• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : speech, Indonesian, slow learner. Dr.Nurhasyim,Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia mahasiswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords : speech, Indonesian, slow learner. Dr.Nurhasyim,Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia mahasiswa."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN BERBICARA (BAHASA INDONESIA) MAHASISWA

LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER)

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Oleh:

Nur Hasyim, M.Si.

Dosen Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Jakarta

nooor.hasssim@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini mengetahui kemampuan berbicara (bahasa Indonesia) mahasiswa lamban belajar (slow learner) Politeknik Negeri Jakarta, jenjang diploma III, program studi manajemen pemasaran, angkatan 2013/2014, yang berjumlah lima orang, meliputi: (i) kemampuan membaca (tulisan berbahasa Indonesia), (ii) kemampuan mendeskripsikan sesuatu. Topik penelitian ini dipandang penting untuk diinvestigasi karena mereka berkategori lamban belajar (kecerdasan intelektual 70—79, berdasarkan skala wechsler). Pada sisi lain, mereka berstatus sebagai mahasiwa jenjang diploma III sehingga dituntut mampu berbicara dengan baik dan tepat. Pertanyaanya adalah apakah mahasiswa lamban belajar Politeknik Negeri Jakarta mempunyai kemampuan berbicara yang baik? Jawabannya adalah kemampuan berbicara mereka belum diketahui. Karena itu, dipandang perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dengan memberikan tes dan melakukan observasi langsung di lapangan (kelas). Data dianalisis secara kualitatif, dengan proses: (i) mereduksi data, (ii) men-disply data, dan (iii) menyimpulkan. Hasilnya adalah (i) 100% mahasiswa dapat membaca (tulisan berbahasa Indonesia) dengan baik, (ii) 100% mahasiswa dapat mendeskripsikan sesuatu bila diberikan rambu-rambu petunjuk gagasan, tetapi kurang mampu mendeskripsikan sesuatu bila tidak diberikan rambu-rambu penunjuk gagasan. Kesimpulannya adalah mahasiswa lamban belajar Politekik Negeri Jakarta dapat membaca tulisan berbahasa Indonesia dengan baik dan dapat mendeskripsikan sesuatu bila diberikan rambu-rambu penunjuk gagasan.

Kata Kunci: kemampuan berbicara, bahasa Indonesia, lamban belajar -

Abstract

The purpose of this study to determine the ability to speak (Indonesian ) slow learner students at State Polytechnic of Jakarta, diploma III, marketing management courses, academic registration on 2013/2014, which amounted to five people, including: (i) the ability to read (the writing language Indonesia), (ii ) the ability to describe something . It is considered an important research topic for investigation because they are categorized as slow learner (70-79 intelligenc, based on the wechsler scale ) . On the other hand, their status as a student diploma level III so supposedly able to speak well and right . The question is whether the slow learner student at State Polytechnic of Jakarta have good speaking skills? The answer is not yet known their speaking ability . Therefore , it is necessary to do research on it. The study was conducted with descriptive research approach . Data were collected by giving tests and direct observation in the field (class) . Data were analyzed qualitatively, with the process: (i) data reduction, (ii) download disply the data , and ( iii ) concludes. The result is (i) 100 % of students can read (writing in Indonesian language ) well, ( ii ) 100 % of students to describe something when given directions signs ideas , but are less able to describe something when not given signs pointing the idea . The conclusion is a slow learner student State Politekik of Jakarta could read well and be able to describe something when given the signs pointing the idea .

(2)

I.

Pendahuluan

Pada tahun akademik 2013/2014, Politeknik

Negeri Jakarta menerima 20 mahasiswa

berkebutuhan khusus. Setelah dilakukan

psikotes diketahui bahwa 5 di antaranya

berkategori sebagai mahasiswa lamban

belajar (slow learner/border line), yakni

kondisi kecerdasan intelektual 70—79,

berdasarkan skala wechsler), sementara 15

mahasiswa

yang

lain

memiliki

nilai

kecerdasan emosi di bawah 70.

Berkaitan dengan fenomena warga negara

berkebutuhan khusus, dalam hal ini warga

negara lamban belajar, dapat mengikuti

pendidikan di perguruan tinggi (Politeknik

Negeri Jakarta) tentu saja terdapat sejumlah

permasalahan, antara lain berkaitan dengan

(i) kemampuan mereka dapat menyelesaikan

pendidikan, dan (ii) kemampuan bahasa

Indonesia (khususnya dalam hal menulis

dana membaca).

