• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) MELALUI PENDEKATAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SERTA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KOTA TANGERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) MELALUI PENDEKATAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SERTA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KOTA TANGERANG"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SERTA PAJAK

BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KOTA TANGERANG

HENDRI JOPANDA

NRP: A156080041

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui Pendekatan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Tangerang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Hendri Jopanda NRP.A156080041

(4)
(5)

permit and the property tax approaches in the city of Tangerang.Under direction of

Khursatul Munibah and Laksmi Andriani Savitri

Tangerang is a city that is growing rapidly. These growth resulted in the number of green space is diminishing. The existence of urban green space area is needed in order to create a comfortable and healthy environment. This study aims to 1) Provide solutions to compliance and the availability of green space 2) Looking for a green space in the form of community wants 3) Looking for the institutions that responsible to managing green space. To fulfil the needs of the extent dan distribution of green space, use the Willingness To Pay analysis (WTP) that superimposed to the data of building permit and property tax. The result was recalculated using the optimization method by Linear Programming analysis. And to find forms and institutions that responsible to manage green space, using Analytical Hierarchy Process (AHP). Open space needs based on the total area of Tangerang City mandated that the Act is 4978.08 ha, while the area is currently an area of 7,492.5 ha, this means having excess 2,514.4 ha. There are two district from 13 district, that are very short, they are Cileduk and Larangan for a total area of 195.4 ha deficiency. Using WTP analysis, which are charged to the imposition of environmental improvements in this community to be included at the expense of building permit and at the time of payment of property tax, then there is acceptance of the community as much as Rp. 721 469 817 000,- while at the same time the burden of expenditures for compliance with green space area of Rp. 5,770,000,000,000,-. This means for the fulfillment of an area of green space in the two districts (Cileduk and Larangan) in need of eight years assuming other conditions remain. To the management body should be elected by the public green space managed by the local government and continued by the community. While the form of green space is selected with first priority is to form a sub-form of the selected area form the city parks and green lines as the second priority

(6)
(7)

HENDRI JOPANDA. Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui Pendekatan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Tangerang. Dibimbing oleh: KHURSATUL MUNIBAH dan LAKSMI ANDRIANI SAVITRI.

Kota Tangerang sebagai penyangga Ibu Kota perkembangnya sangat pesat. Perkembangan tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta lingkungan yang nyaman dan sehat. Penelitian ini bertujuan 1). Memberikan solusi terhadap pemenuhan dan ketersediaan RTH yang lebih merata 2). Mencari bentuk RTH yang dibutuhkan oleh masyarakat 3). Mencari lembaga pengelola dari RTH.

Untuk memenuhi kebutuhan luasan dan pendistribusiaan RTH digunakan alat analisis Willingness To Pay (WTP) yang di tumpang tindihkan dengan IMB dan PBB selanjutnya di hitung kembali mengunakan metode Optimasi dengan alat analisis Program Linier, sedangkan untuk mencari bentuk dan lembaga pengelola digunakan alat analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)

Preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH dianalisis menggunakan metode AHP terhadap 31 responden yang terdiri dari kalangan Pemerintah (Bappeda, Dinas KLH, Dinas Tata Kota), Swasta (Pengembang) dan Masyarakat (akademisi,tokoh masyarakat dan LSM pemerhati lingkungan).

Kebutuhan RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah yang di amanatkan UU No. 26 Thn. 2007 adalah 4.978,08 Ha, sedangkan luas wilayah yang ada sekarang seluas 7.492,5 Ha, ini berart memiliki kelebihan 2.514,4 Ha. Tetapi jika dilihat per kecamatan dari 13 (tiga belas) kecamatan, maka ada 2 (dua) kecamatan yang sangat kekurangan, yaitu kecamatan Cileduk dan Larangan dengan total kekurangan seluas 195,4 Ha.

Dengan menggunakan alat analisis WTP, dimana pembebanan perbaikan lingkungan dibebankan ke masyarakat dalam hal ini di ikut sertakan pada saat pengeluaran Izin Mendirikan Bangunan(IMB) dan pada saat pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),yang besar nilainya masing-masing 2,5% untuk IMB dan 1,1 % untuk PBB, maka ada penerimaan dari masyarakat sebanyak Rp. 721.469.817.000,- sedangkan pada waktu yang sama beban pengeluaran untuk pemenuhan luasan RTH sebesar Rp. 5.770.000.000.000,- ini berarti untuk pemenuhan luasan RTH di dua kecamatan (Cileduk dan Larangan) di butuhkan waktu 8 (delapan) Tahun dengan asumsi keadaan yang lain tetap.

Untuk lembaga pengelola terpilih oleh masyarakat sebaiknya RTH dikelola oleh PEMDA dengan bobot nilai 0,692, dengan sub pengelola Dinas Tata Kota dengan bobot total 0,5875, sedang prioritas kedua oleh masyarakat dengan sub pengelola Swasta dengan bobot total 0,2337

Bentuk RTH yang terpilih dengan prioritas utama adalah bentuk Kawasan dengan bobot nilai 0,405 dengan sub bentuk terpilih bentuk taman kota dengan bobot nilai 0,793 dan prioritas kedua bentuk jalur dengan sub bentuk jalur hijau dengan bobot nilai 0,760.

Berdasarkan hal diatas maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa prioritas utama mengenai bentuk RTH yang di inggini oleh masyarakat adalah RTH yang

(8)

Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau, Izin Mendirikan Bangunan dan Pajak Bumi dan Bangunan

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tampa izin IPB

(10)
(11)

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SERTA PAJAK

BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KOTA TANGERANG

HENDRI JOPANDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui

Pendekatan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Tangerang

Nama : Hendri Jopanda

NRP : A156080041

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Khursatul Munibah, MSc

Ketua Anggota

Dr.Laksmi Andriani Savitri,MSi

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah

Ilmu Perencanaan wilayah Pascasarjana,

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah,MSc.Agr.

(14)
(15)

Juga Untuk Istri dan Kedua AnakKU

F. Diana

Egen dan Hatta

Bukan ....

Karena hari ini Indah, Kita bahagia....

Tetapi karena kita Bahagia, hari ini menjadi Indah

Bukan....

