• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHASISWA DAN SEKSUALITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHASISWA DAN SEKSUALITAS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MAHASISWA DAN SEKSUALITAS

Rikawarastuti

Dosen Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jakarta I email : rikawarastuti@gmail.com

Abstrak

Perilaku seksual di kalangan mahasiswa semakin permisif dilakukan. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan seksualitas pada mahasiswa perguruan tinggi kesehatan “X”. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif cross sectional studies. Penelitian dilakukan pada April – Juli 2013 menggunakan data primer. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa (512 orang). Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 123 orang. Analisis data dilakukan dengan univariat. Hasil penelitian menunjukkan responden penelitian memperoleh pajanan media berupa film porno (75,61%) dan tempat menonton film porno di luar rumah (65,85%) sisanya di rumah. Mayoritas responden (92,68%) pernah membicarakan seks dengan temannya dan memiliki memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seks pranikah (62,60%). Sikap responden terhadap seks pranikah mulai permisif dengan satu orang (0,81%) memiliki sikap negatif karena setuju seks pranikah dan 2,44% setuju hubungan seksual dengan pacar untuk membuktikan rasa cinta dan sayang serta 9,76% setuju ciuman bibir. Responden yang telah melakukan perilaku seksual berisiko sebanyak 34 orang (27,64%) seperti melakukan rabaan daerah sensitif (3,25%), ciuman bibir (21,14%), cumbuan (0,81%), masturbasi/onani (11,38%), dan hubungan seks (0,81%). Disarankan agar perguruan tinggi kesehatan “X” dapat melakukan pendekatan persuasif kepada mahasiswa dengan melakukan integrasi bimbingan konseling dan pendidikan seks.

Kata kunci :

Mahasiswa, seksualitas, hubungan seksual Abstract

Sexual behavior among students are more permissive. The purpose of this research is to describe sexuality in college "X". Descriptive studied with cross-sectional design was conducted to student on April to July 2013 used primary data. Purposive sampling was performed and total of 123 were studied. Data analyzed used univariate. Results showed respondent exposured pornograph (75.61%) and watching porn outdoors (65.85%) remaining at home. Majority of respondent (92.68%) talk about sex with their friends and have had friends who have had sex before marriage (62.60%). Respondents' attitudes toward premarital sex began permissive with one person (0.81%) have a negative attitude because the agreed 2.44% premarital sex and sexual intercourse with a girlfriend agrees to prove love and affection as well as 9.76% agree lip kissing. Respondents who have made risk sexual behavior 34 people (27.64%) as did necking (3.25%), kissing(21.14%), petting (0.81%), masturbation (11,38%), and sexual intercourse (0.81%). The results suggest colleges "X" can make a persuasive approach to the integration of students with counseling and sex education.

Key words :

Student, sexuality, sexual intercouse

Pendahuluan

Masa remaja atau adolescence merupakan salah satu fase penting bagi perkembangan manusia pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Masa remaja terdiri dari tiga tahap, yaitu remaja awal (mulai umur 11 atau 12-14 tahun), remaja menengah (mulai umur 14-16 tahun) dan remaja akhir (mulai umur 16-18 tahun)1. Masa remaja pertengahan adalah waktu ketika remaja mulai mengembangkan hubungan romantis dan ketika kebanyakan remaja ingin memulai percobaan seksual2.

Remaja terlibat dalam seksualitas karena berbagai alasan seperti untuk memperoleh sensasi menyenangkan, untuk memuaskan dorongan seksual, untuk memuaskan rasa keingintahuan, sebagai tanda penaklukan, sebagai ekspresi rasa sayang, atau mereka tidak mampu menahan tekanan untuk menyesuaikan diri. Keinginan yang sangat mendesak untuk menjadi milik seseorang memicu meningkatnya serangkaian kontak fisik yang intim dengan pasangan yang diidolakan2.

(2)

Berbagai penelitian mengenai kaum remaja di Indonesia pada umumnya menyimpulkan bahwa nilai-nilai hidup kaum remaja kini mengalami proses perubahan. Remaja Indonesia dewasa ini nampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seksual pranikah. Sehingga, penelitian terhadap perilaku hubungan seks sebelum menikah menunjukkan angka yang tidak pernah surut.

