• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Beruk Morfologi Beruk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Beruk Morfologi Beruk"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Beruk

Beruk merupakan spesies primata yang telah banyak dipelajari. Beruk sering digunakan sebagai hewan percobaan dalam berbagai penelitian biomedik. Beruk mempunyai beberapa nama lain, sepertisouthern tailed macaque, pig-tailed macaque, sundaland pigtail macaque, dan sunda pig-pig-tailed macaque (Inggris), macaque À queue de cochon (Perancis), dan macaca cola de cerdo (Spanyol) (Richardson et al. 2008).

Menurut Jones et al. (2004), beruk termasuk ke dalam genus Macaca, dengan nama latin Macaca nemestrina. Spesies ini masuk ke dalam subfamili Cercopithecinae,famili Cercopithecidae. Beruk termasuk ke dalam superfamili Cercopithecoidea, subordo Haplorhini, dan ordo Primata (Cartmill 2010). Secara sistematis klasifikasi beruk adalah sebagai berikut:

Kelas : Mammalia Ordo : Primata Subordo : Haplorhini Superfamili : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Subfamili : Cercopithecinae Genus : Macaca

Spesies : Macaca nemestrina

Morfologi Beruk

Beruk mempunyai ukuran tubuh paling besar di antara spesies Macaca lainnya. Beruk mempunyai rambut yang menyebar dari kepala sampai ke pergelangan kaki dan membentuk penutup tubuh yang rapat. Padabagian dorsal

kepala, terdapatrambutpendekberwarnacoklattua yang

berbentuksepertipenutupkepala.Beruk mempunyai garis merah kecoklatan pada rambut kepaladari sudut luar mata sampai ke belakang telinga. Tetapi, pada beruk betina pola rambut seperti ini tidak terlihat jelas(Rahayu 2001; Cawthon 2005). Warna rambut beruk sangat bervariasi, tetapi secara umum warna yang dominan adalah coklat keabu-abuan sampai kemerahan. Beruk jantan dewasa memiliki

(2)

rambut yang panjang dan tegak pada bagian punggung atas sampai ke bahu sehingga terlihat tebal. Beruk yang baru lahir mempunyai rambut berwarna hitam dan dalam beberapa bulan akan berubah menjadi kecoklatan. Warna rambut pada masa peralihan dari bayi sampai ke dewasa pada beruk adalah warna kuning tua yang pucat sampai coklat keemasan (Rahayu 2001). Wajah berukberbentuk agak oval dan berwarna coklat terang (Cawthon 2005). Beruk mempunyai batas septum nasal dan semacam kantong di pipinya yang sering disebut cheek pouch. Ibu jari berukyang bersifat opposable dapat ditemukan dengan jari yang lain. Pada bagian atas tuber ischiadicumberuk terbentukkalus untukmengadaptasikan kemampuanduduk yang dimiliki (Bennett dan Henrickson 1995).

Seperti kebanyakan spesies Macaca yang lain, beruk merupakan primata yang mempunyai dimorfisme seksual dalam hal ukuran tubuh dan berat tubuh (Bennett dan Henrickson 1995; Rahayu 2001). Ukuran panjang tubuh beruk jantan dewasa dan betina dewasa dari kepala sampai ke badan berturut-turut sekitar 60 cm dan 57 cm (Rahayu 2001; Bauer et al. 2003). Berat badan beruk jantan adalah 6 kg sampai 15 kg, sedangkan untuk beruk betina mempunyai berat badan antara 5 kg dan 10 kg (Rahayu 2001; Anggraeni et al. 2009). Beruk merupakan spesies primata yang mempunyai ekor pendek (Bennett dan Henrickson 1995). Rahayu (2001) menjelaskan bahwa panjang ekor beruk sekitar 35% sampai45% dari panjang badan ditambah kepala. Secara umum panjang ekor beruk berkisar antara 13 cm hingga 24 cm (Rahayu 2001; Bauer et al. 2003). Ekor beruk membentuk lengkungan ke arah kranial tubuh dan ditutupi rambut yang halus (Rahayu 2001).

