• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 6 

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pengertian Istilah. II.1.1 Pengertian Efektifitas.

Efektifitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna atau berkaitan dengan hasil akhir atau pencapaian sasaran atau target. Efektif sering dilukiskan sebagai melakukan hal-hala yang tepat. Jadi Efektifitas dalam karya tulis ini adalah suatu sistem kerja dari sebuah mesin pendingin untuk mencapai hasil yang sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan atau untuk mencapai sasaran yang tepat.

II.1.2 Pengertian Desiccant.

Menurut Arismunandar, Wiranto dalam bukunya berjudul Penyegaran Udara(1995) Desiccant berarti zat pengering. Desikan yang terdapat didalam alat pengering dari instalasi refrigerasi dipergunakan terutama untuk menyerap dan menghilagkan uap air yang ada didalam udara. Oleh karena itu kemurnian desikan harus terjamin dan harus cukup keras sehingga tidak mudah pecah. Disamping itu harus memiliki daya serap yang tinggi dalam jangka waktu lama.

Tipe-tipe desikan :

1. Liquid Absorbents ( Penyerap berbentuk Cairan) 2. Solid Adsorbents ( Penyerap berbentuk Padat )

(2)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 7 

Tabel 2.1 Jenis dan karakteristik dari beberapa desikan.

Uraian Silika gel S/V Soverbead Ayakan

Molekuler

Komposisi SiO2nH2O Sejenis Asam silika Zeolit sintetik

Rupa Sebelum basah

Gelas tembus cahayantak berwarna

Bola tembus cahaya Kristal kecil

Setelah basah

Tidak berubah Tidak berubah Tidak berubah

Sifat Beracun kemudahan terbakar dan jenis bahaya rasa

Tidak ada,

Tidak ada rasa dan bau

Tidak ada

Tidak ada rasa dan bau

Tidak ada Tidak ada rasa dan bau Penjenuhan Penyerapan Jenis A : Kira-kira 40%, Jenis B : kira-kira 80% Hampir sama dengan silika gel

Lebih besar dengan silika gel

Pembungkus Dari material apa saja boleh

Dari material apa saja boleh

Dari material apa saja boleh

Regenerasi Mudah diregenerasi

dengan memanaskan pada 150-200oC selama 1-2 jam. Regenerasi tidak akan menyebabkan perubahan pada sifat-sifatnya. Mudah diregenerasi dengan memanaskan pada 200oC, selama 8 jam atau lebih cepat

Mudah diregenerasi dengan memanaskan pada 200-250oC

Umum Semi permanen Semi permanen,

tetapi akan rusak apabila dikenai air dalam bentuk cair

Semi permanen

Apabila tercampur dengan produk lain karena kesalahan

Tidak bereaksi dan dapat dipisahkan

Tidak bereaksi dan dapat dipisahkan

Tidak bereaksi dan dapat dipisahkan

Sumber : Penyegaran Udara, Wiranto Arismunandar hal. 126

II.1.3 Relative Humidity(RH)

Relative humidity atau kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan parsial uap air yang ada didalam udara dan tekanan jenuh uap air pada temperatur

(3)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 8 

air yang sama.(Wiranto Arismunandar, Penyegaran Udara,1995). Dalam pengertian yang lain didalam buku ASHRAE 2001 mengenai kelembaban udara.

PARAMETER KELEMBABAN Parameter dasar

Humidity ratio (sebagai alternatif, konten kelembaban atau campuran rasio), W

dari satu contoh tertentu udara lembab didefinisikan sebagai rasio dari berkumpul dari uap air air ke kumpulan dari udara kering yang dikandung pada contoh:

W = Mw/Mda ( 1 )

Rasio kelembaban W setara dengan rasio fraksi mol xw / xda dikalikan dengan

perbandingan terkumpulnya molekular masa, yaitu, 18. 01528 / 28. 9645 = 0. 62198 :

W = 0.62198xw/xda (2 )

Spesific Humidity, γ adalah rasio dari kumpulan uap air dengan total kumpulan

dari udara lembab contoh:

γ = Mw/ (Mw +Mda ) (3)

Dalam kaitan dengan rasio kelembaban,

γ = W / (1+W) (4)

Absolute Humidity, (sebagai alternatif, massa jenis uap air) dv adalah rasio dari

masa uap air dibandingkan dengan volume sampel total air :

dv = Mw/V (5)

Density(Masa Jenis), ρ dari satu campuran udara lembab adalah rasio dari total

kumpulan dengan total volume:

ρ = (Mda + Mw)/V = (1/v)(1 + W) (6)

dimana v adalah volume spesifik udara lembab, m3 /kg (udara kering), sebagai definisi dari persamaan.

Beberapa Parameter kelembaban.

Definisi berikut dari parameter kelembaban melibatkan konsep dengan kejenuhan udara lembab:

Saturation humidity ratio Ws ( t, p ) adalah rasio kelembaban antara uap udara

(4)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 9 

Degree of saturation, μ adalah perbandingan dari rasio kelembaban udara

lembab, W dibandingkan dengan rasio kelembaban, W s dengan udara lembab yang yang terkumpul pada suhu dan tekanan yang sama :

μ = W/Ws , t,p (7)

Kelembaban relatif, φ adalah perbandingan dari fraksi mol dari air uap air xw

pada satu udara lembab yang tertentu dibandingkan dengan fraksi mol xws didalam

contoh udara pada suhu dan tekanan yang sama:

φ = xw/xws , t,p (8)

Kombinasi Persamaan (2 ), (7), dan (8),

μ = φ/1 + (1-φ)Ws/0.62198 (9)

Dew-point Temperature(Suhu titik embun), td adalah suhu dengan pemenuhan

udara lembab pada tekanan yang sama p , dengan kelembaban yang sama rasio W seperti tersebut dari contoh tertentu dengan udara lembab. Ini didefinisikan sebagai solusi td ( p, W ) atau temperatur yang mana udara lembab terjadi

kondensasi pada saat udara mulai didinginkan. dari persamaan berikut:

Ws(p,td) = W

Dry bulb temperature(Temperatur bola kering), tdb adalah temperatur udara

yang tertera dalam alat ukur temperatur/ termometer pada saat pengukuran.

