• Tidak ada hasil yang ditemukan

297772838-Laporan-Kasus-Hipertensi-Urgensi.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "297772838-Laporan-Kasus-Hipertensi-Urgensi.pdf"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

H

H

dr

dr

Dis

Disus

usun

un da

dala

lam ra

m rangk

ngk

An

Angk

gkat

atan

an IV

IV Ta

Tahu

hu

d

di

i R

Ru

um

ma

ah

h S

Sa

a

T

T

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

PERTENSI URGENSI

PERTENSI URGENSI

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

dr Muamar Amirullah

dr Muamar Amirullah

Pembimbing :

Pembimbing :

ntonius Rumambi DK, M.Kes.

ntonius Rumambi DK, M.Kes.

a m

a men

engi

giku

kuti

ti Ke

Kegi

giat

atan

an In

Inte

tern

rnsi

sip D

p Dok

ok

n

n 20

201

15

5 (N

(Nov

ovem

emb

be

er

r 2

201

015

5 s/

s/d

d N

Nov

ovem

em

kit Tingkat III Robert Wolter Mongi

kit Tingkat III Robert Wolter Mongi

ling-Manado-Sulawesi Utara

ling-Manado-Sulawesi Utara

er Indonesia

er Indonesia

ber 2016)

ber 2016)

sidi

sidi

(2)

KRISIS HIPERTENSI

KRISIS HIPERTENSI

Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang

Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang

sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan

sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan

tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan

tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan

konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari

konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari

 penderita

 penderita dengan dengan hipertensi hipertensi dan dan membutuhkan membutuhkan penanganan penanganan segera segera untuk untuk mencegahmencegah

komplikasi yang mengancam jiwa

komplikasi yang mengancam jiwa (1)(1)..

EPIDEMIOLOGI

EPIDEMIOLOGI

Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi

Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi

krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7%

krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7%

 pada

 pada penduduk penduduk berusia berusia 20-39 20-39 tahun, tahun, menjadi menjadi 65% 65% pada pada penduduk penduduk berusia berusia di di atas atas 60 60 tahun.tahun.

Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan

Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan

 berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target

 berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target(1)(1)..

Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis. Pada

Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis. Pada

JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi,

JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi,

namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus

namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus

yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif

yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif (1)(1)..

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut J

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VIINC VII (2)(2)

Kategori

Kategori TD TD sistolik sistolik (mmHg) (mmHg) TD TD diastolik diastolik (mmHg)(mmHg)

 Normal

 Normal < 120 < 120 Dan Dan < 80< 80

Pre-hipertensi

Pre-hipertensi 120-139 120-139 Atau Atau 80-8980-89

Hipertensi

Hipertensi Stadium Stadium 1 1 140-159 140-159 Atau Atau 90-9990-99

Hipertensi

Hipertensi Stadium Stadium 2 2 > > 160 160 Atau Atau > > 100100

DEFINISI DEFINISI

Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan darah akut. Definisi Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan darah akut. Definisi yang paling sering dipakai adalah :

yang paling sering dipakai adalah : 1. Hipertensi emergensi (darurat) 1. Hipertensi emergensi (darurat)

Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik >

Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti-hipertensi intravena.

(3)

2. Hipertensi urgensi (mendesak)

Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : 1. Hipertensi refrakter

Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug ) pada penderita dan kepatuhan pasien. 2. Hipertensi akselerasi

Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna

Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal. 4. Hipertensi ensefalopati

Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat,  penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut

diturunkan.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vaskular, berupa disfungsi endotel, remodeling , dan arterial stiffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan ker usakan fungsi autoregulasi (1,4,8).

(4)

FAKTOR PENYEBAB KRISIS HIPERTENSI  Hipertensi esensial

 Penyakit Parenkim Ginjal Pielonefritis Kronik

Glomerulonefritis

 Nefritis tubulointerstisial

 Penyakit Vaskular pada Ginjal Stenosis Arteri Renalis

Makroskopis poliarteritis nodusa Obat-obatan

Penghentian tiba-tiba obat obatan agonis alfa-2 adrenergik yang bekerja sentral seperti clonidine dan metildopa

Intoksikasi obat simpatomimetik (kokain, dll)

Interaksi dengan obat MAO-Inhibitor (phenilzine, selegiline)  Kehamilan

Eklampsia/pre-eklampsi berat  Endokrin

Feokromositoma

Aldosteronisme primer

Kelebihan hormone glukokortikoid Tumor yang mensekresikan rennin  Kelainan Sistem Saraf Pusat

Stroke hemoragik Cedera Kepala

MEKANISME AUTOREGULASI

Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan konstriksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi  Mean Atrial  Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,

(5)

 pingsan dan sinkop. Pada pe  batas ambang autoregulasi i  pengurangan aliran darah dap

(1) .

