegiatan penebangan, pengukuran, pengangkutan dan peredaran hasil kayu rakyat. Dengan adanya Perda tersebut diharapkan agar dapat : a. Membedakan antara kayu rakyat dengan kayu hutan; b. Meningkatkan rasa aman masyarakat; c. Menciptakan tata usaha perkayuan yang tertib, lancar, efisien dan bertanggung jawab; d. Untuk pengendalian penebangan kayu.

Pada kenyataannya, pemanfaatan hutan produksi masih belum optimal. Hasil hutan yang menjadi target, baru sampai pada bagaimana hutan tersebut mampu memproduksi kayu yang berkualitas dengan volume yang cukup tinggi, sehingga manfaat- manfaat lain secara ekologis serta jasa yang dapat diperoleh dari hutan belum sepenuhnya digali. Banyaknya kasus seperti penyerobotan lahan hutan, kebakaran hutan, illegal logging serta tindak perusakan hutan lainnya, merupakan suatu indikasi bahwa sebetulnya banyak pihak yang ingin mengambil manfaat dari keberadaan hutan tersebut. Salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan yang selama ini justru termarginalisasi.8

Sasarannya adalah : 1 Pengamanan terhadap berbagai kepentingan negara, seperti kelestarian hutan, melindungi hak-hak negara atas hasil hutan di hutan rakyat. 2 Menciptakan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat yang tertib, lancar, efisien dan bertanggung jawab. 3 Termonitornya informasi kualitatif dan kuantitatif mengenai kayu rakyat sebagai bahan untuk menyusun kebijakan lebih lanjut. 9 Ruang Lingkup penelitian pemanfaatan hasil hutan di hutan

7

Indriyanto, Pengantar Budi Daya Hutan (Jakarta: Bumi Aksara,2008), 8

8

Keraf A Sonny, Etika Lingkungan (Jakarta: Kompas,2002), 4

9

(15)

6

rakyat meliputi semua hasil hutan berupa kayu yang berasal dan diproduksi dari luar kawasan hutan seperti hutan milik, hutan rakyat, tegalan, kebun atau kawasan perkebunan.

Mayarakat Kabupaten Mojokerto mayoritas sebagai petani, namun, terdapat beberapa industry besar yang sebagian diantaranya adalah meubel. Yang bahan bakunya diambil dari hutan di wilayah Kabupaten Mojokerto. Masyarakat menggunakan fasilitas yang diberikan oleh perhutani dengan dimudahkan dalam pembuatan perizinannya, sehingga masyarakat yang dulu enggan mengurus surat perizinan sekarang menjadi lebih sadar akan kewajiban mereka sebagai masyarakat yang baik dengan mematuhi aturan yang berlaku, berbeda dengan jaman dahulu, masyarakat belum sadar akan adanya pengurusan perizinan, mereka menjarah kayu-kayu di hutan dengan bebasnya karena menganggap kayu hutan adalah untuk rakyat dan milik rakyat. Sehingga, akibatnya adalah, hutan-hutan produksi di wilayah Kabupaten Mojokerto habis atau tandus dan kayu–kayu yang menjadi tumbuhan mayoritas di wilayah hutan tersebut sudah sangat berkurang jumlahnya.

(16)

7

Hutan rakyat sebagai alternatif untuk mengatasi masalah lahan kritis dan meningkatkan pendapatan masyarakat, dalam pengelolaannya masih dilakukan secara sederhana dan belum memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi yang menguntungkan sehingga manfaat yang diperoleh belum optimal karena lebih mengandalkan faktor alam dengan teknik budidaya yang minim serta kurang memperhatikan kelestarian hasil.

Fungsi hutan rakyat ada 3 (tiga), yaitu : a. Fungsi Konservasi, b. Fungsi Lindung, dan c. Fungsi Produksi. Sedangkan pemanfaatan hutan rakyat yang berfungsi produksi dapat berupa : a. Pemanfaatan hasil hutan kayu, b. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan c. Pemanfaatan jasa lingkungan. Adapun tujuan kajian ini, adalah : 1 Dengan dibuatkannya petunjuk pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat diharapkan adanya keseragaman dalam pemanfaatan hasil hutan rakyat. 2 Terselanggaranya penatausahaan hasil hutan rakyat yang sederhana, tertib, lancar sesuai dengan perkembangan otonomi daerah. 10

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Implementasi Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 5 Tahun 2009 tentang penebangan kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat ?

2. Bagaimanakah pemanfaatan kayu di dalam tata usaha kayu rakyat sebelum dan sesudah adanya Perda Nomor 05 Tahun 2009 di daerah Pacet Kabupaten Mojokerto ?

C. Tujuan Penelitian

1. Agar dapat menganalisis tentang Implementasi Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 5 Tahun 2009 tentang penebangan kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat

10

(17)

8

2. Agar dapat menganalisis tentang pemanfaatan kayu di dalam tata usaha kayu rakyat sebelum dan sesudah adanya Perda Nomor 05 Tahun 2009 di daerah Pacet Kabupaten Mojokerto

D. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Diharapkan dalam penelitian ini dapat menghasilkan sebuah pemahaman tentang bagaimana kebijakan peraturan daerah kota Mojokerto nomor 05 tahun 2009 tentang penebangan kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat . Agar tidak terjadi banyak penyalahgunaan, serta kelestarian hutan tetap terjaga dengan baik. Hutan selayaknya di jaga kelestariannya untuk menjamin kelangsungan hidup makhluk hidup. Karena dengan terjaganya hutan dengan baik maka hutan akan melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti menjadi daerah resapan air, tempat tinggal para satwa dan juga sumber pangan serta bahan baku industri untuk kelangsungan hidup manusia.

b. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan bagi penulis di bidang lingkungan dan pengelolaan hasil hutan. 2. Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang kebijakan peraturan daerah kota

Mojokerto nomor 05 tahun 2009 tentang penebangan kayu rakyat dan tata usaha kayu rakyat

(18)

9

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurwatin mahasiswa S1 Universitas Negeri Surabaya Fakultas Ilmu Sosial, yang berjudul “Dampak Pembalakan Liar Hutan Jati Terhadap

Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro”.11

Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa Penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat belum secara rinci diatur dalam perundang-undangan. Dan juga prosedur / tata cara pemanfaatan hasil hutan di hutan rakyat belum jelas. Serta Hutan rakyat mempunyai fungsi yang penting bagi pembangunan nasional akan tetapi belum tertata dengan baik. Dan hasil hutan rakyat mempunyai potensi dan kontribusi yang besar dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu di Indonesia. Keterkaitan anatara hasil penelitian tersebut ialah. Bahwa dalam proposal ini dijelaskan tentang bagaimana implementasi dari pemanfaatan kayu di hutan serta bagaimana pemanfaatan hasil hutannya terhadap pembangunana nasional dan masyarakat.

Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Amrizal Yusri mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2011, yang berjudul “ Perubahan penutupan lahan dan analisis faktor penyebab perambahan kawasan taman nasional gunung ciremai12. Dalam penelitian ini dijelaskan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 mengenai perubahan fungsi hutan lindung dan hutan produksi pada kelompok Hutan Gunung Ciremai seluas + 15500 ha terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka Provinsi Jawa Barat menjadi taman nasional.

11

Siti Nurwatin, “Dampak Pembalakan Liar Hutan Jati Terhadap Perekonomian Masyarakat di Kecamatan

Kedungadem Bojonegoro”, http://sitinurwatin.blogspot.co.id/2010/03/proposal-skripsi.html/ (sabtu, 24 Desember 2016, 17.00 wib)

12Amrizal Yusri, “

(19)

10

Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan kawasan konservasi yang berfungsi sebagai kawasan pelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, daerah resapan air bagi kawasan dibawahnya dan beberapa sungai penting di Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Cirebon serta sumber beberapa mata air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat, pertanian, perikanan, suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan industri. Pada saat status kawasan masih hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani, masyarakat diperbolehkan menggarap kawasan dengan adanya sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dengan pola tumpang sari. Kegiatan tumpang sari oleh masyarakat cenderung mengkonversi lahan hutan yang tidak terkendali sehingga dapat menyebabkan perluasan lahan kritis, berkurangnya tutupan lahan serta menghilangnya fungsi lindung dan konservasi kawasan.

Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Syamria Dhinata dengan judul “Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove”pada Tahun 2013.13Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pada dasarnya ekosistem hutan bakau merupakan sumber daya alam (natural resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat, mengingat hutan bakau mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan yang sudah cukup berkembang. Luas hutan bakau (manggrove) di permukaan bumi ini tidak akan bertambah bahkan akan semakin punah oleh karena desakan manusia disertai dengan kebutuhan yang semakin bertambah.

Secara khusus luas hutan bakau negara Indonesia pada 1982 diperkirakan 4.255.011 ha (Bina Program Departemen Kehutanan 1982), yang dirujukkan sebagai dasar pengelolaan ekosistem mangrove periode 1982-1993. Dan 1993 diperkirakan luasnya menjadi 3.765.250 ha. Jadi selama 11 tahun (1982-1993) ada penurunan

13Syamria Dhinata, “Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove”,

(20)

11

sebesar 11.3% atau 1%/ tahun, sementara itu pada tahun 2005 diperkirakan setidaknya 50 persen atau lebih kurang 2,1 juta hektar dari sekitar 4,2 juta hektar kawasan hutan bakau di Indonesia kini dalam keadaan rusak, bahkan hancur.

Keempat, Penelitian yang dilakukan oleh Siti Zulaifah mahasiswi Universitas

Diponegoro Semarang pada tahun 2006 dengan judul “Pemanfaatan sumberdaya bersama

masyarakat untuk pengembangan kawasan hutan regaloh di kabupaten Pati Jawa Tengah”

14

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. (Undang- undang Republik Indonesia No.41/Kpt–II/1999 tentang Kehutanan). Definisi lain, menjelaskan bahwa hutan adalah areal yang cukup luas dengan tanah beserta segala isinya yang di dalamnya tumbuh berbagai jenis pohon bersama- sama organisme lain, nabati maupun hewani, yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat- manfaat lain secara lestari (Bab I Pasal 1 Keputusan Menteri Kehutanan No.70/Kpt –II /2001).

Menurut fungsinya, hutan mempunyai fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan yang mempunyai fungsi konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Sedangkan

14Siti Zulaifah, “

(21)

12

yang dimaksud dengan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (Undang-undang RI No.41 Bab I pasal 1 tentang Kehutanan).

Maksud dari hasil hutan dapat berupa kayu maupun non kayu. Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda- beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Mendasarkan pada karakteristik khusus pada hutan tersebut manusia dapat memanfaatkan sumberdaya hutan yang terkandung di dalamnya, terutama pada kawasan hutan produksi. Pemanfaatan hutan ini bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri (Pasal 15 PP No.34/2002). Pada kenyataannya, pemanfaatan hutan produksi masih belum optimal. Hasil hutan yang menjadi target, baru sampai pada bagaimana hutan tersebut mampu memproduksi kayu yang berkualitas dengan volume yang cukup tinggi, sehingga manfaat- manfaat lain secara ekologis serta jasa yang dapat diperoleh dari hutan belum sepenuhnya digali.

