• Tidak ada hasil yang ditemukan

H5N1 MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "H5N1 MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI PROTEIN IgG ANTI H5N1 MENGGUNAKAN

METODE SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel

Electrophoresis) DARI KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSIN H5N1

KOMARA DWI RAHARDJO B04062812

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Karakterisasi Protein IgG Anti H5NI dari Kolostrum Sapi yang Divaksin H5N1 Menggunakan Metode SDS PAGE adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Komara Dwi Rahardjo B04062812

(3)

ABSTRACT

Komara Dwi Rahardjo. B04062812. Protein Characterization of IgG Anti H5N1 Using SDS-PAGE from Beef Colostrum with H5N1 Vaccinated. Under directed: Sri Murtini and Anita Esfandiari

This experiment was conducted to characterize immunoglobulin gamma (IgG) in colostrum of Friesian Holstein (FH) cow which vaccined by Avian Influenza virus vaccine subtype H5N1. Samples was divided into three sample, Kol I Sp4, Kol II Sp4, Kol III Sp4. These samples were compared to IgG control. IgG control was colostrum sample from unvaccinated FH cow. Characterization of IgG were done by SDS-PAGE method. The result showed that IgG control have three band proteins and the IgG colostrums from vaccinated cow have five to six band proteins. The molecular weight (MW) of these protein samples ranged between 19.49 to 228.09 kDa. There were differences between the molecular weight of sample protein Kol I SP4, Kol II SP4, and Kol III SP4 with IgG control. Based on the protein size bands, there were different between Kol I SP4, Kol II SP4, and Kol III SP4. There were some unidentified protein in the sample. Conclusion, MW of IgG from colostrum samples vaccinated are 147.37 kDa, 147.37 kDa, 140.57 kDa and the IgG control was 161.57 kDa.

(4)

ABSTRAK

Komara Dwi Rahardjo. B04062812. Karakterisasi Protein IgG Anti H5NI Menggunakan Metode SDS PAGE dari Kolostrum Sapi yang Divaksin H5N1 Dibawah bimbingan: Sri Murtini dan Anita Esfandiari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi imunoglobulin gamma (IgG) di dalam kolostrum sapi Friesian Holstein (FH) yang telah divaksin virus Avian Influenza subtipe H5N1. Sampel dibagi menjadi tiga sampel yang terdiri dari Kol I Sp4, Kol II Sp4, dan Kol III Sp4. Sampel tersebut akan dibandingkan dengan kontrol IgG. Kontrol IgG merupakan sampel kolostrum yang didapatkan dari sapi FH yang tidak diberikan vaksin subtipe H5N1. Karakterisasi IgG dilakukan dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa IgG kontrol mempunyai tiga pita protein dan sampel IgG yang diberi vaksin memiliki 5-6 pita protein. Berat molekul yang didapatkan berkisar antara 19,49 sampai 228,08 kDa. Terdapat perbedaan berat molekul antara sampel Kol 1 Sp4, Kol II Sp4, Kol III Sp4 dengan kontrol IgG. Didasarkan pada berat molekul juga, terdapat perbedaan antara Kol 1 Sp4, Kol II Sp4, dan Kol III Sp4. Pada hasil penelitian ini juga didapatkan adanya protein yang tidak teridentifikasi pada sampel, hal ini disebabkan sampel kolostrum tidak melalui tahap pemurnian terlebih dahulu. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ukuran berat molekul pada sampel IgG kolostrum yang divaksin adalah 147,37 kDa, 147,37 kDa, 140,57 kDa dan kontrol IgG adalah 161,57 kDa.

Kata kunci : Kolostrum, IgG, SDS PAGE, berat molekul.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

KARAKTERISASI PROTEIN IgG ANTI H5N1 MENGGUNAKAN

METODE SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel

Electrophoresis) DARI KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSIN H5N1

KOMARA DWI RAHARDJO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(7)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Karakterisasi Protein IgG Anti H5N1 Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis) Dari Kolostrum Sapi yang Divaksin H5N1

Nama Mahasiswa : Komara Dwi Rahardjo

NRP : B04062812

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Drh. Sri Murtini, M.Si Dr. Drh. Anita Esfandiari, M.Si 19661120 199512 2 001 19621214 198903 2 001

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini 19621205 198703 2 001

(8)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan nikmat-Nya kepada umatnya. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat-Nya atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tulisan ini adalah hasil penelitian pada paruh waktu terakhir masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu , penulis menyampaikan terima kasih kepada :

• Dr. Drh. Sri Murtini, MSi dan Dr. Drh. Anita Esfandiari, MSi selaku pembimbing skripsi dengan penuh kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan serta evaluasi dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, • Keluarga tercinta yang selalu memberikan do’a, dukungan moril dan

semangat untuk menyelesaikan skripsi ini,

• Teman-teman sepenelitian (Fajar, Fitri) atas kerjasama dan kebersamaan serta pengertiannya yang besar selama ini,

• Teman-teman kost Aglonema atas bantuan dan pengertiannya selama ini, • Teman seperjuangan AESCULAPIUS 43 atas dukungan dan semangatnya, • Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang

turut membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap tulisan ini dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rancaekek, Bandung. pada tanggal 08 Februari 1989 sebagai anak kedua dari pasangan Adjat Sudradjat dan Yuyun Herawati Spd.

Penulis menempuh pendidikan di TK At-Taqwa, SD N Jelegong tahun 1994-2000, SMP Al-MA’SOEM 200-2003, SMA N I RANCAEKEK dari tahun 2003-2006. Kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil masuk di Fakultas Kedokteran Hewan tercinta.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian... ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza ... 5

Patogenitas Avian Influenza ... 6

Sistem Kekebalan ... 6

Kolostrum ... 7

Pengenalan Kolostrum ... 7

Komposisi Kolostrum ... 8

Proses Pembentukan Kolostrum ... 9

Immunoglobulin ... 9

Definisi ... 9

Struktur Imunoglobulin ... 9

Imunoglobulin pada Sapi ... 10

SDS PAGE ... 11

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Vaksinasi Induk Sapi... 14

SDS-PAGE ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

V. SIMPULAN DAN SARAN... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Wabah H5N1 pada Manusia Tahun 2010 ... 2 2. Berat Molekul Komponen-komponen Protein ... 17 3. Protein Globulin pada Kolostrum Sapi ... 17

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur H5N1 ... 5

2. Struktur dasar imunoglobulin ... 10

3. Klasifikasi imunoglobulin ... 11

4. Mekanisme sederhana SDS-Page ... 13

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejadian outbreak Avian Influenza (AI) tahun 2003 telah dilaporkan terjadi pada suatu populasi ternak unggas di Asia Tenggara dan sekitarnya, diantaranya negara China, Indonesia, Kamboja, Jepang, Republik Korea Utara, Laos, Malaysia dan Vietnam (WHO 2010). Asia Tenggara dicermati sebagai asal terjadinya pandemi berikutnya, mengingat pengelolaan ternaknya yang relatif masih tradisional (Basuno 2008).

Avian influenza atau flu burung merupakan penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae tipe A, yang menyerang ayam, burung, itik, kalkun, angsa dan jenis unggas lainnya (CDC 2005). Hewan yang peka dan terdeteksi positif AI di Indonesia meliputi ayam, puyuh, itik, beberapa jenis burung dan babi (Haryono 2005). Avian Influenza dapat menular ke hewan lain. Virus ini juga dapat menyerang manusia, bahkan untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah korban manusia meninggal dunia terbanyak akibat flu burung (KOMNAS FBPI 2010).