Ekologi Beruk

Beruk merupakan spesies primata frugivora atau pemakan buah (Fleagle 1988; Rahayu 2001). Proporsi banyaknya buah pada diet pakan beruk berkisar antara 60% hingga 90%(Dolhinow dan Fuentes 1999). Beruk lebih suka memakan buah-buahan yang telah matang. Selain memakan buah-buahan, beruk juga dapat memakan berbagai jenis pakan, seperti daun, tunas muda, kulit pohon, bunga, biji, dan serangga (Dolhinow dan Fuentes 1999; Rahayu 2001).

(3)

Panjang usia beruk dapat mencapai 26 tahun dengan kematangan seksual terjadi sekitar usia 4 tahun. Usia kawin pertama beruk berkisar antara 4 dan 4,5 tahun dengan siklus birahi beruk terjadi selama 32 hari sampai 40 hari. Lama kebuntingan beruk sekitar 6 bulan dengan jumlah anak setiap kelahiran 1 ekor. Beruk mempunyai jarak kelahiran antara 24 bulan hingga 48 bulan dan periode mengasuh (nursing periods) selama 7 bulan sampai 14 bulan (Rahayu 2001).

Seperti jenis Macaca lainnya, beruk hidup dalam kelompok besar dengan anggota kelompoknya berkisar antara 15 individu hingga 40 individu (Yanuar et al. 2009). Satwa ini digolongkan ke dalam kelompok primata multimales group, yaitu mempunyai lebih dari satu ekor jantan dewasa di dalam kelompok. Beruk merupakan salah satu jenis primata yang mempunyai sistem hirarki sosial dengan hirarki tertinggi ditempati oleh individu yang paling dominan dan pada umumnya diduduki oleh pejantan dewasa (Rahayu 2001).

Beruk merupakan primata diurnal yang melakukan aktivitas pada siang hari (Rahayu 2001; Richardson et al. 2008). Perilaku harian beruk yang dapat diamati pada habitatnya di hutan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu perilaku makan dan minum, perilaku istirahat, perilaku berpindah, dan perilaku sosial. Perilaku-perilaku tersebut dilakukan sejak beruk keluar dari sarangnya pada pagi hari dan berakhir ketika beruk kembali ke sarangnya pada sore hari. Pada saat tidur, beruk akan membentuk subkelompok yang akan menempati satu pohon. Pada pohon tersebut setiap individu menempati cabang yang terpisah (Rahayu 2001).

Secara umum, habitat beruk berada pada daerah dengan ketinggian 200 m sampai 1900 m di atas permukaan laut (Yanuar et al. 2009). Beruk banyak mendiami daerah hutan, seperti hutan pantai, hutan bakau, maupun hutan pegunungan (Richardson et al. 2008). Beruk mempunyai luas wilayah jelajah antara 60 ha sampai dengan 70 ha. Satu kelompok beruk dalam setahun dapat menjelajahi hutan seluas 100 ha sampai dengan 300 ha (Rahayu 2001).

Beruk tersebar pada area yang cukup luas, meliputi Cina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia (Anggraeni et al. 2009). Di Indonesia beruk dapat ditemukan di Pulau Sumatera, Bangka, Mentawai, dan Kalimantan. Di Sumatera

(4)

beruk tersebar di semua provinsi, mulai dari Aceh sampai ke Lampung (Rahayu 2001).