Gambar 1. Patofisiologi hiperte

derita hipertensi kronis, penyakit serebrova i akan berubah dan bergeser ke kanan pa at terjadi pada tekanan darah yang lebih tin

 si emergensi(1).

kular dan usia tua, a kurva, sehingga gi (lihat gambar 2)

(6)

Gambar 2. Kurva Autoregulasi

Pada penelitian Stragard, dila normotensi. Didapatkan pen grup normotensi dan hiper cenderung menggeser autoreg Dari penelitian didapatkan diperkirakan bahwa batas te resting MAP. Oleh karena it 20%-25% dalam beberapa m Penurunan tekanan darah pad  jantung kiri dilakukan dala

hipertensi emergensi lainya. dalam 2-3 jam. Untuk pasie  penurunan tekanan darah dil darah tidak lebih rendah dari

ada Tekanan Darah (1)

kukan pengukuran MAP pada penderita hipe erita hipertensi dengan pengobatan memp ensi tanpa pengobatan. Orang dengan hi ulasi ke arah normal(1).

 bahwa baik orang yang normotensi endah dari autoregulasi otak adalah kira-k

dalam pengobatan hipertensi krisis, penuru enit atau jam, tergantung dari apakah emer a penderita diseksi aorta akut ataupun edem

tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat enderita hipertensi ensefalopati, penurunan

dengan infark serebri akut ataupun perd kukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus 70-180/100 mmHg (1,2,4,6,8).

rtensi dengan yang nyai nilai diantara  pertensi terkontrol

aupun hipertensi, ira 25% di bawah an MAP sebanyak gensi atau urgensi.  paru akibat payah lagi dibandingkan tekanan darah 25% rahan intrakranial, ijaga agar tekanan

(7)

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada. Tabel 2. Prevalensi kerusakan target organ

Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau  paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, Perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian  pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina,

akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi (1,5,7).

(8)

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menunjukkan organ mana yang mengalami gangguan.

 Anamnesis

Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat  pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD), amphetamin, atau obat-obat simpatomimetic lainnya. Gejala sistem saraf (nyeri kepala,  perubahan mental, ansietas). Gejala sistem ginjal (BAK berwarna merah, jumlah urin  berkurang). Gejala sistem kardiovaskuler (adanya sesak napas, payah jantung, kongestif dan oedema paru, nyeri dada). Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis) penting dievaluasi. Hal yang juga perlu untuk dievaluasi adalah r iwayat kehamilan untuk mencari tanda eklampsia sebagai penyebab krisis hipertensi(1,2,3).

(9)

 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat pada posisi (baring dan berdiri) pada kedua tangan. Begitu pula nadi diperiksa pada keempat ekstremitas, auskultasi paru untuk mencari edema paru, auskutasi jantung untuk mencari murmur/gallop, auskultasi arteri renalis untuk mencari bruit dan pemeriksaan neurologis serta funduskopi. Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat pada retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada peningkatan tekanan vena  jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan neurologi untuk menilai

tanda perubahan neurologis yang segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi ensefalopati seperti disorientasi, gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang fokal.

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu : a. Pemeriksaan segera seperti :

 Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit  Urine : Urinalisa

 EKG : 12 lead : melihat tanda iskemi

 Rontgen Thoraks : Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai ukuran jantung, tanda edema paru serta penapisan awal terjadinya diseksi aort a akut.

 b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)  Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal

 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan

 Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin, metamefrin, Venumandelic Acid (VMA)

 Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.

(10)

Gambar 4. Alur Diagnostik Krisis Hipertensi(1)

Pasien dengan Hipertensi

TD > 180/120 mmHg

Tidak Krisis Hipertensi - Pre-hipertensi TDS 120-139 TDD 80-89 - Hipertensi stadium 1 TDS 140-159 TDD 90-99 - Hipertensi stadium 2 TDS > 160 TDD > 100 Tatalaksana Tidak

