• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Kecemasan

1. Pengertian kecemasan

Banyak pengertian kecemasan yang dikemukakan oleh berbagai ahli kesehatan antara lain : Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart, 2007).

Sedangkan Suliswati, (2005) mengatakan bahwa kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Carpenito (2002) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan di mana individu mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespons terhadap ketidakjelasan dan ancaman yang tidak spesifik.

2. Teori Kecemasan

Menurut Stuart (2007) ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain :

a. Teori psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi anatra dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id meewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi mengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

(2)

b. Teori interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat. c. Teori perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi, yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.

d. Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.

e. Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobitirat (GABA), yang berperan penting dalam biologis yang berhubungan dengan kecemasan.

3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan.

Menurut Stuart (2007) faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu:

a. Faktor predisposisi yang meliputi :

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan

individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

(3)

4) Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani kecemasan akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami karena mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiapine dapat menekan neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor presipitasi (stressor pencetus) meliputi :

1) Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi :

a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal. Gejala fisiologis pada wanita klimakterium meliputi rasa panas tubuh, munculnya keringat dingin, vagina yang mengering, insomnia dan sebagainya.

b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. Wanita yang mengalami klimakterium akan merasa takut kehilangan, kehilangan kepercayaan diri dan sebagainya.

(4)

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

c. Penilaian persepsi terhadap klimakterium

Wanita yang mengalami menopause merasakan pergeseran dan perubahan-perubahan fisik dan psikis yang mengakibatkan timbulnya satu krisis dan dimanifestasikan diri dalam simpton-simptom psikologis antara lain adalah depresi, murung, mudah tersinggung dan mudah jadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomia atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah. Perubahan lain sering pula terjadi, yang disebabkan gangguan metabolisme tubuh. Ditandai dengan peningkatan kolestrol, kekurangan kalsium tubuh, dan gangguan metabolisme karbohidrat. Perubahan ini dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah dan gangguan pada tulang (oesteporosis). Gejala-gejala ini tidak akan muncul, atau kadang tidak ada sama sekali. Kondisi ini tergantung individual masing-masing (Larasati, 2007).

Penelitian Larasati (2007) menemukan bahwa secara umum subjek memiliki kualitas hidup yang positif. Hal ini terlihat dari gambaran fisik subjek yang selalu menjaga kesehatan dengan terus makan sayuran, mengkonsumsi vitamin serta berolahraga. Subjek juga berusaha mengatur pola tidur minimal 8 jam sehari. Faktor yang mempengaruhi subjek mempunyai kualitas hidup yang positif adalah karena semua kegiatan yang subjek jalani mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat subjek. Dengan begitu subjek

(5)

merasa percaya diri. Subjek juga optimis dapat mengerjakan segala sesuatunya dengan baik karena rasa kasih dan sayang dari semua pihak d. Sumber koping

Individu dapat mengatasi kecemasan dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut dapat berupa model ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan kecemasan dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart, 2007).

Model ekonomi ini termasuk aset materi yang menunjuk kepada uang, barang dan jasa dimana uang dapat membeli segala sesuatu. Jelas baha sumber keuangan sangat meningkat pada pilihan koping seseorang dimana hampir dalam situasi stress apapun. Kemampuan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari solusi, mengidentifikasi masalah, menimbang suatu pilihan, dan implementasi rencana tindakan. Kemampuan sosial memudahkan pemecahan masalah termasuk masalah orang lain. Dukungan sosial dapat berupa dukungan yang diberikan dari orang-orang disekitar yang dapat meredakan kecemasan dan merupakan sumber koping dalam menghadapi kecemasan.

e. Mekanisme koping

1) Strategi pemecahan masalah.

Strategi pemecahan masalah bertujuan untuk mengatasi atau menanggulangi masalah atau ancaman yang ada dengan kemampuan realistis. Strategi pemecahan masalah ini secara ringkas dapat digunakan dengan metode STOP yaitu Source, Trial and Error, Others, serta Pray and Patient. Source berarti mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah. Trial and error mencoba berbagi rencana pemecahan masalah yang disusun. Bila satu tidak berhasil maka mencoba lagi dengan metode yang lain. Begitu selanjutnya, others berarti meminta bantuan orang lain

(6)

bila diri sendiri tidak mampu. Sedangkan pray and patient yaitu berdoa kepada Tuhan. Hal yang perlu dihindari adalah adanya rasa keputusasaan yang terhadap kegagalan yang dialami (Suliswati, 2005).

