TERHADAP POTENSI BAHAYA PADA PROSES PRODUKSI DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU
Oleh :
Endrasti Kiswandari NIM.R0007122
PROGRAM D.III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
iv
PELINDUNG DIRI SEBAGAI UPAYA DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA TERHADAP POTENSI BAHAYA PADA PROSES PRODUKSI DI PUSDIKLAT MIGAS, CEPU. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perusahaan melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang ada di perusahaan dan mencegah kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan rasa tidak aman bekerja bagi tenaga kerja, dengan upaya yang dilakukan adalah penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) serta pemakaian APD dengan potensi bahaya yang ada dan pengawasan yang mewajibkan tenaga kerja untuk memakai APD.
Kerangka pemikiran ini adalah di dalam lingkungan kerja terdapat faktor dan potensi bahaya yang dapat timbul dari cara kerja bahan, peralatan atau mesin, manusia dan lingkungan itu sendiri. Sehingga perlu dilakukan pengamatan dan kesesuian APD terhadap faktor dan potensi bahaya yang terdapat pada masing-masing proses produksi agar tidak menimbulkan kecelakaan kerja. Kebijakan Pusdiklat Migas, Cepu menyediaan APD yang sesuai pada masing-masing proses produksi. Pemakaian APD oleh tenaga kerja didukung oleh peraturan dari perusahaan mengenai kewajiban memakai APD sehingga pada masing-masing proses keselamatan kerja dapat tercapai.
Jenis penelitian ini diaksanakan dengan metode deskriptif, yaitu dengan memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya terhadap obyek penelitian yaitu tenaga kerja selaku pemakai APD ditempat kerja yang terpapar bahaya-bahaya potensial. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan standar serta peraturan yang ada.
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa penyediaan APD di Pusdiklat Migas, Cepu cukup dan memenuhi standart tetapi ada sebagian tenaga kerja kurang memahami tentang arti pentingnya APD yang disediakan sehingga masih didapati tenaga kerja yang tidak memakai APD yang diwajibkan oleh perusahaan. Hal ini bisa diatasi dengan diadakan training kepada tenaga kerja untuk meningkatkan kesadaran pentingnya pemakaian APD dalam bekerja.
Kata kunci : Alat Pelindung Diri, Pencegahan Kecelakaan Kerja Kepustakaan :07, 1989 - 2010
v
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan khusus pada program Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusdiklat Migas Cepu dengan lancar tanpa ada suatu halangan apapun.
Program PKL ini dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan pendidikan yang penulis tempuh di jurusan D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sesuai dengan pendidikan yang penulis tempuh maka penulis mengambil judul “Pentingnya Penggunaan Alat Pelindung Diri Sebagai Upaya Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja Terhadap Potensi Bahaya pada Proses Produksi di Pusdiklat Migas, Cepu ”.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari semua pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr. MS. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Putu Suriyasa, dr, MS. SKK. SpOk, selaku ketua program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Bapak Hardjanto, dr., MS, Sp.Ok. Selaku Pembimbing pertama yang banyak membantu.
vi
6. Bapak Wahyudi sebagai pembimbing praktek lapangan. 7. Bapak Kastur, selaku kepala HRD Pusdiklat migas Cepu.
8. Bapak Adi, Bapak Joko, Bapak Saiful dan semua pihak dari Pusdiklat Migas Cepu yang banyak membantu.
9. Bapak, Ibu, keponakan serta keluarga besar tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doanya kepada ananda.
10. Teman-teman satu angkatan D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja yang saling memberi semangat.
11. Sahabat-Sahabat (Asepti, Nindy, Sari) yang selalu memberi motivasi dan bersemangat bersama.
12. Semua teman-teman dan orang-orang yang memberikan doa dan masukan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan ini. Besar harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, April 2010
vii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Kerangka Pemikiran ... 43
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44
A. Jenis Penelitian ... 44
B. Lokasi Penelitian ... 44
viii
A. Potensi Bahaya dan Faktor Bahaya ... 48
B. Pengendalian Potensi Bahaya ... 60
C. Penyediaan Alat Pelindung Diri ... 61
D. Pemakaian Alat Pelindung Diri ... 65
E. Pemeliharaan Alat Pelindung Diri ... 65
BAB V. PEMBAHASAN ... 66
A. Potensi Bahaya dan Faktor Bahaya ... 66
B. Pengendalian Potensi Bahaya ... 70
C. Penyediaan Alat Pelindung Diri ... 71
D. Pemakaian Alat Pelindung Diri ... 76
E. Pemeliharaan Alat Pelindung Diri ... 77
BAB VI. PENUTUP ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA
x
Lampiran 2. Laporan Kegiatan Operasi Keselamatan Kerja LK3 Lampiran 3. Check List Pengelasan Diarea Kilang
Lampiran 4. Surat Keterangan Penyisihan Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin Kerja Lampiran 6. Formulir Kecelakaan Kerja Lampiran 7. Laporan Kecelakaan Kerja Lampiran 8. Form Ijin Kerja Masuk Lampiran 9. Form Ijin Kerja Radiasi Lampiran 10. Form Ijin Kerja Dingin Lampiran 11. Form Ijin Kerja Panas Lampiran 12. Form Ijin Kerja Listrik Lampiran 13. Form Ijin Kerja Galian Lampiran 14. Flow Diagram Wax Plant Lampiran 15. Layout Bak Sludge Kilang
Lampiran 16. Struktur Organisasi Pusdiklat Migas Cepu Lampiran 17. Struktur Organisasi LK3 Pusdiklat Migas Cepu Lampiran 18. Struktur Organisasi Wax Plant Pusdiklat Migas Cepu Lampiran 19. Peta Pusdiklat Migas Cepu.
Lampiran 20. Memo Intern Magang Lampiran 21. Surat Keterangan Magang
1
A. Latar Belakang
Pada zaman globalisasi sekarang pertumbuhan industrialisasi semakin pesat dan terus menerus berkembang setiap tahunnya karena persaingan industi yang semakin ketat. Sehingga, pemakaian bermacam-macam peralatan kerja dan penggunaan mesin-mesin dengan teknologi tinggi dilakukan pada proses produksi untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi hasil produksi. Hal tersebut di samping memberikan kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya efek samping yang tidak dapat dielakkan adalah bertambahnya jumlah dan ragam sumber bahaya bagi pengguna teknologi itu sendiri. Di samping itu, faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja, proses kerja tidak aman, dan sistem kerja yang semakin komplek dan modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. (Tarwaka, 2008)
Suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi yang berakibat dapat memberikan beban tambahan pada jasmani atau rohani tenaga kerja.faktor penyebab bebab tambahan yang dimaksud diantaranya faktor-faktor seperti kontruksi mesin, sikap kerja, dan cara kerja. (Suma’mur, 1989)
Setiap jenis-jenis pekerjaan yang merupakan suatu aktifitas pasti melibatkan faktor manusia, peralatan, lingkungan dan proses produksi dalam setiap tahapan kerja, sehingga harus diupayakan prosedur kerja yang aman. Pekerjaan yang
bermacam-macam juga memiliki tingkat resiko bahaya yang berbeda-beda dan memungkinkan terjadinya suatu kecelakaan. Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.
Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi. Dengan demikian jelas bahwa, keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa luka atau cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda dan kerusakan peralatan atau mesin dan lingkungan secara luas.
Kesehatan Kerja merupakan kegiatan dan upaya kesehatan dalam masyarakat pekerja guna mewujudkan kondisi pekerja yang sehat, efektif, efisien dan produktif sesuai dengan jenis pekerjannya.
