• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang masalah. Antibiotik adalah suatu senyawa yang dapat diperoleh dari fermentasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang masalah. Antibiotik adalah suatu senyawa yang dapat diperoleh dari fermentasi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang masalah

Indonesia merupakan negara tropis dengan penyakit infeksi di kalangan masyarakat masih tinggi, sehingga penggunaan antibiotik semakin banyak digunakan. Kebutuhan antibiotik yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan akan antibiotik tinggi.

Antibiotik adalah suatu senyawa yang dapat diperoleh dari fermentasi suatu mikroorganisme atau secara sintesis kimia dan dapat menekan atau menghentikan pertumbuhan dari mikroorganisme lain. Antibiotik dibagi menjadi beberapa golongan yaitu aminoglikosid, sefalosforin, kloramfenikol, makrolid, dan penisilin. Mekanisme kerja golongan makrolid adalah menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S. Antibiotik eritromisin merupakan antibiotik golongan makroloid yang memiliki aktivitas sebagai bakterisid dan bakteriostatik terhadap gram positif (El-Enshasy dkk, 2007). Penggunaan antibiotik eritromisin semakin berkembang ketika antibiotik penisilin G mengalami resistensi pada beberapa macam bakteri

Untuk mendapatkan eritromisin dapat dilakukan fermentasi menggunakan

Sac. erythraea sebagai mikroorganisme penghasilnya. Pada tahun 1989 Sac. erythraea memiliki nama Streptomyces erythraeus. Perubahan taksonomi ini

didasarkan pada perbedaan komponen penyusun dinding sel Sac. Erythraea, yaitu meso-diaminopimelat dan l-diaminopimelat, sedangkan penyusun dinding sel

(2)

genus Streptomyces erythraeus, hanya l-diaminopimelat (Eka, 1994). Penggunaan antibiotik eritromisin saat ini ditujukan pada infeksi saluran pernafasan atas (Yasin dkk, 2005) dikarenakan ukuran molekulnya yang cenderung kecil (Anonim, 2013). Biosintesis eritromisin berlangsung melalui prekursor propionil KoA dan metilmalonil KoA yang berkondensasi membentuk aglikon eritronolid , lalu mengadakan ikatan dengan gula deoksi. Dengan terjadinya perubahan antara kedua turunan KoA tersebut, akan meningkatkan produk metabolit sekunder berupa eritromisin (Corcoran, 1981). Pada saat dilakukan fermentasi Sac.

erythraea peran media sangat berpengaruh pada pembentukan biomassa produksi

eritromisin, media tersebut harus memenuhi adanya sumber karbon nitrogen, vitamin, mineral dan sebagainya

Produksi gula tebu di Indonesia jumlahnya sangat banyak hal tersebut dikarenakan gula tebu sering digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai pemanis tambahan untuk makanan maupun minuman. Produksi gula tebu yang cukup banyak tersebut akan berdampak pada banyak limbah molase dan vinasse yang dibuang.

Dalam molase masih banyak kandungan zat yang dapat dimanfatkan sebagai media pertumbuhan mikroba, hal tersebut dikarenakan molase masih mengandung maltoheptaosa, maltosa, glukosa, ksilosa, vitamin mineral dan asam amino.

Sementara itu masyarakat Indonesia gemar mengkonsumsi tahu mengakibatkan produksi tahu di Indonesia sangat melimpah. Tahu mengandung protein yang tinggi, harganya murah, dan masyarakatnya, terutama di pulau Jawa

(3)

banyak membuat olahan pangan yang bahan dasarnya terbuat dari tahu. Hal tersebut berdampak dengan melimpahnya limbah ampas tahu yang dihasilkan, meskipun ampas tahu tersebut sebagian telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak ayam dan bebek sebagai pakan tambahan, tetap saja masih banyak ampas tahu yang masih menjadi limbah dan terbuang (Hernaman dkk, 2005).

b. Rumusan masalah

Untuk menghasilkan eritromisin dapat dilakukan fermentasi menggunakan

Sac. erythraea. Penambahan jumlah protein dan gula pada media standar agar

fermentasi berjalan optimal. Pada media standar ditambahkan molase sebagai sumber karbon, karena didalam molase masih mengandung maltoheptaosa, maltosa, glukosa, ksilosa. Sedangkan penambahan ampas tahu diharapkan agar pertumbuhan Sac. erythraea BM1/A13 dapat berkembang dengan baik, dan dapat memproduksi eritromisin yang optimal.

Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang timbul adalah:

Apakah penambahan ampas tahu dan molase dalam media fermentasi Sac.