Kemampuan menulis mahasiswa lamban

belajar Politeknik Negeri Jakarta angkatan

2013/2014 belum diketahui. Karena itu,

dilakukan penelitian tentang “Kemampuan

Berbicara Bahasa Indonesia Mahasiswa

Lamban Belajar Politeknik Negeri Jakarta.

Topik ini dipandang perlu dilakukan, antara

lain karena (i) kemampuan berbicara

merupakan kemampuan dasar yang harus

dimiliki oleh seorang mahasiswa dalam

rangka sukses studi, (ii) sejak 2009,

Pemerintah Republik Indonesia memberikan

kesempatan

kepada

warga

negara

berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti

pendiddikan, (iii) hasil penelitian diharapkan

dapat memberikan pengetahuan kepada para

dosen bahasa Indonesia pada saat harus

mengajar mahasiswa lamban belajar.

Teori

Keterampilan berbicara menurut Santoso

(dalam Akhadiah, 1994: 215--219) adalah

kemampuan menyampaikan gagasan secara

baik. Kemampuan berbicara yang baik

sangat diperlukan karena merupakan modal

agar kita dapat mengembangkan ilmu dan

pengetahuan.

Fonoza

(2001)

menjelaskan

bahwa

kemampuan berbicara atau berbahasa lisan

sama

pentingnya

dengan

kemampuan

menulis. Karena itulah, pengguna bahasa

perlu memiliki kemampuan untuk dapat

menggunakan bahasa lisan maupun bahasa

tulisan, dengan baik.

Rahayu (2009: 215—244) menyampaikan

bahwa kemampuan berbicara merupakan

unsur

penting

untuk

mendukung

keberhasilan apa pun. Untuk dapat

berbicara dengan baik diperlukan (i)

wawasan berbicara, (ii) teknik berbicara,

dan (iii) perencanaan yang matang sehingga

Pembicara yang memiliki keterbatasan

dalam kemampuan berbicara dianjurkan

agar membuat persiapan secara matang,

dengan cara: (i) menyusun ide, (ii)

menyiapkan bahan presentasi (berbasis

multimedia), dan (iii) membuat ikhtisar,

Stuart (2009: 93—99) menyarankan agar

sebelum

berbicara

di

depan

umum,

pembiacara melakukan latihan dan repetisi.

Latihan dan repetisi penting karena kita (i)

menjadi lebih biasa dengan materi, (ii)

mampu menaklukkan sindrom “pikiran

kosong”, (iii) merasa lebih yakin, (iv)

menguasai

rasa

takut,

(v)

mampu

mengemban suara efektif, dan (vi) dapat

memakai bahasa isyarat dengan positif dan

tepat.

Mereka yang lamban belajar (lamban

belajar) memiliki gaya bahasa (style)

tersendiri, antara lain kalimatnya sulit

dipahami dan sering kurang logis. Karena

itu, dimungkinkan ada variasi bahasa

(3)

Indonesia “lamban belajar” atau bahasa

Indonesia register lamban belajar.

Perihal register, Wiratno dan Wiradi (2011:

86—87) menjelaskan bahwa register adalah

variasi bahasa berdasarkan penggunaan atau

use-nya. Register adalah variasi bahasa yang

digunakan pada saat tertentu; dan ditentukan

oleh apa yang Anda kerjakan, dengan siapa

dan dengan menggunakan sarana apa.

Register menunjukkan tipe proses sosial

yang sedang terjadi. Oleh karena itu, register

pada hakikatnya mengatakan hal yang

berbeda. Karenanya, register cenderung

berbeda dalam bidang semantik dan oleh

karena itu berbeda tata bahasa dan kosa

katanya, tetapi jarang berbeda dalam

fonologinya.

Santoso (2003: 43—47) juga menyebut

bahwa register tidak terbatas pada variasi

pilihan kata , tetapi termasuk pada pilihan

penggunaan pilihan struktur teks, termasuk

juga pilihan pilihan fonologi dam grafologi

karena register meliputi seluruh aspek

kebahasaan

sehingga

linguis

sering

menyebut register sebagai style atau gaya

bahasa.

Lamban belajar sering disebut dengan slow

learner. Mangunsong (2009: 130—131)

memasukkkan anak-anak lamban belajar

sebagai border line. Ia menyampaikan

anak-anak lamban belajar ini dapat menunjukkan

kemajuan

dengan

dukungan/bimbingan

belajar yang tepat. Semakin memiliki nilai

intelejensi

rendah,

ia

memerlukan

bimbingan lebih banyak. Guru perlu

menyiapkan pengajaran dengan baik agar

anak lamban belajar merasa disambut

dengan baik.