Status Konservasi Beruk

MenurutInternational Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN),beruk berstatus vulnerableatau rentan. Status inimempunyai makna bahwa beruk sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang (Yanuar et al. 2009).Sedangkan menurut Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), beruk dikategorikan ke dalam satwa dengan status Appendix 2 yang berarti beruk tidak sedang terancam punah, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan (Anggraeni et al. 2009).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 26 Tahun 1994 tentang Pemanfaatan Jenis Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestrina), dan Ikan Arowana (Sceleropages formasus) untuk Keperluan Ekspor, beruk merupakan spesies Macaca yang tidak dilindungi pemanfaatannya pada bidang ilmu pengetahuan dan untuk kepentingan ekspor. Saat ini populasi beruk di alam berada pada kondisi menurun. Spesies ini sangat rentan terhadap berbagai jenis kegiatan manusia dan fragmentasi habitat, seperti penebangan legal dan ilegal, pembukaan lahan pertanian, dan kebakaran hutan. Fragmentasi habitat tersebut mempunyai tingkat bahaya yang sama dengan perburuan liar terhadap hidup satwa. Untuk melindungi dan mengelola populasi beruk dan habitatnya, status populasi beruk pada area yang dilindungi dan tidak dilindungi harus selalu dievaluasi. Namun di Indonesia sangat sedikit data untuk dilakukan survei atau sensus pada satwa primata yang berada di dalam atau di luar daerah yang dilindungi, termasuk beruk (Yanuar et al. 2009).

Sistem Lokomosi Hewan

Alat lokomosi berfungsi untuk melakukan gerakan berpindah tempat, seperti berjalan dan berlari, baik gerakan maju atau gerakan mundur. Alat lokomosi terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Alat gerak umum

(5)

pada tubuh dibentuk oleh dua unsur, yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif (Sigit 2000).

Bagian dari alat gerak pasif dibentuk oleh tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Tulang dan tulang rawan membentuk kerangka yang berfungsi untuk memberi bentuk pada tubuh; melindungi organ-organ tubuh lunak seperti otak, sumsum tulang belakang, dan organ-organ di dalam rongga dada; dan menjadi tempat bertautnya otot kerangka. Sedangkan tendo merupakan jaringan yang menghubungkan otot dengan tulang, baik di bagian origo maupun di bagian insersio (Sigit 2000; Tortora dan Derrickson 2009). Menurut Marieb (1988), tendo merupakan persatuan yang kuat dari epimisium yang menghubungkan secara tidak langsung ke tulang atau aponeurosis yang menghubungkan satu otot dengan otot lainnya.

Bagian alat gerak aktif adalah otot (Sigit 2000). Otot merupakan jaringan kontraktil yang aktif menggerakkan tubuh dan juga memberikan bentuk pada beberapa organ dalam seperti jantung. Otot tubuh dibagi menjadi tiga tipe otot, yaitu otot lurik atau otot kerangka, otot polos, dan otot jantung (Ankel-Simons 2007; Tortora dan Derrickson 2009). Otot kerangka termasuk golongan otot bergaris melintang yang diinervasi oleh syaraf somatomotoris yang bekerja di bawah kemauan (Sigit 2000). Selain memberikan bentuk tubuh, otot skelet juga membantu tubuh dalam menjalankan berbagai jenis gerakan, seperti berjalan dan berlari, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Otot ini disebut juga otot skelet karena menempel pada tulang atau skelet. Pada manusia lebih dari 600 buah otot skelet yang menempel pada tulang. Ketika otot-otot tersebut berkontraksi, otot akan menarik tulang yang menyebabkan terjadinya gerakan. Setiap otot skelet mempunyai bagian ujung yang disebut dengan tendo. Setiap otot selalu menempel pada tulang atau jaringan ikat lainnya pada dua tempat, yaitu origo dan insersio. Origo menghubungkan otot dengan tulang yang tidak atau sedikit bergerak. Sedangkan insersio menghubungkan otot dengan tulang yang bergerak dan ketika otot berkontraksi insersio bergerak mendekat ke origo (Marieb 1988; Tortora dan Derrickson 2009).

