• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengamati berbagai masalah kehidupan di dalam masyarakat dituangkannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dalam mengamati berbagai masalah kehidupan di dalam masyarakat dituangkannya"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Keadaan masyarakat beserta liku-liku kehidupannya tidak terlepas dari pengamatan para sastrawan sebagai pengamat sosial. Kecermatan para sastrawan dalam mengamati berbagai masalah kehidupan di dalam masyarakat dituangkannya dalam bentuk karya sastra.

Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis oleh pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Model kehidupan yang diidealkannya itu dapat berupa nilai moral maupun pesan moral yang dituangkannya dalam watak dan tokoh sesuai dengan pandangan hidupnya. Sebagaimana dapat dilihat dalam kehidupan nyata, nilai moral tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan dapat juga ditampilkan dalam cerita melalui watak para tokohnya.

Moral dalam karya sastra dipandang sebagai amanat atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Sastrowardoyo (1989: 18) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan penjaga keselamatan moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat pada umumnya karena di dalamnya terkandung hikmah kompleksitas kehidupan manusia, seperti nilai kehidupan, persoalan kehadiran dan kematian manusia, dan pengungkapan kegelisahan dan kecemasan. Pembaca diharapkan dapat

(2)

mengambil hikmah nilai-nilai moral yang ditawarkan pengarang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Pesan moral, menurut Suseno (1984: 296), bertujuan untuk memelihara keselarasan di dalam masyarakat. Keselarasan itu menjamin ketenangan batin yang dapat dirasakan sebagai nilai suasana ideal masyarakat. Biasanya, sikap yang baik sebagai ekspresi moral yang baik, tecermin dalam setiap tingkah laku yang baik pula. Untuk mencapai hakikat manusia yang baik (bermoral), menurut Poespoprojo (1986: 124), manusia harus menjalin hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan dengan alam sekitar. Hal ini sejalan dengan misi pengutusan nabi Muhamad, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Nurgiantoro (2007: 323) menyatakan bahwa kebenaran dalam karya sastra tidak harus sejalan dengan kebenaran dalam dunia nyata. Pesan moral dalam karya sastra adakalanya tampak bertentangan dengan moral dalam dunia nyata. Walaupun demikian, pesan moral dalam karya sastra senantiasa berada dalam pengertian yang baik. Jika sebuah karya sastra menampilkan watak para tokoh yang kurang bermoral, tidak berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian karena watak para tokoh tersebut merupakan model. Model yang baik dapat diikuti dan model yang sengaja ditampilkan kurang baik (tidak bermoral) dapat diambil hikmahnya oleh pembaca.

Secara umum, moral merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kaidah yang menentukan hal-hal yang dianggap baik atau buruk. Nurdin dkk. (1999: 205) mengemukakan bahwa di dalam Islam dikenal kata akhlak yang berasal dari bahasa

(3)

Arab khalaqa ‘tabiat’ yang berarti sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam dengan Al quran dan Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya.

Tafsir dkk. (2002:13) mengemukakan bahwa moral dan akhlak mempunyai makna yang sama karena keduanya memiliki wacana yang sama, yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Orang yang melakukan perbuatan baik disebut bermoral atau berakhlak, sedangkan orang yang melakukan perbuatan tidak baik disebut tidak bermoral atau tidak berakhlak. Menurut Ilyas (2012: 3) kedua kata itu sering digunakan untuk maksud yang sama dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan dalam literatur keislaman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 929) juga dikatakan bahwa kata moral juga berarti akhlak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pesan moral Islam adalah pesan yang berkaitan dengan akhlak. Dari dua istilah, moral dan akhlak, istilah moral digunakan dalam penelitian ini.

Moral berkaitan erat dengan kebahagiaan. Moral merupakan hal penting untuk mencapai kebahagiaan hidup. Seseorang akan dapat memperoleh kebahagiaan yang hakiki, yakni bahagia dunia dan akherat jika memiliki moral yang baik, yakni mampu menahan nafsu seperti menahan nafsu serakah dengan bersukur, menahan nafsu marah dengan kesabaran, menahan nasfu berbohong dengan kejujuran, dan menahan nafsu sombong dengan sederhana.

