1
KARAKTERISTIK PROTEIN PLASMA SAPI BALI YANG DIDETEKSI DENGAN METODE SDS-PAGE
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Wahyu Tri Utomo NIM. 1209005078
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
ii
KARAKTERISTIK PROTEIN PLASMA SAPI BALI YANG DIDETEKSI DENGAN METODE SDS-PAGE
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Wahyu Tri Utomo NIM. 1209005078
Menyetujui/ Mengesahkan:
Pembimbing I,
Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si. NIP. 19650731 199303 1 003
Pembimbing II,
Dr. drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, M.Si. NIP. 19691217 199903 2 001
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, M.P. NIP. 19600305 198703 1 001
iii
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.
Ditetapkan di Denpasar, tanggal
Panitia Penguji: Ketua,
Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si. NIP. 19650731 199303 1 003
Sekretaris,
Dr. drh. I. G. Ayu Agung Suartini, M.Si. NIP. 19691217 199903 2 001
Anggota,
Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, M.S. NIP. 19610406 198903 1 002
Anggota,
Dr. drh. I. B. Kade Suardana, M.Si. NIP. 19631007 199003 1 002
Anggota,
drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si. NIP. 19620809 199003 2 002
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama penulis adalah Wahyu Tri Utomo yang dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1992 di Desa Guwo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan buah hati pertama dari empat bersaudara, putra dari pasangan suami istri Ayahanda Suwarno dan Ibunda Ngadiyem.
Penulis memulai pendidikan di Raudhatul Athfal Al Ma’arif Guwo pada tahun 1997 hingga 1999, selanjutnya menempuh pendidikan di SDN 2 Guwo dan menamatkan pendidikan pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di MTsN Wonosegoro pada tahun 2005 hingga 2008. Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Karanggede pada tahun 2008 dan diselesaikan pada tahun 2011. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana pada tahun 2012 dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) pada tahun 2016.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada tahun 2012. Selanjutnya, pada bulan Januari 2016 penulis menyelesaikan skripsi untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan yang berjudul “Karakteristik Protein Plasma Sapi Bali yang Dideteksi dengan Metode SDS-PAGE”.
v ABSTRAK
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan peningkatan kesadaran tentang nilai gizi, menyebabkan kebutuhan akan protein hewani semakin meningkat. Salah satunya adalah pertumbuhan kosumsi daging sapi yang lebih tinggi daripada pertumbuhan populasi sapi. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan mengancam populasi sapi lokal, sehingga Indonesia mengimpor sapi namun harga daging sapi tidak turun secara nyata. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan plasma nutfah Indonesia yang unggul, tersebar luas di seluruh Indonesia, serta menghasilkan daging dengan kualitas terbaik di Indonesia. Oleh sebab itu, sapi bali perlu dikembangkan dan dilestarikan dengan cara pemuliabiakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data fisiologis karakteristik protein plasma sapi bali.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial AxB. Faktor A: jenis kelamin sapi bali (jantan dan betina); faktor B: umur sapi bali (pedet, pubertas, dan dewasa). Protein plasma sapi bali dianalisis menggunakan metode SDS-PAGE. Perbedaan bobot molekul protein plasma akan mempengaruhi jumlah pita yang dihasilkan. Selanjutnya, kecepatan pergerakan molekul protein plasma yang bermuatan negatif menuju kutup positif akan berbanding terbalik dengan bobot molekulnya.
Berdasarkan perhitungan bobot molekul, 14 pita protein plasma sapi bali dapat dikelompokkan menjadi lima fraksi yaitu albumin, globulin α1, α2, β, dan γ. Fraksi albumin ditunjukkan oleh pita ke-6 sampai pita ke-14 dengan bobot molekul 68,67-10,46 kDa. Fraksi globulin α1 dan α2 ditunjukkan oleh pita ke-5 dan ke-4 dengan bobot molekul masing-masing 89,85 kDa dan 124,84 kDa. Fraksi globulin β ditunjukkan oleh pita ke-3 dengan bobot molekul 346,82 kDa. Fraksi globulin γ ditunjukkan oleh pita ke-1 dan ke-2 dengan bobot molekul 963,50 kDa dan 530 kDa. Persentase luas pita protein plasma sapi bali memiliki nilai yang berbeda-beda. Fraksi albumin memiliki persentase luas pita sebesar 92%, fraksi globulin α2 sebesar 3%, globulin γ sebesar 2%, dan globulin α1 dan β sebesar 1%. Perbedaan persentase tersebut menunjukkan perbedaan konsentrasi masing-masing pita protein plasma sapi bali.
vi ABSTRACT
Indonesia's population growth is accompanied by an increase in awareness of the nutritional value, causing the need for animal protein is increasing. One is the growth of beef consumtion higher than the growth of the cattle population. The condition is feared to threaten the local cattle population, so that Indonesia imported beef cattle, but the price does not drop significantly. Bali cattle (Bos sondaicus) is a superior germplasm Indonesia, is widespread throughout Indonesia, and produce meat with the best quality in Indonesia. Therefore, bali cattle need to be developed and preserved by seriously. This study aims to determine the physiological data characteristics of plasma proteins bali cattle.
This study uses a completely randomized design (CRD) factorial pattern AxB. Factor A: bali cattle gender (male and female); factor B: age bali cattle (calves, puberty, and adult). Bali cattle plasma proteins were analyzed using SDS-PAGE. Differences in plasma protein molecular weight will affect the amount of tape that is produced. Furthermore, the speed of movement of the plasma protein molecules are negatively charged toward the positive pole will be inversely proportional to molecular weight.
Based on molecular weight calculations, the 14 plasma protein band of bali cattle can be grouped into five factions, namely albumin, globulin α1, α2, β, and γ. Albumin fraction shown by the ribbon tape 6th to 14th with a molecular weight of 68,67 to 10,46 kDa. Globulin fraction α1 and α2 shown by the tape the 5th and 4th with a molecular weight of 89,85 kDa and 124,84 kDa respectively. β-globulin fraction shown by the ribbon 3 with a molecular weight of 346,82 kDa. γ -globulin fraction was shown by the tape the 1st and 2nd with a molecular weight of 963,50 kDa and 530 kDa. In addition, the calculation of the percentage of plasma protein band area of Bali cattle have differences. Albumin fraction has a large percentage of the ribbon by 92%, α2 globulin fraction of 3%, 2% γ-globulin, and α1 globulin and β by 1%. The percentage difference in providing an assessment of the concentration of each plasma protein band of bali cattle.
Keywords: bali cattle, plasma, protein, SDS-PAGE.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Karakteristik Protein Plasma Sapi Bali yang Dideteksi dengan Metode SDS-PAGE”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi teladan umat Islam dan penyelamat di akhirat kelak, amiin.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp. PD. (KEMD) selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan, fasilitas, dan beasiswa Bidikmisi yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, M.P., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang pernah menasehati penulis untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bapak Dr. drh. I Gusti Ngurah Sudisma, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya untuk senantiasa berprestasi.
4. Bapak Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si., selaku Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, bimbingan, dan saran dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, M.Si., selaku Pembimbing II yang penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
6. Bapak Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, M.S., Bapak Dr. drh. Ida Bagus Kade Suardana, M.Si., dan Ibu drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si., selaku tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasehat yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
viii
7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas segala ilmu, bimbingan, dan semangat yang sangat bermanfaat.
8. Bapak Kepala Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Sapi Bali Denpasar dan drh. Yudi, Bapak Wayan, serta seluruh pegawai yang sudah berkenan memberikan ijin dan bantuan dalam pengambilan sampel darah sapi bali.
9. Bapak Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar Bapak drh. I Wayan Masa Tenaya, M.Phil., Ph. D., dan Ibu drh. Ni Luh Putu Agustini, M.P., selaku Kepala Laboratorium Bioteknologi dan Bapak Mundra selaku pegawai Lab., yang sudah memberikan ijin dan memfasilitasi dalam pelaksanaan pemeriksaan karakteristik pita protein plasma darah sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
10. Kedua orang tuaku Ibu Ngadiyem dan Bapak Suwarno tercinta atas kasih sayang, do’a, dukungan moral dan materi serta pengorbanan yang penuh keikhlasan sepanjang masa.
