• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA SEKSI URUSAN AGAMA ISLAM (URAIS) KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA SEKSI URUSAN AGAMA ISLAM (URAIS) KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN HATONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Amrar Mahfuzh Faza

Sekolah Tinggi Agama Islam Panca Budi Perdagangan amrar_faza@yahoo.com

Abstract

In the life of the nation and state, there is a well-known Religion of Life Harmony Trilogy, which is a strategy of religious harmony in a democratic society, in order to avoid conflicts between religious adherents and the government. There are several factors supporting religious harmony, namely aspects of religious teachings, socio-cultural aspects, legal aspects, and historical aspects. The coaching paradigm in religious harmony is well-known in the New Order era which has meaning as a form of interfaith relations designed by the state, and carried out through the state bureaucracy from the center to the regions. According to Azyumardi, this was quoted by Sunardi that this kind of form was not initiated by the religious elite (especially by the people) but by the government, especially by the Ministry of Religion. On this basis the writer tries to see the importance of the Ministry of Religion's role in maintaining and maintaining the continuity of inter-religious harmony which is specifically applied by the Ministry of Religion of Hatonduhan District, Simalungun District in the Urais Section.

Keywords: Head of Section, Religion, Interfaith, Religion

Abstrak

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adanya dikenal Trilogi Kerukunan Hidup Beragama,yang merupakan setrategi kerukunan umat beragama dalam sebuah masyarakat yang demokratis, guna untuk menghindarkan perpecahan konflik diantara pemeluk agama dan pemerintah. Ada beberapa faktor pendukung kerukunan umat beragama yakni Aspek ajaran agama, aspek sosial budaya, aspek hukum, dan aspek historis. Paradigma pembinaan dalam kerukunan umat beragama terkenal pada masa orde baru yang memiliki arti sebagai sebuah bentuk hubungan antaragama yang dirancang oleh negara, dan dijalankan melalui birokrasi negara dari pusat sampai ke daerah. Hal ini menurut Azyumardi yang dikutip oleh Sunardi bahwa bentuk semacam ini memang tidak diprakarsai oleh elite agama (apalagi oleh umat) melainkan oleh pemerintah, khususnya oleh Kementerian Agama. Atas dasar inilah maka penulis mencoba melihat akan pentingnya Kementerian Agama berperan dalam memelihara dan menjaga keberlangsungan kerukunan antar umat beragama yang secara sepesifik diterapkan oleh Kementerian Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun pada Seksi Urais.

(2)

Pendahuluan

Dalam wacana keIndonesiaan, persoalan agama menjadi salah satu isu krusial yang banyak disoroti oleh berbagai kalangan pasca keruntuhan Orde Baru. Di masa ini kita bisa melihat bagaimana „trilogi kerukunan agama‟ yang dulu diproklamirkan dan dibangga-banggakan oleh Orde Baru karena dianggap mampu mewadahi aspirasi dan menyatukan berbagai kelompok keagamaan yang ada justru berubah menjadi bencana.1

Secara kelembagaan, tugas untuk menyelaraskan demokrasi dan kerukunan umat beragama, pemerintah membentuk Kantor urusan agamayang kemudian disebut dengan Urusan Agama. Dengan posisi yang demikian, Kantor urusan agamaharus mengambil langkah tersendiri untuk menjadikan dirinya sebagai abdi negara dan rakyat dengan bentuk perilaku yang dapat diteladani dalam meningkatkan peranannya untuk kerukunan umat beragama.2 Tugas pokok departemen itu adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang agama. Tugas ini merupakan bentuk konkret pengamalan Pancasila sila pertama dan UUD 1945 Pasal 29 sebagai konsekuensi logis bangsa religius yang harus dilindungi oleh negara dan sekaligus sebagai pendukung kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis.3

Religiusitas yang heterogen tersebut membutuhkan upaya perekat, yaitu persatuan dan kesatuan umat beragama. Dalam hal ini, berarti kerukunan antarumat beragama tidak dibenarkan menjadi rival pemerintah dalam menentang kebijakan-kebijakannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagaimana terdapat dalam SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 2006 dan No. 8 tahun 2006.4

Gejala-gejala instabilitas secara nasional tidak bisa dipungkiri, namun dalam skala provinsial, di Sumatera Utara pada umumnya dan khususnya di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, gejala-gejala tidak kerukunan umat beragama tidak terlalu terlihat dikarenakan Seksi Urais Kantor Urusan

1 www.kompas.com/opini/1365391.htmSenin, 08 November 2004. 2www.hairanumumsuaramerdeka.com

3

Ibid. Dengan demikian, Kantor urusan agamasebagai departemen khusus yang menangani keagamaan, yang dibangun sejak 3 Januari 1946, memiliki wewenang untuk mengurusi segala urusan keagamaan

4Pasal 1 Ayat 1: “kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat

beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamany dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

(3)

Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun berperan aktif dalam menjaga kerukunan umat beragama di daerah tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana pola dan peranan Seksi Urais Kantor Urusan Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun dan perangkatnya dalam menjaga kerukunan antar umat beragama tersebut maka penulis tertarik mencoba untuk menelitinya.

Pembahasan

1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Istilah kerukukan hidup umat beragama secara formal muncul pada acara musyawarah antar agama yang dilaksanakan tanggal 30 November 1967 di Dewan Pertimbangan Agung yang disebabkan oleh gejolak ketegangan antara agama terutama Islam dan Katolik. Kerukunan hidup umat beragama merupakan perihal hidup rukun dimana kehidupan di dalamnya dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu hati dan bersepakat antar agama yang berbeda-beda atau antara umat dalam satu agama yang disebut dengan istilah Tri Kerukunan Umat Beragama, atau Trilogi kerukunan umat beragama.5

Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikTahun 1945.6

Kemudian dalam ayat 2 dinyatakan Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.7

5Sudjangi, Kajian Agama dan Masyarkat III, Kerukunan Terhadap Antar Umat

Beragama (Jakarta: Balitbang Urusan Agama, 1993), h. 6.