Banyak karya sastra yang menawarkan pesan moral, antara lain, novel Ayahku (Bukan) Pembohong (selanjutnya ditulis ABP) karya Tere Liye yang bernama asli Darwis. ABP terbit pertama kali pada April tahun 2011. Dalam waktu satu tahun,

(4)

novel ini telah mengalami cetak ulang lima kali. Hal ini menunjukkan adanya perhatian dan sambutan pembaca yang cukup besar. Perhatian pembaca yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa novel ABP sarat dengan, antara lain, kandungan moral yang berguna bagi pembaca. Banyaknya perhatian pembaca itu, juga menunjukkan bahwa pemahaman sebuah karya sastra sangat variatif sifatnya sehingga mungkin saja seseorang menginterpretasikan suatu karya sastra berbeda dengan orang lain sesuai dengan sudut pandang dan permasalahan yang dilihatnya dalam karya sastra itu (Udin dkk., 1985: 5). Perbedaan interpretasi itu berkaitan dengan kenyataan bahwa teks-teks yang ditulis pada masa lampau terus ada dan dibaca, sementara penulisnya dan kaitan historisnya tidak ada lagi (Newton, 1994: 52). Gejala munculnya hasil pembacaan yang beraneka macam itu menunjukkan pentingnya peran pembaca dalam menemukan makna karya sastra (Chamamah Soeratno, 2001: 40).

Damono (1984: 1) mengemukakan bahwa karya sastra menggambarkan kehidupan. Teeuw (1997: 2) juga menyatakan bahwa masalah sastra adalah masalah kehidupan. Novel adalah salah satu jenis karya sastra yang merupakan tempat penuangan renungan pengarang terhadap hakikat hidup dan kehidupan. Oleh sebab itu, isi novel biasanya mirip dengan kehidupan karena bahan yang dituangkan dalam novel diambil dari pengalaman hidup pengarang, baik secara langsung dialami oleh pengarang maupun secara tidak langsung melalui pengalaman orang lain yang sampai kepada pengarang. Renungan Tere Liye tentang hakikat kehidupan dimanifestasikannya dalam karya-karyanya, seperti novel ABP, melalui tokoh-tokoh

(5)

dan peristiwa yang melatarbelakanginya. ABP selain sebagai judul novel juga merupakan subjudul pada bagian akhir novel tersebut.

ABP adalah novel yang menceritakan seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan hidup. Kesederhanaan yang justru membuat si anak membenci ayahnya sendiri. Novel ini menceritakan hakikat kebahagiaan sejati yang di dalamnya terkandung banyak nilai moral Islam, terutama tentang kesederhanaan, kejujuran, kesabaran, keikhlasan. Nilai-nilai moral tersebut berguna untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.

Berdasarkan uraian di atas, novel ABP memiliki beberapa daya tarik sehingga dipilih sebagai objek penelitian ini. Daya tarik yang dimaksud adalah (1) mengangkat masalah dinamika kehidupan, yakni kehidupan rumah tangga yang penuh dengan kesederhanaan hidup dan kejujuran, (2) menceritakan proses pencarian kebahagiaan hakiki, (3) mengandung banyak nilai moral Islam, (4) gaya penceritaan sangat menarik, yakni cerita disajikan melompat-lompat dari masa kini ke masa lampau dan sebaliknya; cerita disajikan seperti cerita berbingkai karena di dalam cerita terdapat cerita. Wujud cerita berbingkai yang dimaksud adalah cerita perjalanan sang ayah dalam mencari kebahagiaan hidup yang hakiki. (5) ABP mengandung banyak tanda yang perlu dikaji maknanya. (5) ABP sudah dicetak berkali-kali dalam waktu yang tidak lama. Hal ini menunjukkan bahwa karya tersebut mendapat sambutan baik dari masyarakat. Di samping itu, novel tersebut termasuk dalam novel rating tingkat tinggi bagi penggemar dunia maya (internet).