Chauhan (2011) menyampaikan bahwa slow

learner adalah anak-anak dengan kecerdasan

emosi 76 sampai dengan 89; mereka lambat

dalam menyelesaikan pekerjaan, tetapi sabar

dan koperatif; mereka memerlukan bantuan

khusus untuk mencapai kesuksesan; mereka

pada umumnya lemah dalam hal angka,

bahasa, dan konsep.

Borah (2013) menyampaikan bahwa peserta

didik lamban belajar adalah peserta didik

dengan kecerdasan di bawah kecerdasan

rata-rata. Ia adalah mahasiswa normal,

hanya kurang tertarik dengan metode

pembelajaran tradisional.

Ciri-ciri peserta didik lamban belajar

menurut Borah adalah (i) kurang mampu

berhubungan dengan orang lain, (ii) tidak

mampu menyelesaikan masalah yang berat

karena mereka bekerja sangat lambat, (iii)

cepat lupa, dan (iv) sulit menguasai

keterampilan.

Upaya

yang

dapat

dilakukan

untuk

meningkatkan kemampaun peserta lamban

belajar

adalah

dengan

memberikan

pendidikan khusus, dengan guru yang dapat

membantu dan memotivasinya.

Dunlap (1979) menyatakan bahwa lamban

belajar menunjuk pada peserta didik yang

tidak mampu mencapai standar capaian yang

diharapkan. Kecerdasan intelegensi mereka

adalah

70—9.

Upaya

peningkatan

kemampaun peserta lamban belajar adalah

dengan memberikan program pendidikan

khusus

yang

sesuai

yang

mampu

memperhatikan kondisi tiap-tiap individu

lamban belajar, dengan target capaian

kompetensi yang jelas.

Suryani

(2010)

menyampaikan

bahwa

lamban belajar adalah anak-anak yang

memiliki keterbatasan potensi kecerdasan

sehingga proses belajarnya menjadi lamban.

Kecerdasan

intelegensinya

80—90.

Akibatnya adalah mereka memiliki lemah

(4)

dalam penguasaan berbagai mata pelajaran.

Lamban belajar disebut pula dengan border

line, yakni berada di antara kategori

kecerdasan

rata-rata

dan

kategori

tunagrahita.

Pada SMALB-C (sekolalah menengah atas

luar biasa [tuna grahita-ringan]) telah

diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia

yang materinya adalah mendengarkan,

berbicara, membaca, menulis, serta pada

akhir pendidikan mereka telah membaca

lima buku sastra/nonsastra (Mangunsong,

2009: 156).

Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Data

Subjek penelitian 1 (T) mampu membaca tulisan bahasa Indonesia dengan benar dan lancar, baik tulisan yang berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf. ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik, terutama setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu, meliputi (i) luas ruangan, (ii) cat ruangan, (iii) perabot dalam ruangan), (iv) warna ubin, dan (v) fasilitas lain yang ada dalam ruangan. Ia hanya tampak agak terganggu saat ada mahasiswa lain yang menggodanya.

Subjek penelitian 2 (F) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan benar dan lancar. Ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu. Ia hanya terlihat lamban saat mendeskripsikan ruang tamu rumahnya.

Subjek penelitian 3 (E) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan baik. Ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu. Ia berbicara dengan penuh semangat, tetapi terkadang keluar dari fokus yang dibicarakan.

Subjek penelitian 4 (O) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan baik. Ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan baik setelah dosen memberikan rambu-rambu deskripsi ruang tamu. Ia memiliki lebih banyak

ide dibanding teman-temannya, tetapi terlihat kurang peduli dengan pendengarnya. Pada sisi lain, ia terlihat kurang perhatian saat mengikuti kuliah dan sangat disiplin. Ia terlihat lebih tertarik dengan hand phone dan lap top-nya. Subjek penelitian 5 (El) dapat membaca tulisan bahasa Indonesia dengan baik. ia juga mampu mendeskripsikan ruang tamu rumahnya dengan. Ia disiplin dan serius dalam mengerjakan tugas dosen.

Pembahasan

Dalam hal memberikan pembelajaran kepada para mahasiswa lamban belajar, pengetahuan tentang kondisi mahasiswa sangat diperlukan. Pengetahuan yang dimaksud antara lain nilai kecerdasan intelektual, potensi, kekurangan, kemampuan menulis, dan kemampuan berbicara. Seperti disampaikan oleh Mangunsong, Chauhan, dan Borah, bahwa mahasiswa lamban belajar itu memerukan motivasi dan dorongan. Karena itu, dosen (mahasiswa lamban belajar) harus menyadari hal itu. Dosen tidak bisa menyamakan mahasiswa lamban belajar dengan mahasiswa yang tidak lamban belajar. Bila tidak mau tahu, dosen akan menemui jalan buntu dan marah sehingga dosen tidak berhasil memberikan kontribusi kepada anak-anak kita yang memang memerlukan bantuan itu.

Kesimpulan dan Saran

Mahasiwa lamban belajar Politeknik Negeri Jakarta memiliki (i) kemampuan membaca tulisan berbahasa Indonesia dengan tepat dan lancar, baik tulisan berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf (ii) kemampuan mendeskripsikan sesuatu dengan baik, asalkan diberikan rambu-rambu pendeskripsian dan dimotivasi.

Disarankan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa lamban belajar perlu (i) diberikan perintah dan rambu-rambu yang jelas, (ii) dilakukan pengulangan kegiatan, dan (iii) diberikan motivasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti dkk. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Borah, Rashmi Rekha. 2013. “Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing their Hidden Skills”. Dalam

(5)

International Journal of Education Planning and Administration, Volume 3, Number 2 (2013), Halaman 139— 143.

Chauhan, M.S. Sangeeta. 2011.” Slow Learner: their Psychologi and Educational Programmess”. International Journal of Multidisiplinary Research, vol 1, issue 8, December 2011.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2009. ”Pendidikan Inklusi”. Bahan pelatihan

Dunlap, Howard G.1979.“Minimum Competency Testing and the Slow Learner”. Dalam Education Leadership. Textbook.

Finoza, Lamuddin. 2001. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Hasyim, Nur. 2013. Bahasa Indonesia. Depok:

JurusanAkuntansi PNJ.

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi,

Depdiknas RI, Nomor

43/DIKTI/Kep/2006 tentang “Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi”.

Mangunsong, Frieda. 2011. Psikologi dan Anak Berkebutuhan Khusus. LPSP3 UI. Depok.

Moskovsky. 2009. “Intrinsic Motivation in Saudi Learners of English as a Foreign Language”. Dalam The Open Applied Linguistics Journal, Volume 2, Halaman 1—10.

Madrid, Daniel dan Stephen P. Gughes. 2010. “Speaking the Same Language? Gender-Based Teacher Performance in the EFL Class”. Dalam The Open Applied Linguistics Journal, Volume 3, Halaman 1—9.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.Jakarta: PT Grasindo.

Santoso, Riyadi. 2003. SemiotikaSosial. Surabaya: Pustaka Eureka dan JP Press Surabaya.

Stuart, Cristina. 1994. Berbicara Efektif. Jakarta: PT Binaman Pressindo.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryani, Yulinda Erma. 2010. “Kesulitan Belajar”. Dalam jurnal Magistra.Magistra, No. 73, Th. XXII September 2010.

Susanti, Nelfitri dkk.2013. “Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Metode Abacaga bagi Anak Lambat Belajar”. Dalam E-JUPEKhu (Jurnal ilmiah Pendidikan Khusus), Volume 2, Nomor 3, September 2013. USAID: from the American People. 2013.

“Pembelajaran di Perguruan Tinggi.Dalam mbscenter.or.id. 2013. Wiratno. Situasi Kebahasaan di Masyarakat

Jawa dalam kaitannya dengan

multilingualisme dan

multidialektalisme, dan diglosia.

Wiratno, Tri danRiyadiSantoso. 2011. PengantarLinguistik. Jakarta: PenerbitUniversitas Terbuka.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan percobaan diperlukan untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu zat dalam dosis tunggal

Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, MADANI : Indonesian Journal of Civil Society untuk Edisi Agustus 2019 Volume 1 Nomor 1 telah terbit sesuai dengan waktu yang

Untuk menghasilkan aksentuasi atau pusat perhatian ( center of interest ), ragam hias dapat dilakukan dengan teknik kontras ukuran dimana pada bagian yang merupakan aksentuasi

Dalam penulisan teks sastra, kedua puluh huruf Pegon dan enam tanda vokal digunakan sepenuhnya, sedangkan tanda-tanda diakrtik seperti yang digunakan dalam teks-teks keagamaan

bahwa dengan memperhatikan ketentuan Pasal 160 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang melakukan pengawasan pada 3 bagian yaitu pengawasan pada mutu bahan baku / Incoming Quality Control,

Jika membandingkan tiga variasi debit, penurunan terbesar terjadi pada debit terkecil, yaitu 0,125 L/Jam dengan waktu tinggal 8 jam, sesuai dengan penelitian yang

Pada grafik bilangan Reynolds untuk kondisi 4, pada saat refrigeran masuk test section terlihat bilangan Reynolds gas berada dibawah bilangan Reynolds fluida dan