1 Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta
Sambutan Pembukaan
FESTIVAL KESENIAN YOGYAKARTA
KE
-29 TAHUN 2017
Depan Komplek Kepatihan, 27 Juli 2017
---Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera bagi semuanya,
Saudara-Saudara yang saya hormati, khususnya para Seniman yang saya banggakan, dan
Masyarakat luas yang berbahagia,
2
pengembangan seni untuk membangun peradaban Yogyakarta yang penuh dinamika perubahan.
Di sini puncak-puncak pencapaian seni yang dihasilkan dari proses kreatif dapat diperagakan di hadapan masyarakat di berbagai sudut ruang publik. Selain itu, FKY dapat menjadi panggung hiburan rakyat, penyegaran dari hiruk-pikuk masalah -masalah politik.
Sebagai tempat pemberhentian sejenak, tampaknya ada relevansinya dengan Tema FKY tahun 2017 ini Umbar Mak Byarr. Umbar merupakan bahasa Jawa yang memiliki makna “kebebasan berkreasi”, sebagaimana kalau kita meng-“umbar” anak-anak bermain di waktu luang.
Tema besar itu bisa diwujudkan dalam kegiatan FKY Ke-29 ini, yang menjadi sarana untuk mengekspresikan gagasan dari semua partisipan yang berkontribusi. Tema Umbyar Mak Byarr memberi peluang bakda “pemerdekaan” muncullah “byar” sebuah gagasan “wow” yang brilian yang bermakna bagi kehidupan seni dan kemanfaatan masyarakat.
3
mengaktualisasi dan mengekspresikan kebenaran yang sejati.
Membanggakan karena banyak peserta
seniman-seniwati dari generasi muda yang sadar
sejarah, yang dengan cara budaya memaknai Yogyakarta sebagai pusatnya seni kreatif yang seringkali mengejutkan.
Menggetarkan, karena mempertanyakan kembali jatidiri kita: Apakah kita sudah mencapai kemandirian berbudaya, sebagaimana dicanangkan dalam Tri Sakti Jiwa Proklamasi?
Sekarang ini, demokrasi kita sedang dalam proses, dan ketika masih sebatas “wacana”, demokrasi itu baru kita tempatkan di anak tangga demokrasi tingkat bawah dalam artian “working democracy”. Tetapi, ketika “democracy in the making” itu kelewat lama terjadi, bahkan kebablasan, dikhawatirkan Indonesia sedang melapuk menuju keterpurukan.
4
progresif, tentu saja memerlukan “tiang-tiang pancang budaya” penyangga yang terhimpun dari nilai-nilai yang berorientasi waktu, kerja keras,
hemat, terdidik, menghargai prestasi dan berdaya saing.
Di sinilah dibutuhkan peran para seniman -budayawan untuk menjadikan budaya ekspresif yang dijiwai oleh nilai-nilai seni dan kekudusan, untuk disinergikan dengan budaya progresif yang dikuasai oleh nilai-nilai ilmu pengetahuan, teknologi
dan ekonomi.
Para Hadirin, Seniman dan Masyarakat yang saya hormati,
DARI FKY ini saya berharap dapat menjadi wahana penggerak masyarakat menuju peningkatan dimensi-dimensi nilai, seperti dimensi teoretis yang
terkait pencarian nilai-nilai kebenaran, dimensi ekonomi yang terkait nilai kegunaan, dimensi estetis yang terkait nilai keindahan, dimensi sosial yang
terkait nilai “trust”, dimensi politik yang terkait nilai
kuasa, dan dimensi keagamaan yang merupakan
5
Dalam hal ini, kita perlu melakukan “pemetaan“ keenam dimensi ini dalam melihat kehidupan masyarakat, sebelum kita bisa membuat
rumusan kebangkitan budaya bangsa, atau “renaisans”. Renaisans sendiri artinya adalah “kelahiran kembali” masa keemasan budaya klasik. Renaissance Eropa, misalnya, ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang sains, filsafat, seni dan kesusastraan yang mengeluarkan Eropa
dari kegelapan intelektual abad pertengahan.
Renaissance sejatinya adalah revolusi budaya, antitesa terhadap kakunya pemikiran dan tradisi abad silam. Paham Rasionalisme inilah yang melahirkan gerakan Jogja Gumregah untuk melepaskan diri dari kungkungan mitologi dan kejumudan dogmatis. Hal ini dapat diandaikan
sebagai proses gumregah-nya kebudayaan menuju ke tingkat kebudayaan yang unggul.