(6)

Karya sastra adalah karya seni yang berupa bangunan bahasa. Bahan yang berupa bahasa bagi karya sastra memberi corak tersendiri, berbeda dengan karya seni lain karena bahasa belum terbentuk sebagai karya seni sudah bermakna. Ia menjadi kode primer bagi sastra (Chammamah Soeratno, 1993: 41), sedangkan bahasa karya sastra merupakan bahasa tingkat ke-2 atau disebut dengan istilah secondary sistem (Lotman, 1972: 21). Oleh karena ABP merupakan karya sastra yang bermediumkan bahasa, sementara bahasa itu sendiri adalah tanda, maka tentu saja memerlukan sebuah pendekatan yang dapat digunakan untuk membongkar makna yang terkandung di dalamnya. Pisau analisis yang digunakan untuk membogkar makna ABP adalah semiotika denotasi dan konotasi Roland Barthes. Teori ini dipilih karena mengkaji tanda-tanda, sedangkan dalam novel ABP terkandung banyak tanda yang harus dikaji maknanya. Dengan demikian, teori tersebut dapat digunakan untuk mengungkapkan nilai moral dan hakikat kebahagiaan yang terkandung di dalam novel ABP. Dari aspek moral yang dihasilkan nanti diharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

1.2 Permasalahan

Masalah merupakan hal yang penting yang menjadi pijakan dilakukannya kerja penelitian (Chammamah, 1993: 41). Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah masalah moral Islam dalam ABP. Moral Islam itu berupa moral terpuji dan moral tercela. Moral terpuji dan moral tercela dalam ABP diungkapkan melalui tanda tertentu. Tanda-tanda itu harus dikaji dan dimaknai maksudnya. Di

(7)

sinilah peran fungsi karya sastra. Karya sastra hadir sebagai sarana komunikasi antara pengarang dengan pembaca dan merupakan wadah bagi pengarang untuk menyampaikan sesuatu yang menjadi pesan dan untuk dimaknai oleh pembaca.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Moral dan kebahagiaan dalam Islam, (2) nilai-nilai moral, pesan moral Islam, dan kebahagiaan dalam ABP, dan (3) pemaknaan denotasi dan konotasi nilai moral Islam dan hakikat kebahagiaan yang terkandung dalam ABP.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis penelitian ini adalah mendeskripsikan hakikat kebahagiaan dan nilai-nilai moral Islam yang terkandung dalam novel ABP dengan menerapkan teori semiotika denotasi dan konotasi Roland Barthes dan memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan analisis semiotik untuk memajukan dan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri.

Tujuan praktis penelitian ini adalah menggali dan memperkenalkan aspek-aspek moral Islam dalam novel ABP dan memberi wawasan kepada pembaca yang mengapresiasi novel ABP sehingga ia dapat memperoleh kiat-kiat dalam rangka mencapai kebahagiaan hakiki.

(8)

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang membahas masalah moral dalam karya sastra sudah banyak dilakukan. Beberapa kajian atau penelitian yang mengangkat masalah moral, antara lain, sebagai berikut.

Susniwan dalam penelitian tesisnya (2002) yang berjudul “Ajaran Moral dalam Kumpulan Cerpen Gergasi karya Danarto: Analisis Strukturalisme Semiotik” mengangkat masalah seruan untuk mengendalikan hawa nafsu, tata krama terhadap tempat-tempat khusus milik kedua orang tua, memerangi ketamakan penguasa terhadap kekuasaan, serta memerangi kesombongan dan keserakahan penguasa terhadap harta dan kekuasaan. Suhardi (2003) meneliti “Pesan Moral Islam dalam Robohnya Surau Kami”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa Robohnya Surau Kami adalah perlambang runtuhnya iman orang Islam. Sumiyati (2009) juga meneliti tentang moral dalam tesisnya yang berjudul “Moral Remaja dalam Kumpulan Cerpen Kematian Donnny Osmond Karya Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan Lima Kode Roland Barthes”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa kumpulan cerpen “Kematian Donny Osmond” mengandung pesan moral agar para remaja jangan melakukan pergaulan bebas. Caranya dengan mengontrol hawa nafsu, menyukuri nikmat Tuhan, berpikir rasional, selektif terhadap lingkungan, dan mengikuti nasihat orang tua.