Saat ini hubungan seksual sebelum menikah semakin hari kian menjadi sorotan. Makin banyak dan sering berita dan penelitian yang mengungkap kasus-kasus hubungan seks sebelum menikah di masyarakat, khususnya remaja. Meskipun norma yang berlaku hanya bisa menerima perilaku seksual dalam wadah perkawinan, namun tidak bisa mencegah timbulnya hubungan seksual sebelum menikah.

Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia pada tahun 2007 menemukan perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia3 dan pada tahun 2008, studi Berdasarkan survey kesehatan reproduksi yang dilakukan Badan Kesehatan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 92% remaja yang berpacaran saling berpegangan tangan, 82% yang saling berciuman, dan 63% remaja yang berpacaran tidak malu untuk saling meraba (petting) bagian tubuh pasangan. Remaja saat ini lebih permisif untuk melakukan apa pun demi keseriusan pada pasangannya. Semua aktivitas itu yang akhirnya mempengaruhi niat untuk melakukan seks lebih jauh3. Sedangkan pada tahun 2009 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasil yang didapat menunjukkan sebanyak 35,9% remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 % responden telah melakukan hubungan seksual pranikah4.

Seksualitas pada remaja didorong oleh faktor perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan. Selanjutnya remaja akan berkembang lebih jauh terhadap hasrat seksual kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman, masturbasi, dan hubungan seks. Kecenderungan semakin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video cassette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet dan lain-lain) menjadi tidak terbendungnya lagi sedangkan remaja dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba tindakan perilaku seksual5. Kurangnya pengetahuan tentang hubungan seks pranikah yang diterima remaja dari orang tua membuat remaja mencari sendiri sumber informasi tentang seks pranikah lewat internet dan menilai sendiri serta menyimpulkan sendiri tentang hubungan seks6 .

Pengetahuan remaja yang tidak tepat tentang seksualitas mendorong remaja salah dalam bersikap dan berperilaku. Dari hasil penelitian mengenai perilaku seksual remaja kota Semarang terhadap aktivitas pacaran didapatkan remaja yang melakukan hubungan seks pranikah sebanyak 14,1%, usia pertama kali melakukan hubungan seks didominasi usia 18 –20 tahun sebagai wujud ungkapan sayang dengan pacar 51%7. Meningkatnya minat pada seks menyebabkan remaja selalu ingin mencari lebih banyak lagi informasi mengenai seks. Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang seksualitas, memaksa remaja mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri.

Mahasiswa sebagai remaja akhir, memiliki tugas dan fase perkembangan seksual yang mendorong mereka untuk menjalin relasi heteroseksual (seperti pacaran). Dalam menjalin relasi heteroseksual seorang individu memiliki kecenderungan untuk melakukan berbagai bentuk perilaku seksual. Disamping itu, ciri perilaku heteroseksual remaja masa kini yaitu sikap terhadap perilaku seks yang jauh lebih lunak dibanding remaja generasi sebelumnya, maka tak heran jika ancaman pola hidup seks bebas di kalangan mahasiswa berkembang semakin serius8. Perilaku seksual pranikah di kalangan mahasiswa yang semakin meningkat memerlukan perhatian khusus dari semua pihak termasuk perguruan tinggi karena berpotensi terhadap kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), aborsi, dan infeksi menular seksual pranikah.

Berdasarkan hasil penelitian di 13 Sekolah Tinggi Kesehatan daerah Jakarta Timur diperoleh hasil sebanyak 29,5 % mahasiswa berperilaku seksual beresiko. Perilaku seksual berisiko yang dilakukan

(3)

mencakup kegiatan cium bibir dan mulut, meraba –raba / petting dan hubungan seksual atau senggama9. Di Jakarta Selatan terdapat beberapa perguruan tinggi kesehatan. Secara umum mahasiswa perguruan tinggi kesehatan terpapar terhadap seksualitas secara formal melalui beberapa matakuliah, termasuk tinggi kesehatan “X”. Harapannya dengan ilmu tersebut dapat mencegah mahasiswa untuk memiliki sikap maupun perilaku seksual berisiko.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seksualitas pada mahasiswa kesehatan perguruan tinggi “X”.