(22)

13

Kelima, Penelitian yang dilakukan oleh Dhedi Irawanto mahasiswa FISIP UNAIR

dengan judul “Konstruksi pengelolaan sumberdaya hutan multistakeholder di Kabupaten

Jombang” 15

yang berisi Pembangunan sektor kehutanan di Kabupaten Jombang masih menjadikan permasalahan lahan kritis sebagai perhatian utama. Hingga tahun 2011 luasan lahan kritis yang mencapai 46.067,208 Ha atau sekitar 42% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Jombang.

Angka tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan luas lahan kritis pada periode 2003 – 2008 yang mencapai 57.067,366 ha (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jombang, 2009).

Permasalahan lain yang menjadi sorotan adalah menurunnya jumlah luasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani. Selama kurun waktu 2002 –2007 luas hutan negara mencapai 19.651,6 ha dan berkurang hingga 16.798,3 ha pada tahun 2008 –2010. Dan pada tahun 2011 luas hutan negara di Kabupaten Jombang menjadi 16.787 ha. Hal tersebut berdampak pada turunnya produksi kayu hutan dimana pada tahun 2009 produksi kayu mencapai 7.571 m3 menjadi 3.572 m3 di tahun 2010 dan terus merosot hingga 1.023 m3 di tahun 2011 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, 2012).

Di Kabupaten Jombang keberadaan hutan rakyat semakin terdesak oleh semakin meluasnya lahan untuk komoditi tebu. Di Kecamatan Wonosalam, yang merupakan daerah hulu dan berstatuskan daerah rawan bencana melalui Keputusan Bupati Jombang Nomor 188/31/415.12/2006 tentang Penetapan Keadaan Bahaya Wilayah Terkena Bencana di Kecamatan Wonosalam dan Bareng Kabupaten Jombang sehingga penggunaan lahannya seharusnya diprioritaskan untuk hutan dan konservasi, luasan lahan tebu mengalami peningkatan.

15Dhedhi Irawanto, ”

(23)

14

Luasan lahan tebu di tahun 2008 tercatat hanya seluas 158 ha dan menjadi 464,82 ha di tahun 2011. Sementara di Kecamatan Bareng, yang juga merupakan daerah yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana, luasan lahan tebu meningkat dari 757 ha di tahun 2008 menjadi seluas 1.097,69 ha di tahun 2011 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, 2012). Jika hal tersebut tidak diperhatikan dengan baik maka bisa jadi sepuluh atau dua puluh tahun ke depan mayoritas hutan rakyat di dua kecamatan tersebut akan berubah wujud menjadi hamparan tebu dan tentunya akan sangat merugikan apabila dilihat dari aspek ekologisnya.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian diartikan sebagai separangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalasis, di ambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahanya.16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.17. Kualitatif adalah sebuah model yang dikembangkan oleh Mazhab Baden yang bersinergi dengan aliran filsafat fenomenologi yang menghendaki pelaksanaan penelitian berdasarkan pada situasi wajar (natural setting) sehingga kerap orang juga menyebutnya sebagai metode naturalistik, secara sederhana dapat dinyatakan bahwa pendekatan kualitatif adalah sebuah metode peneiltian untuk meneliti informan sebagi subjek penelitian dalam lingkup hidup kesehariannya.18

16

Wardi Bahtiar, Methodologi Penelitian Ilmu Dakwah,(Jakarta:Logos,2001) ,1

17

Sudarto, 1995, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 62

18

(24)

15

Dalam melakukan penelitian, para peneliti kualitatif sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat dunia kehidupan mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya (wajar). Pemahaman akan simbol-simbol dan bahasa asli masyarakat menjadi salah satu kunci keberhasilan penelitian ini.

Maka dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode pendekatan kualitatif. Dalam hal ini, penelitian berfokus tentang bagaimana sebenarnya sistem birokrasi dan administrasi tersebut di implementasikan terhadap masyarakat, apakah masyarakat dalam hal ini benar-benar telah dilayani dengan sebaik-baiknya ataukah hal itu masih penerapan yang pragmatis. Dalam penelitian ini, dipaparkan dengan objektif dan rill berdasarkan fakta dan temuan di lapangan, karena objektifitas temuan dan kenyataan temuan merupakan salah satu ciri dalam pendekatan kualitatif.

2. Pemilihan Lokasi Penelitian

(25)

16

di daerah Jabon, disana banyak sekali masyarakat yang memiliki usaha kayu dan pemanfaatan kayu di desa tersebut.

Daerah Mojokerto menjadi kawasan yang dikelilingi oleh hutan serta memiliki kekayaan yang besar terhadap hasil buminya.19 Contohnya adalah kayu Jati yang berada di hutan yang kebanyakan di ambil sebagai bahan baku industry kertas dari pabrik-pabrik modern. Namun, kayu tidak hanya di manfaatkan untuk industry modern saja, masyarakat yang memiliki usaha kecil-kecilan yang terutama berada di wilayah Mojokerto, memanfaatkan sarana tersebut untuk membuat bisnis atau usaha kecil seperti, meubel dan lain sebagainya. Karena melihat potensi yang di miliki oleh kawasan ini sangat memadai untuk di jadikan sebagai penopang usaha kecil,menengah di kalangan masyarakat di wilayah tersebut.

3. Informan Penelitian

Teknik pemilihan subjek dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan Subjek penelitian yang dijadikan informasi dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Sumber Daya (Arochim Ichsan, S.IP), Polisi Hutan Pacet ( Sutarno), dan selanjutnya saya memilih beberapa narasumber yang dapat memberikan informasi mengenai hutan di wilayah Pacet Mojokerto. Seperti masyarakat Desa Jatirejo yang bernama Mohammad Hisyam, ibu Parmi dan juga beberapa masyarakat lain yang berkenaan dengan hal tersebut. Informan dipilih dari beberapa orang yang betul-betul dipercaya dan mengetahui subjek yang diteliti secara mendalam, sehingga informan bisa membantu peneliti untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan sesuai dengan data yang ada dilapangan.