6

SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 Tahun 2006 Nomor : 8 Tahun 2006

(4)

2. Pembinaan Kerukunan Umat Hidup Beragama di Indonesia

Pada umumnya, program pembinaan kerukunan hidup umat beragama yang dilaksanakan mengacu kepada program tri kerukunan hidup beragama, yaitu kerukunan inter umat beragama, kerukunan antarumat beragama dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

Kerukunan beragama yang dilakukan oleh Kantor urusan agama memiliki dua arti penting yaitu sebagai nilai dan strategi. Kerukunan umat beragama dapat menjadi nilai maupun strategi demokratisasi sejauh kerukunan dimaknai sebagai sesuatu yang dinamis mengikuti pengalaman keberagamaan umat dalam berbagai bentuknya. Sebagai nilai, kerukunan umat beragama adalah saat-saat komunitas beragama mengalami dirinya sendiri di tengah-tengah masyarakat yang plural, saat-saat mereka mendapatkan inspirasi bagi imanjinasi sosial politik yang demokratis dan plural, dan akhirnya saat-saat mereka melahirkan dirinya lewat persahabatan dan/atau kelompok sosial untuk kepentingan kemanusiaan. Dengan kata lain, kerukunan beragama mempunyai fungsi mendewasakan dalam beragama.8

Paradigma pembinaan dalam kerukunan umat beragama tekenal pada masa orde baru yang memiliki arti sebagai sebuah bentuk hubungan antar agama yang dirancang oleh Negara (lewat pemerintah) dan dijabarkan lewat birokrasi Negara dari pusat sampai daerah, hal ini karena menurut Azyumardi yang dikutip oleh Sunardi model ini memang tidak diprakarsai oleh eleti agama (apalagi oleh umat), melainkan oleh pemerintah, khususnya Urusan agama.9

Sebagai negara demokratis, Pemerintah Indonesia mengatur pola kehidupan antara umat beragama lewat beberapa aturan yang dibuatnya. Adanya ketentuan untuk turut serta dalam meningkatkan kerukunan umat beragama diatur dalam Pasal 4 SKB Menag dan Mendagri No. 6 dan 8 tahun 2006 yang menyatakan bahwa (1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota. (2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor Kantor urusan agamakabupaten/kota. Dengan demikian dapat

8Mely G. Tan, “Agama dan Hubungan Antar Kelom[pok Etnis di Indonesia”, dalam

Harmoni; Jurnal Multikultural dan Multireligius, vol. III, No. 9 (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Kantor urusan agamaRI, 2004), h. 31.

(5)

dikemukakan bahwa Kasi Urais memiliki peranan penting di dalam meningkatkan kerukunan umat beragama.

3. Seksi Urais Kantor Urusan Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun merupakan salah satu dari kabupaten dan kota yang ada di provinsi Sumatera Utara, ibukotanya adalah Raya. Oleh masyarakat daerah ini sering disebut dengan nama “Tanoh Habonaron Do Bona” yang artinya yang benar tetap benar. Sebutan ini mengindikasikan suatu harapan agar daerah Simalungun utamanya masyarakatnya selalu bertindak benar terhadap sesama masyarakat. Sehingga tercipta ketenangan hidup. Tanah Simalungun yang dikenal dengan kesejukannya juga karena pengaruh hawa pegunungan, seharusnya berimbas pada pengaruh dan pola interaksi sosial masyarakatnya sehingga tidak diketemukan konflik sosial yang berpengaruh negatif terhadap sistem dan tatanan kehidupan yang sudah mapan sehingga masyarakat hidup secara aman dan damai.10

4. Struktur Seksi Urais Kantor Urusan Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

a. Kepala Kantor Kantor urusan agama (KUA) Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

b. Penyuluh Agama Islam (Urais) c. Staf Administrasi

d. Staf Honor

e. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N)

5. Visi dan Misi Seksi Urais Kantor Urusan Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Dalam struktur organisasi Kantor Urusan Agama, bahwa salah satu seksi yang membidangi Urusan agama Islam adalah Urais, yang memiliki visi dan misi sebagai berikut: Visinya adalah Terwujudnya masyarakat Islam yang beriman,

10Rousyadi,”Konversi Agama dalam Masyarakat Simalungun (Studi di Kecamatan Simpang

Empat Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun Smatera Utara 1978-2000)‟ (Tesis: IAIN SU, 2003), h. 25.

(6)

bertaqwa dan berakhlaq mulia terpancar pada perilaku sehari-hari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan misinya adalah meningkatkan pelayanan/bimbingan kepenghuluan, dan perlindungan terhadap masyarakat Islam dalam menjalankan agamanya melalui pengembangan keluarga sakinah, pembinaan kemitraaan umat dan ibadah sosial, serta terbinanya syari‟ah dalam menuju ukhuwah Islamiyah.

Kemudian untuk menjalankan visi dan misinya tersebut Direktorat Kantor Urusan Agama dan pembinaan syari‟ah memiliki rencana kerja, yang meliputi:

1. Memberikan bantuan dana untuk tempat ibadah, khususnya bantuan pembangunan masjid dan rehabilitasi pasca bencana dan pengembangan perpustakaan tempat peribadatan;

2. Meningkatkan pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas pencatat nikah serta pembangunan dan rehabilitasi gedung Kantor Kantor Urusan Agama (KUA) yang sudah rusak, dan pengadaan kendaraan operasional roda dua/motor;

3. Kelembagaan dan tata kelola KUA meliputi ketenagaan, peningkatan SDM, transparansi keuangan NR dan sistem informasi pencatatan nikah; 4. Meningkatkan fungsi dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajaran

masayarakat dengan pengembangan perpustakaan serta sebagai pusat pemberdayaan ekonomi masayarakat;