Karena Semua BAIK, Kita Tersenyum

(16)
(17)

kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena perkenaanNya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Strategi Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau melalui pendekatan Izin Mendirikan Bangunan serta Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Tangerang. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyususnan penelitian ini penulis mendapat masukan, arahan, petunjuk dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Khursatul Munibah, Msc. Sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Laksmi Andriani Savitri, Msi. Sebagai Anggota Komisi Pembimbing, serta Ibu Dyah Panuju, Msi atas pengarahan, bimbingan dan saran yang diberikan. Lebih dari pada itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi. Bapak Dr. Ernan Rustiadi dan Bapak Dr. Baba Barus yang telah membantu dan memberikan inspirasi sehingga penulisan ini dapat dilakukan.

Ucapkan terikasih juga penulis sampaikan kepada Istri, dan anak-anak tercinta yang telah memberi semangat, doa, dan kasih sayangnya, tidak lupa teman-teman PWL 2008 Angkatan Wali Songo, terutama Juwarin , PWL 2009 terutama Zulian dan Yoga dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis sampaikan terima kasih atas segala bantuan dan kerja samanya yang terjalin selama ini. Akhirnya Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat.

Bogor. Juli 2012

(18)
(19)

Penulis lahir di Teluk Betung Bandar Lampung pada tanggal 24 April 1965, dari ayah Helmi Ali dan ibu Rosmanelly. Menikah dengan F. Diana HA dan dikaruniai anak Ahmad Reaggen Jopanda dan Ahmad Hatta Jopanda.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pahoman Bandar Lampung pada tahun 1984 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Lampung pada jurusan Akuntansi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Pada tahun 1985 Penulis lulus seleksi lagi untuk masuk Universitas Lampung pada Fakultas Ekonomi di jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mendapat Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS).

Saat ini penulis berkerja sebagai staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Satya Negara Indonesia Jakarta.

(20)
(21)

DAFTAR GAMBAR………... xv

DAFTAR LAMPIRAN………... xvii

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.4. Manfaat Penelitian ... 1.5. Kerangka Pemikiran... 1 3 4 4 5 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau ... 2.1.1. Ruang Terbuka ... 2.1.2. Ruang Terbuka Hijau ... 2.1.3 Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau ... 2.1.4 Fungsi RTH ……… 2.1.5. Manfaat RTH…..……….…………...,... 2.2 Izin Mendirikan Bangunan ( IMB) ...…..………... 2.3 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)………..……… 2.4 Program Linier …...………...……….…… 2.5 Analisis Kemampuan untuk Membayar ………...………. 2.6 Proses Hierarki Analitik ...

6 6 6 8 11 13 14 16 18 21 25 III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 3.2 Bahan dan Alat ... 3.3 Metode Penelitian ...

3.3.1. Penutupan Lahan Aktual ... 3.3.2. Pengendalian Luasan RTH melalui IMB dan PBB ... 3.3.3. Willingness To Pay ... 3.3.4. Konstribusi Pemasukan ... 3.3.5. Linear Programming ... 3.3.6. AHP ... 3.4 Pengumpulan Data... 3.4.1 Data Skunder ... 3.4.2 Data Primer ... 28 29 29 30 30 31 31 33 38 41 42 42

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Ruang Terbuka Hijau Aktual..………..…………... 4.2 Strategi Pengendalian Ruang Terbuka Hijau ………. . 4.3 Kemauan Membayar Masyarakat (Willingnes To Pay) ……… 4.3.1 Deskripsi Kemauan Membayar dan Nilai WTP .……….. 4.3.2 Pelaksanaan Contingent Valuation Method (CVM) ……. 4.3.2.1 Pembentukan Pasar Hipotesis ...………..

4.3.2.2 Memperoleh Nilai lelang (bids) dan Nilai

Rataan WTP……… 4.4 Optimasi Penggunaan Lahan ………

4.4.1 Alokasi Optimasi Ruang Terbuka Hijau ……….. 4.4.2 Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah ………

43 47 51 51 52 52 53 55 55 58

(22)

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….. 5.2. Saran ……….………… 65 66

(23)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Kriteria Penilaian Alternatif ………. Rencana Konstribusi Penerimaan Pemerintah Daerah…. ………. Komposisi Penutupan lahan dan RTH Kota Tangerang………... Penerimaan IMB dan PBB Kota Tangerang tahun 2001-2007 ... Pola Konversi Lahan dan Perubahannya Thn 1991-2005 di Kota Tangerang ………. Data WTP Kota Tangerang……… Harga lahan /M2 di Tingkat kecamatan ………... Luas Penutupan lahan ssetelah Optimasi …….. …… ..……… Luas RTH Aktual, Hasil Optimasi dan berdasarkan RTRW ...…... Contoh arah perubahan luasan penutupan lahan sebelum dan sesudah Dilakukan optimasi di Kec. Cileduk ……… Contoh arah perubahan luasan penutupan lahan sebelum dan sesudah Dilakukan optimasi di Kec. Larangan ………... Pengeluaran Biaya untuk perbaikan RTH ……..…... …..……… Hasil AHP untuk Prioritas Bentuk RTH …..…….… .……….. Bentuk RTH dan Nilai Bobot total ……..………. ..………...……….. Pengelola RTH dan nilai bobot total….…………...………...

21 31 45 47 51 53 54 55 56 57 57 58 61 62 64

(24)
(25)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Letak Geografis Kota Tangerang ………. Bagan alur Penelitian………. Struktur Hierarki untuk memilih prioritas pengembangan RT..……... Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang ……… .…………. Bentuk-bentuk Penutupan Lahan di Kota Tangerang ………… … …. Bentuk RTH Binaan di Kota Tangerang ………... Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang 1991 ………..……… Peta Penutupan Lahan Kota Tangerang 2005…..……… Nilai Bobot dari masing-masing Elemen RTH……….. Diagram Bobot Prioritas Bentuk RTH Kawasan ………. Diagram Bobot Prioritas Bentuk RTH Simpul ………...……. Diagram Bobot Prioritas Bentuk RTH Jalur ……… Diagram Bobot Prioritas gabungan Pengelola RTH……….. Diagram Bobot Prioritas Lembaga Pengelola RTH unsur PEMDA….. Diagram Bobot Prioritas Lembaga Pengelola RTH unsur Masyarakat

28 29 39 43 44 46 49 50 60 61 62 62 63 63 63

(26)
(27)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Optimasi Pengunaan Lahan ……….. Nilai WTP dan Harga Lahan di Masing-masing Kecamatan …………. AHP ……… Luas RTH Aktual dan RTH 30% dari luas Wilayah ……...…………... Bentuk RTH berdasarkan Jumlah Penduduk, Berdasarkan Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No. 005/PRT/M/2008 ……….. Bentuk Penutupan Lahan di Kota Tangerang ………... Bentuk-bentuk RTH di Kota Tangerang ……… Kuesioner WTP ……….. Kuesioner AHP-1 ………... Kuesioner AHP-2 ………... Pemanfaatan Ruang Kota Tangerang Berdasarkan RTRW 2006-2016

70 72 88 91 92 93 94 97 104 110 115

(28)
(29)

Kota Tangerangbagiandarikota di Jabodetabek yang mengalamiperkembanganyang pesatdansebagaidaerahpeyanggaIbu Kota,denganluaswilayah 16.593,6 ha, luaslahanterbangunseluas 8.888,2 ha.