2) Task oriented (berorentasi pada tugas)

a) Dipikirkan untuk memecahkan masalah, konflik, memenuhi kebutuhan dengan motivasi yang tinggi.

b) Realistis memenuhi tuntunan situasi stress. c) Disadari dan berorentasi pada tindakan.

d) Berupa reaksi melawan (mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan), menarik diri (menghindari sumber ancaman fisik atau psikologis), kompromi (mengubah cara, tujuan untuk memuaskan kebutuhan) (Suliswati, 2005).

3) Ego oriented

Dalam teori ini, ego oriented berguna untuk melindungi diri dengan perasaan yang tidak adekuat seperti inadequacy dan perasaan buruk berupa pengguanan mekanismme pertahanan diri (defens mechanism). Jenis mekanisme pertahanan diri yaitu (Suliswati, 2005):

a) Denial

Menghindar atau menolak untuk melihat kenyataan yang tidak diinginkan dengan cara mengabaikan dan menolak kenyataan tersebut.

b) Proyeksi

Menyalakan orang lain mengenai ketidakmampuan pribadinya atas kesalahan yang diperbuatnya. Mekanisme ini diguakan untuk mengindari celaan atau hukuman yang mungkin akan ditimpakan pada dirinya.

c) Represi

Menekan kedalam tidak sadar dan sengaja melupakan terhadap pikiran, perasaan, dan pengalaman yang menyakitkan.

(7)

d) Regresi

Kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan individu dalam menghadapi stress.

e) Rasionalisasi

Berusahah memberikan memberikan alasan yang masuk akal terhadap perbuatan yang dilakukanya.

f) Fantasi

Keinginan yang tidak tercapai dipuaskan dengan imajinasi yang diciptakan sendiri dan merupakan situasi yang berkhyal. g) Displacement

Memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan diri atau objek ke orang atau objek lain yang biasannya lebih kurang berbahaya dari pada semula.

h) Undoing

Tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan menghapuskan atau meniadakan tindakan sebelumnya.

i) Kompensasi

Menutupi kekurangan dengan meningkatkan kelebihan yang ada pada dirinya (Suliswati, 2005).

4. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2007) kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu : a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

1) Respon Fisiologis

Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.

(8)

2) Respon Kognitif

Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif.

3) Respon perilaku

Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, sindividu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.

1) Respon Fisiologis

Sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

3) Respon Perilaku

Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), berbicara banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman.

c. Kecemasan Berat

Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntuan.

1) Respon Fisiologis

Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringant dan sakit kepala, penglihatan kabur.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.

(9)

3) Respon Prilaku

Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking. d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.

1) Respon Fisiologis

Nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, pucat sakit dada dan rendahnya koordanasi motorik.

2) Respon Kognitif

Lapang persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, tidak dapat berfikir logis, dan ketidakmampuan mengalami distorsi. 3) Respon Prilaku

Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, bocking, presepsi kacau, kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik, emosional dan kognitif atau intelektual.

B. Sindrom Klimakterium 1. Klimakterium

a. Pengertian

Klimakterium merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi degeneratif ataupun endokrinologi dari ovarium (Prawirohardjo, 2003).

Masa klimakterium merupakan masa transisi atau peralihan yaitu priode kritis yang ditandai dengan rasa terbakar (hot flush), haid tidak teratur, jantung berdebar-debar fsn nyeri saat berkemih yang

(10)

diakibatkan karena hormon yang keluar dari ovarium berkurang (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

b. Perubahan pada masa klimakterium.