Akibat wabah AI, Indonesia mengalami kerugian ekonomi cukup tinggi, kerugian tersebut berupa merosotnya permintaan daging ayam sampai 60%, karena masyarakat takut makan daging ayam. Jumlah peternak yang memiliki peternakan ayam skala kecil diperkirakan 80.000 orang dengan rata-rata kepemilikan 5000-20.000 ekor. Melalui peternakan tersebut, setiap hari dihasilkan 1,3 juta ton telur dan daging ayam sebanyak 1-1,2 milyar ekor per tahun (Wardhani 2007). Kerugian ekonomi yang diderita diperkirakan mencapai 3,2-4,3 triliun rupiah akibat pemusnahan massal 100 juta ekor, baik yang tertular H5N1 maupun depopulasi untuk pengendalian penyakit (KOMNAS FBPI 2004).

Sampai dengan 31 Agustus 2010 di seluruh dunia terdapat 505 kasus pada manusia dan 300 kasus diantaranya dilaporkan meninggal (Tabel 1). Indonesia menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus tertinggi, dilaporkan sebanyak 168 kasus dan 139 diantaranya meninggal (WHO 2010). Hal ini dapat disebabkan

(14)

2

karena sistem pemeliharaan unggas yang belum tertata (Kompas 2008). Manusia yang rawan terinfeksi oleh virus AI antara lain pekerja di peternakan ayam atau unggas domestik lain, Rumah Potong Unggas (RPU), pengangkut (sopir) distribusi ayam (Rahayu 2010).

Tabel 1. Wabah H5N1 pada manusia tahun 2010

Negara Jumlah Kasus Jumlah Kasus Meninggal Azerbajian 8 5 Bangladesh 1 0 Cambodia 10 8 China 39 26 Djibouti 1 0 Egypt 112 36 Indonesia 168 139 Iraq 3 2 Laos 2 2 Myanmar 1 0 Nigeria 1 1 Pakistan 3 1 Thailand 25 17 Turkey 12 4 Vietnam 119 59 Total 505 300 Sumber: WHO (2010)

Berdasarkan kasus yang terjadi, maka pemerintah menetapkan sembilan langkah strategi sebagai tindak penanggulangan pada unggas. Salah satunya adalah dengan cara pemberian vaksinasi pada unggas. Upaya pencegahan terhadap manusia dapat dilakukan dengan cara (a) menghindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi; (b) menghindari konsumsi daging/ telur yang tidak dimasak secara sempurna; (c) istirahat, makan dan minum yang cukup, serta olah raga; (d) bagi penderita flu usahakan menutup mulut jika batuk serta gunakan masker bila perlu (Winarno 2005).

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE) serta Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agricultural Organization (FAO) dalam pernyataan bersama pada September 2004 menyatakan bahwa kebijakan melakukan vaksinasi unggas dalam rangka

(15)

3

pengendalian AI ditetapkan oleh masing-masing negara berdasarkan penilaian terhadap situasi yang terjadi di negara bersangkutan (Naipospos 2006).

Pemerintah telah menetapkan kebijakan pengendalian AI dengan cara mengizinkan secara resmi peredaran dua jenis vaksin AI untuk unggas produksi dalam negeri dan enam jenis vaksin impor yang telah dikaji secara teknis berdasarkan rekomendasi ahli dan telah melalui pengujian oleh lembaga pemerintah yang mempunyai kompetensi (Naipospos 2006). Namun sampai saat ini belum dipastikan adanya bentuk imunisasi AI untuk manusia berupa vaksin. PT. Bio Farma Indonesia siap memproduksi vaksin flu burung atau (AI) untuk manusia pada 2011 dengan target produksi awal 20 juta dosis. Rencana itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya pandemi flu burung (Anonim 2008).

Tizard (1988) menyatakan bahwa ada dua cara imunisasi untuk membuat individual kebal terhadap penyakit menular, yaitu imunisasi pasif dan aktif. Salah satu aplikasi imunisasi pasif adalah pemberian kolostrum yang mengandung antibodi (imunoglobulin) terhadap antigen tertentu.

Sekresi kelenjar ambing menjamin terjadinya transfer imunitas pasif dan menyediakan pakan untuk anak yang baru lahir. Pemindahan imunoglobulin (pada sapi) dari darah ke kelenjar ambing terjadi segera sebelum, sewaktu, dan sesudah partus (Toelihere 1981). Kandungan imunoglobulin pada perahan pertama kolostrum biasanya berkisar antara 2% (20 g/L) sampai 15% (150 g/L). kemudian akan terus menurun konsentrasinya pada pemerahan berikutnya. Pada pemerahan ketiga konsentrasinya hanya 40% dari pemerahan pertama (Anonim 2011). Pemberian kolostrum (sebagai imunisasi pasif) pada mahluk hidup (khususnya neonatus) akan memicu terbentuknya imunitas pasif (IgG) (Toelihere 1981).

Penggunaan kolostrum untuk kepentingan imunisasi pasif dapat diaplikasikan dalam upaya pengendalian AI. Hal ini disebabkan kolostrum memiliki unsur kekebalan berupa imunoglobulin. Unsur kekebalan tersebut berfungsi sebagai sumber pertahanan utama, baik dalam pencegahan maupun tindakan penanggulangan terhadap adanya paparan antigen seperti virus, bakteri, dan lain-lain (Thapa 2005).

Efektifitas dan kemampuan netralisasi IgG terhadap virus dipengaruhi oleh susunan protein pada antibodi (IgG) (Handayani 2008). Apabila terdapat

(16)

4

perbedaan susunan protein pada IgG maka kemampuan netralisasi virus akan berbeda pula (Tizard 2000). Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui susunan protein IgG dari kolostrum anti H5N1.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik imunoglobulin anti H5N1 pada kolostrum sapi.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik imunoglobulin anti H5N1 pada kolostrum sapi.

(17)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Avian Influenza

Avian influenza (AI) merupakan virus yang termasuk ke dalam famili Orthomyxoviridae, memiliki amplop (envelope), bersegmen dan memilki negative single strange RNA. Avian influenza dibedakan ke dalam 3 tipe, yaitu tipe A, B, C. Tipe A merupakan tipe AI yang sangat penting, karena virus ini tersebar luas dimana-mana dan menginfeksi multi spesies seperti unggas dan manusia. Sedangkan virus AI tipe B dan C merupakan virus yang patogen pada manusia dan jarang sekali menginfeksi spesies lain.

Gambar 1. Struktur H5N1 (http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_burung)

Virus ini mempunyai bentuk yang pleomorfik, dari bentuk bulat dengan garis tengah rata-rata 120 nm sampai berbentuk filament, juga memiliki tonjolan pada selubung viral berupa Hemaglutinin (H) dan Neruroamidase (N) (Gambar 1). Diperkirakan ada 9 varian H dan 14 varian N. Hemaglutinin berfungsi dalam perlekatan virus pada sel-sel inang, sedangkan neuroamidase berfungsi dalam menghancurkan asam neuroaminic yang berperan dalam releasing cell, pada saat sel inang akan lisis (CFS & PHISU 2005).

