• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

LANSIA DENGAN PPOK YANG MENGALAMI MASALAH

ANSIETAS DI RUANG GAYATRI

RS. DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ADE LISNA YULIAWATI 1006823154

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS

DEPOK JULI 2013

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

LANSIA DENGAN PPOK YANG MENGALAMI MASALAH

ANSIETAS DI RUANG GAYATRI

RS. DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

ADE LISNA YULIAWATI 1006823154

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS

DEPOK JULI 2013

(3)
(4)
(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya, laporan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas akhir mata ajar Profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan.

Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu saya ucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

2. Ibu Henny Permatasari, Skp., M.Kep., Sp.Kom, selaku coordinator mata ajar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan.

3. Ibu Dr. Mustikasari, Skp., MARS, selaku koordinator mata ajar profesi KKMP peminatan Jiwa

4. Ibu Yossie Susanti Eka Putri, Skp. MN., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan saran kepada penulis agar dapat membuat laporan akhir ini dengan sebaik-baikya.

5. Ibu Dedeh Sukarsih, AMK selaku kepala ruangan serta rekan-rekan perawat di Ruang Gayatri RS. DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor, yang telah memebrikan kesempatan dan dukungan kepada penulis selama melaksanakan praktek. 6. Suamiku dan anak-anakku, yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya

selama penulis menjalani praktik profesi di FIK UI.

7. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, dukungan dan doanya telah memberikan semangat kepada penulis.

Akhir kata semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Depok, Juli 2013

(6)
(7)

ABSTRAK

Nama : Ade Lisna Yuliawati

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Lansia Dengan PPOK Yang Mengalami Masalah Ansietas di Ruang Gayatri

Rs. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

Polusi udara dan kebiasaan merokok pada masyarakat meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Penyakit ini merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang bersifat kronis, progresif, dan banyak dialami oleh lansia. Selain masalah fisik, ansietas merupakan masalah yang paling sering terj pada pasien PPOK. Ansietas memberikan dampak yang sangat besar terhadap kemampuan fungsional dan angka kekambuhan pasien. Karya Ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan hasil asuhan keperawatan psikososial masalah ansietas pada pasien lansia yang mengalami penyakit PPOK. Metode yang digunakan yaitu studi kasus, dengan melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien PPOK yang mengalami ansietas. Hasil studi kasus ini menunjukan bahwa intervensi membina hubungan saling percaya, latihan relaksasi nafas dalam dan distraksi dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien. Pengembangan format pengkajian masalah psikososial serta peningkatan kemampuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan masalah psikososial, menjadi rekomendasi dari studi kasus ini.

(8)

ABSTRACT

Name : Ade Lisna Yuliawati

Study Program : Nursing science

Title : Analysis of Urban Nursing Clinical Practice to Elderly

with Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Experiencing Anxiety in Gayatri Ward RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

Air pollutant and smoking behavior increase the risk of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). COPD is a chronic, progressive respiratory tract obstruction which is often experienced by elderly. Despite physical problems, anxiety highly affect functional ability, and patient exacerbation. The goal of this study is to describe the psychosocial aspect of nursing care to elderly patient with COPD experiencing anxiety. The method of this study is case study, by applying nursing care for patient with COPD, experiencing anxiety. The result of this study show that building trust relationship with patient and family, relaxation and distraction therapy can reduce level of anxiety. Development of assessment tool and improvement of nursing skill to care patient with psychosocial problems, are recommended of this study.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

KATA PENGANTAR ………... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………….. v

ABSTRAK ………. vi

DAFTAR ISI ……….. viii

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ………... 1

1.2.Rumusan Masalah Penelitian ………... 4

1.3.Tujuan Penulisan ………... 4

1.4.Manfaat Penulisan ………... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep Dasar PPOK ………. 6

2.1.1. Definisi PPOK ………... 6

2.1.2. Patofisiologi PPOK ……… 7

2.1.3. Masalah Psikososial Pada PPOK ………... 9

2.2.Ansietas ……….…………... ………. 11

2.2.1. Tingkatan Ansietas ………... 11

2.2.2. Respon Terhadap Ansietas ………. ………. 13

2.2.3. Terapi Nonfarmakologis Pada Ansietas ………. 14

3. TINJAUAN KASUS 3.1.Pengkajian ……...………... 17 3.2.Diagnosa Keperawatan ……….. 20 3.3.Perencanaan ………... 20 3.4.Implementasi ……….. 20 3.5.Evaluasi ……….. 23 4. PEMBAHASAN 4.1.Profil Tempat Praktek ………... 26

4.2.Analisis masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP ... 27

4.3.Analisis Intervensi Dengan Konsep dan Penelitian Terkait ………. 30

4.4.Alternatif Pemecahan Masalah ……….. 34

5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan ……… 35

5.2.Saran ……….. 36

DAFTAR PUSTAKA ………... 38 LAMPIRAN

(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan nasional, telah memberikan dampak yang besar dalam perubahan kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajuan dalam teknologi telah mengubah pola kehidupan masyarakat Indonesia yang pada awalnya sebagian besar merupakan masyarakat pedesaan dengan mayoritas mata pencaharian agraris, menjadi masyarakat perkotaan yang memiliki mata pencaharian dibidang industri dan jasa. Dampak negatif dari pembangunan nasional salah satunya adalah tingginya polusi udara akibat banyaknya industri dan asap kendaraan bermotor di daerah perkotaan. Perkembangan wilayah perkotaan ini juga berdampak pada gaya hidup masyarakat yang penuh dengan stress dan meningkatnya kebiasaan merokok pada masyarakat. Tingginya polusi udara dan kebiasaan merokok ini menyebabkan tingginya pajanan zat berbahaya ke dalam paru-paru, sehingga bila terjadi dalam jangka waktu lama merupakan predisposisi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan (Smeltzer & Bare, 2002). Depkes RI (2008) memprediksi bahwa dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai resiko terhadap penyakit PPOK, maka jumlah penderita PPOK akan terus bertambah.

PPOK merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang bersifat kronis dan progresif. Perkembangan penyakit ini disebabkan oleh berbagai faktor resiko, yang salah satunya adalah merokok. WHO memperkirakan, 65 juta orang di dunia menderita PPOK, dan lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang sesuai dengan 5% dari semua kematian secara global (WHO, 2009). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menuliskan bahwa prevalensi PPOK berdasarkan meta-analisis yang dilakukan di 28 negara dan penelitian tambahan yang dilakukan di Jepang, antara tahun 1990 sampai 2004, mendapatkan bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada perokok dan mantan perokok (3-11%) daripada mereka

(11)

yang bukan perokok. Prevalensi juga meningkat pada usia diatas 40 tahun daripada mereka yang berusia dibawah 40 tahun, dan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Di Indonesia, tidak ditemukan data prevalensi yang pasti tentang PPOK. Survey yang dilakukan oleh Direktorat Jendral PPM & PL Depkes RI di 5 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan pada tahun 2004, menunjukan bahwa PPOK merupakan penyakit saluran pernafasan menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan yaitu sebanyak 35%, diikuti asma bronchial sebanyak 33%, kanker paru sebanyak 30% dan lainnya sebanyak 2% (Depkes RI, 2008).

PPOK merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak dialami oleh lansia. The Latin American Project for the Investigation of Obstructive Lung Disease (PLATINO) melaporkan bahwa prevalensi PPOK meningkat tajam dengan usia, prevalensi tertinggi terjadi pada usia di atas 60 tahun (GOLD , 2013). Proses penuaan telah menyebabkan perubahan struktur dan fungsi paru, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit pada saluran pernafasan. Tahun 2002 PPOK merupakan penyebab utama kematian kelima. Jumlah kematian akibat PPOK diproyeksikan meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun ke depan. Kematian ini meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna rokok, dan peningkatan populasi lansia di dunia (GOLD, 2013).

