• Tidak ada hasil yang ditemukan

APRESIASI MUSIK KONTEMPORER INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APRESIASI MUSIK KONTEMPORER INDONESIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

Materi Pembelajaran

APRESIASI

MUSIK KONTEMPORER

INDONESIA

Kelas XII (Duabelas) / Semester 2 (Genap)

Penyusun :

TITIN SUHERTIN,S.Pd

NIP : 19720901 200604 2 007

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

SENI BUDAYA (SENI MUSIK)

(2)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nomor : 05-XII-1/IPA.IPS

SEKOLAH

: SMAN 1 CIWARINGIN

MATA PELAJARAN

: SENI BUDAYA

SUB. MATA PELAJARAN

: SENI MUSIK

KELAS / SEMESTER

: XII (dua belas) / 1 (Gasal)

PROGRAM

: IPA/IPS

ALOKASI WAKTU

: 2 x 45 Menit ( 1 x Pertemuan)

KKM

: 80 (Delapan Puluh)

STANDAR KOMPETENSI 2. Menunjukan empati keragaman music tradisi, modern, kontemporer Nusantara dan mancanegara

KOMPETENSI DASAR

2.2.

Mengungkapkan unsur-unsur estetis dan etika musik dari hasil pengamatan

INDIKATOR

Menunjukan sikap tentang keindahan unsure-unsur musical pada masing-masing instrument, bentuk lagu pada musik modern kontemporer Indonesia

(menghargai karya orang lain, mampu untuk berpikir logis)

Mengklasifikasi jenis dan fungsi seni music modern kontemporer Indonesia

(Setelah peserta didik mengikuti pelajaran ini,

diharapkan mereka mampu untuk berpikir logis, kreatif, inovatif, mandiri bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain)

I TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah peserta didik mengikuti pelajaran ini, diharapkan

1. Peserta didik dapat memahami konsep karya music kontemporer dengan sistimatis 2. .peserta didik dapat menunjukan sikap apresiatif terhadap karya music kontemporer dengan baik

(3)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

II MATERI PEMBELAJARAN

Tanggapan tentang karya musik

tradisi, modern, dan kontemporer

Tokoh musik tradisi, modern, dan

Kontemporer

Keunikan karya music kontemporer

MUSIK KONTEMPORER SEBUAH INTRODUKSI?

Sudah lama KlabKlassik tidak mengadakan diskusi-diskusi yang sifatnya serius. Setiap bersua, biasanya nongkrong dan bercanda. Meski demikian, KK tidak menganggap kegiatan itu sia-sia. Selama ujung-ujungnya menguatkan silaturahmi, cara apapun boleh. Hanya saja, belakangan awak KK mulai mengeluh, tentang kejenuhan mereka tertawa-tawa. Akhirnya sebagai selingan, bolehlah kegiatan serius jadi ajang silaturahmi. Setelah menimbang-nimbang topik, akhirnya diputuskanlah untuk mengadakan diskusi musik kontemporer. Apa itu musik kontemporer? justru itu, kami mengadakannya, karena kami tak tahu jawabannya.Dalam rapat juga tanggal diputuskan, yakni 14 Juni jam 3 sore, tempatnyadi Tobucil, Jl. Aceh no. 56.

Hanya saja begini, berlagak sok tau, kami akan coba memberikan pengantar, sebelum diskusi nantinya. Kontemporer adalah istilah yang sangat cair dan fleksibel. Alih-alih definisi ketat, kami cuma sanggup memberikan beberapa contoh penggunaan terminologi. Dalam obrolan kami dengan Pak Tono, dosen UPI, kami diberi pengetahuan bahwa yang membedakan "modern" dan

"kontemporer" adalah sebagai berikut: "modern itu kekinian, kontemporer adalah sesuatu yang akan datang." Di kesempatan lain, jika anda sering buka wikipedia, maka akan ada kalimat yang jika diterjemahkan kira-kira akan berbunyi seperti ini, "Ludwig van Beethoven adalah seorang komposer kontemporer pada jamannya." Dalam obrolan lain lagi, dengan Dieter Mack, seorang komponis Jerman, kami malah tak diberi definisi atau contoh penggunaan kata kontemporer dalam sebuah kalimat, ia hanya menggunakan metafor, "memahami kontemporer adalah seperti mencicipi nasi goreng".