5. Meningkatkan pelayanan pembinaan keluarga sakinah dengan bantuan keluarga pra sakinah, kelompok keluarga sakinah maupun desa binaan; 6. Pendidikan calon pengantin memanfaatkan waktu tunggu 10 hari dengan

mempersiapkan kurikulum, metode, bahan dan sarana lainnya;

7. Meningkatkan pembinaan jaminan produk halal dan pelatihan bagi pelaku usaha, auditor serta kerja sama sektor terkait di bidang produk halal; 8. Pengadaan kitab suci meliputi peningkatan jumlah eksemplar dalam

rangka pemenuhan + 19.197.000 pasangan keluarga pra sakinah dan 39.394.000 penyandang sosial termasuk fakir miskin;

9. Pendidikan Hisab Rukyat diarahkan pada jajaran Kantor Urusan Agama dari semua tingkatan sampai dengan KUA Kecamatan, Ormas Islam dan instansi terkait berupa, orientasi, koordinasi dan lain-lain;

(7)

10. Sarana dan prasarana pengadaan alat-alat hisab rukyat sampai ke tingkat Urusan Agama/Kab. Kota dalam rangka rukyatul hilal, penentuan arah kiblat;

11. Koordinasi dengan instansi terkait dalam penyelesaian dua RUU mejadi Undang-undang dan menyiapkan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Agama.

Pola Kerukunan Umat Beragama Yang Diterapkan Seksi Urais Kantor Urusan Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

1. Bentuk-Bentuk Pembinaan Seksi Urais

Dalam usahanya untuk menjaga kerukunan umat beragama, Seksi Urais di lingkungan Kantor Urusan Agama Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun sebagai salah satu seksi yang harus bertanggung jawab kepada Kantor urusan agamapusat, secara garis besar memiliki tugas yang didasarkan pada tiga pola, yaitu pembinaan, pencegahan dan kekeluargaan.

Pola pembinaan dilakukan untuk kalangan umat Islam dalam hal-hal yang berkaitan seperti penyelenggaraan ibadah haji, muzakarah, pembinaan menuju keluarga sakinah dan lain-lainnya. Namun demikian pola pembinaan yang dilakukan juga bersifat internal organisasi yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Pada saat Apel Pagi dihari Senin, menyampaikan himbauan kepada para aparat pegawai Kantor Urusan Agama agar senantiasa mengedepankan kebersamaan dan persaudaraan dalam memelihara ketenangan dan ketentraman, sehingga aparat Kantor Urusan Agama dapat menjadi contoh yang baik kepada masyarakat.

b. Pada saat Rakor Rutin Jajaran Urusan Agama. Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun (hari Senin pada setiap awal bulan) memberikan pembinaan kepada seluruh Ka. KUA. Kecamatan, bahwa selain tupoksi yang ada di Kantor Urusan Agama masih ada lagi yang tidak kalah pentingnya dan menjadi perhatian yakni membina dan memelihara trilogi kerukunan umat beragama di wilayah kerja masing-masing.

c. Pada saat acara Halal Bi Halal dan Hari Amal Bakti Kantor Urusan Agama serta pada pertemuan lainnya, memberikan himbauan dan penekanan akan pentingnya memelihara dan menjaga kerukunan di antara Umat Beragama

(8)

di Tanah Simalungun Simalem, sehingga Tanah Simalungun akan tetap menjadi masyarakat yang tentram dan damai.

2. Bentuk-Bentuk Koordinasi

Bentuk koordinasi dilakukan untuk melakukan koordinasi dalam rangka meningkatkan dan menguatkan hubungan antara satu elemen dengan lainnya sehingga mencegah adanya miskoordinasi atau salah paham dengan pihak-pihak terkatit. Pola koordinasi terbagi menjadi dua, yaitu koordinasi ke dalam dan koordinasi ke luar.

Koordinasi ke dalam atau internal dilakukan untuk berkoordinasi dengan Ka. KUA yang menjadi bawahan dalam rangka mengimplementasikan visi dan misi Seksi urusan agama Islam dan penyelenggaraan haji, yang salah satunya adalah berkenaan dengan masalah menjaga kerukunan umat beragama dan menguatkan persaudaraan sesama umat Islam sehingga kuat, hal ini dilakukan kerena dalam pola hubungan agama, umat Islam dengan masyarakat lainnya di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. berada dalam posisi minoritas mayoritas. Dengan kata lain koordinasi dilakukan untuk menjaga bagaimana umat Islam bisa terus survive di tengah Mayoritas dan dapat menjalankan agamanya tanpa gangguan.

Koordinasi kedua adalah koordinasi eksternal dengan melibatkan kalangan luar umat Islam, yaitu dengan mengadakan bentuk koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti mengadakan silaturahmi ke tokoh-tokoh agama lainnya dan juga berdialog dengan para tokoh agama.

Adapun langkah-langkah koordinasi yang ditempuh oleh Seksi Urais dalam penyelesaian konflik yang terjadi di antara umat beragama, adalah sebagai berikut

a. Menghimpun informasi dari masyarakat yang bertikai dan dari pihak aparat Desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta unsur pemerintah setempat.

b. Melakukan koordinasi dengan pihak yang terkait dalam penanganan permasalahan konplik keagamaan.

c. Menugaskan Kepala KUA Kecamatan yang bersangkutan untuk melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan pemerintahan setempat bersama dengan para tokoh masyarakat dan tokoh agama, guna untuk penyelesaian konflik yang terjadi.

(9)

d. Mengadakan pertemuan koordinasi dengan aparat pemerintahan di tingkat Kabupaten dan lembaga serta Ormas Islam.

e. Melaksanakan kunjungan langsung ketempat kejadian,bersama dengan unsur aparat pemerintahan yang terkait sesuai dengan amanat Peraturan Bersama Menteri dan Jaksa Agaung dalam pembinaan dan pemantauan aliran-aliran sesat.

f. Memberikan himbauan dan pembinaan dalam rangka memelihara kerukunan antar umat beragama dan interen umat beragama, pada tempat lokasi yang bermasalah.