Metode

Penelitian dilakukan di sebuah perguruan tinggi kesehatan di wilayah Jakarta Selatan pada April – Juli 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional studies. Data yang digunakan merupakan data primer.

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa (512 orang) di tempat penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 123 orang. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah terdaftar sebagai mahasiswa, mengisi formulir inform consent, dan bersedia menjadi responden sedangkan kriteria eksklusi adalah mahasiswa yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian.

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner untuk mengumpulkan data karakteristik mahasiswa (umur, jenis kelamin), sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan 12 pernyataan menggunakan skala Likert, pajanan media, pajanan teman sebaya, dan perilaku seksual berisiko yang pernah dilakukan.

Hasil

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh karakteristik responden seperti pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Responden

Variabel Jumlah Responden

n % Umur <19 tahun 56 45,53 ≥19 tahun 67 54,47 Jenis Kelamin Laki-laki 6 4,88 Perempuan 117 95,12

Rentang umur responden antara 17 – 20 tahun dengan rata-rata umur 18,4 tahun. Sikap responden terhadap hubungan seks pranikah dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Sikap Responden terhadap Seks Pranikah

No Pertanyaan SS n (%) S n (%) TS n (%) STS n (%) 1 Perilaku seksual pranikah adalah wajar dilakukan

remaja 0 (0) 1 (0,81) 21 (17,07) 101 (82,11) 2 Hubungan seksual dengan pacar boleh dilakukan untuk

membuktikan rasa cinta dan sayangnya

0 (0) 3 (2,44) 20 (16,26) 100 (81,30)

(4)

memiliki (0,81) (0,81) (20,33) (78,05) 4 Berciuman basah (cium bibir) sudah boleh dilakukan

sepasang kekasih remaja (0) 0

12 (9,76) 43 (34.96) 68 (55,29) 5 Bercumbu intim tanpa menempelkan kelamin sudah

boleh dilakukan sepasang kekasih remaja

0 (0) 0 (0) 28 (22,76) 95 (77,24) 6 Bercumbu intim dengan menempelkan kelamin sudah

boleh dilakukan sepasang kekasih remaja

0 (0) 0 (0) 17 (13,82) 106 (86,18) 7 Melakukan hubungan seksual satu kali tidak akan

menyebabkan kehamilan 0 (0) 5 (4,07) 38 (30,89) 80 (65,04) 8 Kehamilan karena “kecelakaan” dapat ditangani dengan

menggugurkan kandungannya 0 (0) 0 (0) 10 (8,13) 113 (91,87) 9 Pendidikan seks belum pantas diberikan kepada remaja

karena berdampak akan mencoba

5 (4,07) 9 (7,32) 63 (51,22) 46 (37,40)

10 Menikah di usia muda sangat menguntungkan 5

(4,07) 9 (7,32) 65 (52,85) 44 (35,77) 11 Berhubungan seksual dengan lawan jenis tanpa ikatan

pernikahan melanggar norma dan agama

100 (81,30) 11 (8,94) 0 (0) 12 (9,76) 12 Melakukan hubungan seksual pranikah pada remaja

dapat berpengaruh buruk terhadap kelanjutan pendidikan dan kesempatan kerja

88 (71,54) 20 (16,26) 3 (2,44) 12 (9,76)

SS: Sangat Setuju, S : Setuju, TS : Tidak Setuju, STS : Sangat Tidak Setuju

Gambaran tentang pajanan media dan teman sebaya pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Pajanan Media dan Teman Sebaya

Variabel Jumlah Responden

n %

Pajanan Media Menonton film porno

Pernah 93 75,61

Tidak pernah 30 24,39

Frekuensi menonton film porno

>1 kali 82 66,67

1 kali 41 33,33

Tempat menonton film porno

Rumah 42 34,15

Luar Rumah 81 65,85

Membuka situs porno

Pernah 42 34,15

Tidak pernah 81 65,85

Tempat membuka situs porno

Rumah 17 13,82

Luar rumah 34 27,64

Teman Sebaya

Bicara seks dengan teman

Pernah 114 92,68

Tidak pernah 9 7,32

Memiliki teman yang telah melakukan hubungan seks pranikah

Ada 77 62,60

Tidak ada 46 37,4

(5)