Virus H5N1 memiliki waktu inkubasi berkisar antara 3-5 hari. Penularan virus biasanya melalui unggas dan dimungkinkan pula menjangkiti beberapa jenis

(18)

6

mamalia. Penularan Flu burung pada unggas terjadi secara cepat dengan resiko kematian yang cukup tinggi yakni sekitar 80% (KOMNAS FBPI 2010).

Patogenitas Virus Avian Influenza

Infeksi virus Avian Influenza (AI) dimulai ketika virus memasuki sel inang setelah terjadi penempelan spike virion dengan reseptor spesifik pada permukaan sel inang. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel inang dan akan mengintergrasikan materi genetiknya di dalam inti sel inang. Virus menggunakan sistem genetik pada DNA (Deoxyribbon Nucleac Acid) sel inang untuk bereplikasi membentuk virion-virion baru dan menginfeksi sel iang disekitarnya. H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring (Peiris et al. 2004), di dalam saluran pencernaan (De jong 2005), serta dapat dideteksi dalam darah, cairan cerebrospinal, dan tinja pada manusia yang terinfeksi (WHO 2005).

Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam/unggas yang terinfeksi flu burung, antara lain jenggel dan pial membengkak dengan warna kebiruan, pendarahan merata pada kaki yang berupa bintik-bintik merah, adanya cairan pada mata dan hitung, keluar cairan eksudat jernih hingga kental dari rongga mulut, diare, haus berlebihan, kerabang telur lembek (DEPTAN 2005). Gejala klinis pada manusia penderita AI antara lain demam, sakit tenggorokan, batuk, keluar ingus, infeksi mata, nyeri otot, sakit kepala, lemas dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan paru-paru (pneumonia) dan kematian (Rahayu 2010).

Sistem Kekebalan

Sistem kekebalan dibagi menjadi dua, yaitu Humoral Mediated Immunity (HMI)/sistem kekebalan humoral dan Cellular Mediated Immunity (CMI)/sistem kekebalan seluler. Sistem kekebalan humoral melibatkan peran sel B dan imunoglobulin yang terdapat dalam serum, sedangkan sistem kekebalan seluler melibatkan peran sel T (Mayer 2009). Vaksinasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh individu untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit (Kreier dan Mortensen 1990). Pemberian vaksin pada prinsipnya dapat mencegah terjadinya infeksi. Pencegahan dengan vaksinasi akan memberikan dampak yang

(19)

7

lebih baik karena tidak menimbulkan resistensi dan tidak meninggalkan residu pada ternak (Soeripto 2001).

Tizard (1988) menyatakan bahwa ada dua cara imunisasi untuk membuat hewan kebal terhadap penyakit menular. Cara pertama, disebut imunisasi pasif, menghasilkan kekebalan sementara dengan cara memindahkan antibodi dari hewan resisten pada hewan rentan. Antibodi yang dipindahkan secara pasif ini memberi perlindungan secara cepat, namun demikian cepat dikatabolisasi oleh tubuh, sehingga perlindungan makin berkurang dan akhirnya hewan yang diimunisasi menjadi rentan lagi terhadap infeksi ulang. Antibodi pada imunisasi pasif dihasilkan dari hewan donor melalui imunisasi aktif. Antibodi yang diperoleh dimurnikan, kemudian diberikan kepada hewan yang masih rentan agar terbentuk tanggap kebal. Kedua, imunisasi aktif, yaitu teknik imunisasi dengan pemberian antigen kepada hewan, sehingga terjadi peningkatan tanggap kebal berperantara antibody oleh hewan itu sendiri. Dibandingkan dengan imunisasi pasif, imunisasi aktif memiliki perlindungan tubuh yang berlangsung lebih lama.

Kolostrum

Pengenalan Kolostrum

Kolostrum mengandung substansi yang berbentuk seperti susu yang diproduksi menjelang dan segera setelah proses kelahiran. Kolostrum memililki konsistensi agak kental dan berwarna kekuningan, kaya akan kandungan protein. Kolostrum juga merupakan salah satu sumber gizi yang mengandung banyak lemak, protein, karbohidrat dan beberapa mikronutrient seperti vitamin dan mineral. Mengandung pula IgA yang berfungsi memberi perlindungan pada traktus gastrointestinal dari berbagai infeksi pada anak yang baru lahir (Thapa 2005).

Komposisi Kolostrum

Menurut Thapa (2005), ada beberapa komponen yang terkandung dalam kolostrum. Komponen utama terdiri dari unsur kekebalan dan unsur pertumbuhan.

(20)

8

1. Unsur kekebalan.

Unsur ini terdiri dari beberapa komponen yakni:

a. Antibodi spesifik, merupakan unsur kekebalan yang didapat dari maternal antibodi yang telah terpapar antigen,

b. Imunoglobulin, merupakan sumber pertahanan utama, baik dalam pencegahan maupun penanggulangan pada paparan antigen. Ada 5 tipe imunoglobulin yaitu IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM,

c. Prolin Rich Polypeptida (PRP), berfungsi menstimulasi thymus untuk meregulasi sistem kekebalan dalam tubuh,

d. Lactoferrin, merupakan protein yang terikat pada unsur besi, berfungsi dalam melawan sel kanker,

e. Cytokine dan Lympokine.

2. Unsur pertumbuhan

Memiliki fungsi dalam membantu pertumbuhan, regenerasi dan mempercepat perbaikan pada jaringan dan organ yang mengalami gangguan. Unsur ini terdiri dari beberapa komponen yakni:

a. EGF (Epithelial Growth Factor), berfungsi melindungi bagian permukaan kulit, juga dalam pengaturan pertumbuhan dan regenerasi sel-sel atau jaringan yang rusak,

b. Transforming Growth Factors A dan B (TGF A dan B), menstimulasi proliferasi sel pada jaringan ikat dan membantu dalam proses pembentukan sumsum tulang dan kartilago,

c. Platelet Derived Growth Factor (PDGF), membantu proses pembelahan sel pada jaringan ikat, otot-otot halus, dan fibroblas. Juga membantu dalam regenerasi sel neuron,

d. Vitamin dan mineral, merupakan salah satu komponen penting dalam proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh,

e. Asam amino, merupakan building block (dasar penyusun) protein, yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan.

(21)

9

Proses Pembentukan Kolostrum (Kolostrogenesis)

Kolostrogenesis merupakan bagian dari laktogenesis atau pembentukan susu. Laktogenesis terdiri dari dua tahap yaitu laktogenesis tahap I dan laktogenesis tahap II. Laktogenesis tahap I ditandai dengan produksi suatu cairan yang disebut pre-kolostrum. Laktogenesis tahap II dimulai segera sebelum induk melahirkan, ketika kelenjar ambing pertama kali melepaskan kolostrum sampai kelenjar ambing menghasilkan susu non-kolostrum. Kolostrogenesis diatur oleh hormon laktogenik diantaranya adalah estrogen, progesteron, dan prolaktin. Transfer imunoglobulin dari sirkulasi darah ke kelenjar ambing atau kolostrum terjadi sebelum, sewaktu dan segera sesudah induk melahirkan (Toelihere 1981). Selama masa kebuntingan terjadi, proliferasi seluler saluran ambing dan alveoli berada di bawah pengaruh hormon progesteron dan estrogen yang berasal dari ovarium dan plasenta (Hidayat et al. 2009).