Faktor-Faktor Pendukung Terciptanya Kerukunan Umat Beragama Di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Kalau dalam faktor-faktor penyebab terjadinya konflik keberagamaan yang terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun didominasi oleh faktor yang berhubungan dengan pemindahan tanah kuburan, dan pembuatan sarana peribadatan, di sini peneliti akan memberikan paparan mengenai faktor pendukung terciptanya kerukunan umat beragama, yaitu:

a. Faktor kekerabatan

Sebagaimana diketahui bahwa kekerabatan dalam Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun menggunakan Dalam ilmu hukum, adat isitadat dikatergorikan sebagai hukum tidak tertulis, namun sifatnya tetap mengikat terhadap masyarakat di wilayah teriotiralnya. Demikian juga dengan adat-istiadat yang terdapat pada masyarakat Simalungun, di mana nilai-nilai atau norma yang terdapat di dalam adat dikategorikan sebagai hukum tidak tertulis, sebab tidak ada satupun ditemukan aturan tertulis atau buku pedoman pelaksanaan adat-istiadat yang baik dan dapat dijadikan refensi, hal itu ditambah dengan wujud adat tersebut yang berupa warisan budaya yang dilaksanakan warga masyarakat Simalungun secara turun temurun yang menjadi praktek keseharian

Sistem kekeluargaan atau kekerabatan pada masyarakat Simalungun diistilahkan dengan terminology “tiga tungku batu” yang meliputi: daliken si telu (tiga ikatan), raku si telu, iket si telu (tiga sejalanan dan tiga sepiring), dan

sangkep si telu (tiga yang lengkap). Perisitilahan ini didasari pada perumpamaan

orang yang ingin menanak nasi. Agar nasi dapat masak dengan sempurna, periuknya harus berada di atas tiga buah tungku. Bila tungku kurang, periuk akan

(10)

jatuh dan pecah. Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa bila salah satu dari tiga ikatan kekeluargaan dan kekerabatan ini tidak ada, maka kekeluargaan dan kekerabatan seseorang dipandang tidak sempurna. Ketiga tungu batu sebagai pilar sistem kekeluargaan dan kekerabatan ini terdiri dari senina, anak beru, dan

kalimbuhu.

b. Faktor Budaya

Penduduk Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah dinamis dan patriotis serta taqwa kepada Tuhan Yang Esa. Masyarakat Simalungun kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan modal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan. Dalam kehidupan masyarakat Simalungun, idaman dan harapan yang ingin diwujudkan.

Dengan berpegangan pada budaya ini, maka faktor terciptanya kerukunan umat beragama di sini sangat terjaga yaitu dengan memegang teguh tujuan dari moto dan ciri khas dari orang Simalungun, yaitu sanggap, tuah dan menjuah-juah. Faktor inilah yang menjadikan penyelesaian masalah tanah kuburan dan konflik lainnya kadang dapat diselesaikan dengan baik sehingga terciptalah kerukunan umat beragama di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

c. Faktor Etnik

Secara sosial Penduduk asli yang mendiami wilayah Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun disebut Suku Bangsa Simalungun. Suku Bangsa Simalungun ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi Suku Bangsa Simalungun sendiri.

Dengan faktor etnik yang demikian kuat, maka kerukunan umat beragama di sini tercipta dengan baik di samping itu juga jenis hubungan minoritas dan mayoritas menjadi faktor yang sangat menentukan kerukunan umat beragama di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun bagi umat Islam.

Penyelesaian Konflik yang Terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

1. Konflik Keberagamaan yang Terjadi Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Berdasarkan jenis konflik yang terjadi dalam masalah keberagamaan, ada tiga jenis konflik yang terjadi yaitu konflik intern pemeluk agama (internal), konflik yang terjadi antara umat beragama (antar umat beragama) dan konflik

(11)

antara umat beragama dengan pemerintah, hal ini mengacu kepada tiga jenis bentuk kerukunan umat beragama. Maka di wilayah Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun terdapat juga konflik yang terjadi memiliki tiga jenis.

Hal ini didasarkan pada data yang diperoleh di lapangan, wawancara dan data serta observasi yang diperoleh dari Seksi Urais dalam memelihara dan meningkatkan kerukunan umat beragama di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun didapat beberapa permasalahan yang termasuk dalam kategori konflik keberagamaan, sesuai dengan observasi awal dalam latar belakang masalah bahwa Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun memiliki tingkat kondusifitas keberagamaan yang baik.

Konflik antara umat beragama di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun dalam hal ini lebih dominan dibandingkan dengan dua jenis konflik yang terjadi yaitu konflik internal umat beragama dan konflik umat beragama dengan pemerintah.

Banyaknya konflik yang terjadi antara umat beragama dapat dilihat dalam permasalahan yang terjadi, di antaranya adalah:

a) Pemindahan kuburan orang Islam oleh pihak yang berkeluarga Kristen dengan tata cara ajaran Kristen, sehingga menimbulkan masalah tersendiri. b) Pendirian gereja di wilayah komunitas Islam yang terjadi di Kecamatan

Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

Sebagaiaman dalam Bab IV tentang Pendirian Rumah Ibadat dalam Pasal 13 berturut-turu disebutkan bahwa: ayat (1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Ayat (2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah Kecamatan atau Kabupaten/ kota atau provinsi.

Di samping itu juga dalam Pasal 14 disebutkan bahwa (1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Ayat (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:

(12)

a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. Rekomendasi tertulis kepala kantor Kantor Urusan Agama Kabupaten/ kota; dan

d. Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/kota.