11. Adik-adikku tercinta (Muhamad Rifai, Dewi Safitri, dan Julian Arya Mukti) atas kasih sayang, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.
12. Sahabatku terbaik Arif Syaifuddin, Muhammad Faqih Amrulloh, Jihan Bima Prakoso, Vinny Aldonalita, Bintang Tamtaz Aprisko, dan Rezita Oktiana Rahmawati serta seluruh sahabat Hipoglossus Kelas B angkatan tahun 2012 atas segala kebaikan, perjuangan, dan persahabatan yang terus terjaga hingga akhir hayat.
Semoga kebaikan, doa, bimbingan, semangat, dan keikhlasan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan mengandung banyak kekurangan, sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan bisa memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Denpasar, 11 Januari 2016
ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii RIWAYAT HIDUP ... iv ABSTRAK ... v ABSTRACT ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Sapi Bali ... 5 2.2 Darah ... 7 2.3 Plasma ... 8 2.4 Protein Plasma ... 10 2.4.1 Albumin ... 12 2.4.2 Globulin ... 12 2.5 Protein ... 14 2.5.1 Struktur Protein ... 14 2.5.2 Fungsi Protein ... 15 2.6 Elektroforesis ... 16 2.6.1 Gel Poliakrilamid ... 19 2.6.2 Metode SDS-PAGE ... 21
2.7 BPTU-HPT Sapi Bali Denpasar ... 23
BAB III MATERI DAN METODE ... 25
3.1 Objek Penelitian ... 25
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 25
3.2.1 Alat Penelitian ... 25
3.2.2 Bahan Penelitian ... 25
3.3 Rancangan Penelitian ... 26
3.4 Variabel Penelitian ... 26
3.5 Cara Pengumpulan Data ... 26
3.6 Prosedur Penelitian ... 27
3.6.1 Penentuan Unit Pengamatan Sapi Bali ... 27
3.6.2 Penyiapan Sampel Plasma Sapi Bali ... 28
x
3.7 Analisis Data ... 31
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Hasil SDS-PAGE Protein Plasma Sapi Bali ... 32
4.2 Pembahasan Hasil SDS-PAGE ... 37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Simpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Unsur-unsur di dalam plasma ... 9
2. Komposisi protein plasma normal (mg/ 100 ml) ... 11
3. Data bobot molekul imunoglobulin dalam serum ... 13
4. Karakteristik protein plasma sapi bali ... 34
5. Klasifikasi protein plasma sapi bali ... 35
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Alur kerangka pemikiran ... 4
2. Penampilan fenotip sapi bali jantan ... 6
3. Penampilan fenotip sapi bali betina ... 6
4. Sirkulasi/ aliran darah pada sapi ... 8
5. Pemisahan protein plasma dengan elektroforesis ... 10
6. Struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener dari protein ... 15
7. Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis/ SDS PAGE ... 20
8. Prinsip kerja SDS-PAGE ... 23
9. Skema alur penelitian ... 27
10. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan ... 32
11. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina ... 33
12. Kurva persentase luas pita protein plasma sapi bali ... 36
13. Kurva persamaan regresi logaritma bobot molekul marker ... 47
14. Persiapan alat dan bahan elektroforesis ... 54
15. Pemanasan sampel pada suhu 950C ... 54
16. Penuangan buffer elektroforesis ... 55
17. Penuangan sampel ke sumuran gel ... 55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE standar marker protein ... 47 2. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan pedet (umur 0-1,5 tahun) ... 48 3. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan pubertas (umur 2-2,5 tahun) ... 49 4. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan dewasa (umur 3-5 tahun) ... 50 5. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina pedet (umur 0-1,5 tahun) ... 51 6. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina pubertas (umur 2-2,5 tahun) ... 52 7. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina dewasa (umur 3-5 tahun) ... 53 8. Konsentrasi akrilamid yang digunakan untuk SDS-PAGE ... 54 9. Dokumentasi laboratorium ... 54
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya nilai gizi, menyebabkan keperluan akan protein hewani semakin meningkat (Syarifuddin et al., 2012). Peningkatan kebutuhan daging nampak pada pertumbuhan konsumsi daging sapi yang mencapai 600 ribu ton pada tahun 2015, sedangkan pada tahun sebelumnya hanya 590 ribu ton (Detik Finance, 2016).
Kontribusi daging sapi dalam memenuhi kebutuhan daging nasional sebesar 21,27% menduduki urutan kedua setelah daging unggas sebesar 58,02%. Pada periode yang sama konsumsi daging sapi tumbuh sebesar 4,43%, sedangkan populasinya hanya tumbuh 2,33%. Data tersebut menunjukkan bahwa konsumsi daging sapi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhannya, sehingga dikhawatirkan terjadi pengurasan terhadap populasi sapi lokal (Ilham, 2001). Sebagai konsekuensinya, Indonesia mengimpor sapi mencapai 122 ribu ton pada tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 adalah 236 ribu ton, tetapi harga daging sapi tidak turun secara signifikan (Ditjennak Keswan, 2013).
Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu plasma nutfah Indonesia yang memiliki banyak keunggulan (Sobari et al., 2012). Keunggulan sapi bali dibandingkan sapi lain yaitu: memiliki bentuk badan yang kompak dan padat perdagingannya, daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik, fertilitas yang sangat baik, serta persentase karkas yang tinggi 52-57,7% (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Selain itu, daging sapi bali mengandung komposisi asam amino yang lebih lengkap daripada sapi wagyu. Komposisi asam amino daging sapi bali tersebut digambarkan melalui pola pita protein yang terbentuk sebanyak 15 pita dengan bobot molekul dan ketebalan yang beragam (Sinlae, 2014).
2
Protein plasma memegang peranan penting dalam kehidupan hewan. Protein plasma terdiri dari albumin, globulin (alpha, beta, dan gamma), serta fibrinogen (Girindra, 1987). Protein plasma berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan osmosis, sumber cadangan protein, pengikat, dan pembawa asam amino, lipid, hormon, ion tembaga, besi, hemoglobin, proses pembekuan darah, serta pertahanan tubuh (Dja’far, 1988).
Karakteristik protein plasma sapi bali dapat dianalisis dengan berbagai metode antara lain: kromatografi, elektroforesis, immunobloting, dan isoelectric focusing (Sinlae, 2014). SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) adalah metode dengan daya pisah tinggi yang memisahkan protein berdasarkan bobot molekulnya. Protein yang berukuran homogen akan menghasilkan satu pita, sedangkan sub-unit berukuran beda akan menghasilkan banyak pita (Djuwita, 2004).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini penting untuk dilakukan, karena hingga saat ini belum dilaporkan informasi ilmiah dan data acuan dasar tentang karakteristik protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Berapa jumlah pita protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE?
2) Bagaimana karakteristik bobot molekul protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE?
3) Bagaimana klasifikasi protein plasma sapi bali yang dianalisis berdasarkan bobot molekulnya?
4) Bagaimana persentase luas pita protein plasma sapi bali hasil SDS-PAGE yang dianalisis dengan software Image-J?
3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui jumlah pita protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
2) Untuk mengetahui karakteristik bobot molekul protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
3) Untuk mengetahui klasifikasi protein plasma sapi bali yang dianalisis berdasarkan bobot molekulnya.
4) Untuk mengetahui persentase luas pita protein plasma sapi bali hasil SDS-PAGE yang dianalisis dengan software Image-J.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yaitu: 1) Informasi ilmiah dan data acuan fisiologis tentang jumlah pita protein
plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
2) Informasi ilmiah dan data acuan fisiologis tentang bobot molekul protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE. 3) Informasi ilmiah dan data acuan fisiologis tentang klasifikasi protein
plasma sapi bali yang dianalisis berdasarkan bobot molekulnya.
4) Informasi ilmiah tentang persentase luas pita protein plasma sapi bali hasil SDS-PAGE yang dianalisis dengan software Image-J.