Kolostrogenesis terjadi bersamaan dengan penurunan kadar progesteron dan estrogen di dalam darah dan peningkatan kadar prolaktin atau hormon laktogenik dari kelenjar hipofisa. Prolaktin dibutuhkan untuk memulai sekresi susu dan mempertahankan laktasi. Peningkatan prolaktin didukung oleh stimulasi kelenjar ambing melalui penghisapan dan pengeluaran kolostrum atau air susu dari alveoli kelenjar ambing (Hidayat et al. 2009).

Imunoglobulin

Menurut Simorangkir (1995), imunoglobulin (Ig) merupakan suatu fraksi globulin serum yang berhubungan dengan aktivitas pertahanan tubuh. Imunoglobulin berperan utama dalam mekanisme kekebalan yang diperantai oleh antibodi. Mayer (2009) menyatakan bahwa imunoglobulin merupakan molekul glikoprotein yang diproduksi oleh plasma sel melalui respon immunogen yang memilki fungsi sebagai antibodi.

Struktur Imunoglobulin

Struktur imunoglobulin tersusun atas rantai berat/panjang (heavy chains) dan rantai ringan/pendek (light chains). Semua rantai disatukan oleh ikatan disulfida. Setiap imunoglobulin mengandung oligosakarida (karbohidrat), yang

(22)

berfungsi sebagai sumber energi. Terdiri

variabel/konstan sebagai tempat ikatan dengan antigen dan

region), mempunyai sifat fleksibel dan juga merupakan terbentuknya bentuk Y pada molekul antibodi (Gambar 2) (Mayer 2009)

Gambar

(http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/IgStruct2000.htm)

Imunoglobulin Sapi

Klasifikasi imunoglobulin dibagi berdasarkan panjang/heavy chains yang terbentuk pada

pada sapi terdiri dari :

1.

Imunoglobulin G dalam tubuh yang 2000). Selain itu j yaitu sekitar

85-2 rantai ringan L. IgG pada sapi terdiri dari 85-2 macam sub dan IgG2 dengan berat molekul masing

al. 1998).

2. Imunoglobulin M atau

1988). Kandungan dalam kolostrum sekitar 7%. Terdiri atas lima monomer (pentamer) dengan berat molekul sebesar 900 kDa. Molekul monomer dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida pada Regio

Variabel/konstan

berfungsi sebagai sumber energi. Terdiri dari dua regio, yaitu variabel/konstan sebagai tempat ikatan dengan antigen dan regio engsel (

, mempunyai sifat fleksibel dan juga merupakan terbentuknya bentuk Y pada molekul antibodi (Gambar 2) (Mayer 2009).

Gambar 2. Struktur Dasar Imunoglobulin (http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/IgStruct2000.htm)

Klasifikasi imunoglobulin dibagi berdasarkan fungsi dan susunan rantai yang terbentuk pada regio variabel/konstan. Imunoglobulin

Imunoglobulin G atau Gamma (γ), merupakan Ig dengan jumlah terbesar yang berfungsi dalam menstimulasi fagositosis (Decker Selain itu juga sebagai komponen utama dalam kolostrum sa

-90%. Immunoglobulin ini terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L. IgG pada sapi terdiri dari 2 macam sub-kelas yaitu IgG1 dan IgG2 dengan berat molekul masing-masing sebesar 150 kDa (Roitt

Imunoglobulin M atau Mu (µ), dihasilkan pada kekebalan primer (Tizzard Kandungan dalam kolostrum sekitar 7%. Terdiri atas lima monomer (pentamer) dengan berat molekul sebesar 900 kDa. Molekul monomer dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida pada 10

, yaitu regio engsel (hinge , mempunyai sifat fleksibel dan juga merupakan terbentuknya bentuk Y

susunan rantai Imunoglobulin

dengan jumlah terbesar berfungsi dalam menstimulasi fagositosis (Decker uga sebagai komponen utama dalam kolostrum sapi erdiri dari 2 rantai berat H dan kelas yaitu IgG1 masing sebesar 150 kDa (Roitt et

Mu (µ), dihasilkan pada kekebalan primer (Tizzard Kandungan dalam kolostrum sekitar 7%. Terdiri atas lima monomer (pentamer) dengan berat molekul sebesar 900 kDa. Molekul monomer dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida pada

(23)

11

domain CH4 menyerupai gelang. Tiap monomer dihubungkan satu dengan lainnya pada ujung permulaan dan akhirnya oleh protein J yang berfungsi sebagai kunci (Roitt et al. 1998).

3. Imunoglobulin A atau Alpha (α), berfungsi dalam mencegah perlekatan mikroba pada sel-sel epitel. Terdiri dari 2 jenis yaitu IgA dalam serum dan IgA dalam mukosa. IgA berbentuk dimer yang terdiri dari 2 molekul monomer, dan sebuah komponen sekretori serta sebuah rantai J dengan berat molekul sekitar 385 kDa (Roitt et al. 1998).

4. Imunoglobulin D atau Delta (δ), sebagai reseptor antigen (Tizzard 1988).

Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000-70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel (Roitt et al. 1998).

5. Imunoglobulin E atau epsilon (€), bereaksi pada hipersensitifitas, membantu eosinofil menghancurkan parasit (Decker 2000).

Gambar 3. Klasifikasi Imunoglobulin (Santoso 2010)

SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) Elektroforesis merupakan teknik pemisahan fraksi-fraksi zat berdasarkan migrasi partikel bermuatan listrik di bawah pengaruh medan listrik karena adanya

(24)

12

perbedaan ukuran, bentuk, muatan, atau sifat kimia molekul (Handayani 2006). SDS-PAGE merupakan salah satu teknik elektroforesis yang banyak digunakan pada bidang biokimia, forensik, genetik dan biologi molekuler untuk memisahkan protein sesuai dengan kemampuan mobilitas elektroforesis protein tersebut (Anonim 2010).

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS), merupakan sebuah deterjen bermuatan negatif, berfungsi untuk mengikat daerah hidrofobik dari molekul protein, sehingga menyebabkan molekul protein tersebut membentang dari rantai globular menjadi rantai polipeptida linier. Cara kerja SDS, yaitu melepaskan masing-masing molekul protein dari asosiasinya dengan protein lain atau molekul lipid. Teknik elektroforesis menggunakan bahan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) banyak digunakan pada proses pemisahan protein dan asam nukleat. Menurut Rantam (2003), SDS akan mengikat residu hidrofobik dari bagian belakang peptida secara komplit, dengan demikian protein SDS-komplek bermigrasi melalui poliakrilamid, tergantung pada berat molekul.

Selama elektroforesis terjadi di dalam agar, protein dipengaruhi oleh dua gaya yaitu gaya elektroforetik dan gaya elektroendosmotik. Gaya elektroforetik disebabkan oleh perbedaan potensial, menyebabkan protein berpindah ke anoda, sedangkan gaya elektroendosmotik menyebabkan perpindahan protein ke katoda (Handayani 2006).