Wet bulb temperature(Temperatur bola basah), twb adalah temperatur udara

yang tertera dalam alat ukur temperatur/ termometer yang mana pada saat pengukuran dibalut dengan kain basah atau ujung alat ukur dibasahi pada perpindahan udara terbuka .

II.2 Perhitungan refrigerasi(untuk referensi)

Berdasarkan buku ASHRAE 2001 Fundamental dalam menghitung kapasitas beban pendingin dapat dijabarkan dari setiap proses transfer energinya sebagai berikut :

(5)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 10 

Gambar 2.1. Skematik diagram sistem Expansi Langsung(2001 ASHRAE HandbookCD)

1. Evaporator. Kesetimbangan energi 7Q1 = m ( h1 - h7 ) Hukum kedua 7l1 = m ( s1-s7 ) - (7Q1/TR ) 2. Pipa Suction. Kesetimbangan energi 1Q2 = m ( h2 - h1 ) Hukum kedua 1l2 = m ( s2-s1 ) - (1Q2/To) 3. Kompresor Kesetimbangan energi 2Q3 = m ( h3 - h2 ) + 2W3 Hukum kedua 2l3 = m ( s3-s2 ) - (2Q3/To)

(6)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding  Heater dan Heating Coil  Page 11  4. Pipa Discharge Kesetimbangan energi 3Q4 = m ( h4 - h3 ) Hukum kedua 3l4 = m ( s4-s3 ) - (3Q4/To) 5. Kondensor Kesetimbangan energi 4Q5 = m ( h5 - h4 ) Hukum kedua 4l5 = m ( s5-s4 ) - (4Q5/To) 6. Pipa Cairan Kesetimbangan energi 5Q6 = m ( h6 - h5 ) Hukum kedua 5l6 = m ( s6-s5 ) - (5Q6/To) 7. Katub Expansi Kesetimbangan energi 6Q7 = m ( h7 - h6 ) Hukum kedua 6l7 = m ( s7-s56 )

(7)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 12 

Tabel 2.2. Properti termodinamika dari cairan R-22

Sumber : 2001 ASHRAE HandbookCD

Gambar 2.2. Sistem Aktual dan Teori Diagram pressure-Enthalpy(PH) (2001 ASHRAE

HandbookCD)

Pada prinsipnya sebuah sistem refrigerasi terdiri dari : 1. Evaporasi(penguapan)

Evaporator (alat penguap) yang dipakai biasanya berbentuk pipa bersirip pelat. Tekanan cairan yang diturunkan pada katup expansi, didistribusikan secara merata ke dalam pipa evaporator, oleh distributor refrigeran. Dalam hal tersebut refrigeran akan menguap dan menyerap kalor dari udara ruangan yang dialirkan melalui permukaan luar dari pipa evaporator.

(8)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 13 

Apabila udara didinginkan (dibawah titik embun), maka air yang ada dalam udara akan mengembun pada permukaan evaporator, kemudian ditampung dan dialirkan keluar.

Tabel 2.3 Temperatur penguapan dan tekanan penguapan dari beberapa refrigeran. Temperatur penguapan (oC) Tekanan(lebih) penguapan (kg/cm2) R12 R22 R500 R502 5 2.67 4.97 3.31 5.75 6 2.78 5.15 3.46 5.96 7 2.91 5.35 3.61 6.17

Sumber : Penyegaran Udara, hal. 96

2. Kompresi

Kompresor mengisap uap refirgferan dari ruang penampung uap. Didalam penampung uap, tekanannya diusahakan supaya tetap rendah, supaya refrigeran senantiasa berada dalam keadaan uap dan bertemperatur rendah. Didalam kompresor tekanan refrigeran dinaikan sehingga memudahkan pencairannya kembali.energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang menggerakan kompresor.

3. Kondensasi(pengembunan)

Uap refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan mendinginkannya dengan air pendingin atau dengan udara pendingin pada sistem dengan pendinginan udara. Yang ada pada temperatur normal. Selama refrigeran mengalami perubahan dari fasa uap ke fasa cair, dimana terdapat campuran refrigeran dalam fasa cair dan uap tekanan dan temperatur pengembunan konstan. Tabel berikut memperlihatkan beberapa contoh refrigeran pada saat pengembunan :

(9)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 14 

Tabel 2.4 Temperatur pengembunan dan tekanan pengembunan dari beberapa refrigeran. Temperatur penguapan (oC) Tekanan(lebih) penguapan (kg/cm2) R12 R22 R500 R502 30 6.55 11.23 7.94 14.04 35 7.60 12.92 9.19 15.93 40 8.74 14.76 12.06 17.99

Sumber : Penyegaran Udara, hal. 97

4. Expansi

Untuk menurunkan tekanan dari refrigeran cair (tekanan tinggi) yang dicairkan didalam kondensor, supaya dapat mudah menguap, maka dipergunakan alatyang dinamai katup expansi atau pipa kapiler.

II.3 Prinsip perhitungan dan Penaksiran Beban Kalor (dipakai dalam

perhitungan)

Flow chart Penaksiran beban kalor :

Prosedur perancangan sistem pengkondisian udara pada bangunan gedung dilakukan

(10)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 15 

Gambar 2.3 Diagram alur kerja perancangan sistem tata udara.(Hand Book of air

conditioning sistem, Carrier Company)

II.3.1 M U L A I

Perencanaan Teknis Sistem Pengkondisian Udara.

II.3.2 Fungsi ruang dalam gedung.

