• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Implementasi Struktur Kompetensi Pada Sistem E-learning Menggunakan Pemodelan Jaringan Petri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Implementasi Struktur Kompetensi Pada Sistem E-learning Menggunakan Pemodelan Jaringan Petri"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Model Implementasi Struktur Kompetensi Pada Sistem E-learning

Menggunakan Pemodelan Jaringan Petri

Yusuf Bilfaqih, Suwandi Prayitno, Achmad Jazidie Laboratorium Teknik Sistem

Jurusan Teknik Elektro

Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Email: bilfaqih@elect-eng.its.ac.id

Abstrak

Sistem e-learning memiliki potensi yang nyaris tidak mungkin diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas atau tatap muka, yaitu kemampuan untuk melakukan personalisasi. Sistem e-learning berpotensi untuk memberikan perlakuan yang berbeda bagi setiap pembelajar, yaitu dengan menyediakan pembelajaran dengan titik awal dan urutan penyampaian yang sesuai dengan profil masing-masing pembelajar. Untuk menggali dan mewujudkan potensi sistem

learning, penelitian dan pengembangan saat ini mengarah pada spesifikasi dan standar e-learning. Spesifikasi dan standar e-learning, seperti halnya Sharable Content Object Reference Model (SCORM). SCORRM memfasilitasi pengembang konten untuk memodelkan struktur dan

hirarki obyek pembelajaran serta mengatur sekuen dan navigasi obyek pembelajaran membentuk lintasan belajar tertentu untuk menjalankan strategi belajar tertentu. Makalah ini menyajikan sebuah model implementasi struktur kompetensi pada sistem e-learning menggunakan pendekatan model jaringan Petri yang diintegrasikan pada standard dan spesifikasi SCORM. Pendekatan ini menawarkan kemampuan personalisasi struktur kompetensi lewat fleksibilitas sekuen dan navigasi OP yang dapat disesuaikan dengan perilaku awal pembelajar.

Kata kunci: jaringan Petri, lintasan belajar, obyek pembelajaran, sharable content object

reference model (SCORM)

1. PENDAHULUAN

E-learning sebagai suatu bentuk pemanfaatan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terbukti efektif mendukung proses belajar-mengajar di kelas [1]. Peran e-learning untuk mendukung implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) juga telah diteliti, diterapkan dan dirasakan hasilnya yang sangat menjanjikan [2]. Menilik keberhasilan tersebut, penelitian dan pengembangan dalam pemanfaatan TIK di bidang pendidikan hendaknya diperluas di berbagai aspek pendidikan dan lebih ditingkatkan kualitasnya.

Pengembangan e-learning hakikatnya adalah pengembangan instruksional dengan pengertian bahwa e-learning merupakan suatu bentuk medium instruksional. Hal yang penting dalam proses pengembangan instruksional adalah melakukan analisis instruksional. Analisis instruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi

perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis [3].

Perilaku umum yang diuraikan menjadi perilaku khusus akan menghasilkan empat macam struktur, yaitu:

a. Struktur Hirarkikal, susunan beberapa kompetensi di mana satu atau beberapa kompetensi menjadi prasyarat bagi kompetensi berikutnya. Lihat Gambar 1a. b. Struktur Prosedural, kedudukan beberapa

kompetensi yang menunjukkan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat untuk kompetensi lainnya. Lihat Gambar 1b.

c. Struktur Pengelompokan, Beberapa kemampuan yang satu dengan lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjang kemampuan berikutnya. Lihat Gambar 1c.

(2)

Gambar 1 Struktur Kompetensi: (a) Hirarkikal, (b) Prosedural, (c) Pengelompokan, dan (d)

Kombinasi

d. Struktur Kombinasi, beberapa kemampuan yang susunannya terdiri dari bentuk hirarkikal, prosedural maupun pengelompokan. Lihat Gambar 1d.

Analisis Instruksional memberikan beberapa manfaat, antara lain:

 mengidentifikasi semua kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa

 menentukan urutan pelaksanaan pembelajaran

 menentukan titik awal proses pembelajaran

Sistem e-learning memiliki potensi yang nyaris tidak mungkin diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas atau tatap muka, yaitu kemampuan untuk melakukan personalisasi (personalizable). Berkaitan dengan manfaat analisis instruksional tersebut, sistem e-learning berpotensi untuk memberikan perlakuan yang berbeda bagi setiap pembelajar, yaitu dengan menyediakan pembelajaran dengan titik awal dan urutan penyampaian yang sesuai dengan profil masing-masing pembelajar.