(Tarwaka, 2008)
Bahaya-bahaya lingkungan kerja perlu dikendalikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman. Berbagai cara pengendalian dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya-bahaya lingkungan kerja. Sarana pengaman diri adalah pilihan terakhir yang dapat di lakukan untuk mencegah bahaya dengan pekerja. Akan tetapi, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bukanlah pengendali dari sumber-sumber bahaya. Penggunaan Alat Pelindung Diri
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penerapan pengendalian risiko di tempat kerja. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif.
(Rudi Suwardi, 2005)
Dari berbagai faktor dan potensi bahaya yang ada di Pusdiklat Migas Cepu. Maka penulis mencoba memberikan gambaran mengenai Alat Pelindung Diri di Pusdiklat Migas Cepu dalam usaha menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan mengambil judul ”PENTINGNYA PENGGUNAAN ALAT
PELINDUNG DIRI SEBAGAI UPAYA DALAM PENCEGAHAN
KECELAKAAN KERJA TERHADAP POTENSI BAHAYA PADA PROSES PRODUKSI DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti yang diuraikan penulis diatas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor potensi bahaya dilakukan pengendalian dengan pemakaian alat pelindung diri?
2. Apakah penyediaan alat pelindung diri yang digunakan oleh tenaga kerja sudah sesuai dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja?
3. Apakah tenaga kerja sudah memakai alat pelindung diri sesuai dengan tempat kerja masing-masing?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di Pusdiklat Migas Cepu, adalah :
1. Untuk mengetahui kesesuaian alat pelindung diri dengan potensi bahaya yang ada di proses produksi Pusdiklat Migas Cepu.
2. Untuk mengetahui penyediaan dan perawatan terhadap alat pelindung diri serta mengetahui apakah tenaga kerja memiliki kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri.
3. Untuk mengetahui potensi bahaya yang terpapar di bagian proses produksi Pusdiklat Migas Cepu.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat, bagi : 1. Perusahaan
a. Membantu mengetahui kesesuaian alat pelindung diri yang digunakan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja.
b. Membantu tenaga kerja dalam memakai alat pelindung diri sesuai dengan tempat kerja masing-masing.
c. Dapat menjadi evaluasi penerapan keselamatan kerja melalui penggunaan alat pelindung diri, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
2. Pembaca
Dapat menambah referensi dan pengetahuan tentang pemakaian alat pelindung diri serta kegunaannya sebagai upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja pada segala industri.
3. Penulis
Sebagai sarana untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang alat pelindung diri, serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat mengenai program penyelenggaraan alat pelindung diri sesuai dengan potensi bahaya tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin pesawat, alat kerja dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Kesehatan Kerja adalah spesialisasi dari ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1970 mengenai keselamatan kerja dijelaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak medapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber produsi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien sehingga proses produkai berjalan lancar.
Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapat suatu perlindungan. Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas yaitu
perlindungan keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan norma agama. Perlindungan tersebut bertujuan agar tenaga kerja aman melakukan pekerja sehari-hari dan meningkatkan produksi.
(Suma'mur, 1996)
a. Keselamatan kerja di perusahaan
Keselamatan kerja merupakan sarana utama pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja selain berakibat langsung bagi tenaga kerja juga menimbulkan kerugian-kerugian secara tidak langsung yaitu kerusakan pada lingkugan kerja.
(Suma’mur, 1996)
b. Keselamatan Kerja di Tempat Kerja
Akan tidak ada artinya usaha-usaha pencegahan kecelakaan kerja seperti perundang-undangan, peraturan, pengawasan, nasehat ditambah konferensi, seminar. Apabila, di tempat kerja tidak ada usaha untuk meningkatkan keselamatan.
Pimpinan atau pengurus sebagai orang-orang penting perusahaan harus proaktif terhadap usaha-usaha meningkatkan keselamatan dan selalu mengutamakan mutu dan kuantitas hasil produksi, pemeliharaan mesin dan peralatan secara baik. Kemudian dari pimpinan atau pengurus ini masih perlu melimpahkan tanggung jawab kepada orang-orang atau staf-staf yang berkompeten seperti pendegelasian wewenang kepada staf pengawas, panitia keselamatan, ahli keselamatan, dan lain-lain.
Adapun materi peningkatan keselamatan di tempat kerja bisa berwujud perencanaan yang baik oleh pimpinan perusahaan, penerapan-penerapna cara kerja yang aman oleh tenaga kerja, ketentuan dan ketata rumah tangga yang baik, dan pemasangan pagar pengaman atau pelindung terhadap mesin-mesin bahaya. Kebiasaan-kebiasaan bekerja secara benar harus ditimbulkan dalam praktek di tempat kerja. Keteraturan dan ketata rumah tanggaan sebagaimana juga alat pengaman penting bagi produksi dan keselamatan.
(Suma'mur, 1996)
c. Pedoman Keselamatan Kerja
Suatu tindakan lain dalam keselamatan di perusahaan adalah dikeluarkannya pedoman dan petunjuk tentang keselamatan yang bertalian dengan pengolahan dan petunjuk tentang keselamatan yang bertalian dengan pengolahan material, menjalankan mesin atau pekerjaan-pekerjaan lain.
Mempersiapkan suatu pedoman atau petunjuk itu mudah, yang sulit adalah penerapannya. Cara terbaik agar pedoman atau petunjuk ditaati adalah pengikut sertaan para pelaku dalam perumusan pedoman atau petunjuk.
(Suma’mur, 1996) d. Disiplin
Baik perusahaan maupun pekerja memiliki fungsi dan tanggung jawab keselamatan kerja. Pengusaha lebih memikul tanggung jawab mengenai lingkungan, cara dan pengadaan mesin serta peralatan yang selamat. Pekerja harus mematuhi ketentuan yang telah digariskan dalam keselamatan.
Jika pekerja tidak memakai alat pelindung diri, oleh karena ia pikir hal itu tidak perlu, kenyataan ini suatu petunjuk bahwa kepatuhan kurang. Kalau sikap pekerja dapat membahayakan dirinya sendiri dan kawan sekerjanya, perlu tindakan untuk penegakan disiplin.
(Suma’mur, 1996)
e. Tenaga Kerja Baru
Perlu adanya pendekatan khusus bagi tenaga kerja baru. Ia harus diperkenalkan terhadap lingkungan kerja baru dan diberitahu yang diharapkan dari padanya. Kepadanya harus dijelaskan pula tentang bahaya-bahaya yang dihadapinya dan cara-cara untuk menghindari dengan melakukan pekerjaan secara baik dan dengan mematuhi ketentuan keselamatan kerja.
Cara memperkenalkan tenaga kerja baru kepada pekerjaan dan lingkungan berbeda-beda dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Perkenalan mungkin dilakukan ke bagian personil atau di tempat kerja.
Tenaga kerja baru harus merasa bahwa dengan adanya pengenalan lingkungan kerja ia tahu kepada siapa bertanya jika menemukan kesulitan. Dengan pengenalan, ia harus merasa ada kawan, merasa aman dan mendapat ketenangan pikiran yang penting untuk menghindari kecelakaan.
2. Kecelakaan Kerja a. Definisi
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga, datangnya tiba-tiba dan kedatangannya tidak diharapkan serta dapat menyebabkan kerugian pada manusia, perusahaan dan lingkungan.
Disebut tak terduga karena dalam suatu kecelakaan tidak ada unsur kesegajaan atau direncanakan. Kejadian ini juga dikatakan tidak diharapkan karena sebagian besar kecelakaan mempunyai akibat yang bertingkat-tingkat dari ringan sampai berat, baik kepada individu yang mengalami kecelakaan tersebut atau kepada orang lain ataupun sistem yang melingkupi individu tersebut. Kecelakaan dapat dipandang sebagai sebuah keluaran yang tidak diinginkan.
Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubugan kerja pada perusahaan, atau kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. (Suma’mur,1996)
Resiko cukup besar dari kecelakaan yang terjadi adalah dalam bentuk korban manusia dan pemborosan ekonomi. Oleh sebab itu, pencegahan kecelakan di tempat kerja adalah merupakan tugas yang penting dan merupakan kebutuhan yang sangat vital.
b. Teori Penyebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak datang dengan sendirinya. Ada rangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului terjadinya kecelakaan tersebut. Ada beberapa teori
yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya kecelakaan yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu menurut H.W Heinrich (1972) kejadian sebuah cidera disebabkan oleh bermacam-macam faktor yang terangkai dan pada akhir rangkaian itu dalah cidera. Kecelakaan yang menimbulkan cidera disebabkan secara langsung oleh perilaku seseorang yang tidak aman dan atau potensi bahaya mekanik atau fisik. Prinsip dasar ini kemudian dikenal dengan ”Teori Domino”, dalam hal ini Heinrich menggambarkan seri rangkaian tersebut menjadi 5 domino, masing-masing berlabel:
1. Kebiasaan
2. Kesalahan seseorang
3. Kondisi dan tindakan tidak aman 4. Kecelakaan
5. Cidera
Penggunaan teori domino ini dijelaskan sebagai petunjuk pertama, satu domino dapat menghancurkan empat domino yang lain. Kecuali, pada titik tertentu domino diangkat untuk menghentikan rangkaian. Domino yang paling mudah dan paling efektif untuk dihilangkan adalah domino yang tengah, berlabel ”Kondisi dan tindakan tidak aman”. Teori ini cukup jelas, praktis dan pragmatis sebagai pendekatan kontrol terhadap kerugian, pindahkan kondisi dan tindakan tidak aman tersebut. Salah satu kesulitan dari penggunaan teori Heinrich adalah model ini masih terlalu luas dan dapat diartikan dalam banyak cara. Model ini tidak menyediakan gambaran umum atau klasifikasi yang dapat dijadikan dasar penelitian ilmiah. Model ini juga
melibatkan faktor perilaku manusia dan faktor mekanik atau fisik dalam klasifikasi yang sama.
(Tarwaka, 2008)
c. Klasifikasi Kecelakaan
Penggolongan atau klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internsional tahun 1962 adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi kecelakaan dalam industri berdasarkan jenis kecelakaannya: a. Terjatuh,
b. Tertimpa benda jatuh,
c. Tertumpuk atau terkena benda-benda, d. Terjepit oleh benda,
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan, f. Pengaruh suhu tinggi,
g. Terkena arus listrik,
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi,
i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum masuk kriteria tersebut.
Sehubungan dengan penggunaan alat pelindung diri, klasifikasi kecelakaan menurut jenis kecelakaanya berguna untuk menentukan alat pelindung diri apa yang dapat digunakan untuk mengurangi akibat kecelakaan berdasarkan jenis kecelakaannya.
2. Klasifikasi kecelakaan dalam industri berdasarkan penyebab kecelakaan: a. Mesin
1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik, 2) Mesin penyalur,
3) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam, 4) Mesin-mesin pengolah kayu,
5) Mesin-mesin pertanian, 6) Mesin-mesin pertimbangan,
7) Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifkasi diatas. b. Alat angkat-angkut
1) Mesin alat angkat dan peralatannya, 2) Alat angkutan diatas rel,
3) Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api, 4) Alat angkutan udara,
5) Alat angkutan air,
6) Alat-alat angkutan lainnya. c. Peralatan lain
1) Bejana bertekanan,
2) Dapur pembakaran dan Pemanas, 3) Istalasi Pendingin,
4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik,
5) Alat-alat listrik,
6) Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik, 7) Tangga,
8) Perancah,
9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifkasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi
1) Bahan peledak,
2) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak, 3) Benda-benda melayang,
4) Radiasi,
5) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan Kerja
1) Di luar bangunan, 2) Di dalam bangunan, 3) Di bawah tanah.
f. Penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut 1) Hewan,
2) Penyebab lain.
g. Peyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan diatas dan belum memadai.
Berkaitan dengan penggunaan alat pelindung diri, klasifikasi menurut penyebab ini berguna untuk menentukan desain, kekuatan dan bahan yang diperlukan untuk membuat alat pelindung diri tersebut. Klasifikasi ini juga dapat digunakan untuk melakukan standarisasi, misalnya:konstruksi yang memenuh berbagai syarat keselamatan, jenis peralatan industri tertentu, praktek kesehatan dan hygiene umum dan alat pelindung diri.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
Klasifikasi kecelakaan menurut penyebab ini digunakan untuk menggolongkan penyebab kecelakaan menurut kelainan atau letak luka-luka akibat kecelakaan. Penggolongan menurut sifat dan letak luka di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan kerja lebih lanjut dan terperinci.
a. Patah tulang,
b. Dikolasi atau keseleo, c. Regangan otot,
d. Memar dan luka dalam yang lain, e. Amputasi,
f. Luka-luka lain, g. Luka di permukaan, h. Gegar dan remuk, i. Luka bakar,
j. Keracunan-keracunan yang mendadak, k. Akibat cuaca,
l. Mati lemas,
m. Pengaruh arus listrik, n. Pengaruh radiasi,
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya, p. Lain-lain.
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh a. Kepala, b. Leher, c. Badan, d. Anggota atas, e. Anggota bawah, f. Banyak tempat, g. Kelainan umum,
h. Letak lain yang tidak dimasukkan dalam klasifikasi diatas.
Penggolongan lainnya juga didasarkan pada jenis kelamin dan pengalaman kerja dari korban, waktu terjadinya kecelakaan atau bagian dari badan yang mendapat kecelakaan.
Semua penggolongan tersebut diatas dapat untuk menerangkan sebab-sebab yang sesungguhnya dalam kecelakaan-kecelakaan dalam industri dan tempat-tempat kerja lainnya, tetapi masih belum dapat menggambarkan keadaan atau peristiwa terjadinya kecelakaan kerja yang mungkin disebabkan karena kehamilan, sedih, murung, kurang sehat, kekecewaan, kejenuhan dan masalah mental fisik. Hal ini
mungkin dipengaruhi oleh keadaan diluar pabrik. Sering juga suatu kecelakaan terjadi disebabkan oleh gabungan dari gangguan yang bersifat teknik, fisik dan psikis. ( Suma’mur,1996)
d. Sebab-sebab kecelakaan
Dari penyelidikan ternyata faktor manusia dalam pemyebab timbulnya kecelakaan menduduki prosentase sampai 80-85%. Hal ini disebabkan karena kelalaian dan kesalahan manusia atau tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencanaan pabrik dari kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan.
Tindakan manusia yang tidak memenuhi keselamatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang menyebabkan terjadinya kontak sehingga terjadi kecelakaan, misalnya:
1. Menjalankan peralatan diluar wewenang,
2. Tidak berhasil atau sama sekali tidak memberi tanda bahaya, 3. Menjalankan peralatan pada kecepatan yang tidak wajar, 4. berbuat hingga alat pengaman tidak berfungsi,
5. Melepaskan alat pengaman,
7. Memberi muatan tidak wajar, 8. Cara mengangkat-angkut salah, 9. Bersenda gurau,
10. Melakukan kerja pada posisi yang tidak tepat, 11. Merawat peralatan dalam keadaan bergerak, 12. Berpengaruh alkohol atau mabuk dalam bekerja,
13. Tidak menggunakan atau salah dalam menggunakan alat pelindung diri. Sedang kondisi berbahaya atau keadaan yang tidak selamat adalah suatu keadaan yang dapat menimbulkan kecelakaan, misalnya:
1. Kekurangan pada alat penutup atau pemagar, 2. Alat pelindung diri tidak sesuai,
3. Kerusakan pada perkakas, pealatan atau bahan,
4. berdekatan dengan sumber bahaya kebakaran atau ledakan, 5. Tempat kerja yang kotor atau semrawut,
6. Tingkat radiasi yang membahayakan, 7. Temperatur yang sangat panas 8. Kurang terang atau terlalu silau, 9. Kurang sirkulai udara atau pengap.