Sebagai salah satu penyakit kronis pada saluran pernafasan, PPOK telah meningkatkan angka kesakitan pada lansia, dan menyebabkan tingginya angka perawatan di rumah sakit (WHO, 2009). Gagal nafas merupakan komplikasi utama dari PPOK, sedangkan komplikasi lainnya diantaranya dapat terjadi hipoxemia, Asidosis respiratori, infeksi saluran nafas, gagal jantung, dan Status Asmatikus (Smeltzer & Bare, 2002). Perubahan status kesehatan dan

(12)

perawatan dirumah sakit telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap pasien. Selain masalah fisik, PPOK juga menimbulkan perubahan pada aspek psikososial penderitanya. Studi literature yang dilakukan oleh Brenes (2003) telah menemukan bahwa ansietas dan gangguan panik merupakan masalah yang sering dialami oleh pasien PPOK.

Studi literature yang dilakukan oleh Hill, Geist, Goldstein, & Lacasse (2008) mendapatkan hasil bahwa prevalensi ansietas pada PPOK berkisar 2-96%. Prevalensi gangguan kecemasan umum. 10-33% dan prevalensi gangguan panik berkisar 8-67% (Hill, Geist, Goldstein, & Lacasse 2008). Ansietas merupakan masalah psikososial yang pada dasarnya merupakan respon individu terhadap stress. Namun bila tidak diatasi, maka dapat berakibat terhadap penurunan status kesehatan pasien. Eisner, et al (2010) dalam penelitiannya yang dilakukan di wilayah Amerika Latin, dengan melibatkan 1202 pasien PPOK dan 302 orang tanpa PPOK sebagai control, mendapatkan bahwa prevalensi ansietas pada pasien PPOK (15 %) jauh lebih tinggi dari pada kontrol (6%), dan pasien PPOK dengan ansietas mengalami penurunan status kesehatan fisik dan penurunan kemampuan fungsional. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa ansietas meningkatkan resiko kekambuhan pada pasien PPOK. Besarnya prevalensi ansietas pada pasien PPOK dan komplikasi yang dapat terjadi akibat ansietas merupakan tantangan bagi perawat untuk meningkatkan asuhan keperawatan terhadap pasien PPOK dengan tidak hanya menangani dan memperhatikan aspek fisik saja namun juga memperhatikan aspek psikososial pasien.

Ruang Gayatri RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor merupakan ruangan yang pada awalnya diperuntukan khusus untuk perawatan pasien lansia. Sehingga sebagian besar pasien yang dirawat merupakan pasien usia lanjut dengan berbagai jenis penyakit kronik. Dalam 5 bulan terakhir tepatnya sejak bulan Januari sampai dengan Mei 2013, angka kejadian PPOK di Ruang Gayatri

(13)

yaitu sebanyak 16 orang pasien dan seluruhnya merupakan pasien usia lanjut. Asuhan yang telah dilakukan terhadap pasien sebagian besar berfokus pada masalah fisik. Belum diterapkannya asuhan keperawatan yang memperhatikan aspek psikososial terhadap pasien, tingginya masalah ansietas, serta besarnya dampak yang ditimbulkan oleh ansietas, merupakan tantangan bagi perawat untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien lansia dengan PPOK.

1.2.Rumusan masalah

Perubahan dalam kehidupan masyarakat perkotaan telah memberikan dampak yang negatif terhadap kesehatan. Tingginya polusi udara dan kebiasaan merokok pada masyarakat telah meningkatkan resiko terjadinya PPOK. WHO (2009) telah menyebutkan bahwa PPOK telah meningkatkan angka kesakitan pada lansia, dan menyebabkan tingginya angka perawatan di rumah sakit. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa selain masalah fisik, ansietas merupakan masalah yang paling sering dihadapi oleh pasien PPOK. Ansietas ini juga memberikan dampak yang sangat besar terhadap status kesehatan, kemempuan fungsional pasien dan angka kekambuhan pasien dengan PPOK. Dengan alasan tersebut, merupakan sebuah tantangan bagi perawat untuk meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dengan tidak hanya memperhatikan masalah fisik namun juga memperhatikan masalah psikososial pasien, untuk mengatasi ansietas pada pasien PPOK.

1.3.Tujuan Penulisan 1.3.1.Tujuan umum

Karya Ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan hasil asuhan keperawatan psikososial dengan masalah ansietas pada klien lansia dengan penyakit PPOK.

(14)

1.3.2.Tujuan khusus

1.3.2.1.Menggambarkan hasil pengkajian masalah psikososial terhadap pasien lansia dengan PPOK

1.3.2.2.Mengidentifikasi rencana tindakan keperawatan terhadap pasien lansia dengan PPOK yang mengalami masalah ansietas

1.3.2.3.Mengidentifikasi tindalam perawatan terhadap pasien lansia dengan PPOK yang mengalami masalah ansietas

1.3.2.4.Mengevaluasi respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap masalah ansietas

1.3.2.5.Mengidentifikasi kesesuaian dan kesenjangan antara teori, hasil penelitian sebelumnya dan masalah psikososial yang terjadi pada pasien lansia dengan PPOK

1.4.Manfaat Penulisan 1.4.1.Keperawatan

Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat memberikan informasi tentang masalah ansietas pada pasien lansia dengan PPOK dan asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ansietas pada pasien PPOK yang mengalami ansietas.

1.4.2.Penulis

Penulisan karya ilmiah ini memberikan pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan masalah psikososial, khususnya ansietas pada pasien lansia dengan PPOK.

1.4.3.Aplikasi pelayanan di Rumah Sakit

Karya ilmiah ini dapat menambah informasi tentang masalah psikososial khususnya ansietas yang dialami oleh pasien dengan PPOK yang menjalani perawatan di Rumah Sakit. Sehingga dapat menjadi input untuk meningkatkan pelayanan keperawatan di RS. Marzoeki Mahdi Bogor.

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini menguraikan teori, konsep dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah psikososial pada pasien lansia dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Pokok bahasan meliputi konsep dasar PPOK, dan masalah psikososial ansietas pada PPOK.

2.1.Konsep Dasar PPOK

PPOK merupakan gangguan yang terjadi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh pajanan gas berbahaya dari polusi udara atau rokok. Penyakit ini banyak menyerang lansia yang tinggal di wilayah perkotaan dengan angka prevalensi yang lebih tinggi pada mereka yang memiliki riwayat merokok.

2.1.1.Definisi PPOK

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah merumuskan definisi dari PPOK yaitu penyakit yang dapat diobati dan dicegah, ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi jalan nafas dan paru-paru akibat partikel berbahaya atau gas (GOLD, 2013). PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan dengan adanya dispneu saat aktivitas dan hambatan aliran masuk dan keluar udara dari dan kedalam paru-paru (Smeltzer & Bare, 2002). PPOK adalah penyakit kronis yang ditandai dengan hambatan aliran udara akibat obstruksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh pajanan lama terhadap polusi dan asap rokok.

Faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit PPOK yaitu kebiasaan merokok, baik perokok pasif maupun aktif, polusi udara, dan infeksi saluran nafas bawah yang berulang (Stanley & Beare 2007). Proses terjadinya penyakit ini berlangsung lama, dan mulai muncul gejala

(16)

biasanya pada saat usia lansia dimana individu mengalami proses penuaan. Perubahan struktur dan penurunan fungsi paru pada penuaan akan diperberat oleh kondisi obstruksi yang diakibatkan oleh PPOK, sehingga menimbulkan gejala kesukaran saat bernafas (Smeltzer & Bare, 2002). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menuliskan bahwa prevalensi PPOK berdasarkan meta-analisis yang dilakukan di 28 negara dan penelitian tambahan yang dilakukan di Jepang, antara tahun 1990 sampai 2004, mendapatkan bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada perokok dan mantan perokok (3-11%) daripada mereka yang bukan perokok. Prevalensi juga meningkat pada usia diatas 40 tahun daripada mereka yang berusia dibawah 40 tahun, dan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Karakteristik umum penderita PPOK adalah usia lebih dari 40 tahun, sesak napas yang progresif, memburuk dengan aktivitas, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah. Polusi udara yang terus menerus merupakan predisposisi infeksi rekuren, karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.2.Patofisiologi PPOK

Fungsi paru mengalami kemunduran sejalan dengan adanya proses penuaan. Elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang sejalan dengan bertambahnya usia, disertai dengan penurunan kekuatan kontraksi otot pernapasan sehingga menyebabkan kesulitan saat bernapas Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan

(17)

arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Price & Wilson, 2003).