Namun demikian, konflik keberagamaan ini dapat ditanggulangi dengan baik berkat peran serta seksi Urais dalam bekerjasama dengan FKUB yang terbentuk di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun yang menghasilkan kesepakatan tidak didirikannya bangunan gereja ini, sehingga terciptalah kedamaian dan ketenangan di wilayah tersebut.

Apa yang dilakukan oleh Seksi Urais dalam hal ini mengacu pada peraturan SKB 3 Menteri Bab VI tentang penyelesaian perselisihan Pasal 21 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat. Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor Kantor Urusan Agama Kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB Kabupaten/kota.

e. Adanya Pengaduan dari Umat Islam di Desa Lingga tentang adanya oknum penduduk yang melakukan penggalian kubur umat Islam untuk dilaksanakan penguburan dengan cara bukan menurut tata cara ajaran Islam (terjadi sekitar awal tahun 2007).

f. Ada permasalahan yang membuat masyarakat di desa Gongpinto menjadi resah dan terganggu, yakni adanya pembangunan rumah ibadah yang tidak mengikuti peraturan pendirian rumah ibadah (terjadi sekitar bulan Maret 2007).

Inilah yang menurut peneliti dianggap sebagai jenis konflik beragama yang terjadi antarumat yang terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten

(13)

Simalungun, khususnya di Kecamatan Simpang Empat, meskipun demikian sesuai dengan temuan dari Rousydy bahwa konversi agama di Kecamatan Simpang Empat tetap saja berjalan sampai sekarang berhubungan erat dengan faktor budaya yang kuat, sehingga konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan kekeluargaan.

Untuk jenis konflik yang kedua, yaitu konflik internal umat beragama, peneliti hanya menemukan bahwa masalah Ahmadiyah menjadi satu-satunya konflik keberagamaan internal, meskipun dalam taraf ini, konflik yang terjadi tidaklah mengganggu kerukunan internal umat beragama.

Sebagaimana diketahui bahwa aliran Ahmadiyah merupakan aliran yang pada awalnya dilarang di wilayah Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, hanya saja karena aliran ini tidak terlalu menonjolkan sisi negatifnya, dianggap tidak ada konflik. Namun konflik aliran Ahmadiyah semakin bergema sebagai imbas dari keputusan yang dibuat oleh Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan aliran Ahmadiyah sesat, meskipun terdapat pro dan kontra terhadap eksistensi aliran ini.

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Konflik Keberagamaan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Dari data di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun dengan wilayah yang didominasi mayoritas Kristen berdasarkan jenis bentuk hubungan suatu komunitas dikategorikan memiliki hubungan minoritas dan mayoritas. Umat Islam dalam hal ini memiliki populasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan populasi mayoritas (Kristen) yaitu dengan perbandingan 51, 43% (Kristen) dan Islam (28,68%).

Dengan pola hubungan minoritas dan mayoritas, umat Islam harus memiliki strategi tersendiri dalam mengembangkan dan meningkatkan kerukunan dengan pihak mayoritas, yang dalam hal ini Kantor Urusan Agama dengan Seksi Urais sebagai turunannya diharuskan memiliki strategi dan peran vital untuk mengontrol umatnya dalam menjaga kerukunan umat beragama.

Artinya ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Seksi Urais dan Penyiaran Haji dalam meningkatkan perannya untuk melindungi dan menjaga kondusifitas kerukunan beragama di tanah Simalungun, hal ini berkaitan erat

(14)

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik keberagamaan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

Dari data tentang konflik yang terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik dapat di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun didominasi oleh faktor keberagamaan, di samping, Faktor ideologi, Faktor ekonomi, Faktor sosial dan Faktor budaya.

Faktor keberagamaan lebih banyak bergulat pada masalah pemindahan tanah pekuburan dan tata cara pelaksanaan penguburan mayat dengan itensitas permasalahan yang telah didentifikasi mencapai 50 persen dari total permasalahan yang dianggap merupakan konflik keberagamaan.

Seksi Urais dengan segala programnya, dalam hal ini tidak semua program yang direncanakan berjalan dengan mudah sesuai dengan yang diharapkan. Banyak sekali kendala-kendala dan hambatan-hambatan yang timbul. Hambatan itu ada kalanya bersifat internal (berasal dari pelaksana kegiatan) atau pun bersifat eksternal (berasal dari masyarakat). Ada juga kendala yang bersifat teknis, yang semestinya kendala tersebut dapat diatasi dengan mudah, namun dengan sifatnya yang teknikal menjadi hal yang meninggalkan ruang permasalahan tersendiri. Secara umum, hambatan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka program kerukunan umat beragama adalah sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia yang tersedia dalam merealisasikan program ini masih sangat kurang.

b. Kurangnya koordinasi antara lembaga atau instansi pemerintah. c. Lemahnya dukungan financial dari pemerintah.

d. Kurangnya perhatian dari pemerintah daerah.

e. Lemahnya kesadaran masyarakat tentang keputusan Menteri Agama (KMA), yang mengatur hubungan antar umat beragama dalam menjalankan aktifitas kebergamaannya.

3. Langkah-langkah Penyelesaian Konflik Keberagamaan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun

Berdasarkan bentuk konflik yang terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, maka seksi Urais harus melakukan pola penyelesaian berdasarkan jenis konflik yang terjadi mencakup trilogi kerukunan umat itu

(15)

sendiri, yaitu kerukunan internal umat beragama, kerukunan antarumat bergama dan kerukunan umat beragam dengan pemerintah.

Berkaitan dengan jenis konflik yang melibatkan interal umat beragama, maka seksi Urais menggunakan pola pendekatan kekeluargaan, pendekatan pencegahan dan pendekatan organisatoris.