4. Tahap-tahap Penelitian

19“Luas Wilayah Mojokerto”,

(26)

17

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilaluidalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisadikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :20

a. Tahap pra lapangan

Pada tahap pra-lapangan peneliti sudah membaca fenomena sosial yang menarik untuk diteliti. Penenliti mulai memberikan pemahaman bahwasannya fenomena sosial yang ada di suatu masalah sosial layak untuk diteliti. Selain itu peneliti juga bisa memulai untuk melakukan prapengamatan terkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap pekerjaan lapangan, merupakan proses berkelanjutan. Pada tahap ini, peneliti masuk pada proses penelitian penting untuk dilakukan sebelum penelitian berlangsung adalah proses perizinan. Karena prosedur seorang penelitian adalah dengan adanya izin dari obyek yang akan diteliti. Setelah peneliti mulai melakukan penggalian data yang diinginkan dan sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Dan langkah selanjutnya adalah terjun ke lapangan.

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap analisis data ini, peneliti telah memperoleh dan mengumpulkan data yang di peroleh di lapangan dan Selanjutnya dilakukan proses pemilihan data yang disesuaikan dengan rumusan penelitian. Karena dalam proses pencarian data tidak kesemuanya sesuai dengan kebutuhan penelitian.

d. Tahap Penulisan Laporan

Penulisan laporan adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan penelitian. Setelah komponen-komponen yang terkait data dan hasil analisis mencapai kesimpulan, peneliti

20

(27)

18

akan memulai penulisan laporan penelitian kualitatif. Penulisan laporan disesuaikan dengan metode dalam penelitian kualitatif dengan tidak mengabaikan kebutuhan penelitian terkait dengan kelengkapan data.

5. Teknik Pengumpulan Data

Model wawancara yang dapat dilakukan meliputi wawancara berstruktur dan wawancara sambil lalu, dimana di dalam metode ini memungkinkan pertanyaan berlangsung luwes, arah pertanyaan lebih terbuka, tetap fokus, sehingga diperoleh informasi yang kaya dan pembicaraan tidak kaku.21 Wawancara sambil lalu adalah wawancara yang tertuju kepada orang-orang yang dipilih tanpa melalui seleksi terlebih dahulu secara diteliti, tetapi dijumpai secara kebetulan.22

Wawancara dalam penelitian harus mengungkapkan prospektif emic, yaitu bagaimana informan memandang persoalan atau persoalan dari segi perspektifnya menurut pikiran dan perasaan. Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang langsung diperoleh dari sumbernya ini menambah keyakinan peneliti bahwa data yang disampaikan benar dan terpercaya. Wawancara dilakukan dengan caramengajukan pertanyaan yang diajukan langsung melalui interviewer kepada yang diwawancarai. Wawancara dilakukan bila seseorang atau apabila responden memiliki keterbatasan komunikasi tulisan.

Peneliti yang melakukan wawancara bermaksud untuk mengungkap data dan informasi dari sumber langsung yang sifat datanya berhubungan dengan makna-makna yang berada dibalik prilaku atau situasi social yang terjadi, serta menjelaskan maksud dari penggunaan teknik wawancara, yaitu :

21

Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, 1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3S

22

(28)

19

a. Mengontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain

b. Mengontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu

c. Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang

d. Memferifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia, maupun yang bukan manusia

e. Memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang di kembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggaran

Menurut pendapat Berg, tiga jenis wawancara dalam penelitian kualitatif, yaitu23 : a. Wawancara terstandar (standardized interview), b. Wawancara tak terstandar (unstandardized interview), c. Wawancara Semi Standar (semistandarized interview).

6. Analisis data

Penelitian kualitatif akan melibatkan data verbal yang banyak, yang harus ditransipkan, objek-objek, situasi, ataupun peristiwa dengan aktor yang sama atau bahkan sama sekali berbeda. Biasanya data atau sebutlah informasi yang diterima oleh peeliti belum siap untuk dianalisis sebab masih dalam bentuk kasar. Sebut saja misalnya catatan lapangan yang masih dalam coretan-coretan yang sulit dibaca oleh orang-orang. Rekaman yang belum di transkripkan foto-foto yang belum dicetak atau belum dikelompokkan. Kesamaan itu perlu ditata, diedit, diperbaiki, kemudian diketik ulang.

23

(29)

20

Analisis data Kualitatif prosesnya berjalan dengan mencatat yang menghasilkan catatan lapangan dengan diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Adapun prosesnya sebagai berikut:

a. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensistensikan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

b. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.24 c. Dalam menganalisis data yang peneliti peroleh dari observasi wawancara, dan

dokumentasi, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif. Teknik analisis deskriptif penulis gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif.

Secara konseptual analisis data merupakan proses sistimatis pencarian dan pengaturan transkrip wawancara catatan lapangan dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk peningkatan pemahaman mengenai materi tersebut dan untuk kemugnkinan menyajikan apa yang sudah di temukan kepada orang lain. Tugas analisis data adalah menafsirkan dan membuat makna materi-materi yang telah dimunculkan sebagai tugas monumental ketika seseorang untuk pertama kali melibatkan dalam proyek penelitian.25

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh atau cukup. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan

24

Lexy J. Moleong, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 248

25

(30)

21

variasi data tinggi sekali. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif, sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas.

