• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Fisiologi Tumbuhan Acara 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Fisiologi Tumbuhan Acara 2"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara II

PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI

Disusun oleh

Nama : Muhammad Darussalam Teguh

NIM : 12696

Golongan : B4

Asisten Koreksi : Elisa Anggraini

Laboratorium Ilmu Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta 2014

(2)

ACARA 2

PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI AEROB

Pendahuluan

Respirasi merupakan salah satu contoh proses katabolisme, yaitu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Zat sumber energi dalam tubuh organisme terdiri atas zat – zat organik, seperti karbohidrat,lemak,protein,asam amino, dan lain – lain. Dari proses kimia tersebut , zat – zat organik diuraikan menjadi karbon dioksida dan air dengan membebaskan sejumlah energi yang akan digunakan untuk berbagai aktivitas kehidupan. Di dalam proses respirasi sel bahan bakarnya adalah gula heksosa. Pembakaran tersebut memerlukan oksigen bebas, sehingga reaksi keseluruhan dapat ditulis sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2 . Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen,respirasi dibagi menjadi dua yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob adalah respirasi yang memerlukan oksigen,sedang respirasi anaerob tidak memerlukan oksigen dalam proses respirasi berlangsung. Proses respirasi ini dipengaruhi oleh factor lingkungan dimana salah satunya adalah suhu. Oleh karena itu, pada praktikum pengaruh suhu terhadap laju respirasi aerob ini bertujuan mengetahui seberapa berpengaruhkah suhu dalam proses respirasi aerob.

Respirasi adalah proses metabolisme yang menyediakan energi untuk proses biokimia tanaman. Proses metabolisme melibatkan disintegrasi senyawa organik kompleks seperti gula, asam organik, asam amino, dan asam lemak menghasilkan molekul dengan berat molekul rendah dengan berikutnya produksi energi, ATP, yang pada gilirannya, berhubungan dengan pembebasan panas. Dengan kata lain, respirasi dapat dianggap sebagai proses metabolisme untuk kerusakan oksidatif organik substrat menjadi molekul sederhana seperti CO2 dan H2O dengan produksi energy. Selain itu, laju respirasi juga tergantung pada lingkungan penyimpanan, terutama dengan mempertimbangkan nya gas Komposisi kelembaban relatif dan suhu. Penurunan O2 konsentrasi serta peningkatan CO2 konsentrasi menyebabkan penurunan, naik tapi batas cetain, dalam laju respirasi buah-buahan dan sayuran. tingkat respirasi meningkat dengan kenaikan suhu karena suhu yang lebih tinggi mempercepat metabolisme buah-buahan dan sayuran. Suhu telah diidentifikasi sebagai faktor lingkungan utama yang mempengaruhi laju respirasi (Barbosa, 2011).

Karena respirasi memainkan peran sentral dalam metabolisme secara keseluruhan tumbuhan, dan ini, oleh karena itu, sering digunakan sebagai ukuran tingkat metabolisme. Terkendali atmosfer diterapkan untuk memperlambat metabolisme menilai, dan untuk memperpanjang umur penyimpanan buah-buahan. Mengurangi O2 dan peningkatan CO2 tingkat telah dianggap sebagai Alasan utama untuk efek menguntungkan pada

(3)

buah-buahan. Michaelis-Menten kinetika secara luas digunakan untuk menggambarkan hubungan antara O2 konsentrasi dan O2 Tingkat konsumsi : keseluruhan respirasi jalur diasumsikan ditentukan oleh satu membatasi laju reaksi enzimatik (Lammertyn, et al., 2001).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi terbagi dua, yaitu: 1) Faktor internal . Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, semakin banyak jumlah CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin cepat. Produk yang lebih kecil ukurannya mengalami laju respirasi lebih cepat daripada buah yang besar, karena mempunyai permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk-produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah, dan pada jaringan muda proses metabolisme akan lebih aktif 2) Faktor eksternal . Umumnya laju respirasi meningkat 2 - 2,5 kali tiap kenaikan 10°C. Pemberian etilen pada tingkat pra-klimaterik, akan meningkatkan respirasi buah klimaterik. Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran karena terjadi gangguan pada respirasinya (Pantastico, 1993).