Jumlahpenduduk 1.531.666 jiwa (Biro PusatStatistik. 2008).Danlajupertumbuhanpenduduk 1,7% pertahun (Juwarin. 2010), implikasidarikeadaaninimakamakintingginyatekananterhadappemanfaatanruang, yang

padaakhirnyaakanmeyebabkanmenurunnyakualitasdankuantitasruangterbukahijau (RTH) yang ada.

Penutupanlahan di Kota Tangerangdapat di kategorikandalam 4 (empat) klasifikasi, yaitu, klasifikasipenutupanlahanbervegetasipohondenganluas total 973,7ha, semak, rumput, tanamansemusimdantanamansejenisdenganluas 6.518,8 ha, klasifikasilahankosongseluas 212,9 ha danklasifikasilahanterbangunseluas8.888,2 ha.

Luasan RTH secaraaktualmasihmelebihiluasan yang di amantkanoleh UU, karenaluasan RTH yang diamantkanoleh UU No. 26 Tahun 2007 tentangPenataanRuangdalamPasal 29 ayat 2 berbunyi ‘Proporsiruangterbukahijaupadawilayahkabupaten/kota paling sedikit 30 (tigapuluh) persendariluaswilayah’, iniberartiseluas 4.978,1 hasedangkanluasan

yang adaseluas 7.492,5 ha. Akan

tetapijikadiperhatikansecararincidaripenutupanlahanterlihatjelasbahwa

diKecamatanCiledukdanKecamatanLarangankurangdari 30% luasan RTH dariluaswilayahKecamatannya.Atasdasarkeduafaktainilahmakapengendalianharus segeradilakukan, janganmenundasampaiterjadimasalah yang lebihrumit.Sebagai Kota PenyanggaIbu Kota, Kota Tangerangjelasmemilikibeban yang sangatbesar,

terutamabebanpembangunanfisik.MenurutSitoruset.al (2011)

Perkembangansektor-sektorekonomidanjumlahpendudukmenyebabkankebutuhansumberdayalahanmeni

ngkatuntukmenyediakansaranapendukung, makasemakintinggi pula alihfungsilahanruangterbukahijau (RTH). MenurutRustiadiet.al

(30)

(2003)dalamKustirani (2006) bahwa rata-rata lahan sawah di Kota Tangerang berkurang dalam 1(satu) tahunnya 93,89 ha, sedangkan Tegalan berkurang 130,36 ha per tahun, air berkurang 12,62 hapertahun dan hutan berkurang 7,14 ha pertahun yang menambah pertahunnya adalah Lahan perkotaan (infrastruktur Kota) yaitu rata-rata 282,39 ha pertahun.

Di tambahlagipencariansumberpenerimaanaslidaerah yang sangatberkaitaneratdengankonversilahan, yang dilakukanolehPemerintah

DaerahyaituPenerimaandarirestribusiIzinMendirikanBangunan (IMB) ,danPajakBumidanBangunan (PBB).

IMB dan PBB sebagaisumberpenerimaan yang

terusmeningkatdariwaktukewaktudapat di jadikanpencirimakintingginyakonversilahan di wilayahtersebut,

mengapademikian, karenamakintinggirestribusi yang diterimadari IMB, inimenandakanmakinbanyakbangunan yang berdiridan PBB, PajakBumicendrungtetap, terkecualiadapemekaranwilayahadministratip,

sedangkanBangunan, iniberubahtergantungjumlahdanjenisbangunannya. Jikakedua instrument inimeningkatmakadapat di katakanmakinhilangnyalahanhijauatauRuang Terbuka Hijau di daerahtersebut.Menurut Kantor KPP Kota TangerangdanDinasPenanaman Modal danPerizinan Kota Tangerangbahwa bahwa laju pertumbuhan penerimaan IMB rata-rata pertahun adalah 16, 4 % dan Laju pertumbuhan penerimaan PBB pertahun rata-rata 27,58 %. Kedua instrumen ini merupakan instrumen yang diandalkan oleh hampir seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai sumber utama penerimaan asli daerah, padahal kedua instrumen ini jika meningkat ini bertendensi peningkatan pula konversi lahan, terutama lahan hijau menjadi lahan terbangun.

Untukitulahmakadiperlukankebijakanstrategisuntuktetapmengendalikanjumlahlua sanRuang Terbuka Hijaudengantetaptidakmengganggusumberpenerimaan yang berasaldari IMB dan PBB.

Salah satupengendaliantataruangadalahberlakunya minimal 30 % dariluaswilayahKabupaten/Kota harusberupaRuang Terbuka Hijau, denganrincian 20 % disediakanolehPemerintahwilayahkota (Ruang Terbuka HijauPublik) dan 10

(31)

% disediakanolehmasyarakat (Ruang Terbuka HijauPrivat). Adapunproporsi 30 % merupakanukuran minimal untukmenjaminkeseimbanganekosistemkota, baikkeseimbangan system hidrologidan system mikroklimatmaupun system ekologislainnya, yang selanjutnyaakanmeningkatkanketersedianudarabersihyang dibutuhkanmasyarakatsertasekaligusdapatmeningkatkannilaiestetikakota.

Walaupun UU No. 26 Thn 2007 tidakmengisyaratkanberlaku di tingkatkecamatan, tetapinampaknyaPemerintahKabupaten/Kota

dapatmembuatusulanmengenaiaturan/ Peraturandaerah yang khususmengaturluasan, bentuk, pendistribusiandanjenis RTH berdasarkankondisiwilayahmasing-masingkabupaten/kota, sehingga RTH yang

dibuatbenar-benarbermanfaatdanberdayagunabagimasyarakatnyasecarakeseluruhan,

tidaklagiterjebakpadabentuk-bentuk RTH sepertiHutan Kota, Taman Kota

ataujalurhijau, yang menumpuk di pusatkota, tetapiperlujugamembuat/membangun RTH-RTH dalambentuk lain seperti Taman

RW atau RTatau Taman Lingkungan yang ada di tengah-tengahmasyarakat, sehinggaestetikadankenyamananlingkunganjugadapat di rasakanolehmasyarakat di setiapsudutkota.