7. Penguji Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. pelaksanaan teknik pemeriksaaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu:26

a. Derajat kepercayaan (credibility).

Pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: Pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

b. Keteralihan (Transferability).

Sebagai persoalan yaag empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut.

c. Kebergantungan (dependability)

26Ayu Dewi, “

(31)

22

Konsep kebergantungan lebih luas dari pada realibilitas. Hal tersebut disebabkan peninjauan yang dari segi bahwa konsep itu diperthitungkan segala-galanya yaitu yang ada pada realibilitas itu sendiri ditambah factor-faktor lainya yang tersangkut.

d. Kriteria Kepastian (confirmability)

Objektivitas-subjektivitasnya sesuatu hal bergantung pada orang seorang, menurut Scriven (1971). Selain itu masih ada unsur kualitas yang melekat pada konsep objektivitas itu. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objek, berarti dapat dipercaya, factual, dan dapat dipastikan.subjektif berarti tidak dapat dipercaya, atau menceng. Pengertian terakhir inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian objektivitas-subjektivitas menjadi kepastian.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini terdiri dari 4 bab, masing-masing bab saling berkaitan antara lain:

BAB 1 : PENDAHULUAN.

Pada bab ini diterangkan mengenai: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Dalam bab kajian Teori, peneliti memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian,definisi konsep ini harus digambarkan dengan jelas dan kajian teoritik serta penelitian dahulu yang relevan.

(32)

23

Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagian yang mendukung data.

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Dalam bab ini, peneliti memberikan hasil dari penelitian termasuk jawaban dari rumusan masalah yang tertera diatas serta memberikan analisis terhadap rumusan masalah tersebut yang sudah dikaitkan dengan teori-teorinya.

BAB IV : PENUTUP

(33)

27

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Teori Kebijakan Publik

1. Pengertian Menurut Para Ahli

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai suatu keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak dan demi kepentingan rakyat. Kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.1

Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan

1

Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, (Jakarta: Media Presindo,2008), 100

(34)

28

para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :2

a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan

d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implisit g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu

h. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi

i. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah

j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif. 3

Menurut Budi Winarno, istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang,

2

Riant Nugroho, kebijakan public untuk Negara-negara berkembang, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), 5

3

(35)

29

ketentuan, standar, proposal dan grand design. Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan.

Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”

(Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).4

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.

Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan

4

(36)

30

oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

2. Kerangka Kebijakan Publik

Selanjutnya Soebarsono menuliskan bahwa kebijakan publik memiliki kerangka kerja yang disebut dengan kerangka kerja kebijakan publik. Kerangka kerja tersebut akan ditentukan oleh beberapa variabel antara lain sebagai berikut:5

a. Tujuan yang akan dicapai. Yaitu mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit mencapaikinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin sederhana, maka semakin mudah untuk mencapainya.

b. Preferensi nilai yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

c. Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumberdaya finansial, material dan infrastruktur lainnya.

d. Kemampuan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas orangorang yang terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut akan ditentukan dari tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

5

(37)

31

e. Lingkungan sekitarnya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan. f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan untuk

mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja dari suatu kebijakan. Strategi yang digunakan dapat bersifat top-down approach atau bottom-up approach, otoritas atau demokratis. 6

3. Proses Kebijakan Publik

Disamping itu perlu dipelajari bagaimana suatu proses kebijakan publik. Soebarsono dalam bukunya telah merangkum dari beberapa ahli mengenai proses kebijakan publik yang merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas intelektualnya adalah perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan.

Michael Howlet dan M.Ramesh menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut: a. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. b. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. c. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. d. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. e. Evaluasi

6

(38)

32

kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan

Menurut Suharno proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan.7 Walaupun demikian, para adsministrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).

Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:8

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birikratik, cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara

7

Chazali Situmorang, Kebijakan Publik Teori Analisis Implementasi dan Evaluasi Kebijakan, (Jakarta: SSDI, 2016), 25

8

(39)

33

menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan besar.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

B. Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH)

1. Pengertian Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH)

Penatausahaan hasil hutan adalah kegiatan yang meliputi penatausahaan perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan penimbunan, pengolahan dan pelaporan. Penatausahaan ini dimaksudkan sebagai suatu sistem monitoring peredaran hasil hutan mulai dari hulu sampai ke hilir (sampai dengan tempat tujuan akhir) dengan tujuan mengamankan asset negara. Dalam sistem penatausahaan hasil hutan ini, pada setiap simpul (setiap pemberhentian dalam pengangkutan hasil hutan) dilakukan pemeriksaan oleh petugas yang kompeten dan berwenang sebagai suatu proses verifikasi. Dengan sistem penatausahaan yang dilaksanakan dan mengalir secara konsisten, diharapkan dapat memberikan jaminan legalitas terhadap hasil hutan tersebut. 9

Tata Usaha Kayu atau Administrasi Hasil hutan kayu biasa disebut dengan Penatausahaan

Hasil Hutan (PUHH). Kebijakan terhadap penatausahaan hasil hutan diatur dalam Peraturan

9

(40)

34

Menteri Kehutanan No. P.55/Menhut-II/2006 jo, Peraturan Menteri Kehutanan No.

P.63/Menhut-II/2006 untuk Hutan Negara,10 dan Peraturan Menteri Kehutanan No.

P.51/Menhut-II/2006.11 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2006 untuk Hutan

Hak. Implementasi kebijakan tersebut telah efektif berlaku sejak 1st Januari 2007. Kebijakan

terdahulu (Keputusan Menteri Kehutanan No. 126/Kpts-II/2003 jo P.18/Menhut-II/2005) hanya

berlaku sampai dengan akhir tahun 2006.12 Penatausahaan Hasil Hutan ini dilaksanakan seluruh

wilayah Indonesia (termasuk Propinsi NAD dan Propinsi Sumatra Utara berserta

kabupaten/kota). Penatausahaan Hasil Hutan didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang

meliputi penatausahaan tentang perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran

dan pengujian, pengangkutan atau peredaran dan penimbunan, pengolahan dan pelaporan.

Penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak adalah kegiatan yang meliputi pemanenan, pengukuran dan penetapan jenis, pengangkutan/ peredaran. Diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.21/Menlhk-Ii/2015 Tahun 2015 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Hak yang mencabut dan menggantikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Hak.

Dalam rangka ketertiban peredaran hasil hutan hak dan bertujuan untuk melindungi hak privat serta kepastian hukum dalam pemilikan/penguasaan dan pengangkutan hasil hutan yang berasal dari hutan hak dilakukan Penatausahaan hasil hutan pada hutan hak. Deregulasi dan

10

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.55/Menhut-II/2006, tanggal 29 Agustus 2006. Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara.Departemen Kehutanan.

11

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.51/Menhut-II/2006, tanggal 10 Juli 2006. TentangPenggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak.

12

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/Menhut-II/2005, tanggal 13 Juli 2005.

(41)

35

debirokratisasi Tata usaha kayu yang bersal dari hutan hak ini tentu diharapkan dapat menggairahkan masyarakat untuk menanam Pohon, karena kemudahan perizinan pemanfaatan penebangan dan pengangkutan kayu nya. Tapi bagi saya hal ini sangat menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran penyalahgunaan kemudahan perizinan, dan menjadi modus untuk menggunakan dokumen SKAU yang mudah dibuat atau diduplikasi ini untuk melegalisasi praktek illegal loging.13

Dalam usaha pemanfaatan hutan pemerintah memberikan izin usaha yang disebut dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pemberian izin tersebut dapat diberikan kepada pihak BUMS, BUMN, BUMD, dan Koperasi. Setiap pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), mempunyai hak seperti yang tercantum dalam izin yang diberikan yaitu untuk mengambil hasil hutan berupa kayu, dengan syarat-syarat tertentu seperti dengan tidak melakukan penebangan hutan di luar rencana kerja tahunan. Selain hak yang dimilikinya, setiap pemegang izin pemanfaatan hutan juga mempunyai kewajiban misalnya membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT), melaksanakan penataan batas areal kerja, membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), membayar Dana Reboisasi (DR), dan sebagainya. Dengan segala hak dan kewajiban yang melekat terhadap izin pemanfaatan hutan yang diberikan oleh pemerintah, diharapkan tetap menjaga fungsi hutan yakni fungsi ekonomi (produksi), fungsi sosial, dan fungsi ekologi (lingkungan).

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada dasarnya menyelenggarakan fungsi produksi dengan melaksanakan pengelolaan hutan di tingkat operasional dalam wilayah izinnya, yaitu: (1) melakukan tata hutan dan menyusun rencana pengelolaan hutan (2)

13

(42)

36

melaksanakan pemungutan hasil hutan (3) melakukan rehabilitasi hutan dan (4) melakukan perlindungan hutan. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, maka tugas dan fungsi pemerintah adalah menyelenggarakan fungsi regulator. 14

Pengelolaan hutan diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan kemudian dijabarkan lebih lanjut pada PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. Hak dan kewajiban pada pemilik IUPHHK diatur dalam Pasal 70 PP No. 6 Tahun 2007 yang salah satu kewajibannya menyusun Rencana Kerja Tahunan Pengelolaah Hasil Hutan Kayu (RKT-PHHK) dan Rencana Kerja Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (RKU-PHHK). Rencana Kerja Tahunan Pengelolaah Hasil Hutan Kayu (RKT-PHHK) memuat rencana kerja menyangkut kewajiban dan hak pemilik IUPHHK dalam menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan selama 1 (satu) tahun kegiatan, dalam RKT ditetapkan jatah volume tebang dan luas areal tebangan yang meliputi blok dan petak tebangan untuk tahun berjalan. Secara teknis RKT ditetapkan berdasarkan daya dukung dan potensi sumber daya hutan dan menjadi pedoman atau acuan kerja setelah mendapat pengesahan dari pejabat berwenang. Pemilik IUPHHK wajib menyampaikan RKT dan tidak diperkenankan melakukan aktivitas kegiatan pengelolaan hutan di luar yang tercantum dalam RKT.

Rencana pengelolaan IUPHHK mengacu pada potensi dimiliki menurut izin kawasan kelola hutan yang diberikan, di dalamnya telah dikaji aspek kelestarian hutan berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari. Rencana pengelolaan tersebut dijabarkan kedalam bentuk Rencana Kerja Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (RKU-PHHK) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan Rencana Kerja Tahunan Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (RKT-PHHK) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Dengan demikian asas pengelolaan hutan lestari merupakan substansi

14

(43)

37

teknis kehutanan yang termuat dalam RKU-PHHK dan RKT-PHHK. Penebangan kayu yang tidak sesuai dengan RKT merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas pengelolaan hutan lestari dan perlindungan hutan.15

2. Prinsip-prinsip Penatausahaan Hasil Hutan

Prinsip legalitas hasil hutan yang barasal dari hutan negara adalah bahwa suatu komoditas hasil hutan dapat secara bebas diperdagangkan atau dimanfaatkan setelah melalui suatu proses verifikasi secara utuh dan dinyatakan memenuhi ketentuan (compliance), mulai dari: legalitas perizinan (Izin pemanfaatan), legalitas izin pemanenan (RKT), legalitas pemanenan (kebenaran blok dan petak tebangan), legalitas pengukuran dan pengujian untuk menetapkan hak-hak negara, legalitas pemenuhan kewajiban kepada negara (PSDH dan DR) dan legalitas pengangkutan hasil hutan. Jadi, legalitas harus dilihat secara utuh mulai dari hulu sampai ke hilir. Dokumen yang diterbitkan mulai dari hutan sampai di tempat tujuan akhir, pada dasarnya merupakan suatu dokumen yang menggambarkan mekanisme yang dapat dipakai untuk proses lacak balak (pembuktian mundur ke asal-usul).