Metodologi

Praktikum Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan acara 2 dengan judul Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi Aerob dilaksanakan pada hari Kamis,15 Maret 2014 bertempat di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah NaOH 0,2 N, larutan BaCL2, larutan HCl 0,1 N, larutan indikator phenopthalein, kecambah kacang hijau, dan kain kelambu serta tali. Alat yang diperlukan adalah 8 buah botol volume 250 ml, Erlenmeyer 125 ml,buret,dan lemari es.

Cara kerja dalam praktikum ini digunakan suhu dengan 4 aras atau perlakuan yaitu suhu 5o, 25o, suhu ruangan 30o, dan suhu rumah kaca 32o, masing-masing perlakuan suhu terdiri dari 2 botol berisi 50ml larutan NaOH 0,2 N. Satu botol diberi kecambah, dan satu botol tanpa kecambah sebagai perlakuan kontrol. Kecambah yang digunakan ditimbang seberat 5 gram, kemuadian setelah ditimbang kecambah dibungkus dengan kain kelambu dan diikat dengan tali. Kecambah dimasukkan ke dalam botol dan diatur agar kecambah tidak menyentuh NaOH. Semua botol ditutup dan diberi selotip agar kedap udara atau udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam botol. Pasangan botol dengan kecambah dan tidak dengan kecambah masing-masing diletakkan pada suhu kondisi perlakuan. Setelah 20 jam, botol berisi kecambah kacang hijau (kecambah dikeluarkan terlebih dahulu) maupun yang tidak pada masing-masing perlakuan di hitung jumlah CO2 yang dibebaskan dari

(4)

respirasi dengan cara titrasi. Pipet 10ml larutandari tiap botol dan dimasukkan kedalam erlenmeyer. 5ml BaCl2 dan 3 tetes phenopthalein ditambahkan sehingga warna akan menjadi merah jambu. Larutan tersebut kemudian di titrasi menggunakan titer HCl 0,1 N hingga warnanya hilang. Titrasi dilakukan dengan cara yang sama untuk semua perlakuan termasuk kontrol. Titrasi dilakukan sebanayk 3 kali ulangan. Jumlah CO2 yang dihasilkan dihitung dengan rumus : 11(X-Y) ml CO2/ berat kecambah (gram)/ 20 jam dimana X adalah volume HCl saat titrasi perlakuan kontrol, dan Y adalah volume HCl saat di titrasi dengan kecambah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL/CRD. Variabel yang di amati adalah volume HCl yang dibutuhkan saat titrasi hingga berubah warna. Hubungan antara laju respirasi dengan pengaruh suhu dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier dan ditampilkan dengan kurva regresi.

Hasil dan Pembahasan

Grafik 1. Regresi laju respirasi kecambah Vigna radiata ke berbagai suhu lingkungan. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam proses respirasi yang terjadi. Suhu kardinal merupakan suhu dimana tumbuhan dapat melakukan poses metabolismenya dengan baik. Suhu kardinal untuk respirasi adalah suhu minimum 0oC, optimum 30oC dan maksimum 45oC. Suhu antara optimum dan maksimum dapat meningkatkan laju respirasi pada tahap awal, tetapi kemudian akan menurunkan laju respirasi. Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada suhu 5o laju transpirasi sebesar 0.057, pada suhu 15o laju respirasi sebesar 0.17, pada suhu ruangan yaitu laju transpirasi sebesar 0.71 dan pada suhu rumah kaca respirasi adalah 0.58. Menurut Borbosa et,al., apabila suhu meningkat maka proses respirasi yang terjadi akan semakin cepat karena mempengaruhi enzim yang bekerja saat terjadi proses katabolisme. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada terjadi peningkatan pada tiap perlakuan suhu namun pada suhu