Jadi apa sebenarnya kontemporer itu? kekinian atau kemasadepanan? Jika memang kekinian, apa yang membedakannya dari musik populer? Jika memang kemasadepanan, lantas apa yang membedakannya dari avantgardisme? Adakah andil musik klasik dalam kemunculan musik kontemporer?

MUSIK KONTEMPORER

Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri dan perlu diakui ialah, bahwa kemunculan istilah (terminology) “kontemporer” di Indo-nesia tidak terlepas dari “ulah” kaum akademis anak negeri ini. Istilah yang bukan merupakan produk budaya

masyarakat di Indonesia itu mereka adopsi berdasarkan pemahaman yang beragam.

Ternyata istilah “kontemporer” adalah istilah yang mem-punyai arti terlalu luas. Dalam diskusi sekitar masalah-masalah kebudayaan di Taman Ismail Marzuki sebagai acara Pesta Seni Jakarta pada [tanggal] 13 Desember 1970 yang lalu, oleh para peserta secara diam-diam rupanya telah disetujui pilihan yang diajukan oleh Dr. Fuad Hasan, yaitu bahwa seni kontemporer adalah seni yang menggambarkan

(4)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

bahwa] yang lebih mendekati maksud yang dituju, yaitu: seni kontemporer adalah seni yang menunjukkan daya cipta yang hidup, atau menurut istilah Dr. Umar Kayam: yang menunjukkan kondisi kreatif dari masa terakhir (Sedyawati, 1981:122).

Polemik dengan penilaian yang lebih menukik lagi tentang istilah kontemporer dan penerapannya dalam dunia musik “Indo-nesia” pada akhir-akhir ini (1994), tergambar dari pemikiran (konsepsi) yang dilancarkan atas pandangan Franki Raden dalam artikelnya berjudul “Dinamika Pertemuan Dua Tradisi: Musik Kontemporer Indonesia, di Abad XX”. Tulisan ini disigi Slamet Abdul Sjukur melalui esainya, “Mak Comblang dan Pionir Asongan: Musik Kontemporer itu Apa?. Selanjutnya, Dieter Mack meng-”klarifikasi”-lagi tulisan tersebut melalui artikel berjudul, “Sejarah, Tradisi, dan Penilaian Musik: Mempertimbangkan “Musik Kontemporer” dari Kacamata Budaya Barat”. Kemudian, Yapi Tambayong menyorot pula artikel Franki itu melalui dialog antara “Pradangga” dan “Waditra” melalui tulisan berjudul, “Niat Kembali Sonder Pergi: Pelbagai Pergulatan Musik (di) Indonesia”. Bentuk dialog ini mirip dengan dialog Socrates bersama Glaucon, Adeimantus, Polemarchus, Cephalus, Thrasymachus, dan Cleitophon di Piraeus dalam The Republic (Buchanan, 1977:5) membicarakan beberapa hal secara mendasar dan kritis. Namun yang jelas, bahwa pemahaman istilah contemporary (1631) sebagaimana dalam Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary yang berarti kejadian, keberadaan, kehidupan, yang ditandai oleh karakteristik periode sekarang (Mish, 1985:283) tersebut, tidak serta merta saja bisa diterapkan dalam membingkai suatu pembicaraan (disiplin).

Dalam kaitan itu pula tampaknya Mack dalam pengantar bukunya Musik

Kontemporer dan Persoalan Interkultural mendasari pembicaraan antara lain

dengan berpandangan, bahwa sejak tahun 1991 terasa diskusi berputar-putar terus tanpa ada penyelesaian yang memadai, sebab diterapkannya salah satu istilah dari lain budaya, tetapi arti pada budaya asal tersebut tidak disinggung, tidak diterapkan, bahkan barangkali kurang diketahui. (Mach, 2001:1). Namun dalam kaitan itu Mack mengakui pula, bahwa di Barat sendiri pun sering terjadi perbedaan persepsi antara jenis-jenis seni kontemporer (Ibid., p. 7).

Meskipun demikian Mack mengemukakan, bahwa yang dimaksud dengan musik kontemporer di Barat adalah per-kembangan karya seni otonom, yang dalam hal ini adalah musik seni (art music) Barat sejak awal abad XX, khususnya di Eropa dan Amerika, sebagai suatu sikap menggarap di ujung perkembang-an seni yang digeluti, yang merupakan reaksi atas dipandangnya musik seni sebelumnya tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.(Ibid., p. 2, 35,36).

