• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIFITAS MINYAK SERAI WANGI (Andropogon nordus L.) TERHADAP KUTU DAUN (Aphis gossypii G.) (HOMOPTERA: APHIDIDAE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI EFEKTIFITAS MINYAK SERAI WANGI (Andropogon nordus L.) TERHADAP KUTU DAUN (Aphis gossypii G.) (HOMOPTERA: APHIDIDAE)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIFITAS MINYAK SERAI WANGI (Andropogon nordus L.)

TERHADAP KUTU DAUN (Aphis gossypii G.)

(HOMOPTERA: APHIDIDAE)

Oleh

Linda Sasmita, Armein Lusi Z, Lince Meriko

Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

Aphis Gossypii is bad animals that eat some plants. Aphis Gossypiitakes and eats leaf and

epidermis structure. Brown leaf and curly is cause by Aphis Gossypii and plant can dead. Take care of plant uses sintetic pepticida that give negative effect toward field. To least using sintetic pepticida need to do improving good field such as, using nabati pepticida and serai wangi oil. Serai wangi oil has citronella unsure that is dangerous contact causing Aphis Gossypii lost energy until dead. The purpose of research is to determine effective serai wangi oil concentration to handle

Aphis Gossypii. This research is done from February-March 2014 at Laboratory Zoology College

of Teacher Trainning Biology Education STKIP PGRI Sumatera Barat using RAL with 6 treatment and 5 test. As A treatment (bad animals), B (0.1% serai wangi oil), C (0.2% serai wangi oil), D (0.3% serai wangi oil), E (0.4%serai wangi oil), F (0.5% serai wangi oil). Parameter that is researched first dead and mortalitas nimfa Aphis Gossypii.The result of research is analyzed with many diagnoses and BNT test in 5% level. The result of research show that using serai wangi oil giving effect toward first dead mortalitas nimfa Aphis Gossypii. The test result of BNT can be that svery treatment giving value that give different toward first dead mortalitas nimfa Aphis Gossypii. Effective concentration to develop and take care Aphis Gossypii that has 0.4% concentration. Key Word : Effectifitas Test and Aphis gossypii

PENDAHULUAN

Kutu daun merupakan hama yang bersifat polyfogus atau memakan berbagai jenis tanaman, seperti cabe, kentang, kacang panjang, kapas dan lain-lain. Ukuran tubuhnya sangat kecil (±1 – 2 mm), berwarna hijau, kuning, hitam sampai kecoklatan. Stadia yang merusak tanaman adalah nimfa. Stadia ini merusak daun dengan cara menghisap cairan daun dan memakan jaringan epidermis daun. Gejala yang terlihat pada daun terdapat bintik-bintik yang kering dan ada juga daun yang robek. Biasanya daun yang terserang oleh kutu daun warnanya akan menjadi pucat. Kadang-kadang daun menjadi berkerut ke dalam atau keriting, bahkan tanaman jadi layu dan akhirnya mati. Aphid merupakan vektor dalam penyebaran penyakit virus Y dan Mosaik (Sunarjono, 2004).

Kerusakan lain yang ditimbulkan oleh Aphis gossypii adalah mengisap cairan daun dan mengeluarkan cairan kotoran berupa embun madu yang disukai oleh

semut, embun madu tersebut akan menjadi media atau tempat tumbuh cendawan berwarna kehitaman yang sering disebut cendawan jelaga. Dengan adanya cendawan ini akan menghalangi butiran hijau daun (klorofil) untuk mendapatkan sinar matahari, akibatnya proses fotosintesis pada tanaman akan terganggu (Nawangsih & Setiadi, 2001 dalam Nechiayana dkk., 2011). Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap perkembangan hama ini, agar tanaman tidak rusak dan tidak terjadi gagal panen.

Selama ini pengendalian hama tanaman yang di lakukan oleh para petani masih menggunakan pestisida sintetis (Marwoto, 1992). Penggunaan pestisida sintetis yang kurang bijaksana akan mengakibatkan dampak negatif seperti gejala resistensi, resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil pertanian yang kurang baik bagi kesehatan (Pracaya, 2007), dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Antoro, 2007). Pengurangan

(2)

penggunaan pestisida sintetis di areal pertanian menuntut tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya memanfaatkan insektisida nabati.

Salah satu pestisida nabati yang dapat di gunakan adalah minyak serai wangi. Minyak serai wangi dikenal sebagai

Citronella oil. Minyak serai wangi mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa citronella sebesar 32-45%, geranio 12-18%l, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, eugenol-meth eter, eugenol, limonene, kadinol, dipenten, sitral dan kadinen (Anonimus, 2013). Kandungan kimia tanaman serai wangi yang paling besar adalah citronella yaitu sebesar 35% (Nazarudin, 2009).