Pendekatan kekeluargaan di sini adalah melakukan upaya musyawarah dengan keluarga yang mengikuti aliran Ahmadiyah dengan yang menentangnya, dengan menekankan upaya kembali kepada Islam yang sesungguhnya kepada pengikut Ahmadiyah, sehingga karena pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kekeluargaan, maka tidak terjadi hal-hal yang diinginkan, meskipun pengikut jama‟ah Ahmaddiyah tetap tidak kembali ke ajaran Islam sesungguhnya dan ada juga yang kembali ke Islam yang sesungguhnya.

Sedangkan bentuk pencegahan kepada umat Islam adalah dengan melakukan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib, seperti pengajian, muzakarah, pengisian pengajian di Majelis Taklim, pengisian khutbah jum‟ah, safari Ramadhan, peningkatan pengajian di ormas keIslaman seperti, Muhammadiyah, al-Washliyah, Nahdhatul Ulama dan berdialog dengan tokoh agama Islam atau para kiyai dan ustaz. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.

Sedangkan pendekatan organisatoris dilakukan dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan secara formal kepada para ustaz, kepala-kepala Kantor Kantor urusan agamadan tokoh agama untuk ikut serta memberikan pencerahan dan pemahaman agama yang komprehensif kepada umat Islam baik dalam acara Peringatan Hari-hari Besar Islam (PHBI) untuk menghindari konflik keberagamaan dan menjalankan ajaran mereka sendiri dengan baik dan benar.

Sedangkan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antarumat beragama, Seksi Urais juga menggunakan pendekatan yang sama dengan pendekatan dalam menyelesaikan masalah internal umat beragama, yaitu pendekatan kekeluargaan dan pendekatan organosatoris.

Pendekatan kekeluargaan maksudnya adalah, upaya penyelesaian konflik yang terjadi yaitu dengan menggunakan sistem kekerabatan yang dalam Ranah

(16)

Simalungun sangat dijunjung tinggi, pendekatan kekeluargaan yang dilakukan dalam konflik yang terjadi di mana peneliti melakukan penelitian adalah ketika masalah yang berhubungan dengan pemindahan makam, sementara mereka adalah satu marga namun beda agama.

Dengan kata lain, masyarakat Simalungun dalam urusan kekeluargaan meskipun berbeda agama dan keyakinan tetap saja melakukan upaya musyawarah sebagai sebuah keluarga yang mau tidak mau, seksi Urais ikut serta mendamaikan masalah ini. Dengan kata lain konsep Sistem kekeluargaan atau kekerabatan pada masyarakat Simalungun diistilahkan dengan terminology “tiga tungku batu” yang meliputi: daliken si telu (tiga ikatan), raku si telu, iket si telu (tiga sejalanan dan tiga sepiring), dan sangkep si telu (tiga yang lengkap). Perisitilahan ini didasari pada perumpamaan orang yang ingin menanak nasi. Agar nasi dapat masak dengan sempurna, periuknya harus berada di atas tiga buah tungku. Bila tungku kurang, periuk akan jatuh dan pecah. Perumpamaan ini mengisyaratkan bahwa bila salah satu dari tiga ikatan kekeluargaan dan kekerabatan ini tidak ada, maka kekeluargaan dan kekerabatan seseorang dipandang tidak sempurna. Ketiga tungu batu sebagai pilar sistem kekeluargaan dan kekerabatan ini terdiri dari senina,

anak beru, dan kalimbuhu.

Pola organisatoris yang dilakukan Seksi Urais sebagai bagian dari Kantor Urusan Agama melakukan beberapa langkah kegiatan yang dianggap sebagai bentuk penyelesaian konflik keberagamaan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun atau untuk meminimalisir terjadinya konflik antara lain:

(1) Rapat bersama tokoh agama masyarakat dalam upaya menyelesaiakan masalah tanah perkuburan umum dan untuk umat Islam yang membahas masalah pertentangan batas tanah kuburan masyarakt Islam dan komunitas Kristen. Usaha itu dilakukan dengan menghadirkan anggota DPRD Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

(2) Mengikuti rapat pembentukan Forum Kemitraan Umat Beragama (FKUB) Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

(3) Turut aktif dalam pelaksanaan istighosah/zikir Kambtibmas Tanah Simalungun.

(4) Pertemuan silaturrahmi bersama Kapolres dengan tokoh-tokoh agama demi menjaga kondusifitas tanah Simalungun dari konflik bernuansa sosial maupun keberagamaan.

(17)

(5) Permohonan surat kepanitian pembangunan pekuburan kepada Bupati Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun untuk menyelesaiakan sengketa batas tanah kuburan untuk masyarakat muslim dan komunitas Kristen.

(6) Pertemuan dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan bersama dengan anggota DPRD Komisi C membahas masalah tapal batas tanah perkuburan masyarakat muslim dengan Comunitas kristen.

(7) Rapat dengan anggota DPRD komisi C di kator DPRD Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun membahas tentang batas tanah pekuburan peruntukan umat Islam dan Kristen. Hasilnya adalah saran untuk Bupati Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun untuk mencari lahan baru untuk pemakaman dan menganggarkan dana pembuatannya.

(8) Mengadakan rapat pembentukan tim pemantau aliran sesat (Jamaat Ahmadiyah Islamiyah) Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menyikapi konflik keberagamaan di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, Seksi Urais melakukan pola koordinasi organisatoris dan pola persuasif atau kekeluargaaan. Pola koordinasi bermakna bahwa pola ini dilakukan erat kaitannya dengan tugasnya sebagai pembuat kebijakan yang bersuboordinasi dengan Urusan agama. Koordinasi tersebut memiliki dimensi koordinasi peningkatan kualitas pelayanan terhadap komuntiasnya (internal) dan koordinasi bidang kerukunan umat beragama (eksternal).