Apabila padangan tersebut merupakan pembenaran atas pengertian “musik kontemporer” dalam kebudayaan Barat, maka harus pulalah diterima kenyataan bahwa pada ujung perkembangan atau awal pertumbuhan fase-fase (zaman) yang disebut dengan Barok, Klasik, dan Romantik, sebagai model-model musik kontem-porer yang mewakili zamannya. Terjadinya zaman-zaman seni secara linear dalam rentang kurun waktu masing-masing, merupakan reaksi atas seni yang ada sebelumnya, sehingga ia merupakan gaya musik yang baru dari pada gaya seni yang ada sebelumnya. Dari persepsi ini patut dihormati pandangan Sjukur yang mengatakan, bahwa memang tiap musik itu “kontemporer” pada

(5)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

zamannya, maka tidak mengherankan kalau Bach ditinggalkan jemaah gereja St. Thomas, karena musiknya dikecam sebagai terlalu norak buat waktu itu (Sjukur, 1994:15).

Penulis sependapat dengan cara berpikir seperti demikian dan oleh karenanya kajian dalam dimensi diakronis atau sejarah (history) seperti yang dimaksud Gilbert J. Carraghan, sj., yaitu kaji-an mengenai peristiwa-peristiwa manusia masa lampau atau kenyataan-kenyataan karya manusia masa lalu (Garraghan dan Delanglez, 1957:3) akan dapat memberikan periodisasi tentang perjalanan peradaban manusia. Sebutan Barok, Klasik, atau Roman-tik dalam perjalanan kebudayaan Eropa atau zaman Batu Tua, Batu Muda, Perunggu, Besi, dan seterusnya, dalam sejarah kebudayan Indonesia, tidaklah bernama pada saat pertama kali kejadian itu berlangsung. Ia diberi nama oleh “sejarawan” setelah kejadian dengan segala kemapanan yang menciri padanya berlangsung dalam kurun waktu tertentu.

Oleh karena itu, amat tepatlah pemakaian istilah kontemporer hanya melekat pada pengertian, yaitu terjadinya suatu tindakan yang dipandang tidak seperti sebelumnya. Pada tindakan ini ada sesuatu yang berubah sebagai manifestasi dari adanya tuntutan akan per-ubahan dari yang dipadang mapan sebelumnya. Pada waktu per-ubahan itu terjadi, maka peristiwa tersebut merupakan sesuatu yang kontemporer (“mengkini”). Dalam hal ini, padangan tidak diberi arah pada apa atau ontologi dari aspek yang berubah; ontologi dari objek yang berubah tidak serta merta melekat padanya sebutan istilah kontemporer. Memang ontologi (apa) dari yang berubah merupakan produk dari suatu tindakan mengubah, tetapi setelah produk terbentuk sebagai suatu entitas, maka padanya tidak melekat lagi perubahan. Ia telah menetap sebagai sesuatu, bisa produk itu berupa karya seni, dan sebagainya. Sebagai contoh, sebuah karya musik yang diciptakan dengan segala kebaruan dalam kaitannya dengan fenomena kontemporer, tidak akan berubah lagi se-bagaimana misalnya terlihat pada rekaman audio visualnya tatkala pertama kali karya tersebut dipertunjukkan. Sementara itu, perubahan sebagai suatu fenomena, bisa terjadi kapan saja setelah karya tersebut menjadi, seiring dengan perjalanan waktu secara linear; karya tinggal, waktu berjalan.

Cara pandang begini didasari oleh pemikiran konsistensi pemakaian arti berubah dengan dampak kebaruan dari yang sebelum berubah, yang niscaya padanya mencerminkan jiwa atau pemikiran masa itu. Oleh karenanya, kalau pengertian kontemporer dilekatkan pada materi atau ontologi yang berubah, maka logikanya akan tumbuh secara linear periodisasi kontemporer-kontemporer, bisa I, II, III, dst. Demikian pula apabila objeknya adalah “musik”, akan ada seharusnya musik kontemporer I, II, III, dan seterusnya.