Perubahan-perubahan organik terjadi pada masa klimakterium (Proverawati dan Suliswati, 2010) :

1) Perubahan pada organ reproduksi a) Uterus

Begitu memasuki usia pramenopause, panjang kavum uteri mulai berkurang. Pascamenopause terjadi involusi miometrium, yang bila terdapat miom uterus, maka miom uterus tersebut akan mengalami regresi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya estrogen dalam darah. Endometrium menjadi atropi dan ketebalannya < 5 mm. Dinding pembuluh darah menjadi tipis dan rapuh. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kadang-kadang terjadi perdarahan pada wanita menopause. Endometrium yang atropi masih memiliki reseptor estrogen, sehingga TSH dapat menyebabkan penebalan endometrium. b) Ovarium (indung telur)

Pada usia > 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsional bertambah, yang mencapai puncaknya antara usia 40-45 tahun. Pada usia ini jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah menopause akan berkurang, dimana stroma ovarium menjadi fibrotik. Meskipun telah menghentikan fungsinya, ovarium masih tetap sebagai organ endokrin karena setelah menopause, sel-sel hilus dan sel-sel stromanya masih dapat memproduksi testosterone dan androstendion dalam jumlah besar dan memproduksi estradiol dan progesterone dalam jumlah kecil.

c) Serviks (leher Rahim)

Pada usia perimenopause, serviks juga mengalami proses inovulasi, serviks berkerut, serta epitelnya tipis dan mudah

(11)

cedera. Kelenjar estrogen tidak begitu berpengaruh terhadap epitel serviks dibandingkan terhadap epitel vagina, yang sangat rentan terhadap kekurangan estrogen.

d) Vagina (liang senggama)

Pascamenopause terjadi involusi vagina dan vagina kehilangan rugae. Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal, serta kering pada vagina. Pada oofarektomi bilateral, akibat penurunan estrogen yang begitu cepat, kelainan pada vagina terjadi begitu drastis, sedangkan pada menopause alami yang muncul biasanya tidak begitu parah. Epitel vagina bereaksi sangat sensitive terhadap penurunan kadar estrogen.

e) Vulva (mulut kemaluan)

Involusi vulva terjadi karena usia tua, sedangkan atrofi, hilangnya turgor dan elastisitas sangat dipengaruhi oleh estrogen. Pascamenopause, rambut pubis mulai berkurang, labia mayora dan klitoris mengecil, dan introitus vagina menjadi sempit dan kering. Kulit vulva menjadi atrofi, lemak subkutan berkurang, terjadi perubahan dalam pembentukan epitel dan korium, yang dewasa ini disebut sebagai distrofi, atau dulu yang dikenal dengan craurosis vulvae, seperti lichen sclerosus. Pada distrofi vulva selain terjadi atrofi, juga terjadi perubahan berupa hiperkeratosis. Pada masa ini akan terasa gatal, nyeri dan seperti ada benda asing di vagina. Gatal yang kronis sulit diobati, dan menyebabkan perasaan tidak nyaman. Vulva mudah terkena infeksi (vulvitis) dan infeksi kronik dengan jamur (kandidiasis).

(12)

2) Perubahan pada susunan ekstragenital a) Penimbunan Lemak (Adipasitas)

Penyebaran lemak terdapat pada tungkai, perut bagian bawah, dan lengan atas. Sekitar 20% wanita klimaterium mengalami kenaikan mencolok. Hal ini diduga ada hubungannya dengan penurunan estrogen dan gangguan zat dasar metabolisme lemak.

b) Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Akibat gejolak panas terjadi suatu peningkatan tekanan darah. Pada wanita usia 45-70 tahun diketahui peningkatan tekanan darah tersebut dimulai selama klimakterium.

c) Hiperkolesterolemia

Penurunan atau hilangnya kadar estrogen menyebabkan peningkatan kolesterol dan penurunan lemak total.

d) Aterosklerosis

Adanya hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol menyebabkan meningkatnya faktor resiko terhadap terjadinya aterosklerosis.