Hipertensi Urgensi Hipertensi Emergensi

Tidak Ya

Ya

Kerusakan Organ Target

1. Neurologi

- Tanda Stroke Iskemik/Hemoragik

 Nyeri kepala  Muntah

 Penurunan kesadaran

 Kelumpuhan anggota gerak/paresis n. cranialis  Bicara pelo

 Mulut mencong

-  Flapping Tremor

2. Jantung & Paru

-  Nyeri dada

- Perbedaan TD lengan kanan/kiri > 20 mmHg (diseksi aorta) - Auskultasi : murmur/mitral regurgitasi/gallop

- Peninggian JVP

- Ronkhi basah/sesak napas

3. Ginjal

- Edema perifer - Oliguria/anuria - Hematuria/proteinuria - Peningkatan ureum kreatinin

4. Mata

(11)

PENATALAKSANAAN 1. Hipertensi Urgensi

A. Penatalaksanaan Umum

Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal  standard goal  penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi  parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading  dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis  pada arteri renal bilateral).

 Nicardipine adalah golongan calcium channel  blocker yang sering digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan  placebo yang mencapai 22% (p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi,  berkeringat dan sakit kepala.

 Labetalol adalah gabungan antara α1 dan  β-adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.

(12)

Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergicreceptor agonist ) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.

 Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara 10-20 menit.  Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.

2. Hipertensi Emergensi A. Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih  belum jelas, tetapi penurunan  Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan

15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi. Untuk menghindari hal tersebut maka pemberian anti hipertensi yang lebih bisa dikontrol secara intravena lebih dianjurkan dibanding terapi oral atau sublingual seperti Nifedipine. Tujuan penurunan TD  bukanlah untuk mendapatkan TD normal, tetapi lebih untuk mendapatkan penurunan tekanan darah yang terkendali. Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg. Tekanan sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortiic aneurisma). Penurunan TD tidak lebih dari 20 % dari MAP ataupun TD yang didapat. Kemudian dilakukan observasi terhadap pasien, jika penurunan tekanan darah awal dapat diterima oleh pasien dimana keadaan klinisnya stabil, maka 24 jam kemudian tekanan darah dapat diturunkan secara bertahap menuju angka normal.

B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi

Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105

(13)

mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP harus dipertahankan di  bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus dipantau secara

hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.

Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β blocker (labetalol dan esmolol ) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20 menit.

Kidney Failure. Acute kidney injury  bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi.  Acute kidney injury ditandai dengan  proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.

Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti  pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti  pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan  pemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV ( ganglion-blocking agent ). Golongan  β-blockers dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah dijelaskan di atas.

PROGNOSIS

Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan segera(1,6).

(14)
(15)

STATUS PASIEN I. Identitas Pasien

 Nama : Ny. NS

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 57 tahun

Alamat : Tateli-Manado-Sulawesi Utara Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Tgl masuk : 03-01-2016

II. Anamnesis

Keluhan Utama :

Keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMRS, keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk nonton TV. Darah yang keluar  berwarna merah segar. Darah keluar dari kedua hidung dan saat pasien meludah

kadang-kadang juga terdapat darah. Pasien merasa pusing. Pasien tidak merasakan pusing berputar. Keluhan nyeri kepala, mual, muntah disangkal. Keluhan hidung berdarah tanpa penurunan kesadaran.

Pasien menyangkal keluhan nyeri kepala disertai pandangan kabur, penglihatan ganda, nyeri dan gatal pada mata. Tidak terdapat adanya kelemahan anggota gerak, tidak terdapat rasa kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan buang air besar lancar tanpa keluhan. Pasien tidak ada riwayat trauma pada hidung. riwayat benda asing di hidung disangkal.

(16)

Riwayat penyakit dahulu :

 Pasien sebelumnya mengalami pilek dan sering kambuh. Pasien mengaku mempunyai

riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol. Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat trauma disangkal, riwayat batuk lama disangkal. Pasien menyangkal riwayat penyakit jantung, penyakit kencing manis, dan penyakit asma.

 Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu lama dan de kat

dan mengaku tidak mempunyai riwayat alergi

 Pasien mengaku tidak ada alergi obat.

Riwayat penyakit keluarga :

Pasien mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti pasien.Ibu kandung pasien menderita hipertensi.

III. Pemeriksaan Fisik

-

Kesadaran : Compos Mentis

-

Tekanan darah : 220/130 mmHg

-

 Nadi : 100 x/menit, regular

-

Pernapasan : 22 x/menit normal

-

Suhu : 36,50C

-

BB : 87 kg

Status Generalis Kepala

 Bentuk : Normal, simetris

 Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik-/-, edema palpebra -/-, pupil

isokor kanan dan kiri. Refleks cahaya +/+

(17)

 Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi, nyeri tekan (-)

Rhinoskopi anterior : Rhinorrhea (+)/(+), perdarahan aktif (-)/(-), massa (-)/(-), polip (-)/(-)

 Mulut : Mulut simetris, tidak ada deviasi, Tonsil T1/T1, sianosis (-), deviasi

lidah (-) Leher

Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.