Selain menelusuri objek formal, ajaran moral, penelusuran juga dilakukan barkaitan dengan penelitian yang menganalisis karya-karya Tere Liye sebagai objek material kajiannya. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Tere Liye adalah seorang

(9)

sastrawan yang pantas diperhitungkan. Sudah banyak hasil karyanya yang terbit, bahkan difilmkan seperti Hafalan Salat Delisa. Dengan begitu, karya-karya Tere Liye memang mendapat tanggapan positif dari pembacanya.

Novel ABP pernah dibahas oleh beberapa peneliti. F. Mariani (2012) menulis skripsi dengan judul “Profil Ayah dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Dalam penelitian tersebut dipaparkan tentang hubungan profil ayah dalam kehidupan nyata dengan profil ayah dalam cerita ABP. Nafi Wahyu Savitri (2012) juga menulis skripsi dengan objek novel ABP. Penelitiannya berjudul “Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan pada Novel Ayahku (Bukan) Pembohong”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel dapat memberikan pengaruh dalam kehidupan seseorang.

Isnaniyah (2013) juga menulis skripsi dengan judul “Pendidikan Karakter Berbasis Moral dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong dan Pembelajarannya pada Kelas XI SMA”. Penelitian ini menitikberatkan pada skenario pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam novel ABP yang diterapkan pada siswa kelas XI SMA. Analisis penelitian menggunakan teori struktural. Isnaniyah dalam penelitiannya tersebut menyimpulkan struktur novel ABP terbangun atas empat hal, yakni tema, tokoh, alur, dan latar. ABP bertema kebohongan seorang ayah, berlatar tempat kota kecil, bertokoh utama Dam, dan beralur campuran.

(10)

Melihat berbagai penelitian di atas, novel ABP belum pernah dikaji secara semiotik denotasi dan konotasi Roland Barthes, terutama dari segi nilai moral Islamnya. Sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan.

1.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan untuk membedah masalah dalam penelitian ini adalah teori semiotika denotasi dan konotasi yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Teori ini dipilih karena lebih dekat pada analisis novel daripada puisi dan dapat mengungkapkan makna tanda-tanda yang berkaitan dengan hakikat kebahagiaan dan nilai-nilai moral Islam yang terkandung dalam novel ABP.

Konsep dasar semiotik Roland Barthes adalah menerapkan model strukturalisme Saussure. Menurut Saussure, bahasa terdiri atas sejumlah tanda yang terdapat dalam suatu jaringan. Saussure membagi tanda menjadi dua, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Penanda merupakan bentuk formal yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda. Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan di antara dua tanda tersebut adalah arbitrer, yang berarti bersifat sosial atau didasari konvensi sosial. Istilah signifier bukanlah bunyi bahasa secara konkret, tetapi merupakan citra tentang bunyi bahasa. Dalam hal ini, Saussure menyebut tanda sebagai kombinasi antara citra bunyi dan konsep. Petanda merupakan konsep atau apa yang direpresentasikan oleh penandanya. Dengan demikian, penanda adalah aspek material dari bahasa, sedangkan petanda adalah makna yang ada dalam pikiran ( Hoed, 2008: 3).

(11)

Roland Barthes menerapkan model Saussure dalam penelitian karya sastra sebagai salah satu aspek kebudayaan, juga dalam analisisnya terhadap gejala kebudayaan lain seperti mode pakaian. Menurut Barthes, selain komponen-komponen tanda, yaitu penanda dan petanda, terdapat juga tanda-tanda bukan bahasa, antara lain terdapat dalam bentuk mite atau mitos, yakni keseluruhan citra dan kepercayaan yang dibentuk masyarakat untuk mempertahankan dan menonjolkan identitasnya.