Senyawa citronella mempunyai sifat racun dehidrasi (Desiccant), racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan secara terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan (Setyaningrum, 2007).

Penelitian sebelumnya tentang penggunaan minyak serai wangi yang telah di lakukan oleh Nurmansyah (2008) terhadap hama penghisap buah kakao (Helopeltis antonii) pada dosis 0,30 ml/tabung pestisida nabati serai wangi dan didapatkan mortalitas 76,67%. Latumahina (2010) juga melakukan penelitian tentang minyak serai wangi, pada kosentrasi 5% cukup efektif untuk mengendalikan serangan rayap tanah (Macrotermes gilvus H.) maka didapatkan mortalitas 100%. Penelitian tentang serai wangi juga pernah di lakukan oleh Gita Nofrianti Putri(2013), yaitu “Uji Larvisida Minyak Serai Wangi (Andropogon

nordus L.) Terhadap Larva Spodoptera litura F, pada konsentrasi 0,5% dengan

mortalitas yang didapatkan sebesar 33,5%.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2014 di Laboratorium Zoologi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.

Alat-alat yang digunakan adalah stoples 30 buah, kain kasa, labu ukur 100 ml, gelas piala, pipet tetes, gelas ukur 100 ml, mikropipet, hand sprayer. Bahan yang digunakan adalah nimfa Aphis gossypii,

minyak serai wangi, akuades, senyawa Tween 80%, daun Cabe dan kertas label.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuannya adalah pemberian minyak serai wangi dengan konsentrasi:

A = Racun Serangga B = 0,1 % C = 0,2 % D = 0,3% E = 0,4% F = 0,5%

Satuan percobaan terdiri atas 10 ekor nimfa Aphis gossypii. Pakan yang diberikan untuk nimfa Aphis gossypii berupa daun cabe yang di tanam sendiri oleh peneliti. Setiap hari pakan tersebut di ganti dengan pakan yang segar. Minyak serai wangi diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), di Laing Solok Sumatra Barat.

Pelaksanaan perlakuan dalam penelitian ini menggunakan metode penyemprotan, dengan cara menyemprotkan minyak serai wangi yang telah diencerkan kepada nimfa Aphis gossypii.

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

1. Awal kematian Aphis gossypii (jam) Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung lamanya waktu kematian Aphis

gossypii setelah dilakukan penyemprotan

dengan menggunakan minyak serai wangi dengan berbagai konsentrasi. Lamanya waktu awal kematian dari Aphis gossypii dihitung dalam hitungan jam.

2. Mortalitas nimfa Aphis gossypii (%) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah nimfa yang mati setelah 24 jam setelah penyemprotan. Mortalitas dihitung dengan menggunakan rumus : 100 X N n M

Keterangan : M = Mortalitas nimfa (%) n = Jumlah nimfa yang mati N =Jumlah nimfa yang di

perlakukan

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisa dengan sidik ragam dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Awal Kematian Aphis gossypii

Hasil pengamatan awal kematian

Aphis gossypii setelah dianalisis dengan uji

sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

berbagai konsentrasi minyak serai wangi (Andropogon nordus) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kematian kutu daun

Aphis gossypii. Hasil uji lanjut BNT pada

taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata awal kematian kutu daun Aphis gossypii setelah pemberian beberapa kosentrasi minyak serai wangi (Andropogon nordus)

Konsentrasi Rata-rata (Jam) Racun Serangga

Minyak serai wangi 0,1% Minyak serai wangi 0,2% Minyak serai wangi 0,3% Minyak serai wangi 0,4% Minyak serai wangi 0,5%

2.45 a 4.22 b 4.08 b 4.02 b 3.34 c 3.13 c KK= 4%.

Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut BNT 5%

2. Mortalitas nimfa Aphis gossypii

Hasil pengamatan mortalitas Aphis

gossypii setelah dianalisis dengan sidik

ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi minyak serai wangi

(Andropogon nordus) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kematian kutu daun

Aphis gossypii, hasil uji lanjut BNT pada

taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Mortalitas kutu daun Aphis gossypii setelah pemberian beberapa konsentrasi minyak serai wangi (Andropogon nordus)

Konsentrasi Rata-rata (%) Racun Serangga

Minyak serai wangi 0,1% Minyak serai wangi 0,2% Minyak serai wangi 0,3% Minyak serai wangi 0,4% Minyak serai wangi 0,5%

95,78 a 72,50 b 79,17 b c 87,28 a c 93,78 a 98,00 a KK= 8%.

Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut BNT 5%

B. Pembahasan

Dari hasil pengasmatan diketahui bahwa pemakaian minyak serai wangi memberi pengaruh terhadap awal kematian

Aphis gossypii setelah perlakuan. Semakin

tinggi tingkat konsentrasi minyak serai wangi yang digunakan, maka kematian

Aphis gossypii juga semakin cepat.

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa awal kematian Aphis

gossypii dengan perlakuan menggunakan

racun serangga dan perlakuan menggunakan berbagai konsentrasi minyak serai wangi (Andropogon nordus) 0,1%,0,2%, 0,3%, 0,4% dan 0,5% memberikan pengaruh berbeda nyata.

Daya kerja pemberian minyak serai wangi pada konsenrasi 0,1%, 0,2%,dan 0,3%, terhadap kutu daun Aphis gossypii berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan minyak serai wangi pada kosentrasi 0,4% dan 0,5%. Hal ini karena

(4)

senyawa citronella yang terkandung dalam minyak serai wangi sudah bekerja cukup efektif dalam mengendalikan kutu daun

Aphis gossypii, sehingga peningkatan konsentrasi minyak serai wangi menimbulkan perbedaan yang nyata dalam mematikan Aphis gossypii. Menurut Tukimin dan Rijal (2002) dalam Nechiyana dkk, bahwapestisida nabati baru akan mulai bekerja secara maksimal setelah selang waktu 24 jam penyemprotan. Awal kematian

Aphis gossypii yang paling cepat pada

konsentrasi 0,5% yaitu dengan kematian setelah 3,74 jam dan yang paling lama terdapat pada konsentrasi 0,1% yaitu setelah 4,14 jam. Hal ini karena semakin tinggi tingkat kosentrasi ekstrak yang diberikan maka akan semakin cepat tingkat kematian yang ditimbulkan.

Senyawa citronella merupakan racun kontak yang masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit atau lubang-lubang alami dari tubuh serangga. Setelah masuk, racun akan menyebar ke seluruh tubuh serangga dan menyerang sistem syaraf sehingga dapat mengganggu aktivitas serangga dan serangga akan mati. Setelah itu senyawa citronella juga bekerja sebagai racun perut yang masuk melalui mulut serangga, setelah menghisap cairan daun yang telah disemprot dengan minyak serai wangi. Cairan tersebut masuk ke saluran pencernaan melalui kerongkongan serangga yang akan mengakibatkan terganggunya aktivitas makan kutu daun Aphis gossypii, sehingga menurunnya aktivitas makan kutu daun

Aphis gossypii secara perlahan-lahan dan

akhirnya mati (Nechiyana dkk, 2011). Trizelia (2001), menyatakan bahwa residu pestisida menyebabkan aktivitas makan serangga menurun bahkan dapat terhenti. Selain itu, serangga juga menunjukkan penurunan aktivitas gerakan seperti dari cepat menjadi lambat dan akhirnya mati.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan dengan menggunakan racun serangga berbeda nyata dengan perlakuan minyak serai wangi konsentrasi 0,1% dan 0,2%, tapi berbeda tidak nyata dengan konsentrasi 0,3%, 0,4%, 0,5% terhadap mortalitas Aphis gossypii.

Perlakuan dengan menggunakan minyak serai wangi pada konsentrasi 0,1% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,2%, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi

0,3%, 0,4% dan 0,5%. Hal ini berarti konsentrasi 0,1% dan 0,2% cukup efektif untuk mengendalikan hama kutu daun Aphis

gossypii. Menurut Prijono (1994) dalam

Nechiyana dkk (2011) menyatakan bahwa suatu ekstrak tumbuhan dikatakan efektif, bila perlakuan dengan ekstrak tersebut dapat mengakibatkan tingkat kematian lebih besar dari 90%. Namun perlakuan 0,3% tidak bebeda nyata dengan konsentrasi 0,4% dan 0,5%. Hal ini karena adanya pengaruh ketahanan tubuh serangga sehingga peningkatan konsentrasi yang diberikan tidak memberikan perbedaan yang nyata dalam mematikan serangga (Nechiyana dkk, 2011).

Mortalitas nimfa Aphis gossypii tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi 0,5% yaitu sebesar 98,00%, sedangkan mortalitas terendah adalah pada perlakuan konsentrasi 0,1% yaitu sebesar 72,50%. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi minyak serai wangi yang digunakan maka daya racunnya akan semakin besar. Setiap makhluk hidup mempunyai batas toleransi terhadap racun dan makhluk tersebut tidak mati. Lewat dari batas tersebut akan menimbulkan kematian pada makhluk tersebut (Gita, 2013).