Terdiri dari :

a) kegiatan utama yang berlangsung dalam ruang (aktifitas). b) waktu kegiatan puncak.

c) pola pakaian penghuni.

SURVEY LOKASI TERKAIT BEBAN : 1. LETAK GEDUNG 2. FUNGSI GEDUNG 3. DIMENSI RUANG 4. TINGGI PLAFON 5. UKURAN COLUMN DAN BEAM

6. MATERIAL KONSTRUKSI 7. KONDISI SEKITAR 8.JENDELA & PINTU 9. LIFT DAN ALAT ANGKUT LAINNYA

10. JUMLAH ORANG 11. JUMLAH LAMPU 12. DAYA MOTOR 13. ALAT-ALAT MESIN 14. VENTILASI 15. THERMAL STORAGE 16. WAKTU OPERASI

SURVEY TERKAIT INSTALASI AC : 1. RUANGAN TERSEDIA 2. HAL2 MUNGKIN JADI PENGHALANG 3. LOKASI ANTI KEBAKARAN ATAU TIDAK

4. TERSEDIA UDARA SEGAR 5. TERSEDIA DAYA LISTRIK

6. TERSEDIA AIR 7. TERSEDIA STEAM 8.TERSEDIA RUANG SESUAI ARCHITEC

9. TERSEDIA DRAIN 10. FASILITAS PENGENDALI

11. PONDASI & SUPPORT 12. ANTI REDAM DAN ANTI GETAR 13. MUDAH DIPINDAHKAN/PERAWATAN DATA INPUT PROSES PERHTUNGAN LOAD ENGINEERING CHECK SUM NO YES HASIL: 1. TOTAL COOLING LOAD 2. TOTAL HEATING LOAD 3. PSYCRHOMATIC ANALYSER

4. TOTAL AIR FLOW 5. TOTAL FRESH AIR

MULAI SELEKSI UNIT 1. COOLING COIL 2. HEATING COIL 3. FAN 4. MOTOR RATING 6. TYPE HOUSING 7. POSISI FILTER UNIT SIZE NO YES

SISTEM YANG DIPAKAI : 1. CHILLER WATER

SYSTEM 2. DX SYSTEM

(11)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 16 

II.3.3 Kondisi termal dalam gedung.

Terdiri dari :

a) temperatur udara.

b) kelembaban udara relatif.

c) kuantitas udara yang diperlukan.

d) tuntutan ketelitian untuk pengendalian besaran termal dalam ruangan.

II.3.4 Data gedung.

Terdiri dari :

a). data fisik bangunan gedung dan posisi gedung. b). karakteristik termal selubung bangunan.

c). data pemakaian gedung, seperti misalnya profil beban pendinginan.

II.3.5 Data cuaca dan iklim.

Terdiri dari :

a). data cuaca tahunan.

b). data temperatur udara luar di lokasi. c). data kelembaban udara relatif di lokasi.

II.3.6 Beban Pendinginan. Jenis Kalor.

a). Kalor Sensibel.

adalah suatu kalor yang berhubungan dengan perubahan temperatur dari udara.Penambahan kalor sensibel (sensible heat gain) adalah kalor sensibel yang secara langsung masuk dan ditambahkan ke dalam ruangan yang dikondisikan melalui konduksi, konveksi atau radiasi.

b). Kalor Laten.

adalah suatu kalor yang berhubungan dengan perubahan fasa dari air. Penambahan kalor laten (latent heat gain) terjadi apabila ada penambahan uap air pada ruangan yang dikondisikan, misalnya karena penghuni ruangan atau peralatan yang menghasilkan uap.

(12)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 17 

II.3.7 Beban Pendinginan Ruangan.

adalah laju aliran kalor yang harus diambil dari dalam ruangan untuk mempertahankan temperatur dan kelembaban udara relatif ruangan pada kondisi yang diinginkan.

Gambar 2.4 Contoh beban pendinginan ruangan(SNI 03-6572-2001)

Beban pendinginan ruangan dibagi dalam 2 bagian :

a). Beban Pendinginan Luar (external cooling load).

Beban pendinginan ini terjadi akibat penambahan panas di dalam ruangan yang dikondisikan karena sumber kalor dari luar yang masuk melalui selubung bangunan (building envelope), atau kerangka bangunan (building shell) dan dinding partisi.

Sumber kalor luar yang termasuk beban pendinginan ini adalah :

1). penambahan kalor radiasi matahari melalui benda transparan seperti kaca. 2). penambahan kalor konduksi matahari melalui dinding luar dan atap.

3). penambahan kalor konduksi matahari melalui benda transparan seperti kaca. 4). penambahan kalor melalui partisi, langit, langit dan lantai.

5). infiltrasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan yang dikondisikan. 6). ventilasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan yang dikondisikan.

(13)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 18 

b). Beban Pendinginan Dalam (internal cooling load).

Beban pendinginan ini terjadi karena dilepaskannya kalor sensibel maupun kalor laten dari sumber yang ada di dalam ruangan yang dikondisikan.

Sumber kalor yang termasuk beban pendinginan ini adalah :

1). penambahan kalor karena orang yang ada di dalam ruang yang dikondisikan. 2). penambahan kalor karena adanya pencahayaan buatan di dalam ruang yang dikondisikan.

3). penambahan kalor karena adanya motor-motor listrik yang ada di dalam ruang yang dikondisikan.

4). penambahan kalor karena adanya peralatan-peralatan listrik atau pemanas yang ada di dalam ruangan yang dikondisikan.

Penjelasan :

Yang termasuk beban pendinginan ruangan seperti ditunjukkan dalam gambar 2.3

II.3.8 Beban Koil Pendingin.

a). Koil pendingin selain harus mampu melayani beban pendinginan ruangan, juga harus mampu melayani penambahan kalor dan kebocoran pada saluran udara (ducting).

b). Koil pendingin juga harus mampu melayani beban pendingin dari motor listrik penggerak fan AHU bila motor listriknya berada di dalam AHU atau di ruang yang dikondisikan.