2. Sindrom klimakterium a. Pengertian

Sindrom klimakterium adalah kumpulan keluhan yang biasa muncul pada masa klimakterium sebagai dari berkurangnya hormon estrogen. Klimakterium mulai sekitar 6 tahun sebelum menopause dan berakhir kira-kira 6-7 tahun sesudah menopause (Baziad, 2003). b. Gejala klinis sindrom klimakterium

1) Gejala vasomotor

Gejala vasomotor dapat muncul sebagai rasa panas (hot flushes), keringat banyak, sakit kepala, dada berdebar-debar dan kadang-kadang susah bernafas. Rasa panas (hot flushes) dan keringat malam merupakan gangguan termoregulasi yang khas dan paling banyak dirasakan wanita di masa klimakterium. Rasa

(13)

panas di mulai sebagai perasaan panas di seluruh tubuh yang dirasakan secara tiba-tiba, khususnya di daerah dada yang menjalar ke leher dan muka, disertai dengan keluarnya keringat yang berlebihan. Hal ini merupakan mekanisme kompensasi antara temperatur perifer dan temperatur sentral (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

2) Keringat di malam hari

Keringat dingin dan gemetaran juga dapat terjadi selama 30 detik sampai 5 menit.

3) Kekeringan pada vagina

Area genital yang kering dan bisa sebagai bahan perubahan kadar estrogen. Kekeringan ini dapat membuat area genital mengalami infeksi.

4) Penurunan daya ingat dan mudah tersinggung

Penurunan kadar estrogen berpengaruh terhadap neurotransmiter yang ada di otak. Neurotransmiter yang terdapat di otak antara lain dopamin, serotonin dan endorfin. Penurunan dopamin, serotonin dan endorfin ini berpengaruh terhadap menurunnya daya ingat dan suasana hati yag sering berubah atau mudah tersinggung.

5) Insomnia

Beberapa wanita mengalami kesulitan saat tidur, mereka tidak dapat tidur dengan mudah atau mungkin bangun terlalu dini. Gangguan tidur ini dapat disebabkan oleh rendahnya kadar serotonin pada masa pre menopause.

6) Rasa cemas

Turunnya kadar estrogen menyebabkan turunnya transmiter di dalam otak. Neurotransmiter di dalam otak tersebut mempengaruhi suasana hati sehingga jika neurotransmiter kadarnya rendah, maka akan muncul perasaan cemas yang merupakan pencetus terjadinya depresi atau stress.

(14)

C. Penerimaan diri 1. Pengertian

Penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri atau lawannya dengan tidak berlaku sinis dan bersikap logis bahwa dirinya disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain (Supratiknya, 2011).

Gufron dan Risnawita (2010) menyebutkan bahwa penerimaan diri dipahami sebagai interaksi seseorang yang lontinyu terhadap dirinya sendiri, orang lain dan dunianya. Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang berhasil apabila dirinya dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, bebas dari berbagai gangguan yang mengganggu, frustasi dan konflik.

Chaplin (dalam Supratiknya, 2011), penerimaan diri diartikan sebagai sikap seseorang yang merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas, dan bakat-bakatnya sendiri, serta pengakuan akan keterbatasan diri. Ada dua hal penting dalam arti penerimaan diri tersebut, pertama adanya perasaan puas terhadap apa yang telah dimiliki; kedua, adanya pengakuan akan keterbatasan yang dimilikinya

2. Bentuk Penerimaan diri

Johnson, (1992 dalam Supratiknya (2011) menjelaskan bahwa terdapat empat bentuk penerimaan diri, yaitu:

a. Penerimaan diri pantulan (feflected self accepteance), yaitu membuat kesimpulan tentang diri kita berdasarkan penangkapan kita tentang bagaimana orang lain memandang diri kita. Bila orang lain menyukai diri kita, maka kita pun aka menyukai diri kita.

b. Penerimaan diri Dasar (basic self acceptance), yaitu keyakinan bahwa diri kita diterima secara instrinsik dan tanpa syarat.

c. Penerimaan diri bersyarat (conditional self-acceptance), yaitu penerimaan diri yang didasarkan pada seberapa baik kita.

(15)

d. Evaluasi diri (self evaluation), yaitu estimasi atau penilaian kita tentang seberapa positif berbagai atribut yang kita miliki dibandingkan dengan atribut-atribut yang dimiliki oleh orang-orang lain yang sebaya dengan diri kita.

e. Perbandingan antara yang real dan yang ideal atau real-ideal comparison, yaitu penilaian kita tentang diri kita yang sebenarnya dibandingkan dengan diri kita diri kita yang kita cita-citakan. Artinya, kesesuian antara pandangan kita tentang diri kita yang sesungguhnya dan pandangan tentang diri kita yang seharunya.

