• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada dalam wilayah Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau dengan lokasi utama penelitian di Kecamatan Siak Kecil dan Bukit Batu. Sedangkan sebagai pembanding akan dilakukan penelitian pada lokasi terpilih di sekitar Kabupaten Bengkalis-Meranti. Penetapan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan sebagai berikut :

 Berada pada kawasan cadangan lahan gambut pesisir pantai timur Sumatera dengan aktivitas alih fungsi lahan yang tinggi.

 Berada pada kawasan pengembangan perkebunan, kehutanan (Hutan Tanaman Industri) dan kawasan industri.

 Barada pada kawasan yang berbatasan dengan kawasan konservasi yakni kawasan lindung gambut dan resapan air serta suaka margasatwa Bukit Batu.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai bulan September 2010, terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan disertasi.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau KAB. PELALAWAN

KAB. INDRAGIRI HILIR KAB. KAM PAR

KAB. ROKAN HILIR

KAB. SIAK KAB. BENGKALIS KOTA DUMAI

KAB. INDRAGIRI HULU KAB. KUANTAN SINGINGI

KAB. ROKAN HULU

KOTA PEKANBARU Sumatera Utara Sumatera Barat Malaysia Singapore Kepulauan Riau Strait of M ala cca Jambi INDIAN OCEAN N E W S 50 0 50 100 Kilometers 0 °3 0 ' 0 °3 0 ' 1 °0 0 ' 1 °00 ' 2 °3 0 ' 2 °30 ' 99°30' 99°30' 101°00' 101°00' 102°30' 102°30' 104°00' 104°00' Ir ian Jaya Malaysia Riau

Kalim anta n Timur Kal im antan B ara t Jam bi Kalim anta n Tengah DI . Aceh Papua New Austr ali a Sumatera Selatan Sumatera Uta ra Jawa B arat Jawa Timur Sul aw esi S elatan Lampu ng

Sul aw esi Ten gah Ja wa Tengah

Maluku Sum atera Barat

Phillipi nes

Ben gku lu

Kalimantan Selatan Thailan d

S ulaw esi U t ara Bali

Su law esi T engg ara Tim or Ti mur Nusa Tenggara B ar atNusa Tenggar a Tim ur DI Y ogyakar ta Br un ei D aruss alam DK I. Jakart a Sin gapo re Malaysia Kep. R iau

IND IAN OC EAN

Sout h Chi na

Sea

S tr ait of Malacca

Str ait of Karimata St rai t of Makasar

Sun da St rai t Timor Sea Jav a Sea Celebes Sea 8°0 0' 8 °0 0' 2°0 0' 2°0 0' 4° 00' 4°0 0' 98° 00' 98° 00' 104°00 ' 104°00 ' 110°00' 110°00' 116°00' 116°00' 12 2°00' 12 2°00' 128°00' 128°00' 134 °0 0' 134 °0 0' 140°00' 140°00' Lokasi Sampling

(2)

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan metode survei, studi literatur, analisis tanah di laboratorium dan wawancara. Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data biofisik lahan gambut dan sosial ekonomi.

Wawancara dilakukan untuk : (a) mengetahui permasalahan lingkungan yang muncul sehubungan dengan alih fungsi lahan rawa gambut menjadi agroekologi perkebuan kelapa sawit; (b) mengetahui pendapat pakar atau ahli tentang peningkatan produktivitas lahan gambut untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit; (c) mengetahui permasalahan dan pendapat dari stakeholders yang terkait dengan pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit.

3.3. Lingkup dan Rencana Kegiatan

Lingkup penelitian yang ditelaah meliputi aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan. Penelitian dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari survei lapangan yang diperkuat oleh pendapat pakar atau ahli di bidangnya.

Pelaksanaan penelitian dibagi dalam beberapa tahapan (Gambar 4) antara lain sebagai berikut :

a. Melakukan studi kepustakaan (desk study) dengan melakukan pengumpulan berbagai informasi mengenai lahan gambut dan agroekologi perkebunan kelapa sawit.

b. Penentuan faktor-faktor (atribut) utama pada setiap aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan yang berpengaruh terhadap keberlanjutan lahan gambut. c. Melakukan survei lapangan untuk pengumpulan data komponen

biofisik dan sosial ekonomi.

d. Melakukan analisis data yaitu analisis biofisik lahan gambut, analisis kesesuaian lahan, analisis kelayakan finansial, analisis kebutuhan

(3)

e. Menyusun alternatif skenario strategi pengelolaan lahan gambut berdasarkan hasil analisis tahap sebelumnya (d).

f. Menyusun model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti-Riau.