Untuk menggali dan mewujudkan potensi sistem e-learning, penelitian dan pengembangan saat ini mengarah pada spesifikasi dan standar e-learning. Spesifikasi dan standar e-learning, seperti halnya IEEE LOM [4], IMS [5], SCORM [6] merupakan suatu bentuk respon terhadap tantangan tersebut. Spesifikasi dan standar e-learning merupakan model acuan dalam

pengembangan konten agar konten yang dihasilkan memiliki kemampuan sharable,

reusable dan interoperable.

Spesifikasi dan standar e-learning, seperti halnya Sharable Content Object Reference

Model (SCORM) memfasilitasi pengembang

konten untuk memodelkan struktur dan hirarki obyek pembelajaran serta mengatur sekuen dan navigasi obyek pembelajaran membentuk lintasan belajar (learning path) tertentu untuk menjalankan strategi belajar tertentu.

Makalah ini menyajikan sebuah model implementasi struktur kompetensi pada sistem e-learning menggunakan pendekatan model jaringan Petri yang diintegrasikan pada standard dan spesifikasi SCORM.

Pendekatan ini menawarkan kemampuan personalisasi struktur kompetensi lewat fleksibilitas sekuen dan navigasi OP yang dapat disesuaikan dengan perilaku awal pembelajar.

2. Teknologi Obyek Pembelajaran

Berangkat dari paradigma orientasi obyek dalam pemrograman komputer, obyek pembelajaran menjadi isu sentral yang hangat dibicarakan oleh komunitas e-learning [7]. Sebuah obyek pembelajaran adalah sekumpulan aset-aset digital yang disusun dalam cara yang bermakna dan ditujukan untuk tujuan pendidikan. Aset-aset digital dalam sebuah obyek pembelajaran dapat berupa dokumen, gambar, simulasi, film, musik dan lain sebagainya. Menyusun ini semuanya dalam suatu cara yang bermakna menunjukkan bahwa aset–aset saling berhubungan dan diatur dalam susunan yang logis. Tetapi tanpa tujuan pendidikan yang jelas dan terukur, kumpulan aset-aset tersebut tidaklah berarti.

Pada model konten e-learning, obyek pembelajaran ibaratnya seperti atom– atom yang dibentuk oleh bagian–bagian lebih kecil yang lebih berguna jika digabungkan bersama-sama, mereka dapat digabungkan tetapi dengan cara tertentu saja dan membentuk kelompok yang nantinya dapat digabungkan atau dipisahkan kembali. Dengan pengertian atau definisi seperti di atas dapat disusun taksonomi dari obyek pembelajaran yang diberikan pada Tabel 1.

(3)

Tabel 1. Taksonomi Obyek Pembelajaran

No Elemen/OP Keterangan

1 Aset Digital aset merupakan media digital yang berupa teks, grafik, audio, video, animasi dan sebagainya.

2 Obyek Informasi

obyek yang sangat kecil, tanpa struktur logika yang kompleks, yang

menggabungkan media digital (teks, gambar, video) ke dalam unit didaktik tertentu, dapat berupa pengantar, fakta, konsep, prinsip, prosedur, proses dan ringkasan. 3 Sub-Pokok

Bahasan

merupakan obyek

pembelajaran fundamental yang merupakan kumpulan obyek informasi sebagai sebuah unit pembelajaran untuk mencapai sasaran belajar tunggal. 4 Pokok

Bahasan

merupakan kumpulan atau agregat dari obyek pembelajaran fundamental sebagai sebuah unit

pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional khusus. 5 Mata

Kuliah

merupakan kumpulan atau agregat dari pokok bahasan sebagai sebuah unit

pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional umum. 6 Kurikulum merupakan kumpulan atau

agregat dari mata kuliah sebagai sebuah unit

pembelajaran untuk mencapai tujuan akademik tertentu. Perhatikan taksonomi obyek pembelajaran pada Tabel 1, berdasar taksonomi tersebut, struktur dan hirarki sebuah mata kuliah dapat disusun dalam bentuk building block model seperti diilustrasikan pada Gambar 2.

Sebuah mata kuliah merupakan kumpulan pokok bahasan, sedangkan pokok bahasan merupakan kumpulan dari sub-pokok bahasan, dan seterusnya sampai elemen terkecil berupa aset digital sebagai penyusun mata kuliah. Hal ini digunakan sebagai model pengembangan konten perkuliahan.