1.5 Kerangka Pemikiran
Sapi bali merupakan sapi keturunan Bos sondaicus (Bos banteng) yang berhasil dijinakkan dan mengalami penyebaran luas di Indonesia. Populasi sapi bali di Indonesia + 3-5 juta ekor dan + 0,6 juta ekor ada di Bali (Muazin et al., 2012). Sapi bali termasuk sapi dwiguna (kerja dan potong). Sapi bali merupakan jenis sapi lokal Indonesia yang memegang peranan penting sebagai penghasil daging dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dengan kualitas daging terbaik daripada sapi lokal lain seperti sapi Peranakan Ongole (PO) atau sapi madura (Oka et al., 2012).
4
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki tersebut, penyebaran yang luas, dan mengingat Indonesia masih defisit dalam pengadaan sapi potong, serta mengimpor sekitar 30% dari kebutuhan konsumsi daging sapi dalam negeri setiap tahun, maka sapi bali perlu dikembangkan dan dilestarikan dengan cara pemuliabiakan (Muhammad et al., 2012). Sebagai langkah awal, maka pengenalan dan pemetaan genetik untuk mengetahui lebih jauh tentang karakteristik protein plasma sapi bali perlu dilakukan.
Berbagai hewan memiliki protein penyusun plasma yang berbeda secara kimia. Komposisi kimia dan karakteristik protein plasma sangat bervariasi tergantung spesies, pakan, manajemen pemeliharaan, genetik, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral). Variasi komposisi asam amino menyebabkan perbedaan sifat fisik protein seperti bobot molekul, berat jenis, kelarutan dan muatan listrik serta identitas imunologi (Ngili, 2010). Protein plasma berperan penting dalam metabolisme organ hati dan interaksinya dengan jaringan di seluruh tubuh, sehingga informasi tentang metabolisme protein dapat diperoleh dari pemeriksaan protein plasma (Dja’far, 1988).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan karakterisasi protein plasma sapi bali menggunakan metode SDS-PAGE. Metode SDS-PAGE digunakan untuk menentukan bobot molekul protein, kemurnian protein, serta mengetahui pola pita protein plasma (Sinlae, 2014).
Gambar 1. Alur kerangka pemikiran Pita-pita Protein
SDS-PAGE Protein Plasma Plasma Nutfah Asli Bali
Sapi Bali Sapi Bali Balai Pembibitan
Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali
Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Bali yang tersebar secara luas di Indonesia. Sapi bali juga telah dikembangkan di Malaysia, Filipina dan Australia bagian utara. Petani di Bali sangat dekat dengan sapi bali sejak ratusan tahun silam. Mereka memelihara sapi tersebut untuk beberapa tujuan seperti: membantu saat mengerjakan tanah/ sawah, sebagai tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual apabila memerlukan uang, dan digunakan dalam beberapa upacara adat/ agama Hindu di Bali (Oka et al., 2012).
Sapi bali yang berasal dari famili Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javanicus/ Bibos banteng atau Bos sondaicus. Domestikasi banteng kemungkinan besar terjadi di Bali atau di Jawa. Dugaan ini melaporkan bahwa sapi bali adalah hasil domestikasi banteng liar yang ada di Bali. Sapi bali sangat mudah dikenali dari fenotif warna yang dimiliki, adanya tanduk pada kedua jenis kelamin (jantan dan betina), dan ketahanan terhadap cuaca panas. Sapi bali betina mudah diketahui gejala birahinya. Kondisi tanduk sapi bali betina menggambarkan apakah sapi tersebut masih dara atau sudah pernah melahirkan, serta jumlah pedet/ anak yang pernah dilahirkan (Oka et al., 2012).
Sapi bali yang baru lahir berwarna merah bata hampir pada seluruh tubuhnya baik jantan maupun betina, kecuali bagian kaki di bawah lutut, pinggiran bibir atas dan bagian pantatnya berwarna putih, rambut ekor dan sepanjang garis punggung/ garis belut (dari pundak sampai pangkal ekor), cermin hidung, tanduk dan kukunya berwarna hitam, sedangkan rambut telinga bagian dalam berwarna putih. Setelah mencapai dewasa kelamin sekitar umur 10 bulan, pedet jantan mulai mengalami perubahan warna menjadi hitam secara bertahap mulai dari bagian kepala menuju ke
6
belakang, sedangkan pedet betina warnanya tetap merah bata sampai akhir masa hidupnya (Oka et al., 2012).
Gambar 2. Penampilan fenotip sapi bali jantan (Ditjennak Keswan, 2012)
Gambar 3. Penampilan fenotip sapi bali betina (Ditjennak Keswan, 2012)
Perubahan warna pedet jantan menjadi hitam seluruh tubuhnya (kecuali bagian kaki dan pantatnya yang berwarna putih) memerlukan waktu sekitar 10 bulan. Warna hitam pada sapi bali jantan dewasa yang dikastrasi akan berubah kembali menjadi merah bata secara bertahap mulai dari bagian belakang menuju ke depan. Perubahan warna ini terkait dengan produksi hormon testosteron yang dihasilkan oleh sapi bali jantan (Subagyo, 2014).
7
Bentuk tanduk ideal pada sapi bali jantan disebut silak congklok yaitu arah pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Sedangkan, bentuk tanduk ideal pada sapi bali betina disebut silak manggul gangsa yaitu arah pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi ke arah belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam (Subagyo, 2014).
Pulau Bali merupakan sumber sapi bali yang sudah tersebar luas ke seluruh daerah di Indonesia. Sapi bali sebagai plasma nutfah sapi lokal Indonesia memiliki kualitas produksi dan kualitas produk terbaik yang harus dipertahankan kemurniannya. Hal tersebut sesuai dengan keputusan pemerintah Republik Indonesia bahwa lokasi konservasi sapi bali murni adalah pulau Bali dan Nusa Penida (Fansidar et al., 2014).
Potensi sapi bali sebagai ternak daging lokal yang memberikan hasil dan mutu daging yang baik memberi harapan untuk dikembangkan menjadi sapi tipe daging bermutu prima untuk pasar internasional (Haryati, 2011). Hal ini dapat dicapai dengan melakukan perbaikan mutu genetik, manajemen, dan ransum. Selama ini penelitian yang menyangkut peningkatan asupan dan mutu pakan pada sapi bali telah banyak dilakukan dan memberi respon peningkatan produksi dan mutu daging yang baik. Sementara, perbaikan mutu genetik untuk jumlah dan mutu daging melalui upaya seleksi yang terprogram, tepat, benar, cermat, serius dan berkelanjutan belum dilakukan (Rasdiyanah, 2014).
2.2 Darah
Darah merupakan cairan yang khas dari komposisi variabel sirkulasi yang melewati hati, arteri, kapiler, dan vena (Stockham dan Scott, 2002). Darah merupakan jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah tertutup dan terdiri dari serum atau plasma dan padatan berupa butir darah merah (eritrosit), butir darah putih (leukosit), kepingan darah (trombosit atau platelet). Secara umum, volume total darah mamalia berkisar antara
7-8
8% dari berat badan. Bahan antarsel atau plasma darah berkisar antara 45-65% dari seluruh isi darah, sedangkan sisanya 35-55% disusun oleh sel darah atau benda darah (Dharmawan, 2002).
Gambar 4. Sirkulasi/ aliran darah pada sapi
Menurut Colville dan Basert (2002), darah memiliki tiga fungsi yaitu: sistem transportasi, regulasi, dan pertahanan. Darah sebagai sistem transportasi berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru, cairan dari dan ke jaringan untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pH 7,4, serta membawa nutrisi atau suplai makanan dari sistem pencernaan ke sel atau jaringan tubuh dan mengangkut produk yang terbuang melalui ginjal dan usus besar untuk diekskresi.
Darah sebagai sistem regulasi berperan dalam menjaga suhu tubuh dengan cara membawa hormon glandula endokrin ke organ target untuk membawa kelebihan panas dari bagian dalam tubuh ke permukaan lapisan kulit serta berperan untuk menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sedangkan, darah sebagai sistem pertahanan berperan dalam fagositosis dan memberikan respon imunitas.