Perilaku Seksual Pernah Tidak Pernah

n % n %

Pelukan 65 52,85 58 47,15

Meraba daerah sensitif 4 3,25 119 96,75

Ciuman bibir 26 21,14 97 78,86

Cumbuan tanpa menempel kelamin

1 0,81 122 99,19

Masturbasi/ onani 14 11,38 109 88,62

Hubungan seks 1 0,81 122 99,19

Perilaku seksual responden dari minimal meraba daerah sensitive sampai dengan melakukan ciuman bibir, cumbuan, masturbasi/onani, dan hubungan seks merupakan perilaku seksual berisiko sedangkan pelukan tidak dimasukkan ke perilaku seksual berisiko sehingga distribusi responden berdasarkan perilaku seksual berisiko dapat dilihat pada tabel 5 berikut :

Tabel 5. Distribusi Responden menurut Perilaku Seksual

Perilaku Seksual Jumlah Responden

n %

Berisiko 34 27,64

Tidak berisiko 89 72,36

Pembahasan

Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 123 orang yang didominasi oleh perempuan (95,12%) sebagai karakteristik khas sebuah perguruan tinggi kesehatan. Umur responden pada rentang 17 – 20 tahun. Menurut Hurlock (2011) dorongan seksual dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan. Sedangkan faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno10.

Responden penelitian ini memperoleh pajanan media berupa film porno dan situs porno. Pajanan film porno lebih banyak terjadi (75,61%) dan tempat menonton film porno lebih banyak di luar rumah (65,85%). Tempat menonton yang paling banyak justru di ruang kelas dengan beberapa teman dan di warung internet. Meskipun demikian, cukup banyak responden yang berani menonton film porno maupun situs porno di rumahnya sendiri. Hal tersebut menunjukkan mulai melemahnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan teknologi informasi di rumah. Padahal, hasil penelitian lain menunjukkan responden yang terpapar media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan yang tidak terpapar dengan media elektronik (95%CI=1,01-18,40), sedangkan responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan tidak terpapar dengan media cetak (95%CI=1,04-8,94)11.

Remaja yang melakukan perilaku seks pranikah dapat termotivasi oleh pengaruh kelompok (teman sebaya) dalam upaya ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya (melakukan perilaku seks pranikah). Selain itu, didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Pada masa remaja, kedekatan dengan peer-group sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. Dengan demikian remaja mempunyai

(6)

kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya12.

Demikian pula dari hasil penelitian ini, mayoritas responden (92,68%) pernah membicarakan seks dengan temannya. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian di SMA Muhammadiyah 3 Kota Surakarta menunjukkan sebagian besar responden menyatakan memperoleh informasi seksualitas dari teman sebaya dan diperoleh adanya hubungan bermakna peran teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta13. Responden penelitian ini (62,60%) mengaku memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seks pranikah. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan studi yang dilakukan oleh Komnas Perempuan di empat kota (Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya) yang menyatakan sebanyak 35,9% remaja memiliki teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

Penelitian yang dilakukan oleh Iswarati dan T.Y. Prihyugiarto, yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang siginfikan antara mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seks dengan sikap remaja melakukan hubungan seksual pranikah. Perilaku remaja yang mempunyai teman pernah melakukan hubungan seksual pranikah cenderung 3 kali lebih banyak bersikap setuju jika remaja melakukan hubungan seksual pranikah daripada remaja yang tidak mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini dikarenakan adanya dorongan dari teman dekatnya untuk melakukan hubungan seks pranikah menyebabkan seseorang menjadi bersikap permisif dan kemungkinan selanjutnya melakukan hubungan seksual pranikah14 .