Gambar 2 Model Building Block Konten

E-learning 3. SCORM

SCORM merupakan akronim dari Sharable

Content Object Reference Model. Sebuah reference model merupakan model yang

merepresentasikan jenis layanan apa saja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tertentu, dan bagaimana layanan tersebut dapat ditempatkan secara bersama-sama, dengan menggunakan standar yang relevan, serta merepresentasikan bagaimana penggunaannya. Sebagai sebuah model referensi, SCORM melengkapi kebutuhan tersebut dengan tiga komponen, yaitu:

run-time environment (RTE), content aggregation model (CAM), dan sequencing and navigation (SN).

RTE merupakan sebuah sistem yang terdiri atas desain fungsi-fungsi untuk mengirimkan, melacak, melaporkan dan mengelola isi pembelajaran, mengetahui kemajuan siswa serta interaksi siswa dalam perkuliahan. CAM merupakan referensi pemodelan konten Sedangkan SN pada SCORM mengkomunikasikan konten dan RTE untuk mempresentasikan konten pada pembelajar berdasar pada pilihan pembelajar dan performansi pada saat run-time.

Komunikasi ini juga memungkinkan RTE untuk memantau progres pembelajar dan performansinya selama konten dipresentasikan pada pembelajar.

(4)

3.1 Pohon Aktivitas

Model SN SCORM menggunakan Diagram Pohon Aktivitas untuk mendeskripsikan kebutuhan pemrosesan dan fungsional seperti halnya kelakuan dan algoritma sequencing dalam suatu implementasi yang independen. Gambar 3 memperlihatkan sebuah contoh Pohon Aktivitas, akar dari Pohon Aktivitas adalah Aktivitas A, akar dari sebuah Pohon Aktivitas juga merupakan aktivitas pembelajaran.

3.2 Cluster

Cluster merupakan bentuk khusus dari

aktivitas pembelajaran yang mempunyai sub-aktivitas, istilah ini digunakan pada beragam perilaku sequencing. Sebuah cluster meliputi aktivitas single parent dan immediate

children-nya, tetapi bukan descendant dari children-nya. Children dari sebuah cluster

merupakan aktivitas leaf atau cluster lainnya. Aktivitas leaf bukan merupakan cluster. Gambar 3 juga memperlihatkan contoh lima buah cluster. Tiap cluster didefinisikan oleh kotak garis putus-putus. Cluster ”Mata Kuliah”, cluster A, hanya terdiri dari empat aktivitas; aktivitas ”Mata Kuliah” dan aktivitas parent dari cluster B, C, dan D. Tiap

cluster ”Pokok Bahasan”, cluster B,C, dan D

terdiri dari aktivitas ”Pokok Bahasan” dan modul ”subPokokBahasan”. Semua aktivitas ”subPokokBahasan”, kecuali SubPokokBahasan 2 dari ”pokok Bahasan 3”merupakan leaf aktivitas pembelajaran, yang berasosiasi dengan obyek konten. ”Sub Pokok Bahasan 2” dari ”Pokok Bahasan 3” merupakan cluster yang terdiri dari dua ”Bab” aktivitas pembelajaran leaf.

Gambar 3 Pohon Aktivitas dan Cluster

3.3 Sekuen dan Navigasi pada SCORM SCORM mendefinisikan sequencing obyek pembelajaran menggunakan aturan-aturan dasar: Flow, Choice, Skip, Limited Condition,

Roll-up.

Flow menunjukkan lintasan pembelajaran

yang berurutan. Flow memastikan kemajuan pembelajar melalui agregat konten yang ditentukan sebelumnya.

Choice merepresentasikan bahwa pembelajar

dapat memilih obyek pembelajaran yang akan ditempuh.

Skip adalah aksi bila pembelajar ingin

melewatkan obyek pembelajaran tertentu.

Limited condition mendeskripsikan bahwa

aktivitas hanya dapat dijalankan hanya beberapa kali saja.

Roll up adalah proses mengevaluasi tujuan

dan data dari aktivitas children untuk aktivitas parent. Roll up meliputi terpenuhinya tujuan, pengukuran tujuan dan status kelengkapan aktivitas.

Sekuen dan navigasi obyek pembelajaran pada sebuah paket konten didefinisikan melalui aturan dasar tersebut di atas.

4. MODEL JARINGAN PETRI

Jaringan Petri merupakan alat pemodelan aliran informasi secara grafis dan matematis. Beberapa alasan dipilihnya model Jaringan Petri untuk pemodelan sekuen dan navigasi adalah sebagai berikut:

 Representasi jaringan Petri secara grafis membantu desainer untuk memahami gambaran umum suatu subyek.

 Jaringan Petri merupakan teknik pemodelan proses dengan definisi secara formal yang memberikan kemampuan analisis.

 Jaringan Petri merupakan model berorientasi proses dengan representasi yang eksplisit dengan analisis yang didukung melalui perhitungan menggunakan komputer.