Polyacrylamide gel, memiliki konsistensi seperti gel (jelly). Dibentuk melalui polimerisasi dari acrylamide dan bisacrylamide. Polyacrilamide gel ini berfungsi untuk menahan protein-protein yang memilki molekul besar, sehingga migrasi dari protein ini akan lambat dan tertahan di daerah atas dari sumur-sumur elektroforesis. Sedangkan protein bermolekul kecil akan tersaring ke bawah. Dalam pembentukan polyacrylamide gel diperlukan TEMED (Tetraetilendiamin) sebagai inisiasi terjadinya polimerisasi antara acrylamide dan bisacrylamide (Anonim 2010).

SDS-PAGE banyak digunakan untuk mengetahui tingkat kemurnian suatu protein, penentuan berat molekul, untuk mengetahui komposisi subunit dari protein, juga kadang dapat digunakan untuk menyusun kembali suatu protein, dan

(25)

13

dapat digunakan untuk pembelajaran pada bidang spektrometri dan proteomic (Anonim 2010).

Terdapat dua wilayah pada gel SDS-PAGE, bagian wilayah atas adalah stacking gel (gel pengumpul) dimana protein akan ditekan ke bawah menuju lapisan tipis melalui arah migrasi katoda ke anoda. Hal ini terjadi karena stacking gel mengandung ion Cl- (klorin) yang memiliki kecepatan migrasi lebih cepat dibandingkan migrasi protein sampel, juga adanya ion glycine dari larutan buffer yang memilki kecepatan lebih lambat, sehingga molekul protein akan terperangkap diantara dua ion tersebut. Selanjutnya molekul protein masuk ke wilayah bawah atau resolving gel, dimana gel ini memiliki pori-pori yang lebih kecil dibandingkan stacking gel dikarenakan memilki pH yang lebih tinggi dan konsentrasi garam yang tinggi. Pada wilayah ini, ion glicyne akan diionisasi oleh gradient voltase yang dialiri ke dalam gel, sehingga menyebabkan molekul-molekul protein terpisah tergantung pada ukuran dan berat molekul-molekul (Promega Corp 2011). Mekanisme sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.

(26)

14

BAB III

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2009 - Juli 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada penelitian diantaranya, lempeng kaca, seperangkat alat elektroforesis, tabung reaksi. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian terdiri dari sampel kolostrum, reagen SDS PAGE yang terdiri dari : Acrylamide Bis (30% T, 2,67% C), 1,5 M Tris HCl pH 8,8, 0,5 M Tris-HCl pH 6,8, 10 % (w/v) SDS, 10 % (w/v) Ammonium persulfate, Sampel Buffer, 5 x running buffer (1x = 25 mM Tris, 192 mM glycine, 0,1% SDS pH 8,3), larutan Commasie Blue, larutan pemucat, larutan buffer.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kolostrum yang berasal dari satu ekor induk sapi Friesian Holstein (FH) yang telah divaksin AI H5N1. Sampel kolostrum kemudian disimpan di dalam freezer dengan suhu -20oC, dan pada saat akan dianalisis sampel kolostrum beku di-thawing kemudian dihomogenkan. Sampel kolostrum yang diuji telah mengandung antibodi anti H5N1, berdasarkan pengujian sebelumnya. Sampel pada penelitian terdiri atas tiga sampel. Perbedaan pada tiap sampel adalah pada saat waktu pemerahan dengan rentang perbedaan waktu 12 jam untuk setiap sampel.

Metode Penelitian Vaksinasi Induk Sapi

Sebelum pemberian vaksin, dilakukan pemberian imunomodulator (INMUNAIR®) dosis 1 mg/kg BB per oral selama 3 hari berturut-turut. Vaksinasi menggunakan antigen AI H5N1 inaktif (Vaksindo 2003) tanpa adjuvan dengan dosis 1 ml/ekor secara intravena selama tiga hari berturut-turut. Setelah itu pada

(27)

15

hari keempat diberi vaksin inaktif H5N1(Vaksindo 2003) beradjuvan dengan dosis 1 ml/ekor secara subcutan (SC) sebanyak 3 kali dengan interval waktu masing-masing 14 hari. Kolostrum diambil sesegera mungkin setelah induk sapi melahirkan (sekitar satu jam setalah melahirkan). Metode ini telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Kusumawardhani 2008).

SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfat Polyacrylamide Gel Electrophoresis) Bahan yang digunakan terdiri dari gel pemisah dengan konsentrasi 12 %, gel pengumpul 4%, running buffer, sampel buffer, larutan pewarna Commasie Blue dan larutan pemucat.

Pembuatan agar akrilamid dilakukan dengan bantuan dua lempeng kaca yang berukuran 18 x 15,5 cm yang telah dibersihkan denga alkohol 70%, pada kedua sisi tepi bagian dalam diberi spacer, kedua lempeng kaca dihimpitkan dan selanjutnya dijepit. Dibagian atas lempeng kaca disisipkan sisir pembuat jalur dan kemudian diisi dengan gel pengumpul (4% poliakrilamid) hingga mencapai permukaan lempeng kaca.

Sampel dilarutkan dengan larutan buffer sampel perbandingan 1:1 dan campuran ini kemudian ditangas 60oC selama 5 menit sebelum dimasukkan kedalam sumur gel elektroforesis. Sebanyak 10 ul sampel dimasukkan kedalam masing-masing sumur, kemudian perangkat elektroforesis dijalankan dengan arus 50 mA dengan voltase 100 V selama ± 3 jam. Elektroforesis berakhir apabila pewarna sampel mencapai batas 0,5 cm dari bagian bawah gel. Setelah elektroforesis berakhir, gel diangkat dari lempeng kaca dan direndam dalam pewarnaan Commasie Briliant Blue selama 3 jam pada suhu ruang sambil diagitasi perlahan. Pewarna yang tidak terikat pada protein dihilangkan dengan merendam gel pada larutan pemucat methanol dan asam asetat sehingga gel berwarna bening atau pita-pita protein telah terbentuk terlihat jelas. Mobilitas relatif protein dihitung dengan cara membandingkan jarak migrasi protein pada resolving gel (antara pita protein satu dengan yang lainnya) dengan tracking dye (dihitung dari garis awal separating gel sampai ujung bawah pita protein).

(28)

16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran molekul IgG adalah broad range marker. Marker protein ini terdiri dari delapan pita protein standar, yaitu 25 kDa, 35 kDa, 50 kDa, 75 kDa, 100 kDa, 150 kDa, 175 kDa, dan 225 kDa. IgG kontrol yang digunakan adalah IgG kolostrum pada induk sapi bunting yang tidak diberikan vaksin anti H5N1

Berat molekul pada tiap sampel dihitung menggunakan cara penghitungan ukuran molekul yang didasarkan pada rumus regresi marker dan penghitungan mobilitas relatif. Penghitungan mobilitas relatif didapatkan dengan menggunakan rumus :

Mobilitas Relatif Jarak migrasi dari awal resolving gel sampai  !" Jarak pergerakan  !"

Data yang diperoleh dibuat regresi linier hubungan antara mobilitas relatif (sumbu x) dengan nilai logaritma berat molekul pita protein marker (sumbu y). Persamaan regresi linier ini dipakai sebagai persamaan standar untuk menghitung ukuran molekul protein sampel berdasarkan nilai mobilitas relatifnya. Persamaan regresi yang diperoleh dari data mobilitas relatif marker adalah y = -1.188x + 2.418. Ukuran molekul protein sampel yang diperoleh dengan menggunakan persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Imunoglobulin kontrol memiliki tiga pita protein sedangkan pita protein IgG kolostrum sampel memiliki 5-6 pita protein, hal ini disebabkan karena sampel IgG kolostrum yang digunakan tidak melalui tahap pemurnian terlebih dahulu, sehingga terdapat beberapa protein yang belum diketahui identitasnya. Berdasarkan hasil penelitian Hansen et. al (1949), terdapat beberapa protein globulin pada kolostrum sapi (Tabel 3).