(5)

rumah kaca terjadi penurunan. Pada suhu 30o dimana merupakan suhu optimum, maka kerja enzim juga akan optimum termasuk dalam proses respirasi. Ketidaksesuaian ini dengan teori dapat dikarenakan karena pada saat larutan titrasi dengan HCl, kondisi larutan terbuka sehingga dapat mempengaruhi kondisi dan kualitas larutan yang akan di uji. Seharusnya, bila NaOH murni yang tersisa dalam botol sangatlah sedikit maka laju respirasi berjalan secara optimum, selain itu juga karena telah direaksikan dengan BaCl2 sehingga bila dititrasi, HCl yang dibutuhkan agar warna berubah adalah sedikit karena NaOH yang tersisa sedikit. Prinsip dari titrasi ini adalah HCL yang di reaksikan dengan NaOH yang tersisa agar cepat terjadi titik ekuivalen dimana pH adalah 7 biasanya ditandai dengan perubahan warna larutan. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan maka semakin sedikit HCl yang dibutuhkan untuk mentitrasi. Namun karena kesalahan terbukanya larutan maka dapat diduga larutan tersebut telah tercampur dengan O2 sehingga tidak murni CO2 saja, sehingga pada saat di titrasi dibutuhkan HCl yang banyak agar mencapai titik ekuivalen atau titik keseimbangan.

Kesimpulan

Laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu yang berasal dari tanaman itu sendiri sedangkan faktor eksternal yaitu lingkungan contohnya suhu. Semakin tinggi suhu maka akan meningkatkan laju respirasi karena dengan meningkatnya suhu hingga batas optimum akan meningkatkan kinerja enzim dalam proses respirasi. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa hasil tidak sesuai dengan teori. Hal ini diakibatkan oleh kesalahan dalam menjaga larutan yang seharusnya dalam keadaan tertutup menjadi terbuka sehingga kandungan CO2 dalam larutan dapat hilang atau larutan akan terkontaminasi zat-zat lain yang ada diudara sehingga terdapat kesalahan dalam titrasi dan perhitungannya.

Daftar Pustaka

Barbosa, L. N., B. A. M. Carciofi, C. E. Dannenhaurer, A. R. Monteiro, 2011. Influence of temperature on the respiration rate of minimally processed organic carrots (Daucus Carota L. cv. Brasília). Journal of Cienc. Tecnol. Aliment, Campinas 1 : 78 - 85. Lammertyn, J., C. Franck, B. E.Verliden, and B. M. Nicolai. 2001. Comparative study of the

O2, CO2 and temperature effect on respiration between “Conference” pear cell protoplasts in suspension and intact pears. Journal of Experimental Botany 52 : 1769 - 1777.

(6)

Pantastico, E. R. B. 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah Kamariyani. UGM-Press, Yogyakarta.

(7)

Lampiran

Suhu Lingkungan (oC) Laju Respirasi (ml Co2 gr-1 jam-1)

5 0.052 15 0.17 Suhu Lab 0.71 Rumah Kaca 0.58 SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.92414 R Square 0.854034 Adjusted R Square 0.781052 Standard Error 0.148109 Observations 4 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 0.2566954220.25669511.70186 0.07586016 Residual 2 0.0438725780.021936 Total 3 0.300568

CoefficientsStandard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%Lower 95.0%Upper 95.0% Intercept -0.062171 0.14846309 -0.418760.716076-0.700955840.5766144-0.70095584 0.5766144 X Variable 1 0.020238 0.0059160853.420798 0.07586-0.005217120.0456926-0.005217120.04569259

Gambar

Grafik  1.  Regresi  laju  respirasi  kecambah  Vigna  radiata  ke  berbagai  suhu  lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan penelitian, dapat di ajukan saran-saran sebagai berikut: (1) Peserta didik SMP Negeri 12 Pontianak dengan adanya aktivitas ekstrakurikuler

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari sumber asli. Data primer dapat digunakan

Kegiatan Cipta Kreasi Software SMK Tahun 2016 yang merupakan bagian dari seleksi Festival Inovasi dan Kewirausahaan tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta dan dimaksudkan juga untuk

Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intra hepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstruksi ekstra hepatal

Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Yang, Mu-Li (2012), menemukan bahwa dimensi kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang

Pada penelitian ini salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan derajat kemiringan pada Self-Stabilizing 2-Axis adalah dengan menggunakan

Tahapan pertama proses inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana inovasi