(4)

c. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah pabrik gula yakni molase sebagai tambahan sumber karbon dan ampas tahu yang merupakan limbah padatan sisa pembuatan tahu sebagai tambahan sumber protein pada fermentasi

Saccharopolispora erythraea BM1/A13 untuk memproduksi eritromisin

d. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengaruh pemberian molase sebagai bahan tambahan dalam media fermentasi Sac. erythraea untuk memproduksi eritromisin, belum pernah dilakukan.

e. Tinjuan pustaka 1. Eritromisin

Antibiotik memiliki beberapa golongan yaitu aminoglikosid, sefalosforin, kloramfenikol, makrolid, dan penisilin. Eritromisin termasuk dalam golongan makrolid yang berkerja dengan menghambat sintesis protein mikroorganisme melalui ikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S. Dalam penggunaannya secara klinis preparat eritromisin merupakan bentuk dalam campuran antara eritromisin A , eritromisin B dan eritromisin C (Omura & Tanaka, 1984)

(5)

Eritromisin yang dihasilkan melalui fermentasi Sac. erythraea, terdiri dari eritromisin A,B,C,D, dan F gambar. 1, dari produk tersebut eritromisin A merupakan produk utama yang dihasilkan, sedangkan eritromisin B dan C merupakan bentuk intermediate dalam biosintesis eritromisin.

O O 0 O OR2 CH3 OH CH3 O O N H3C CH3 CH3 HO CH3 H3C HO H3C R1 CH3 CH2R3 CH3 HO R1 R2 R3 Eritromisin A OH CH3 H Eritromisin B H CH3 H Eritromisin C OH H H Eritromisin D H H H Eritromisin F OH CH3 OH

Gambar 1. Struktur Eritromisin (Omura & Tanaka,1984)

Biosintesis eritromisin dibentuk melalui dua jalur, yakni jalur pertama terjadi cincin deoksieritronolid B dan jalur kedua menuju kepada glikosilasi

(6)

6-deoksi-eritronolid B. Sedangkan jalur biosintesis 6-deokisieritronolid-B dari propionil KoA dan 2-metilmalonil Ko A berjalan melalui 7 langkah, seperti tertera pada gambar 2 (Sudibyo, 1998 ).

Asam propionat dapat digunakan sebagai prekursor pada biosintesis eritromisin, yang berasal dari berbagai langkah, antara lain dari metabolisme oksidatif piruvat melalui suksinat, dari pemecahan asam lemak dengan jumlah atom karbon gasal dan dari asam-asam amino rantai cabang seperti valin dan isoleusin maupun dari asam amino lain seperti treonin dan metionin.

Sebagai aglikon dari eritromisin adalah 6-deokisieritronolid-B dan biosintesisnya dalam sistem biologis dapat menyerupai asam lemak rantai panjang. Pemecahan asam amino rantai cabang lebih banyak digunakan sebagai awal pembentukan eritromisin A (Corcoran, 1981)

(7)

Jalur bisintesis eritromisin yang dikemukakan. adalah sebagai berikut : O SKoA 1 Propionil KoA + O SKoA COOH 2-metilmalonil KoA Langkah 1 K,R SKoA O OH Langkah 2 K,R OH OH SKoA O Langkah 3 K O SKoA O OH OH Langkah 4 K,R,DH,ER O OH O SKoA OH Langkah 5 K,R O OH OH O OH KoAS Langkah 6 K,R O OH OH Laktonisasi 13-1 O OH OH SKoA OH O O OH OH

Poliketida tereduksi 6-Deoksieritronolid B

Keterangan :

K= Kondensasi dengan 1 mol 2-metilmalonil KoA R= Reduksi β-keto

DH= dehidratasi ER= Reduksi enol

(8)

2. Fermentasi

Fermentasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu metode batch,

continuous dan fed-batch. Penggunakan metode diatas disesuaikan dengan

kebutuhan produksi yang akan dihasilkan, sedangkan untuk skala penelitian dilaboratorium yang sering digunakan adalah metode batch.

Metode batch culture merupakan metode yang sederhana, metode ini menggunakan sistem yang tertutup. Pemberian media dan mikroba hanya dilakukan sekali tanpa ada penambahan yang kontinyu, sistem tersebut membuat kondisi yang memberikan nutrien terbatas (Stanbury dkk, 2003)

Proses fermentasi sistem batch culture terdiri dari beberapa fase, yakni. Fase pertama adalah fase lag dimana mikroorganime penghasil antibiotik melakukan adaptasi dengan media barunya. Selanjutnya adalah fase eksponensial, fase ini merupakan fase dimana sel organisme melakukan penambahan jumlah. Fase exponensial dapat didiskripsikan menjadi persamaan

= µ

Dimana : : konsentrasi biomassa mikroorganisme

t : waktu dalam jam

(9)

Gambar 3. Grafik fase pertumbuhan sistem batch (Stanbury dkk, 2003)

Antara fase log dan fase stasioner terdapat fase perlambatan dimana dalam fase tersebut kecepatan pertumbuhan mikroba mulai menurun, pada fase perlambatan mikroba mulai menghasilkan beberapa enzim yang akan digunakan untuk memproduksi metabolit sekunder. Fase selanjutnya adalah fase stasioner dimana pertumbuhan mikroorganisme berjalan tetap, pada fase ini beberapa bakteri menghasilkan senyawa metabolit sekundernya, sampai mulai berkurangnya sel sel mikroba yang hidup yang disebut dengan fase kematian.