Koordinasi pada tingkat internal merupakan koordinasi yang bersifat pemahaman, sosialisasi yang lebih diarahkan bimbingan kepada masyarakat muslim dengan perincian sebagai berikut:

1) Koordinasi peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman pendidikan agama dan keagamaan serta kualitas tenaga penyuluh agama di daerah konflik dan terpencil dalam kehidupan beragama Mengurangi perilaku masyarakat yang bertentangan dengan moralitas dan etika keagamaan serta meningkatkan kualitas tenaga penyuluh dan pelayanan keagamaan Memperkuat peran keluarga sebagai basis pembinaan masyarakat dan bangsa serta memberikan kesempatan kepada tenaga penyuluh dan pelayanan keagamaan mengikuti pendidikan keagamaan Terjadinya

(18)

peningkatan perilaku masyarakat yang mencerminkan peningkatan dan pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama serta semakin banyaknya tenaga penyuluh dan pelayanan keagamaan yang mendapat pendidikan. 2) Koordinasi dalam pengembangan wawasan keagamaan melalui sarasehan

bagi guru-guru agama dalam upaya memenuhi kebutuhan pendidikan dan tenaga kependidikan agama Mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Sarasehan, penataran, penyertaan bagi guru-guru agama Meningkatnya kualitas guru-guru agama dalam pemahaman dan pengamalan ajaran agama.

3) Koordinasi pencegahan pornografi dan pornoaksi Mencegah kegiatan yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi. Mengkoordinasikan Instansi terkait, Tokoh Agama, Tokoh masyarakat, Budayawan, LSM serta DPR RI Berkurangnya kegiatan yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi baik dalam media cetak maupun elektronik.

4) Koordinasi peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan, dan pendidikan keagamaan serta pengembangan manajemen lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan Meningkatnya kualitas dan kapasitas serta manajemen lembaga sosial keagamaan dan pendidikan keagamaan Memberikan bantuan sarana dan prasarana serta manajemen terhadap lembaga sosial dan pendidikan keagamaan Jumlah dan kualitas lembaga sosial dan pendidikan keagamaan meningkat.

5) Koordinasi peningkatan kualitas penataan, pengelolaan dan pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah dengan akses yang sama bagi pemeluk agama. Meningkatnya fasilitas pelayanan dan sarana peribadatan bagi pemeluk agama Memberikan bimbingan dalam penataan, bantuan rehabilitasi dan membangun sarana peribadatan. Semakin baiknya kualitas penataan dan sarana peribadatan.

6) Koordinasi persiapan penetapan biaya perjalanan ibadah Haji (BPIH) dan peningkatan kualitas pelayanan serta embarkasi haji Efisien dan meningkatnya kualitas pelayanan ibadah haji Penghematan biaya yang tidak perlu dan peningkatan profesional petugas dan palayanan haji Kecilnya keluhan jamaah dan kesalahan dalam pelaksanaan ibadah haji.

(19)

7) Koordinasi evaluasi terhadap hasil-hasil penelitian memberikan evaluasi terhadap melakukan monitoring dan evaluasi Tersusunnya konsep kebijakan dalam dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragamakebijakan dalam peningkatan kualitaspelayanan kehidupan beragama terhadap kualitas pelayanan kehidupan beragama kualitas pelayanan kehidupan beragama.

Sedangkan koordinasi bidang kerukunan yang mengarah kepada usaha

persuasive untuk mencegah konflik keberagamaan dapat diarahkan kepada hal-hal

berikut ini:

1) Koordinasi peningkatan kerukunan intern, antar umat beragama dan antar umat beragama dengan pemerintah Meningkatnya harmonisasi sosial dalam kehidupan intern dan antar umat beragama yang toleran dan saling menghormati Mengkoordinir upaya-upaya menjaga keserasian sosial dan memperkuat hubungan sosial masyarakat dalam kelompok-kelompok keagamaan. Terwujudnya suasana damai dan saling menghormati intern, antar umat beragama, umat beragama dengan pemerintah.

2) Koordinasi pencegahan berkembangnya potensi konflik yang mengandung sentimen keagamaan. Menghindari terjadinya konfliksosial yang disebabkan karena perbedaan pemahaman agama Mengkoordinasikan terciptanya keadilan dan kesamaan hak bagi semua umat beragama Terciptanya kerukunan umat beragama.

3) Koordinasi dalam pembangunan hubungan antar umat beragama dan peningkatan potensi kerukunan hidup umat beragama, bertujuan untuk: a) Untuk mencapai keharmonisan sosial menuju persatuan dan kesatuan

nasional;

b) Mendorong tumbuh kembangnya wadah-wadah kerukunan antar umat beragama;

c) Koordinasi melalui Forum dialog dan temu ilmiah;

d) Mendirikan sekretariat bersama forum antar umat beragama di seluruh propinsi dan penyediaan data kerukunan umat beragama;

e) Terbentuknya forum dialog antar umat beragama di tingkat propinsi, Kabupaten/Kota;

f) Tersedianya peta kerukunan umat beragama dan terbentuknya sekretariat bersama di tiap-tiap propinsi, Kabupaten/kota

(20)

4) Koordinasi pengembangan multikultural bagi guru-guru agama dan peningkatan kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama

a) Memantapkan dasar-dasar kerukunan antar umat beragama menuju persatuan dan kesatuan nasional.

b) Sosialisasi wawasan multikultural bagi guru-guru agama. c) Peningkatan tenaga penyuluh kerukunan umat beragama

d) Meningkatkan pemahaman wawasan multikulturalisme bagi guru-guru agama dan tenaga penyuluh kerukunan umat beragama

5) Koordinasi dalam pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat

a) Menciptakan keserasian hubungan antar unit sosial dan antar budaya dalam rangka menurunkan ketegangan dan ancaman konflik

b) Memasukkan pendidikan multikulturan dalam kurikulum pada tingkat dasar, menengah baik umum maupun kejuruan

c) Meningkatkan pemahaman dan besarnya toleransi masyarakat terhadap berbagai perbedaan