Manifestasi klinis yang didapatkan pada pengkajian pasien dengan masalah PPOK diantaranya yaitu adanya sesak napas saat aktivitas, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), barrel chest, batuk persisten, ekspirasi yang memanjang,

dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, ronchi dan wheezing pada

auskultasi suara nafas, pembesaran jantung, asites, jari tabuh, hematokrit > 60%, kelemahan fisik dan adanya riwayat merokok ((Smeltzer & Bare, 2002). Perubahan anatomis yang terjadi pada usia lanjut seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan, atrofi otot-otot pernapasan pada lansia turut berperan dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum. Perubahan-perubahan pada intertisium parenkim dan penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen (Stanley, & Beare, 2007).

(18)

Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh penyakit PPOK menyebabkan menurunnya fungsi pernafasan, masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan PPOK diantaranya adalah perubahan pada bersihan jalan nafas yang tidak efektif karena adanya penumpukan mukus, perubahan pola nafas klien yang tidak efektif, intoleransi aktivitas akibat berkurangnya kemampuan paru untuk memenuhi oksigen ke seluruh tubuh, kelemahan, dan penurunan nafsu makan.

Kesulitan saat bernafas pada pasien PPOK dapat menyebabkan ketakutan akan kematian. Sehingga selain komplikasi fisik yang ditimbulkan, seperti hipoxemia, asidosis respiratori, infeksi saluran nafas, gagal jantung, gangguan irama jantung , dan status asmatikus (Smeltzer & Bare, 2002). Pasien PPOK juga dapat mengalami respon psikologis akibat penyakitnya. Studi kepustakaan yang dilakukan oleh Brenes (2003) menemukan bahwa berdasarkan hasil-hasil penelitian sejak tahun 1966 sampai 2002, terkait PPOK telah menemukan bahwa ansietas dan gangguan panik merupakan masalah yang sering dialami oleh pasien PPOK.

2.1.3.Masalah Psikososial Pada PPOK

PPOK merupakan salah satu jenis penyakit kronis, yang biasanya dialami oleh lansia. Pengobatan dan perawatan pada pasien PPOK tidak menutup kemungkinan terjadinya komplikasi yang menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Penurunan kemampuan pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, menyebabkan perubahan dalam pola nafas. Adanya sesak nafas, dan kelemahan pada pasien menyebabkan perubahan pada pola hidup pasien. Kondisi sakit, dan penyakit yang berat terutama yang dapat mengancam kehidupan dapat

(19)

menimbulkan perubahan emosi dan perilaku seperti ansietas, shock, penolakan, marah dan menarik diri (Potter & Perry, 2005).

Hubungan antara penyakit dengan respon emosional memiliki hubungan yang timbal balik. Penyakit fisik dapat menimbulkan respon psikososial akibat ketakutan terhadap kematian, ketidaktahuan, dan perubahan peran. Namun penyakit fisik juga dapat ditimbulkan oleh respon psikologis dan mekanisme koping yang digunakan, seperti dispneu, fatique, dan susah tidur dapat disebabkan oleh ansietas dan depresi yang biasanya terjadi pada pasien PPOK (Hill, Geist, Goldstein,& Lacasse, 2008).

Masalah psikososial yang paling banyak terjadi pada PPOK adalah ansietas. Kunik, et all (2005) dalam penelitiannya terhadap 1334 orang dengan penyakit PPOK yang mendapatkan perawatan di The Michael E. Debakey Veterans Affairs Medical Center (MEDVAMC), mendapatkan hasil bahwa 80 % pasien mengalami depresi, ansietas atau keduanya. Masalah ansietas juga dialami oleh pasien yang dalam keadaan stabil, dengan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Peningkatan ansietas didukung oleh ketakutan pasien terhadap kesulitan bernafas. Penelitian ini juga menemukan bahwa ansietas juga merupakan respon yang berhubungan dengan panik dan ketidakberdayaan (Willgoss, Yohannes, Goldbart & Fatoye, 2012). Gudmundsson, et al (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa ansietas juga meningkatkan faktor resiko terjadinya rehospitalisasi (perawatan ulang) pada pasien dengan status kesehatan yang buruk

Ansietas yang terjadi pada pasien PPOK dapat menyebabkan dampak negative bagi pasien, seperti hasil temuan dari studi kepustakaan yang dilakukan oleh Brenes (2003) yang menemukan bahwa ansietas pada

(20)

PPOK menyebabkan kelemahan, penurunan status fungsional terutama pada area kesehatan umum, kesehatan psikologis, kesehatan emosional, fungsi social, rasa sakit, fungsi kesehatan mental dan vitalitas. Ansietas juga berpengaruh terhadap tingkat keparahan PPOK, dan dispnea, penurunan kapasitas vital, gejala nyeri dada, dan sebagai faktor predisposisi angka perawatan di rumah sakit untuk fase eksaserbasi akut PPOK.

2.2.Ansietas

Ansietas pada dasarnya adalah alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada idividu (Videbeck, 2008). Ansietas memiliki dua aspek, yakni aspek yang sehat dan membahayakan. Videbeck (2008) juga menjelaskan bahwa aspek ansietas ini bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami dan koping individu terhadap ansietas. Apabila koping individu adaptif dan tingkat ansietas ringan, maka individu tersebut berada dalam aspek ansietas yang sehat, sebaliknya jika koping individu maladaptif dan tingkat ansietas berat, maka ansietas individu membahayakan. Ansietas dapat menjadi masalah jika individu tidak dapat mengatasi ansietas dan menyebabkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (Townsend, 2008). Peplau dalam Townsend (2008) menggambarkan empat tingkatan ansietas yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

2.2.1.Tingkatan Anxietas

Menurut Peplau (1963) dalam Townsend (2008), ansietas dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:

2.2.1.1.Ansietas ringan

Ansietas ringan jarang menimbulkan masalah pada individu, biasanya berhubungan dengan respon terhadap ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Ansietas ringan mempersiapkan individu untuk bereaksi dan melakukan tindakan. Ketajaman perasaan dapat meningkatkan motivasi individu untuk produktif, dan

(21)

peningkatan lapang persepsi individu dan peningkatan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar. Pada tahap ini proses belajar dan pendidikan kesehatan yang diberikan dapat meningkatkan status kesehatan secara optimal.

2.2.1.2.Anxietas sedang

Merupakan tingkatan ansietas yang lebih tinggi, dimana lapang persepsi individu mulai menyempit, kurangnya perhatian individu terhadap lingkungan sekitarnya, individu mengalami penurunan tingkat konsentrasi dan perhatian, namun masih dapat memenuhi kebutuhan dengan sedikit pengarahan. Menurunnya kemampuan penyelesaian masalah, meningkatnya ketegangan otot, dan kurangnya istirahat mungkin terjadi pada tahap ini.

2.2.1.3.Anxietas berat

Pada tahap ini, lapang persepsi individu sudah sangat menyempit, individu cenderung memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci, spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Perhatian da konsentrasi sangat menurun, dan individu mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan walaupun sangat sederhana. Gejala fisik yang muncul seperti sakit kepala, palpitasi, dan insomnia. Sedangkan respon psikologis yang muncul yaitu kebingungan, dan ketakutan.

2.2.1.4.Panik

Merupakan tahapan paling berat dari ansietas, dimana individu tidak dapat memfokuskan terhadap hal-hal kecil sekalipun. Persepsi yang salah dan kehilangan kontak mungkin terjadi, individu mungkin mengalami halusinasi dan delusi. Panic berhubungan dengan ketakutan dan teror, individu mungkin

(22)

merasa mengalami sakit yang berat dan merasa “akan menjadi gila”, kehilangan control dan fikiran yang rasional.

2.2.2.Respon Terhadap Ansietas

Anxietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan anxietas. Respon fisiologis terhadap anxietas diantaranya pada system kardiovaskuler menunjukan adanya palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi menurun. Pada system pernapasan ansietas memberikan dampak napas cepat, pendek, dangkal, rasa tertekan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, atau napas terengah engah.