(29)

17

Tabel 2 Berat molekul komponen-komponen protein dari masing-masing pita penyusunnya.

Tabel 3. Protein globulin pada kolostrum sapi

Protein Globulin Berat Molekul (kDa) Valine 117,15 Isoleucine 131,17 Proline 115,13 Phenylalanine 165,19 Methionine 149,21 Tryptophan 204,23 Arginine 174,20 Lysine 146,19 Aspartaic Acid 133,10 Threonine 119,12 Tyrosine 181,19

Sumber : Hansen et. al (1947) dan Kirste B. (1998).

Sampel Pita yang Berat Molekul Pita Perkiraan/Dugaan Ditemukan (kDa) IgG Kontrol A 203,32 B 185,46 C 161,57 IgG Kol II Sp4 D 222,9 E 147,37 IgG F 104,39 G 54,85 Heavy Chain H 43,58 I 20,41 Light Chain Kol I Sp4 J 228,09 K 147,37 IgG L 106,82 M 42,59 O 19,49 Light Chain Kol III Sp4 P 222,9 Q 140,75 IgG R 106,82 S 56,12 Heavy Chain T 44,6 U 21,87 Light chain

(30)

Hasil pengujian

didapatkan adanya 5-6 pita protein. Berat molekul protein tersebut berkisar antara 19,49 sampai 228,09

Memiliki 3 susunan pita protein dengan ukuran 2 161,57 kDa. Menurut Tizard (1

Da. Pada pita C dengan berat molekul 161,57 (Tabel 2) diduga sebagai IgG

Gambar 5. Profil p

Blue. Ket: 1: Marker, 2: IgG kontrol, 3: Kol II Kol III Sp4.

Molekul IgG yang diberi perlakuan dengan memecah ikatan disulfida

empat rantai polipeptida yang terpisah. Dua diantaranya “berat” karena masing masing mempunyai berat molekul sekitar 50 kDa dan dua rantai lainnya “ringan” karena masing-masing mempunyai berat molekul sekitar 25 kDa

Protein pada sampel Kol II Sp4 terdiri atas 6 pita protein, yaitu pita D, E, F, G, H, I. Pita E dengan berat molekul

dengan berat molekul 54,85

molekul 20,41 kDa diduga sebagai

terdiri atas 5 protein, yaitu pita J, K, L, M, O. Pita K dengan berat molekul 145 kDa diduga sebagai IgG. Pita O dengan berat molekul

light chain. Protein pada sampel T, U. Pita Q dengan berat molekul 1

Hasil pengujian kolostrum sapi yang mengandung IgG anti H5N1 6 pita protein. Berat molekul protein tersebut berkisar antara kDa (Gambar 5 dan Tabel 2). Imunoglobulin kontrol Memiliki 3 susunan pita protein dengan ukuran 203,32 kDa, 185,46 kDa, dan

Menurut Tizard (1988), berat molekul IgG antara 150.000 Da. Pada pita C dengan berat molekul 161,57 (Tabel 2) diduga sebagai IgG

pita protein hasil SDS-PAGE dengan pewarnaan Commasie Blue. Ket: 1: Marker, 2: IgG kontrol, 3: Kol II Sp4, 4: Kol I Sp4, 5:

Sp4.

yang diberi perlakuan dengan bahan kimia (SDS)

memecah ikatan disulfida akan menyebabkan molekul IgG akan terurai menjadi empat rantai polipeptida yang terpisah. Dua diantaranya “berat” karena masing masing mempunyai berat molekul sekitar 50 kDa dan dua rantai lainnya “ringan”

masing mempunyai berat molekul sekitar 25 kDa (Tizard 1988) Protein pada sampel Kol II Sp4 terdiri atas 6 pita protein, yaitu pita D, E, F, G, H, I. Pita E dengan berat molekul 147,37 kDa, diduga sebagai IgG. Pita G 54,85 kDa diduga sebagai heavy chain. Pita I dengan berat diduga sebagai light chain. Protein pada sampel Kol 1 Sp4 terdiri atas 5 protein, yaitu pita J, K, L, M, O. Pita K dengan berat molekul 145 IgG. Pita O dengan berat molekul 19,49 kDa diduga sebagai Protein pada sampel Kol III Sp4 terdiri dari 6 protein, yaitu P, Q, R, S, T, U. Pita Q dengan berat molekul 140,75 kDa diduga sebagai IgG. Pita S dengan 18

kolostrum sapi yang mengandung IgG anti H5N1 6 pita protein. Berat molekul protein tersebut berkisar antara . Imunoglobulin kontrol 185,46 kDa, dan 988), berat molekul IgG antara 150.000 – 160.000 Da. Pada pita C dengan berat molekul 161,57 (Tabel 2) diduga sebagai IgG

PAGE dengan pewarnaan Commasie Sp4, 4: Kol I Sp4, 5:

yang dapat molekul IgG akan terurai menjadi empat rantai polipeptida yang terpisah. Dua diantaranya “berat” karena masing-masing mempunyai berat molekul sekitar 50 kDa dan dua rantai lainnya “ringan”

d 1988). Protein pada sampel Kol II Sp4 terdiri atas 6 pita protein, yaitu pita D, E,

IgG. Pita G . Pita I dengan berat . Protein pada sampel Kol 1 Sp4 terdiri atas 5 protein, yaitu pita J, K, L, M, O. Pita K dengan berat molekul 145 diduga sebagai Sp4 terdiri dari 6 protein, yaitu P, Q, R, S, IgG. Pita S dengan

(31)

19

berat molekul 56,12 kDa diduga sebagai heavy chain. Pita U dengan berat molekul 21,87 kDa diduga sebagai light chain.

Teknik elektroforesis menggunakan bahan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) banyak digunakan pada proses pemisahan protein dan asam nukleat. Metode SDS-PAGE memilki kelebihan yaitu mekanismenya dalam mengklasifikasi suatu protein berdasarkan berat molekul dari bahan yang digunakan. Menurut Rantam (2003), SDS akan mengikat residu hidrofobik dari bagian belakang peptida secara komplit, dengan demikian protein SDS-komplek bermigrasi melalui poliakrilamid, tergantung pada berat molekul.

Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE), merupakan metode standar pengujian terhadap berat molekul protein, struktur subunit dan kemurnian protein (Rantam 2003). Penggunaan poliakrilamid sebesar 12%, dimaksudkan agar mobilitas protein yang diperoleh cukup besar serta berat molekul yang tinggi dapat dipisahkan. Poliakrilamid adalah matrik pilihan untuk memisahkan protein yang mempunyai berat molekul antara 500-250.000 Dalton (Natih et. al. 2010). Protein sampel yang dimasukkan pada gel elektroforesis akan dipecah menjadi rantai polipeptida linear yang seragam (bermuatan negatif), dan akan dipisahkan oleh gel tersebut berdasarkan ukuran berat molekulnya. Ukuran berat molekul yang lebih besar akan tertahan pada bagian atas gel, sedangkan ukuran berat molekul yang kecil akan kebawah gel. Pita protein yang terbentuk dari hasil elektroforesis akan menunjukkan karakteristik dari polipeptida penyusun IgG tersebut.