(14)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 19 

Gambar 2.5 Kurva psikrometri beban pendinginan ruangan dan beban koil pendingin. (SNI

03-6572-2001)

Penjelasan :

AHU = Air Handling Unit = unit pendistribusian udara dingin.

II.3.9 Kurva Psikrometri Beban Pendinginan Ruangan dan Beban Koil Pendingin.

Gambar 2.4. merupakan kurva psikrometri yang menunjukkan besarnya beban pendinginan ruangan dan beban koil pendingin.

Penjelasan :

Penjelasan gambar 2.4

qrc = beban pendinginan ruangan.

qss = penambahan kalor pada sistem pasokan udara (supply air). qrs = penambahan kalor pada sistem udara kembali (return air).

qo = beban pendinginan dari udara luar, baik kalor sensibel maupun kalor laten yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan penghuni dan lain sebagainya. qc = beban koil pendingin.

(15)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 20 

II.3.10 Beban Pendinginan Refrigerasi.

a). Beban pendinginan refrigerasi merupakan laju pengambilan kalor oleh refrigeran di koil pendingin (evaporator) pada sistem ekspansi langsung ( DX = Direct expansion).

b). Pada sistem chiller (sistem dengan air sejuk), beban pendinginan refrigerasi merupakan penjumlahan dari beban koil pendingin (qc) dengan penambahan kalor pada pipa air sejuk, pompa air sejuk dan tanki ekspansi air sejuk.

Penjelasan :

Penambahan kalor pada pipa air sejuk, pompa air sejuk dan tanki ekspansi air sejuk berkisar antara 5 sampai 10% dari beban koil pendingin.

II.4 Metoda Perhitungan Beban Pendinginan. II.4.1 Umum.

a). Bagian ini menjelaskan tiga metoda perhitungan beban pendinginan untuk menentukan besarnya mesin pengkondisian udara. Keseimbangan kalor, merupakan konsep dasar dalam perhitungan beban pendinginan.

b). Prosedur perhitungan beban pendinginan yang sangat dekat dengan konsep keseimbangan kalor adalah “Metoda Fungsi Transfer” (TFM = Transfer Function Method), yang diperkenalkan oleh ASHRAE pada tahun 1972. Prosedur perhitungannya menempuh dua langkah :

Langkah pertama : menetapkan penambahan kalor dari semua sumber.

Langkah kedua : menentukan konversi dari penambahan kalor menjadi beban pendinginan.

c). Versi yang lebih sederhana dari TFM selanjutnya dikembangkan oleh ASHRAE pada tahun 1977. Prosedur perhitungannya menempuh hanya satu langkah, yaitu menggunakan Metoda Perbedaan Temperatur Beban Pendinginan (CLTD = Cooling Load Temperature Difference), faktor beban pendinginan karena matahari (SCLF = Solar Cooling Load Factor), dan faktor beban pendinginan internal (ICLF = Internal Cooling Load Factor).

d). Pilihan lain dari teknik keseimbangan kalor menggunakan Metoda Perbedaan Temperature Ekuivalen Total (TETD = Total Equivalent Temperature Difference)

(16)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 21 

dan Waktu Rata-rata (TA = Time Average), dalam menghitung beban pendinginan, Prosedurnya juga menempuh dua langkah, yaitu :

1) Langkah pertama : Penambahan kalor. 2) Langkah kedua : Beban pendinginan.

Metoda ini diperkenalkan ASHRAE tahun 1967, dan oleh Carrier pada tahun 1965 dengan metoda ETD (tanpa TA).

Gambar 2.6 Perbedaan besarnya penambahan kalor sesaat dan beban pendinginan sesaat. (SNI 03-6572-2001)

Fungsi Transfer Konduksi Fungsi Transfer Udara Ruang

Gambar 2.5 Perbedaan besarnya penambahan kalor sesaat dan beban pendinginan sesaat.

II.4.2 Metoda Perbedaan Temperatur Ekuivalen Total (TETD/TA).

a). Penambahan kalor dari luar ruangan yang dikondisikan. 1). te = to + a.It/ho - e. d.R/ho . ………..{ 2.1 }. tea = toa + a/ho.(IDT /24) - e. a.R/ho ……… { 2.2 }. dimana :

(17)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 22 

to = temperatur udara kering pada jam tertentu. a = absorbtansi permukaan untuk radiasi matahari. a/ho = faktor warna permukaan.

= 0,15 untuk warna terang. = 0,30 untuk warna gelap.

It = beban kejadian matahari total. = 1,15 (SHGF).

e. d.R/ho = faktor radiasi gelombang panjang. = - 70F untuk permukaan horisontal.

= 00F untuk vertikal.

tea = temperatur udara matahari rata-rata 24 jam. toa = temperatur udara kering rata-rata 24 jam. IDT = penambahan kalor matahari harian total. 2). Atap dan dinding luar.

q = U.A.(TETD). ………..{ 2.3 }. TETD = tea – ti + l.(ted - tea) ……….{ 2.4 }. dimana :

U = koeffisien perpindahan kalor rancangan untuk atap atau dinding luar. A = luas permukaan atap atau dinding luar,dihitung dari gambar bangunan. TETD = perbedaan temperatur ekuivalen total, dari atap atau dinding luar. ti = temperatur udara kering di dalam ruangan.

l = faktor pengurangan.

ted = temperatur udara matahari pada waktu tertinggal 0jam. 3). Kaca.

Konveksi : q = U.A.( to – ti ). ……… ( 2.5 ). Matahari : q = A.(SC).(SHGF). ………. (2.6 ). dimana :

U = koeffisien perpindahan kalor rancangan untuk kaca. SC = koeffisien peneduh.

SHGF = faktor penambahan kalor matajami, sesuai orientasi, asimut, jam dan bulan.