Sebuah Jaringan Petri direpresentasikan oleh

bipartite graph berarah yang mana node-node-nya berupa place atau transisi, dimana place merepresentasikan kondisi dan transisi

merepresentasikan aktifitas.

Sebagai contoh, misalkan kondisi awal suatu sistem diperlihatkan pada Gambar 4a.

A C B D 4 1 2 3 5 6 7 E 8 9 Mata kuliah Pokok bahasan

(5)

(a)

(b)

Gambar 4 (a) Kondisi Awal Suatu Sistem dan (b) Kondisi Akhir Suatu Sistem

Apabila transisi t diaktifkan (karena terjadinya suatu aktivitas), maka kondisi sistem menjadi seperti pada Gambar 4b. Sebuah jaringan Petri dapat juga dievaluasi dan dianalisa.

Secara matematis jaringan Petri dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Jaringan Petri =

P

,

T

,

I

,

O

,

M

dimana:

 P = {p1, p2, ..., pm} U {cp1, cp2, ..., cpn} merupakan himpunan berhingga dari

Place yang terdiri dari dua sub-himpunan,

yaitu sub-himpunan place biasa (lingkaran) dan sub-himpunan control

place (lingkaran ganda).

 T = {t1, t2, ..., tk} merupakan himpunan berhingga dari transisi yang digambarkan dengan persegi empat.

I: matrik Input, hubungan antara transisi dengan place masukan.

O: matrik Ouput, hubungan antara transisi dengan place keluaran

M: marking, yaitu posisi dari token pada

place untuk menjelaskan dinamikanya.

Pada jaringan Petri terdapat dua sifat menentukan karakteristik sistem yang direpresentasikan, pertama adalah sifat-sifat

behavioral, sedangkan yang kedua adalah

sifat-sifat structural.

Sifat behavioral adalah sifat-sifat jaringan yang bergantung pada initial marking atau

marking awal dari jaringan tersebut. Artinya

sifat-sifat ini akan berubah bila kita menggunakan initial marking yang berbeda. Sedangkan untuk sifat-sifat structural adalah sifat-sifat yang tidak bergantung atau tidak dipengaruhi oleh initial marking. Sifat-sifat ini hanya bergantung pada bentuk struktur dari jaringan yang kita buat dan yang bisa

merubahnya adalah perubahan struktur dari jaringan itu sendiri, yang berarti perubahan urutan kerja serta cara kerja dari sistem yang dibuat.

5. PEMODELAN SEKUEN & NAVIGASI Jaringan Petri yang memiliki definisi dan sifat-sifat yang telah diuraikan di atas digunakan untuk memodelkan struktur dan saling keterkaitan antar obyek pembelajaran. Tiap obyek pembelajaran dikarakteristikkan oleh prasyarat dan sasaran belajar. Sasaran belajar dapat berupa knowledge

(pengetahuan), experience (pengalaman), atau skill (keahlian). Sasaran dari suatu obyek pembelajaran dapat menjadi prasyarat bagi obyek pembelajaran yang lain [8].

Dengan asumsi bahwa jaringan Petri memodelkan keterkaitan obyek pembelajaran dengan benar, sebuah obyek pembelajaran dapat diselesaikan dengan baik hanya jika semua prasyarat terpenuhi. Relasi yang demikian dideskripsikan menggunakan jaringan Petri dimana obyek pembelajaran dimodelkan dengan place, sedangkan prasyarat dan sasaran dimodelkan dengan transisi. Pemodelan ini diperlihatkan pada Gambar 5.

Struktur prasyarat semacam ini dapat digunakan untuk menyusun beragam model sekuen dasar seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Model-model lain yang lebih kompleks dapat disusun dengan mengkombinasikan model dasar ini.

Dengan demikian sekuen dan navigasi obyek pembelajaran dapat didefinisikan dan dianalisa secara fleksibel sesuai dengan aturan model jaringan Petri.

Gambar 5 Struktur Obyek Pembelajaran OPi pra i,1 pra i,2 pra i,3 pra i,n ... prasyarat i

sasaran belajar i,1

sasaran belajar i,2

kondisi akhir OP 1 O P 3 kondisi awal

(6)

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 6 (a) Model Serial, (b) Model Paralel, (c) Model Kondisional, dan (d) Model Perulangan 6. MODEL IMPLEMENTASI PADA

SISTEM E-LEARNING

Dalam rangka penelitian ini telah dikembangkan konten e-learning menggunakan strategi obyek pembelajaran untuk mata kuliah Sistem Linier di jurusan Teknik Elektro FTI-ITS [9].