Mekanisme penentuan berat molekul diawali dengan memasukkan imunoglobulin yang telah diperoleh ke dalam sumur gel yang terdapat pada bagian paling atas, gel tersebut adalah buffer gel pengumpul dengan pori yang lebih besar dibandingkan dengan gel bagian bawah (resolving gel). Pori-pori pada matrik dibentuk oleh rantai cross-linking linear polyacrilamide dan bisacrylamide. Ukuran pori-pori berkurang sesuai dengan peningkatan total persentasi acrylamide atau terjadi peningkatan derajat persentasi konsentrasi campuran bisacrylamide.

Melalui pembuatan atau pemilihan konsentrasi total yang tepat, maka ukuran protein dapat ditentukan. Semakin tinggi total persentasi akan

(32)

20

menghalangi pergerakan protein ke dalam gel. Demikian halnya jika terlalu rendah total persentasi, maka akan mengakibatkan pergerakan protein menjadi terlalu cepat, sehingga protein spesifik menjadi rendah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Natih et. al. 2010).

(33)

21

BAB V

.SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan susunan pita protein sampel Kol I Sp4, Kol II Sp4, dan Kol III Sp4 dengan IgG kontrol, dilihat dari berat molekul pada tiap-tiap sampel. Berdasarkan berat molekul, susunan pita protein Kol I Sp4 berbeda dengan Kol II Sp4 maupun Kol III Sp4. Ukuran IgG kolostrum kontrol sebesar 161,57 kDa dan ukuran IgG sampel masing-masing sebesar 147,37 kDa, 147,37 kDa, dan 140,75 kDa.

Saran

Perlu dilakukan pemurnian IgG kolostrum terlebih dahulu, sehingga berat molekul yang didapatkan tidak terdapat protein kontaminan dan tepat sesuai dengan literatur yang telah dibuktikan melalui penelitian sebelumnya.

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. 2011, Bio Farma Produksi Vaksin AI untuk Manusia. Kompas 2008. [21 Juli 2010]

Anonim 2010. SDS-PAGE. http://en.wikipedia.org/wiki/SDS-PAGE [terhubung berkala] [21 Juli 2010]

Anonim. 2011. Colostrum (Kolostrum). http://budaxperah.wordpress.com/

2009/04/23/colostrum-kolostrum/ [terhubung berkala] [08 Maret 2011]

Basuno E. 2008. Review Dampak Wabah dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza di Indonesia. Dalam Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 6 No 4: 314-334. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

[CFS & PHISU] Center for Food Security and Public Health Iowa State University. 2005. Influenza Viruses. U.S.A.

[CDC] Center for Disease Control 2005. Influenza Viruses.

http://www.cdc.gov/flu/avian/gen-info/flu-viruses.htm [terhubung berkala]

[28 Juli 2010]

Decker JM. 2000. Introduction to Immunology. Oxford : Blackwell Science. De jong MD, Cam BV, Qui PT. Fatal Avian influenza A (H5N1) in a child

presenting ith diarrhea followed by coma. N Engl J Med 2005;352:686-691.

DEPTAN. 2005. Arah Kebijakan Pemerintah Pusat dalam Program Penanggulangan Wabah AI di Indonesia. [terhubung berkala] [8 Maret 2011].

Handayani D.T. 2008. Karakterisasi Protein Imunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur H5N1 H5N2 H5N9 Menggunakan Metode Sodium Dodecyl

Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Hansen et al. 1949. Studies on Proteins From Bovine Colostrum. Department of Biochemistry, University of Winsconsin, Madison

Haryono. 2005. Penanggulangan Avian Influenza dan Kondisi Terkini, Seminar AI 2005.

Hidayat, Effendi P, Asep AA. 2009. Buku Petunjuk Praktis untuk Peternak Sapi Perah tentang Manajemen Kesehatan Pemerahan Bab 2 (Proses Pembentukan Susu). Dinas Povinsi Jawa Barat.

(35)

23

Kusumawardhani SW. 2008. Deteksi Keberadaan Antibodi Anti H5N1 Menggunakan Metode Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada Kolostrum Sapi yang Divaksin H5N1. [skripsi]. Bogor. Program Sarjana Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

KOMNAS FBPI. 2004. Rangkuman Kumpulan Penelitian dan Kajian Flu Burung di Indonesia 2004-2009. Jakarta

KOMNAS FBPI. 2010. Siaran Pers : Mengenal Flu Burung Dengan Cara Menarik. Jakarta.

Kreier JP, Mortenseng RF. 1990. Infection, Resistance, and Immunity. New York: Harper and Row.

Mayer G. 2009. Immunoglobulins-Structure and Function. University of South

Carolina School of Medicine.

http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/IgStruct2000.htm

Naipospos 2006. Perangi Flu Burung Dengan Vaksinasi Unggas. SINAR TANI Edisi 19-25 April 2006.

Natih et al. 2010. Preparasi Imunoglobulin G Kelinci sebagai Antigen Penginduksi Antibodi Spesifik Terhadap Virus Avian Influenza H5N1 Strain Legok. J Vet Vol 11 No.2 : 99-106

Peiris JS, Yu WC, Leung CW, et al. Re-emergence of fatal human influenza A subtype H5N1 disease. Lancet 2004; 363: 617-619.

Promega Corp. 2011. How does the stacking gel increase resolution during SDS-PAGE ?. http://www.promega.com/enotes/faqspeak/0507/fq0043.htm [terhubung berkala] [11 Januari 2011]

Rahayu 2010. Penyakit Viral (AI dan Pox). Fakultas Pertanian Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang.

Rantam FA. 2003. Metodologi Imunologi. Airlangga University Press : Surabaya. Roitt IM, Brostoff J, Male DK. 1998. The Basic of Immunology. Specific Acquired Immunity. 5th Ed. Dalam Essensial Imunology. London: Blackwell hlm 15-30.

Simorangkir M. 1995. Isolasi dan Identifikasi Imunoglobulin Gama (IgG) Serum Ayam Buras dan Ayam Ras dengan Metode Kromatografi Pertukaran Ion dan Imunokimia [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Soeripto. 2001. Vaksin Bakteri untuk Ternak. Infovet Ed 083: Hlm 40-41.

Thapa BR. 2005. Health Factors in Colostrum. Indian Journal of Pediatrics, Vol. 72, Juli 2005.

(36)

24

Tizard. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi II. Partodiredjo, M. penerjemah. Surabaya: Airlangga University Press. Terjemahan dari Introduction to Veterinary Immunology

Tizard 2000. Veterinary Imunology : An Introduction. W.B. Saunders

Toelihere MR. 1981. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Wardhani LK. 2007. Flu Burung: Siapa Disalahkan?. PDHI: Koran PDHI Cabang Jawa Timur.

Winarno 2005. Mengantisipasi Penyakit Flu Burung.

