xi DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii
HALAMAN PERSYARATAN GELAR ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN... iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... vi
HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 10 1.3. Tujuan Penelitian ... 10 1.3.1. Tujuan Umum ... 10 1.3.2. Tujuan Khusus ... 10 1.4. Manfaat Penelitian ... 11 1.4.1. Manfaat Teoritis ... 11 1.4.2. Manfaat Praktis ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
2.1. Pengertian Kecepatan ... 12
2.2. Macam-macam Kecepatan ... 15
2.3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan ... 17
2.4. Pengukuran Kecepatan ... 22
xii
2.6. Analisis Gerakan Kecepatan Lari 100 Meter ... 29
2.7. Pengertian Daya Ledak ... 31
2.8. Macam- Macam Daya Ledak ... 34
2.9. Cara Mengukur Daya Ledak Otot Tungkai ... 35
2.10. Perinsip Prinsip Latihan Kecepatan ... 36
2.11. Metode Latihan Lari Cepat 100 Meter ... 40
2.12. Sistem Energi Latihan Lari Cepat 100 Meter ... 45
2.13. Terbentuknya Asam Laktat Dalam Aktivitas Lari 100 Meter ... 51
2.14. Pengaruh Asam Laktat Terhadap Kelelahan Pelari 100 Meter ... 53
BAB III. KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS... 59
3.1. Kerangka Berpikir ... 59
3.2. Kerangka Konsep ... 61
3.3. Hipotesis Penelitian ... 62
BAB IV. METODE PENELITIAN ... 63
4.1. Rancangan Penelitian ... 63
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64
4.3. Populasi dan Sampel ... 64
4.3.1. Populasi Target ... 64
4.3.2. Populasi Terjangkau ... 64
4.3.3. Sampel ... 65
4.3.4. Besar Sampel ... 65
4.3.5. Teknik Penentuan Sampel ... 68
4.4. Variabel Penelitian ... 69
4.4.1. Identivikasi Variabel ... 69
4.4.2. Klasifikasi Variabel ... 69
4.4.3. Hubungan antara Variabel ... 70
4.4.4. Definisi Oprasional ... 70
4.5. Bahan dan Instrumen Penelitian ... 76
4.6. Alur Penelitian ... 79
4.7. Prosedur Penelitian ... 80
xiii
BAB V. HASIL PENELITIAN ... 98
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 98
5.2 Kondisi Lingkungan Penelitian ... 100
5.3 Uji Normalitas dan Uji Komparabilitas Data Kecepatan Lari 100 Meter, Daya Ledak Otot Tungkai dan Kadar Asam Laktat Darah Sebelum dan Sesudah Perlakuan ... 103
5.4 Uji Beda Rerata Kecepatan Lari 100 Meter antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Eksperimen pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 105
5.5 Uji Beda Rerata Daya Ledak Otot Tungkai antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Eksperimen pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 106
5.6 Uji Beda Rerata Kadar Asam Laktat Darah antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Eksperimen pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 107
BAB VI PEMBAHASAN ... 109
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 109
6.2 Kondisis Lingkungan Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 115
6.3 Perbedaan Antara Pelatihan Lari Acceleration Sprint dengan Pelatihan Lari modifikasi Acceleration Sprint Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 119
6.4 Perbedaan Antara Pelatihan Lari Acceleration Sprint dengan Pelatihan Lari modifikasi Acceleration Sprint Terhadap Daya Ledak Otot Tungkai Pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 123
6.5 Perbedaan Antara Pelatihan Lari Acceleration Sprint dengan Pelatihan Lari modifikasi Acceleration Sprint Terhadap Kadar Asam Laktat Darah Pemulihan Pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 126
6.6 Kebaharuan Penelitian ( Novelty ) ... 131
6.7 Keterbatasan Penelitian ... 132
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 133
7.1 Simpulan ... 133
7.2 Saran ... 134
DAFTAR PUSTAKA ... 135