9
2.3 Plasma
Plasma adalah sejenis fluida yang homogen berwarna kuning pucat dan bereaksi secara alkalis. Kadar normal plasma berkisar 55-65% dari total volume. Plasma mengandung ion, molekul anorganik dan organik dalam jumlah yang sangat banyak. Komposisi plasma hewan normal dipertahankan secara tetap. Komposisi kimia plasma mamalia mempunyai persamaan, meskipun terdapat perbedaan kuantitatif telah diketahui. Plasma terdiri dari 90% air dan 9% berbentuk padatan, dimana 7% adalah protein. Komposisi plasma sangat kompleks dan berkaitan dengan fungsi darah (Dja’far, 1988). Unsur yang terdapat di dalam plasma dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Unsur-unsur di dalam plasma Air Gas Oksigen Karbondioksida Nitrogen Protein Albumin Globulin Fibrinogen Glukosa, Laktat, Pyruvat
Lipid Lemak Lesitin Kolesterol NPN Asam amino Asam urat Urea Kreatinin Kreatin Garam-garam amonia Unsur anorganik Natrium
Kalium Kalsium Magnesium Klorida Sulfat Phospat Besi Mangan Kobalt Tembaga Seng Iodium Unsur jarang
Enzim, Hormon, Vitamin, Pigmen Sumber : Dja’far, 1988.
10
2.4 Protein Plasma
Plasma mengandung banyak protein dengan susunan kimia yang berbeda misalnya urutan dan komposisi asam amino. Selain itu, protein plasma berbeda dalam sifat-sifat fisik seperti bobot molekul, berat jenis, kelarutan dan muatan listrik, serta identitas imunologik. Protein plasma berperan penting dalam metabolisme organ hati dan interaksinya dengan jaringan tubuh, sehingga informasi tentang metabolisme protein dalam tubuh dapat diketahui melalui pemeriksaan protein plasma (Dja’far, 1988).
Gambar 5. Pemisahan protein plasma dengan elektroforesis (Rahmawati, 2009)
Protein plasma merupakan kelompok senyawa kimia yang heterogen. Macam protein plasma dan bobot molekul antara lain: a) albumin: sekitar 69.000; b) globulin (alpha globulin: 200.000-300.000, beta globulin: 150.000-350.000, dan gamma globulin: 150.000-300.000); serta c) fibrinogen: 400.000. Protein plasma terdiri dari albumin, globulin serta beberapa protein lain berupa hormon, enzim, faktor pembeku darah dan C-reaktif protein (Girindra, 1987). Komposisi plasma protein sangat kompleks, karena berkaitan dengan fungsi dan peranan darah yang beragam. Komposisi plasma protein dapat dilihat pada Tabel 2.
11
Tabel 2. Komposisi protein plasma normal (mg/ 100 mL)
Komposisi protein plasma Nilai normal (mg/100 mL)
Total 6,3 – 7,8 Albumin - Globulin alfa 1 - Globulin alfa 2 - Globulin beta 3,2 – 5,1 0,06 – 0,39 0,28 – 0,74 0,69 – 1,25 Imunoglobulin (Globulin gamma)
- Ig A - Ig G - Ig M - Ig D 0,8 – 2,0 0,15 – 0,35 0,8 – 1,8 0,08 – 0,18 0,03 Fibrinogen 0,2 – 0,4 Mukoprotein 0,135 Haptoglobulin 0,03 – 0,19 Sumber : Dja’far (1988).
Tekanan osmosis plasma ditentukan oleh berbagai ion antara lain: ion sodium, potasium, bikarbonat, kalsium dan protein. Protein plasma merupakan campuran kompleks yang terdiri dari protein sederhana dan protein campuran seperti glikoprotein dan lipoprotein (Martin, 1983). Protein plasma terdiri dari protein globular dan protein fibrosa. Protein globular larut dalam air dan larutan garam serta dipertahankan dalam bentuk lonjong dengan melipatkan rantai peptida. Jenis protein globular dalam tubuh antara lain: albumin, globulin, histamin, dan protamin. Proses pemecahan protein plasma disebabkan oleh perubahan sifat kimia, fisik, biologi, panas, ultraviolet, deterjen, dan zat kimia yang berpengaruh terhadap struktur protein (Guyton, 1983).
Protein plasma berfungsi sebagai sumber pengganti protein pada jaringan yang mengalami kekurangan protein melalui proses intoto oleh sel retikulo endotel. Protein plasma yang berada di jaringan akan dipecah menjadi asam amino (Guyton, 1983). Kecepatan sintesis protein plasma oleh hati tergantung pada konsentrasi asam amino dalam darah, artinya konsentrasi protein plasma menjadi berkurang apabila suplai asam amino yang sesuai tidak ada. Sebaliknya, bila terdapat protein berlebihan dalam
12
plasma digunakan untuk membentuk protein jaringan. Jadi terdapat keseimbangan yang konstan antara protein plasma, asam amino, dan protein jaringan (Dja’far, 1988).
2.4.1 Albumin
Albumin merupakan molekul protein plasma yang terkecil dan terdapat dalam jumlah yang paling banyak. Albumin adalah salah satu protein plasma darah yang berjumlah antara 3-5% dari total volume darah atau sekitar 35-50% dari total protein plasma (Johari et al., 2007). Albumin disintesis dalam hati dan terdiri dari 610 asam amino dan dikatabolisme oleh semua jaringan secara aktif. Metabolisme albumin pada sapi memerlukan waktu paruh 16,5 hari. Albumin berperan dalam menjaga keseimbangan tekanan osmosis, sebagai sumber cadangan protein, pengangkut asam amino, pengikat, dan pembawa asam amino (Dja’far, 1988).
2.4.2 Globulin
Globulin merupakan protein plasma yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam encer, basa dan garam encer. Globulin merupakan campuran kompleks yang terdiri dari mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein serta gamma globulin. Martin et al., (1983) menyatakan bahwa globulin dapat dipisahkan secara elektroforesis menjadi α, β, dan γ globulin. Kadar globulin alpha dan beta adalah tergantung pada jenis spesies hewan. Fungsi utama globulin alpha dan beta adalah sebagai pembawa (carrier) lipida, hormon yang larut dalam lipida, vitamin, dan substansi lain yang mirip dengan lipida. Lipida tersebut tidak secara bebas dalam plasma selama transportasi, tetapi terikat oleh globulin yang disebut lipoprotein.
Berdasarkan metode elektroforesis, globulin dapat dibagi menjadi fraksi α1, α2, β, dan γ. Globulin alpha lain yang termasuk komponen glikoprotein yaitu ceruloplasmin yang berfungsi sebagai pembawa ion tembaga (Cu). Selain itu, ada haptoglobulin yang berfungsi sebagai pembawa Hb (Dja’far, 1988). Globulin beta adalah fibrinogen yang
13
disintesis di dalam hati dan berperan penting dalam mekanisme pembekuan darah. Sedangkan, pengangkutan besi (Fe) berhubungan erat dengan beta globulin yang disebut transferin atau sideropilin. Pengangkutan pertama terjadi di tempat absorpsi Fe pada traktus intestinal menuju ke organ hati dan limpa, selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh, termasuk sumsum tulang belakang sebagai bahan penyusun hemoglobin (Johari et al., 2007).
Globulin gamma memegang peranan khusus di dalam tubuh, dan termasuk kelompok yang tidak bulat dan heterogen. Bobot molekul dari globulin gamma adalah 150.000-300.0000 (Dja’far, 1988). Fraksi globulin gamma merupakan tempat utama antibodi beredar yang disebut imunoglobulin yang berkaitan dengan aktivitas serum darah. Kenaikan kadar globulin gamma selalu diikuti oleh kenaikan titer antibodi, akan tetapi hal ini tidak selalu berlaku (Johari et al., 2007).
Imunglobulin (Ig) adalah protein yang disintesis oleh hewan sebagai respon terhadap substansi asing. Antibodi ini disekresi oleh sel plasma yaitu sel yang diturunkan oleh sel limfosit B (sel B) (Rahmawati, 2009). Lima kelas antibodi terdiri dari: imunoglobulin G (IgG) adalah antibodi utama dalam serum, tetapi IgM adalah kelas imunoglobulin yang pertama muncul setelah pemaparan terhadap suatu antigen. IgA adalah kelas yang paling banyak dalam sekret eksternal dan IgE melindungi terhadap parasit, sedangkan peran IgD belum diketahui. Antibodi terdiri dari rantai pendek dan rantai panjang (Stryer, 2002).