Respon fisiologis yang terjadi akibat ansietas pada sisten neuromuskuler yaitu refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip – kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, atau gerakan yang janggal. Pada system gastrointestinal dapat menimbulkan kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, dan diare. Pada system perkemihan ditandai dengan respon tidak dapat menahan kencing, atau sering berkemih. Dan pada integumen, perubahan yang terjadi adalah wajah kemerahan, telapak tangan berkeringat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucatdan berkeringat seluruh tubuh

Respon perilaku ansietas meliputi keadaan gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah, dan menghindar. Respon Kognitif yang muncul saat terjadinya ansietas

(23)

adalah perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian.

2.2.3.Terapi Nonfarmakologi Pada Ansietas

Untuk mengatasi masalah ansietas perawat perlu melihat tingkatan ansietas yang dialami oleh klien, karena perbedaan tingkat ansietas memerlukan pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikannya. Untuk tingkatan ansietas ringan, edukasi merupakan pilihan yang dapat diambil. Namun pada tahap ansietas yang lebih berat, edukasi mungkin bukan merupakan pilihan terbaik. Hubungan yang saling percaya dengan pasien perlu dibangun sejak awal interaksi. Peran membantu, menciptakan rasa saling percaya dan lingkungan yang nyaman berfungsi sebagai dasar untuk perubahan perilaku klien dalam menurunkan ketegangan dan stress (Potter & Perry, 2005). Pengenalan klien terhadap masalah ansietas juga perlu diarahkan oleh perawat untuk mempermudah perawat dalam mencari penyebab dan respon yang dilakukan klien untuk mengatasi ansietasnya.

Brenes (2003) menyebutkan bahwa terapi farmakologi, psikoterapi, dan rehabilitasi pulmonal telah dipilih oleh beberapa ahli untuk mengatasi ganguan ansietas pada PPOK. Hildegarde, Oca, Lopez & Celli (2006) dalam penelitiannya terhadap 24 orang pasien dengan PPOK berat mendapatkan hasil bahwa rehabilitasi pulmonal secara comprehensif yang meliputi edukasi tentang penyakit, teknik konservasi energi, relaksasi, dan latihan selama 8 minggu dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi depresi dan ansietas yang dapat menurunkan dispneu dan meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.

(24)

Beberapa terapi nonfarmakologis telah dikembangkan oleh para peneliti untuk mengatasi masalah ansietas. Sebagian besar terapi merupakan terapi spesialistik yang memerlukan keahlian khusus. Namun ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh perawat generalis diantaranya yaitu relaksasi nafas dalam, hipnotis lima jari dan latihan distraksi.

Relaksasi nafas dalam merupakan salah satu terapi generalis untuk menurunkan ansietas. Relaksasi merupakan terapi non farmakologis yang paling sering digunakan dalam mengatasi keadaan stress, nyeri, ketegangan otot atau hipertensi. Relaksasi merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku akibat terjadinya perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen (Potter & Perry, 2010).

Berbagai penelitian telah membuktikan efektiftifitas teknik relaksasi nafas dalam, diantaranya Tarwoto, Irawaty, Kuntarti, Waluyo, & Mulyatsih (2011) menemukan adanya perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri pada kelompok yang diberikan intervensi slow deep

breathing dengan kelompok kontrol, dimana kelompok yang diberikan

intervensi memiliki intensitas nyeri yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.

Distraksi merupakan teknik pengalihan fikiran yang biasanya dilakukan untuk mengurangi stress atau nyeri. Terapi ini banyak digunakan untuk mengurangi ansietas dan ketegangan akibat stress. Banyak cara yang dapat digunakan dalam terapi distraksi, misalnya dengan terapi music, Suhartini (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa terapi music

(25)

efektif untuk menurunkan perubahan respon fisiologis terhadap kecemasan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif.

Jenis distraksi yang lain adalah membaca. Rejeh, Karimooi, Vaismoradi, & Jasper (2013), dalam penelitiannya terhadap 124 orang pasien yang akan menjalani pembedahan, menemukan bahwa dengan memberikan bacaan ringan sebelum pasien masuk kedalam ruang operasi telah berhasil menurunkan kecemasan, dan tingkat nyeri yang dialami pasien, dan meningkatkan kemampuan mandiri pasien dalam mengontrol nyeri. bercerita, atau mengenang pangalaman yang menyenangkan. Berbagai teknik ini dapat digunakan dan disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasien. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian

(26)

BAB 3 TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan diuraikan proses asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien berdasarkan tahapan proses keperawatan. Pada uraian asuhan keperawatan ini akan menitik beratkan pada masalah psikososial yang dialami oleh klien.

3.1.Pengkajian

Proses pengkajian awal dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk ke ruang Gayatri yaitu pada tanggal 8 mei 2013 jam 13.00 wib. Klien bernama Tn. U, usia 69 tahun, pekerjaan pensiunan PNS. Klien masuk dengan diagnosa medis Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Klien masuk ruang Gayatri melalui poli paru pada tanggal 8 Mei 2013 pukul 13.00 wib. Keluhan utama yang dirasakan klien adalah sesak nafas disertai pusing, mual, tidak nafsu makan, mudah lelah saat aktivitas, batuk berdahak dan. bengkak pada kedua kaki. Sesak bertambah saat klien melakukan aktivitas. Klien mengatakan keluhan dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS, nafsu makan klien menurun, dan menurut keluarga badan klien terlihat semakin kurus. Klien sudah pernah menjalani perawatan sebanyak 2 kali dengan keluhan dan diagnosa medis yang sama yaitu pada tahun 2010 dan tahun 2011. Riwayat hipertensi (-), Diabetes (-), alergi (-). Riwayat merokok lebih dari 20 tahun sebanyak 3 bungkus perhari.

Keadaan umum klien saat pengkajian tampak terbaring lemah, klien tampak kesulitas untuk bernafas, wajah tampak pucat dan berkeringat dingin. Kesadaran compos mentis, GCS 15. Hasil pengukuran tanda vital didapatkan data tekanan darah klien 128/87 mmHg, frekwensi nadi 88 x/menit, suhu 36,8 ºC dan frekuensi nafas 28 x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan beberapa data yang abnormal yaitu klien tampak kurus, klien menggunakan kacamata, pendengaran klien berkurang, klien hanya berespon dan menjawab

(27)

pertanyaan bila perawat berbicara dengan nada tinggi. bibir klien tampak pucat, mukosa mulut kering, lidah tampak pucat dan putih, klien tampak batuk berdahak. Pada pemeriksaan dada didapatkan ekspirasi lebih panjang dari inspirasi, retraksi dada saat klien bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan, dan terdengar bunyi ronchi dan wheezing pada auskultasi paru. Abdomen tampak cekung, terdapat edema pada ekstremitas bawah, dan klien mengatakan badannya lemah dan tidak kuat untuk berdiri

Pengkajian masalah psikososial dilakukan pada tanggal 9 Mei 2013. Berdasarkan hasil wawancara dengan klien dan istrinya, didapatkan data Klien adalah seorang pensiunan pegawai negeri sipil pada departemen pertanian. Klien mengatakan saat masih aktif bekerja, klien tidak pernah sakit, klien aktif bekerja dan melakukan olahraga setiap hari. Klien pensiun pada usia 55 tahun, menurut klien, sejak pensiun klien mulai merasakan kondisi badannya menurun. Klien menjadi sering sakit, dan badannya terasa semakin lama semakin melemah. Klien mengatakan tidak ada aktivitas yang dilakukan semenjak pensiun, klien banyak diam dirumah dengan sesekali mengikuti kegiatan ibadah di mesjid yang berada di depan rumahnya, hal ini membuat klien sering merasa jenuh dan kesepian. Klien mengatakan tidak bisa bepergian jauh karena kondisi fisiknya yang terus menurun. Klien mengatakan semenjak pensiun klien mulai merasakan sering batuk, sesak dan mudah lelah saat beraktivitas.

Keluarga mengatakan klien pernah menjalani 2 kali perawatan dengan keluhan yang sama. Keluarga mengatakan klien mengalami gangguan pendengaran sejak 1 tahun terakhir, dan emosi klien menjadi labil dan sering marah-marah kepada istrinya. Menurut istri klien merupakan orang yang tertutup, dan tidak pernah menceritakan masalahnya kepada istri atau anak-anaknya. Klien memiliki 5 orang anak yang semuanya sudah berkeluarga. Klien tinggal bersama anak bungsu dan 1 orang cucu. Klien mengatakan anak-anaknya

(28)

sibuk bekerja, sehingga setiap hari klien lebih banyak berinteraksi hanya dengan istrinya saja.