Gambar 4. Tahapan penelitian yang dilakukan

Mulai (Persiapan)

Studi Kepustakaan (Desk Study)

Penentuan faktor-faktor atau atribut berpengaruh pada keberlanjutan pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit

Analisis Data Kebutuhan stakeholders Prospektif Keberlanjutan (MDS) Kelayakan finansial B/C,IRR,NPV Perubahan biofisik lahan gambut (regresi-korelasi) Kesesuaian lahan Alternatif Strategi MDS, Laverage dan Prospektif

Model Pengelolaan Lahan Gambut Survei lapangan Tahap I Tahap III Tahap IV Tahap V Tahap VI Tahap II Monte Carlo Analisis Kebijakan (Content Analysis)

(4)

3.4. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil survei dan hasil penjajakan dengan kuisioner kepada responden terpilih dan dari kalangan pakar.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini digolongkan atas tujuan penggunaannya yaitu pemodelan kuantitatif dan kualitatif. Pemodelan kuantitatif yaitu sub model karakteristik biofisik lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit. Pemodelan kualitatif terdiri dari dua pendekatan yaitu : metode diskusi pakar dan metode diskusi stakeholder dengan focus group discussion (Reed et al. 2009). Pendekatan diskusi pakar digunakan untuk menentukan faktor-faktor dominan yang diprioritaskan untuk pemanfaatan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit. Jenis dan sumber data yang diperlukan untuk penelitian ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis data, sumber dan teknik pengumpulan data penelitian

Jenis Data Sumber Data Pengumpulan

data Biofisik (Ekologi) : kedalaman gambut, biomassa

tanaman, pH, kadar abu (%),C-organik (%), kadar air (%) dan kadar abu (%).

Primer dengan pengukuran langsung dan laboratorium

Sampling tanah

Ekonomi : produktivitas, input produksi,

pemodalan petani, pendapatan

Sekunder dari BPS, dinas/instansi terkait, publikasi (laporan/ jurnal) Wawancara desk study, konsultasi (data series) Sosial budaya : jumlah penduduk, kondisi sosial

budaya, ketersediaan tenaga kerja, tingkat pendidikan, umur tenaga kerja

Primer dari responden dan sekunder dari BPS,

dinas/instansi Terkait, Publikasi (laporan/ jurnal) Desk study, konsultasi (data series)

Infrastruktur dan teknologi : Sarana dan

prasarana umum, produksi, ketersediaan

teknologi lokal, industri pengolahan, penyuluhan pertanian, penyuluh

Primer dari responden dan sekunder dari BPS, dinas/instansi terkait,

Wawancara, desk study

Hukum dan kelembagaan: kelompok tani,

pemberdayaan, kemitraan, kelembagaan

keuangan

Primer dari responden dan sekunder dari BPS, dinas/instansi terkait

Wawancara desk study

Identifikasi faktor strategis (Prospektif) Primer dari responden

(masyarakat dan pakar)

Wawancara, FGD

Perbandingan antar faktor (Prospektif) Primer dari responden

(masyarakat)

Wawancara, FGD

Analisis kebutuhan stakeholders Primer dari responden

(stakeholders)

(5)

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di Propinsi Riau, Kabupaten Bengkalis-Meranti seperti Bapeda, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Kimpraswil, BP DAS, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pusat Statistik (BPS), Perusahan Perkebunan, Kecamatan dan Desa dalam wilayah Kabupaten Bengkalis-Meranti. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari Perguruan Tinggi seperti UNRI, IPB, BPPT, Bakosurtanal dan Badan Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan/Puslittanak Bogor.

Data primer dikumpulkan dengan metode survei dengan teknik wawancara mendalam, pengamatan lapangan dan pengukuran. Wawancara mendalam (indepth interview) dengan responden menggunakan kuisioner terstruktur atau semi terstruktur. Sedangkan pendapat para pakar dilakukan melalui wawancara atau Focus Group Discussion (FGD).