Analisis instruksional mata kuliah Sistem Linier menghasilkan sembilan pokok bahasan dengan sembilan tujuan instruksional khusus yang dinyatakan pada Tabel 2. Kesembilan pokok bahasan ini direpresentasikan sebagai obyek pembelajaran yang digunakan untuk mencapai masing-masing tujuan instruksional tersebut.

Pada prakteknya ada tiga macam struktur kompetensi yang dapat diterapkan yang akan dikaji model implementasinya berikut ini.

Tabel 2 Obyek Pembelajaran Sistem Linier

No Obyek

Pembelajaran Tujuan Instruksional

1 Konsep Sinyal dan Sistem

memahami konsep sinyal dan sistem

2

Sistem LTI Waktu Kontinyu

menganalisa sistem LTI waktu kontinyu dalam ranah waktu

3

Deret Fourier Waktu Kontinyu

menganalisa sinyal dan sistem LTI waktu kontinyu dalam ranah frekuensi menggunakan deret Fourier

4

Transformasi Fourier Waktu Kontinyu

menganalisa sinyal dan sistem LTI waktu kontinyu dalam ranah frekuensi menggunakan transformasi Fourier

5 Transformasi Laplace

menganalisa sinyal dan sistem LTI waktu kontinyu dalam ranah frekuensi kompleks menggunakan transformasi Laplace 6 Sistem LTI

Waktu Diskrit

menganalisa sistem LTI waktu diskrit dalam ranah waktu

7 Deret Fourier Waktu Diskrit

menganalisa sinyal dan sistem LTI waktu diskrit dalam ranah frekuensi menggunakan deret Fourier

8

Transformasi Fourier Waktu Diskrit

menganalisa sinyal dan sistem LTI waktu diskrit dalam ranah frekuensi menggunakan trans. Fourier

9 Transformasi Z

menganalisa sinyal dan sistem LTI waktu diskrit dalam ranah frekuensi kompleks menggunakan transformasi Z

6.1 Model Implementasi Perkuliahan Sistem Linier yang Pertama

Pada struktur kompetensi yang pertama, kesembilan pokok bahasan disusun secara hirarkikal dalam struktur prasyarat. Struktur ini mempertimbangkan bahwa pembelajar belum terbiasa dengan operasi aljabar vektor dan matrik serta konsep sekuen dan deret yang sangat dibutuhkan untuk analisa ranah waktu diskrit. Pembelajar diperkenalkan terlebih dahulu analisa ranah waktu kontinyu baru dilanjutkan dengan analisa ranah waktu diskrit dengan harapan dapat mengambil analoginya. Pengantar t1 t2 t4 t3 OP 1 OP 2 OP 3 OP 4 OP 5 skor >= 80 skor < 80 OP 1 OP 2 OP 3 Pengantar t1 t2 t3 skor >= 80 skor < 80 OP 1 OP 2 OP 3 t1 t2 Pengantar Pengantar t1 OP 1 t2 OP 2 t3 OP 3

(7)

Gambar 7 Pohon Aktivitas Model Pertama a. Pohon Aktivitas Model Pertama

SCORM menggunakan diagram pohon aktivitas untuk mendeskripsikan model sekuen dan navigasi obyek pembelajaran. Untuk keperluan model implementasi struktur kompetensi yang pertama, digunakan diagram pohon yang diperlihatkan pada Gambar 7.

b. Sekuen dan Navigasi Model Pertama Lintasan belajar untuk model implementasi yang pertama dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sekuen dan Navigasi Model Pertama Perhatikan model di atas, terlihat bahwa kesembilan pokok bahasan disajikan secara berurutan atau serial dari awal sampai akhir. Artinya, pembelajar hanya dapat mengikuti suatu OP setelah menyelesaikan OP yang sebelumnya demikian seterusnya.

Model implementasi ini diterapkan dengan mendefinisikan aturan sekuen dan navigasi pada SCORM yang diberikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rule untuk Model Implementasi Pertama

Rule Model Pertama

Behavior Fungsi SCORM

1. Untuk menyelesaikan

Root Aggregation

pembelajar harus menyelesaikan semua OP.

Root Aggregation Rollup: if All Satisfied, satisfied;

2. Pembelajar hanya dapat memulai tiap OP secara berurutan.

Root Aggregation: Choice=false, Flow=true

3. Pembelajar dapat kembali ke OP sebelumnya kapan saja

Root Aggregation: Forward

Only=false

Dengan menerapkan pengaturan sekuen dan navigasi pada paket SCORM kita dapat menyusun lintasan belajar alternatif seperti yang akan dibahas pada model implementasi yang kedua dan ketiga.