(18)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 23 

to = temperatur bola kering udara luar pada jam tertentu. 4). Partisi, langit-langit dan lantai.

q = U.A.( tb – ti ) ………( 2.7 ). dimana :

tb = temperatur di dalam ruangan yang bersebelahan. ti = temperatur di dalam ruangan yang direncanakan.

b). Penambahan kalor dari dalam ruangan yang di kondisikan. 1). Orang.

qSensibel = N. (penambahan kalor sensibel). ………( 2.8 ). qLaten = N. (penambahan kalor laten). ………....( 2.9 ). dimana :

N = jumlah orang yang berada di dalam ruangan yang dikondisikan. 2). Pencahayaan.

qel = W.Ful . Fsa . ……….( 2.10 ). dimana :

W = Watt dari listrik untuk pencahayaan atau armatur lampu. Ful = faktor penggunaan pencahayaan.

Fsa = faktor toleransi khusus. 3). Daya (tenaga). qp = P.EF ………..( 2.11 ). dimana : P = daya listrik. EF = faktor effisiensi. 4). Peralatan lain.

q sensibel = qis . Fua. Fra ………( 2.12). atau :

q sensibel = (qis .Fua. Fra)/Ffl. ………( 2.13 ). q laten = qil . Fua. ………..(2.14 ). dimana :

(19)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 24 

Fua, Fra , Ffl = faktor pemakaian, faktor radiasi, faktor cerobong asap. c). Udara ventilasi dan infiltrasi.

q sensibel = 1.230. Q. ( to – ti ). ………( 2.15 ). q laten = 3.010. Q. (Wo – Wi) ………( 2.16 ). dimana :

Q = aliran udara ventilasi atau infiltrasi , l/detik.

to , ti = temperatur udara di luar dan di dalam ruangan 0C.

Wo, Wi = kandungan uap air di luar dan di dalam ruangan ( g.uap air/kg.udara kering). d). Beban pendinginan. 1). Sensibel : qSensibel = qcf + qarf + qc ………( 2.17 ). qcf = [qs,1.(1- rf1)]+ [qs,2 .(1 - rf 2 )]+ ...rf n . (2.18 ). (2.19) qc = (qsc,1 + qsc,2 + qsc,b ). ………( 2.20 ). dimana :

qSensibel = beban pendinginan sensibel, Watt.

qcf = sebagian kecil konveksi penambahan kalor sensibel jam (jam tertentu) untuk elemen beban n, Watt.

qsc,1 = penambahan kalor sensibel jam untuk elemen beban 1, …….n.

rf1 = sebagian kecil radiasi penambahan kalor sensibel jam untuk elemen beban 1, …. n.

qarf = sebagian kecil radiasi rata-rata penambahan kalor sensibel jam untuk n elemen beban, watt.

q = jumlah jam di atas sebagian kecil radiasi rata-rata penambahan panas sensibel. ha = jam tertentu, 1 sampai 24, dimana beban pendinginan dihitung.

g = satu dari jam perhitungan, dari ha+1- q sampai ha , untuk sebagian kecil radiasi dari penambahan kalor sensibel yang akan dirata-ratakan untuk setiap n elemen beban.

(20)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 25 

qc = penambahan kalor sensibel konveksi jam (jam tertentu) untuk unsur beban b yang tidak mempunyai komponen radiasi, Watt.

2). Laten.

qlaten = (ql,1 + ql,2 + ql,b ) ……… (2.21 ). dimana :

qlaten = beban pendinginan laten, Watt.

ql = penambahan kalor laten jam (jam tertentu) untuk elemen beban b, watt.

II.4.3 Metoda Fungsi Transfer (TFM Method).

a). Penambahan kalor dari luar ruangan yang dikondisikan. 1). te = to + a.It/ho - e. d.R/ho . ……… ……( 2.22 ). tea = toa + a/ho.(IDT /24) - e. d.R/ho ………..( 2.23 ). dimana :

te = temperatur udara matahari.

to = temperatur udara kering pada jam tertentu. a = absorbtansi permukaan untuk radiasi matahari. a/ho = faktor warna permukaan.

= 0,026 untuk warna terang. = 0,052 untuk warna gelap. It = beban kejadian matahari total. = 1,15 (SHGF).

e. d.R/ho = faktor radiasi gelombang panjang. = - 3,9 0C untuk permukaan horisontal. = 00 C untuk vertikal.

tea = temperatur udara matahari rata-rata 24 jam. toa = temperatur udara kering rata-rata 24 jam. IDT = penambahan kalor matahari harian total. 2). Atap dan dinding luar.

(2.24)

(21)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 26 

b, c dan d = koefisien fungsi transfer konduksi atap atau dinding luar. Utabel = koefisien perpindahan kalor konstruksi atap atau dinding luar.

Uaktual = koefisien perpindahan kalor rancangan konstruksi atap atau dinding luar.

Penyesuaian b dan c dengan perbandingan Uaktual / Utabel. q = jam di mana perhitungan dibuat.

d = interval waktu ( 1 jam ).

n = jumlah jam dimana b dan d nilainya cukup berarti. e = elemen yang dianalisa, atap atau dinding.

A = luas elemen yang dianalisis. 3). Kaca.

Konveksi : q = U.A.( to – ti ). ……… ( 2.25 ). Matahari : q = A.(SC).(SHGF). ……..……. ( 2.26 ). dimana :

U = koeffisien perpindahan kalor rancangan untuk kaca. SC = koeffisien peneduh.

SHGF = faktor penambahan kalor matahari, sesuai orientasi, asimut, jam dan bulan.

A = luas area kaca.

4). Partisi, langit-langit dan lantai.

q = U.A.( tb – ti ) ………( 2.27 ). dimana :

tb = temperatur di dalam ruangan yang bersebelahan. ti = temperatur di dalam ruangan yang direncanakan.

b). Penambahan kalor dari dalam ruangan yang di kondisikan. 5). Orang.

qSensibel = N. (penambahan kalor sensibel). …….( 2.28 ). qLaten = N. (penambahan kalor laten). ………….( 2.29 ). dimana :

N = jumlah orang yang berada di dalam ruangan yang dikondisikan. 2). Pencahayaan.