Selain sebab-sebab langsung diatas, ada juga sebab-sebab dasar yang menyebabkan munculnya tindakan bahaya dan kondisi berbahaya, seperti faktor manusia dan faktor kerja.
e. Usaha-usaha pengendalian
Usaha-usaha pengendalian ini meliputi bagaimana cara menanggapi setiap kecelakaan dan sebab-sebab serta akibat yang ditimbulkannya dari sebelum kejadian sampai setelah terjadinya kecelakaan.
Ketiga tingkat pengendalian tersebut adalah: 1. Sebelum kejadian (Pre-contact control)
Menyangkut segala usaha yang diterapkan melalui suatu program agar resiko kecelakaan dapat dihilangkan, mencegah kerugian atau korban dan merencanakan tindakan untuk mengurangi kerugian atau korban bila suatu kecelakaan terjadi.
2. Saat kejadian (Contact control)
Adalah usaha pengendalian yang dilakukan saat ini untuk menghadapi suatu kecelakaan bila suatu saat nanti terjadi, sehingga mengurangi kerugian atau korban yang lebih besar, misalnya:
a. Substansi jenis energi atau bahan yang lebih kecil daya rusaknya, b. Memperkecil jumlah energi yang disimpan atau digunakan,
c. Membuat pelindung, pagar pembatas atau isolasi yang memisahkan sumber energi dengan orang atau benda-benda yang berharga,
d. Melakukan perubahan atau modifikasi agar memperkecil kemungkinan kontak dengan energi,
e. Memperkokoh bangunan atau konstruksi. 3. Setelah kejadian (Post contact control)
Adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengendalikan atau mengurangi jumlah kerugian atau korban yang lebih besar atau parah apabila kecelakaan telah terjadi, misalnya:
a. Melakukan prosedur darurat yang terncana, misalnya: SAR dan P3K, b. Penanggulangan segera pada kebakaran dan peledakan ,
c. Penggantian peralatan yang hancur atau rusak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,
d. Melaksanakan pembersihan pembocoran zat kimia yang cepat dan efektif,
e. Pengawasan dalam melakukan pembayaran dan penagihan suatu claim dalam peristiwa kebakaran,
f. Mengendalikan pelaksanaan pembuangan limbah,
g. Melaksakan rehabilitasi yang cepat dan efektif dalam menangani korban manusia.
Selain ketiga tingkat pengendalian tersebut di atas, pengendalian kecelakaan kerja pokok ada 5 usaha yaitu :
1) Eliminasi
Yaitu suatu upaya atau usaha yang bertujuan untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan.
2) Substitusi
Yaitu mengganti bahan, material atau proses yang beresiko tinggi terhadap bahan, material atau proses kerja yang berpotensi resiko rendah.
3) Pengendalian rekayasa
Yaitu mengubah struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk menghambat atau menutup jalannya transisi antara pekerja dan bahaya.
4) Pengendalian administrasi
Yaitu mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.
5) Alat pelindung diri
Pemakaian alat pelindung diri adalah sebagai upaya pengendalian terakhir yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan.
(Tarwaka, 2008) f. Usaha-usaha pencegahan
Pencegahan kecelakaan adalah suatu program terintegrasi berupa rangkaian aktivitas yang dikoordinasikan guna mengendalikan atau mengontrol tindakan tidak aman yang berdasarkan pada pengetahuan, perilaku atau sikap dan keahlian.
Dibawah ini bermacam-macam usaha yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan atau tempat kerja yaitu dengan membuat dan mengadakan:
1. Peraturan perundang-undangan, 2. Standarisasi,
3. Pengawasan,
4. Penelitian bersifat teknik, 5. Risert medis,
6. Penelitian psikologis, 7. Penelitian secara statistik, 8. Pendidikan,
9. Latihan-latihan, 10. Penggairahan, 11. Asuransi,
12. Usaha keselamatan ditingkat perusahaan. (Suma’mur, 1996)
3. Alat Pelindung Diri (APD) a. Definisi
Alat pelindung diri adalah seperangkat peralatan yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya dan kecelakaan kerja. Secara teknis Alat Pelindung Diri tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuh, akan tetapi dapat mengurangi
tingkat keparahan yang terjadi. Dengan kata lain meskipun telah menggunakan Alat Pelindung Diri, upaya pencegahan dan pengendalian potensi bahaya adalah yang paling utama melalui pengendalian secara teknis dan atau administratif.
Adapun syarat-syarat Alat Pelindung Diri agar dapat dipakai dan efektif dalam penggunaan dan penyediaannya haruslah memenuhi beberapa kriteria diantaranya sebagai berikut :
1. Enak dipakai pada kondisi pekerjaan yang sesuai dengan desain alat tersebut. 2. Tidak mengganggu kerja, dalam arti alat pelindung diri tersebut harus pas sempit
dengan besar tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerakan pengguna.
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya yang khusus sebagaimana alat pelindungan diri tersebut didesain.
4. Alat pelindung diri tersebut harus tahan lama.
5. Alat pelindung diri tersebut mudah untuk dibersihkan dan dirawat oleh pekerja. 6. Harus ada desain, konstruksi, pengujian dan penggunaan alat pelindug diri dengan
standar.
Menunjukkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat pelindung diri, yaitu:
1) Pengujian mutu
Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah di tentukan untuk menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan perlindugan sesuai dengan yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu mutunya.
2) Pemeliharaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi tempat kerja, bahaya kerja dan pekerja sendiri agar benar-benar dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja.
3) Ukuran harus tepat
Untuk dapat memberikan perlindungan yang maksimum pada tenaga kerja serta ukuran alat pelindung diri harus tepat. Ukuran yang tidak tepat akan mnimbulkan gangguan pada pemakaiannya.
4) Cara pemakaian yang benar
Sekalipun alat pelindung diri di sediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar. Untuk para tenaga kerja harus diberikan penerangan tentang :
a. Manfaat dari alat pelindung diri yang disediakan dengan potensi bahaya yang ada.
b. Menjelaskan bahaya potensial yang ada dan akibat yang akan diterima oleh pekerja jika tidak memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.
c. Cara memakai dan merawat alat pelindung diri secara benar harus dijelaskan pada tenaga kerja.
d. Perlu pengawasan dan sanksi pada tenaga kerja menggunakan alat pelidung diri.
Alat pelindung diri harus dipelihara dengan baik agar tidak menimbulkan kerusakan ataupun penurunan mutu.
f. Penyimpaan
Alat pelindung diri harus selalu disimpan dalam keadaan bersih ditempat yang telah tersedia, bebas dari pengaruh kontaminasi.
b. Kelemahan Penggunaan Alat Pelindung Diri
1. Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena : a) Memakai alat pelindung diri yang tidak tepat.
b) Cara pemakaian alat pelindung diri yang salah.
c) Alat pelindung diri yang tidak memenuhi persyaratan yang tidak diperlukan.
d) Sering alat pelindung diri tidak dipakai karena tidak enak atau kurang nyaman.