6.2 Model Implementasi Perkuliahan Sistem Linier yang Kedua

Pada model implementasi yang kedua, kondisi awal pembelajar dengan asumsi sudah menguasai konsep sekuen dan deret serta operasi aljabar vektor dan matrik. Dengan kata lain, pembelajar telah terbiasa dengan operasi/analisa ranah waktu diskrit. Pada kondisi ini, pembelajar diberikan kebebasan / pilihan untuk mendahulukan analisa sinyal dan sistem ranah waktu diskrit yang meliputi: sistem LTI waktu diskrit, deret Fourier waktu diskrit, tansformasi Fourier waktu diskrit dan transformasi Z. Atau sebaliknya, pembelajar dapat mendahulukan analisa ranah waktu kontinyu yang meliputi: sistem LTI waktu kontinyu, deret Fourier waktu kontinyu, tansformasi Fourier waktu kontinyu dan transformasi Laplace.

a. Pohon Aktivitas Model Kedua

Untuk keperluan model implementasi struktur kompetensi yang kedua digunakan diagram pohon yang diperlihatkan pada Gambar 9.

b. Sekuen dan Navigasi Model Kedua Pada model kedua ini, urutan penyajian obyek pembelajaran yang menyangkut analisa ranah waktu kontinyu ataupun analisa ranah waktu diskrit.tidak diberlakukan. Sistem Linier

Sinyal & Sistem

Sistem LTI Waktu Kontinyu

Deret Fourier Waktu Kontinyu

Transf. Fourier Waktu Kontinyu

Transformasi Laplace

Sistem LTI Waktu Diskrit

Deret Fourier Waktu Diskrit

Transformasi Fourier Waktu Diskrit (TFWD)

Transformasi Z OP 7 OP 9 OP 8 OP 4 OP 6 OP 5 OP 2 OP 1 1 2 3 o n di si a w al 3 4 8 9 5 6 7

(8)

Gambar 9 Pohon Aktivitas Model Kedua Pembelajar dapat mendahulukan pembahasan analisa ranah waktu diskrit atau sebaliknya. Model implementasi yang kedua ini direpresentasikan pada Gambar 10.

Setelah menempuh OP 1, pembelajar disediakan pilihan untuk menempuh OP 2 atau OP 6. Tetapi OP 3 hanya dapat ditempuh setelah menyelesaikan OP 2, OP 4 hanya bisa ditempuh setelah menyelesaikan OP3. Begitu pula OP 7 hanya dapat ditempuh setelah menyelesaikan OP 6, OP 8 hanya bisa ditempuh setelah menyelesaikan OP 7. Apabila pembelajar telah menyelesaikan OP 5 dan OP 9, maka pembelajar tersebut telah menyelesaikan mata kuliah Sistem Linier. Model implementasi yang kedua ini diterapkan dengan mendefinisikan aturan sekuen dan navigasi pada SCORM yang diberikan pada Tabel 4.

Gambar 10 Model Implementasi Kedua

Tabel 4 Rule untuk Model Implementasi Kedua

Rule Model Kedua

Behavior Fungsi SCORM

1. Untuk menyelesaikan Root

Aggregation pembelajar harus menyelesaikan semua OP. Root Aggregation Rollup: if All Satisfied, satisfied; 2. Pembelajar harus menyelesaikan OP 1 sebelum mengakses Agregat A & Agregat B.

Root Aggregation: Choice=false; Flow=true

3. Dari OP 1, pembelajar dapat memilih untuk mengakses Agregat A atau Agregat B. OP 1: Choice=true, Flow=true 4. Pembelajar harus menyelesaikan tiap OP pada masing-masing Agregat berurutan Agregat A: Choice=false; Flow=true Agregat B: Choice=false; Flow=true

6.3 Model Implementasi Perkuliahan Sistem Linier yang Ketiga

Model implementasi yang ketiga dalam kondisi apabila diinginkan untuk memberikan penekanan pada kesamaan ranah bagi analisa yang digunakan oleh perangkat analisis yang dibahas pada setiap obyek pembelajaran. Strategi ini untuk memberikan penekanan pada kompetensi untuk membedakan kegunaan transformasi pada fungsi ranah waktu kontinyu dengan ranah waktu diskrit. a. Pohon Aktivitas Model Ketiga

Untuk keperluan model implementasi struktur kompetensi yang ketiga dideskripsikan oleh diagram pohon yang diperlihatkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Pohon Aktivitas Model Ketiga

Analisa Sinyal dan Sistem Waktu Kontinyu

Analisa Sinyal dan Sistem Waktu Diskrit

2 3 4 5

6 7 8 9

(9)

b. Sekuen dan Navigasi Model Ketiga Model implementasi yang ketiga dapat dilihat pada Gambar 12.