Peran teman sebaya bagi remaja sangat berarti dalam memperoleh informasi yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku remaja terhadap isu seksualitas. Hal ini terjadi karena banyak pihak baik remaja, orangtua, guru, pendidik, pemuka agama dan tokoh masyarakat merasa takut apabila informasi dan pendidikan seks diberikan pada remaja akan disalahgunakan oleh remaja. Sehingga remaja pun lebih senang bertanya pada teman sebaya yang tidak lebih baik pengetahuannya dan tidak menerima pendidikan seks yang bertanggungjawab. Remaja menerima informasi yang salah bahkan menyesatkan misalnya dari cerita teman, melihat dari film atau video porno, tayangan televisi, membaca buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar dibandingkan pengetahuan pendidikan seksual yang benar15

Sikap responden terhadap seks pranikah mulai menunjukkan indikasi sikap permisif. Satu orang responden (0,81%) memiliki sikap negatif karena menyetujui seks pranikah dan 2,44% responden memiliki sikap negatif karena menyetujui hubungan seksual dengan pacar boleh dilakukan untuk membuktikan rasa cinta dan sayang. Selain itu beberapa responden memiliki sikap negative karena menyetujui ciuman bibir (9,76%). Meskipun demikian mayoritas responden (81,30%) menganggap hubungan seksual dengan lawan jenis tanpa ikatan perkawinan melanggar norma dan agama.

Remaja dengan sikap relatif negatif memiliki peluang 9,94 kali berperilaku seksual berisiko berat dibanding sikap relatif positif (95%CI=4,14-23,6). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku seksual remaja. Sikap merupakan respon tertutup yang manifestasinya tidak dapat dilihat langsung dan merupakan predisposisi tingkah laku. Dalam hal ini dapat diartikan jika remaja mempunyai sikap positif terhadap berbagai jenis perilaku seksual maka potensi untuk berperilaku positif cukup besar pula11 .

Pengetahuan dan sikap merupakan sama-sama bentuk dari faktor perdisposisi dari perilaku, pengetahuan dan sikap dapat berjalan seiring artinya jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka akan ada kecenderungan sikap yang positif. Salah satu bentuk stimulus sikap dari luar adalah pengetahuan maka dengan remaja yang mendapat informasi yang benar tentang seksual pranikah maka mereka akan cenderung mempunyai sikap negatif. Seseorang setelah mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan akan dapat melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau

(7)

disikapi sehingga pengetahuan seksual pranikah dapat mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah16.

Responden penelitian ini sudah mulai melakukan beragam jenis perilaku seksual seperti pelukan, rabaan daerah sensitif, ciuman bibir, cumbuan, masturbasi/onani sampai berhubungan seks. Perilaku seksual yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah pelukan (47,15%). Meskipun pelukan belum termasuk perilaku seksual berisiko namun perilaku tersebut merupakan langkah awal untuk terjadinya perilaku seksual berisiko.

Perilaku seksual responden yang masuk kategori perilaku seksual berisiko yakni jika responden minimal telah melakukan rabaan daerah sensitive sampai dengan ciuman bibir, cumbuan, masturbasi/onani, dan hubungan seks sedangkan pelukan tidak dimasukkan ke perilaku seksual berisiko. Responden yang telah melakukan perilaku seksual berisiko sebanyak 34 orang (27,64%). Sebanyak 5 dari 6 responden laki-laki melakukan perilaku seksual berisiko berupa onani, padahal mereka tidak melakukan perilaku seks yang lain dan terdapat 1 orang responden perempuan yang telah melakukan hubungan seksual dengan orang lain dengan alasan iseng. Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku. Namun tentu saja tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman baik secara fisik, psikis maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki konsekuensi berbeda17 .

Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Perilaku seks dapat diwujudkan dalam bentuk KNPI (kissing, necking, petting dan intercourse)18. Kissing adalah ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di kening, pipi dan bibir bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Necking merupakan rangsangan di sekitar leher ke bawah. Necking ini dapat berupa ciuman di sekitar leher serta pelukan secara mendalam untuk menimbulkan rangsangan. Petting merupakan perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ kelamin. Perilaku petting ini juga ditunjukkan dengan perilaku oral seks yaitu melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks pasangannya. Sedangkan intercouse adalah bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual.

Notoatmodjo (2007) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingindipertahankan dan dikelola oleh individu16.