Tabel 3. Data bobot molekul imunoglobulin dalam serum
Kelas imunoglobulin Massa (kDa)
IgG 150 IgA 180 – 500 IgM 950 IgD 175 IgE 200 Sumber : Rahmawati, 2009.
14
2.5 Protein
Istilah protein pertama kali dikemukakan oleh pakar kimia Belanda, G. J. Mulder pada tahun 1939, berasal dari bahasa Yunani proteios yang berarti pertama atau paling utama (Dewi, 2013). Protein adalah suatu makro-molekul yang mempunyai ukuran bobot molekul berkisar antara 6000 Da sampai satu juta Da. Semua protein terdiri atas satu atau lebih polimer yang linier dan tak bercabang. Monomer yang membuat polimer ini disebut asam amino. Asam amino terikat menjadi satu rantai dalam jumlah 100 sampai 300. Molekul protein memiliki tingkat kompleksitas atau kerumitan yang tinggi. Protein memiliki perbedaan muatan listrik, bobot molekul, dan jumlah asam amino penyusun (Rahmawati, 2009).
2.5.1 Struktur Protein
Struktur protein diklasifikan menjadi empat antara lain:
1) Struktur primer, dibentuk oleh ikatan peptide antar asam amino yang mengacu pada jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang membentuk rantai polipeptida.
2) Struktur sekunder, dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang terjadi diantara oksigen karbonil dan nitrogen amida.
3) Struktur tersier, merupakan rangkaian molekular yang menggambarkan bentuk keseluruhan dari protein.
4) Struktur kuartener, dibentuk oleh beberapa polipeptida yang berikatan satu sama lain secara kovalen (Dewi, 2013).
15
Gambar 6. Struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener dari protein
2.5.2 Fungsi Protein
Protein memegang peran penting dalam semua proses biologi. Peran dan aktivitas protein terlihat dalam contoh berikut ini:
1) Katalisis Enzimatik
Reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh makromolekul spesifik yang disebut enzim. Sebagian reaksi seperti hidrasi karbondioksida bersifat sederhana, sedangkan reaksi lainnya seperti replikasi kromosom sangat rumit. Enzim mempunyai daya katalitik besar. Fakta menunjukkan bahwa hampir semua enzim yang dikenal adalah protein. Jadi, protein merupakan pusat dalam menetapkan pola transformasi kimia dalam sistem biologis.
2) Transport dan Penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion ditransport oleh protein spesifik. Misalnya transport oksigen dalam eritrosit oleh hemoglobin, dan mioglobin suatu protein sejenis mentransport oksigen dalam otot.
16
3) Koordinasi Gerak
Protein merupakan komponen utama dalam otot. Kontraksi otot berlangsung akibat pergeseran dua jenis filamen protein. Contoh lain adalah pergerakan kromosom pada proses mitosis dan gerak spermatozoa oleh flagela.
4) Penunjang Mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh adanya kolagen yang merupakan protein fibrosa.
5) Proteksi Imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel yang berasal dari organisme lain. Protein berperan penting untuk membedakan dirinya dan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
6) Membangkitkan dan Menghantar Impuls Saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor. Misalnya rodopin suatu protein yang sensitif terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina.
7) Pengaturan Pertumbuhan dan Diferensiasi
Pengaturan urutan ekspresi informasi genetik sangat penting bagi pertumbuhan yang beraturan serta diferensiasi sel. Hanya bagian kecil genom dalam sel yang akan diekspresikan pada satu saat (Rahmawati, 2009).
2.6 Elektroforesis
Istilah elektroforesis pertama kali dikemukakan oleh Michaelis pada tahun 1909 yang digunakan untuk mendeskripsikan perpindahan tempat (migrasi) zat-zat koloidal pada suatu medan listrik. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah ionoforesis yang artinya perpindahan tempat
17
ion-ion yang relatif kecil karena pengaruh suatu medan listrik. Meskipun istilah ionoforesis sebenarnya lebih tepat digunakan sebagai dasar pemisahan senyawa, tetapi istilah tersebut kurang populer sehingga istilah elektroforesis lebih banyak digunakan.
Elektrofeoresis merupakan teknik pemisahan suatu molekul dalam suatu campuran dibawah pengaruh medan listrik. Molekul terlarut dalam medan listrik bergerak atau migrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Sebagai contoh, jika dua molekul mempunyai massa dan bentuk yang sama, molekul dengan muatan lebih besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode (Yuwono, 2005). Kegunaan elektroforesis antara lain: 1) menentukan bobot molekul, 2) dapat mendeteksi terjadinya pemalsuan bahan, 3) dapat mendeteksi kerusakan bahan saat pengolahan dan penyimpanan (Dewi, 2013).
Elektroforesis melalui gel agarosa merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi, dan pemurnian fragmen DNA. Selain itu elektroforesis gel poliakrilamid dapat juga digunakan untuk pemisahan, identifikasi, dan pemurnian protein. Teknik ini merupakan teknik sederhana, cepat, dan dapat memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya yang tidak dapat dilakukan oleh prosedur lainnya, seperti sentrifugasi gradient (Sudjadi, 2008).
Suatu molekul yang bermuatan akan bergerak dalam medan listrik. Fenomena ini dikenal sebagai elektroforesis, dapat digunakan untuk memisahkan protein atau makromolekul lain seperti DNA dan RNA. Kecepatan migrasi (v) protein atau makromolekul lain dalam medan listrik tergantung pada kekuatan medan listrik (E), muatan protein (z) dan koefisien pergesekan (f).
v= Ez
F
Kekuatan listrik (Ez) yang menggerakkan molekul ke arah elektroda yang bermuatan berlawanan dihambat oleh fv yang timbul akibat gesekan molekul pada medium. Koefisien pergesekan (f) tergantung pada massa dan
18
bentuk molekul yang bergerak dan viskositas (ת) medium (Lehninger, 1994).
Pemisahan secara elektroforesis hampir selalu dilakukan dalam gel, tidak dalam larutan karena: gel mengurangi arus listrik yang timbul akibat perbedaan suhu yang kecil yang diperlukan agar pemisahan menjadi efektif. Kedua, gel bertindak sebagai saringan molekul yang meningkatkan pemisahan. Molekul yang lebih kecil dibanding dengan pori-pori gel dapat bergerak dengan mudah di dalam sedangkan molekul yang lebih besar hampir tidak bergerak. Molekul dengan ukuran sedang dapat bergerak di dalam gel sesuai ukurannya.
Media pilihan pada elektroforesis adalah gel poliakrilamid, sebab secara kimiawi bersifat inert dan dapat dengan mudah dibentuk dari polimerisasi akrilamida. Selain itu, ukuran pori dapat diatur dengan memilih berbagai konsentrasi akrilamid dan metilenbisakarida (reagen pengikat) pada saat polimerisasi (Sudjadi, 2008). Campuran protein mula-mula dilarutkan dalam larutan natrium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen anionik yang akan memutus hampir semua interaksi kovalen dalam protein alami. Juga ditambahkan merkaproteanol atau ditiotreitol untuk mereduksi ikatan disulfida.
Anion SDS akan berikatan pada rantai utama dengan perbandingan satu SDS untuk tiap residu asam amino, sehingga terbentuk kompleks SDS dengan protein terdenaturasi yang bermuatan negatif tinggi yang secara kasar sebanding dengan massa protein. Muatan negatif akibat pengikatan SDS ini umumnya lebih besar daripada muatan protein alami ini menjadi tidak penting lagi. Pada kompleks SDS-protein terdenaturasi kemudian dilakukan elektroforesis pada gel poliakrilamida, dalam bentuk lempeng tegak lurus. Arah elektroforesis dari atas ke bawah. Setelah terjadi pemisahan, protein dalam gel dapat diperlihatkan setelah diwarnai dengan Coomassie blue, yang akan terlihat sebagai pita-pita (Rahmawati, 2009).