Setelah menempuh OP 1, pembelajar disediakan pilihan untuk menempuh OP 2 atau OP 6. Tetapi pembelajar harus menyelesaikan kedua OP 2 dan OP 6 ini terlebih dahulu untuk dapat mengakses OP 3 atau OP 7. Masing-masing OP 3 dan OP 7 dapat dilanjutkan dengan menempuh OP 4 dan OP 8. Setelah menyelesaikan OP 3, OP 4, OP 7 dan OP 8, pembelajar dapat menempuh OP 5 atau OP 9. Apabila pembelajar telah menyelesaikan OP 5 dan OP 9, maka pembelajar tersebut telah menyelesaikan mata kuliah Sistem Linier.

Gambar 11 Model Implementasi Ketiga Model implementasi yang ketiga ini diterapkan dengan mendefinisikan aturan sekuen dan navigasi pada SCORM yang diberikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rule untuk Model Implementasi Ketiga

Rule Model Ketiga

Behavior Fungsi SCORM

1. Untuk menyelesaikan

Root Aggregation

pembelajar harus menyelesaikan semua OP

Root Aggregation Rollup: if All Satisfied, satisfied; 2. Pembelajar harus menyelesaikan OP 1 sebelum mengakses Agregat A, B & C. Root Aggregation: Choice=false; Flow=true 3. Pembelajar dapat mengakses tiap OP pada masing-masing Agregat tanpa berurutan Agregat A: Choice=true;Flow=true Agregat B: Choice=true;Flow=true Agregat C: Choice=true;Flow=true

Perhatikan bahwa ketiga model implementasi yang dibahas di atas dibedakan atas kondisi awal pembelajar dan penekanan pada kompetensi yang hendak dicapai, masing-masing memberikan kelebihan dan kekurangan tergantung pada profil pembelajar. Model implementasi ini memperlihatkan potensi sistem e-learning untuk memberikan personalisasi layanan pembelajaran berdasar profil pembelajar. 7. KESIMPULAN

Pemodelan sekuen dan navigasi obyek pembelajaran menggunakan pendekatan model jaringan Petri memperlihatkan kemampuan untuk mendefinisikan, menganalisa, dan mengatur sekuen dan navigasi obyek pembelajaran. Obyek pembelajaran dapat disusun untuk membentuk suatu lintasan belajar tertentu dalam menjalankan strategi pengajaran untuk mencapai kompetensi tertentu. Kemampuan ini dapat memberikan manfaat dalam aplikasi e-learning, yaitu:

 membantu dosen/pengajar dalam membuat sistem instruksional, khususnya untuk membentuk struktur kompetensi yang tepat secara fleksibel.

 membantu pembelajar mengeksplorasi konten perkuliahan lewat conceptual map yang jelas dan representatif.

mendukung sistem monitoring/tracking pembelajar yang sedang mengakses konten pembelajaran.

 personalisasi struktur kompetensi berdasarkan profil pembelajar.

2 3 4 5 6 7 8 9 1 An ali sa Do m ain Wak tu An ali sa Do m ain F re k u en si An ali sa Do m ain F re k u en si K o m p lek s

(10)

8. REFERENSI

[1] Bilfaqih, Y. & Agustinah,T. (2002), “Pembelajaran Interaktif Berbasis Web Untuk Mata Kuliah Sistem Linier di Jurusan Teknik Elektro ITS”, Laporan Penelitian, LPPM ITS. [2] Bilfaqih, Y., Agustinah, T., dan Gamayanti, N. (2006), ”Metode Desain E-learning Untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi Menggunakan Quality Function Deployment”,

Laporan Penelitian Dosen Muda, Dikti.

[3] Suparman, M. Atwi. (2001), Buku PEKERTI

Mengajar di Perguruan Tinggi: Desain Instruksional, Pusat Antar Universitas Untuk

Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, Jakarta. [4] _____. (2002). Learning Technology Standard

Committee (LTSC), IEEE, New York. Online: http://ltsc.ieee.org/doc/wg12/LOM3.6.html. [5] _____. (2003). Learning Resource Metadata

Specification, IMS. Online:

http://www.imsproject.org/metadata.

[6] _____. (2006), Sharable Content Object

Reference Model 2004, 3rd Edition, Advanced

Distibuted Learning , Virginia, USA.

[7] Wagner, Ellen D. (2002), “The New Frontier of Learning Object Design”, Journal of The

e-learning Developer, June 18.