3.4.1. Data Biofisik Lahan Gambut

Data primer biofisik lahan gambut diperoleh dari hasil survei lapangan melalui pengukuran parameter secara langsung dan laboratorium. Pengambilan contoh tanah gambut utuh (undisturbed soil samples) pada lahan gambut yang belum dilakukan pembersihan lahan (land clearing). Pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed soil samples) pada lahan gambut yang telah dilakukan pembersihan lahan (land clearing). Analisis contoh tanah meliputi warna tanah, kedalaman air tanah, komposisi dan ketebalan gambut, substratum, pH (H2O,

KCl), C-organik (%), kadar air (%), kadar abu (%) dan biomassa tanaman (ton ha-1), metode analisis tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Parameter dan metode analisis tanah gambut

No. Parameter Biofisik Metode Analisis

1. Warna tanah Munsell Soil Color Charts

2. Ketebalan gambut (cm) Pemboran

3. Kedalaman air tanah Pemboran

4. Kadar air (%) Gravimetri, ring sampel

5. pH H2O dan KCl (1:1) pH-meter, Gelas elektrode

6. C-organik (%) Walkley dan Black

7. Kadar abu (%) Gravimetri

8. Biomassa tanaman Persamaan Alometrik (Brown et al. 1989;

(6)

Untuk memberi gambaran menyeluruh terhadap kondisi biofisik lahan gambut pengambilan contoh tanah gambut dilakukan antara lain : (1) pada hutan rawa gambut yang alami dan belum banyak mengalami perubahan karakteristik biofisik; (2) perkebunan kelapa sawit usia tanam < 3, 3 - 9 dan > 10 tahun.

Selain itu, digunakan juga teknik wawancara, diskusi, kuisioner pada wilayah studi yang terdiri dari berbagai pakar dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait dengan kegiatan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan dan dokumen dari berbagai dinas/instansi terkait dengan penelitian yang dilakukan.

3.4.2. Data Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan

Pemilihan responden disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jumlah responden yang akan diambil yaitu responden yang dianggap dapat mewakili dan memahami permasalahan yang diteliti. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode Expert Survey yang dibagi atas dua cara :

a. Responden dari masyarakat selain pakar di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan Purposive Random Sampling (Walpole, 1995). b. Responden dari kalangan pakar dipilih secara sengaja (purposive

sampling). Responden yang dipilih memiliki kepakaran sesuai dengan

bidang kajian. Beberapa pertimbangan dalam penentuan pakar yang akan dijadikan responden, menggunkaan kriteria sebagai berikut : (1) mempunyai pengalaman yang kompoten sesuai dengan bidang yang dikaji; (2) memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang yang dikaji; (3) memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia dan atau berada pada lokasi yang dikaji.

Stakeholders yang menjadi responden meliputi masyarakat atau pekebun

yang memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luasan minimal 2 ha yang berjumlah 50 orang. Jumlah responden tersebut dipilih secara acak sederhana, yang jumlahnya ditetapkan secara proporsional (proportional cluster random

sampling).

Responden dari kalangan pakar atau ahli yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) dari berbagai latar belakang keahlian dan asal instansi yang

(7)

disesuaikan dengan keterwakilan stakeholders. Jumlah pakar sebanyak 20 orang yang berasal dari Dinas Perkebunan Provinsi/Kabupaten Bengkalis-Meranti, Balitbang Provinsi Riau/Kabupaten Bengkalis-Meranti, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Bank Riau, PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V), PT.Teguh Karsa Wana Lestari (PT.TKWL), PT. Cylandra Perkasa (Surya Dumai Group), Perguruan Tinggi (Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Lancang Kuning dan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Qosim Pekanbaru), Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), LSM (Scale Up/Sawit Watch, Walhi Riau, Jikalahari).

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis Biofisik dan Kesesuaian Lahan Gambut

Karakteristik biofisik lahan gambut dianalisis secara deskriptif dan untuk melihat hubungan antar parameter dilakukan analisis regresi-korelasi dengan menggunakan model hubungan linier (Steel dan Torrie, 1980).

Evaluasi lahan dilakukan dengan penilaian kelas kemampuan dan kesesuaian lahan. Kelas kemampuan lahan dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimia lingkungan dan jenis faktor penghambat sesuai dengan kriteria klasifikasi kemampuan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Sedangkan kelas kesesuaian lahan ditentukan dengan menilai atau membandingkan kualitas lahan pada setiap satuan lahan dengan kriteria kesesuaian lahan (Lampiran 4) untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut (Puslittanak, 2003).

3.5.2. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menghitung kelayakan finansial nilai Internal Rate of Return (IRR), nilai Net Present Value (NPV) dan Benefit-Ratio (B/C) pada perkebunan rakyat (1 ha) dan perkebunan skala industri (6.000 ha). Data yang diperlukan antara lain skala penggunaan lahan, biaya produksi, perkembangan tingkat harga komoditas, kredit usaha tani (KUT) dan suku bunga bank. Data kondisi sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara terstruktur pada responden yang dipilih secara acak dengan menggunakan kuesioner. Data untuk perkebunan skala industri diperoleh melalui

(8)

teknik dokumentasi dan wawancara dengan responden (manajer kebun) yang berasal dari perusahaan perkebunan.