Dalam tulisan ini, kontemporer diartikan seperti demikian, yaitu terjadinya peristiwa perubahan yang mencerminkan jiwa waktu masa kini atas bentuk-bentuk yang dipadang mapan sebelumnya. Dalam konteks ini, ontologi dari sesuatu yang berubah dimaksud adalah apa yang disebut musik oleh orang Indonesia pada umumnya dan secara khusus adalah musik kebudayaan Minang-kabau.

(6)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

MUSIK KONTEMPORER DAERAH SUNDA

Paradigma tentang musik kontemporer akan sulit dipahami apabila kita hanya menggunakan parameter yang sempit serta hanya berdasar pada

pemahaman budaya lokal saja. Berdasar pada berbagai referensi bahwa asal usul istilah itu datang ke negeri kita dapat dipastikan berasal dari budaya Barat (Eropa-Amerika). Oleh karena itu pemahaman masyarakat kita terhadap musik

kontemporer seringkali agak keliru. Tentang hal itu, seorang tokoh musik di Indonesia yaitu Suka Hardjana pernah mengemukakan, antara lain.

Secara spesifik, musik kontemporer hanya dapat dipahami dalam hubungannya dengan perkembangan sejarah musik barat di Eropa dan Amerika. Namun, walaupun dapat mengacu pada sebuah pemahaman yang spesifik, sesungguhnya label kontemporer yang dibubuhkan pada kata seni maupun musik sama sekali tidak menunjuk pada sebuah pengertian yang per definisi bersifat normatif. Itulah sebabnya, terutama bagi mereka yang awam, seni atau musik kontemporer banyak menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut.

Istilah musik kontemporer yang seringkali diterjemahkan menjadi “musik baru” atau “musik masa kini” menyebabkan persepsi bahwa jenis musik apapun yang dibuat pada saat sekarang dapat disebut sebagai musik kontemporer. Padahal istilah kontemporer yang melekat pada kata “musik” itu bukanlah menjelaskan tentang jenis (genre), aliran atau gaya musik, akan tetapi lebih spesifik pada sikap atau cara pandang senimannya yang tentunya tersirat dalam konsep serta gramatik musiknya yang memiliki nilai-nilai “kekinian”. Persoalannya adalah, untuk mengetahui apa yang “terkini” tentu saja kita mesti memiliki

referensi secara historis. Melalui kesadaran historislah seseorang akan memiliki wahana (tools) yang dapat digunakan untuk menilai serta memahami aspek “kebaruan” dalam karya musik (baca:musik kontemporer)

Bagi pemahaman sebagian orang, musik kontemporer selalu dikaitkan dengan konsep penggunaan alat musiknya. Yang paling trend adalah ketika suatu karya musik menggunakan campuran alat “modern” dan “tradisional” dapat memberi penegasan bahwa itulah musik kontemporer. Walaupun pada kenyataannya banyak karya musik kontemporer menggunakan campuran alat musik seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi konsep atau ide dengan campuran alat musik tersebut sebenarnya belum dapat menjamin bahwa karya musik tersebut adalah musik kontemporer. Bagi saya, penerapan istilah “modern-tradisional” atau “konvensional-non konvensional” yang ditujukan pada sebuah alat/instrumen musik sebenarnya agak membingungkan. Sistem pengelompokan musik berdasar penggunaan instrumen yang dangkal tersebut justru diruntuhkan oleh ideologi para komponis kontemporer. Bagi para komponis kontemporer, semua instrumen musik yang digunakan dalam karyanya dikembalikan harfiahnya sebagai alat permainan. Dengan demikian sekat-sekat cara penggunaan atau teknik bermain alat musik yang bersifat konservatif dan secara geokultural terasa sempit itu dibuka seluas-luasnya. Bahkan penemuan-penemuan dalam bidang organologi atau pemanfaatan teknologi canggih menjadi orientasi penting dalam perkembangan musik kontemporer.

(7)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

Berbagai sebutan seperti musik kontemporer Indonesia, musik

kontemporer Jepang, musik kontemporer Barat dan lain sebagainya, sebenarnya tidak menjelaskan apa pun bahkan sedikit rancu. Oleh karena itu, upaya yang paling tepat dalam memahami musik kontemporer adalah tidak melalui pendekatan secara general (genre, aliran, budaya dll.), akan tetapi melalui pendekatan karya musik secara kompositoris serta sosok senimannya secara individual. Justru karena tuntunan ekspresi individual para seniman-lah, fenomena musik kontemporer muncul ke permukaan kita. Berbagai karya musik

kontemporer yang pernah dicipta oleh komponis seperti, Charles Ives, John Cage, Edgar Varese, Steve Reich dan lain sebagainya, masing-masing memiliki keunikan tersendiri sekalipun mereka dapat disebut sebagai komponis Amerika. Tapi lain hal jika kita mendengar musik blues misalnya, sekalipun para penyanyi atau pemain musiknya memiliki cara interpretasi yang cukup unik, akan tetapi konsep gramatik musiknya seperti penggunaan kerangka akor, jajaran nadanya, pola ritmenya dan lain-lain dapat dikenali secara mudah karena semua konsepnya itu telah menjelaskan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang telah baku. Demikian juga dalam musik gamelan Sunda misalnya, konsep kenongan goongan, perbedaan irama kering, sawilet, dua wilet dan lain sebagainya merupakan ciri-ciri yang dapat menjelaskan konsep gamelan kliningan yang telah mapan itu. Keindividualannya tidak dapat dilihat dari aspek kompositorisnya akan tetapi hanya terletak dari interpretasi pemainnya.

Di Indonesia, perkembangan musik kontemporer baru mulai dirasakan sejak diselenggarakannya acara Pekan Komponis Muda tahun 1979 di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Melalui acara itu komunikasi para seniman antar daerah dengan berbagai macam latar belakang budaya lebih terjalin. Forum diskusi serta dialog antar seniman dalam acara tersebut saling memberi kontribusi sehingga membuka paradigma kreatif musik menjadi lebih luas. Sampai hari ini para komponis yang pernah terlibat dalam acara itu menjadi sosok individual yang sangat memberi pengaruh kuat untuk para komponis musik kontemporer selanjutnya. Nama-nama seperti Rahayu Supanggah, Al Suwardi, Komang Astita, Harry Roesli, Nano Suratno, Sutanto, Ben Pasaribu, Trisutji Kamal, Tony Prabowo, Yusbar Jailani, Dody Satya Ekagustdiman, Nyoman Windha, Otto Sidharta dan masih banyak yang belum disebutkan, adalah para komponis kontemporer yang ciri-ciri karyanya sulit sekali dikategorikan secara konvensional. Karya-karya mereka selain memiliki keunikan tersendiri, juga cukup bervariasi sehingga dari waktu ke waktu konsep-konsep musik mereka bisa berubah-ubah tergantung pada semangat serta kapasitas masing-masing dalam mengembangkan kreatifitasnya. Pada puncaknya, karya-karya musik kontemporer tidak lagi menjelaskan ciri-ciri latar belakang tradisi budayanya walaupun sumber-sumber tradisi itu masih terasa lekat. Akan tetapi sikap serta pemikiran individual-lah yang paling penting, sebagai landasan dalam proses kreatifitas musik kontemporer. Sikap serta pemikiran itu tercermin seperti yang telah dikemukakan komponis kontemporer I wayan Sadra antara lain, “Kini tak zamannya lagi membuat

generalisasi bahwa aspirasi musikal masyarakat adalah satu, dengan kata lain ia bukan miliki kebudayaan yang disimpulkan secara umum, melainkan milik pribadi orang per orang”.

Musik Kontemporer Di Daerah Sunda

(8)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

tampaknya agak menyedihkan. Selain apresiasi masyarakat Sunda belum begitu memadai, para komponisnya yang relatif sangat sedikit, juga dukungan

pemerintah setempat atau sponsor-sponsor lain untuk penyelenggaraan konser-konser musik kontemporer sangat kurang. Di Yogyakarta misalnya, secara konsisten selama belasan tahun mereka berhasil menyelenggarakan acara

Yogyakarta Gamelan Festival tingkat Internasional yang didalamnya banyak sekali karya-karya musik kontemporer dipentaskan. Kota Solo pada tahun 2007 dan 2008 telah menyelenggarakan acara SIEM (Solo International Ethnic Music). Banyak karya-karya musik kontemporer dipentaskan dalam acara itu dengan jumlah penonton kurang lebih 50.000 orang. Festival “World Music” dengan nama acara “Hitam Putih” di Riau, Festival Gong Kebyar di Bali dan lain sebagainya. Acara-acara tersebut secara rutin dilakukan bukan sekedar “ritual” atau memiliki tujuan memecahkan rekor Muri apalagi mencari keuntungan, karena pementasan musik kontemporer seperti yang pernah dikatakan Harry Roesli merupakan “seni yang merugi akan tetapi melaba dalam tata nilai”.