[WHO] World Health Organization. WHO inter-country-consultation: influenza A/H5N1 in humans in Asia: Manila, Philippines, 6-7 May Vol. III, No.2, Agustus2005.http://www.who.int/csr/resources/publications/influenza/WH O. [terhubung berkala] [23 Juli 2010]

[WHO] World Health Organization. 2010 Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza A/(H5N1) Reported to WHO

http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/country/cases_table_2010

(37)

25

(38)

26

LAMPIRAN 1

Persiapan Reagen SDS PAGE (Sodium Dodecil Sulphate-Poly Acrilamide Gel Elektrophoresis)

A. Acrylamide Bis (30% T, 2,67% C)

Acrylamide (146 gr), NN Methylene-bis-acrylamide (4 gr). Larutkan dalam akuabides sampai volume 500 ml, simpan pada suhu 4oC dalam wadah gelap. Masa pakai 30 hari.

B. 1,5 M Tris HCl pH 8,8

Tris base (54,25 gr), larutkan dalam akuabides sampai 150 ml, buat sampai pH 8,8 dengan HCl kemudian tambahkan akuabides sampai volume 300 ml.

C. 0,5 M Tris-HCl pH 6,8

Tris base (6 gr), larutkan dalam akuabides sampai 60 ml, buat sampai 6,8 dengan HCl kemudian tambahkan akuabides sampai volume 100 ml.

D. 10 % (w/v) SDS

Larutkan 10 gr SDS dalam 60 ml akuabides dengan stirrer, kemudian tambahkan akuabides sampai volume 100 ml.

E. 10 % (w/v) Ammonium persulfate

Larutkan 10 gr ammonium persulfate dalam 100 ml akuabides

F. Sampel Buffer

Akuabides (3 ml), 0,5 M Tris-HCl pH 6,8 (1 ml), Glycerol (1,6 ml), 10 % SDS (1,6 ml), Beta- merkaptoetanol (0,4 ml), 0,5 % (w/v) bromophenol (dalam akuades (0,4 ml)). Dilute sampel dengan perbandingan 1:4 panaskan pada suhu 950C selama 4 menit. Catt: sampel buffer dapat diganti dengan buffer komersil.

G. 5 x running buffer (1x = 25 mM Tris, 192 mM glycine, 0,1% SDS pH 8,3)

Tris base (45 gr), glycine (216 gr), SDS (15 gr), larutka dalam 3 liter akuabides, simpan pada suhu 40oC. Sebelum digunakan biarkan pada suhu 37oC dan buat menjadi larutan 1 x.

(39)

27

Persiapan Gel

Digunakan konsentrasi gel pengumpul 4 % dan gel pemisah 12 %

Bahan-bahan yang digunakan Gel Pemisah Gel Pengumpul (375 M Tris, pH 8,8) (125 M Tris, pH 6,8) Monomer Concentration 12% 4% (%T, 2,67% C) Acrylamide/Bis (30% T, 2,67% C) 2,4 ml 260 ul Akuabides 2 ml 1,22 ml 1,5 M Tris HCl pH 8,8 1,5 ml - 0,5 M Tris HCl pH 6,8 - 0,5 ml 10% (w/v) SDS 60 ul 20 ul 10% (w/v) Ammonium persulfate 30 ul 10 ul TEMED 3 ul 2 ul Persiapan pewarnaan

Gel SDS dapat diwarnai dengan metode pewarnaan dengan Commasie Blue atau Silver Staining. Dalam penelitian ini akan digunakan pewarnaan Commasie Blue.

• Larutan Commasie blue

Larutkan 0,25 gr commasie brilliant blue dalam 125 ml methanol, 25 ml asam asetat glacial, dan 100 ml akuabides.

• Larutan Pemucat.

Homogenkan 100 ml methanol, 100 ml asam asetat glacial, dan 800 ml akuabides.

(40)

28

LAMPIRAN 2

Penghitungan Persamaan Regresi Linear Protein Marker dengan Menggunakan Kurva Standar.

BM Jarak Tracking Dye

(cm) Mobilitas relatif (Rf) Log BM Protein Marker (kDa) Pergerakan (cm) 225 0,55 5,95 0,09 2,35 175 1,05 5,95 0,18 2,24 150 1,4 5,95 0,24 2,18 100 2,2 5,95 0,37 2,00 75 2,5 5,95 0,42 1,88 50 3,05 5,95 0,51 1,70 35 3,9 5,95 0,66 1,54 25 5,7 5,95 0,96 1,40

Persamaan regresi yang didapatkan : y = -1.188x + 2.418

R² = 0.949

Penghitungan Berat Molekul Sampel.

y = -1.188x + 2.418 R² = 0.949 -0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

Kurva Standar

Mobilitas Relatif (Rf) Lo g B M

(41)

29 IgG kontrol Jarak Pergerakan Rf Log BM BM (kDa) (cm) 0.55 0,09 2,31 203,32 0.75 0,13 2,27 185,46 1.05 0,18 2,21 161,57 Kol II Sp4 Jarak Pergerakan Rf Log BM BM (kDa) (cm) 0,35 0,06 2,35 222,90 1,25 0,21 2,17 147,37 2,00 0,34 2,02 104,39 3,40 0,57 1,74 54,85 3,90 0,66 1,64 43,58 5,55 0,93 1,31 20,41 Kol I Sp4 Jarak Pergerakan Rf Log BM BM (kDa) (cm) 0,30 0,05 2,36 228,09 1,25 0,21 2,17 147,37 1,95 0,33 2,03 106,82 3,95 0,66 1,63 42,59 5,65 0,95 1,29 19,49

(42)

30 Kol 3 Sp4 Jarak Pergerakan Rf Log BM BM (kDa) (cm) 0.35 0.06 2.35 222.90 1.35 0.23 2.15 140.75 1.95 0.33 2.03 106.82 3.35 0.56 1.75 56.12 3.85 0.65 1.65 44.60 5.40 0.91 1.34 21.87

Gambar

Tabel 1. Wabah H5N1 pada manusia tahun 2010
Tabel  2  Berat  molekul  komponen-komponen  protein  dari  masing-masing  pita  penyusunnya
Gambar  5.  Profil  p

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat substitusi tepung kacang merah meningkatkan kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, energi, serat (larut dan tak larut) dan kapasitas antioksidan beras analog sorgum

Tesis yang berjudul PENGARUH STRES KERJA, KOMITMEN ORGANISASIONAL, BUDAYA ORGANISASIONAL, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA PIMPINAN SEKOLAH (Studi Pada

• Peserta didik diberi kesempatan untuk mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan ulang, dan saling bertukar informasi mengenai Bentuk akar

Berdasarkan informasi harga tanah dan bangunan aktual yang diperoleh dari hasil survei lapangan dan nilai prediksinya serta harga pada NJOP yang ditetapkan dalam SPT,

Berdasarkan sorotan literatur (Deal & Kennedy, 1982; Denison, 1990; Hofstede, Neuijen, Ohayv, & Sanders, 1990; Schein, 1992), didapati penafsiran makna budaya

Di samping pendidikan dan pembinaan yang dilakukan secara sengaja oleh guru agama dalam pembinaan anak didik, juga yang sangat penting dalam menentukan pula adalah, kepribadian,

• Emiten yang bergerak pada sektor alat berat masih membukukan kinerja yang buruk dengan rata-rata penurunan laba bersih sebesar 40.95%.. HEXA memiliki kinerja terburuk dengan

Waktu) yang besar pengaruhnya dalam perkembangan filsafat, terutama di Abad Kontemporer, merupakan respond dan kritik terhadap dampak perkembangan teknologi