Data biaya dan pengembalian (cost and return) yang diinventarisasi dari pelaksanaan penelitian, digunakan untuk penilaian kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui dua (2) tahapan.

1. Penilaian kelayakan dilihat dari sisi manfaat dan keuntungan yang didapat (Soekartawi, 2006) dengan beberapa kriteria analisis finansial yaitu B/C, NVP dan IRR. Formula yang digunakan untuk menghitung kriteria indikasi kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit berdasarkan BC-1 sebagai berikut: n n BC-1 = { ∑ B [(1 + i) t]-1 } { ∑ C [(1 + i) t]-1 } i=1 i=1 dimana : B = penerimaan C = biaya produksi

i = tingkat bunga yang berlaku

t = jangka waktu usaha perkebunan (25 tahun)

Usaha perkebunan dinilai bermanfaat (menguntungkan) bila B/C > 1. Kelayakan dinilai dari NPV menggunakan formula sebagai berikut :

n NVP = [ ∑ (B – C) ] [(1 + i) t]-1 i=1

Bila nilai NPV < 0 maka usaha perkebunan dianggap tidak menguntungkan, bila nilai NPV = 0 maka usaha perkebunan dianggap mencapai titik impas (break event point) dan nilai NPV > 0 maka usaha perkebunan dianggap menguntungkan. Sedangkan nilai IRR yaitu suatu nilai petunjuk yang identik dengan seberapa besar suku bunga yang dapat diberikan oleh usaha perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku yaitu 17 %. Formula yang digunakan untuk menilai kelayakan berdasarkan IRR adalah :

(9)

IRR = i1 – NVPi * (i2 – i1) (NPV2 – NPV1)-1

dimana :

i1 = suku bunga ke 1 (17 %)

NPV1 = Net Present Value pada suku bunga ke 1 i2 = suku bunga ke 2 (dicoba 36 %)

NPV2 = Net Present Value pada suku bunga ke 2

Untuk mendapatkan nilai IRR dicobakan nilai suku bunga ke dua (i2) sebesar

36%. Bila nilai IRR diperoleh lebih kecil dari pada tingkat diskonto (17%) maka usaha perkebunan mengalami kerugian. Bila nilai IRR lebih tinggi dari tingkat diskonto maka usaha perkebunan menguntungkan (layak).

2. Penilaian kelayakan dilihat dari prospek usaha perkebunan kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM) dan kebutuhan hidup layak (KHL) tahunan pekebun. Menurut Sinukaban (2007) KHL adalah 250% KHM dan KHM = 320 x harga beras kg-1 x jumlah anggota keluarga (5 orang) (Sajogyo, 1977). Selanjutnya analisis luasan lahan usaha perkebunan (UP) minimum (Lmin), agar memenuhi KHL yaitu Lmin dibagi dengan pendapatan bersih per 2 hektar kebun sawit (Pb) atau dengan persamaan : L mim = KHL Pb-1 (Monde, 2008).

3.5.3. Analisis Keberlanjutan Lahan Gambut

Analisis keberlanjutan pengelolaan Lahan gambut pada agroekologi perkebunan kalapa sawit dilakukan dengan pendekatan Multi-Dimensional

Scaling (MDS) yaitu pendekatan dengan “ Rap-Insus-Landmag” (Rapid Appraisal–Indeks Sustainability of Land Management) yang telah dimodifikasi

dari program RAPFISH (Rapid Assessment Technique for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia (Kavanagh dan Pitcher 2001, Fauzi dan Anna, 2002). Metode MDS merupakan teknik analisis statistik berbasis komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS, yang melakukan transformasi terhadap setiap dimensi dan multidimensi keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bengkalis-Meranti Riau.

(10)

Analisis keberlanjutan pengelolaan lahan gambut ini melalui beberapa tahapan antara lain : (1) penentuan atribut pengelolaan ekosistem lahan gambut secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi (ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan); (2) penilaian atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode multi dimensional scaling (MDS); (3) penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis-Meranti.

Penentuan atribut pada setiap dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan mengacu pada indikator dari Roundtable on

Sustainablity Palm Oil (RSPO, 2005); Reijntjes et al. (1992); Rao dan Rogers (2006); Spangenber (2007) dan Zylicz (2007). Untuk setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisi keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan lapang dan data sekunder. Rentang skor berkisar 0 – 3, tergantung pada keadaan masing-masing atribut, yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan. Sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan.