Pendekatan semiotik Roland Barthes secara khusus tertuju pada semacam tuturan (speech) yang disebut sebagai mitos. Bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk menjadi mitos. Secara semiotik hal ini dicirikan dengan hadirnya tataran signifikasi yang disebut sistem semiologis tingkat kedua (the second order semiotical system). Maksudnya, pada tataran bahasa atau sistem semiologis tingkat pertama (the first order semiological system), penanda berhubungan dengan petanda sehingga menghasilkan tanda. Selanjutnya tanda-tanda pada tataran pertama pada gilirannya akan berhubungan dengan penanda yang berhubungan juga pada petanda pada tataran kedua. Tataran kedua inilah yang disebut oleh Barthes sebagai mitos. Aspek mitos atau petanda-petanda pada semiologis tingkat kedua dapat disebut retorik atau konotator, yang tersusun dari tanda-tanda pertama; sementara petanda-petandanya sendiri dapat dinamakan fragmen ideologi.

(1) Di dalam tataran bahasa (language), yaitu sistem semiologis lapis pertama, “penanda-penanda” (signifier) berhubungan dengan “petanda-petanda’ (signified) sedemikian sehingga menghasilkan “tanda-tanda”.

(12)

(2) Di dalam tataran mitos atau sistem semiologis lapis dua, tanda-tanda pada tataran pertama tadi menjadi “penanda-penanda” yang berhubungan lagi dengan “petanda-petanda” (signified).

(1) Signifier (2) Signified (3)

sign

I. signifier II. signified

III. Sign

Dalam penjelasan Barthes yang lain (1964: 89-92), proses signifikasi berlapis ganda ini dijabarkan melalui perangkat konseptual yang lebih familier, yakni denotasi dan konotasi. Denotasi dimengerti sebagai makna harafiah, makna yang sesungguhnya, bahkan kadangkala dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan tingkat penandaan yang menghubungkan penanda dengan petanda, menghasilkan makna yang eksplisit, pasti, dan langsung. Denotasi disebut juga sebagai sistem signifikasi tingkat pertama.

Roland Barthes (1973: 8) mengemukakan pengertian konotasi dari berbagai sisi. Secara definitif, konotasi merupakan sebuah ketetapan, sebuah anafora yang memiliki kekuatan menghubungkan dirinya sendiri dengan anterior, ulterior, dan

(13)

eksterior, ke lain tempat dari teks. Secara topikal, konotasi adalah makna-makna yang tidak ada, baik dalam kamus maupun di dalam tata bahasa dari bahasa yang dipergunakan untuk menulis teks. Konotasi merupakan tingkat penandaan yang menghubungkan penanda dengan petanda yang menghasilkan makna tidak eksplisit, tersembunyi, tidak pasti atau tidak langsung. Artinya, terbuka terhadap berbagai macam kemungkinan tafsiran. Konotasi dalam tahap ini disebut sebagai signifikasi tingkat kedua. Konotasi digunakan untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara tanda dalam tataran petanda kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturnya.

Barthes (1964: 89-90) membedakan lapis ekspresi ( expression = E) dari lapis isi ( contens = C ) yang dipinjam dari Hjelmslev sebagai pengganti konsep-konsep seperti penanda dan petanda Saussure. Kedua lapis ini saling berelasi ( relation = R ) menghasilkan signifikasi yang disebut ERC.

(1) Sistem pertama ( ERC ) menjadi lapis ekspresi (penanda) dari sistem kedua : (ERC) RC atau

II. E R C

(14)

Kasus ini dinamakan oleh Hjelmslev sebagai semiotik konotatif; sistem pertama merupakan lapis denotasi, sedangkan sistem kedua (sebagai perluasannya) merupakan lapis konotasi. Dengan kata lain, sebuah sistem konotasi adalah sistem yang lapis ekspresinya sendiri tersusun oleh sebuah sistem signifikasi.

(2) Sistem pertama (ERC) menjadi lapis isi (penanda) dari sistem ke-dua: ER (ERC) atau

I. E R C

II. E R C

Kasus ini niscaya terjadi pada setiap metabahasa (metalanguage), yakni sebuah sistem yang lapis isinya sendiri tersusun oleh sebuah sistem signifikasi, singkatnya, sebagai bahasa tentang bahasa, sebuah semiotik tentang semiotik.