Klien mengatakan saat ini merasa sangat sesak dan merasa cape karena sudah 3 hari tidak bisa tidur. Klien mengatakan sejak sakit tidak dapat melakukan aktivitas apapun sendiri, sehingga semua kebutuhan klien dibantu oleh istrinya. Klien mengatakan sudah menjaga makanan yang dimakan dan sudah berhenti merokok namun tetap saja masih kambuh. Klien menanyakan apakah dapat sembuh dan dapat kembali melakukan aktivitas seperti dulu. klien sering merasa sedih karena memikirkan penyakitnya. Keluarga klien mengatakan merasa khawatir dengan kondisi klien terutama saat klien terlihat sesak dan sulit bernafas. Saat pengkajian klien tampak sesak, tegang, ekspresi wajah murung dan kontak mata kurang, klien masih dapat mengikuti arahan dari mahasiswa saat mahasiswa akan melakukan tindakan. Data Spiritual yang didapatkan adalah klien seorang pemeluk agama Islam, keluarga mengatakan saat sehat, klien rajin melaksanakan ibadah. klien mengatakan bahwa sakitnya sekarang adalah akibat dari gaya hidupnya saat klien masih muda yaitu sering merokok.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap klien yaitu pemeriksaan darah dengan hasil Hb 14,3 gr/dl, Leukosit 9880 gr/dl, Eritrosit 5,32 ribu/mm3, Trombosit 211000 /mm3, Hematokit 45%, LED 14 mm, SGOT 106 U/l, SGPT 88 U/l, Ureum 54,2 mg/dl, Creatinin 1,72 mg/dl, Albumin 3,71 g/dl, GDS 88 mg/dl, Natrium 142, Kalium 4,4, dan Clorida 95. Dari hasil pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sinus rhitm. Terapi yang didapatkan oleh klien yaitu infus D5% + Aminophilin 1½ ampul /12 jam, Oksigen 4 liter/menit, Ranitidine 2x1 ampul, Furosemid 2x1 ampul dan Inhalasi (Combivent : Nacl : Bisolvon 1:1:1) 3x/hari.

(29)

3.2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil analisa data, diagnosa keperawatan utama pada klien Tn. U adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif,

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 3. Ansietas Sedang

4. Ketidakberdayaan.

3.3.Perencanaan

Perencanaan disusun untuk menyelesaikan masalah berdasarkan prioritas. Dalam proses perencanaan perawat menetapkan tujuan yang ingin dicapai, dan kriteria evaluasi yang diharapkan. Intervensi disusun berdasarkan intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat dan intervensi kolaborasi. Uraian rencana tindakan keperawatan pada klien Tn U dapat dilihat pada halaman lampiran.

3.4.Implementasi

Implementasi dilakukan terhadap pasien berdasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun untuk menyelesaikan masalah berdasarkan prioritas.

3.4.1.Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Tindakan mandiri yang dilakukan untuk menyelesaikan diagnosa pertama yaitu tidak efektif bersihan jalan nafas diantaranya: perawat melakukan monitoring jalan nafas klien, tanda vital, pola nafas dan mengkaji suara paru. Tindakan lainnya yaitu mengatur posisi tidur klien semifowler untuk meningkatkan rasa nyaman, mengurangi sesak dan meningkatkan pengembangan paru. Mahasiswa memberikan edukasi dan informasi terkait penyakit dan tindakan yang akan dilakukan terhadap klien. Selain itu, mahasiswa melatih klien cara batuk efektif dan

(30)

melakukan fisioterapi dada untuk mempermudah pengeluaran mukus. Sedangkan tindakan kolaboratif yang dilakukan adalah pemberian oksigen melalui nasal kanul, pemberian terapi diuretic untuk mengurangi edema paru serta pemberian inhalasi sebanyak 3 x/hari.

3.4.2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang kedua yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diantaranya: melakukan pemantauan asupan makanan setiap hari, mendorong klien untuk makan tinggi kalori dan protein dengan porsi kecil tapi sering, mendorong klien untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat sesuai dengan indikasi, memotivasi klien untuk makan segera setelah makanan disajikan, dan memotivasi klien untuk minum air hangat sebelum makan. Sedangkan tindakan kolaboratif utnuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan obat-obatan untuk mengurangi mual sesuai dengan indikasi.

3.4.3.Ansietas

Untuk menyelesaikan masalah psikososial ansietas yang dialami oleh klien, mahasiswa berpedoman pada rencana keperawatan yang disusun berdasarkan pada standar asuhan keperawatan pada ansietas. Tindakan pertama yang dilakukan oleh mahasiswa adalah membina hubungan saling percaya, bersikap terbuka, memenuhi kebutuhan dasar klien, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, menunjukan sikap caring perawat, dengan memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan mendengarkan dengan tidak memvonis klien. Pemberian informasi tentang kondisi dan indakan yang akan dilakukan kepada klien dan keluarga juga dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga diharapkan rasa

(31)

cemas klien tentang kondisi dan tindakan yang akan dilakukan berkurang.

Tindakan mandiiri lainnya yang dilakukan adalah membantu klien dan keluarga mengenal masalah ansietas pada klien, serta melatih cara mengontrol ansietas dengan latihan relaksasi nafas dalam. Latihan relaksasi nafas dalam dipilih oleh mahasiswa karena latihan ini sangat mudah dilakukan terhadap klien sesuai dengan kondisi klien yang sudah lansia dan mengalami gangguan pendengaran. Latihan lain yang diajarkan adalah teknik distraksi atau pengalihan fikiran dengan cara mengajak klien bercerita tentang pengalaman yang paling menyenangkan yaitu saat pertama kali bertemu dengan istrinya. Tindakan ini dilakukan karena klien merupakan pasien lansia yang biasanya menyukai menceritakan pengalamannya.

Memberikan penghargaan berupa pujian dan motivasi terhadap klien juga dilakukan oleh mahasiswa saat klien mampu melakukan hal yang positif untuk kesehatannya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan harga diri klien, sehingga diharapkan klien dapat bekerjasama dalam menyelesaikan masalahnya. Keterlibatan peran keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan adalah dengan mengajarkan cara merawat pasien dengan ansietas kepada keluarga.

3.4.4.Ketidakberdayaan

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakberdayaan yaitu dengan mengkaji masalah yang sering ditemui oleh klien, memberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, mendiskusikan dengan klien dan keluarga kegiatan yang masih dapat dilakukan walaupun dalam keadaan sakit, memberikan reinforcement positif atas usaha klien dalam mengungkapkan perasaannya. Tindakan

(32)

lain yang dilakukan oleh mahasiswa adalah mengidentifikasi hal-hal yang tidak dapat dilakukan saat klien sakit, mengkaji kebiasaan klien dalam menghadapi masalah dan membantu klien menilai sisi positif dan negatif dari setiap cara yang digunakan, Mendiskusikan bersama klien dan keluarga latihan berfikir positif, bersama klien mengidentifikasi sumber dukungan yang dimiliki, dan mendiskusikan tentang harapan klien.

3.5.Evaluasi

Setelah dilakukan tndakan keperawatan selama 7 hari, klein menunjukan keadaan perbaikan. Evaluasi akhir dilakukan pada tanggal 15 Mei 2013 saat pasien dinyatakan boleh pulang. Keadaan umum klien secara fisik tampak lebih segar, ekspresi wajah ceria, mobilisasi klien masih dibantu, karena klien masih mengeluh badannya lemes. Bersihan jalan nafas klien cukup efektif ditandai dengan, keluhan sesak berkurang, batuk masih ada namun klien sudah dapat mengeluarkan dahaknya. retraksi dada saat klien bernafas tampak berkurang, frekwensi respirasi 22 x/mnt, saat dilakukan auskultasi paru, suara ronchi berkurang, dan tidak terdengar suara wheezing di seluruh lapang paru. Klien dapat melakukan aktifitas turun dari tempat tidur dan ke kamar mandi dengan tidak menggunakan oksigen. Klien menghabiskan porsi makan yang disajikan, klien tampak lebih segar, dan tidak ada mual serta muntah.