3. Penerimaan diri pada wanita klimakterium

Efek samping menopause dapat terlihat dari beberapa wanita yang menganggap bahwa hal ini sebagai tanda menjadi tua, beberapa wanita yang lain menyesali hilangnya masa-masa bisa mengandung anak. Tahap kehidupan ini dapat terjadi pada saat bersamaan dengan perubahan-perubahan dalam hidup lainnya (Bandiyah, 2009).

Pengalaman menopause dapat ditentramkan dengan melihatnya dalam konteks bahwa ada stres lain yang dapat terjadi dalam hidup seorang wanita. Seringkali membiarkan diri sendiri menagisi kehilangan yang dialami akan menawarkan beberapa keadaan untuk menyesuaikan diri ke dalam fase normal ini. Menemukan seseorang yang perhatian untuk berbicara, seperti wanita lebih tua yang telah melalui transisi ini dengan sukses, mungkin dapat menolong. Pendekatan alternatif yang menargetkan tantangan-tantangan fisik, medis dan emosional yang menemani menopause dapat memudahkan transisi menjadi hal yang menyenangkan hati dan pikiran (Bandiyah, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Hamida (2012) yang meneliti tentang penerimaan diri dengan tingkat depresi pada wanita perimenopause ditemukan bahwa terdapat hubungan yang termasuk dalam golongan sedang antara penerimaan diri dengan depresi selama perimenopause, dimana besar koefisien korelasi sebesar 0.546 dengan arah negatif. Artinya, ketika penerimaan diri rendah maka depresi pada wanita

(16)

perimenopause tinggi, dan begitu pula sebaliknya, jika penerimaan diri tinggi maka depresi pada wanita perimenopause rendah.

4. Kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya (Potter & Perry, 2005). Wanita yang menjalani masa klimakterium merupakan rasa kehilangan pada keadaan dirinya dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, seperti haid yang lancar, kesehatan fisik yang prima, bentuk tubuh yang masih bagus dan sebagainya.

Rentang respon kehilangan pada wanita yang mengalami masa klimakterium meliputi:

a. Fase denial ditandai dengan reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan. Verbalisasi yang menyatakan penyangkalan, perubahan fisik seperti letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.

b. Fase anger atau marah dengan gejala mulai sadar akan kenyataan, marah diproyeksikan pada orang lain, reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan perilaku agresif. c. Fase bergaining atau tawar- menawar. Fase ini meliputi verbalisasi

seperti “kenapa harus terjadi pada saya? “ kalau saja yang sakit bukan saya “seandainya saya tetap muda“.

(17)

d. Fase depresi meliputi menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa. Gejala yang muncul seperti menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

e. Fase acceptance dengan gejala seperti pikiran pada objek yang hilang berkurang. Kondisi yang mulai menerima dengan keadaan diri seseorang seperti masa yang harus dilalui selama klimakterium. Verbalisasi yang muncul seperti ”apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “yah, memang saya ternyata sudah tua”, “memang ini harus saya lalui”.

5. Faktor yang mempengaruhi penerimaan diri

Menurut Gufron dan Risnawita (2010) menyebutkan bahwa secara garis besar penerimaan diri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi kondisi jasmani, psikologis, kebutuhan, kematangan intelektual, emosional, mental dan motivasi.

Penerimaan diri erat kaitannya dengan penerimaan terhadap kondisi fisik yang dimiliki individu. Penurunan aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya kemampuan fisik dan penerimaan diri seseorng.

Kondisi psikologis dan mental merupakan pandangan secara primer tentang perasaan sejahtera secara subjektif, yaitu suatu penilaian diri tentang tentang perasaan seseorang yang mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang, kebugaran dan energi, perasaan sejahtera dan kemampuan pengendalian diri internal. Indikator utama pada kondisi psikologis atau mental adalah tidak merasa tertekan atau depresi (Suliswati, dkk, 2005).