(22)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 27 

qel = W.Ful . Fsa . ………..( 2.30 ). dimana :

W = Watt dari listrik untuk pencahayaan atau armatur lampu. Ful = faktor penggunaan pencahayaan.

Fsa = faktor toleransi khusus. 6). Daya (tenaga). qp = P.EF ……….( 2.31 ). dimana : P = daya listrik. EF = faktor effisiensi. 7). Peralatan lain.

qsensibel = qis . Fua. Fra ………..…( 2.32 ). atau :

qsensibel = (qis .Fua. Fra)/Ffl. ………( 2.33 ). qlaten = qil . Fua. ……….( 2.34 ). dimana :

qis, qil = penambahan kalor sensibel dan laten dari peralatan.

Fua, Fra , Ffl = faktor pemakaian, faktor radiasi, faktor cerobong asap. c). Udara ventilasi dan infiltrasi.

Qsensibel = 1.230. Q. ( to – ti ). ……….…( 2.35 ) qlaten = 3.010. Q. (Wo – Wi) ………( 2.36 ). qtotal = 1.200. Q. ( Ho – Hi ). ………( 2.37 ). dimana :

Q = aliran udara ventilasi atau infiltrasi , l/detik.

to , ti = temperatur udara di luar dan di dalam ruangan 0C.

Wo, Wi = kandungan uap air di luar dan di dalam ruangan ( g.uap air/kg.udara kering).

Ho , Hi = entalpi udara di luar dan di dalam ruangan, J/kg(udara kering). d). Beban Pendinginan.

1). Sensibel :

(23)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 28 

( 2.39 )

( 2.40 ). dimana :

Qtf = beban pendinginan sensibel dari elemen penambah kalor yang mempunyai komponen konveksi dan radiasi.

v, w = koeffisien fungsi transfer ruangan.

qq, = setiap i elemen penambah kalor yang mempunyai komponen radiasi. d = interval waktu ( 1 jam ).

Qsc = beban pendinginan sensibel dari elemen penambah kalor yang hanya mempunyai komponen konveksi.

qc = setiap i elemen penambah kalor yang hanya mempunyai komponen konveksi.

2). Laten :

……….. ( 2.41 ).

dimana :

qc = setiap n elemen penambah kalor laten.

II.4.4 Metoda CLTD/SCL/CLF.

a). Penambahan kalor dari luar ruangan yang dikondisikan. 1). Beban radiasi matahari melalui kaca.

q = A.(SC).(SCL). ………( 2.42) . dimana :

A = luas permukaan kaca luar. SC = koeffisien peneduh.

SCL = faktor beban pendinginan matahari dengan tanpa peneduh dalam, atau dengan peneduh dalam.

2). Konduksi matahari melalui kaca, atap dan dinding. q = U.A.(CLTD) ……….( 2.43 ). dimana :

(24)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 29 

U = koeffisien perpindahan kalor rancangan untuk atap atau dinding, atau untuk kaca.

A = luas permukaan atap, dinding luar, atau kaca luar, dihitung dari gambar bangunan.

(CLTD) = perbedaan temperatur beban pendinginan. atap, dinding atau kaca. 3). Beban pendinginan dari partisi, langit-langit dan lantai.

q = U.A.(tb – trc). ………( 2.44 ). dimana :

U = koeffisien perpindahan kalor rancangan untuk partisi, langit-langit, atau lantai.

A = luas permukaan partisi, langit-langit atau lantai, dihitung dari gambar bangunan.

tb = temperatur ruangan yang bersebelahan. trc = temperatur ruangan yang direncanakan.

b). beban pendinginan dalam. 1). Orang.

qSensibel = N.(penambahan kalor sensibel).(CLF). …… ( 2.45 ). dimana :

N = jumlah orang di dalam ruangan. Penambahan kalor sensibel dan laten dari penghuni.

CLF = faktor beban pendinginan sesuai jam penghunian.

Catatan :

CLF = 1,0 dengan kepadatan tinggi atau 24 jam penghunian dan/atau jika pendinginan

dimatikan pada malam hari atau selama libur. 2). Pencahayaan.

q = W.Ful.Fsa.(CLF). ……….. ( 2.46 ),. dimana :

W = watt dari listrik atau data armatur pencahayaan. Ful = faktor penggunaan pencahayaan.

(25)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 30 

Fsa = faktor toleransi khusus.

CLF = faktor beban pendinginan, sesuai jam penghunian.

Catatan :

CLF = 1,0 dengan 24 jam pemakaian pencahayaan dan/atau jika pendinginan dimatikan

pada malam hari atau selama libur. 3). Daya listrik.

q = P.EF. (CLF). ……… ( 2.47 ). dimana :

P = daya listrik yang digunakan. EF = faktor efisiensi.

CLF = faktor beban pendinginan sesuai jam penghunian.

Catatan :

CLF = 1,0 dengan 24 jam beroperasinya daya listrik dan / atau jika pendinginan mati pada

malam hari atau selama libur. 4). Peralatan lainnya.

qSensibel = qis . Fua. Fra . (CLF). ……….( 2.48 ). atau :

qSensibel = [qis . Fua . Fra. (CLF)]/Ffl ………( 2.49 ). qLaten = qil . Fua. ………( 2.50 ). dimana :

qis , qil = penambahan kalor sensibel dan laten dari peralatan.

Fua,Fra,Ffl = faktor penggunaan, faktor radiasi, faktor kerugian pembakaran. CLF = faktor beban pendinginan, sesuai skedule jam.

Catatan 1 :

CLF = 1,0 dengan 24 jam peralatan beroperasi dan/atau jika pendinginan mati pada malam

hari atau selama libur.