Secara psikologis, klien menunjukan penurunan tingkat kecemasan dari ansietas sedang ke ansietas ringan dengan ditandai oleh ungkapan dari klien bahwa keadaannya lebih baik, klien dan keluarga dapat mengenal masalah ansietasnya, klien tampak tenang, sikap klien selama interaksi kooperatif, ekspresi wajah klien tampak lebih ceria, klien sudah mampu tersenyum lebar, dan mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat, klien mampu mempraktekan latihan relaksasi nafas dalam, dan terlihat bersemangat saat diajak berbicara tentang pengalamannya. Klien dapat mengidentifikasi hal-hal

(33)

yang menyebabkan ketidakberdayaan, namun klien tidak dapat mengidentifikasi hal positif yang masih dapat dilakukan. Klien belum mampu membuat keputusan sendiri tentang kesehatannya. Keluarga mengetahui kondisi klien dan menyatakan kesiapannya dalam memberikan dukungan terhadap klien untuk membantu penyembuhan klien. Keluarga dapat bekerjasama dalam melakukan perawatan terhadap klien selama klien di rumah sakit.

3.6.Rencana Tindak Lanjut

Rencana tindak lanjut yang diberikan kepada pasien saat akhir asuhan adalah menganjurkan agar pasien melakukan latihan relaksasi nafas dalam 2 kali sehari agar klien terbiasa melakukan latihan relaksasi. Klien juga dianjurkan untuk melatih selalu berfikir positif dalam menghadapi masalah, dan dianjurkan untuk tetap melakukan aktivitas yang disenangi seperti mendengarkan musik atau aktivitas spiritual yang dapat dilakukannya sesuai kemampuan pasien.

Tindak lanjut yang diberikan kepada keluarga adalah dengan memotivasi keluarga agar selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada klien. Keluarga juga dianjurkan agar membantu aktivitas dan pemenuhan kebutuhan dasar klien selama klien dirumah. Komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga juga harus tetap dipertahankan sehingga klien dapat mengungkapkan perasaannya terhadap keluarga. Keluarga dianjurkan untuk menyediakan waktu luang untuk berkumpul bersama, istri, anak dan cucu klien untuk meningkatkan semangat hidup klien.

Sedangkan rencana tindak lanjut bagi perawat adalah melakukan kunjungan rumah untuk melihat faktor pendukung lain yang dimiliki oleh pasien di rumah, meningkatkan kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan memperhatikan aspek psikososial pasien.

(34)

Rencana tindak lanjut yang lainnya yaitu diharapkan perawat dapat mengkaji masalah psikososial pasien dengan format pengkajian yang sudah terstandarisasi.

(35)

BAB 4

ANALISIS SITUASI

Pada bab ini akan diuraikan analisis situasi yang meliputi profil tempat praktek, analisis masalah keperawatan dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan, analisis intervensi dengan konsep penelitian terkait, dan alternative pemecahan masalah.

4.1.Profil Lahan Praktek

Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PKKKMP) peminatan jiwa dilaksanakan selama 7 minggu mulai dari tanggal 7 Mei 2012 sampai dengan 22 Juni 2013. Pelaksanaan praktek dilakukan di Ruang Rawat Inap Umum Gayatri RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor. Ruang Gayatri merupakan salah satu ruang perawatan bagi pasien penyakit fisik yang berdiri sejak tahun 2009. Ruang Gayatri ini pada awal berdiri dikhususkan sebagai ruang perawatan bagi pasien lansia dengan usia diatas 60 tahun. Seiring meningkatnya kebutuhan akan pelayanan di rumah sakit, maka sejak tahun 2012 ruang Gayatri berubah menjadi ruang perawatan penyakit dalam dewasa, dengan kapasitas 16 tempat tidur. Untuk tetap mempertahankan ciri khasnya, ruang Gayatri tetap mempertahankan 6 tempat tidur yang khusus dialokasikan untuk lansia, sehingga sebagian besar pasien yang dirawat adalah lansia.

Ruang Gayatri dipimpin oleh satu orang kepala ruangan (KARU) dengan tingkat pendidikan D3 keperawatan, dan memiliki 2 orang ketua tim (KATIM) yang juga memiliki tingkat pendidikan D3 Keperawatan. Jumlah perawat perawat pelaksana di ruang Gayatri terdiri dari 14 orang yang seluruhnya memiliki tingkat pendidikan D3 keperawatan. Untuk menunjang pelayanan, di ruang Gayatri juga memiliki satu orang tenaga administrasi, satu orang tenaga pramuhusada, dan dua orang tenaga cleaning service.

(36)

Berdasarkan buku catatan registrasi pasien yang ada di ruang Gayatri, Kasus penyakit terbanyak adalah penyakit degeneratif seperti stroke, gagal jantung, diabetes mellitus dan PPOK. Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup tidak sehat dan proses penuaan. Gaya hidup tidak sehat yang dijalani ditunjang oleh perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat penuaan telah menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh yang akhirnya menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit.

4.2.Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait

Kasus yang dikelola adalah Tn. U yang berusia 69 tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan usia, klien termasuk kelompok usia lansia sesuai dengan pembagian menurut WHO yang membagi menjadi empat yaitu: 45-59 tahun termasuk kedalam usia pertengahan (middle age), usia 60-74 tahun termasuk kedalam lanjut usia (elderly), usia 75-90 tahun termasuk kedalam lanjut usia tua (old), dan lebih dari 90 tahun termasuk kedalam usia sangat tua

(very old) (Nugroho, 2009). Lansia merupakan masa yang rentan terhadap

terjadinya penyakit. Tingginya angka kesakitan pada lansia berhubungan dengan proses penuaan dimana terjadi perubahan pada struktur dan fungsi tubuh lansia (Steanly & Beare, 2007).

Semakin bertambahnya usia, anatomi dan fisiologis tubuh manusia mengalami perubahan dan berujung pada penurunan fungsi, salah satunya pada saluran pernafasan. Berdasarkan hasil survey penyakit kronis pada lansia yang dilakukan di Jakarta Selatan pada tahun 2006, menemukan bahwa penyakit pernafasan merupakan penyakit kronis dengan prevalensi tertinggi ke empat yang sering terjadi pada lansia (Yenny & Herwana, 2006). Perubahan struktur pada saluran pernapasan lansia seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan, atrofi otot-otot pernapasan pada lansia turut berperan dalam penurunan konsumsi oksigen

(37)

maksimum (Steanly & Beare, 2007). Perubahan-perubahan pada intertisium parenkim dan penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen (Smeltzer & Bare, 2002). Gangguan pernafasan pada lansia selain diakibatkan oleh faktor penuaan, namun umumnya diakibatkan oleh pola hidup tidak sehat yang dijalani oleh lansia saat masih muda.

Diantara penyakit saluran pernafasan yang sering terjadi pada lansia, PPOK merupakan salah satu penyakit kronis yang sering dialami. Berdasarkan hasil pengkajian, pasien Tn. U tinggal di wilayah kota Bogor yang berdasarkan karakteristik memiliki ciri-ciri kawasan perkotaan. Banyaknya industri, dan wilayah pemukiman yang padat merupakan ciri kehidupan perkotaan. Banyaknya polusi udara akibat industri dan asap kendaraan bermotor, merupakan pemicu terjadinya masalah pada saluran pernafasan. Lingkungan yang padat dan penuh dengan stressor menjadi penyebab tingginya angka merokok pada masyarakat perkotaan. Pada kasus Tn. U, penyakit PPOK yang dialami diakibatkan oleh kebiasaannya merokok yang dilakukan dalam waktu lama. Masalah ini sesuai dengan faktor resiko dari PPOK yaitu merokok dan polusi udara, seperti yang dituliskan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) (2013).