2. Agar alat pelindung diri berfungsi dengan baik maka penting pemeliharaan dan kontrol terhadap alat pelindung diri, seperti: a) Alat pelindung diri yang sangat sensitif terhadap perubahan
tertentu.
b) Alat pelindung diri yang mempunyai masa kerja tertentu seperti : kanister, filter dan penyerap (cartridge)
c) Alat pelindung diri yang dapat menularkan penyakit, bila dipakai berganti-ganti.
c. Aspek keamanan dan aspek ergnomis dari alat pelindung diri 1. Aspek keamanan (safety)
a) Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b) Alat pelindung diri tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang dikenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat karena salah dalam penggunaannya.
c) Alat pelindung diri tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
d) Alat pelindung diri harus dapat dipakai secara fleksibel. e) Alat pelindung diri tahan untuk pemakaian yang lama. f) Suku cadangnya harus mudah didapat.
g) Alat pelindung diri harus memenuhi standart yang telah ada. 2. Aspek ergonomis
a) Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
b) Bentuknya harus cukup menarik. d. Petunjuk pemakaian
Memastikan bahwa semua karyawan mendapat petunjuk lengkap mengenai pemakaian yang benar dari peralatan pelindung diri, terutama peralatan
darurat. Program-program pelatihan perlu dilakukan secara berkala dengan membahas semua aspek secara rutin dan memperbaiki hal-hal yang diperlukan.
e. Lokasi dan penyimpanan
Memastikan bahwa semua peralatan pelindung diri ditempatkan sedekat-dekatnya dengan tempat kerja dimana alat-alat itu mungkin diperlukan. Peralatan darurat atau penyelamatan harus ditempatkan dilokasi dimana alat-alat itu kemungkinan besar akan dipakai dan disimpan baik-baik agar tidak memburuk atau rusak.
f. Perawatan
Semua alat pelindung diri harus dirawat dan disimpan dalam keadaan bersih serta bebas dari pengaruh kontaminasi. Semua peralatan pernafasan harus diservis secara berkala dan dirawat oleh teknisi-teknisi ahli.
g. Macam-macam alat pelindung diri 1. Alat pelindung kepala
Tujuan penggunaan alat pelindung kepala adalah untuk pencegahan : a) Rambut pekerja terjerat oleh mesin yang berputar
b) Bahaya terbentur oleh benda tajam atau benda keras yang dapat menyebabkan luka gores, potong atau tertusuk
c) Bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda yang melayang atau melucur dari udara
d) Bahaya panas radiasi, api dan percikan bahan-bahan kimia korosif e) Melidungi kepala terhadap debu.
Pelindung kepala juga dapat melindungi kepala dan rambut terpilin dalam mesin atau tempat-tempat yang tidak terlindungi. Berdasarkan fungsinya alat pelindung kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis:
1. Topi pengaman ( Safety Helmet )
Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda-benda keras. 2. Topi atau tudung
Untuk melindungi kepala dari zat-zat kimia, iklim yang berubah-ubah, api dan lain-lain sehingga harus terbuat dari bahan yang tidak mempunyai celah dan lubang, biasanya terbuat dari asbes, kulit, wool, katun yang dicampur aluminium dan lain-lain.
3. Penutup rambut
Penutup rambut ini biasanya terbuat dari katun atau bahan lain yang mudah dicuci.
(Suma'mur, 1996)
2. Alat pelindung mata dan muka
Penggunaan Alat pelindung mata atau kacamata ini memberikan perlindungan diri dari bahaya-bahaya seperti:
a) Bagian-bagian atau benda-benda yang melayang
b) Benda-benda cair seperti logam cair atau zat-zat asam dan bahan-bahan kimia c) Benda-benda panas pada pemotongan atau pengelasan dan radiasi
e) Partikel-parikel tenaga tinggi f) Gas dan uap
Terdapat tiga bentuk alat pelindung mata : 1) Spectacles (Kacamata)
Kacamata keselamatan untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil yang melayang diudara serta radiasi gelombang elektromagnetik. Terdapat 2 bentuk kacamata yaitu kacamata dengan alat pelindung samping dan tanpa pelindung samping.
2) Goggles
Kacamata yang bentuk framennya dalam, digunakan untuk melindungi mata dari bahaya gas, uap, larutan kimia dan debu. Goggles umumnya kurang diminati oleh pemakainya, karena selain tidak nyaman juga alat ini menutupi mata terlalu rapat sehingga tidak terjadi ventilasi didalamnya dengan akibat lensa mata sudah mengembun. Untuk mengatasi hal ini lensa dilapisi dengan bahan hidrofil atau goggles dilengkapi dengan lubang-lubang ventilasi.
3) Tameng muka
Tameng muka ini melindungi muka secara keseluruhan dari bahaya-bahaya percikan logam dan radiasi. Dilihat dari segi keselamatannya, penggunaan tameng muka ini lebih menjamin keselamatan tenaga kerja dari pada dengan spectacles maupun goggles.
Dari ketiga alat pelidung mata tersebut, kacamata adalah yang paling nyaman untuk dipakai dan digunakan untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil yag melayang di udara, serta radiasi gelombang elektromagnetik.
(Suma'mur, 1996)
3. Alat pelindung telinga
Alat ini bekerja sebagian penghalang antara bising dengan telinga bagian dalam, disamping itu juga melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan. Pada umumnya alat ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Sumbat telinga (Ear plug)
Digunakan di tempat kerja yang mempunyai intensitas kebisingan antara 85 dB A sampai 95 dB A. Ukuran, bentuk dan posisi saluran telingan untuk tiap-tiap individu berbeda-beda bahkan antara kedua telinga dari individu yang sama berlainan pula. Oleh karena itu, sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk dan posisi saluran telinga pemiliknya. Diameter saluran telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling banyak 5-11 mm. Umumnya bentuk saluran telinga lonjong, tetapi berbeda diantaranya berbentuk bulat. Saluran telinga manusia umumnya tidak lurus, walaupun sebagian kecil dapat diketemukan dalam bentuk lurus. Penyebaran saluran telinga laki-laki dalam hubungannya dengan alat sumbat telinga (ear plug) kurang lebih adalah sebagai berikut : 5% sangat kecil, 15% kecil, 30% sedang, 30% besar, 15% sangat besar dari sumbat telinga yang diupali oleh pabik-pabrik pembuatannya. Sumbat telinga dapat terbuat dari : karet, plastik yang lunak, lilin dan kapas.
Sumbat telinga dari lilin bisa lilin murni dan lilin yang dilapisi kertas atau kapas, tetapi sumbat telinga dari lilin ini mempunyai kelemahan karena sangat terganggu dan lekas kotor.
Sumbat telinga dari kapas mempunyai daya atenuasi paling kecil antara 2-12 dB. Yang paling disenangi adalah jenis karet dan plastik lunak karena alat dengan jenis tersebut bisa menyesuaikan bentuk dengan lubang telinga. Kemampuan atenuasi (daya lindung) adalah 20-25 dB. Bila ada kebocoran sedikit saja, dapat mengurangi atenuasi 15 dB.
b. Tutup telinga (Ear muff)
Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung yang dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian yang lama, sering ditemukan efektivitas telinga menurun yang disebabkan karena bantalan mengeras dan mengerut akibat radiasi bahan bantalan dengan minyak kulit dan keringat. Reaksi ini juga dapat terjadi pada sumbat telinga, sehingga pada pemilihan tutup telinga disarankan agar memilih jenis yang berukuran agak besar.
Tutup telinga dipakai untuk tempat kerja yang mempunyai intensitas kebisingan 95 dB. Tutup telinga yang baik dapat mengurangi kebisingan 25-30 dB dan membuatnya efektif terhadap tingkat suara dari 130-135 dB.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas alat pelindung telinga adalah :
1) Kebocoran udara
3) Vibrasi alat itu sendiri
4) Kondisi suara melalui tulang dan jaringan (Suma'mur, 1996)
4. Alat pelindung pernafasan
Alat pelindung pernafasan merupakan suatu peralatan khusus yang dirancang untuk pengamanan pernafasan di tempat kerja dari kontaminan pengotoran udara yang dapat merusak dan membahayakan pernafasan.