Catatan 2 :

(26)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 31 

c). Udara ventilasi dan udara infiltrasi.

qSensibel = (1230).Q.(t.o – ti ). ……….( 2.51 ). qLaten = (3.010).Q.(Wo – Wi ). .………..( 2.52 ). qTotal = (1.200).Q. (Ho – Hi ). ……….( 2.53 ). dimana :

Q = ventilasi dalam liter per detik, dan infiltrasi.

to , ti = temperatur udara luar dan temperatur udara di dalam ruangan(0C).

Wo, Wi = kandungan uap air di luar dan di dalam ruangan, (g.uap air/kg.udara kering).

Ho, Hi = entalpi udara di luar dan di dalam ruangan, J/kg (udara kering).

II.4.5 Komparasi Metoda Perhitungan Beban Pendinginan.

Hasil perhitungan dengan metoda TFM, CLTD/SCL/CLF dan TETD/TA untuk bangunan

gedung yang sama ditunjukkan pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Perhitungan Beban Pendinginan dengan Metoda TFM/ CLTD/CLF dan TETD/TA(SNI 03-6572-2001)

(27)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 32 

II.5.1 Analisa Psikrometrik.

Dalam penggunaannya, kurva psikrometrik harus diperluas termasuk cara pengendalian sifat-sifat panas dari udara tersebut.

Gambar 2.8 Kurva Psikrometrik untuk pengkondisian udara ruangan(SNI 03-6572-2001)

II.5.2 Proses Pengkondisian Udara.

a). Gambar 2.7, menunjukkan proses pengkondisian udara yang digambarkan pada kurva psikrometrik.

b). Udara luar (2) dicampur dengan udara balik dari ruang (1) dan masuk ke dalam koil pendingin (3) (apparatus).

Udara mengalir melalui koil pendingin (3-4) dan dipasok ke ruangan (4). Udara yang dipasok ke ruangan bergerak sepanjang garis (4-1) mengambil beban ruangan, dan siklus berulang. c) Secara normal udara yang dipasok ke ruangan oleh sistem pengkondisian udara, dikembalikan ke koil pendingin. Jadi dicampurnya dengan udara luar adalah untuk kebutuhan ventilasi. Campuran kemudian mengalir melalui koil pendingin dimana kalor dan pengembunan ditambahkan atau dipindahkan, sesuai yang dipersyaratkan untuk memelihara kondisi yang diinginkan.

d). Pemilihan peralatan yang tepat untuk melengkapi pengkondisian ini dan untuk mengendalikan sifat thermodinamis dari udara tergantung pada keragaman elemen-elemen.

(28)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 33 

dibicarakan.

e). Elemen-elemen ini adalah :

1). Faktor kalor sensibel ruangan (RSHF) 2). Faktor kalor sensibel total (GSHF) 3). Temperatur efektif permukaan (t es) 4). Faktor bypass (BF)

5). Faktor kalor sensibel efektif (ESHF)

II.5.3 Sistem Pengkondisian Udara.

Sistem pengkondisian udara, terdiri dari :

II.5.3.1 Sistem Ekspansi Langsung (DX).

Pada sistem ini udara didinginkan secara langsung oleh koil pendingin dimana media di dalam koil pendingin adalah refrigeran.

Sistem ini terdiri dari kipas udara, koil pendingin dan mesin refrigerasi yang berada di dalam satu kotak.

Ada 4 jenis alat pengkondisian udara yang termasuk dalam kelompok ini : a). jenis paket.

b). jenis jendela. c). jenis lantai. d). jenis atap.

Mesin refrigerasi yang ada didalamnya terdiri dari kondenser (jenis pendingin air atau udara) dan kompressor yang terpisah dari unit Fan Koil, tetapi dihubungkan dengan pipa refrigran.

Gambar 2.9 Sistem ekspansi langsung(SNI 03-6572-2001)

(29)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 34 

Pada sistem air penuh, air sejuk (chilled water) dialirkan melalui unit Fan koil untuk pengkondisian udara. Udara yang diperlukan untuk ventilasi dimasukkan melalui celah celah pintu atau jendela, lubang masuk pada dinding dan dimasukkan ke dalam ruangan melalui saluran khusus.

Gambar 2.10 Sistem air penuh(SNI 03-6572-2001)

Gambar 2.10a Unit Fan koil dengan pemasukan udara luar secara langsung(SNI

03-6572-2001)

II.5.4 Sistem Udara Penuh.

Campuran udara luar dan udara ruangan didinginkan dan dikurangi kadar uap airnya, kemudian dialirkan kembali ke dalam ruangan melalui saluran udara. Dalam keadaan di mana beban kalor dari beberapa ruangan yang akan dilayani berbeda, tidak mungkin mempertahankan udara ruangan pada suatu temperatur tertentu. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan melayani ruangan dengan kondisi yang sama oleh satu alat pengkondisian udara.

(30)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 35 

Gambar 2.11 Sistem udara penuh(SNI 03-6572-2001)

Pada gambar 2.11, ditunjukkan suatu alat pengkondisian udara dimana ruangan dibagi menjadi 2 daerah.

a). Daerah luar, atau daerah pinggir atau daerah perimeter. Daerah ini meliputi ruangan yang menghadap ke dinding luar gedung.

b). Dearah interior, meliputi ruangan yang dikelilingi oleh daerah luar. Masing-masing daerah dilayani oleh alat pengkondisian udara yang terpisah. Sistem pembagian daerah ini disebut Zoning.

Gambar 2.12 Pembagian daerah(SNI 03-6572-2001)

Pada gambar 2.13.a dan 2.13.b dapat dilihat jenis zoning lainnya berdasarkan tingkat lantai.