Dalam penelitian ini, hanya digunakan sistem derivasi I atau tataran konotasi sebagai salah satu cara amplifikasi dari sistem yang berganda seperti yang dijabarkan dalam butir (1). Tataran ini sendiri yang di dalamnya sudah merupakan suatu sistem derivasi, tersusun dari penanda dan petanda beserta dengan proses atau hubungan yang menyatukan keduanya (signifikasi).

(15)

1.6 Metode Penelitian

Penelitian merupakan cara-cara yang sistematis untuk menjawab masalah yang sedang diteliti ( Manshur, 2005: 230). Penelitian yang dilakukan untuk menjawab masalah dan hal ini dapat dilakukan menggunakan metode-metode tertentu. Chammamah-Soeratno (2001: 13) menjelaskan bahwa metode dilakukan dengan langkah-langkah kerja yang diatur sebagaimana yang berlaku bagi penelitian-penelitian pada umumnya. Dalam hal ini peneliti harus memilih metode dan langkah-langkah yang tepat, yang sesuai karakteristik objek kajiannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data dan metode analisis data.

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini adalah kualitatif. Data kualitatif yang dimaksud adalah data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk angka (Muhadjir, 1996: 29). Data-data kualitatif dapat berupa pernyataan-pernyataan yang memberikan keterangan, informasi mengenai isi, sifat, ciri, dan keadaan sesuatu atau hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sesuatu itu bisa berupa benda-benda fisik, pola-pola perilaku, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu masyarakat (Ahimsa-Putra, 2005: 12).

Data penelitian ini terdidri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama penelitian ini, yaitu novel ABP. Sementara itu, data sekunder adalah data-data tambahan, dalam hal ini berupa bahan-bahan kepustakaan yang

(16)

dianggap memiliki relevansi dengan data primer dan berguna untuk mempertajam kajian seperti buku, artikel, hasil penelitian, dll.

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Data bersumber dari buku-buku, tesis, skripsi, artikel, jurnal, dan sumber-sumber lain yang dapat diakses melalui internet. Untuk itu, dilakukan langkah-langkah: (1) pengumpulan data pustaka yang relevan dan (2) pemilihan dan penyeleksian data.

1.6.2 Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teori denotasi dan konotasi Roland Barthes yang memandang karya sastra sebagai gejala semiotik. Tanda-tanda yang berkaitan dengan nilai moral Islam dan hakikat kebahagiaan ditafsirkan maknanya. Untuk itu, dilakukan langkah-langkah sbb.

1. Melakukan pembacaan secara cermat data primer penelitian, yakni novel ABP.

2. Melakukan pemilihan data yang akan digunakan, yaitu kata-kata, kalimat-kalimat, atau paragraf dalam novel ABP yang mengandung nilai-nilai dan pesan moral Islam maupun hakikat kebahagiaan.

3. Membahas data yang telah ditemukan. Pembahasan dilakukan dengan terlebih dahulu menguraikan pengertian moral Islam, pembagian moral Islam, dan hal-hal yang mempengaruhi pembentukan moral Islam maupun hakikat kebahagiaan.

(17)

4. Selanjutnya, dilakukan analisis data menggunakan teori denotasi dan konotasi Roland Barthes dengan cara menganalisis aspek semantik kalimat atau paragraf yang mengandung tanda-tanda yang mengacu pada nilai-nilai moral Islam dan hakikat kebahagiaan. Terlebih dahulu dilakukan analisis secara referensial melalui tanda-tanda linguistik dan mengartikannya secara denotatif.

5. Langkah selanjutnya adalah menganalisis secara konotatif tanda-tanda yang telah ditemukan dan yang telah diartikan secara denotatif.