Kegunaan alat pelindung pernafasan ini menghindarkan tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja atau lingkungan kerja yang memiliki kapasitas debu yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan penyakit paru-paru yaitu pneumoconiosis. Zat-zat berbahaya dapat pula berupa racun atau korosi, juga zat yang bersifat merangsang dapat juga menyebabkan kelainan pada kondisi paru-paru yang dikenal dengan pneumoconiosis.
Pada dasarnya alat pelindung pernafasan dibedakan menjadi 2, yaitu: 1 Masker
Masker pada umumnya terbuat dari kain kasa atau busa yang didesinfeksikan terlebih dahulu. Penggunaan masker umumnya digunakan untuk mengurangi kualitas debu yang masuk ke dalam paru-paru.
2 Respirator
Respirator digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam, asap dan gas-gas berbahaya (Tarwaka, 2008).
Secara umum respirator dibedakan menjadi: 1) Air Purifyng Respirator
Alat pelindung ini digunakan untuk melindungi seseorang tenaga kerja dari bahaya pernafasan oleh debu, kabut, uap logam asap dan gas.
Menurut cara kerjanya dan bentuk kontaminan Air Purifyng Respirator dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a) Chemical Respiration yaitu Curtidge Respiration dan Canister Respirator yang digunakan untuk kontaminan bentuk gas dan uap.
b) Mechanical Filter Respiration digunakna untuk partikel zat padat, misalnya debu-debu, kabut, uap logam dan asap.
Tergantung dari kadar atau ukuran partikel zat padat, yang dihadapi Mechanical Filter Respiration dapat dibedakan lagi menjadi:
(1) Respirator yang dilengkapi dengan filter biasa digunakan untuk debu-debu dan kabut, yang kadar kontaminan dalam udara tempat kerja tidak terlalu tinggi dan ukuran partikelnya tidak terlalu kecil (1 mikron). Filter dari bahan Fiberglass Wool atau serat-serat sintetis yang dilapisi oleh resin dengan tujuan memberi muatan partikel-partikel.
(2) Respirator untuk uap logam filternya memiliki diameter pori-pori 1 mikron. Filter jenis ini harus 99% efisien terhadap uang logam dari timah hitam.
(3) Respirator untuk partikel-partikel radiaktif atau partikel yang sangat toksis, dilengkapi dengan filter yang efisiensinya tinggi, yaitu filter dengan diameter pori-pori 0,3 mikron dan efisiensinya adalah 99,97%. (4) Terhadap erosol dioktilftalat.
Khusus untuk gas karbon monoksida (CO) Kanister tidak diisi oleh adsorben melainkan suatu campuran mangan oksida dan oksida dari tembaga yang secara katalis dapat merubah gas CO menjadi CO2 yang reaksinya tidak terjadi bila kelembaban udara tinggi. Terhadap gas-gas dan uap-uap berbahaya dapat pula dipakai topeng gas dihubungkan dengan kanister yang berisi adsorben. Kanister digunakan untuk mengadsorsi gas klor, tetapi juga terhadap segolongan gas-gas atau uap-uap misalnya uap-uap organik dan kombinasi gas-gas dan uap-uap. Bilamana kontaminan dalam udara merupakan campuran dari gas, uap dan partikel zat padat, maka dapat digunakan Universal Canister.
c) Untuk campuran gas atau uap dengan partikel-partikel zat padat, digunakan Cartidge atau Canister Respirator yang dilengkapi filter.
Cartidge Respirator, dipakai ditempat-tempat kerja dimana toksisitas dan kontaminan yang terpapar oleh pekerja adalah rendah sampai sedang (NAB zat kimia > 100 ppm) dan kadarnya dalam udara tidak lebih dari 0,1% atau 1000 ppm.
Canister Respirator, tidak boleh digunakan ditempat-tempat kerja yang terdapat gas-gas atau uap-uap yang sangat toksik dan kadar gas atau uap tersebut di dalam udara tempat kerja cukup tinggi.
2) Breathing Apparatus atau Air Supply Respirator
Respirator ini tidak dilengkapi dengan filter maupun Cartridge melainkan alat ini mensuplai pemakaiannya dengan udara kompresi atau udara bebas atau dari tabung oksigen. Perlu diperhatikan yaitu tentang udara yang disuplai minimum harus memenuhi standar di bawah ini:
% O2 : 19,5 – 23,5
% Hidrokarbon (Mg/M3) : 5
% CO : 20
% CO2 (ppm) : 1.000
Macam-macam alat pernafasan adalah sebagai berikut: a) Self Contaired Breathing Apparatus (SCBA),
Dapat digolongkan menjadi :
(1) Open Circuit SCBA, terdiri dari tabung udara bertekanan, saluran udara yang berdiameter dengan ukuran kecil (air line), alat pengatur tekanan dan penutup muka (face piece). Alat ini dapat mensuplai udara kepemakaianya selama 5-30 menit tergantung dari ukuran tabung yang dipakai.
SCBA yang dipakai untuk meloloskan diri dari bahaya mensuplai udara kepemakaianya selama 5-15 menit. Bila pemakainya melakukan aktivitas fisik yang berat akan mengurangi waktu pemakaian yang sebenarnya. (2) Closed Circuit SCBA yang udara ekhalasinya tidak dikeluarkan
terdapat pada respirator oleh adsorben yang terdapat dalam respirator ini Closed Circuit SCBA dipakai maksimum selama 1 jam. Pada respirator ini oksigen dilepaskan karena reaksi atau jenis peroksida yang terdapat pada alat ini dengan uap air dari udara pernafasan dan CO2 bereaksi dengan peroksida tersebut menghasilkan suatu garam.
b) Airline Respirator mensuplai udara dari silinder atau kompresor udara yang bertekanan dan pemakaiannya setelah tekanannya terlebih dahulu diatur oleh suatu alat pengatur tekanan yang dipakai oleh pemakainya dan pada respirator ini oksigen tidak boleh digunakan. Bila udara yang disuplai berasal dari kompresor udara, maka udara tersebut sebelumnya harus disaring dan bila kompresor udara diberi pelumas (Lubrikasi), perlu diperhatikan agar tidak terjadi pemanasan berlebih karena hal ini dapat menyebabkan terjadinya gas CO. Airline Respirator umumnya kurang disenangi karena berat dan saluran udara penghubungnya (air line) mudah kotor, terjepit, terpotong dan tertekuk sehingga aliran udara di dalamnya terganggu. Selain itu respirator dapat mengurangi kebebasan gerak pemakaiannya karena ia juga harus memakai tali dan sabuk pengaman. Respirator ini tidak boleh dipakai dalam hal adanya bahan-bahan kimia yang seketika dapat mengancam jiwa pemakainya karena alat ini tidak dapat memberikan perlindungan apabila saluran udara penghubungnya mengalami gangguan fungsi. Oleh karena itu SCBA tanbahan selalu dianjurkan bila pemakainya akan memasuki tempat-tempat dengan
bahan-bahan kimia yang toksis atau bila kadar kontaminan dalam udara atmosfir sangat tinggi.
c) Hose Mask Respirator mensuplai udara kepada pemakainya melalui saluran udara penghubung (Hose) yang berdiameter lebih besar dari air line alat ini dapat dilengkapi dengan Blower dengan tujuan untuk menambah kecepatan aliran udara dalam Hose berkecepatan maksimum alirnya dapat mencapai 150 L/menit. Berbeda dengan Air Respirator respirator ini dapat digunakan dalam udara yang mengandung kontaminan-kontaminan yang dapat seketika membahayakan jiwa pemakainya oleh karena pemakainya masih dapat meloloskan diri dari bahaya tersebut apabila blower tersebut berfungsi. Oleh karena itu demi keselamatan pemakaiannya. Disarankan agar selalu memakai SCBA tambahan untuk digunakan dalam keadaan darurat.