(6)

Tipe Lokomosi Primata

Menurut Ankel-Simons (2007), tipe lokomosi primata dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu: vertical clinging and leaping, kuadrupedal, brakhiasi, dan bipedal. Tipe lokomosi kuadrupedal dapat dibedakan menjadi lima subtipe, yaitu: slow climbing, branch running and walking, ground running and walking, new world semibrachiation, dan old world semibrachiation. Tipe brakhiasi dapat dibagi menjadi dua subtipe, yaitu brakhiasi sejati dan brakhiasi yang telah termodifikasi.

Tipe lokomosi vertical clinging and leaping dapat ditemukan pada lokomosi genus Tarsius dan Hapalemur. Tarsius dan Hapalemur merupakan primata dengan sifat dominan arboreal. Tarsius mempunyai elemen daerah tarsal yang panjang, yaitu os calcaneus dan os naviculare. Perpanjangan struktur tersebut merupakan bentuk adaptasi untuk melompat, sebagai lokomosi primer primata ini. Hapalemur mempunyai anatomi kaki yang berbeda dengan Tarsius, walaupun tipe lokomosi kedua primata tersebut sama. Hapalemur tidak mempunyai tarsal yang panjang, tetapi mempunyai paha dan daerah metatarsal yang panjang untuk mengadaptasikan tipe lokomosinya (Ankel-Simons 2007).

Tipe lokomosi kuadrupedal merupakan tipe lokomosi yang paling banyak dijumpai pada primata (Schmitt 2010). Subtipe ground running and walking dari tipe lokomosi kuadrupedal dapat ditemukan pada genus Macaca. Beberapa spesies Macaca bersifat terestrial yang menghabiskan sebagian hidupnya di atas tanah, di antaranya beruk (Macaca nemestrina). Namun, tidak semua spesies Macaca bersifat terestrial sejati. Terdapat spesies Macaca yang mempunyai kemampuan memanjat yang baik, yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Monyet ekor panjang bersifat arboreal semiterestrial. Dengan adanya perbedaan perilaku tersebut, memungkinkan terdapat perbedaan strukturdari kedua monyet tersebut (Ankel-Simons 2007).

Tipe lokomosi brakhiasi dapat ditemukan pada kera, seperti pada owa (Hylobates sp.), siamang (Symphalangus sp.), gorila (Gorilla sp.), dan simpanse (Pan sp.). Owa dan siamang mempunyai tipe lokomosi brakhiasi sejati. Gorila, simpanse, dan bonobo mempunyai tipe lokomosi brakhiasi yang sudah termodifikasi dengan adanya tipe knuckle walking saat berada di atas tanah. Tipe lokomosi knuckle walking mendukung bagian tubuh depan ketika berjalan secara

(7)

kuadrupedal. Berbeda dengan tipe kuadrupedal pada Macaca, tipe knuckle walking pada kera besar ini menggunakan bagian dorsal dari os phalanx II dan os phalanx III dari jari ke dua sampai jari ke lima (Ankel-Simons 2007).

Walaupun kera-kera besar tersebut berjalan secara knuckle walking, namun pada waktu muda kera-kera besar tersebut juga bergerak secara brakhiasi. Tipe lokomosi brakhiasi pada kera besar berbeda dengan tipe brakhiasi pada owa dan siamang. Gorila tidak pernah bergerak dengan cara mengayun karena berat tubuhnya yang besar. Simpanse bergerak secara kuadrupedal dengan dorsal jari kaki depannya pada tanah, sedangkan pada saat berjalan di atas pohon,simpanse bergerak menggunakan telapaknya seperti hewan plantigradi. Sama seperti simpanse, bonobo bergerak secara kuadrupedal dengan dorsal jarinya jika berada di tanah. Sedangkan jika berada di pohon, bonobo bergerak secara bipedal yang bersamaan dengan gerakan brakhiasi. Pada orangutan, lokomosi kuadrupedalnya menggunakan kepalan tangan untuk berjalan. Orangutan merupakan kera besar dengan sifat arboreal yang paling dominan di antara kera besar lainnya. Gerakan brakhiasi orangutan dikombinasikan dengan gerakan memanjat yang pelan mengingat berat badannya yang besar (Ankel-Simons 2007).