Protein kecil bergerak cepat dalam gel, sedangkan protein besar tinggal di atas, berdekatan dengan titik aplikasi campuran. Pergerakan
19
sebagian rantai polipeptida pada kondisi seperti ini berbanding lurus dengan logaritma massanya. Elektroforesis SDS-gel poliakrilamid bersifat cepat, peka dengan kemampuan resolusi yang tinggi. Proses elektroforesis dan pewarnaan berlangsung beberapa jam. Sejumlah 0,1 mikrogram (2 p mol) protein menghasilkan pita yang jelas dengan pewarnaan Coomassie blue dan dalam jumlah lebih sedikit (kira-kira 0,02 mikrogram) dapat dideteksi dengan pewarnaan perak (Stryer, 2002).
2.6.1 Gel Poliakrilamid
Pada SDS-PAGE diperlukan matriks yang bening untuk memisahkan molekul. Matriks yang bening ini terbuat dari polimer akrilamid dalam bentuk gel. Gel poliakrilamid merupakan larutan dari akrilamid dan bisakrilamid yang digunakan untuk separasi sampel protein (Arif, 2012). Elektroforesis hampir selalu dilakukan dalam gel dan tidak dalam larutan. Hal ini dikarenakan gel dapat mengurangi arus listrik yang timbul akibat perbedaan suhu yang kecil agar pemisahan menjadi efektif, gel bertindak sebagai saringan molekul yang meningkatkan pemisahan (Stryer, 2002). Gel juga dapat menjaga molekul yang telah terpisah supaya tidak berdifusi terlalu cepat kedalam fase cair (Lehninger, 1982).
Penggunaan poliakrilamid mempunyai keunggulan dibandingkan dengan gel lainnya, karena tidak bereaksi dengan sampel dan tidak membentuk matrik dengan sampel, sehingga tidak menghambat pergerakan sampel yang memungkinkan pemisahan protein secara sempurna. Selain itu, gel poliakrilamid ini mempunyai daya pemisahan yang cukup tinggi. Sementara penggunaan SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein, karena SDS bersifat sebagai detergen yang mengakibatkan ikatan dalam protein terputus membentuk protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol (Arif, 2012).
Komponen penting yang membentuk gel poliakrilamid adalah akrilamid, bisakrilamid, ammonium persulphate dan TEMED (Tetrametilendiamin). Akrilamid sebagai senyawa utama yang menyusun
20
gel yang bersifat karsinogenik. Ammonium persulphate berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamid agar bereaksi dengan molekul akrilamid lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. TEMED berfungsi sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga dapat digunakan dalam pemisahan protein.
Bisakrilamid berfungsi sebagai cross-linking agen yang membentuk kisi-kisi bersama polimer akrilamid. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamid dengan bisakrilamid dapat diatur sesuai dengan bobot molekul protein yang akan dipisahkan. Semakin rendah bobot molekul protein yang dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamid yang digunakan agar kisi-kisi yang terbentuk semakin rapat (Arif, 2012).
Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan antara dua lempeng kaca yang dipisahkan dengan pembatas pada ketebalan tertentu. Gel poliakrilamid dapat berukuran dari 5–50 cm tergantung pada keperluan dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal (Rahmawati, 2009).
Gambar 7. Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis/ SDS PAGE
21
2.6.2 Metode SDS-PAGE
Metode Sodium Dodecyl Sulphate- Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan salah satu metode untuk menganalisis protein dengan memisahkan pita-pita protein yang ada di dalam sampel berdasarkan bobot molekulnya (Arif, 2012). Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE) diartikan sebagai proses pemisahan protein dalam sebuah gel akrilamid melalui aplikasi arus listrik. Prinsip dasar SDS-PAGE ini adalah denaturasi protein oleh sodium dodesil sulfat yang dilanjutkan dengan pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya dengan metode elektroforesis yang menggunakan gel, dalam hal ini yang digunakan adalah poliakrilamid (Rahmawati, 2009).
Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran molekulnya dengan elektroforesis gel poliakrilamid dengan sistem tegak. Sebelumnya campuran protein dipanasi dengan natrium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen anionik untuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan ini menyebabkan interaksi non-kovalen terganggu, sehingga molekul protein dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam amino. SDS akan menghilangkan konformasi di antara protein-protein tersebut dengan cara memberi muatan negatif. Agar seluruh rantai terpapar pada detergen dilakukan pemanasan pada suhu 950 C selama 2 sampai 5 menit, dengan cara ini sebagian besar polipeptida akan diselubungi oleh SDS dengan rasio tertentu (1,4 gram per gram protein). Kompleks SDS-polipeptida berbentuk seperti batang dan bermuatan negatif, dan muatan ini tidak dipengaruhi oleh pH pada kisaran pH 7-10 (Sudjadi, 2008).
Gel yang digunakan pada sistem ini terdiri dari gel pemupuk (stacking gel) yang berpori besar dan gel pemisah (separating/ resolving gel) yang berpori kecil. Sedangkan sampel diletakkan di atas gel pemupuk. Molekul sampel yang melewati gel pemupuk dengan cepat akan tertumpuk dalam suatu zona yang sangat sempit (stacks). Sampel yang tertumpuk itu akan bergerak sepanjang gel pemupuk yang berpori besar dan kemudian masuk
22
ke gel pemisah berpori kecil sebagai suatu pita yang tipis setelah memasuki gel pemisah, molekul sampel terpisah berdasarkan muatan dan ukuran (Rahmawati, 2009).
Gel poliakrilamid dibentuk oleh polimerisasi akrilamid dan bisakrilamid. Reaksi pembentukan polimer ini diawali suatu sistem yang menghasilkan radikal bebas dengan menambahkan amonium persulfat (APS), sebagai inisiator dan tetrametilendiamin (TEMED), sebagai akselerator. Pada sistem ini TEMED mempercepat pemecahan molekul APS menjadi sulfat radikal bebas, kemudian akan mengawali reaksi polimerisasi akrilamid yang panjang menghasilkan larutan kental namun bukan berupa gel. Penambahan bisakrilamid pada rantai akrilamid tersebut akan terbentuk ikatan lintas silang (cross-link) pada interval tertentu sehingga terbentuk suatu jaringan dengan besar pori tertentu.
Konsentrasi akrilamid menentukan ukuran pori-pori gel yang terbentuk sehingga ukuran pori dapat diatur dengan mengatur konsentrasi akrilamid. Makin rendah konsentrasi akrilamid yang digunakan, makin besar ukuran pori-pori gel, namun gel menjadi lunak dan mudah patah (Rahmawati, 2009). Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida. Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yang terdapat pada ikatan SDS ini jauh lebih besar daripada muatan pada protein asli.
Kompleks protein-SDS kemudian dielektroforesis sehingga semua molekul bergerak menuju kutub positif. Ketika elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak atau zat warna seperti Coomassie blue, yang akan menampakkan beberapa pita. Coomassie blue berikatan dengan protein berdasarkan interaksi ionik antara gugus sulfit pada Coomassie blue dengan asam-asam amino basa, dan interaksi hidrofobik cincin Coomassie blue (Stryer, 2002).
Pewarna mampu menghasilkan pita pada jumlah protein 10-100 ng. Protein kecil akan bergerak cepat melewati gel, sedangkan protein besar
23
bergerak lebih lambat. Mobilitas kebanyakan polipeptida dibawah kondisi seperti ini berbanding lurus terhadap log ukurannya. Beberapa protein yang banyak mengandung karbohidrat dan protein membran tidak mengikuti aturan ini. Akan tetapi metode SDS-PAGE ini sangat cepat, peka, dan dapat menghasilkan pemisahan yang baik. Sebanyak sekitar 0,1 mg (2 pmol) protein menghasilkan pita yang jelas dengan pewarna Coomassie blue (Rahmawati, 2009).
Gambar 8. Prinsip kerja SDS-PAGE
2.7 BPTU-HPT Sapi Bali Denpasar
Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak, Denpasar Bali yang selanjutnya disingkat BPTU-HPT Denpasar adalah unit pelaksana teknis dibidang peternakan dan kesehatan hewan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Secara teknis BPTU-HPT Denpasar dibina oleh Direktur Perbibitan Ternak dan Direktur Pakan Ternak Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Permentan RI, 2013).