(Suma’mur, 1996)
5. Alat Pelindung Tangan
Alat pelindung tangan mungkin yang paling banyak digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena jumlah kecelakaan pada tangan adalah yang banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Faktor bentuk sarung tangan pengaman tampaknya tidak memegang peranan penting.
Macam-macam sarung tangan menurut bahaya yang harus di cegah: a) Bahaya Listrik : Sarung tangan karet.
b) Bahaya radiasi mengion : Sarung tangan karet atau kulit yang dilapisi Pb.
c) Benda-benda tajam/kasar : Sarung tangan kulit atau sarung tangan yang dilapisi dengan Krom atau sarung tangan dari
PVC.
d) Asam dan Basa korosif : Sarung tangan karet (alami).
e) Benda-benda panas : Sarung tangan kulit, asbes, PVC atau Gaunlet Gloves.
Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sarung tangan yang tepat antara lain, adalah:
a) Bahaya yang terpapar, berbentuk bahan-bahan kimia, kofosif, benda-benda panas, dingin, tajam atau kasar.
b) Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia misalnya sarung tangan dari karet alami adalah tidak tepat bila digunakan pada pemaparan pelarut-pelarut organic (solvents) karena karet alami larut dalam solvents.
c) Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan untuk pekerjaan harus dimana pemakainya harus membedakan benda-benda yang halus, pemakaian sarung tangan yang tipis akan memberikan kepekaan yang lebih besar dari sarung tangan yang berukuran tebal.
Bagian tangan yang harus dilindungi, bagian tangan saja atau tangan dan lengan bawah. Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi:
a) Sarung tangan biasa (Gloves).
b) Gaunlette yaitu sarung tangan yang dilapisi plat logam.
c) Mitts yaitu sarung tangan yang keempat jari pemakainya terbungkus menjadi satu kecuali ibu jari yang mempunyai pembungkus sendiri.
(Suma'mur, 1996)
6. Alat Pelindung Kaki
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda berat, kepercikan larutan asam dan basa yang korosif atau cairan yang panas, menginjak benda-benda tajam.
Adapun sepatu pengaman dapat dibedakan menurut jenis pekerjaan yang dilakukan, yaitu:
a. Sepatu yang digunakan pada pekerjaan pengecoran baja (Foundry Leggings) dibuat dari bahan kulit yang dilapisi krom atau asbes dan tinggi sepatu kurang lebih 35 cm. Pada sepatu ini, tepi sampingnya terbuka untuk memudahkan pipa celana dimasukkan ke dalam sepatu kemudian ditutup dengan gesper atau tali pengikat.
b. Sepatu khusus untuk keselamatan kerja di tempat-tempat kerja yang mengandung bahaya peledakan. Sepatu ini tidak boleh memakai paku-paku yang dapat menimbulkan percikan bunga api.
c. Sepatu karet anti elektrostatik digunakan untuk melindungi pekerja-pekerja dari bahaya listrik hubungan pendek sepatu ini harus tahan terhadap arus listrik 10.000 volt selama 3 menit.
d. Sepatu bagi pekerja bangunan dengan resiko terinjak benda-benda tajam, kejatuhan benda-benda berat atau terbentur benda-benda keras, dibuat dari kulit yang dilengkapi dengan baja pada ujungnya untuk melindungi jari-jari kaki.
(Suma'mur, 1996)
7. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung dapat berbentuk Appron yang menutupi sebagian dari tubuh yaitu dari dada sampai lutut dan Overall yang menutupi seluruh badan. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari percikan api, cairan, larutan bahan-bahan kimia korosif dan oli, cuaca kerja (panas, dingin dan kelembaban). Appron dapat dibuat dari kain (drill), kulit, plastik (PVC, polietilen), karet, asbes atau kain yang dilapisi alumunium. Perlu diingat bahwa Appron tidak boleh dipakai di tempat-tempat kerja yang terdapat pada mesin berputar.
Menurut jenis pakaian pelindung dapat dibedakan menjadi : a. Pakaian pelindung biasa
1) Pakaian pelindung ringan
Banyak digunakan dalam perusahaan perlistrikan, telepon dan gas. Syarat utama pakaian ini harus nyaman dipakai.
2) Pakaian pelindung medium
Banyak digunakan dalam pekerjaan angkat-angkut, konstruksi, auto mobil dan pabrik baja. Syarat utama pakaian ini adalah kuat dan tahan ke-ausan.
3) Pakaian pelindung berat
Banyak digunakan dalam perumusan kimia, oli, refineri dan baja. Syarat utama pakaian ini adalah dapat memberikan perlindungan terhadap minyak, pelumas, asam, solvent dan bahan-bahan kimia.
b. Pakaian pelindung bersifat khusus
Digunakan untuk bahaya-bahaya yang spesifik dan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Pakaian dari kulit
Memberikan perlindungan terhadap percikan logam panas, sinar yang timbul pada pengelasan dan radiasi panas.
2) Pakaian asbestos
Memberi perlindungan terhadap percikan logam sampai 3000˚F. 3) Pakaian aluminium
Memberi perlindungan terhadap panas yang tinggi sekali dan dapat menahan percikan logam sampai 2000˚F.
8. Sabuk Pengaman
Sabuk pengaman merupakan Alat pelindung Diri yang digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan mendaki, memanjat, dan pada pekerjaan konstruksi bangunan. (Tarwaka, 2008)
B. Kerangka Pemikiran
Potensi Bahaya dan Faktor Bahaya
Penyediaan Alat Pelindung Diri
Syarat-syarat Alat Pelindung Diri : 1. Jumlah Tenaga Kerja
2. Kualitas alat pelindung diri 3. Kesesuaian dengan bahaya
potensial yang ada
4. Kesuaian dengan tenaga kerja
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Sehat dan Selamat
Kecelakaan Kerja Akibat Potensi Bahaya
Perawatan Alat Pelindung Diri
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. (Sugiyono, 2010). Jenis penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai penyediaan dan pemakaian alat pelindung diri sebagai sarana untuk menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pusdiklat Migas, di Jl. Sorogo No.1 Cepu.
C. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah tenaga kerja sebagai pemakai Alat Pelindung Diri dan tempat kerja yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri serta potensi-potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
D. Cara Pengambilan Data Data penelitian dikumpulkan melalui cara antara lain:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan, di dapat melalui beberapa cara, yaitu:
a. Observasi
Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang di teliti. b. Wawancara
Yaitu dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang di tunjuk oleh perusahaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumentasi tentang penyediaan dan pemakaian Alat Pelindung Diri di perusahaan.
E. Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisa dengan membandingkan data tersebut dengan peraturan perundang-undangan dan literature yang relevan, kemudian disimpulkan. Adapun peraturan perundang-undangan tersebuut adalah:
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja:
Kewajiban pengurus dan tenaga kerja yang berkaitan dengan Alat Perlindung Diri diatur berturut-turut oleh pasal 3, 9, 11, 12, 13 dan 14.
Pasal 3 ayat 1 sub f menyebutkan bahwa dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi alat-alat pelindung diri pada para pekerja.
Pasal 9 ayat 1 sub c menyebutkan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Pasal 11 ayat 1 menyebutkan bahwa pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjukkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Pasal 12 sub b menyebutkan bahwa dengan peraturan perundang-undangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan.