6. Membuat kesimpulan penelitian.

1.7 Populasi dan Sampel

Untuk memperoleh hasil penelitian yang valid dan reliabel haruslah ditentukan populasi dan sampelnya karena keduanya merupakan sumber data (Nawawi, 2007: 149). Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang bisa dari benda-benda, manusia, gejala-gejala, dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, populasi penelitian ini adalah karya-karya Tere Liye, yakni Sang Penandai (2006), Moga Bunda Disayang Allah (2007), Hafalan Shalat Delisa (2007), Bidadari-Bidadari Surga (2008), Rembulan Tenggelam di Wajahmu (2009), Burlian (2009), Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (2010), Eliana (2011), Ayahku (Bukan) Pembohong (2011), Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah (2012), Sunset Bersama Rosi (2013), Pukat (2014), dan Bumi (2014).

(18)

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam penelitian (Nawawi, 2007: 152). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive (sampel bertujuan). Maksudnya adalah menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber dan bangunannya sehingga tujuannya bukan memusatkan diri pada adanya perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi, melainkan untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Di samping itu, juga menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul. Ciri sampel bertujuan, antara lain: (1) sampel tidak dapat ditentukan lebih dahulu; (2) sampel dipilih atas dasar fokus penelitian; (3) pemilihan sampel berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Berdasarkan pengertian tersebut, novel Ayahku (Bukan) Pembohong dipilih sebagai sampel penelitian ini.

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini berjudul “Moral Islam dan Hakikat Kebahagiaan dalam Novel Ayahku (Bukan) Pembohong: Kajian Denotasi dan Konotasi Roland Barthes” dengan sistematika penyajian sebagai berikut.

Bab I berisi pengantar yang meliputi (1) latar belakang, (2) permasalahan, (3) tujuan penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan teori, (6) metode penelitian, (7) populasi dan sampel, dan (8) sistematika penyajian.

(19)

Bab III berisi nilai-nilai moral Islam dan hakikat kebahagiaan dalam novel ABP.

BAB IV berisi pemaknaan denotasi dan konotasi nilai moral Islam dan kebahagiaan dalam novel ABP.

(20)

20

Moral Islam dan kebahagiaan adalah dua hal penting yang saling berkaitan. Moral Islam adalah perilaku yang merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai kebahagiaan. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan moral Islam maupun kebahagiaan.

2.1 Moral Islam

Sebelum menganalisis nilai moral Islam dalam novel ABP, terlebih dahulu perlu dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan moral Islam, baik dari pengertiannya, tahap-tahap pembentukannya, dll. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal tentang moral Islam.

2.1.1 Pengertian Moral Islam

Ada dua istilah penting berkaitan dengan moral, yakni kata ‘moral’ dan ‘moral Islam’. Kata moral berasal dari bahasa latin ‘mores’ berarti tata cara, kebiasaan, perilaku, dan adat istiadat dalam kehidupan (Hurlock, 1990: 74). Moral menurut kamus filsafat (Tim, 1995: 213) adalah berkaitan dengan aktifitas manusia yang dipandang sebagai baik/buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat; menyesuaikan dengan kaidah-kaidah yang diterima tentang apa yang dipandang baik (tindakan yang benar, adil, wajar). Selanjutnya, Poespoprojo (1986: 102), seorang ahli filsafat,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan perilaku memakai jilbab mahasiswa FKIP UNS tentang jilbab yang mereka pakai merupakan hasil dari pengetahuan

Without making this cell reference absolute using the dollar signs, when we apply the conditional formatting rule to other cells in the worksheet, this cell reference will be

Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah status perusahaan, kepemilikan institusional, leverage, profitabilitas dan tipe industri.. Data yang digunakan dalam

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

pertambangan. Mereka yang membiayai hal ini terdorong oleh keuntungan yang dat diperoleh dari tiap ons akstraksi logam mulia dan harga tinggi pasar emas selama ini

atas segala nikmat cahaya ilmu pengetahuan, kemudahan serta petunjuk yang telah diberikan sehingga dapat terselesaikan dengan baik penulisan tesis dengan Pengujian Keseragaman

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang masalah potensi wisata yang terdapat di Pasar Jumat Karanganyar, strategi pengembangan Pasar Jumat Karanganyar, dan