24
BPTU-HPT Denpasar berlokasi di Denpasar Provinsi Bali yang mempunyai tugas melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan, pelestarian, pengembangan, penyebaran, dan distribusi produksi bibit ternak sapi bali unggul serta produksi dan distribusi benih/ bibit hijauan pakan ternak. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPTU-HPT Denpasar mempunyai susunan organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya yang terdiri atas: Kepala, Subbagian Tata Usaha, Seksi Pelayanan Teknis, dan Kelompok Jabatan Fungsional (Permentan RI, 2013).
25 BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah protein plasma sapi bali yang dipelihara di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sapi Bali Denpasar.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain: spuit, cooler bag, tabung reaksi, gelas piala, cook micrometer, stirrer, centrifuge, refrigerator, timbangan digital, alat pencetak gel (mini protean 3 sistem), mikropipet, sisir (comb), tabung eppendorf, kaca dengan spacer, rak tabung, silinder plastik, mistar plastik, penjepit dan tempat untuk pewarnaan/ pencucian yang berupa baki-baki plastik.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah plasma sapi bali yang dipelihara di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sapi Bali Denpasar. Bahan lain yang digunakan untuk penelitian karakteristik protein plasma darah sapi bali terdiri dari: tabung antikoagulan EDTA, alkohol 70%, garam fisiologis (NaCl 0,9%), dan asam klorida 1% (HCl 1%). Sedangkan bahan yang digunakan pada elektroforesis (SDS-PAGE) adalah sampel buffer (4 mL dH2O; 1 mL larutan 0,5 M Tris – HCl pH 6,8; 0,8 gliserol; 1,6 mL larutan SDS 10%; 0,4 mL larutan β-mercaptoetanol; 0,2 mL larutan bromophenol blue 0,05%).
Gel untuk SDS-PAGE terdiri dari dua lapis yaitu: 7,5% resolving gel/ lapisan bawah terdiri dari: (7,28 mL dH2O ditambahkan 3,75 mL larutan 1,5 M Tris-HCl pH 8,8; 150 µL larutan SDS 10%; 3,75 mL larutan akrilamid 30%; 75 µL larutan APS 10%; 7,5 µL TEMED), dan 4% stacking gel
26
(lapisan atas) terdiri dari: (9 mL dH2O ditambahkan 3,78 mL larutan 0,5 M Tris-HCL pH 6,8; 150 µL larutan SDS 10%; 1,98 mL larutan akrilamid 30%; 75 µL larutan APS 10%; 15 µL TEMED), buffer pemisah (Electrode Running Buffer/ ERB) yang terdiri dari: (Tris HCl 9 gram; glisin 43,2 gram; SDS 10% dan dH2O sebanyak 600 mL), larutan pewarna (0,05% Coomassie blue, 45% metanol, 10% asam asetat, 45% dH2O dan destain (50% dH2O, 10% asam asetat, 40% metanol).
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif analitik kualitatif yang bertujuan untuk menemukan dan memperkenalkan karakteristik protein plasma sapi bali. Data penelitian dianalisis dan disajikan secara sistematis melalui gambar, grafik, dan tabel. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial AxB (Sampurna dan Nindhia, 2008). Faktor A: jenis kelamin sapi bali (jantan dan betina); faktor B: umur sapi bali (pedet (0-1,5 tahun), pubertas (2-2,5 tahun), dan dewasa (3-5 tahun)) sehingga kombinasi antar faktor sebanyak 2x3 dan diulang sebanyak 4 kali. Data pengulangan diperoleh dari rumus: P (r-1) > 15 (Musa dan Nasoetion, 1989).
3.4 Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian ini terdiri dari:
1) Variabel tergantung : bobot molekul dan jumlah pita protein plasma sapi bali.
2) Variabel bebas : jenis kelamin dan umur sapi bali.
3) Variabel kendali : pakan, cara pemeliharaan, vaksin, hormon, dan antibiotik.
3.5 Cara Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dikumpulkan berdasarkan dari hasil karakterisasi protein plasma sapi bali melalui metode SDS-PAGE.
27
3.6 Prosedur Penelitian
Gambar 9. Skema Alur Penelitian (Bintang, 2010)
3.6.1 Penentuan Unit Pengamatan Sapi Bali
Penentuan unit pengamatan sapi bali diawali dengan melakukan wawancara kepada pengelola sapi bali untuk memperoleh informasi hubungan kekerabatan sapi. Sampel darah diambil secara purposive sampling artinya pengambilan sampel dilakukan dengan memilih objek berdasarkan kriteria spesifik dari penelitian.
Analisis Pita Protein
Pewarnaan dan Pencucian Pita Protein Proses Elektroforesis
Pembuatan Buffer Pemisah Pembuatan Gel Pemisah Pembuatan Sampel Buffer Karakterisasi Protein dengan Metode
SDS-PAGE
Penyiapan Sampel Plasma Sapi Bali Penentuan Unit Pengamatan Sapi Bali
28
3.6.2 Penyiapan Sampel Plasma Sapi Bali
Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis dengan menggunakan vacuum shiryne steril yang telah berisi zat antikoagulan EDTA agar darah tidak membeku. Darah diambil sebanyak 5 mL, kemudian langsung disimpan pada cooler bag untuk menghindari kerusakan selama perjalanan. Darah disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3.500 rpm pada suhu 100C. Sampel darah yang sudah disentrifus akan terpisah antara plasma darah, sel darah putih, dan sel darah merah, serta keping darah. Plasma dimasukkan ke dalam minitube dan disimpan pada suhu -200C.
2.6.3 Karakterisasi Protein dengan Metode SDS-PAGE
Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis menggunakan metode standar oleh Laemmli yang terdiri dari tiga tahap (Sinlae, 2014). Tiga tahap tersebut adalah ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel dengan menggunakan sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) dan pemisahan protein dengan teknik elektroforesis yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita protein yang terbentuk.
a) Pembuatan Sampel Buffer
Preparasi sampel menggunakan sampel buffer yang terdiri dari 4 mL dH2O; 1 mL larutan 0,5 M Tris – HCl pH 6,8; 0,8 gliserol; 1,6 mL larutan SDS 10%; 0,4 mL larutan β-mercaptoetanol; 0,2 mL larutan bromophenol blue 0,05%. Sampel (supernatan) sebanyak 5 µL dicampur dengan 30 µL sampel buffer dengan perbandingan 1:6, setelah supernatan tercampur sampel buffer kemudian dipanaskan dengan suhu 950 C selama 5 menit. Apabila sampel sudah dingin baru dimasukkan ke dalam sumur yang telah tersedia pada gel sebanyak 5 µL lalu dianalisis pola protein menggunakan SDS-PAGE.
b) Pembuatan Gel Pemisah
Pembuatan gel pemisah (running gel) menggunakan konsentrasi 7,5% (resolving gel/ lapisan bawah) terdiri dari 7,28 mL dH2O ditambahkan 3,75 mL larutan 1,5 M Tris-HCl pH 8,8; 150 µL larutan SDS 10%; 3,75 mL
29
larutan akrilamid 30%; 75 µL larutan APS 10%; 7,5 µL TEMED dan 4% stacking gel (lapisan atas) terdiri dari 9 mL dH2O ditambahkan 3,78 mL larutan 0,5 M Tris-HCl pH 6,8; 150 µL larutan SDS 10%; 1,98 mL larutan akrilamid 30%; 75 µL larutan APS 10%; 15 µL TEMED (harus selalu dalam keadaan baru dilarutkan). Untuk preparasi gel pengumpul (stacking gel) dicetak dengan bantuan “sisir” (comb) untuk membuat sumur-sumur. Ketebalan gel akan dibuat dengan ketebalan 4 mm. Setelah gel mengeras, sisir diangkat.
c) Elektroforesis
Proses pemisahan protein menggunakan buffer pemisah (running buffer) yang terdiri dari Tris HCl 9 gram; glisin 43,2 gram; SDS 10% dan dH2O sebanyak 600 mL. Buffer elektroforesis dimasukkan dan alat elektroforesis dirangkai. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 5 µL, tergantung tebal tipisnya pita protein yang diinginkan. Perangkat elektroforesis dijalankan pada suhu rendah dengan tegangan 200 volt dan arus 42 mA selama + 1 jam hingga bromophenol blue mencapai 1 cm dari batas bawah gel.