Kesimpulan

Mahasiswa perguruan tinggi kesehatan mulai mengalami kecenderungan sikap permisif terhadap perilaku seks pranikah. Meskipun memiliki akses informasi tentang seksualitas dari pendidikan formal namun dengan adanya pajanan media pornografi dan pajanan teman sebaya, tidak cukup mampu untuk mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko (27,64%) seperti melakukan rabaan daerah sensitif, ciuman bibir, cumbuan, masturbasi/onani, dan hubungan seks.

Saran

Agar kampus dapat melakukan pendekatan persuasif kepada mahasiswa dengan melakukan integrasi bimbingan konseling dan pendidikan seks.

(8)

Daftar Pustaka

1. Berk, L.E. (2008). Infants, children, and adolescents. (6th ed.). New York: Illinois State University : 531

2. Wong, D.L., Huckenberry M.J.(2008).Wong’s Nursing care of infants and children. Mosby Company, St Louis Missouri

3. BKKBN. (2010). Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007. Jakarta

4. Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses dari http://www.depkes.go.id tanggal 20 Agustus 2015 5. Sarwono, S.W. (2011). Psikologi remaja. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

6. Abdillah, F.A. (2010). Makna hubungan seks bagi remaja yang belum menikah di kota surabaya. Jurnal Sosial dan

Politik. Departemen Sosiologi, FISIP. Universitas Airlangga. Surabaya

7. PBKI JATENG. (2011). Survey PKBI semarang tentang angka kejadian seks pranikah. Semarang 8. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Penerbit Sagung Seto. Jakarta

9. Mahyar, S. (2011). Faktor –faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di sekolah tinggi ilmu kesehatan.

Tesis. Program Pasca Sarjana.Universitas Respati Indonesia. Jakarta

10. Hurlock, E. (2011). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Penerbit Erlangga . Jakarta

11. Dien, G. A. N. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid smu negeri di kota padang tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2008 -September 2008, II (2)

12. Suwarni, L. (2009). Monitoring parental dan perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja sma di kota pontianak, Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol.4 No.2 : 127-133

13. Maryatun ( 2013) Peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pra nikah pada remaja di sma muhammadiyah 3 surakarta. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 10 No. 1 Februari 2013; 39-47

14. Iswarati. & Prihyugiarto, T.Y. (2008.) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pra nikah pada remaja di indonesia. Jurnal Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, 2(2)

15. Burgess, V., Dziegielewski, S.F. & Green, C.E. (2005). Improving Comfort about Sex Communication between Parents

and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and CrisisIntervention, 5:379-390

16. Notoadmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta 17. Efendi, F. (2009) . Keperawatan Kesehatan Komunitas. Penerbit Salemba Medika:.Jakarta 18. Sarwono, S.W. (2011). Psikologi Remaja. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Gambar

Tabel 3. Pajanan Media dan Teman Sebaya
Tabel 5. Distribusi Responden menurut Perilaku Seksual

Referensi

Dokumen terkait

Transforman yang membawa plasmid pET-CP TICV terlebih dahulu ditumbuhkan pada 5 ml media LB cair yang mengandung 50 mg/ml ampisilin dan 20 mg/ml kloramfenikol pada suhu 37 °C

Peneliian yan g dilakukian oleh wahyudi (2008) untuk menelaah dan menilai bagaiman aICT telah digunakan di lembaga2 terkait sebagai penyelenggara layanan DIY learning Gateway,

Pernyataan yang menjadi topik penelitian adalah untuk Apoteker Pengelola Apotek diharapkan melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan

Pada gambar 10.17 menunjukkan pada Ingress port di switch RB250GS pada port 1,2 dan 3 akan diperlakukan vlan forward policy ( Vlan Mode = Enabled ), yang disesuaikan

Dengan adanya perbedaan dari kalangan ulama’ tentang pembagian zakat kepada mustahik, disamping itu masalah ini sering terjadi di dalam masyarakat sekitar

Semua biaya di atas dibebankan ke dalam biaya ICU meskipun apabila pasien masih dirawat di ICU dan berdasarkan print out rincian pengeluaran biaya perawatan pasien di manajemen

Font body teks meliputi font yang dipakai dalam penulisan keterangan pembuat komik, penulisan daftar sub bab dalam buku komik maupun ringkasan cerita pada bagian