Prijono (1994) menyatakan bahwa penyerapan pestisida yang mempunyai efek racun kontak sebagian besar terjadi pada kutikula. Senyawa aktif akan berpenetrasi ke dalam tubuh serangga melalui bagian yang dilapisi kutikula tipis. Senyawa aktif diduga mampu berdifusi dari lapisan kutikula terluar melalui lapisan yang lebih dalam menuju hemolimpa, mengikuti hemolimpa dan disebarkan keseluruhan tubuh sehingga lama kelamaan serangga akan kehilangan cairan secara terus menerus dan akan membuat tubuh serangga kehilangan cairan yang akhirnya mengalami kematian.

Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan yaitu, penggunaan minyak serai wangi (Andropogon nordus) yang paling efektif adalah pada konsetrasi 0,4% yang menghasilkan tingkat kematian Aphis gossypii dalam waktu 3.34 jam, dan jumlah

mortalitas hama kutu daun Aphis gossypii yaitu sebesar 93,78%.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Antoro, H. 2007. Uji Efektifitas Filtrat Biji Mahoni (Swietenia mahogony Jacq) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak

(Spodoptera litura F.). Department

of Biology.

Latumahina, F. 2010. Efektifitas Insektisida Nabati Serai Wangi (Andropogon

nordus L.) Terhadap Rayap Tanah (Mactotermes gilus hagen) pada

tegakan Tusam dalam Kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon. Faperta Unpatti Ambon. Miftakhurohmah. 2008. Potensi Serai Wangi

Seabagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian danPegembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembanagan Perkebunan: Jakarta

Marwoto. 1992. Masalah Pengendalian Hama Kedelai Tingkat Petani. Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Pangan: Malang Nazaruddin. 2009. Obat Murah Alami dan

Berkhasiat. Better Book: Jakarta Nechiyana, Sutikno. A dan Salbiah, D. 2011.

Penggunaan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) Untuk Mengendalikan Hama Kutu Daun (Aphis gossypii G.) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). Teknis Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau: Pekan Baru

Nofrianti. P.G. 2013. Uji Larvisida Minyak Serai Wangi (Andropogon nordus L) Terhadap Larva Spodoptera

litura F (Lepidoptera:Noctuidae).

STKIP PGRI Sumbar: Padang Nurmansyah. 2008. Efektifitas Serai Wangi

Terhadap Hama Penghisap Buah

Kakao Helopeltis antonii. Kebun

percobaan laing Solok – Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik: Solok

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta.

Prijono, D. 1994. Teknik Pemanfaatan

Insektisida Botanis. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Setyaningrum, Y. 2007. Serai wangi

(Andropogon nardus) sebagai

Insektisida Pembasmi Aedes aegypti Semua Stadium. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.

Sunarjono, H. 2004. Budidaya Kentang. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata    awal    kematian    kutu    daun    Aphis  gossypii    setelah    pemberian  beberapa  kosentrasi minyak serai wangi (Andropogon nordus)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis, dapat dilihat perbedaan antara puncak endotermik yang dihasilkan oleh KPE kitosan-pektin dengan polimer asalnya yaitu kitosan dan pektin.. Hal tersebut

Program yang sedang dijalankan dari satu atau lebih chase, satu atau lebih scene ditambah tampilan manual dari pengaturan fader dan scanner bisa membentuk suatu tata lighting yang

Nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis kerakter adalah nilai- nilai dalam kehidupan sehari-hari, seperti nilai religius,

Aplikasi yang akan dibangun adalah membuat aplikasi alat bantu pembelajaran aksara jawa berbasis multimedia untuk kelas 3 Sekolah Dasar yang dapat digunakan pada

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan flakes adalah biji nangka yang diperoleh dari pedagang keripik nangka di Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang Kabupaten

Hasil Pengujian Model Sementara menunjukan model tersebut jika layak digunakan dalam peramal- an, maka dilakukan proses peramalan dengan meng- gukan data penjualan perusahaan

Bursa Indonesia hari ini diperkirakan akan menguat dipicu kabar telah tercapainya kesepakatan kenaikan batas utang AS, investor asing masih terus membukukan net buy

Pada penelitian ini diketahui bahwa (+)-2,2’-Episitoskirin A dosis 50 mg/kg BB menunjukkan penurunan tingkat peradangan dibandingkan dengan kontrol positif.. Senyawa