Tipe lokomosi bipedal sejati dapat ditemukan pada manusia. Tipe gerakan ini mempunyai efisiensi penggunaan energi yang paling tinggi dibandingkan tipe lokomosi lainnya pada mamalia dengan berat badan yang sama. Tipe lokomosi ini kadang-kadang juga dapat ditemukan pada spesies simpanse. Namun, simpanse hanya berjalan secara bipedal pada interval waktu singkat dengan jarak tempuh yang pendek (Ankel-Simons 2007).

Sistem Lokomosi Beruk

Beruk mempunyai tipe lokomosi kuadrupedal, yaitu bergerak dengan menggunakan keempat kakinya (Fleagle 1988), seperti yang terlihat pada Gambar 1. Tidak seperti spesies Macaca lain yang bersifat arboreal, beruk digolongkan ke dalam kelompok primata terestrial karena melakukan sebagian besar aktivitasnya di atas tanah (Dolhinow dan Fuentes 1999; Rahayu 2001). Ketika beruk berjalan di atas tanah, beruk tidak berjalan dengan telapak kaki depannya, tetapi dengan posisi jari dorsifleksi pada jari dua sampai lima. Pada posisi jari dorsifleksi akan terbentuk sudut antara sisi dorsal os phalanx I, II, dan III dengan ossa metacarpale(Ankel-Simons 2007).

(8)

Gambar 1 Beruk pada posisi lokomosi kuadrupedal (Anonim 2010).

Dalam pergerakannya beruk berorientasi pada lokasi makan dan tempat istirahat, kemudian kembali kepada lokasi tidur pada malam hari. Aktivitas berpindah pada beruk dilakukan dengan melompat dari satu pohon ke pohon lain atau dengan berjalan di atas tanah(Rahayu 2001), namun lebih dominan dilakukan dengan berjalan di atas tanah (Dolhinow dan Fuentes 1999). Walaupun beruk merupakan satwa terestrial, tetapi pada malam hari beruk akan memanjat dan mencari tempat tidur di atas pohon (Rahayu 2001; Ankel-Simons 2007).

Konstruksi Alat Lokomosi Kaki Depan Hewan

Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang-tulang apendikular, yaitu tulang anggota gerak tubuh. Tulang-tulang apendikular terdiri atas tulang-tulang pembentuk kaki depan dan tulang-tulang-tulang-tulang pembentuk kaki belakang,seperti pada Gambar 2 (Carola et al. 1990). Kaki depan tidak hanya mempunyai fungsi sebagai alat lokomosi saja, tetapi juga untuk menahan berat tubuh. Hubungan

(9)

Gambar 2 Konstruksi kerangka monyet yang bertipe lokomosi kuadrupedal pada Macaca mullata (Ankel-Simons 2007).

kaki depan dan tubuh tidak melalui persendian, tetapi dilaksanakan oleh otot-otot yang terdapat pada kedua kaki. Konstruksi tersebut akan menguntungkan karena kelompok otot ini bekerja juga sebagai pegas, sehingga goncangan pada waktu hewan berjalan atau meloncat dapat diperhalus (Sigit 2000).

Susunan tulang kaki depan hewan homolog dengan susunan tulang-tulang tangan manusia, yaitu terdiri dari os scapula, os humerus, os radius, os ulna, ossa carpi, ossa metacarpi, phalanges proximalis(os compedale),media(os coronale),distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapula dan os humerus, tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).