[8] Risse, Thomas, & Vatterrot, Heide-Rose. (2004), “Learning Objects Structure Petri Net”, European Journal of Open Distance and E-Learning.

[9] Jazidide, A., Bilfaqih, Y., dan Alkaff, A. (2005) ”Learning Based Instructional Design and Development for E-learning”, The 2005 ASAIHL Seminar on Applications of Computing and Information Technology in Higher Learning, Universitas Brunei Darussalam.

Yusuf Bilfaqih merupakan

staf pengajar di Jurusan

Teknik

Elektro,

Institut

Teknologi

Sepuluh

Nopember,

Surabaya.

Ia

mendapatkan gelar sarjana dan magister

dari jurusan yang sama. Penelitian yang

ditekuni di bidang teknik sistem dan

pengembangan sistem e-learning. Sejauh

ini ia telah melaksanakan enam hibah

pengajaran

(teaching

grant)

untuk

pengembangan konten e-learning. Saat

ini, ia aktif secara independen dalam

penelitian di bidang sistem e-learning.

Suwandi Prayitno adalah

mahasiswa

di

Jurusan

Teknik Elektro, Fakultas

Teknologi Industri, Institut

Teknologi

Sepuluh

Nopember

Surabaya.

Selama kuliah aktif menjadi asisten di

Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan,

pernah menjadi Koordinator praktikum

Otomasi Sistem dan pernah beberapa kali

menjadi asisten dalam kegiatan pelatihan

yang diselenggarakan Control System

Service Centre (CSSC) ITS. Pada bulan

Juli 2008, penulis mengikuti seminar dan

ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik

Sistem

Pengaturan,

Jurusan

Teknik

Elektro FTI-ITS sebagai persyaratan

memperoleh

gelar

Sarjana

Teknik

Elektro.

Achmad Jazidie adalah

profesor di Jurusan Teknik

Elektro, Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS),

Surabaya. Ia memimpin

beberapa

proyek

e-learning

yang

diselenggarakan ITS. Ia mendapatkan

gelar sarjana dari Jurusan Teknik Elektro

ITS,

gelar

master

dan

doktor

diperolehnya dari Hiroshima University.

Sejak 2003, ia memimpin pengembangan

teknologi proyek Public University Link

System of East Java (PULSE). Pada tahun

2004, ia memberikan kuliah tamu tentang

Administration Management for Higher

Education and Information Technology di

Saga University, Jepang. Saat ini, ia juga

memimpin Project of Research and

Education Development on Information

and Communication Technology in ITS

(PREDICT-ITS),

sebuah

kerjasama

antara Japan International Cooperation

(11)

Gambar

Gambar 1   Struktur Kompetensi: (a) Hirarkikal,  (b) Prosedural, (c) Pengelompokan, dan (d)
Gambar 2 Model Building Block Konten E- E-learning
Gambar  3  memperlihatkan  sebuah  contoh  Pohon  Aktivitas,  akar  dari  Pohon  Aktivitas  adalah  Aktivitas  A,  akar  dari  sebuah  Pohon  Aktivitas  juga  merupakan  aktivitas  pembelajaran
Gambar 4 (a) Kondisi Awal Suatu Sistem dan (b)  Kondisi Akhir Suatu Sistem
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis cendawan pelarut fosfat baik dengan penambahan pupuk 50% NPK anorganik dan 100% NPK anorganik secara nyata

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kepuasan peserta diklat ( reaction ) terhadap aspek edukatif, aspek fasilitas, aspek pelayanan dan hasil belajar peserta diklat ( learning

Tiga asumsi penting harus diperhatikan orang Kristen (Yarnell III, 2012, p. Pertama, budaya adalah berkat Allah, tapi juga dipengaruhi dosa. Kedua, sinkretisme atau

Data analisis kandungan logam berat Pb dan Cd di sedimen diketahui sungai Pasar Batu dan Istra Buntu adalah nilai tertinggi hal ini diduga karena pada lokasi

Karena itu, pada satu sisi, entitas-entitas yang ada dalam ilmu Tuhan tidak berbeda dengan entitas-entitas yang tampak dalam semesta, sebab apa yang terjadi

Dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelom- pok yaitu kelompok kasus (balita yang berkunjung ke Puskesmas yang men- derita diare akut di wilayah kerja

Teman kantor saya adalah orang tua salah seorang siswa SMA yang lulus ujian nasional tidak dapat menghadiri penerimaan ijazah di sekolah kerena mereka harus ke luar

Batuan penudung ( caprock ) mulai terlihat pada kedalaman 0,8 km bersesuaian dengan batupasir. Batuan yang sama juga mulai terlihat pada kedalaman 1,3 km berupa batupasir