Komoditas hasil hutan kayu yang sudah masuk pasar tidak dapat diketahui asal usulnya antara kayu yang berasal dari hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi atau dari hutan hak, kebun, pekarangan atau lahan rakyat, serta tidak dapat dibedakan antara kayu yang diperoleh secara legal dengan kayu yang didapat secara ilegal karena tidak ada tanda, label, surat atau sertifikat yang dapat membedakannya.16

Legalitas komoditas hasil hutan kayu terakhir kali dapat diketahui pada saat kayu tersebut diangkut dari hutan ke alamat tujuan, karena pada saat pengangkutan tersebut harus disertai

15

Hardjanto, Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat, (Bogor: IPB, 2006), 8

16

(44)

38

bersama-sama dengan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) sebagai bukti legalitas pengangkutan hasil hutan sebagaimana disebutkan Pasal 50 ayat (3) huruf h Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan, kemudian dalam ketentuan Pasal 16 UU NO 18 tahun 2013 bahwa "Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil hutan kayu dikatakan sah atau legal apabila pada saat diangkut disertai bersama-sama dengan SKSHH dan dikatakan tidak sah atau ilegal apabila pada saat pengangkutan tanpa disertai bersama-sama dengan SKSHH. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. (Pasal 1 angka 29 PP No. 6 Tahun 2007). Pengaturan legalisasi pengangkutan hasil hutan kayu silih berganti mengalami dinamika, sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 legalisasi pengangkutan hasil hutan kayu mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 402/Kpts-IV/90 jo. 17

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 525/Kpts-II/91 yang menyebutkan bahwa dokumen yang menyatakan sahnya hasil hutan adalah Surat Angkutan Kayu Bulat (SAKB) untuk kayu Bulat, Surat Angkutan Kayu Olahan (SAKO) untuk kayu olahan dan Surat Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (SAHHBK) untuk hasil hutan bukan kayu, dimana pengukuran, pengujian, dan penerbitan SAKB atau SAKO dilakukan sendiri (self approval) oleh pemegang izin, untuk SAKB diterbitkan oleh pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH) atau pemegang izin hak

17

(45)

39

pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) sedangkan untuk SAKO diterbitkan oleh pemegang izin industri pengolahan hasil hutan (IPHH).

Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 132/Kpts-II/2000 tentang Pemberlakuan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) sebagai Pengganti Dokumen Surat Angkutan Kayu Bulat (SAKB), Surat Angkutan Kayu Olahan (SAKO), dan Surat Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (SAHHBK) maka penerbitan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dilakukan oleh pejabat kehutanan yang ditunjuk (official approfal). Keputusan Menteri ini kemudian dicabut dan diganti dengan Keputusan menteri kehutanan Nomor 126/KPTS-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan, nama surat legalitas hasil hutan masih tetap yaitu Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), untuk penerbitnya selain Perum Perhutani dilakukan oleh pejabat kehutanan yang ditunjuk. 18

Kemudian diakhir tahun 2006 kembali terjadi perubahan pengaturan legalisasi pengangkutan hasil hutan yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal dari Hutan Negara.

18

(46)

42

BAB III

SETTING PENELITIAN

A. Deskripsi Umum Subyek penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Luas wilayah Kabupaten Mojokerto berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 1982 adalah 826,60 km2 yang secara geografis terletak diantara 7o18’35” sampai dengan 7o47’30” lintang selatan dan antara 112o20’13” sampai dengan 112o40’57” bujur timur. Secara geografis Kabupaten Mojokerto tidak berbatasan dengan pantai, hanya berbatasan dengan wilayah Kabupaten lainnya yaitu Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik, Sebelah Timur : Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan, Sebelah Selatan : Kabupaten Malang, Sebelah Barat : Kabup'aten Jombang.

Selain itu, wilayah Kabupaten Mojokerto tersebar mengitari wilayah Kota Mojokerto yang terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Mojokerto. Kondisi topografi yang berada di Kabupaten Mojokerto berada di tengah dan mempunyai ketinggian di bagian selatan dan utara. Pada bagian selatan Kabupaten Mojokerto merupakan wilayah pegunungan yang subur, daerah tersebut adalah Kecamatan Pacet, Trawas, Gondang, dan Jatirejo. Pada wilayah yang mempunyai dataran datar berada pada daerah tengah yaitu wilayah Kabupaten Mojokerto, dan untuk daerah perbukitan kapur yang kurang subur berada pada bagian utara wilayah Kabupaten Mojokerto.

(47)

43

Tabel. Data Kecamatan di Kabupaten Mojokerto

No. Kecamatan No. Kecamatan

1. Kecamatan Dlanggu 8. Kecamatan Mojosari

2. Kecamatan Gedeg 9. Kecamatan Ngoro

3. Kecamatan Gondang 10. Kecamatan Pacet

4. Kecamatan Jatirejo 11. Kecamatan Pungging

5. Kecamatan Kemlagi 12. Kecamatan Puri

6. Kecamatan Kutorejo 13. Kecamatan Sooko

7. Kecamatan Mojoanyar 14. Kecamatan Trawas

Sumber : Pemerintah Kabupaten Mojokerto

Gambar Tabel Penggunaan Lahan di Kabupaten Mojokerto.

Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan

Permukiman 132,440

Pertanian 371,010

Hutan 289,480

Perkebunan 170,000

Rawa/Waduk 0,490

Lahan Kritis 0,200

Padang Rumput 1,590

Semak/Alang-alang 0,720

Sumber : Mojokerto dalam angka Tahun 2010

(48)

44

akan tetapi analisa finansial pengusahaan hasil hutan pada penelitian ini hanya dibatasi pada pola monokultur. 1

Hal ini disebabkan terlalu beragamnya tanaman semusim yang ditumpangsari dengan tanaman kayu serta perbedaan waktu panen menyulitkan untuk menghitung analisisnya. Analisis finansial hutan rakyat sangat penting dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengusahaannya melalui perhitungan kriteria investasi. Instrumen ini akan membantu pengembang hutan rakyat (petani) untuk memilih komposisi.2

Pada masa itu perolehan devisa dari industri perkayuan mencapai US$ 6 miliar hingga US$ 7 miliar. Akan tetapi kerusakan hutan alam yang parah karena over eksploitasi

industri kayu menyebabkan pemerintah menetapkan kebijakan “Soft Landing” sejak tahun

2003. Pokok isinya kebijakan ini adalah mengurangi peran hutan alam sebagai pemasok kayu untuk industri perkayuan, seperti pulp/kertas, kayu lapis dan industri kayu pertukangan lain untuk menjamin keberadaan dan kelestarian hutan alam. Implikasi kebijakan ini menyebabkan penurunan ekspor produk perkayuan, perolehan devisa, pajak, kesempatan kerja dan menurunnya pertumbuhan ekonomi dari subsektor barang dari kayu dan hasil hutan lainnya.

Pada tahun 2011 industri barang kayu dan hasil hutan mulai menunjukan tanda-tanda kebangkitan setelah beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan.3Kementerian Perindustrian mencatat industri ini tumbuh sebesar 3,01% dibandingkan periode yang sama tahun 2010 karena permintaan yang meningkat dan harga komoditas kayu dunia yang sedang tinggi. Pertumbuhan industri sendiri dilihat secara menyeluruh seperti jumlah industri, volume produksi dan ekspor. Pertumbuhan ini

1

Arifin Arief, Hutan dan Kehutanan (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 36

2

Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta: PT Bumi Aksara,2006), 90

3

(49)

45

didorong oleh berkembangnya hutan tanaman rakyat di berbagai daerah terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat yang menjadi sentra pemasok bahan baku kayu rakyat.

Disamping itu industri kehutanan yang memanfaatkan bahan baku rakyat semakin mendapatkan tempat di pasar internasional. Reaksi pasar internasional ini didukung dengan adanya issu dan gerakan anti illegal logging yang dinilai telah menghancurkan hutan tropis.4 Ditinjau dari segi lokasi industri di Jawa Timur, total IPHHK terbanyak berada pada Kabupaten Lumajang, Gresik dan Jombang. Untuk industri dengan kapasitas diatas 6.000 m3/th paling banyak berada di Kabupaten Lumajang, Surabaya dan Gresik.

2. Keadaan Sosial Masyarakat di Kabupaten Mojokerto

Budaya merupakan konsep penting dalam kehidupan masyarakat yang secara sederhana diartikan sebagai suatu cara hidup dalam suatu masyarakat karena budaya mengandung segenap norma-norma sosial yang mengandung kebiasaan hidup, adat-istiadat atau kebiasaan yang berisi tradisi hidup bersama yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan bersifat secara turun-temurun. Sedangkan fungsi budaya tersebut untuk mengatur agar manusia dapat memahami masyarakat dalam bertingkah laku dan berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat.5

a. Keadaan Sosial Pendidikan

Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan serta untuk berkomunikasi dengan lingkungan, karena dengan pendidikan manusia dapat diketahui kualitas serta mutu dalam diri seseorang. Dengan pendidikan pula manusia akan mudah mencari pengetahuan

4

Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta: PT Bumi Aksara,2006), 59

5

Gambar

Gambar Tabel Penggunaan Lahan di Kabupaten Mojokerto.
Tabel 2 Tingkat Pendidikan Kabupaten Mojokerto Pada Tahun 2010
Gambar Tabel PDRB Kabupaten Mojokerto
Gambar Mekanisme Perdagangan Kayu Jati

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa keuntungan pengendalian hama dengan menggunakan agens ha- yati seperti yang dikemukakan oleh Steinhaus (1956) dalam Hall (1973) antara lain: 1) patogen

Setelah dilakukan wawancara lanjutan pada beberapa siswa kelas eksperimen yang memiliki nilai minat belajar rendah diperoleh hasil bahwa siswa tersebut tetap tidak

Pengujian keseluruhan sistem obstacle avoidence pada differential steering mobile robot ini meliputi pengujian penentuan arah menghindar robot dan pemilihan

Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi ini bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu, dan kuantitas barang yang diterima dari pemasok

Pasar tradisional / sederhana yang selanjutnya di sebut pasar adalah lahan dengan batas-batas tertentu yang ditetapkan oleh Bupati dengan dan atau tanpa bangunan yang dipergunakan

Yaitu kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang menekan, walaupun masih

Simpulan: URS memakai laser Ho: YAG merupakan prosedur yang aman dan efektif untuk pasien dengan batu ureter terlepas dari lokasi batu pada ureter.. Kata kunci: batu

Berdasarkan analisis sidik ragam parameter jumlah polong seperti yang ditunjukkan pada tabel 3, hanya perlakuan konsentrasi pupuk daun yang berbeda nyata sedangkan waktu