6) Koordinasi tokoh lintas agama tingkat pusat untuk memperkuat koordinasi ormas keagamaan serta memantapkan kerukunan umat beragama:

a) Memantapkan visi kerukunan umat beragama serta mudahnya mensosialisasikan nilai-nilai kerukunan dalam rangka pemantapan NKRI serta menangkal potensi-potensi yang bernilai negatif

b) Membentuk Pokja kerukunan umat beragama yang terdiri dari tokoh lintas agama, untuk melakukan pertemuan koordinasi rutin tentang kerukunan umat beragama tingkat pusat

c) Kokohnya hubungan tokoh lintas agama

d) Meningkatnya jati diri bangsa sebagai bangsa yang multi agama

e) Meningkatnya kemampuan bangsa dalam mengelola kerukunan umat beragama

Dari paparan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa usaha yang dilakukan oleh Seksi Urais dalam menjaga Kerukunan Umat Beragama di wilayah Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, adalah sebagai berikut:

a) Pada saat Apel Pagi di hari Senin, menyampaikan himbauan kepada para aparat pegawai Kantor urusan agamaagar senantiasa mengedepankan kebersamaan dan persaudaraan dalam memelihara ketenangan dan

(21)

ketentraman,sehingga aparat Kantor urusan agamadapat menjadi contoh yang baik kepada masyarakat.

b) Pada saat Rakor Rutin Jajaran Urais Kantor urusan agamaKecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun (hari Senin pada setiap awal bulan) memberikan pembinaan kepada seluruh Ka.KUA. Kecamatan, bahwa selain tupoksi yang ada di Kantor Kantor urusan agamamasih ada lagi yang tidak kalah pentingnya dan menjadi perhatian yakni membina dan memelihara trilogi kerukunan umat beragama di wilayah kerja masing-masing.

c) Pada saat acara Halal Bi Halal dan Hari Amal Bakti Kantor urusan agamaserta pada pertemuan lainnya,memberikan himbauan dan penekanan akan pentingnya memelihara dan menjaga kerukunan Di antara Umat Beragama di Tanah Simalungun Simalem, sehingga Tanah Simalungun akan tetap menjadi masyarakat yang tentram dan damai.

Itulah yang dapat penulis paparkan dalam pembahasan mengenai pola Seksi Urais dalam meningkatkan kerukunan umat beragama di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

Kesimpulan

Dari pembahasan dalam penelitian mengenai pola pelaksanaan Seksi Urais dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Konflik yang terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun didominasi oleh masalah keberagamaan. Ada tiga bentuk konflik yang terjadi di Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun berkaitan dengan masalah keberagamaan, yaitu konflik antarumat beragama, konflik internal umat beragama dan konflik umat beragama dengan pemerintah. b. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Seksi Urais dalam penyelesaian

konflik yang terjadi di antara umat beragamsa, adalah sebagai berikut: i. Menghimpun informasi dari masyarakat yang bertikai dan dari pihak

aparat Desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta unsur pemerintah setempat.

ii. Melakukan koordinasi dengan pihak yang terkait dalam penanganan permasalahan konflik keagamaan.

(22)

iii. Menugaskan Kepala KUA Kecamatan yang bersangkutan untuk melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan pemerintahan setempat bersama dengan para tokoh masyarakat dan tokoh agama, guna untuk penyelesaian konflik yang terjadi.

iv. Mengadakan pertemuan koordinasi dengan aparat pemerintahan di tingkat Kabupaten dan lembaga serta Ormas Islam.

v. Memberikan himbauan dan pembinaan dalam rangka memelihara kerukunan antar umat beragama dan interen umat beragama,pada tempat lokasi yang bermasalah.

c. Pola yang diterapkan seksi Urais dalam menyelesaikan konflik keberagamaan, adalah pola organisatoris, preventif, dan kekeluargaan yang dilakukan dalam tiga jenis kerukunan yaitu antarumat beragama, intern umat beragama, dan umat beragama dengan pemerintah.

Daftar Pustaka

Rousyadi.”Konversi Agama dalam Masyarakat Simalungun. Studi di Kecamatan Simpang Empat Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun Smatera Utara 1978-2000. (Medan, IAIN SU, 2003.

SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 Tahun 2006 Nomor : 8 Tahun 2006.

Sudjangi. Kajian Agama dan Masyarkat III, Kerukunan Terhadap Antar Umat

Beragama. Jakarta: Balitbang Urusan Agama, 1993.

Tan, Mely G. “Agama dan Hubungan Antar Kelom[pok Etnis di Indonesia”, dalam Harmoni; Jurnal Multikultural dan Multireligius, vol. III, No. 9. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Kantor urusan agamaRI, 2004.

www.hairanumumsuaramerdeka.com.

Referensi

Dokumen terkait

5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih

Beberapa cara dapat dilakukan untuk memilih model yang terbaik, yaitu salah satu diantara CEM dan FEM, salah satu caranya adalah dengan menggunakan aplikasi eviews.8 dengan

penelitian lapangan Dari banyaknya penelitian yang telah membahas program BUMDes, maka penulis belum menemukan judul penelitian yang membahas tentang Peranan

Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan pada Peran Brimob dalam Penanganan Demonstrasi secara Profesional sebagai Wujud Penegakan Hukum .... Pembinaan Nilai-Nilai

[r]

ija>rah bahwa obyek harus dimiliki oleh orang yang menyewakan atau diijinkan untuk disewakan tidak terpenuhi, dimana dalam hal ini ketua RT 01 menyewakan tanah tanpa ijin

sehingga skripsi yang berjudul Jenis Praanggapan dalam Film “Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar” Karya Alberthiene Endah dapat terselesaikan dengan baik.

Metode eksperimen untuk menguji dan mengetahui efektifitas penggunaan cangkang kerang darah, pasir halus, karbon aktif, dan zeolit yang digunakan sebagai media filter