Skala indeks keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit mempunyai selang 0% - 100% seperti disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kategori status keberlanjutan pengelolaan lahan gambut berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-Insus Landmag.

Indeks Kategori Status Keberlanjutan

00,00 – 20,00 Buruk tidak berkelanjutan 20,01 – 50,00 Kurang kurang berkelanjutan 50,01 – 75,00 Cukup cukup berkelanjutan

75,01 – 100,00 Baik berkelanjutan

Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multidimensional untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem lahan gambut yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “ baik” (good) dan titik “buruk”

(11)

(bad). Untuk membuahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi. Proses ordinasi Rap-Insus-Landmag menggunakan Software Rapfish (Kavanagh dan Pitcher 2001). Proses algoritma Rap-Insus-Landmag juga pada dasarnya mengikuti proses algoritma Rapfish.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap Insus-Landmag di lokasi studi. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu X atau pada skala accountability. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut di dalam pembentukan nilai Insus-Landmag pada skala keberlanjutan, atau semakin sensitif atribut tersebut dalam pengelolaan lahan gambut.

Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses untuk menduga nilai ordinasi pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh dan Pitcher (2001) menyebutkan bahwa analisis Monte Carlo berguna untuk mempelajari hal-hal sebagai berikut : (1) pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut; (2) pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda; (3) stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi); (4) kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing

data); (5) tingginya nilai”stress” hasil analisis Rap-Insus-Landmag (nilai stress

dapat diterima jika < 25%).

Analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat pada selang kepercayaan 95 %. Nilai indeks Monte Carlo ini dibandingkan dengan indeks MDS. Nilai stress dan koefisien diterminasi (R2) berfungsi untuk mengetahui perlu tidaknya penambahan atribut dan mencerminkan keakuratan dimensi yang dikaji dengan keadaan yang sebenarnya.

Pendekatan MDS dalam Rapfish memberikan hasil yang stabil (Pitcher dan Preikshot, 2001 diacu dalam Fauzi dan Anna, 2002) dibandingkan dengan metoda multivariate analysis yang lain seperti factor analysis. Pengukuran dalam

(12)

MDS dilakukan dengan memetakan dua titik atau obyek yang sama dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi atau penentuan jarak di dalam MDS didasarkan pada euclidian distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:

dimana :

d = jarak antar titik euclidian

x1- x2 = selisih nilai atribut (x)

y1- y2 = selisih nilai atribut (y)

z1- z2 = selisih nilai atribut (z)

Konfigurasi dari obyek atau titik di dalam MDS kemudian diproksimasi dengan meregresikan jarak euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (σij)

sebagaimana persamaan berikut:

dimana :

dij = jarak euclidian dari titik i ke titik j

α = konstanta β = koefisien regresi

σij = nilai euclidian dari titik asal

ε = standar error

Teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas adalah Algoritma ALSCAL (Alder et al. 2000 diacu dalam Fauzi dan Anna, 2005). Metode ALSCAL mengoptimalisasikan jarak kuadrat (square distance = dijk) terhadap

data kuadrat (titik asal = oijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis dalam

formula yang disebut S-stress sebagai berikut:

dimana : s = stress

m = banyaknya atribut

dijk = jarak euclidian dalam dimensi ke i, j, k

oijk = nilai titik asal pada dimensi ke i, j, k

1

2 2

1

2 2

1

2 2

...

x

x

y

y

z

z

d



ij ij

d

         

 

 

 2 4 2 2 1 1 i j ijk i j ijk ijk m k o o d m s

(13)

Jarak kuadrat merupakan jarak euclidian yang dibobot atau ditulis:

dimana :

d2 = jarak kuadrat euclidian dari titik i ke titik j

wka = jumlah titik yang masuk dalam wilayah pada dimensi (k) dari level ke a

xia = nilai titik (x) pada level ke a dari atribut ke i

xja = nilai titik (x) pada level ke a dari atribut ke j

Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang

dihitung berdasarkan nilai S di atas dan R2. Nilai stres yang rendah menunjukkan

good fit, sedangkan nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Pada pendekatan Rapfish model yang baik ditunjukkan dengan nilai stres yang lebih kecil dari 0,25

atau S < 0,25 (Fauzi dan Anna, 2005). Sedangkan nilai R2 yang baik adalah yang nilainya mendekati 1.