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Penelitian ... 67 Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Karakteristik Fisik Subjek Penelitian
Menurut Umur, Tinggi Badan , Berat Badan, IMT, DNI dan Waktu tempuh Lari 2,4 Km Mahasisw FPOK IKIP PGRI
Bali ... 98 Tabel 5.2 Hasil Uji Beda Rerata Karakteristik Fisik Subjek Penelitian
Menurut Umur, Tinggi Badan , Berat Badan, IMT, DNI dan Waktu tempuh Lari 2,4Km Mahasiswa FPOK IKIP
PGRI Bali ... 99 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Kondisi Lingkungan
Penelitian di stadion Ngurah Rai Denpasar ... 101 Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Rerata Kondisi Lingkungan Penelitian di
stadion Ngurah Rai Denpasar ... 102 Tabel 5.5 Hasil Uji Normalitas Data Sebelum Perlakuan Mahasiswa
FPOK IKIP PGRI Bali ... 103 Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas Data Sesudah Perlakuan Mahasiswa
FPOK IKIP PGRI Bali ... 104 Tabel 5.7 Hasil Uji Beda Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
Sebelum Perlakuan Pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali .... 104 Tabel 5.8 Hasil Uji Beda Rerata Kecepatan Lari 100 Meter antara
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksprimen Sesudah
Perlakuan pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 105 Tabel 5.9 Hasil Uji Beda Rerata Daya Ledak Otot Tungkai antara
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksprimen Sesudah
Perlakuan pada Mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali ... 107 Tabel 5.10 Hasil Uji Beda Rerata Kadar Asam Laktat Darah antara
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksprimen Sesudah
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Analisis Struktur Prestasi Lari Jarak Pendek ... 21
Gambar 2.2. Posisi Strat dari samping dan depan saat aba aba “Bersedia” ... 24
Gambar 2.3. Posisi Strat dari samping saat aba aba “Siap” ... 25
Gambar 2.4. Posisi Strat dari samping saat aba-aba “Yak” ... 25
Gambar 2.5. Urutan Gerakan pada Tahap Topang dan Dorong ... 27
Gambar 2.6. Rangkaian Gerakan Langkah Berlari ... 28
Gambar 2.7. Teknik Finis Lari Jarak Pendek ... 29
Gambar 2.8. Tahap Lari 100 Meter ... 30
Gambar 2.9. Lintasan Lari Accelaration Sprint ... 42
Gambar 2.10. Lintasan Lari modifikasi Accelaration Sprint ... 44
Gambar 2.11.Reaksi Pembentukan Asam laktat ... 52
Gambar 3.1. Konsep Penelitian ... 61
Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian ... 63
Gambar 4.2. Hubungan Antara Variabel... 70
Gambar 4.3. Lintasan Lari Accelaration Sprint ... 71
Gambar 4.4. Lintasan Lari Modifikasi Accelaration Sprint ... 73
Gambar 4.5. Alur Penelitian ... 79
Gambar 4.6. Peregangan Leher dan Bahu ... 85
Gambar 4.7. Peregangan Lengan dan Bahu ... 85
Gambar 4.8. Peregangan Lengan dan Tubuh Bagian Samping ... 86
Gambar 4.9. Peregangan Punggung Bawah,Pinggul dan Paha belakang .... 87
Gambar 4.10. Peregangan soleus dan Daerah Tendon Achilles ... 88
Gambar 4.11. Peregangan soleus dan Daerah Tendon Achilles ... 88
Gambar 4.12. Peregangan Pinggul dan Paha Depan ... 89
xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
ADP : Adenosin diphosfat ADP : Adenosine diphosphate
AL : Asam Laktat
ATP : Adenosine triphosfat
BB : Berat Badan
Cm : Centimeter
CO2 : Karbon dioksida
CP : Creatin phospat
dkk : dan kawan kawan
dt : detik
f ( ∝, 𝛽 ) : Faktor untuk peluang kesalahan
gr : Gram
H2O : Air
IMT : Indek Masa Tubuh
Kg : Kilogram
KLP : Kelompok
KTP : Kartu Tanda Penduduk m : Massa
m/dt : meter per detik mM : milimol
mM/L : milimol per liter n : Jumlah sampel
O : Observasi
P : probabilitas
P : Populasi
PGRI : Persatuan Guru Republik Indonesia PH : Tingkat keasaman RS : Random Sampling S : Jarak S : Sampel Sig : signifikan t : Waktu TB : Tinggi Badan Th : Tahun V : Kecepatan