3. Uji Antibiotik

Uji antibiotik digunakan untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antimikroba. Metode disc diffusion adalah salah satu metode untuk menentukan aktivitas antimikroba. Piringan paper disc berisi senyawa antibiotik diletakkan pada media agar yang akan berdifusi pada media

(10)

agar (Pratiwi, 2008). Parameter hasil yang akan didapat berupa besar diameter zona penghambatan pertumbuhan bakteri uji.

4. Molase

Sumber karbon akan menentukan produk utama dalam proses fermentasi, pemilihan sumber karbon akan memainkan peran penting dalam sisi ekonomi dari proses produksi fermentasi karena bahan baku memegang 60-75% dari biaya produk (Riadi, 2007). Molase yang merupakan limbah dari gula tebu yang sudah tidak terpakai dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon karena komposisi molase dalam gula tebu yang masih mengandung: sukrosa 33,4 %, gula invert 21,4 %, bahan organik lain 19,6 % , N=0,4-1,5%, trace elemen seperti P2O3,CaO, MgO, K2O, SiO2, Al2O3 , Fe2O3, vitamin-vitamin yakni: tiamin, riboflavin, piridoksin, niasinamida, asam pantotenat, asam folat, biotin dan abu ( Martoyo dkk, 1991 ).

Gambar 4. Data diameter hambat biakan Sacc.erythraea pada media molase terhadap bakteri M. luteus ( Asih, 2013 )

Pemberian molase sebagai penggantian glukosa pada kadar yang kecil dapat meningkatkan biomassa pada fermentasi Sac. erythraea BM1/A13 (Asih, 2013)

5. Ampas tahu 43.72 43.32 43.15 23.07 0 10 20 30 40 50

(11)

Kesempurnaan pertumbuhan mikroorganisme dapat dipengaruhi kadar protein dalam media fermentasi. Penentuan kadar protein yang terkandung dalam media fermentasi akan berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan dari organisme. Ampas tahu dapat digunakan untuk alternatif bahan guna menambah protein yang terdapat dalam media. Dalam keadaan segar ampas tahu mengandung tidak kurang 80% air sedangkan ampas tahu yang telah kering masih mengandung air kira-kira 16% dengan kadar protein sebesar 22,3% (Koesnul, 1992). Kandungan yang terdapat dalam ampas tahu tertera dalam tabel 1 berikut

Tabel I. Tabel kandungan dalam ampas tahu (Suprapti, 2005)

No. Unsur Gizi

Kadar/100 g Bahan

Kedelai Basah Tahu Ampas Tahu

1. Energi (kal) 382 79 393 2. Air (g) 20 84,8 4,9 3. Protein (g) 30,2 7,8 17,4 4. Lemak (g) 15,6 4,6 5,9 5. Karbohidrat (g) 30,1 1,6 67,5 6. Mineral (g) 4,1 1,2 4,3 7. Kalsium (mg) 196 124 19 8. Fosfor (mg) 506 63 29 9. Zat besi (mg) 6,9 0,8 4 10. Vitamin A (mcg) 29 0 0

(12)

11. Vitamin B (mg) 0,93 0,06 0,2

6. Jalur Biosintesis Eritromisin

Pembentukan eritromisin A diawali dengan pembuatan metabolit antara 6-deokisieritronolid-B dari propionat seperti pada gambar 2. Pada biosintesis selanjutnya akan dibentuk eritromisin B dan C sebagai metabolit intermediate sebelum ke pembentukan eritromisin A seperti tertera pada gambar 5.

H OH OH CH3 O O H O 6 5 3 2 1 12 9 O CH3 CH3 OH CH3 OH CH3 O CH3 H3C HO H3C 1 2 3 5 6 9 12 O N CH3 H3C CH3 HO O HO CH3 OH CH3 O H3CO CH3 OH CH3 6-Deoxyerythronolide 7X Propionat [ 2NU 153, ery A ] [ 9EI 262 ] ( 0 ) Erythronolide B OH OH OH CH3 O O H O [ ery B ] MR MR DS CL OH OH O CH3 O O H O MR 3-o-Mycarosylerythronolide B DS OH O O CH3 O O H O MR DS Eritromisin D ( O ) OH O O CH3 O O OH O MR DS Eritromisin C OH O O CH3 O O H O CL DS Eritromisin B ( CH3) ( CH3) ( O ) OH O O CH3 O O OH O CL DS Eritromisin A OH O O CH3OH O O OH O CL DS Eritromisin F OH O O O OH O O DS Eritromisin E O O OCH3 CH3 OH CH3 : Desosamin : Mikarosa : kladinosa

(13)

Kedua metabolit tersebut memiliki perbedaan pada gugus mikarosa dan

kladinosa. C-12 hydroxylase digunakan sebagai katalis pada perubahan eritromisn

D menjadi C. Pada jalur tersebut eritromisin C lebih disukai sebagai substrat dari pada eritromisin D walaupun eritromisin D adalah methylated untuk pembentukan eritromisin B. enzim O-methyltransferase bertanggung jawab pada langkah akhir untuk pembuatan eritromisin A serta dibutuhkan 5-adenosilmetionin sebagai donor metil. Lintasan biosintesis yang lain digunakan untuk mendukung pembentukan eritromisin, menghasilkan gula-gula deoksi yang terdapat pada antibiotik eritromisin (Corcoran, 1981).

glukosa asam piruvat asam asetat asam sitrat asam isositrat asam ketoglutarat asam suksinat asam glioksilat asam malat asam asetat asam oksaloasetat asam piruvat asam metilmalonat asam propionat+ (asam metilmalonat) eritronolida eritromisin

(14)

O -CH2OH OH OH OH OH Glukosa O CH3 OH CH3 OH OH Mikarosa O CH3 OH OCH3 CH3 OH kladinosa CH3 N(CH3) OH OH desosamin L-metionina L-metionina L-metionina

Gambar 7. Pembentukan gula deoksi dari eritromisin (Listyanti. 1990)

gula yang terdapat dalam eritromisin merupakan proses katabolisme glukosa tanpa ada pemecahan ikatan karbonnya, gula tersebut seperti desosamin, kladinose dan L-mikarosa (Listyanti. 1990)

(15)

f. Landasan teori dan hipotesis

Eritromisin dapat diproduksi optimal dengan cara fermentasi Sac.

erythraea pada media yang sesuai. Dengan mengacu pada uraian pustaka diatas

dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

1. Penambahan molase pada media dapat meningkatkan pertumbuhan Sac. erythraea dan meningkatkan produksi eritromisin. Hal tersebut dikarenakan dalam molase terkandung gula maltoheptaosa, maltosa, glukosa, ksilosa yang mudah dimetabolis. Selain itu glukosa yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan eritromisin

2. Penambahan ampas tahu pada media dapat meningkatkan pertumbuhan Sac. erythraea dan meningkatkan produksi eritromisin. hal tersebut dikarenakan dalam ampas tahu masih terdapat protein yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dari Sac. erythraea dan protein termetabolis menghasilkan L-metionin yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan eritromisin

Gambar

Gambar 1.  Struktur Eritromisin (Omura & Tanaka,1984)
Gambar 2. Jalur biosintesis eritromisin (Sudibyo, 1998 )
Gambar 3. Grafik fase pertumbuhan sistem batch (Stanbury dkk, 2003)
Gambar    4.  Data  diameter  hambat  biakan Sacc.erythraea pada  media  molase  terhadap bakteri M
+5

Referensi

Dokumen terkait

70 Tabel 4.16 Spesifikasi Use case Mengotorisasi Penginputan Nilai Tes 71 Tabel 4.17 Spesifikasi Use case Membuat Laporan Penerimaan Kas 71 Tabel 4.18 Spesifikasi Use

5(3) Akta tersebut, Pengawal sebelum meluluskan pemohonan pemaju tersebut, akan dapat mengetahui mengenai kedudukan pemaju perumahan tersebut sama ada sesuai dan wajar

Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang didapatkan pada Pengabdian Masyarakat yang dilakukan di 10 nagari lokus stunting Pasaman Barat tentang Bilik Pantau

bahwa dalam rangka mendukung Program Penghematan Energi dan Air di Iingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011

Hasil wawancara tersebut membuat peneliti tertarik untuk mencoba tindakan tehnik relaksasi untuk mengatasi keluhan nyeri pasien sehingga mengambil judul tentang

Kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia masih dihadapkan pada kelangkaan tenaga ahli, spesialis, dan profesional dalam bidang logistik baik pada level manajerial maupun

Bila dibandingkan dengan efektivitas menurut skor PANSS-EC, keduanya tidak terdapat perbedaan yang bermakna (Octaviany, 2016), efektivitasnya sama sehingga jika dilakukan

Rangkuti (2002, h.31) mengatakan bahwa nilai produk didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, yang didasarkan pada persepsi konsumen atas apa