6
Harapannya budaya Yogya seperti itu adaptasinya, “lentur di luar, kokoh di dalam”. Untuk mencapai peradaban yang unggul itu adalah dengan mengembalikan nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan jatidiri Yogyakarta.
Ketiga karakteristik Yogya itu kini tak lagi menjadi penuntun gerak bermasyarakat-bangsa, tindak pemimpin, dan kerja birokrasi, serta dinamika kehidupan seluruh elemen warga untuk menuju kemartabatan yang istimewa. Sudah semestinya keistimewaan Jogja adalah untuk Indonesia.
Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia
Renaisans itu digunakan sebagai strategi kebudayaan untuk membangun peradaban baru Yogyakarta. Dengan cara mengadopsi Renaisans Eropa, mengadaptasi Renaisans Asia, dan menyempurnakan Renaisans Jawa, maka Renaisans
Yogyakarta diawali dengan menggali, mengkaji, dan
mengembangkan sumber-sumber ilmu pengetahuan
canggih yang menghasilkan Candi Borobudur dan
Prambanan.
Bersamaan dengan itu, mencermati karya
-karya susastra, seperti Sêrat Pararaton,
Nêgarakêrtagama, Cênthini, Wêdhâtâmâ, Wulangrèh
7
itu, selain memperkaya nilai-nilai filosofis yang hidup
dan mengajarkan kebajikan, juga mencerahkan nalar agar tercipta kondisi kondusif berkembangnya seni dan sains, seperti sejarah awal Renaisans Eropa.
Tetapi, keberhasilan membangun Borobudur itu, tidak dengan sendirinya menghadirkan wawasan kreatif tentang arsitektur dan teknologi bangunan canggih di masa kini, selama bangsa ini tidak tekun membuka diri terhadap sains dan teknologi baru,
serta beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Saat ini, Yogyakarta menjadi pusat beragam seni yang menandai kebangkitan seni, seperti dulu Renaisans Eropa. Renaisans Yogyakarta yang dijiwai
filosofi hamêmayu-hayuning bawânâ, dihidupi
semangat gotong royong dalam sikap manunggaling kawulâ-gusti dan golong gilig, diekspresikan oleh sikap satriyâ: sawiji, grêgêt, sêngguh, ora-mingkuh, memberikan vitalitas dan ruh baru pergeseran peradaban yang bergerak menuju ke Timur.
Arah Renaisans Yogyakarta dipayungi
kebijakan pembangunan kebudayaan dalam arti
luas, dan menjadikannya arus utama pembangunan.
Yogyakarta memiliki budaya gotong royong,
8
sehingga menjadikannya daerah yang memiliki budaya tinggi (high culture). Budaya tinggi tersebut hendaknya di-wiradat dan di-upgrade menjadi budaya unggul yang berdaya saing di persaingan budaya global.
Transformasi kultural yang diperlukan adalah memahami nilai-nilai dasar keunggulan global, yaitu
saling percaya dan dimilikinya kultur manajemen unggul, didukung oleh kerja tim.
Untuk itu, bangsa kita harus menumbuhkan kultur keunggulan (culture of excellence) di semua
lini kehidupan. Manusia-manusia unggul demikianlah
yang menghasilkan karya-karya besar peradaban di
masa silam.
Para Hadirin, Seniman dan Masyarakat yang saya
hormati,
SEKALI lagi, saya ingin mengingatkan kembali betapa pentingnya kreativitas dalam kehidupan seni.
Jika Abad-20 mengindikasikan gelombang ketiga
9
Untuk itu, saya menyambut baik dengan penuh penghargaan untuk merawat keberlanjutan
kegiatan FKY agar terus meningkat kualitasnya. Juga penghargaan bagi kader-kader muda
seniman-budayawan, sebagai penggerak utama kegiatan ini yang nantinya akan meneruskan karya masterpiece seniman besar pendahulunya.
Akhirnya, saya mengajak segenap Hadirin
untuk bersama-sama mengucap:
“Bismillahhirahmannirahim”, dan dengan ini pula, maka Festival Kesenian Yogyakarta Ke-29 Tahun 2017 ini, saya nyatakan dibuka dengan resmi.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan
melimpahkan berkah serta rakhmat-Nya, demi
pengembangan seni bagi pengukuhan jatidiri bangsa dan kemaslahatan masyarakat luas.
10
Yogyakarta, 27 Juli 2017
GUBERNUR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,