Sebenarnya banyak komponis kontemporer di daerah Sunda yang cukup potensial, akan tetapi sangat sedikit yang konsisten. Salah satu komponis pertama yang perlu disebut adalah Nano S. Meskipun aktifitasnya lebih cenderung sebagai pencipta lagu, akan tetapi beberapa karyanya seperti karya “Sangkuriang” atau “Warna” memberi nafas baru dalam pengembangan musik Sunda. Komponis lain seperti Suhendi Afrianto, Ismet Ruhimat sangat nyata upayanya dalam

pengembangan instrumentasi pada gamelan Sunda. Dodong Kodir yang cukup konsisten dalam upaya mengembangkan aspek organologi dalam komposisinya, Ade Rudiana yang sukses dalam pengembangan dibidang komposisi musik perkusi, Lili Suparli yang memegang prinsip kuat dalam pengolahan idiom-idiom musik tradisi Sunda, serta tak kalah penting komponis-komponis seperti Dedy Satya Hadianda, Dody Satya Eka Gustdiman, Oya Yukarya, Dedy Hernawan, Ayo Sutarma yang karya-karyanya cukup variatif dan memiliki orsinalitas dilihat dari aspek kompositorisnya. (posisi penulis sebagai komponis juga memiliki ideologi yang kurang lebih sama dengan para komponis yang terakhir disebutkan).

Dari beberapa komponis Sunda seperti yang telah disebutkan di atas, secara kompositoris karakteristik karyanya dapat dipetakan menjadi tiga kategori. Pertama adalah karya musik yang bersifat “musik iringan”. Konsep komposisi dalam karya seperti ini berdasar pada penciptaan suatu melodi (bentuk

lagu/intrumental), kemudian elemen-elemen lainnya berfungsi mengiringi melodi tersebut. Kedua adalah karya musik yang bersifat “illustratif”. Konsep

komposisinya berusaha menggambarkan sesuatu dari naskah cerita, puisi dan lain-lain. Dengan demikian orientasi musiknya lebih tertuju pada penciptaan suasana-suasana yang berdasar pada interpretasi komponisnya. Ketiga adalah karya musik yang bersifat otonom. Karya musik seperti ini biasanya sangat sulit dipahami oleh orang awam. Selain bentuknya yang tidak baku, aspek gramatika musiknya pun sangat berbeda jika dibandingkan dengan karya-karya tradisi. Kadang-kadang karya-karya musik seperti ini sering menimbulkan hal yang kontroversial. Seperti yang “anti tradisi”, padahal secara sadar atau tidak, semua tatanan konsepnya bersumber dari tradisi. Kategori yang seperti ini lebih dekat atau lebih cocok dengan fenomena musik kontemporer Barat (Eropa-Amerika).

(9)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

III METODE PEMBELAJARAN

Pendekatan : Contexstual Teaching and Learning (CTL)

Metode : Bervariasi (Brainstorming, Ceramah, Demonstrasi, Diskusi, Kooperatif, Penugasan)

IV KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah Kegiatan Proses Metode

Awal

10

menit

Orientasi ; mengucapkan salam membaca doa

sebelum belajar (religious)

apersepsi ; (menggali rasa ingin tau) dengan cara

mengajak diskusi ringan tentang karya-karya seni musik kontemporer Indonesia

Menjajagi pemahaman awal siswa tentang karya seni musik kontemporer Indonesia

Brainstorming

Inti

70

enit

1.

Eksplorasi (menggali)

Peserta didik menggali informasi dengan mendengarkan karya music

Guru membuka kegiatan belajar dengan memperdengarkan sebuah hasil karya seni musik kontemporer Indonesia. (Tetabuhan sungut karya Slamet A Sjukur).

Peserta didik menyimak dan mendengarkan bentuk penyajian karya seni musik kontemporer Indonesia. (Tetabuhan sungut karya Slamet A Sjukur).

tersebut

Listening

Peserta didik memperhatikan guru menjelaskan bagian-bagian dari peta konsep karya musik kontemporer Indonesia

Ceramah

Elaborasi

Peserta didik membentuk kelompok diskusi,

(10)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

setiap kelompok terdiri dari 5 anggota Peserta didik mencari informasi dari internet tentang karya seni musik kontemporer

Setiap kelompok mencobaaa

mengeksplorasi bunyi-bunyian yang ada

di sekitar untuk berkaeya musik minimalis

konfirmasi

Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok lain memperhatikan dan mencatat setiap paparannya.

Demonstrasi

Diskusi

Akhir 10 menit

Penutup

Peserta didik menyusun laporan hasil diskusi kelompok dalam kertas kerja.

Penugasan terstruktur

Peserta didik memperhatikan dan mencatat

kesimpulan yang disampaikan guru tentang pembelajaran karya seni musik kontemporer

Refleksi

V SUMBER PEMBELAJARAN SUMBER

 Silabus Mata Pelajaran Seni Budaya SMA

 Modul Seni Budaya

 Materi Pembelajaran Pendidikan Seni untuk SMA,kls XI

Penulis Drs.Harry Sulastianto, M.Sn dkk, Penerbit GRAFINDO MEDIA PRATAMA, Bandung.

 Media Elektronik, internet

 Tokoh pelaku sejarah seni musik /pakar seni musik/seniman

BAHAN AJAR/MEDIA - Flashdisk - CD - Partitur - Artikel internet ALAT - VCD - Infocus - Papan tulis

(11)

Titin Suhertin, S.Pd. SMAN 1Ciwaringin

|

VI PENILAIAN

Teknik Penilaian : Tes Praktek, Observasi dan Penugasan Bentuk Instrumen : Hasil Kerja dan Lembar Observasi

1. Apa yang anda ketahui tentang musik kontemporer?

2. Sebutkan tiga tokoh musik kontemporer Indonesia berikut contoh karya nya. 3. Apa yang adda ketahui tentang keunikan karya music kontemporer?

4. Jelaskan prosedur dalam pembuatan karya musik minimalis, 5. Buatlah contoh sederhana notasi karya musik kontemporer Kriteria Penilaian :

Kriteria Indikator Nilai Kualitatif Nilai Kuantitatif

80-100 Memuaskan 4 70-79 Baik 3 60-69 Cukup 2 45-59 Kurang 1 Mengetahui Kepala Sekolah

H. Kosnadi A., S.Pd., M.M,Pd.

NIP:

19600810 198803 1012

Ciwaringin, 16 Juni 2019 Guru Bidang Studi

TITIN SUHERTIN, S.Pd

Referensi

Dokumen terkait

Ini menunjukkan bahwa Musik Minimalis merupakan “Musik Seni” yang muncul secara individual berasal dari pengalaman empiris sang komposer dalam bentuk karya yang

Aliran Musik Dangdut yang merupakan seni kontemporer terus berkembang dan berkembang, pada awal mulanya Irama Dangdut Identik dengan Seni Musik kalangan Kelas Bawah dan memang

Setelah diungkapkan teori apresiasi, seni dan musik kemudian akan diungkapkan teori apresiasi seni musik, menurut Miller (2001: 3) apresiasi musik dapat didefinisikan

I gang Ajang: “ Pengaruh Musik Kontemporer Dalam Ibadah Gereja Kemah Injil Indonesia Jemaat Mahak Baru Di Kalimantan Utara Kabupaten Malinau .” (Dibimbing oleh

Kehadiran 7 karya seni di pameran Rumah Budaya Fadli Zon Sumatera Barat dapat menjadi ruang berkenalan kembali dengan alat musik yang telah dibuat menjadi karya seni yang

Jadi, konsep musik kontemporer menawarkan paham bahwa kreativitas musik tertentu tidak bergantung pada tradisi sebuah negara atau wilayah, tetapi tergantung individunya, yakni soal

Ternyata setelah kita merdeka dan bebas mengetahui musik dalam kerangka perkenalan kita dengan Barat dan Kultur Dunia secara lebih langsung dan utuh, baik melalui pendidikan musik,

Nama Mata Pelajaran : Seni Budaya Seni Musik Kelas XI Semester : 3/Ganjil Kompetensi Dasar : 3.2 Menganalisis konsep musik Barat 4.2 Mempresentasikan hasil analisis musik Barat ●