Jugaperludilihatbagaimanaperananlembagapengelola,menurutHasni (2009) ada 3 (tiga) lembaga yang dapatmengelola RTH, yaituPemerintah, SwastadanMasyarakat,karenafaktadilapanganberdasarkanstudiempirik yang sayalakukan, masihbanyak di temui RTH yang telahberubahfungsimenjadipangkalanojek,

tempatparkirkendaraandantempatberdagangparapedagang kaki lima. 1.2. PerumusanMasalah

Kota TangerangjikamengacupadaUndang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang,pasal 29 ayat 2, yangharusmenyediakan minimal 30%

dariwilayahadministrasinyamerupakanruangterbukahijau (RTH) jelasinisudahterpenuhi, karenadenganluaswilayah 16.593,6 ha,

makaruangterbukahijau yang harusdisediakanadalahseluas 4.978,08 ha (30%),sedangkan yang tersediasekaranginiseluas 7.492,5 ha (43,8%).

(32)

Namun jika di lihat lebih detil maka ada 2 (dua) Kecamatan, yaitu Kecamatan Cileduk dan Larangan masih kurang dari 30% luas wilayah merupakan luasan RTH.Untukituperludiaturataudikendalikanagar luasan RTH yang adadapatmemenuhiketentuan UU, yang luasannyaadalahminimal 30 % dari total wilayahmerupakanruangterbukahijauatauseluas 265 ha, untukKecamatanCiledukdan 244,1 ha, untukKecamatanLarangan, haliniberartikekurangan 59 hauntukKecamatanCiledukdan 136,4 haKecamatanLarangan. Walaupun UU tidakmengamanatkanbahwaluasan RTH Minimal 30% itu di tingkatKecamatan, melainkan di Tingkat Kabupaten/Kota tetapiPemerintahKabupaten/Kota

dapatmengusulkan/membuatPeraturanuntukmengaturmengenailuasan, bentuk, pendistribusian RTH, sertajugaLembaga yang mengelola RTH, sehinggakonsepdasardarikeharusanmenyediakan RTH yang diaturoleh UU, dalamhalini UU No. 26 Tahun 2007 benar-benarbermanfaatbagimasyarakatsecarakeseluruhan. Berdasarkanhaltersebutdiatas, makasecarakhususpenelitianiniakanmerumuskanpermasalahanpengendalian RTH di kotaTangerangsebagaiberikut: 1. StrategiPengendaliansepertiApa yang harusdilakukanuntuktetapmenjagaluasan RTHdanterdistribusilebihmerata di setiapkecamatan.

2. Bentuk RTH sepertiapa, yang di inginkanolehMasyarakat.

3. Kelembagaanmana yang sebaiknyabertanggungjawabterhadappengelolaan RTH

1.3. TujuanPenelitian

Secaraumumpenelitianinibertujuanuntukmemberikanrumusankonsepuntuk memenuhikebutuhanRTH

demiuntukmenjagatercapainyakeseimbanganlingkungan di wilayah Kota Tangerang. Adapunsecarakhusus, penelitianinibertujuanuntuk:

1. Untukmengetahuiseberapabesarkemauanmasyarakatuntukmembayardal amrangkaperbaikan/pengadaan RTH

(33)

2. Menganalisisbentuk RTH yang perlu di kembangkan di Kota Tangerang 3. MenganalisisprefensimasyarakatterhadapLembaga yang akanmengelola

RTH

1.4. ManfaatPenelitian

Hasilpenelitianinidiharapkandapatmemberikaninformasitentangkebutuhan

RTH di Kota Tangerang, sehinggadapatdijadikanbahanpertimbangandalampengambilankebijakandalamrang

kamengendalikanluas RTH sesuaidenganUU No. 26 Tahun 2007 demi terwujudnyasalahsatutujuanpembangunanyaitu Pembangunan yang berkelanjutandantetapmenjagakelestarianlingkungan

1.5. KerangkaPemikiran

Dalamrangkapemecahanmasalah yang sudahdirumuskan,

makakerangkapemikiranpenelitianini, sepertiterteradalamgambar 1.

WILAYAH PERKOTAAN (KOTA TANGERANG)

RUANG TERBANGUN RUANG TERBUKA

RUANG TERBUKA NON HIJAU RUANG TERBUKA HIJAU

JUMLAH PENDUDUK LUAS WILAYAH OKSIGEN DAN AIR

30 % DARI LUAS WILAYAH: 20 % PUBLIK, 10 % PRIVAT

DI KENDALIKAN MELALUI IMB & PBB

LUAS, BENTUK DAN LEMBAGA PENGELOLA RTH

STANDAR KEBUTUHAN RTH

(34)
(35)

2.1.1. Ruang Terbuka

Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang yaitu wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Jayadinata (1999) dalam Hesty (2005) menjelaskan bahwa ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera tempat hidup tetumbuhan, hewan, dan manusia.Ruang dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintahan yang meliputi sebagian permukaan bumi, lapisan tanah di bawahnya dan lapisan udara di atasnya. Rustiadi (1996) dalam Suryadi (2008) pemanfaatan ruang dalam pelaksanaanya tidak selalu sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan adanya tekanan perkembangan pasar terhadap lahan sebagai akibat ketersediaan lahan yang terbatas dan belum jelasnya mekanisme pengendalian dan lemahnya lembaga penegakan hukum. Penggunaan tanah merupakan suatu bagian dari tata ruang, untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian lingkungan, serta memperoleh manfaat tata ruang kota, maka harus dilakukan penataan penggunaan tanah untuk meningkatkan kualitas manusia dan lingkungan hidup.Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

2.1.2. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau digambarkan sebagai suatu kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau

(36)

pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen, didominasi oleh tumbuhan memberikan makna atas suatu hamparan yang penuh dengan tetumbuhan, tanpa bangunan berarti, atau hamparan dengan koefisien lantai bangunan setara dengan nilai (0). Menurut Hakim (2002) dalam Hesty (2005) Ruang Terbuka Hijau didefinisikan sebagai ruang-ruang yang terdapat di dalam kota, baik berupa koridor/jalur ataupun area/kawasan sebagai tempat pergerakan/penghubung dan tempat perhentian/tujuan, dimana unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan, sedangkan menurut Yuliasari (2008) yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau adalah ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh- tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya.

Menurut Anonim (2006) dalam Makalah Lokakarya Pengembangan system RTH Di Perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60,yang dimaksud dengan Ruang Terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi). RTH berguna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan bagi kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Berbeda lagi dengan pengertian Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP yaitu bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika seperti tertera pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

(37)

2.1.3. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaanya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai dan pantai. RTH privat adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Adapun jenis Ruang Terbuka Hijau terdiri dari :

1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam kawasan ini, termasuk diantaranya :

a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi, baik di daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami.

b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.

c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat rekreasi dan kegiatan wisata alam.

2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan ini meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu :

(38)

a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan pemakaman umum.

b. Jalur Hijau Kota, merupakan bagian dan ruang terbuka hijau yang

berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau

bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi. c. Taman kota, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri

sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetika dengan menggunakan unsur-unsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur hijau, yaitu pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, perhimpunan tanaman perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan wajah kota terkecil.

d. Taman Rekreasi, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen yang bersifat rekreasi umum.

e. Taman Hutan, merupakan bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan

(39)

menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan

tertentu,yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam,dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk satuan ekologi kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan.

g. Taman Bangunan Umum, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang sesuai dengan bangunan tersebut.

h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai,sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana kelengkapan pertamanan.

i. Taman lingkungan/tempat bermain, merupakan suatu hamparan dengan pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis,

(40)

keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang menikmatinya.

j. Lapangan olahraga, merupakan ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis jenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat peneduh.

k. Pemakaman, suatu fasilitas umum dalam kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan.

l. RTH fungsi Pengaman, merupakan suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situ-situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi.

m. Penghijauan pulau, merupakan suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal.

n. RTH Budidaya Pertanian, merupakan area yang difungsikan untuk budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.

2.1.4. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang sehat dan bebas polusi, untuk kenyamanan hidup. Tolok ukur dari penataan ruang adalah mampu memberikan kenyamanan, keasrian, dan kesehatan bagi penghuni kota dengan tersedianya alokasi RTH. RTH di perkotaan diharapkan mencukupi kebutuhan lingkungan perkotaan dan berkelanjutan dari waktu ke waktu, Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), Ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan menjadi :

(41)

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), adalah fungsi yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya adalah fungsi yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.

3. Fungsi estetis, adalah fungsi untuk meningkatkan kenyamanan, ,memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro, halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun makro, lansekap kota secara keseluruhan. Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti : bermain, berolah raga, atau kegiatan sosiali lainya, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.

4. Ekosistem perkotaan adalah fungsi untuk memproduksi oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain.Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, fungsi RTH adalah :

(a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

(b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; (c) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; (d) Pengendali tata air; dan

(e) Sarana estetika kota

Sementara itu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, fungsi dari RTH adalah sebagai berikut :

(42)

a. Sebagai areal perlindungan untuk berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan

b. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan

c. Sebagai sarana rekreasi

d. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran, baik di darat, perairan maupun udara

e. Sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan

f. Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah

g. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro h. Sebagai pengatur tata air.

2.1.5. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), RTH memiliki manfaat, antara lain :

1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu sebagai penjaga fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna.

2. Bagi kesehatan, tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen(O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2

3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman.

) dan zat pencemar udara lain.

4. Membantu sirkulasi udara.

5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.

6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia. 7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.

8. Sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

(43)

2.2. Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan menurut definisi yang ada didalam Peraturan Daerah Kota Tangerang, No.7 Tahun 2001, adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan, yang dimaksud agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan rencana Tata Ruang yang berlaku, sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB), sesuai Garis Sempadan Sungai (GSS), sesuai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), sesuai Koefisien Luas Bangunan (KLB), sesuai dengan syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang menempati bangunan tersebut. Pemberian IMB dimaksudkan untuk ,Pembinaan,Pengaturan, Pengendalian dan Pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi atau badan.Tujuan Pemberian IMB adalah untuk melindungi kepentingan umum, memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).Mendirikan Bangunan adalah Pekerjaan mengadakan bangunan sebagian atau seluruhnya termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan.

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Restribusi izin mendirikan Bangunan adalah Pembayaran atas pemberian IMB termasuk mengubah/membongkar bangunan oleh Pemerintah kepada orang pribadi atau badan.Secara singkat, yang perlu kita ketahui adalah IMB adalah izin untuk mendirikan bangunan, diberikan oleh Pemerintah Kota.Jadi, IMB merupakan produk dari pemerintah. Tak ada lembaga lain yang berhak untuk menerbitkannya. Penerbitan oleh lembaga lain dianggap tidak sah.

IMB dapat diberikan kepada seseorang saja atau kepada badan seperti perusahaan atau organisasi. Jadi, kita mendapatkan IMB agar kita bisa secara legal memulai kegiatan pembangunan suatu bangunan.Agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan rencana Tata Ruang yang berlaku, sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB), sesuai Garis Sempadan Sungai (GSS), sesuai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), sesuai Koefisien Luas

(44)

Bangunan (KLB), sesuai dengan syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang menempati bangunan tersebut.

IMB bertujuan agar segala desain, pelaksanaan pembangunan, dan bangunan sesuai dengan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.Ini sangat penting untuk alasan keamanan dan keselamatan.

- Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah batas halaman terdepan atau batas pemetakan atau batas penguasaan jalan.

- Garis Sempadan Sungai (GSS) adalah garis batas luar pengamanan sungai - Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Luas Bangunan (KLB)

Sebelum memulai mendirikan bangunan, rumah sebaiknya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya.IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan.IMB sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat (kelurahan hingga kabupaten).

Dalam pengurusan IMB diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan IMB, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur.

b. Tujuan Pemberian IMB 1. Pembinaan

Pembangunan sebuah bangunan memerlukan pembinaan.IMB dimaksudkan agar lembaga yang berwenang dapat membina orang atau badan yang bermaksud membangun agar dapat membangun dengan benar dan menghasilkan bangunan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

2. Pengaturan

Bangunan-bangunan perlu diatur.Pengaturan bertujuan agar menghasilkan sesuatu yang teratur.Pembangunan perlu memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku.Jarak dari jalan ke bangunan, luas ruang terbuka, dan lain-lain perlu diatur. Tanpa pengaturan, bangunan-bangunan akan semakin semrawut dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku.

(45)

3. Pengendalian

Pembangunan perlu dikendalikan.Tanpa pengendalian, bangunan bangunan bisa muncul dimana-mana seperti jamur tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku. Lahan yang dimaksudkan menjadi taman bisa saja diubah menjadi rumah tanpa pengendalian. Selain itu laju pembangunan perlu diperhatikan.Pembangunan yang begitu pesat juga bisa membawa dampak buruk bagi lingkungan.

4.Melindungi Kepentingan umum

IMB bertujuan melindungi kepentingan umum.Kegiatan pembangunan yang bisa merusak lingkungan bisa saja ditolak.Terjaganya lingkungan juga merupakan kepentingan umum.Kantor tak bisa begitu saja dibangun di atas lahan hijau.Tak boleh ada rumah yang dibangun di pinggir sungai.Semua itu terjadi karena pembangunan yang dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat.Tak ada orang yang ingin rumahnya kebanjiran. Tak ada orang yang tak ingin menghirup udara segar.

2.3. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menurut definisi yang diberikan oleh Mardiasmo (2008) adalah iuaran wajib bagi setiap warga negara atas kepemilikan sah atas tanah dan bangunan yang besaranya ditentukan berdasarkan peraturan. Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994 adalah “Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan”. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”

(46)

Bumi Adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di dalam serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang,dll.

Bangunan Adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, Emplasemen , pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

a. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB, menurut Mardiasmo (2008) adalah objek yang :

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah yang belum dibebani suatu hak.

4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

b. Dasar Pengenaan PBB

Ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan:

a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar

(47)

b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya

c. Nilai perolehan baru

d. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti 2.4.Program Linier

Program Linier (Linear Programming) adalah suatu cara untuk menyelesaikan, menurut Permana (2008) persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan.Persoalan pengalokasian ini akan muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut.

Beberapa contoh situasi dari uraian diatas antara lain ialah persoalan pengalokasian sumber daya nasional untuk kebutuhan domestik, penjadwalan produksi, solusi permainan (game), dan pemilihan pola pengiriman (shipping). Satu hal yang menjadi ciri situasi diatas ialah adanya keharusan untuk mengalokasikan sumber terhadap aktivitas.

Program linier ini menggunakan model matematis untuk menjelaskan persoalan yang dihadapi. Sifat“linier”disini member arti bahwa seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan kata “program” merupakan sinonim untuk perencanaan.Dengan demikian,program linier adalah perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum,yaitu suatu hasil yang mencapai tujuan terbaik diantara seluruh aktivitas yang fisibel.Dalam membangun model dari formulasi persoalan programa linier digunakan karakteristik- karakteristik anatara lain, yaitu:

a. Variabel keputusan

Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang akan dibuat fungsi tujuan. b. Fungsi tujuan

Fungsi tujuan merupakan fungsi dari dari variabel keputusan yang akan dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan)

(48)

atau diminimumkan (untuk ongkos). c. Pembatas

Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bias menentukan harga-harga variabel keputusan secara sembarang.Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis, sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.

d. Pembatas tanda

Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel keputusannya diasumsikan hanya berharga non negative atau variabel keputusan tersebut boleh berharga positif, boleh juga negatif (tidak terbatas dalam tanda).

Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian persoalan program linier (Linear Programming) adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal berikut ini:

1. Berusaha memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linier dari variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.

2. Harga/besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi suatu set pembatas.Setiap pembatas harus merupakan persamaan linier atau ketidaksamaan linier.

3. Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.

Model Program linier

Model merupakan suatu representasi atau formalisasi, dalam bahasa tertentu (yang disepakati) dari suatu system nyata. Pengembangan model adalah suatu usaha untuk memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih didalam beberapa aspek. Pengembangan model biasanya menggunakan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:

1. Elaborasi

Pengembangan model dimulai dengan yang sederhana dan secara bertahap dielaborasi sehingga diperoleh model yang representatif. Penyederhanaan dilakukan dengan menggunakan

(49)

system asumsi yang ketat yang tercermin pada jumlah, sifat dan relasi variabel-variabelnya.Tetapi asumsi yang dibuat tetap harus memenuhi persyaratannya yakni konsistensi, indefendensi, ekuivalensi dan relevansi.

2. Sinektik

Adalah metode yang dibuat untuk mengembangkan pengenalan masalah-masalah secara logis. Sinektik yang mengacu pada penemuan kesamaan-kesamaan akan membantu analis membuat penggunaan satuan analogi yang kreatif dalam mengembangkan suatu model. Banyak studi menunjukkan bahwa orang seringkali gagal mengenali bahwa apa yang tampak menjadi masalah baru pada kenyataannya secara tersembunyi merupakan hal yang sama dan dapat didekati melalui model yang sudah ada.Karena itu, pengembangan model dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip, hukum, teori, aksioma, dan dalil yang sudah dikenal secara luas tetapi belum pernah digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.Sinektik didasarkan pada asumsi bahwa kesadaran mengenai hubungan yang identik atau mirip diantara masalah system nyata dalam skala besar akan meningkatkan kapasitas pemecahan masalah dari seorang analis. 3. Iteratif

Pengembangan model bukanlah proses yang bersifat mekanistik dan linier. Oleh karena itu dalam tahap pengembangannya mungkin saja dilakukan pengulangan atau penijauan-peninjauan kembali (iteratif).Ada tiga komponen utama prinsip iteratif ini,yaitu, pengembangan model awal atau dugaan, langkah-langkah atau aturan yang harus ditempuh supaya dapat diperoleh model yang memadai, dan ukuran kompleksitas model sebagai titik akhir dimana kita menghentikan proses iteratif.

Program linier merupakan salah satu metodologi, yang merupakan suatu urutan proses dan prosedur yang disusun secara sistematik dan sebagai suatu kesatuan yang akan menghasilkan sesuatu (solusi, keputusan,

(50)

model, dll) yang telah direncanakan untuk diperoleh.

Menurut klasifikasi fungsi model, program linier merupakan suatu model normative yang memberikan jawaban terbaik dari alternatif yang ada terhadap sebuah masalah. Model ini memberikan aturan dan rekomendasi untuk langkah-langkah atau tindakan yang dapat diambil untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa keuntungan (nilai).