Setelah elektroforesis selesai, gel difiksasi dengan larutan Coomassie brilian blue R-250 (larutan 0,05% Coomassie blue sebanyak 0,50 gram yang dilarutkan dalam 45% metanol sebanyak 225 mL dan 10% asam asetat sebanyak 50 mL dalam 45% dH2O), kemudian gel dipucatkan dengan larutan destain yang terdiri dari campuran 50% dH2O 250 mL; 10% asam asetat 50 mL; 40% metanol 200 mL sambil digoyang-goyangkan sampai terlihat pita protein. Jika sudah terlihat adanya pola (pita-pita) protein, proses pemucatan dihentikan.
Gel hasil SDS-PAGE dianalisa dengan cara menghitung band yang muncul dengan dilakukan perhitungan MR (mobility rate) dari masing-masing band dengan rumus (Cavalli et al., 2006). Hasil lembaran gel tersebut didokumentasikan dengan mesin pemindai. Setelah didapatkan hasil gambar dalam bentuk soft copy, kemudian diukur panjang tracking tiap
30
band yaitu panjang track dari atap pita sampai band yang akan dicari bobot molekulnya.
Pita pertama yang harus dihitung adalah pita protein marker, karena pada protein marker sudah diketahui bobot molekulnya, sehingga digunakan sebagai panduan mencari bobot molekul sampel lainnya, setelah didapatkan nilai panjang tracking, selanjutnya mencari nilai mobility rate (MR) yaitu dengan membagi jarak tracking dengan panjang tracking, setelah didapatkan nilai (MR) maka dibuat rumus persamaan garis lurusnya, rumus inilah yang digunakan mencari bobot molekul sampel yang diuji, pada rumus tersebut terdiri atas sumbu x dan sumbu y, nilai (MR) sebagai sumbu x dan sumbu y sebagai log bobot molekul, untuk mendapat nilai bobot molekul maka antilog bobot molekul tersebut (Arif, 2012).
MR = Jarak pergerakan pita protein dari tempat awal Jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal
Nilai MR dimasukkan dalam persamaan regresi logaritma dengan rumus: Y = (a X ln(x)) + b
Keterangan :
Y = bobot molekul. X = nilai Rf sampel.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh berupa pita-pita protein yang memiliki berbagai bobot molekul. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS Versi 17 dan Image-J untuk mengkuantifikasi jumlah dan luas koloni elektroforegram yang disajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan grafik.
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar.
31 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil SDS-PAGE Protein Plasma Sapi Bali
Gambaran pita protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE pada perlakuan jenis kelamin dan umur disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan berdasarkan umur dan jenis kelamin
Keterangan:
J0 : Protein plasma sapi bali jantan umur 0-1,5 tahun J1 : Protein plasma sapi bali jantan umur 2-2,5 tahun J2 : Protein plasma sapi bali jantan umur 3-5 tahun M : Marker protein J0 J1 J2 M Pita 2 Pita 8 Pita 7 Pita 3 Pita 4 Pita 5 Pita 6 Pita 9 Pita 10 Pita 11 Pita 13 Pita 14 Pita 12 Pita 1 150 kDa 25 kDa 37 kDa 100 kDa 75 kDa 50 kDa 20 kDa 15 kDa 10 kDa 250 kDa
32
Gambar 11. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina berdasarkan umur dan jenis kelamin
Keterangan:
M : Marker protein
B0 : Protein plasma sapi bali betina umur 0-1,5 tahun B1 : Protein plasma sapi bali betina umur 2-2,5 tahun B2 : Protein plasma sapi bali betina umur 3-5 tahun
Karakterisasi protein plasma sapi bali dengan metode SDS-PAGE diperoleh profil atau karakteristik protein seperti pada Gambar 10 dan Gambar 11. Berdasarkan Gambar 10 dan Gambar 11 jumlah pita protein plasma sapi bali jantan dan betina pedet (umur 0-1,5 tahun), pubertas (umur 2-2,5 tahun), dan dewasa (umur 3-5 tahun) yaitu 14 pita.
Berdasarkan perhitungan nilai MR bobot molekul (BM) marker, maka diperoleh regresi logaritma dengan persamaan Y = -0,640 Ln (x) + 0,991. Huruf Y adalah nilai logaritma bobot molekul (BM), sedangkan huruf X adalah nilai MR. MR adalah hasil pembagian antara jarak pergerakan pita protein dari tempat awal dengan jarak pergerakan warna pelacak.
150 kDa 25 kDa 37 kDa 100 kDa 75 kDa 50 kDa 20 kDa 15 kDa 10 kDa 250 kDa Pita 2 Pita 8 Pita 7 Pita 3 Pita 4 Pita 5 Pita 6 Pita 9 Pita 10 Pita 11 Pita 13 Pita 14 Pita 12 Pita 1 M B0 B1 B2
33
Perhitungan bobot molekul masing-masing sampel didapatkan dari anti-log Y yang sebelumnya nilai MR dikonversikan kedalam persamaan regresi logaritma. Perhitungan bobot molekul protein plasma sapi bali disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik protein plasma sapi bali berdasarkan umur dan jenis kelamin
No. pita
BM protein plasma sapi bali jantan (kDa)
BM protein plasma sapi bali betina (kDa) J0 J1 J2 B0 B1 B2 1 963,50 963,50 963,50 963,50 963,50 963,50 2 530,00 530,00 530,00 530,00 530,00 530,00 3 346,82 346,82 346,82 346,82 346,82 346,82 4 104,94 124,84 124,84 124,84 124,84 124,84 5 89,85 89,85 89,85 89,85 89,85 89,85 6 61,03 68,67 78,07 68,67 61,03 68,67 7 54,71 54,71 61,03 54,71 54,71 54,71 8 37,77 37,77 34,88 34,88 34,88 37,77 9 19,69 20,78 20,78 21,97 20,78 19,69 10 16,95 16,95 16,95 17,79 16,95 16,95 11 16,18 16,18 16,18 16,18 16,18 16,18 12 15,46 15,46 15,46 15,46 15,46 15,46 13 12,56 12,56 12,56 12,56 12,56 12,56 14 10,83 10,83 10,83 10,46 10,46 10,46 Jumlah pita 14 14 14 14 14 14
Tabel 4 menunjukkan total pita protein plasma sapi bali jantan dan betina pedet (umur 0-1,5 tahun), pubertas (umur 2-2,5 tahun), dan dewasa (umur 3-5 tahun) masing-masing memiliki 14 pita protein. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin dan umur sapi bali tidak berpengaruh terhadap jumlah pita protein plasma. Berdasarkan perhitungan bobot molekul tersebut di atas, maka 14 pita protein plasma sapi bali dapat dikelompokkan menjadi lima fraksi yaitu albumin, globulin α1, α2, β, dan γ. Fraksi albumin ditunjukkan oleh pita ke-6 sampai pita ke-14 dengan bobot molekul 68,67-10,46 kDa. Fraksi globulin α1 dan α2 ditunjukkan oleh pita ke-5 dan pita ke-4 dengan bobot molekul masing-masing 89,85 kDa dan
34
124,84 kDa. Fraksi globulin β ditunjukkan oleh pita ke-3 dengan bobot molekul 346,82 kDa. Fraksi globulin γ ditunjukkan oleh pita ke-1 dan pita ke-2 dengan bobot molekul 963,50 kDa dan 530 kDa. Klasifikasi protein plasma sapi bali disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi protein plasma sapi bali berdasarkan bobot molekul
No. pita BM (kDa) Jenis fraksi protein
1 963,50 Globulin γ 2 530,00 3 346,82 Globulin β 4 124,84 Globulin α2 5 89,85 Globulin α1 6 68,67 Albumin 7 54,71 8 37,77 9 20,78 10 16,95 11 16,18 12 15,46 13 12,56 14 10,46
Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali menunjukkan bahwa masing-masing pita protein memiliki perbedaan intensitas ketebalan pita yang menggambarkan konsentrasi atau kadar protein. Perbedaan intensitas ketebalan pita dianalisis menggunakan software Image-J untuk mengetahui luas masing-masing pita protein. Perhitungan luas pita protein plasma sapi bali disajikan pada Tabel 6.