Keluhan yang dirasakan oleh klien adalah sesak nafas, tidak nafsu makan dan rasa lelah saat beraktivitas. Keluhan ini merupakan tanda dan gejala utama dari penyakit PPOK. Sesak nafas dan kesulitas untuk bernafas telah menurunkan kemampuan fungsional lansia, sehingga terjadi penurunan kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhannya. Penelitian Yenny & Herwana (2006) mendapatkan bahwa penyakit kronis pada lansia secara bermakna telah menurunkan menurunkan kualitas hidup lansia.

Rasa sesak yang dialami oleh lansia ini telah menimbulkan respon emosional akibat ketakutan terhadap kematian, ketidaktahuan, dan perubahan peran (Hill,

(38)

Geist, Goldstein,& Lacasse, 2008). Penelitian lain menunjukan bahwa kesulitan untuk bernafas telah menyebabkan timbulnya masalah ansietas pada pasien (Willgoss, Yohannes, Goldbart & Fatoye, 2012). Penelitian tersebut juga menemukan bahwa ansietas juga merupakan respon yang berhubungan dengan panik dan ketidakberdayaan

Faktor usia juga telah menjadi faktor yang berpengaruh terhadap munculnya masalah psikososial pada Tn. U. Perubahan emosional dan penurunan fungsi kognitif yang dialami oleh lansia secara umum telah menjadi faktor resiko terjadinya masalah ansietas dan depresi pada lansia (Stanley & Bare, 2007). PPOK merupakan penyakit kronis yang dapat memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan klien. Setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap kondisi sakit, penyakit yang berat terutama yang dapat mengancam kehidupan dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku seperti ansietas, shock, penolakan, marah dan menarik diri (Potter & Perry, 2005).

Kondisi sakit dan penyakit selain berdampak terhadap perubahan fisik dan emosional, namun dapat pula menyebabkan perubahan pada peran individu dan keluarga. Saat sakit, peran klien sebagai individu seperti sebagai seorang pekerja, seorang profesional, atau peran individu dalam keluarga sebagai ibu, sebagai kepala keluarga akan berubah. Individu tidak akan dapat melaksanakan perannya disaat sakit. Keadaan sakit yang lama menyebabkan perubahan peran yang lama, dan menyebabkan munculnya respon berduka pada individu (Potter & Perry, 2005).

Sesak nafas yang dialami oleh klien dan sebagian besar penderita PPOK, telah menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan akan kematian yang sudah dekat. Respon yang timbul dari masalah ini salah satunya yaitu gangguan tidur. Kekhawatiran dan ketakutan akan kondisi klien telah menyebabkan timbulnya masalah ansietas pada klien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kunik, et

(39)

all (2005) yang mendapatkan hasil bahwa 80 % dari 1334 orang dengan penyakit PPOK yang mendapatkan perawatan di The Michael E. Debakey Veterans Affairs Medical Center (MEDVAMC) mengalami depresi, ansietas atau keduanya.

Berdasarkan hasil pengkajian, klien mengalami kekhawatiran dan ketakutan terhadap kondisi penyakitnya, yang menyebabkan adanya perubahan secara fisiolofis yaitu sesak yang memberat, jantung berdebar, tidak bisa tidur, tingkat konsentrasi klien menurun, dan klien memfokuskan perhatiannya pada kondisi fisiknya saja, namun klien masih dapat diarahkan. Hal ini sesuai dengan ciri ansietas sedang yang diungkapkan oleh Townsend (2008). Selain masalah ansietas, secara psikososial klien juga mengalami ketidakberdayaan, kelemahan secara fisik membuat klien merasa tidak berdaya dan tidak mampu melakukan apapun tanpa bantuan orang lain. Ketidakberdayaan secara nyata berkaitan dengan hilangnya power, kapasitas dan autoritas yang dimiliki oleh klien penyakit kronis dalam mempersepsikan tindakan yang diharapkan (Lubkin & Larsen, 2006 dalam Kanine, dkk, 2011).

4.3.Analisis Intervensi Dengan Konsep dan Penelitian Terkait

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat yaitu dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya dan sikap menerima dari perawat merupakan modal untuk terjalinnya hubungan terapeutik antara klien dan perawat. Perawat memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya telah membuka hubungan yang baik diantara perawat dengan klien dan keluarga. Hal ini sesuai dengan teknik komunikasi terapeutik yang harus dilakukan oleh perawat saat berkomunikasi dengan klien (Potter & Perry, 2005). Pemberian reinforcement positif dilakukan untuk meningkatkan harga diri klien. Harga diri yang tinggi diharapkan dapat memberikan aspek positif terhadap konsep diri klien sehingga membantu klien untuk menerima tindakan perawatan yang akan dilakukan.

(40)

Tindakan perawatan lain yang dilakukan terhadap pasien adalah dengan pemberian informasi tentang kondisi dan rencana tindakan yang akan dilakukan. Pemberian informasi tentang kondisi pasien merupakan hal yang penting dilakukan oleh perawat. Karena salah satu pemicu ansietas pada pasien dengan penyakit kronis adalah kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prognosis (Potter & Perry, 2005). Perawat memberikan penjelasan tentang kondisi klien kepada pasien dan keluarganya, terutama yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang dialami oleh klien. Informasi tentang kondisi klien dan penjelasan tentang prosedur pada setiap tindakan yang akan dilakukan merupakan bentuk pemberian informasi yang dibutuhkan untuk peningkatan pengetahuan klien. Pemberian informasi juga dapat meningkatkan perasaan aman dan menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat. Pemenuhan rasa aman klien dapat dipenuhi dengan memenuhi kebutuhan dasar klien, menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang, serta kesiapan perawat dalam membantu klien.

Pasien lansia secara fungsional telah mengalami beberapa perubahan yang menyebabkan kemunduran kognitif, sensoris maupun motorik (Stanley & Beare, 2007). Sehingga terjadi penurunan dalam fungsi penglihatan, pendengaran dan fungsi tubuh secara umum. Kondisi seperti ini memerlukan pendekatan khusus dan kesabaran dari perawat. Dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien Tn. U, perawat melakukan pendekatan dengan cara berbicara dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti oleh klien, berbicara dengan posisi berhadapan dengan klien dan berbicara dengan suara yang agak keras dan mendekatkan diri ke telinga klien saat berkomunikasi dengan klien.

Pasien lansia tidak mudah mempercayai orang yang baru dikenal, sehingga perawat benar-benar perlu untuk membina hubungan yang baik dengan pasien agar dapat melakukan intervensi yang telah direncanakan. Perawat menggunakan sentuhan dan sikap terbuka dan selalu merespon panggilan pasien dengan cepat, untuk membina hubungan saling percaya dengan klien.

(41)

Pemilihan intervensi yang tepat menjadi faktor pendukung kemajuan kesehatan klien. Pada pasien lansia, perlu digunakan intervensi yang simple dan mudah dilakukan. Intervensi untuk mengontrol ansietas yang dilakukan terhadap pasien adalah latihan mengontrol ansietas dengan latihan relaksasi nafas dalam. Intervensi ini dipilih karena merupakan latihan yang sederhana dan mudah untuk dipraktekkan oleh klien lansia. Perawat memilih teknik ini agar klien dapat melakukannya sendiri tanpa perlu bantuan dari orang lain.

Chiang et all (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa relaksasi latihan nafas dalam dapat menurunkan ansietas pada anak-anak dengan status asmatikus di Taiwan. Sehingga latihan nafas dalam yang dilakukan perawat kepada klien diharapkan dapat menurunkan kecemasan dan ketegangan yang dialami oleh klien. Hasil penelitian tersebut juga ditunjang penelitian Tarwoto, Irawaty, Kuntarti, Waluyo, & Mulyatsih (2011) yang menemukan adanya perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri pada kelompok yang diberikan intervensi slow deep breathing dengan kelompok kontrol, dimana kelompok yang diberikan intervensi memiliki intensitas nyeri yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol.

Pemilihan terapi yang dilakukan terhadap klien harus memperhatikan respon dan kondisi klien. Teknik relaksasi nafas dalam pada pasien dengan dispneu yang berat mungkin akan sulit untuk dilakukan. Pengaturan nafas dengan menarik nafas panjang akan membuat pasien merasa semakin sesak. Teknik ini hanya bisa digunakan pada pasien PPOK dengan kondisi sesak yang tidak terlalu berat. Pemantauan ketat selama intervensi juga diperlukan pada pasien lansia dengan PPOK, karena latihan nafas dalam mungkin akan memperberat usaha klien dalam bernafas.