Satwa primata mempunyai os clavicula yang tidak ditemukan pada mamalia lain, seperti kucing, anjing, dan kuda. Bahu dan badan primata dihubungkan oleh os clavicula dan otot. Pada mamalia lain yang tidak mempunyai os clavicula, hubungan antara bahu dan tubuh hanya diperantai oleh otot(Ankel-Simons 2007). Os clavicula berbentuk seperti huruf S dengan sisi anterior berbentuk konveks dan bagian posterior yang berbentuk konkaf (Tortora dan Derrickson 2009). Os clavicula melekat pada medioventrad manubrium sterni dan lateral acromion os

(10)

scapula. Dengan demikian os clavicula berperan sebagai penghubung bahu dan sumbu tubuh. Os clavicula berfungsi untuk menjaga os scapula, membuat persendian bahu berada di dorsal tubuh, dan membuat ruang dada menjadi lebar. Posisi tersebut membuat pergerakan yang bebas pada sendi lengan depan pada primata sangat penting untuk kelangsungan hidupnya pada habitatnya (Ankel-Simons 2007).

Os scapulamerupakan tulang yang berukuran besar, berbentuk segitiga, danpipihyang berada di belakang rongga toraks di antara os costale II dan os costale VII. Os scapulamempunyai peninggian yang panjang yang disebut spina scapulae yang membatasi fossa supraspinatus dengan fossa infraspinatus. Spina scapulae dan kedua fossa tersebut merupakan tempat melekatnya beberapa otot yang dapat menggerakkan lengan atas. Ujung spina scapulae yang membesar disebut dengan acromion. Acromion merupakan tempat artikulasi os scapula dengan os clavicula dan tempat melekatnya beberapa otot lengan atas dan otot daerah dada. Di bawah acromion terdapat fossa supraglenoidale, yang merupakan tempat melekatnya caput os humerus (Carola et al. 1990; Tortora dan Derrickson 2009).

Os humerus pada primata mempunyai bentuk silindris pada setengah bagian proximal dan berbentuk pipih pada setengah bagian distal. Caput humeri berbentuk bulat dan berhubungan dengan fossa supraglenoidale os scapula. Tuberculum majus dan tuberculum minus os humerus merupakan tempat insersio otot yang berorigo di os scapula. Di antara kedua tuberculum tersebut terdapat sulcus intertubercularis. Sulcus ini merupakan tempat tendo dari m. biceps brachii. Tuberositas deltoidea terletak di latero-proximal corpus humeri. Tuberositas deltoidea merupakan tempat insersio dari m. deltoideus. Epicondylus lateral dan epicondylus medial terdapat di distal os humerus. Kedua epicondylus tersebut merupakan tempat origo beberapa otot lengan bawah dan otot jari (Carola et al. 1990; Tortora dan Derrickson 2009).

Gambar

Gambar 1  Beruk pada posisi lokomosi kuadrupedal (Anonim 2010).
Gambar 2  Konstruksi  kerangka  monyet  yang  bertipe  lokomosi  kuadrupedal  pada  Macaca mullata (Ankel-Simons 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Metode ceramah dapat digunakan guru dalam pembelajaran sastra, khususnya novel “Kubur Ngemut Wewadi”. Dengan metode ceramah, guru dapat menceritakan isi novel tersebut

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah menganalisis penerapan (Standar Akutansi Keuangan Untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) SAK ETAP dalam penyajian laporan

Pertumbuhan bisnis dan industri kopi pada saat ini mengalami pertumbuhan yang cukup baik dan terus berkembang, hal ini menuntut para produsen untuk lebih baik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar pengaruh persepsi, gender dan tipe kepribadian terhadap pemilihan karir sebagai akuntan publik

Hasil yang diperoleh adalah radiasi gamma dari IRKA kategori IV mengubah sifat kimia HDPE dalam hal persentase crosslinking dan jumlah radikal, serta sifat mekanik HDPE dalam

Implementasi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni ini pada prakteknya sudah berjalan cukup baik karena pelaksanaan di sebagian besar desa berhasil memperbaiki

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKI Jakarta sebagai salah satu daerah ekspor utama tuna Indonesia dengan komoditas dominanya adalah tuna beku tidak mengalami dampak secara

Sistem usulan yang dirancang dan dikembangkan diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengelola proyek dengan lebih efektif dan efisien, seperti dengan