Wita : Waktu Indonesia Tengah α : alpha β : beta % : per seratus < : lebih kecil > : lebih besar µ : mu
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etika ( Ethical Clearence) ... 147
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian ... 148
Lampiran 3. Inform Consent ... 152
Lampiran 4. Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian ... 156
Lampiran 5. Surat Pernyataan Bukan Plagiat ... 158
Lampiran 6. Data Karakteristik Fisik Subjek Penelitian... 159
Lampiran 7. Data Kondisi lingkungan ... 160
Lampiran 8. Data Hasil Penelitian ... 161
Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Karakteristik Subjek Penelitian ... 162
Lampiran 10. Hasil Analisis deskriptip Suhu lingkungan ... 165
Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas Data Pretes dan Posttest Kecepatan Lari 100 meter, Daya Ledak Otot Tungkai dan Kadar Asam Laktat Darah ... 170
Lampiran 12. Hasil Uji Independen Kecepatan Lari 100 Meter, Daya Ledak Otot Tungkai dan Kadar Asam Laktat Darah ... 173
Lampiran 13. Gambar Lintasan Modifikasi Lari Acceleration Sprint .... 174
Lampiran 14. Gambar Alat Ukur Penelitian ... 175
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atletik merupakan cabang olahraga yang dasar gerakanya tersusun dari aktivitas fisik alamiah yang melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari. Seperti gerak berjalan, berlari, melompat, dan melempar. Atletik disebut juga ibu dari cabang-cabang olahraga karena pola gerakan berlari, melompat dan melempar adalah gerakan-gerakan dasar pada sebagian besar gerakan yang dilakukan oleh atlet pada berbagai cabang olahraga. Atletik adalah salah satu cabang olahraga yang paling tua di dunia dan telah dipertandingkan dalam Olympiade Kuno (Parwata, 2008). Kemampuan atletik sangat mempengaruhi kualitas gerak dasar yang dihasilkan pada setiap aktivitas pada berbagai cabang olahraga (Sidik, 2010). Cabang atletik selalu dipertandingkan pada kegiatan olahraga baik pada PON maupun Olimpiade. Cabang atletik terbagi menjadi empat nomor pertandingan yaitu: nomor lari, nomor jalan, nomor lempar, dan nomor lompat.
Nomor lari 100 meter merupakan nomor yang sangat bergengsi. Persaingan prestasi pada lari 100 meter sangat ketat, dimana prestasi atlet-atlet Bali belum dapat bersaing ditingkat nasional. Oleh karena itu usaha pencapaian prestasi nomor lari 100 meter menjadi suatu tantangan untuk segera dipecahkan dengan metode pelatihan yang berdasarkan ilmu penggetahuan untuk mencapai prestasi, mengingat adanya keterbatasan kecepatan lari atlet yang dipengaruhi oleh komponen biomotorik. Komponen biomotorik kecepatan lari
2 sangat terbatas, dengan persentase peningkatan kecepatan lari hanya mencapai 20-30% (Nossek, 1982).
Usaha untuk meningkatkan prestasi atlet pada lari 100 meter dapat dilakukan dengan latihan secara intensif, sehingga prestasi yang optimal dapat dicapai. Mengingat prestasi tidak hanya berasal dari faktor bakat, namun dipengaruhi oleh faktor latihan yang dilakukan. Pelatihan merupakan proses di mana seorang atlet dipersiapkan untuk memiliki performa yang tinggi (Bompa dan Haff, 2009). Ada empat aspek pelatihan yang perlu diberikan pada proses pelatihan, yakni: fisik, teknik, taktik, dan mental (Giriwijoyo,dkk., 2005). Namun demikian, aspek latihan fisik merupakan prioritas utama dibandingkan dengan aspek yang lainnya. Aspek latihan fisik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi fisik atlet, sedangkan komponen biomotorik dasar yang mencakup kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelentukan dan koordinasi (Tengkudung dan Puspitorini, 2012).