Melalui MDS posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan dalam dua dimensi, yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Sumbu horizontal menunjukkan perbedaan sistem yang dikaji dalam ordinasi ”buruk” (0 %) sampai ”baik” (100 %) untuk setiap dimensi yang dianalisis. Sedangkan sumbu vertikal menunjukkan perbedaan dari campuran skor atribut di antara sistem yang dikaji. Analisis menghasilkan suatu nilai, dimana nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan sistem yang dikaji. Analisis ordinasi ini dapat juga digunakan untuk menganalisis seberapa jauh status keberlanjutan untuk masing-masing dimensi yang digambarkan dalam diagram layang-layang (kite diagram). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 5.

Buruk Baik

0 % 25% 50% 75% 100 %     

Keterangan : 50 % batas minimal tidak berkelanjutan

Gambar 5. Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan pengelolaan lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit pada skala 0 – 100 %.

2 2 ja ia r i ka

x

x

w

d

(14)

Nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti tertera pada Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan

3.5.4. Analisis Kebutuhan Stakeholders

Analisis kebutuhan stakeholders dilakukan untuk memperoleh komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan penting dalam pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit dari seluruh stakeholders yang terlibat. Setelah mendapatkan data pendukung untuk penetapan kebutuhan dasar yang diperoleh berdasarkan analisis kebutuhan stakeholders, selanjutnya diperkirakan kebutuhan setiap stakeholders.

3.5.5. Analisis Faktor Penentu Pengelolaan Lahan Gambut

Analisis prospektif digunakan untuk menentukan faktor-faktor penting dalam pemanfaatan lahan gambut secara berkelanjutan. Analisis prospektif tidak sama dengan peramalan karena analisis prospektif dapat memprediksi alternatif-alternatif yang akan terjadi dimasa yang akan datang baik bersifat positif (diinginkan) ataupun yang negatif (tidak diinginkan). Kegunaan analisis prospektif adalah mempersiapkan tindakan strategis yang perlu dilakukan dan melihat apakah perubahan dibutuhkan dimasa depan (Bourgoise, 2007).

0 20 40 60 80 100 Ekonomi Ekologi Sosial Infrastruktur dan Teknologi Hukum dan Kelembagaan

(15)

Dari analisis prospektif diketahui informasi mengenai faktor kunci (key

factors) pengelolaan lahan gambut sesuai kebutuhan stakeholders. Menurut

Hardjomidjojo (2004) tahapan dalam analisis prospektif antara lain: (1) definisi dari tujuan sistem yang dikaji perlu spesifik dan dimengerti oleh semua pakar yang akan diminta pendapatnya. Hal ini dilakukan agar pakar mengerti ruang lingkup dan kajian penyamaan pandangan tentang sistem yang dikaji; (2) identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut, yang biasanya merupakan kebutuhan stakeholders. Berdasarkan tujuan studi yang ingin dicapai, pakar diminta mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut. Pakar diharapkan dapat mewakili stakeholders, sehingga semua kepentingan dapat terwakili. Pada tahapan ini definisi dari setiap faktor harus jelas dan spesifik, dimana intergrasi pendapat pakar dilaksanakan dengan mengambil nilai modus; (3) penilaian pengaruh langsung antar faktor.

Seluruh faktor yang teridentifikasi akan dilakukan penilaian terhadap pengaruh langsung antar faktor, sebagaimana disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pedoman penilaian analisis prospektif

Skor Keterangan

0 Tidak ada pengaruh

1 Berpengaruh kecil

2 Berpengaruh sedang

3 Berpengaruh sangat kuat

Sumber: Bourgeois (2007)

Analisis prospektif akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan (faktor kunci) yang berpengaruh terhadap pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit. Analisis dilakukan dengan tiga tahapan antara lain: (1) analisis peubah dominan dan sensitif yang diperoleh dari analisis status keberlanjutan; (2) analisis peubah dominan dan analisis kebutuhan atau peubah penting dari responden yang representatif; (3) analisis peubah gabungan yang berada pada kuadran satu dan dua. Hasil peubah kuadran satu dan dua yang akan digunakan dalam analisis model. Penilaian dilakukan dengan memberi skor 3 jika pengaruh langsung antar faktor sangat kuat; skor 2 jika pengaruh langsung antar faktor sedang; skor 1 jika

(16)

pengaruh langsung antar faktor kecil, dan skor 0 jika tidak ada pengaruh langsung antar faktor.

Setelah diperoleh faktor-faktor kunci dilakukan analisis matrik pengaruh dan ketergantungan untuk melihat posisi setiap faktor dalam model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan software analisis prospektif, tampilan seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Penentuan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit. Masing-masing kuadran dalam diagram mempunyai karakteristik faktor yang berbeda dan bisa di ”adjust” untuk memperoleh skenario strategis (Bourgeois dan Jesus, 2004) sebagai berikut: (1) kuadran pertama faktor penentu atau penggerak (driving variables): memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat namun ketergantungannya kurang kuat. Faktor-faktor pada kuadran ini merupakan faktor penentu atau penggerak yang termasuk ke dalam kategori faktor paling kuat dalam sistem yang dikaji; (2) kuadran dua faktor penghubung (leverage variables): menunjukkan faktor yang mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan yang kuat antar faktor, dimana faktor-faktor dalam kuadran ini sebagian dianggap sebagai faktor atau peubah yang kuat; (3) kuadran tiga faktor terikat (output variables): mewakili faktor output, dimana pengaruhnya kecil tetapi ketergantungannya tinggi; (4) kuadran empat faktor bebas (marginal

variables): merupakan faktor marginal yang pengaruhnya kecil dan tingkat

ketergantungannya juga rendah, sehingga faktor-faktor ini dalam sistem bersifat bebas. Faktor Penentu INPUT (I) Faktor Bebas UNUSED Faktor Penghubung Faktor Penentu OUTPUT (III)

(17)

Bourgeois (2007) menyatakan bahwa terdapat dua tipe sebaran variabel dalam grafik pengaruh dan ketergantungan antara lain: (1) tipe sebaran yang cenderung mengumpul pada diagonal kuadran empat ke kuadran dua. Tipe ini menunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak stabil karena sebagian besar variabel yang dihasilkan termasuk variabel marginal atau leverage variable. Hal ini menyulitkan dalam membangun skenario strategis untuk masa mendatang; (2) tipe sebaran yang mengumpul di kuadran satu ke kuadran tiga, sebagai indikasi bahwa sistem yang dibangun stabil karena memperlihatkan hubungan yang kuat, dimana variabel penggerak mengatur variabel output dengan kuat. Selain itu dengan tipe ini maka skenario strategis bisa dibangun lebih mudah dan efisien.

Tahapan berikutnya dari analisis prospektif adalah analisis morfologis dengan tujuan untuk memperoleh domain kemungkinan masa depan agar skenario strategis yang diperoleh relevan. Tahapan ini dilakukan dengan mendefinisikan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di masa mendatang dari semua variabel kunci yang terpilih. Analisis morfologis diteruskan dengan analisis konsistensi untuk mengurangi dimensi kombinasi variabel-variabel kunci dalam merumuskan skenario di masa yang akan datang melalui identifikasi saling ketidaksesuaian di antara keadaan-keadaan variabel kunci (incompatibility identification).

Tahapan akhir dari analisis prospektif adalah membangun skenario strategi pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit. Skenario ini merupakan kombinasi dari beberapa keadaan variabel-variabel kunci yang mungkin terjadi di masa mendatang dikurangi dengan kombinasi keadaan yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Secara umum skenario yang dipilih terdiri dari 3 skenario yaitu minimal (I), optimal (II) dan maksimal (III).

3.5.4. Analisis Model Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Sumberdaya Lokal

Untuk membangun model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan sawit dilakukan dengan melakukan penggabungan hasil analisis MDS, laverage dan prospektif. Dalam merumuskan model pengelolaan dilakukan dengan tahapan yang dilakukan seperti tertera pada Gambar 8.

(18)

Gambar 8. Tahapan penyusunan model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat.

Penyajian strategi pencapaian model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan diagram alir (flow chart).

Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Survei Lapangan Kondisi Eksisting (potensi, kendala) Identifikasi Kebutuhan Stakeholders Penentuan Dimensi

Keberlanjutan, atribut dan Skala Permasalahan Pengelolaan Lahan Gambut Analisis Kebutuhan Stakeholder (Prospektif) Analisis Keberlanjutan Analisis Biofisik, Sosial, Ekonomi Lahan Gambut Status Keberlanjutan, Kebutuhan Stakeholders Atribut Kunci Berpengaruh Faktor atau Atribut Kunci Indeks Keberlanjutan Karaketeristik Biofisik, Sosial, Ekonomi Lahan

Gambut Faktor Pengungkit atau

Dominan

Faktor Dominan Berpengaruh

Model Pengelolaan

Strategi Pengelolaan Lahan Gambut pada Agroekologi Perkebunan

Kelapa Sawit

Model Pengelolaan Lahan Gambut pada Agroekologi Perkebunan Kelapa Sawit Skenario I Strategi Pengelolaan Reference (desk study)