Masalah model normatife biasanya berbentuk penemuan nilai-nilai dari variabel-variabel yang dapat dikendalikan (variable keputusan) yang akan menghasilkan manfaat (nilai) yang paling besar seperti yang diukur oleh variabel hasil atau kriteria pencapaian tujuan. Kesulitan utama dari model ini adalah menentukan kriteria yang tepat untuk memilih jawaban terbaik. 2.5. Analisis Kemauan Untuk Membayar (Willingness To Pay)

Pengertian nilai atau value, khusus yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai sudut disiplin ilmu, Fauzi (2006).Dari sisi ekologi misalnya nilai dari hutan mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi spesies ikan tertentu atau untuk fungsi ekologis lainnya.Dari sisi tehnik, nilai hutan mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau banjir dan sebagainya. Perbedaan berbagai konsepsi nilai tersebut tentu akan menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu diperlukan suatu persepsi yang sama untuk menilai ekosistem tersebut. Salah satu tolok ukur yang relative mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama dari berbagai disiplin ilmu tersebut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Dengan demikian, mengunakan apa yang di sebut nilai ekonomi sumber daya alam.

Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang inggin mengorbankan barang/jasa lainnya, secara formal konsep ini disebut keinggin langsung membayar (willingness to pay) seseorang terhadap pengukuran nilai moneter barang dan jasa. Atau dalam bahasa yang sederhana berapa besar nilai rupiah yang mau di bayarkan oleh masyarakat untuk perbaikan sumber daya alam yang ada.

(51)

Untuk mengetahui nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan secara langsung dapat mengunakan metode Contingent Valuation Method (CVM). Metode Valuasi Kontingensi

Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method, CVM) menurut Anhar (2008) adalah cara perhitungan secara langsung, dalam hal ini langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay, WTP) kepada masyarakat, dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanan pada standar nilai uang. Metoda ini memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya. Dengan demikian nilai ekonomi suatu benda publik dapat diukur melalui konsep WTP.

Untuk mengukur WTP biasanya digunakan metode contingent valuation (CV). Menurut Husodo (2009 ) Metode CV telah banyak digunakan untuk mengukur WTP konsumen, khususnya untuk barang-barang yang bersifat non market goods, seperti peningkatan kualitas lingkungan (Carson and Mitchell, 1981) atau pengendalian polusi udara (Loehman and De, 1982).Metode CV juga banyak digunakan untuk mengevaluasi WTP untuk keamanan pangan. Meski terdapat beberapa metode ekonomi untuk melakukan valuasi non-market goods, CV dianggap sebagai metode yang paling tepat untuk mengukur nilai keamanan pangan (Buzby, et al., 1995). Para ekonom juga telah mengembangkan teknik CV untuk mengukur manfaat barang quasi public seperti udara dan peningkatan kualitas air, tempat rekreasi, ijin berburu, pengurangan resiko penyakit atau bahkan label sertifikasi barang dan jasa. Manfaat-manfaat tersebut didefinisikan sebagai penjumlahan willingness to pay (WTP) setiap individu terhadap adanya peningkatan kualitas lingkungan tertentu. Melalui teknik CVM seseorang akan ditanya kesanggupan dan berapa rupiah yang sanggup ia bayarkan terhadap barang-barang non-market. Wan dan Wang (1996) menggunakan CVM untuk mengestimasi WTP konsumen terhadap sertifikasi keamanan pangan. Misra et al. (1991) dan Weaver et al. (1992) menggunakan harga premiun untuk melakukan survey WTP terhadap produk bebas residu. Prosedur paling penting dalam penggunaan CVM adalah penyusunan kuesioner dan prosedur survey (Haab and McConnell, 2001). Metode CV menggunakan survey dimana responden ditanya

(52)

tentang berapa banyak yang sanggup dia bayar jika ada perubahan kondisi dari suatu sumberdaya lingkungan atau perbaikan jasa yang akan dirasakan manfaatnya oleh responden dalam situasi hipotetis (Diamond, et. al., 1993; Haab and McConnell, 2001). Awalnya metode CV banyak menggunakan pertanyaan open ended questiorn seperti, "Berapa jumlah maksimum yang sanggup anda bayar?". Namun akhir-akhir ini, dalam metode CV banyak digunakan cara cara lain semacam iterative bidding, payment cards, dan dichotomous choice questions (Boyle and Bishop,1988).

Kuesioner CVM meliputi empat bagian, yaitu :

1) Penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian benda publik,

2) Jenis kesanggupan dan alat pembayaran 3) Pertanyaan tentang WTP yang diteliti

4) Pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun kuisioner, terlebih dahulu dibuat skenario-skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotetis, benda publik yang menjadi obyek pengamatan. Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotetis menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli.

Tahap-tahap Studi CVM

Menurut Fauzi (2006), implementasi CVM dapat dipandang menjadi lima tahap pekerjaan, yaitu :

1) membangun pasar hipotetis

2) memunculkan/menghasilkan nilai tawaran (bid) 3) menduga nilai rata-rata WTP

4) menduga kurva nilai tawaran (bid curve) 5) evaluasi penggunaan CVM.

Dari lima tahapan tersebut, hanya tiga tahap yang dilakukan dalam Penelitian ini,yaitu, membangun pasar hipotetis,memunculkan Nilai tawaran,dan menduga nilai rata-rata WTP.

(53)

Membangunan sebuah pasar hipotetis bagi jasa lingkungan yang dipertanyakan adalah tahap pertama yang harus dilakukan dalam studi CVM. Skenario kegiatan harus diuraikan secara jelas dalam instrumen survai (kuesioner) sehingga responden dapat memahami benda lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Kuesioner yang digunakan juga harus menguraikan apakah semua konsumen akan membayar sejumlah harga tertentu jika perubahan lingkungan jadi dilaksanakan, serta bagaimanakah uang bayaran tersebut dikelola. Selain itu, kuesioner juga harus menjelaskan bagaimanakah keputusan tentang dilanjutkan atau tidaknya rencana kegiatan tersebut.

Tahap 2 (dua) : Penentuan nilai tawaran (bid)

Setelah kuesioner selesai dibuat, maka kegiatan survei dapat dilakukan dengan wawancara secara langsung (tatap muka) dengan responden, melalui teplepon, atau melalui e-mail. Wawancara melalui telepon sebaiknya merupakan alternative terakhir karena penyampaian informasi benda lingkungan melalui telepon dinilai agak sulit, terutama karena keterbatasan waktu.Survei melalui surat sering

digunakan, tetapi seringkali mengalami bias dari jawaban yang

diterima.Wawancara menggunakan petugas yang terlatih akan menghasilkan jawaban yang memadai,tetapi perlu juga diwaspadai bias yang mungkin terdapat pada petugas yang melaksanakan wawancara.

Dalam kuesioner, setiap individu ditanya mengenai nilai uang yang bersedia dibayarkan atau besaran prosentase yang mau dibayarkan berdasarkan nilai lahan yang dimiliki (nilai WTP) agar peningkatan kualitas lingkungan jadi dilaksanakan (atau nilai WTP untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan). Untuk mendapatkan nilai tersebut dapat dicapai melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Bidding game Nilai tawaran mulai dari nilai terkecil diberikan kepada b. Responden hingga mencapai nilai WTP maksimum yang bersedia

dibayarkan responden

c. Closed-ended referendum Sebuah nilai tawaran tunggal diberikan kepada responden, baik untuk responden yang setuju ataupun yang tidak setuju dengan nilai tersebut (jawaban ya atau tidak)

d. Payment Card (kartu pembayaran) : Suatu kisaran nilai disajikan pada sebuah kartu yang mungkin mengindikasikan tipe pengeluaran responden terhadap jasa publik yang diberikan

(54)

e. Open-ended question(pertanyaan terbuka). Setiap responden ditanya maksimum WTP yang bersedia dibayarkan dengan tidak adanya nilai tawaran yang diberikan. Namun dengan cara ini responden sering mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, khususnya jika tidak memiliki pengalaman mengenai nilai perdagangan komoditas yang dipertanyakan.

Tahap tiga : Perhitungan nilai rata-rata WTP

Setelah nilai tawaran WTP didapatkan maka rata-rata nilai WTP dapat dihitung. Ukuran pemusatan yang digunakan adalah nilai tengah dan/atau median. Nilai median tidak dipengaruhi oleh nilai tawaran ekstrim, namun hampir selalu lebih rendah dibandingkan dengan nilai tengah. Pada tahap ini nilai tawaran yang tidak lazim ( protest bid) diabaikan dari perhitungan. Keputusan harus diambil tentang bagaimana mengidentifikasi dan memperlakukan pencilan (outlier), yaitu nilai tawaran yang ekstrim.

Rata-rata nilai tawaran WTP akan lebih mudah dihitung jika model pertanyaan dilakukan melalui pendekatan kartu pembayaran (payment card), pertanyaan terbuka, atau bidding game. Namun jika pertanyaannya menggunakan pendekatan pertanyaan tertutup (closed-ended referendum), maka perhitungan logit yang berhubungan dengan kemungkinan jawaban “Ya” untuk setiap jumlah yang diberikan harus diestimasi.

2.6. Proses Hierarki Analitik

Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Bussiness pada tahan 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Prinsip kerja AHP adalah penyerderhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variable diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang

(55)

lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variable yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal atau sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons).Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan atau pairwise, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif.

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.

Ide dasar prinsip kerja AHP adalah sebagai berikut : • Penyusunan Hierarki

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.Struktur hierarki yang disusun memiliki suatu tujuan atau disebut juga dengan goal yang akan dicapai. Selain itu hierarki tersebut memiliki kriteria-kriteria yang akan membandingkan alternatif-alternatif yang memang akan dibandingkan.

• Penilaian Kriteria dan Alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik

(56)

dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel.1 Kriteria Penilaian Alternatif

NILAI KETERANGAN

1 Alternatif A sama penting dengan alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A.

Ada berbagai cara untuk menentukan tingkat kepentingan kriteria atau alternatif tersebut, antara lain adalah :

- Menentukan bobot secara sembarang.

- Membuat skala interval untuk menentukan ranking setiap kriteria.

- Menggunakan prinsip kerja AHP, yaitu perbandingan berpasangan (pairwise comparison), tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dapat dinyatakan dengan jelas.

• Penentuan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons).Nilai-nilai perbandingan relative kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.

(57)

• Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

(58)

Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, Propinsi Banten.Proses penelitian dimulai dengan pengumpulan data, analisis dan diakhiri dengan penyusunan tesis, pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2012.

Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6º6' Lintang Utara sampai dengan 6º13’ Lintang Selatan dan 106º36' Bujur Timur sampai dengan 106º42' Bujur Timur. Batas-batas wilayah penelitian adalah:

 Sebelah utara, berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang.

 Sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, dan Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.

 Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta.

 Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Secara rinci, posisi geografis wilayah Kota Tangerang disajikan pada Gambar 2.

(59)

3.2. Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU No. 26 Thn. 2007 tentang Tata Ruang, UU No. 12 Thn. 1994 tentang PBB, Peraturan Mentri PU No. 05 Thn.2008 tentang Pedoman penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan Daerah Kota tangerang No. 7 Thn. 2001 tentang IMB, kusioner,peta Penutupan Lahan Kota Tangerang, sedangkan alat yang digunakan komputer dan kelengkapannya, software seperti Excel, Solver Parameter, Expert Choice.

3.3. Metode Penelitian

Tahapan penelitian dalam penelitian ini mengikuti seperti yang ada dalam bagan alur penelitian seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alur Penelitian

Pengendalian Melalui IMB dan PBB

-Harga Lahan -% kemauan

Membayar untuk masing- masing klasifikasi

lahan untuk IMB & PBB

Willingnes To Pay (WTP) α 1 β 1 α 2 β 2 α 3 β 3 α 4 β 4 RTH 30 % Terdistribusi Merata Bentuk dan Lembaga Pengelola RTH

Pengelola RTH Bentuk RTH AHP Optimasi Program Linear RTH Terdistribusi Tidak Merata Penutupan Lahan Aktual Penerimaan PEMDA

Gambar

Diagram Bobot Prioritas Bentuk  RTH Kawasan …………………….
Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang
Gambar 3. Bagan Alur Penelitian
Gambar 4. Struktur Hierarki Bentuk dan Pengelola RTH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 butir 28 KUHAP, yang menyatakan ZÁ U ^ < eterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kinerja guru dalam aspek tindak lanjut pembelajaran sebagian besar berada pada kategori tinggi (61,2%), sedangkan yang

Kesimpulan dari uji Post Hoc pada kelompok perlakuan MHIR dan MHIS tidak terdapat perbedaan / pengaruh yang bermakna terhadap mencit hamil yang di latih dengan

Etelä-Karjalan ja Kymenlaakson liikenteen päästöt ilmaan on kirjattu taulukkoon 5 liikennemuodoittain sekä kuntakohtaiset päästöt liitteeseen 5.. Tietransito sisältää

Taksonomi dari kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa

Ruang lingkup kerjasama adalah PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA mengikatkan diri untuk memberikan pelayanan kesehatan terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan hak

Penelitian tentang corporate governance , kualitas laba, dan nilai perusahaan telah dilakukan oleh Hamonangan dan Mas’ud (2006), yang dilakukan. pada semua perusahaan