Thoraks Pulmo

 Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama

dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.

 Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri

 Perkusi :sonor pada kedua lapangan paru

 Auskultasi : ves +/+, ronki , Wheezing

-/-Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

 Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi

 Perkusi Batas jantung :

o Batas atas : ICS II garis parasternalis kiri

o Batas kanan : ICS V garis sternalis kanan

o Batas kiri : ICS V garis axillaris anterior kiri

 Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

 Inspeksi : Perut cembung, tidak tampak adanya kelainan

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Perkusi : Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)

(18)

Genitalia Tidak dinilai Ekstremitas

Akral hangat, CRT < 2”, arteri perifer teraba normal, edema ekstremitas

-/-Status Neurologis Saraf Cranial :

 N. II (Optikus)

Refleks cahaya langsung : +/+ (pupil bulat, isokor) Tajam penglihatan : sulit dinilai

Lapang penglihatan : baik dalam batas normal Melihat warna : baik dalam batas normal Fundus okuli : Tidak dilakukan

 N. III (Occulomotor) Pupil

Ukuran : 3mm

Bentuk : bulat

Isokor/anisokor : Isokor

Reflex cahaya tidak langsung : +/+

 N. IV (Troklearis)

Pergerakan bola mata (Ke Bawah Dalam) : +/+

 N. V (Trigeminus)

Membuka mulut : asimetris

Menguyah : baik dalam batas normal Menggigit : baik dalam batas normal Refleks kornea : baik dalam batas normal Sensabilitas wajah : baik dalam batas normal

 N. VI (Abdusen)

(19)

 N VII (Facialis)

Mengerutkan dahi : simetris kanan-kiri Menutup mata : simetris kanan-kiri Memperlihatkan gigi : simetris kanan-kiri

 N IX (glosofaringeus)

Perasaan lidah (1/3 bagian lidah belakang) : baik dalam batas normal Posisi uvula : tidak ada deviasi

 N X (vagus)

Arkus faring : baik dalam batas normal

Menelan : baik

Refleks muntah : baik

 N. XI (Asesorius)

Menengok (M. Sternocleidomastoideus): baik, dapat menengok kanan dan kiri Mengangkat bahu (M. Trapezius) : baik

 N XII (Hipoglossus)

Pergerakan lidah : baik, dapat menggerakan lidah ke segala arah Lidah deviasi : tidak terdapat deviasi

Badan dan Anggota Gerak : Anggota gerak atas

Motorik: Baik Pergerakan: (+)/(+) Kekuatan: 5 / 5 Anggota gerak bawah Motorik: Baik

(20)

Kekuatan: 5 / 5 Tonus: Normal Refleks patologis : Babinski : (-)/(-) Chaddock : (-)/(-) Gondon : (-)/(-) Oppenheim : (-)/(-) Schiffer : (-)/(-)

IV. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (03/01/2016)

LAB RESULT NORMAL

Hb 15,5 13-16 gr% Leukosit 11.700 4.000-10.000 Eritrosit 4,7 4-6 juta/mm3 Trombosit 265.000 150.000-450.000 Hematokrit 44 37-43% GDS 126 80-120 mg/dl Ureum 18 10-50 Creatinin 1,0 0,5-1,5 mg/dl SGOT 32 < 31 U/L SGPT 33 < 32 U/L

(21)

Rontgen Thoraks

Kesan : C/P Normal EKG

(22)

 Axis normal  P wave N 0.08 detik  PR interval 0,16 detik  QRS kompleks 0,8 detik  Interval QT 0,32 detik  S V2 + R V6 > 35 mm

Kesan : Gambaran EKG Normal

V. Resume :

Pasien datang dengan keluhan epistaksis. Pasien juga mengeluh pusing. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 220/130, pulsasi 100 x/menit, rhinorrhea (+/(+),  perdarahan aktif (-)/(-). JVP tidak meningkat. Pemeriksaan fisik paru dan jantung dalam batas

normal. Tidak didapatkan defisit neurologis maupun gangguan nervus kranialis. Pada  pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. Rontgen thoraks dan EKG tidak ada

(23)

VI. Daftar Masalah Hipertensi urgensi Epistaksis

VII. Pembahasan

1. Hipertensi Urgensi

 Atas dasar : Didapatkan krisis hipertensi yang digolongkan pada hipertensi

Urgensi, karena didapatkan peningkatan tekanan darah tanpa disertai kecurigaan kerusakan organ.