Kebijakan Pengelolaan Lahan Gambut di Perkebunan Kelapa Sawit

(19)

3.6. Definisi Istilah-Istilah Penting yang Digunakan dalam Disertasi

Definisi istilah penelitian diperlukan untuk memberikan batasan yang jelas terhadap gambaran komponen penelitian yang dilakukan. Beberapa definisi yang dipakai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah kedalam satuan-satuan (zona-zona) yang kurang lebih seragam dalam hal faktor-faktor fisik yang besar pengaruhnya terhadap produksi tanaman (Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007).

2. Gambut adalah tanah yang berbahan induk organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi (taksonomi tanah) disebut histosol yaitu tanah yang tersusun dari bahan organik (Soil Survey Staff, 1999).

3. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari (UU No.32 tahun 2009).

4. Kebijakan adalah serangkaian keputusan yang diambil oleh seorang aktor atau kelompok aktor yang berkaitan dengan seleksi tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut dalam situasi tertentu, dimana keputusan tersebut berada dalam cakupan wewenang para pembuatnya.

5. Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi dan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976 diacu dalam Puslittanak, 2003).

6. Lahan gambut adalah lahan yang berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, umumnya terbentuk di daerah yang memiliki topografi rendah, bercurah hujan tinggi atau di daerah yang suhunya rendah, mempunyai bahan organik tinggi (C-organik > 12 %) dan kedalaman gambut > 50 cm (Soil Survey Staff, 1998).

7. Model adalah perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual (Eriyatno, 1999).

(20)

8. Pengelolaan adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (UU No.32 Tahun 2009).

9. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan

networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan

kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial (Subejo dan Supriyanto.2004).

10. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (UU No. 18 Tahun 2004).

11. Sumberdaya lokal adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati dan sumber daya buatan sesuai dengan spesifik lokasi. Karakteristik sumberdaya lokal meliputi antara lain sifat fisik, kimia, biologi, hidrologi , interaksi antara komposisi vegetasi dengan keadaan tanah dan sosial ekonomi serta pengetahuan dan keterampilan masyarakat setempat.

12. Tata Air Makro adalah : Penguasaan air di tingkat kawasan / areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase irigasi seperti navigasi, sekunder, tersier, kawasan retarder, dan sepadan sungai atau laut, saluran intersepsi dan kawasan tampung hujan.

13. Tata Air Mikro adalah : Pengaturan atau penguasaan air di tingkat usaha tani yang berfungsi untuk mencukupi kebutuhan evaporasi tanaman, mencegah/ mengurangi pertumbuhan gulma dan kadar zat beracun, mengatur tinggi muka air melalui pengaturan pintu air dan menjaga kualitas air.

Gambar

Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bengkalis-Meranti Provinsi Riau
Gambar 4. Tahapan penelitian yang  dilakukan
Gambar 6. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan
Gambar  7.  Penentuan  tingkat  pengaruh  dan  ketergantungan  antar  faktor  dalam  pengelolaan lahan gambut pada agroekologi perkebunan kelapa sawit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Total Eksposur, termasuk dampak dari penyesuaian terhadap pengecualian sementara atas penempatan giro pada Bank Indonesia dalam rangka memenuhi ketentuan giro wajib minimum (jika

Confidence , Sikap yakin dengan kemampuan sendiri dalam upaya hendak mengungkap suatu kasus yang  sedang  diinvestigasi,  sangatlah  membantu  semangat 

Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah stasiun televisi pertama di Indonesia, yang mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962.. Siaran perdananya menayangkan Upacara Peringatan

M enurut Sutarman (2003, p4), internet berasal dari kata interconnection networking yang mempunyai arti hubungan sebagai komputer dan berbagai tipe komputer yang merupakan

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Dan yang lebih penting lagi disebutkan bahwa dari dialah sumber ajaran agama Malim yang diturunkan kepada umat manusia melalui manusia yang terpilih yang disebut

Berdasarkan pengamatan proses administrasi keuangan siswa di SMK Taman Karya Madya Tamansiswa Ngemplak, maka penelitian berlanjut dalam analisis perancangan sistem

Skripsi ini bertujuan 1) untuk mengetahui pendidikan dalam rumah tangga yang dialami peserta didik di SMPN 6 Satap Liukang Kalmas Kabupaten Pangkep, 2) prestasi