Program pelatihan untuk meningkatkan kecepatan atlet harus memperhatikan metode latihan yang diterapkan dan sistem energi yang diperlukan. Pada aktivitas lari 100 meter dengan waktu tempuh kurang dari 30 detik, sistem energi yang dipergunakan adalah adinosine triphosat- creatin phosphate ( ATP-PC), dimana dalam 5 sampai dengan 6 detik pertama dari latihan maksimal ini berhubungan dengan jalur sumber utama produksi adinosine triphosat (ATP). Berkurangnya creatin phosphate (PC) terjadi dalam waktu 10 detik dari latihan fisik yang intensif. Oleh karena itu, jalur creatin phosphate (PC) sangat penting selama sprint 100 meter (Facey, dkk., 2013), sedangkan menurut Fox dalam Mulyanto (2005) pelatihan acceleration sprint adalah bentuk pelatihan
3 dengan peningkatan secara perlahan kecepatan berlari mulai dari jogging, diteruskan lari langkah lebar (strading) dan kemudian diteruskan dengan lari cepat (sprinting). Menurut Harsono (1996), acceleration sprint adalah lari dengan peningkatan kecepatan secara bertahap mulai dari lari lambat kemudian semakin lama makin cepat. Kecepatan berlari secara bertahap meningkat dari jogging, kemudian melangkah panjang, dan diakhiri berlari pada kecepatan maksimum. Masing-masing komponen panjangnya 50 meter (Oxford, 2013). Acceleration sprint merupakan bentuk latihan yang sesuai untuk membentuk kecepatan dan daya ledak otot tungkai, dengan menggunakan sistem energi latihan berupa adinosine triphosat- creatin phosphate (ATP-PC). Bentuk pelatihan lari acceleration sprint dengan sifat progresif percepatan berlari dapat mengurangi risiko cedera otot (Oxford, 2013).
Komponen biomotorik yang paling dominan dalam lari 100 meter adalah kecepatan dan daya ledak otot tungkai. Kecepatan lari ditentukan oleh dua aspek, yaitu panjang langkah dan frekuensi langkah (Pradana dan Wahyudi, 2010). Panjang langkah berpengaruh 90 % terhadap kecepatan maksimum individu (Nummela, dkk., 2007). Kecepatan lari selalu dihasilkan dari langkah panjang dan frekuensi langkah (Delecluse, dkk., 1998; Bezodis, 2012). Menurut Shen (2000), panjang langkah dan frekuensi langkah merupakan faktor penting yang mempengaruhi penampilan dari atlet lari 100 meter. Jadi seorang sprinter yang mempunyai tungkai yang panjang akan memiliki langkah yang lebih panjang, sedangkan frekuensi langkah (stride frequency) dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan atlet tersebut setiap melakukan tolakan ketika berlari (Yudhana, 2014). Kondisi ini dibutuhkan karena pada saat pertandingan, seorang
4 pelari harus dapat belari dengan secepat–cepatnya untuk sampai garis finish (Suryanto, 2008). Jadi dapat dikatakan bahwa kecepatan seorang sprinter merupakan kombinasi dari panjang langkah dan frekuensi langkah yang dihasilkan (Yudhana, 2014). Terdapat hubunggan antara panjang langkah dan frekuensi langkah untuk memaksimalkan kecepatan lari fase yang berbeda pada lari 100 meter (Mackala, dkk., 2015).