Kematangan Intelektual adalah orang yang mampu menghadapi segala persoalan dengan mempergunakan Nalar – Logika, melakukan pertimbangan-pertimbangan yang logis, sistimatis dan efisien berdasarkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.

(18)

Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan, dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi memiliki tiga aspek yaitu keadaan terdorong dalam diri, perilaku yang timbul dan terarah dan goal atau tujuan yang dituju oleh suatu perilaku (Walgito, 2004).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari lingkungan yang meliputi lingkungan rumah, keluarga dan masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Trismawati, dkk (2010) yang menemukan bahwa ada hubungan antara penerimaan diri terhadap perubahan fisik dengan kecemasan menghadapi menopause di Kubu Dalam Kelurahan Parak Karakah Padang. Hubungan penerimaan diri dengan variabel kecemasan menunjukkan bahwa tingkat kecemasan wanita yang sudah menghadapi menopause tinggi dan penerimaan diri wanita yang sudah menghadapi menopause kurang baik terutama terhadap perubahan fisik yang mereka alami. Faktor lain yang diindikasikan mempengaruhi faktor lingkungan sosial (meliputi pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis dan kurangnya dukungan sosial), faktor biologis (meliputi predisposisi genetis, abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal bahaya), faktor tingkah laku, dan faktor kognitif serta emosional.

(19)

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor penerimaan diri (Gufron &

Risnawita, 2010): 1. Faktor internal a. kondisi jasmani b. psikologis c. kebutuhan d. kematangan intelektual e. emosional

f. mental dan motivasi 2. Faktor eksternal

a. lingkungan rumah b. keluarga

c. sekolah d. masyarakat

Faktor yang mempengaruhi kecemasan (Stuart, 2007): 1. Presdisposisi a. peristiwa traumatik b. konflik emosional c. konsep diri d. frustasi e. gangguan fisik

f. pola mekanisme koping g. riwayat gangguan kecemasan h. medikasi

2. Presipitasi

a. ancaman terhadap integritas fisik

b. ancaman terhadap harga diri 3. Penilaian persepsi pada

klimakteriun (Larasati, 2007) 4. Sumber koping

5. Mekanisme koping

Kecemasanmenghadapi sindrom klimakterium

(20)

E. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

F. Variabel penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerimaan diri

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan menghadapi sindrom klimakterium.

G. Hipotesis

Ada hubungan penerimaan diri dengan tingkat kecemasan menghadapi sindrom klimakterium pada ibu di RW II Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati

Penerimaan diri

Kecemasan menghadapisindrom klimakterium

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka TeoriFaktor penerimaan diri (Gufron &amp;
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Dari sepuluh komponen komunikasi tersebut, hanya beberapa komponen yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk peristiwa komunikasi pada komunitas perempuan pesisir antara

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah semua pemberian dari perusahaan atau organisasi, baik berupa uang

Setelah masuk ke halaman Panel pilihan menu fantastico de luxe (ini fasilitas yang memungkinkan anda untuk menginstal CMS ke dalam situs anda hanya dengan beberapa kali

Dari proses belajar yang dilakukan pada awal pertemuan sampai dengan pertemuan keempat dapat disimpulkan bahwa penerapan STAD kolaborasi edmodo dapat

Jika grafik 1 hingga 5 diamati, maka dapat dilihat pengaruh variasi pengadukan, konsentrasi H 2 O 2 , dan temperatur lebih mudah dilihat saat analisa kadar glukosa

Dari hasil pengabdian masyarakat berupa penyuluhan tentang zat kimia aditif dalam makanan di Kelurahan Gatak Delanggu Klaten dapat disimpulkan bahwa penyuluhan ini sangat

1. Menu File : Untuk operasi file dokumen SPSS yang telah dibuat, baik untuk perbaikan pencetakan dan sebagainya. Output : dokumen yang berisi hasil running out SPSS d. *.spo :

parti yang mendapat majoriti dalam pilihan raya umum Perdana Menteri menjalankan kuasa eksekutif dengan dibantu oleh kabinet atau Jemaah Menteri yang dipilih daripada kalangan