(42)

Selain latihan relaksasi, perawat melakukan latihan mengontrol ansietas dengan distraksi. Teknik distraksi yang dilakukan yaitu dengan mengajak klien menceritakan pengalaman hidup yang menyenangkan. Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan di Korea terhadap 18 pasien kanker stadium lanjut menemukan bahwa dengan mengingat kembali perjalanan hidup atau pengalaman hidup, dapat menurunkan tingkat ansietas dan depresi (Ahn, An, Yoo, Ando, & Yoon, 2012). Dengan menceritakan pengalaman yang menyenangkan, perhatian klien menjadi teralihkan kepada hal-hal yang lebih menyenangkan. Penelitian Ko & Lin (2011) mendapatkan bahwa relaksasi/ distraksi dengan mendengarkan music secara signifikan dapat menurunkan tingkat ansietas dan perubahan tanda vital yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien yang menjalani operasi di rumah sakit Taiwan. Hasil evaluasi yang didapatkan yaitu penurunan tingkat kecemasan dengan berkurangnya ketegangan pada klien dan sikap klien yang menunjukan rasa senang.

Selain menggunakan terapi relaksasi dan distraksi, perawat melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan terhadap klien. Yusra (2011) menyebutkan bahwa dukungan keluarga sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis. Hasil penelitan yang dilakukan terhadap pasien Diabetes Melitus menunjukan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien, dan penurunan ansietas serta depresi pada pasien. Hasil penelitian menunjukkan 65,3% dari 75 pasien. Lebih lanjut, Tjahjono (2011) menyebutkan bahwa sebagian besar pasien PPOK memiliki penurunan nafsu makan, dan variabel dominan yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan adalah dukungan keluarga, dimana pasien yang mempunyai dukungan keluarga kurang akan mempunyai nafsu makan kurang 3,44 kali dibandingkan dengan pasien yang memiliki dukungan keluarga yang baik.

(43)

Evaluasi yang didapat setelah menjalani perawatan selama 7 hari didapatkan kemajuan pada klien. Klien menunjukan penurunan tingkat kecemasan dari ansietas sedang menjadi ansietas ringan dengan ditandai oleh sikap klien yang lebih tenang dan relaks, ungkapan perasaan yang menyatakan ketenangan, serta tanda vital yang menunjukan batas yang normal. Penurunan sesak yang dialami oleh klien juga mungkin salah satu dampak dari latihan relaksasi yang diajarkan. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen (Potter & Perry, 2005).

4.4.Alternatif Pemecahan Masalah

Intervensi yang dilakukan oleh perawat menunjukan keberhasilan yang cukup baik dimana pasien menunjukan penurunan tingkat kecemasan. Sehingga intervensi ini dapat diterapkan oleh perawat dikemudian hari untuk mengatasi masalah ansietas pada pasien dengan PPOK. Peningkatan dukungan keluarga juga diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan klien, sehingga klien dapat menerima kondisi penyakitnya dan menjalani hari-harinya dengan baik. Pada tingkat lanjut, mungkin diperlukan terapi yang lebih spesifik terhadap klien agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya.

Pemilihan terapi yang baik dapat meningkatkan tingkat keberhasilan sebuah intervensi yang dilakukan. Kondisi fisik dan psikologis pasien secara umum menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis terapi. Tingkat kesulitan perlu dipertimbangkan dalam melakukan intervensi terhadap pasien lansia mengingat penurunan yang dialami oleh lansia secara umum.

(44)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan asuhan keperawatan ansietas pada lansia dengan PPOK diantaranya yaitu :

5.1.Simpulan

5.1.1. PPOK adalah penyakit kronis yang ditandai dengan hambatan aliran udara akibat obstruksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh pajanan lama terhadap polusi dan asap rokok.

5.1.2. PPOK merupakan salah satu masalah kesehatan perkotaan yang diakibatkan oleh gaya hidup merokok dan polusi udara sebagai dampak dari urbanisasi dan pembangunan dibidang industri.

5.1.3. Faktor resiko PPOK selain merokok dan polusi adalah proses penuaan. PPOK banyak diderita oleh lansia.

5.1.4. Selain masalah fisik seperti dispneu, dan kelemahan, PPOK juga dapat menyebabkan timbulnya masalah psikososial yaitu depresi dan ansietas.

5.1.5. Ansietas pada pasien PPOK dapat menyebabkan penurunan kemampuan fungsional pasien yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup klien dengan PPOK. Ansietas juga meningkatkan resiko terjadinya perawatan ulang atau rehospitalisasi pada pasien PPOK.

5.1.6. Perlunya pendekatan khusus dari perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah psikososial, dengan memperhatikan perubahan fisik psikologis dan kognitif yang dialami oleh lansia.

5.1.7. Terapi generalis yang terdapat pada Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada ansietas yaitu latihan mengontrol ansietas dengan relaksasi nafas dalam dan teknik distraksi dengan menceritakan

(45)

pengalaman yang menarik, dapat digunakan untuk mengatasi masalah ansietas pada pasien lansia dengan PPOK.

5.1.8. Pelaksanaan intervensi keperawatan harus disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi fisik dan psikologis klien secara umum. 5.1.9. Pada pasien Tn U, latihan relaksasi nafas dalam, dan teknik distraksi

merupakan intervensi yang efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan klien dari tingkat ansietas sedang ke tingkat ansietas ringan.

5.2.Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil asuhan keperawatan ansietas pada lansia dengan PPOK, ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan untik keperluan pengembangan asuhan keperawatan masalah psikososial khususnya ansietas pada pasien dengan masalah fisik PPOK.

5.2.1. Aplikasi keperawatan

a. Perawat hendaknya melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan memperhatikan aspek boi-psiko-sosial dan spiritual pasien.

b. Perawat hendaknya memiliki kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan psikososial terhadap pasien dengan keluhan sakit fisik. Sehingga perlunya sosialisasi asuhan keperawatan psikososial kepada seluruh perawat.

c. Perlunya dikembangkan format pengkajian untuk mengkaji masalah psikososial pada pasien dengan keluhan fisik.

5.2.2. Pelayanan di Rumah Sakit

a. Perlunya sosialisasi, atau pelatihan tentang asuhan keperawatan masalah psikososial khususnya ansietas kepada seluruh perawat khususnya yang bertugas di ruang perawatan umum.

b. Perlu ditetapkannya Standar Asuhan Keperawatan (SAK) masalah psikososial untuk menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan.

(46)

c. Pihak rumah sakit mengembangkan format pengkajian yang telah ada agar lebih menggali masalah psikososial yang dihadapi oleh pasien dengan keluhan fisik.

Referensi

Dokumen terkait

Selain kedua varietas tersebut terdapat mangga Gadung sebagai mangga komersial yang berkarakter mirip dengan Arumanis, oleh karena itu para pakar mangga terdahulu menyatakan

Hasil pada proses identifikasi juga akan memperlihatkan tingkat kemiripan post mortem dan ante mortem dalam rasio persentase. Tingkat kemiripan diperlihatkan agar

Tujuan dari Studi Literatur ini adalah untuk mendapatkan informasi yang bersifat teoritis khususnya yang berkaitan dengan kalkulus proposisi untuk mengidentifikasi

1) Kandungan logam Cr tidak terdeteksi pada air permukaan di stasiun 1 yaitu di Sungai Cimanuk Desa Leuwigoong dan stasiun 2 di Sungai Ciwalen Desa Sukaregang, sedangkan

• Aljabar boolean merupakan aljabar yang terdiri atas suatu himpunan dengan dua operator biner yang didefinisikan pada himpunan tersebut.. •

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta sholawat dan salam senantiasa Penulis haturkan kepada junjungan kita

Kambing tergolong ke dalam family Bovidae, sub ordo Ruminantia, ordo Artiodactyla dan genus Capra (French, 1970). Kriteria kambing berdasarkan ciri-ciri morfologi,

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih mampu untuk menjelaskan fenomena perubahan sistem fraksi harga saham (yaitu fraksi Rp. 50 ) terhadap bid-ask spread,