 Assesment :

 Berdasarkan krisis hipertensi digolongkan pada hipertensi urgensi.

 Planing

 Konsul Bagian Neurologi

 Treatment

  Non farmakologis

o Di rawat di ruangan

o Istirahat baring

o Diet rendah garam

o Tujuan pengobatan hipertensi emergensi adalah menurunkan

tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita

 Farmakologis

o Infus RL 10 tpm

o Amlodipine 10 mg 1 – 0 – 0

o Candesartan 8 mg 0 – 1 – 0

o Bisoprolol 5 mg ½ - 0 - 0

o Menurunkan MAP tidak lebih dari 25% dalam 1-12 jam,

setelah tidak ada tanda hipoferfusi organ penurunan dapat di lanjutkan hingga 24-72 jam sampai mendekati normal

2. Epistaksis

 Atas dasar  : Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung. Pada umumnya

terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian  posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari

(24)

arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik, kelainan sistemik yang sering menimbulkan epistaksis adalah penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi. Pada kasus ini, pasien mengalami hipertensi urgensi yang mengakibatkan terjadinya epistaksis anterior.

 Assesment :

 Epistaksis anterior ec hipertensi urgensi

 Planing

 Konsul Bagian THT

 Treatment

  Non farmakologis : Istirahat baring

 Farmakologis

 Pasang tampon hidung (tampon anterior), ini dilakukan untuk menekan

dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior agar  perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan  pangkal hidung untuk menghentikan perdarahan tersebut.

 Pemberian antibiotik ceftriaxone bertujuan untuk mencegah terjadinya

infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam traneksamat bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian ketorolac sebagai analgetik.

(25)

VIII. Diagnosa

Epistaksis ec Hipertensi Urgensi IX. Follow up Tgl Pemeriksaan 04-01-2016 T : 170/120 mmHg P : 80x/menit R : 20x/menit S : 36,5C

Pusing (-), pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), kesemutan di ekstremitas (-), BAB & BAK dbn.

Kesadaran : CM

Kepala : Normocephal

Mata : Ka , SI , edema palpebral , lensa keruh -/-Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

Tho :VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -, gallop

-Abdomen : cembung, H/L tak membesar Akral hangat +/+ Kekuatan otot 5/5, 5/5 GDP: 110 mg/dl (75-115 mg/dl) GD2PP: 123 mg/dl (<200 mg/dl) Terapi Infus RL 10 tpm Tampon hidung

(26)

Inj. Ketorolac 1 Amp i.v

Inj. Asam tranexamat 1 Amp i.v Amlodipine Candesartan Bisoprolol 05-01-2016 T : 150/110mmHg P : 81x/menit R : 20x/menit S : 36,4C Kesadaran : CM Keluhan (-) Kepala : Normocephal

Mata: Ka , SI , edema palpebral , lensa keruh -/-Hidung : perdarahan aktif (-)/(-)

Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -, gallop

-Abdomen : cembung H/L tak membesar Akral hangat +/+

Kekuatan otot 5/5, 5/5 Terapi lanjut

Aff tampon hidung, inj. As tranexamat & ketorolac stop 26-05-2015 T : 140/90mmHg

P : 80x/menit R : 20x/menit

(27)

S : 36,6 C

 Nyeri kepala (+), pandangan kabur (-), diplopia (-), mual muntah (+) 2x Kepala : Normocephal

Mata: Ka , SI , edema palpebral , lensa keruh -/-Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -, gallop

-Abdomen : cembung H/L tak membesar Akral hangat +/+

Hasil CT Scan:

Tidak tampak tanda perdarahan, infark maupun S.O.L Terapi lanjut

X. Prognosis :

Quo ad vitam : Dubia

Quo ad functionam : Dubia ad bonam Quo ad sanactionam : Dubia

(28)

PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis dengan epistaksis anterior. Berdasarkan sumber perdarahannya, epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Pecahnya Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior dikarenakan berbagai sebab seperti trauma pada hidung, adanya benda asing, tumor jinak hidung, ataupun sebab sistemik seperti adanya riwayat hipertensi. Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, terjadinya epistaksis dimungkinkan karena adanya riwayat hipertensi. Pleksus kiesselbach merupakan daerah dimana rentan terjadi perdarahan karena daerah ini mempunyai pembuluh darah yang kecil dan rapuh. Hipertensi dapat menyebabkan pleksus kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior menjadi pecah karena tingginya tekanan darah di daerah tersebut.

Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pasang tampon hidung (tampon anterior), ini dilakukan untuk menekan dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior agar perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan pangkal hidung untuk menghentikan perdarahan tersebut. Pemberian antibiotik ceftriaxone injeksi bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam traneksamat bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian ketorolac digunakan untuk menghilangkan rasa sakit.

Pemberian anti hipertensi pada pasien didasarkan pada diagnosis kerja hipertensi urgensi karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan organ target. Pemberian obat antihipertensi secara oral merupakan pilihan yang dapat diberikan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pemilihan obat berdasarkan mekanisme kerja dan ketersediaan obat. Amlodipine dipilih sebagai alternatif nicardipine yang merupakan pilihan pertama pada  pasien hipertensi urgensi yang berasal dari golongan calcium-channel blocker. Candesartan

dari golongan Angiotensin Receptor Blocker diberikan sebagai kombinasi dengan golongan Calcium channel blocker agar penurunan tekanan darah dapat berlangsung lebih cepat. Kombinasi obat ketiga adalah golongan antagonis adrenoseptor, yang dipakai adalah  bisoprolol karena bekerja pada reseptor beta-1 yang dimetabolisme terutama di hepar dan

memiliki waktu paruh yang panjang sehingga bisa dimanfaatkan efeknya untuk menurunkan tekanan darah dalam waktu yang lebih lama.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Devicaesaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Medicinus Vol. 27, No.3, Desember 2014.

2. Anonymous. National High Blood Pressure Education Program. The seventh report of the Joint National Committe on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure. Bethesda (MD): Dept. of Health and Human Services, National Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute, NIH Publication. 2004; No.04-5230l.

3. Zampagniole B, Pascale C, Marchisio M, et al. Hypertensive urgencies and emergencies. Prevalence and clinical presentation. Hypertension. 1996;27:144-7. 4. Sutters, M. Systemic Hypertension dalam Papadakis M, McPhee S, Rabow M.

Current Medical Diagnosis and Treatment 55th edition. 2016. McGraw-Hill Education 5. Evidence-based Guideline for Management of Hypertension in adults. Report From

the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).  JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427.

6. Pollack C, Rees C. Hypertnesive Emergency : Acute Care Evaluation and Management. 2008. Department of Emergency Medicine, Pennsylvania Hospital. University of Pennsylvania, Philadelphia.

7. Salkic S, Brkic S, Batic-Mujanovic O, et al. Emergency Room Treatment of Hypertensive Crises. MED ARH. 2015 OCT; 69(5): 302-306

8. Angelats EG, Baur EB. Hypertension, Hypertensive crisis, and Hypertensive emergency: approaches to emergency department care. Emergencias. 2010; 22: 209-219

9. Efiaty arsyad. 2001. Epistaksis, Buku ajar ilmu kesehatan teling-hidung-tenggorok-leher . FKUI. 2001

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut J NC VII NC VII (2) (2) Kategori
Gambar 1. Patofisiologi hiperte
Gambar 2. Kurva Autoregulasi
Gambar 3. Papilledema. Pembengkakan optic disc dan margin kabur (1) .
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa terapi diet pisang ambon secara bermakna menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada klien hipertensi di

Tujuan : Melakukan penerapan pemberian terapi musik untuk mengatasi stres dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.. Metode : Penelitian ini merupakan

Pada pasien ini tidak didapatkan gejala tremor, di mana VaP ditandai dengan onset mendadak dan perkembangan gejala klinis yang cepat, respons yang kurang responsif terhadap

Pada penelitian ini terapi yang paling banyak digunakan untuk mengatasi hipertensi urgensiadalah furosemide dari hasil analisis statistik furosemide signifikan dalam

Dari penelitian ini, terapi rendam kaki air hangat efektif menurunkan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Dusun Depok, Ambarketawang, Gamping,

Pengobatan yang dianjurkan pada pasien glaukoma primer sudut tertutup ini adalah beta adrenergik antagonis untuk menurunkan tekanan intra okuler dengan cara menekan produksi

Untuk itu tanaman sambung nyawa (Gynura Procumbens) dapat digunakan sebagai terapi hipertensi dan dengan mekanisme-mekanismenya dalam menurunkan tekanan darah tersebut

Dari hasil penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa terapi diet pisang ambon secara bermakna menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada