• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN IKLIM DAN EMISI GAS RUMAH KACA: A POINT OF VIEW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN IKLIM DAN EMISI GAS RUMAH KACA: A POINT OF VIEW"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

lume 1, Nomor 1, Maret 2015

1

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

PROLOG

PERUBAHAN IKLIM DAN EMISI GAS RUMAH

KACA: A POINT OF VIEW

WAHYU PURWANTA

Peneliti Madya Bidang Teknologi Lingkungan

Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Puspiptek Area, Gedung 820 Geostek Tangerang Selatan, Banten 15314 Telp. 021-75791381 Fax. 021-75791403 e-mail : wahyu.purwanta@bppt.go.id

PENDAHULUAN

Awal tahun 2000 memasuki abad 21, sekelompok ahli dari berbagai disiplin ilmu dalam suatu panel United Nations Environment Progamme (UNEP) membuat daftar seratus permasalahan yang dianggap berpotensi sebagai ancaman serius terhadap kehidupan di bumi khususnya masalah lingkungan hidup. Dalam daftar tersebut, perubahan iklim menempati urutan teratas sebagai kejadian yang paling berdampak pada kehidupan atau diperkirakan sebagai masalah lingkungan hidup terbesar abad 21. Sudah banyak hasil studi dan penelitian dari berbagai negara baik universitas maupun lembaga riset bahwa perubahan iklim tidak saja memberi dampak kepada lingkungan hidup tetapi juga pada sistem ekonomi, sosial, budaya dan juga bahkan pertahanan keamanan suatu bangsa.

Banyak bukti ilmiah bahwa perubahan iklim disebabkan oleh apa yang dikenal sebagai pemanasan global (global warming) yang merupakan akibat dari efek rumah kaca pada atmosfer kita. Efek rumah kaca terjadi akibat adanya gas-gas rumah kaca (GRK) yang memerangkap panas radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa oleh permukaan bumi. Pada dasarnya GRK ini dapat bersumber dari alam itu sendiri (naturally) maupun dari aktivitas manusia (anthropogenic). Namun berbagai data pengamatan dan pemodelan yang ada menunjukkan bahwa emisi GRK dari aktivitas manusialah yang terus meningkat konsentrasinya di atmosfer (Purwanta, 2016).

Perubahan iklim dicirikan adanya beberapa fenomena seperti berubahnya nilai rata-rata atau median dan keragaman unsur iklim. Dalam kasus ini misal telah terjadi kenaikan dari data suhu udara dalam jangka panjang dan ada kecenderungan naik dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan telah terjadi perubahan iklim. Cara lain dalam pengamatan suhu juga dapat dilihat dari fenomena hilangnya lapisan es di wilayah kutub. Selain suhu udara yang meningkat, ada dua indikator lain dari perubahan iklim yakni perubahan pola curah hujan dan kenaikan paras muka air laut (Aldrian et al., 2011).

(2)

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

2

Saat ini telah tercapai kesepakatan oleh banyak ilmuwan dari berbagai negara, bahwa efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim global adalah emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal baik dari alam maupun kegiatan manusia (anthropogenic). Adapun

GRK yang disepakati hingga 2012 ada 6 (enam) jenis yakni karbon dioksida (CO2),

dinitroksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorkarbon (PFC5), dan

hidrofluorokarbon (HFC5). Berdasar data yang terangkum dalam Fourth Annual Report IPCC tahun 2007, keseluruhan GRK terus mengalami peningkatan konsentrasi di atmosfer. Untuk keperluan praktis, penyebutan seluruh GRK kadang cukup dengn ‘Emisi Karbon’, dengan menghitung ekuivalen tiap jenis gas ke dalam konsentrasi karbon dioksida (IPCC, 2007).

Lantas mengapa perubahan iklim masuk dalam permasalahan lingkungan hidup? Hempel (1995) mengelompokkan permasalahan lingkungan hidup dalam 3 (tiga) perspektif.

Pertama adalah perspektif kontaminasi, bahwa masalah lingkungan tidak lebih dari masalah

polusi. Polusi didefinisikan sebagai proses kontaminasi biokimia. Kerusakan sebagai akibat polusi terjadi karena kesalahan kontrol terhadap bahaya atas hasil kegiatan aktivitas manusia. Kedua adalah ekosimplifikasi yang mendefinisikan kerusakan lingkungan berfokus pada proses homogenitas dan hilangnya keanekaragaman ekosistem alami. Kerusakan lingkungan dalam perspektif ini sebagian besar adalah masalah kehilangan keanekaragaman biologi yang timbul dari ekspansi permukiman sebagal aktivitas pembangunan. Ketiga perspektif penipisan sumberdaya alam (resources depletion) dimana kerusakan lingkungan juga dapat diartikan sebagai masalah ekonomi lingkungan yang merupakan sebuah kombinasi dari ketersediaan, aksesibilitas, dan keterbaruan dari sebuah nilai sumberdaya alam yang menentukan tingkat perlindungan alam yang dibutuhkan.

Fenomena perubahan iklim meneguhkan bagaimana ketiga perspektif tadi menjadi suatu kejadian yang saling kait mengkait yang memperjelas bahwa perubahan iklim adalah nyata permasalahan lingkungan global saat ini. Diawali dengan laporan Living Planet

Report (2016), saat ini dibutuhkan 2,4 global hektar (gHa) luas lahan produktif untuk

mendukung kehidupan satu orang di bumi, sementara lahan produktif yang ada sebagai pendukung tinggal 1,7 gHa, dengan kata lain telah terjadi overconsumption, atau ecological

footprint melebihi daya dukung (biocapacity) bumi. Pola pembangunan yang mendukung

proses produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan bukan saja melahirkan polusi/kontaminasi tetapi juga menurunkan kualitas lingkungan serta penipisan sumberdaya alam yang disertai kepunahan banyak spesies. Pendekatan ketiga perspektif tersebut menemui relevansinya dalam kasus perubahan iklim.

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Laporan dari Stern Review (2006) memperingatkan kita bahwa jika pada akhir abad ini tidak ada upaya serius untuk mengendalikan emisi GRK, maka suhu atmosfer diprediksi

(3)

lume 1, Nomor 1, Maret 2015

3

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

mengalami kenaikan 6°C, padahal dampak suhu naik 3°C saja berakibat pada turunnya hasil panen di Afrika dan Timur Tengah sebesar 35%. Ini artinya sekitar 550 juta orang terancam kelaparan. Jika kenaikan suhu diskenariokan naik 2°C, maka diramalkan 40% spesies dunia akan punah, 4 miliar orang menderita kekurangan air. Di bagian lain 200 juta orang akan terkena kelaparan dan 60 juta orang Afrika bakal terpapar malaria.

Perubahan iklim akan membawa dampak pada berbagai bidang pembangunan. Dampak paling serius adalah pada bidang ketahanan pangan akibat berubahnya atau bergesernya waktu tanam dan waktu panen, meningkatnya serangan hama baru serta kelangkaan dan berlebihnya air yang menyebabkan genangan (banjir). Sedangkan seperti diketahui bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada bidang pertanian. Faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim yang berdampak terhadap bidang pertanian adalah (KemenLH-RI, 2007); (a) perubahan pola hujan dan iklim ekstrem yang mengakibatkan banjir dan kekeringan, (b) peningkatan suhu udara yang menyebabkan naiknya respirasi tanaman, (c) meningkatnya pola serangan hama dan penyakit tanaman dan (d) naiknya paras muka air laut yang menekan luasan lahan pertanian di pesisir.

Selain bidang pangan, perubahan iklim juga berdampak pada kesehatan manusia, perikanan dan pesisir, infrastruktur dan juga transportasi. Berdasarkan data kejadian bencana yang dicatat dalam OFDA/CRED International Disaster Database (2007), sepuluh kejadian bencana terbesar di Indonesia yang terjadi dalam periode waktu antara 1907 dan 2007 terjadi setelah tahun 1990-an dan sebagian besar merupakan bencana yang terkait

dengan iklim, khususnya banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan ledakan penyakit. Di

Indonesia, dalam periode 2003-2005 saja, terjadi 1.429 kejadian bencana. Sekitar 53,3% adalah bencana terkait dengan hidro-meteorologi (Bappenas dan Bakornas PB, 2006). Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34%), diikuti oleh longsor (16%). Laporan

United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs mengindikasikan bahwa

Indonesia merupakan salah satu Negara yang rentan terhadap bencana terkait dengan iklim.

MITIGASI DAN ADAPTASI

Serangkaian upaya untuk ‘melawan’ perubahan iklim secara global telah dilakukan dalam wujud kesepakatan maupun perjanjian internasional dalam kerangka United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Substansi perjanjian itu pada

dasarnya dapat dielaborasi sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Secara singkat, mitigasi berarti sebuah usaha yang dilakukan untuk mencegah, menahan dan atau memperlambat efek gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global di bumi. Sedangkan adaptasi adalah kemampuan atau potensi suatu sistem untuk merespon secara tepat akibat adanya perubahan dan variabilitas iklim termasuk upaya penyesuaian perilaku maupun penerapan teknologi (IPCC, 2007).

(4)

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

4

Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia mengeluarkan Keppres Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Keppres Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Keduanya ditujukan sebagai dasar pelaksanaan upaya mitigasi perubahan iklim nasional sehingga diharapkan Indonesia sebagai negara peratifikasi UNFCCC dapat berkontribusi menurunkan emisi GRK sebesar 26% dengan biaya sendiri dan tambahan penurunan emisi GRK sebesar 15% dengan bantuan asing dibandingkan dengan kondisi emisi GRK nasional tanpa intervensi kebijakan mitigasi perubahan iklim pada tahun 2020 (business as usual/BAU). Selanjutnya dalam COP-21 Paris tahun 2016, melalui INDC Indonesia menetapkan target penurunan emisi karbon sebesar 29% serta 41% pada tahun 2030. Rencana target penurunan emisi dari tiap sektor serta skenario dan tahapan pencapaian, termuat dalam Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) yang diterbitkan Bappenas tahun 2009.

INVENTARISASI EMISI GRK NASIONAL

Salah satu faktor penting dalam negosiasi internasional terkait upaya penurunan emisi GRK adalah keberadaan data emisi GRK tiap negara baik di masa lalu, masa kini dan perkiraan masa datang. Untuk itu inventarisasi emisi GRK secara nasional menjadi penting setidaknya untuk dapat diketahui posisi kita dalam daftar emitor di dunia serta mempersiapkan target penurunan sesuai kemampuan. UNFCCC mewajibkan negara anggota untuk men-submit National Communication (Natcomm) yang berisi besarnya emisi GRK dari berbagai sektor di tiap negara. Pada tahun 1999, Indonesia pernah menyampaikan data emisi melalui First National Communication. Seiring dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan perundingan iklim, maka dimulailah upaya meningkatkan kualitas data emisi yang diperbaharui dengan Second National Communication (SNC). Sesuai panduan UNFCCC, dokumen SNC merupakan sarana bagi negara untuk menyampaikan informasi tentang emisi GRK serta berbagai potensi bagi pengurangannya. Penyusunan SNC didasarkan pada The 2006 IPCC Reporting Guideline.

Tabel 1 Ringkasan Emisi GRK Indonesia Tahun 2000 (dalam Gg)

Source/Sink CO2 (Emisi) CO2 (Diserap) CH4 N2O CO2e Energi 305,983 1,221 6 333,540 Industri 31,938 104 0 34,197 Pertanian 2,178 2,419 72 75,419 Perubahan Lahan dan Hutan 1,060,766 411,593 3 0 649,254 Kebakaran Gambut 172,000 172,000 Limbah 1,662 7,020 8,05 151,578 TOTAL 1,415,988 Sumber : MoE, 2009

(5)

lume 1, Nomor 1, Maret 2015

5

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

Tabel 2 Ringkasan Emisi GRK Seluruh Sektor Tahun 2000-2005 (dalam Gg)

Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Energi 333,540 348,331 354,246 364,925 384,668 395,990 Industri 34,197 45,545 33,076 35,073 36,242 37,036 Pertanian 75,419 77,501 77,030 79,829 77,863 80,179 Limbah 151,578 153,299 154,334 154,874 155,390 155,609 Perubahan Lahan dan Hutan (LULUCF) 649,254 560,546 1,287,495 345,489 617,280 N.E. Kebakaran Gambut 172,000 194,000 678,000 246,000 440,000 451,000 TOTAL + LULUCF 1,451,988 1,379,22 2 2,584,181 1,226,191 1,711,44 3 1,119,81 4 + LUCF TOTAL Tanpa LULUCF 594,734 624,676 618,686 634,701 654,162 668,814 - LUCF Sumber : MoE, 2009

Dari data di SNC, total emisi GRK Indonesia tahun 2000 untuk CO2, CH4 dan N2O diluar

sektor LULUCF mencapai 594,738 Gg CO2e. Dengan memasukkan emisi dari LULUCF

maka terjadi kenaikan total emisi yang signifikan yakni menjadi 1.415.988 Gg CO2e, dapat

dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Keseluruhan emisi GRK tersebut (dalam CO2 equivalen), terdiri atas gas CO2 sebesar

1.162.935 Gg (80% dari total GRK), gas CH4 sebesar 226.104 Gg (15%) dan N2O sebesar

26.948 Gg (2%). Emisi GRK tersebut dalam urutan tiga besar berasal dari sektor kehutanan dan perubahan lahan diikuti energi dan emisi dari kebakaran hutan. Total emisi GRK yang dilaporkan SNC di bawah angka yang disampaikan lembaga PEACE tahun 2007, World

Bank maupun studi Department for International Development (DFID) Inggris, yang

menempatkan Indonesia sebagai negara pengemisi no.3 di dunia. Dalam SNC juga diuraikan lebih rinci emisi dari tiap sektor seperti pembangkit dan pengguna energi, proses di industri, pertanian, penggunaan lahan, perubahan guna lahan dan kehutanan (Land Use,

Land-Use Change and Forestry/LULUCF) serta limbah.

Sebagai hasil studi, SNC tidak saja menyampaikan hasil inventarisasi emisi GRK tetapi juga berbagai data tentang dampak perubahan iklim seperti ketahanan pangan, penyakit, energi serta dampak sosial ekonomi serta berbagai upaya yang harus dilakukan melalui mitigasi dan adaptasi tiap sektor. Hal terpenting dalam kaitan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ini adalah bagaimana mengintegrasikan setiap rencana tersebut ke dalam rencana besar pembangunan nasional melalui sebuah roadmap. Saat ini sedang dalai tahap penyusunan Third National Communication (TNC) dengan memasukkan perhitungan

(6)

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

6

tingkat reduksi emisi GRK dari tiap sektor yang telah dirangkum dalam Biennial Update

Report (BUR) tahun 2015.

PENUTUP

Menelusuri pohon masalah perubahan iklim maka kita sampai pada hulunya yakni adanya emisi gas-gas ruah kaca sebagai hasil pola produksi konsumsi yang tidak ‘bersih’ atau ecofriendly. Pendekatan dengan kebijakan pro-iklim serta penerapan teknologi yang rendah karbon (low carbon technology) kini menjadi andalan dalam menahan laju pemanasan global. Keduanya memerlukan akurasi data baik dalam kerangka pemodelan keadaan sistem ke depan atau pengambilan keputusan, termasuk data emisi karbon tentunya. Teknik pengumpulan dan analisis data perlu inovasi yang terus menerus. Bunga rampai ini mencoba merangkai berbagai aktivitas penelitian terkait perubahan iklim khususnya pada pengelolaan data-data terkait gas rumah kaca, sejalan semangat “think globally, act locally”.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., M. Karmini, Budiman. 2011. Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia., Pusat Perubahan Iklim Dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika (BMKG), Jakarta.

Bappenas dan Bakornas PB, 2006, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana

tahun 2006 – 2009, BAKORNAS PB.

Bappenas. 2009. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Synthetic Report Gallopin, G.C. 2006. Linkages between vulnerability, resilience, and adaptive capacity.

Global Environmental Change, Volume 16, Issue 3, Pages 293–303.

Hempel, L.C. 1995. Environmental Governance: The Global Challenge. Island Press. IPCC. 1995. Climate Change 1995: Impacts, Adaptations and Mitigation of Climate

Change: Scientific-Technical Analyses - Contribution of Working Group II to the Second Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge:

Cambridge University Press.

IPCC. 2007. Climate Change 2007 – The Physical Science Basics, Summary for

Policymakers, by UNEP & WMO, Technical Summary and FAQ, 2007

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLH-RI). 2007. Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim (RAN-PI).

Ministry of Environment (MoE), Republic of Indonesia. 2009. Indonesia Second National

Communication (SNC) Under the United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) – Final Report.

Ministry of Environment, BPPT and GTZ. 2010. Indonesia’s Technology Needs Assessment on Climate Change Mitigation

(7)

lume 1, Nomor 1, Maret 2015

7

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

National State of Climate Change (DNPI), BPPT and UNEP. 2012. Indonesia Technology Needs Assessment (TNA) for Climate Change Mitigation and Adaptation

OFDA/CRED International Disaster Database (2007), http://www.emdat.be/

country_profile/ index.html, diakses 11 Mei 2016, pk. 15.30, WIB.

Purwanta, W. 2016. Penyusunan Strategi Adaptasi Perubahan Iklim Bidang Transportasi Udara. BPPT Press. Jakarta

Stern, N., 2006, The Stern Review on the Economics of Climate Change UNFCCC, 2012, 2nd Commitment Period of Kyoto Protocol, ttp://unfccc.int/kyoto_protocol/dohaamendment /7362.php.11 Mei 2016, pk. 21.25 WIB.

World Wild Foundation (WWF). 2016. Living Planet Report 2016 – Risk and Resilience in New Era. A Publication.

PROFIL PENULIS

Wahyu Purwanta, lahir di Solo 9 September 1967 adalah alumni

Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1986. Adapun Magister Rekayasa Lingkungan diselesaikan di sekolah yang sama pada tahun 2000. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan doktor di Program Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) lulus tahun 2012. Saat ini penulis bekerja sebagai Peneliti Madya di Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT. Pernah mengikuti training di bidang teknologi pengendalian pencemaran udara di KfK Karlsruhe Jerman, kursus bidang bahan pengganti perusak ozon di Jepang, kursus pengendalian polusi di Norwegia maupun pengendalian limbah padat di Singapura. Pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Teknologi Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan di tempat kerjanya dari tahun 2005-2011. Saat ini penulis memfokuskanpenelitian di bidang teknologi pengelolaan sampah perkotaan dan isu perubahan iklim. Banyak karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal nasional dan internasional. Beberapa buku yang pernah ditulis antara lain; Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sampah di

Perkotaan (2011), Teknologi Penyerapan, Penggunaan Dan Daur Ulang Karbon Dioksida

(2014), Penyusunan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Bidang Transportasi

Referensi

Dokumen terkait

ini juga dibagi dua macam, yaitu: (1) kaidah yang bersumber dari al-nus } ûs } al-shar‘îyah secara tidak langsung (kontekstual), dan (2) kaidah yang bersumber ijtihad ulama

Dijelaskan pula dalam buku penelitian ini bahwa dinamika dan pertumbuhan Pesantren Jawa Pesisiran, Kajen menghadapi pusaran arus modernitas nampaknya menjadi satu

Proses ini juga ditujukan untuk membuat biskuit tile lebih kuat dari green tile, karena dalam pembakaran kadar air yang terdapat dalam green tile terserap sehingga membuat

Parameter yang dihitung adalah faktor multiplikasi efektif (keff), faktor multiplikasi infinite (kinf), rasio konversi dan perubahan densitas nuklida hasil dari reaksi

Saat ini saya sedang melakukan penelitian tugas akhir atau skripsi yang mana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepercayaan, persepsi kemudahan,

Setelah diadakan penelitian secara teori dan hasil uji terhadap hipotesis yang didiagnosakan dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kendaraan bermotor, panjang jalan, jumlah

selain itu mereka tak lupa untuk menggosok gigi menggunakan sikat gigi yang diberi pasta gigi sehingga gigi mereka menjadi putih dan kuat bobi dan nita juga terhindar dari

 Terapis mendorong masing-masing anggota untuk menidentifikasi setiap perilaku yang kurang efektif dalam mencapai wants serta akibat yang ditimbulkan oleh perilaku