Pasal 12 sub c menyebutkan bahwa dengan peraturan perundang diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk menyatakan kebersihan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
Pasal 13 menyebutkan bahwa barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
Pasal 14 sub c menyebutkan bahwa pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/MEN/1981
Tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja pada pasal 4 ayat 3 yang menyebutkan bahwa pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Potensi Bahaya dan Faktor Bahaya 1. Potensi Bahaya Pada Bagian Produksi Kilang
Bagian produksi kilang di Pusdiklat Migas Cepu mengolah minyak mentah (Crude Oil) menjadi sebuah produksi. Minyak mentah (Crude Oil) adalah merupakan campuran yang sangat kompleks dari senyawa-senyawa hidrocarbon sebagai penyusun utamanya dan sedikit unsur Belerang, Nitrogen, Oksigen, Logam-logam dan garam-garam mineral. Sebelum diproses di Kilang, material ikatan tersebut harus dipisahkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu proses dan mengurangi mutu produk yang akan dihasilakan.
Minyak mentah (Crude Oil) sendiri dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain :
a. Crude Oil Paraffinis
Adalah Cruid Oil yang susunan hidro-carbonnya sebagian besar terdiri dari senyawa hidrocarbon dengan stuktur yang sederhana, ditandai dengan rantai atom-atom carbon yang tersusun dalam rantai jenuh dan terbuka. Sifat phisik Crude Oil ini antara lain : Fraksi beratnya banyak mengandung lilin, sedikit mengandung aspal, dan mutu gasolinenya rendah, mutu kerosin dan solarnya baik.
b. Crude Oil Asphaltis
Adalah Crude Oil yang susunan hidro-carbonnya sebagian besar terdiri dari senyawa hidro-carbon tertutup/cyclis (nafthenis maupun aromatis) ditandai dengan sifat-sifat phisik antara lain : mutu gasolinenya lebih tinggi mutu kerosine titik asap rendah dan residunya bersifat asphaltis, cocok untuk dibuat aspal, dan tidak mengandung lilin.
c. Crude Oil Campuran (Mixed)
Crude Oil ini adalah merupakan campuran dari crude oil paraffinis dan asphaltis, dan juga mengandung aromatis.
Jenis Crude Oil yang diolah di unit kilang Pusdiklat Migas Cepu adalah berupa Crude Oil campuran (Mixed). Potensi bahaya yang terdapat di proses produksi bagian unit kilang adalah sebagai berikut :
1) Terjatuh
Potensi bahaya terjatuh dari ketinggian di bagian proses kilang dikarenakan memeriksa tangki minyak yang letaknya diatas, hal ini jarang sekali terjadi. Karena, pada setiap tangga yang menuju atas tempat kilang sudah diberi pegangan pengaman. Tetapi, tangga atau tempat pijakan kaki kadang terdapat ceceran minyak atau cairan yang dapat membahayakan para tenaga kerja. Alat pelindung diri yang disediakan dan diterapkan oleh perusahaan adalah helmet, sarung tangan dan safety shoes.
2) Terpeleset
Pada produksi kilang, diketahui bahwa banyak tempat yang terdapat ceceran minyak. Maka, bahaya terpeleset bisa saja dialami oleh tenaga kerja akibat jalan licin. Alat pelindung diri yang disediakan dan diterapkan oleh perusahaan adalah safety shoes.
3) Iritasi
Minyak yang diproduksi bisa saja mengenai tubuh manusia atau tenaga kerja. Kontak langsung ini dapat mengakibatkan iritasi, yang berdampak panas, gatal-gatal dan luka bakar. Alat pelindung diri yang disediakan oleh perusahaan sudah sesuai yaitu pakaian kerja, sarung tangan, masker, kacamata dan safety shoes.
4) Gangguan Pernafasan
Kebocoran pada pipa-pipa pada bagian produksi kilang dapat menimbulkan bau yang menyengat dan dapat mengakibatkan gangguan pernafasan pada tenaga kerja. Perusahaan sudah menerapkan kepada tenaga kerja mereka, khususnya tenaga kerja yang bekerja pada bagian produksi kilang pada pipa-pipa proses dan penyalur untuk menggunakan alat pelindung diri berupa masker.
5) Gangguan Pendengaran
Mesin-mesin pada bagian produksi kilang menimbulkan suara bising yang cukup tinggi. Pemaparan bising yang dialami tenaga kerja di kilang
setiap hari dapat mengganggu pendengaran. Alat pelindung diri yang disediakan oleh perusahaan juga sudah sesuai yaitu Ear Plug.
6) Terbentur
Potensi bahaya terbentur bisa saja terjadi karena tempat mesin-mesin atau peralatan yang ada sangat sempit dan berdekatan. Perusahaan menerapkan memakai helmet kepada para tenaga kerja.
7) Tersandung
Potensi bahaya tersandung dapat terjadi karena lantai di proses produksi kilang tidak rata. Perusahaan sudah menyediakan APD berupa safety shoes dan helmet.
8) Tergores atau Terluka
Pada saat tenaga kerja memeriksa mesin-mesin yang beroperasi, dan membetulkan jika ada sesuatu yang tidak sesuai operasional terkadang tangan tenaga kerja tergores ataupun terluka karena mesin yang sedang berjalan. Dari perusahaan menerapkan pemakai alat pelindung diri berupa sarung tangan kulit.
9) Sengatan Listrik atau Kesetrum
Terkena sengatan arus listrik pada saat menghidupkan panel operasional. Alat pelindung diri yang diterapkan adalah sarung tangan dan safety shoes.
10) Ledakan
Ledakan terjadi karena tekanan tinggi dan penuh. Hal ini yang paling dihindari dan dicegah oleh perusahaan. Oleh sebab itu, yakinkan bahwa safety valve bekerja dengan baik dan normal. Tidak melebihi tekanan yang diperbolehkan serta pengawasan dan pengecekan harus selalu dilakukan dan penyediaan APAR serta hydrant harus selalu sesuai dengan penempatannya. Alat pelindung diri yang sebaiknya digunakan adalah pakaian kerja tahan api atau panas, helmet, kacamata, masker, sarung tangan, dan safety shoes. Meskipun alat pelindung diri belum seluruhnya digunakan, tetapi tenaga kerja telah memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan tiap pekerjaannya masing-masing.
2. Potensi Bahaya Pada Bagian Produksi Wax Plant
Bagian produksi Wax Plant di Pusdiklat Migas Cepu ini berfungsi untuk megolah PH solar sehingga menjadi batik Wax yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan para konsumen dan pengusaha batik. PH solar adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh proses pengolahan Crude Oil yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan Wax Plant. Untuk tercapainya pengolahan PH solar menjadi batik Wax ini dilaksanakan dengan 4 (empat) tahapan proses yaitu Dewaxing (Proses pengambilan Wax) , Sweating (Proses pengeringatan), Treating (Proses pemurnian), dan Moulding (Proses pencetakan). Potensi bahaya yang terdapat di proses produksi bagian Wax Plant, adalah:
a. Dewaxing
1) Gangguan pernafasan
Kebocoran pada chiller dapat menimbulkan bau yang tidak sedap dan menyengat. Jika terus menrus tenaga kerja menghirup udara yang terkontaminasi akibat bocornya chiller dapat mengakibatkan keracunan dan gangguan pernafasan. Menggunakan alat pelindung diri masker, dan oleh perusahaan telah disediakan masker.
2) Terjepit
Tenaga kerja dapat terjepit pada filter press. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, mesin filter press sudah diberi klep pengaman. Oleh perusahaan, menerapkan mengenakan alat pelindung diri berupa sarung tangan.
3) Terpeleset
Potensi bahaya terpeleset dapat terjadi akibat lantai yang licin karena tumpahan proses knife conveyor. Penggunaan alat pelindung diri berupa alat pelindung diri safety shoes diterapkan oleh perusahaan.
4) Tertimpa atau Kejatuhan
Pada bagian proses Dewaxing, terdapat banyak pipa-pipa dan pompa-pompa yang berisi cairan Wax. Potensi bahaya yang ada adalah tertimpa atau kejatuhan pompa chiller. Untuk mencegah kecelakaan kerja, pemeriksaan pada semua bagian pompa chiller dilakukan setiap hari