Menurut Krzyztof dan Mero (2013), kecepatan berlari dapat didefinisikan banyaknya frekuensi dan panjang langkah. Parameter ini berhubungan dengan rasio optimal yang memungkinkan kecepatan berlari secara maksimal. Peningkatan kecepatan dapat dicapai dengan peningkatan panjang langkah atau frekuensi langkah. Meningkatkan panjang langkah atau frekuensi langkah secara bersamaan tergolong sulit dilakukan, karena terjadi saling ketergantungan. Oleh karena itu peningkatan salah satu faktor saja sudah dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan lari, selama faktor lainnya tidak mengalami penurunan secara proporsional sama atau lebih besar (Krzyztof dan Mero, 2013). Untuk meningkatan kecepatan lari 100 meter maka dapat dilakukan dengan bentuk pelatihan yang menekankan pada panjang langkah atau frekuensi langkah. Sebagai upaya peningkatan prestasi lari 100 meter, diperlukan rekayasa terhadap bentuk latihan lari 100 meter. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, kecepatan dapat terbentuk dari panjang langkah dan frekuensi langkah, namun tidak dapat ditingkatkan secara bersama. Maka dalam penelitian ini peningkatan kecepatan dengan menekankan pada panjang langkah dan frekuensi langkah
5 Metode pelatihan lari acceleration sprint merupakan metode latihan untuk meningkatkan kecepatan(Ambara, 2011). Dimana metode pelatihan lari acceleration sprint membagi lintasan latihan menjadi tiga bagian, yaitu dimulai dari lari jogging 50 meter, dilanjutkan lari agak cepat atau lari langkah panjang 50 meter dan bagian lari cepat sejauh 50 meter (Said, 2012). Jarak tempuh pelatihan lari acceleration 150 meter menurut Fox dalam Mulyanto (2005), jarak tempuh yang biasa dilakukan antara 45- 110 meter (50- 120 yard). Pada metode ini terjadi perbedaan mekanisme untuk melaksanakan pelatihan lari acceleration sprint, di mana pendapat pertama menyebutkan bahwa perlu penekankan lari agak cepat, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa perlu menekanan lari dengan langkah panjang. Pada pelatihan lari acceleration sprint juga tidak diberikan informasi yang jelas terkait berapa panjang langkah yang harus digunakan, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh ukuran panjang langkah yang optimal. Sebagai upaya penyempurnaan metode pelatihan lari acceleration sprint perlu penelitian lebih lanjut guna menetapkan ukuran dari panjang langkah maksimal yang dikaitkan dengan tinggi badan atlet.
Bentuk latihan dalam olahraga merupakan beban yang harus diterima oleh fisik. Latihan merupakan salah satu stressor fisik yang dapat mengganggu homeostatis tubuh (Widiyanto, 2007). Latihan yang tidak menggunakan prinsip- prinsip dasar latihan, menyebabkan gangguan pada proses adaptasi. Pembebanan latihan yang berat dan tidak mampu ditolelir menyebabkan terganggunya keseimbangan tubuh atau homeostatis, yang dapat berpengaruh terhadap kerusakan jaringan otot secara umum. Pelatihan fisik yang berlebihan
6 dapat berefek buruk pada kondisi homeostasis tubuh, yang akhirnya berpengaruh juga terhadap sistem kerja organ tubuh ( Indah, 2013).
Suatu cara untuk mengetahui efek dari pelatihan, dapat dilakukan dengan mengukur kadar asam laktat darah. Laktat adalah salah satu parameter yang menunjukan kemampuan otot untuk kinerja atlet (Kaya, 2013). Pengukuran kadar asam laktat darah merupakan salah satu parameter yang penting dalam mengetahui kinerja bioenergetik otot (Bahri, dkk., 2007). Pengukuran kadar laktat penting dilakukan dalam sains olahraga untuk mengetahui ketahanan atlet selama latihan dan persiapan menghadapi kompetisi (Purnomo, dkk., 2012). Berkaitan dengan kemampuan otot untuk bekerja maksimal selama berolahraga untuk menjaga keharmonisan dan keseimbangan energi yang dibutuhkan selama aktivitas olahraga tersebut. Asam laktat merupakan indikator kelelahan (Bahri, dkk., 2009).
Kelelahan otot dapat bersifat lokal maupun menyeluruh (Sarifin, 2010). Kelelahan suatu fenomena fisiologis, suatu proses terjadinya keadaan penurunan toleransi terhadap kerja fisik. Kelelahan otot membatasi kinerja otot (Sarifin, 2010). Kelelahan otot adalah kemampuan otot yang mengalami penurunan kemampuan kontraksi, karena suplai oksigen dalam sel otot menurun. Penurunan suplai oksigen akan mengakibatkan adinosine triphosat (ATP), yang dibutuhkan untuk tenaga kontraksi tidak dapat disintesis (Afriwardi dan Rezki, 2008). Aktivitas fisik yang dilakukan dengan menggunakan sistem energi utama an-aerobik akan dapat merangsang produksi laktat, sehingga kadar laktat akan meningkat baik laktat dalam otot maupun dalam darah. Peningkatan kadar asam laktat, dapat mempengaruhi kemampuan kerja maksimal serabut otot,
7 menurunkan kinerja fisik dan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kelelahan (Sugiharto dan Sumartiningsih, 2012). Dengan demikian, terdapat hubungan yang jelas antara produksi laktat dan kelelahan otot (Facey, dkk., 2013)
Bila kondisi ini terjadi, atlet akan mengalami kelelahan yang berlebih, akhirnya akan menghambat pencapaian prestasi. Asidosis intraseluler terutama karena akumulasi asam laktat telah dianggap sebagai penyebab paling penting dari kelelahan otot rangka (Westerblad, dkk., 2002). Akumulasi sejumlah besar asam laktat dalam darah merupakan salah satu penyebab kelelahan (Rashidi,dkk., 2013). Menurut Taoutaou dalam Gharbi, dkk ( 2014), puncak asam laktat pasca-latihan tercapai sekitar tiga menit ketika ada pemulihan aktif dilakukan.
Asam laktat merupakan indikasi kelelahan, yaitu suatu hasil sampingan dari metabolisme pembentukan energi (Bahri, dkk., 2009). Asam laktat yang berlebihan mengganggu kontraksi otot dan kompabilitas metabolisme. Asam laktat dan tingginya tingkat karbondioksida yang dihasilkan dalam usaha yang berat dikaitkan dengan kesukaran bernapas, kelelahan dan ketidaknyamanan (Rosdiani, 2012). Peningkatan asam laktat yang diikuti oleh peningkatan CO2 dapat mengganggu kontraksi otot (Sharkey, 2011).
Oleh karena itu perlu pengoptimalan pemulihan dari percepatan metabolisme laktat oleh organ yang menetralisir (Hartono, dkk., 2012). Cairan ekstraseluler berfungsi sebagai pengangkut hasil metabolisme ke hati untuk segera didaur ulang sebagai sumber energi, sehingga asam laktat dalam darah menurun (Darwis, dkk., 2007). Sedangkan dilihat dari perubahan biokimia, meningkatnya kadar asam laktat dalam otot dan darah akan mengakibatkan terjadinya perubahan
8 pH darah menjadi asam (Purnomo, 2011). Pemecahan glikogen menyebabkan akumulasi asam anorganik, yang secara kuantitatif meningkatkan asam laktat. Karena asam laktat adalah asam kuat, itu terdisosiasi menjadi laktat dan ion laktat akan memiliki sedikit efek pada kontraksi otot, namun mengurangi pH atau asidosis adalah penyebab klasik kelelahan otot rangka (Westerblad, dkk., 2002). Akumulasi laktat dapat berkontribusi terhadap kinerja fisik melalui gangguan keseimbangan asam basa dalam otot rangka selama latihan (Todd, 2014).
Dalam keadaan istirahat, di dalam darah manusia konsentrasi asam laktat sekitar 0,9- 1,0 mMol/l. Apabila diberikan beban latihan fisik yang semakin meningkat intensitasnya, maka konsentrasi asam laktat akan meningkat seiring dengan meningkatnya denyut jantung /nadi (Suhantono, 1997). Konsentrasi laktat berada antara 5-10 mg atau 0,5-1mMol/L dalam situasi normal. Konsentrasi asam laktat pada individu terlatih selama istirahat berkisar 0,5-2,2 mMol/L (Kaya, 2013). Laktat dapat meningkat 1,6-8,3 mMol/L selama sprint 100 meter (Facey, dkk., 2013).
Aktivitas di lapangan menunjukkan bahwa peningkatan denyut jantung karena bertambahnya pembebanan, selalu diikuti dengan meningkatnya konsentrasi asam laktat darah. Hasil penelitian Bloomer dan Cole ( 2009) terhadap sekelompok laki-laki aktif pada latihan bench press, didapatkan peningkatan asam laktat antara sebelum dengan sesudah latihan. Pada penelitian ini, kadar asam laktat darah yang dihasilkan peserta pelatihan diukur dengan tujuan untuk mengetahui dan membandingkan bahwa latihan dapat menyebabkan akumulasi asam laktat yang besar. Menurut hasil penelitian Bahri, dkk., (2009) pada empat cabang olahraga dengan sampel empat sampai lima orang atlet
9 percabang dengan usia 14- 27 tahun. Hasil menunjukan kadar asam laktat sebelum latihan 40,13 ± 9,21mg/dL dan setelah latihan 276,77 ± 45,33 mg/dL. Penelitian perubahan kadar asam laktat darah dan performa anaerobik setelah recovery oksigen hiperbarik dan recovery aktif diperoleh kadar asam laktat darah berbeda bermakna antara kadar asam laktat darah prettest dan posttest dengan p< 0,05 (Hartono, dkk., 2012).
Berdasarkan penelitian (Ad,dien, 2010; Pradana, 2010) telah membuktikan hubungan panjang tungkai dan frekuensi langkah terhadap kecepatan lari, sehingga pada penelitian ini dilakukan pengembangkan pelatihan lari sprint guna mendapatkan metode latihan yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan lari, daya ledak otot tungkai, dan kadar asam laktat darah lebih rendah. Pelatihan modifikasi lari sprint ini juga memperhatikan sistem energi saat latihan, sehingga tujuan akhir dari modifikasi ini memperoleh model pelatihan yang dapat meningkatkan prestasi tanpa menimbulkan efek yang negatif terhadap perubahan fungsi tubuh, yaitu peningkatan kadar asam laktat darah yang tinggi.
Dari uraian di atas maka dibutuhkan bentuk pelatihan modifikasi lari acceleration sprint yang menekankan pada panjang langkah dan frekuensi langkah. Dengan demikian dapat berimplikasi terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter, peningkatan daya ledak otot tungkai, dan kadar asam laktat darah lebih rendah. Berdasarkan pemikiran tersebut maka penelitian pelatihan modifikasi lari acceleration sprint perlu diteliti lebih lanjut sebagai penyempurnaan terhadap pelatihan olahraga khususnya pada cabang atletik nomor lari 100 meter yang bertujuan peningkatan prestasi.
10 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pelatihan modifikasi lari acceleration sprint lebih meningkatkan kecepatan lari 100 meter daripada pelatihan lari acceleration sprint pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali?
2. Apakah pelatihan modifikasi lari acceleration sprint lebih meningkatkan daya ledak otot tungkai daripada pelatihan lari acceleration sprint pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali?
3. Apakah pelatihan modifikasi lari acceleration sprint kadar asam laktat darah lebih rendah daripada pelatihan lari acceleration sprint pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Untuk menemukan metode latihan yang lebih baik guna meningkatkan kecepatan lari 100 meter, daya ledak otot tungkai, dan kadar asam laktat darah lebih rendah pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk membuktikan pelatihan modifikasi lari acceleration sprint lebih baik meningkatkan kecepatan lari 100 meter daripada pelatihan lari acceleration sprint pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali
11 2. Untuk membuktikan pelatihan modifikasi lari acceleration sprint lebih baik meningkatkan daya ledak otot tungkai daripada pelatihan lari acceleration sprint pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali
3. Untuk membuktikan pelatihan modifikasi lari acceleration sprint kadar asam laktat darah lebih rendah daripada pelatihan lari acceleration sprint pada mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis untuk memperoleh konsep ilmiah tentang pelatihan modifikasi lari acceleration sprint meningkatkan kecepatan, daya ledak otot tungkai dan kadar asam laktat darah lebih rendah. Serta menemukan metode pelatihan yang tepat dalam peningkatan kecepatan, daya ledak otot tungkai dan kadar asam laktat darah lebih rendah.
1.4.2 Manfaat praktis
Secara praktis dapat dipergunakan sebagai pedoman oleh pelatih, guru olahraga, dan atlet serta masyarakat umum untuk diterapkan di lapangan dalam meningkatkan kecepatan, daya ledak otot tungkai,dan kadar asam laktata darah yang lebih rendah dalam aktivitas pelatihan olahraga di lapangan khususnya dalam nomor lari 100 meter putra.