Dalam hal tersebut, gedung bertingkat diatur sedemikian rupa sehingga zoning dilakukan berdasarkan tingkat lantai yang berada pada tingkat kondisi dan beban kalor yang berbeda. Maka setiap lantai dilayani oleh alat pengkondisan udara yang terpisah satu sama lain. Pada sistem unit tingkat lantai, udara luar masuk ke dalam alat pengkondisian udara sentral melalui saluran udara yang sama; tetapi udara ruangan dapat masuk kembali langsung ke dalam alat pengkondisian udara masing-masing lantai (gambar 2.12.a), atau diolah terlebih dahulu secara

(31)

bersama-“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 36 

sama dan baru kemudian masuk ke dalam alat pengkondisian udara masing-masing ( gambar 2.12.b ).

Gambar 2.13.a Sistem unit setiap tingkat seratus persen udara luar(SNI 03-6572-2001)

Gambar 2.13.b. Sistem unit setiap tingkat dengan udara balik(SNI 03-6572-2001)

II.6 Prinsip Perhitungan kandungan air dalam udara

II.6.1 Perhitungan kelembaban dengan Metode Engineering

Untuk memilih lebih akurat dalam penghitungan Beban kelembaban ada 3 factor utama yang mempengaruhi kelembaban, yaitu :

1. Infiltrasi

Infiltrasi adalah rata-rata udara yang mana dapat berasal dari celah dinding, plafon, jendela, dan pintu. Secara proportional perbedaan kelembaban antara indoor dan outdoor, dan ukuran dari ruangan tersebut. Luas proporsionalnya ada 4 dinding ditambah plafon dan lantai. Dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

(32)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 37 

Beban Infiltrasi (kg/h) = (H out - H in ) x 0.0012 x Volume ruangan x K-factor……….(2.54)

Hout = Kelembaban Mutlak sekitar atau udara luar( g/kg)

Hin = Kelembaban mutlak pada ruangan yang dikondisikan(g/kg) 0.0012 = berat jenis udara(g/m3)

Volume ruangan = volume ruangan, Tinggi x lebar x panjang(m3)

K-factor = factor konversi dari volume dengan luas permukaan yang terlihat.

factor : nilai dasar perbedaan Hout dan Hin. Perbedaan yang tinggi, maka P-factor juga akan tinggi. Untuk itu harus ditambahkan dengan formula untuk menaikannya.

P-factor = (H out - H in ) / 11.5 ………..(2.55) Maka rumusnya akan menjadi :

Infiltrasi = (H out - H in ) x 0.0012 x Space Volume x K-factor x P-factor ..( 2.56 )

2. Beban Orang

Beban Orang, Beban ini didasarkan pada prakiraan aktifitas orang dan H-factor(human activity level)

Beban Orang ( kg/h ) = Jumlah orang x H-factor x 0.065…….(2.57) 3. Ventilasi

Ventilasi ini adalah perkiraan dari volume udara exhaust atau udara segar yang masuk ke ruangan. Masing-masing orang memerlukan kurang lebih 20 cmh untuk udara segar. Pintu terbukanya pintu penyebab lain untuk ventilasi. Setiap saat pintu terbuka menambah udara segar masuk dan bisa di rumuskan sebagai berikut. Beban Ventilasi ( kg/h)= Air Intake (CMH) x (H out - H in ) x 0.0012…(2.58) dimana Hout – Hin adalah sama dengan yang didefinisikan pada Beban Infiltrasi. Beban Pintu terbuka/ Beban pintu

Pintu terbuka dapat dihubungkan seperti bagian dari beban ventilasi yang diperkenalkan udara dalam ruangan setiap waktu pintu terbuka. Ini dapat diukur dan ditambahkan sebagai udara masuk(CMH) didalam beban ventilasi.

(33)

“Efektifitas Desiccant dalam mengontrol RH dibanding 

Heater dan Heating Coil  Page 38 

x Jumlah pintu terbuka /jam……….(2.59)

II.7 Berbagai Standar Kelas Kebersihan

Tabel 2.5. Perbandingan konsentrasi partikel dalam udara dari standar FS209 dan ISO/FDIS 14644-1

Sumber : 2007 ASHRAE HandbookCD, Clean Space

Tabel 2.6. Pertukaran udara per jam dibandingkan kecepatan aliran udara vertical, tinggi ruangan dan kelas kebersihan

Gambar

Gambar 2.1.  Skematik diagram sistem Expansi Langsung(2001 ASHRAE HandbookCD)
Tabel 2.2. Properti termodinamika dari cairan R-22
Tabel 2.3 Temperatur penguapan dan tekanan penguapan dari beberapa refrigeran.
Tabel 2.4 Temperatur pengembunan dan tekanan pengembunan dari beberapa  refrigeran .  Temperatur  penguapan  ( o C)  Tekanan(lebih) penguapan (kg/cm 2 )  R12 R22 R500 R502  30  6.55 11.23 7.94 14.04  35 7.60 12.92 9.19 15.93  40 8.74 14.76 12.06 17.99
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan

Jenis dari produksi berdasrkan atas jangka waktu yang digunakan dalam perencanaan adalah perencanaan jangka pendek yang dimaksud adalah perencanaan dengan

Namun eksistensi itu jika melihat dari masyarakat umum kota Surakarta sendiri banyak yang tidak begitu tau mengenai pertunjukan seni budaya wayang orang sriwedari, berbeda

Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1; “Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian

Semua bumbu yg sudah di gi- ling di goreng dengan 3 sendok makan minyak sayur sampai ber- warna kecoklatan, atau sampai berbau harum, lalu masukkan bumbu dalam

Lingkungan membentuk karakter seseorang, setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepribadian berwirausaha memiliki pengaruh positif pada sikap berwirausaha, norma subjektif berwirausaha dan persepsi resiko

 – Tahun 2014, ILAE memperbaharui definisi klinis epilepsi : satu kejang tanpa provokasi ditambah adanya kemungkinan kejang tambahan lebih dari 60% dalam 10 tahun ke depan. ILA E