• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Perawatan Perianal Dengan Kejadian Dermatitis Popok Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Perawatan Perianal Dengan Kejadian Dermatitis Popok Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri Tahun 2017"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Antara Perawatan Perianal Dengan Kejadian Dermatitis Popok Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri Tahun 2017

Lindha Sri K.

Prodi DIV Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri Jl. Selomangleng No.01 Kediri,Jawa Timur Indonesia

Email: lindhas.sri@gmail.com ABSTRACT

Dermatitis popok adalah kelainan kulit berupa bercak kemerahan meradang. Dermatitis popok merupakan salah satu masalah kulit berupa iritasi dan inflamasi pada area popok yang banyak ditemukan pada batita dengan frekuensi pergantian popok yang minimal. Perawatan perianal ini meliputi perawatan pada area genitalia, area sekitar anus, lipatan paha serta pantat bayi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perawatan perinatal dengan kejadian dermatitis popok pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri tahun 2017.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Subjek penelitian ini adalah 33 ibu dengan bayi yang menggunakan diapers di wilayah kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri tahun 2017 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan teknik simple random sampling. Analisa data menggunakan uji koefisien kontingensi.

Analisis data menunjukkan nilai p perawatan perianal dengan dermatitis popok sebesar 0,000 dan r 0,583. Artinya menggambarkan bahwa perawatan perianal yang kurang baik dapat merangsang timbulnya dermatitis popok.

(2)

PENDAHULUAN

Kehadiran anak bagi orang tua merupakan suatu tantangan sehubungan

dengan masalah dependensi /

ketergantungan, disiplin, meningkatkan mobilitas bagi anak. Orang tua sering kali keliru dalam memperlakukan anak karena ketidaktahuan mereka akan cara merawat dan mengasuh anak dengan benar. Apabila hal ini terus berlanjut, maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terhambat. Dalam hal ini orang tua sering kali menyepelekan perawatan kulit pada bayi. Mereka tidak menyadari bahwa kulit bayi berbeda dengan kulit pada orang dewasa. Kulit bayi relative lebih mudah melakukan absorbsi, apalagi pada kulit lipatan-lipatan dan kulit skrotum. Selain itu fungsi proteksi kulit belum berkembang sempurna dan PH kulit relative lebih asam, sehingga mudah mengalami infeksi. Salah satu kelainan kulit yang sering terjadi pada bayi adalah diaper rash atau ruam popok. Ruam popok adalah kelainan kulit (ruam kulit) yang timbul akibat radang di daerah yang tertutup popok, yaitu pada daerah alat kelamin, sekitar dubur, bokong, lipatan

paha dan perut bagian bawah

(Tjokronegoro, 2005).

Berdasarkan penelitian Philipp, dkk (1999) dikatakan bahwa semua anak yang memakai popok akan berpotensi untuk menderita ruam popok. Penelitian lain yang dilakukan oleh bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin di 3 Rumah Sakit di Jakarta yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSCM), Rumah Sakit Fatmawati (RSF) dan Rumah Sakit dan Bersalin Harapan Kita (RSAB HK), mengatakan bahwa kurang lebih 50% bayi dan anak yang memakai popok pernah mengalami ruam popok, prevalensi tertinggi didapatkan pada usia bayi 9-12 bulan yaitu 7-35% .

Ruam popok masih merupakan salah satu masalah kulit pada bayi dan anak. menurut Dr. Siti Aisah Boediarjo, Sp.KK, adalah kelainan kulit berupa bercak kemerahan meradang. Kadang disertai kulit yang keras bersisik, berbintil, bahkan melepuh dan lecet, yang menimbulkan gatal

dan perih pada bayi, kurang lebih 50% bayi dan anak yang memakai popok pernah mengalaminya. Penyakit ini juga mengenai 7-35% dari populasi bayi. (Lestari,2003). Penelitian di Inggris menemukan, 25 persen dari 12.000 bayi berusia empat minggu mengalami ruam popok. Gangguan kulit ini menyerang bagian tubuh bayi atau anak batita yang tertutup popok. Daerah yang terserang biasanya area genital, lipatan paha dan bokong. Kulit anak cenderung terlihat merah dan agak bersisik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ruam popok adalah perawatan perianal (Steven, 2008).

Berdasarkan studi pendahuluan di puskesmas Balowerti kecamatan Mrican Kota Kediri pada 28 November 2017 pada 10 bayi; didapatkan 6 bayi mengalami ruam popok dan 4 tidak mengalami ruam popok. Dari 6 bayi yang mengalami ruam popok 4 (40%) diantaranya karena perawatan perianal, dan 2 (20%) karena pengetahuan yang kurang. Dengan presentase di atas maka dapat disimpulkan bahwa masih ada kejadian ruam popok pada bayi.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada bayi yang mengalami dermatitis popok di wilayah kerja pukesmas Mrican Kota Kediri Tahun 2017. Faktor yang menyebabkan terjadinya ruam popok, adalah: kurangnya perawatan perianal yang benar pada bayi, misalnya kebersihan atau perawatan yang kurang baik pada daerah pemakaian popok, tidak segera mengganti popok apabila bayi BAB atau BAK. Adapun tanda dan gejala klinis ruam popok adalah kulit di daerah popok menjadi kemerah-merahan dengan disertai tanda

peradangan lainnya yaitu agak

membengkak, jika disertai dengan infeksi sekunder oleh jamur candida, maka biasanya dapat ditemukan lesi atau kelainan yang berukuran kecil disekitar lesiutama, dinamakan sebagai lesi satelit, infeksi

(3)

sekunde roleh kuman seringkali ditandai dengan timbulnya cairan nanah.

Akibat mikro dari bayi yang menggalami dermatitis popok adalah terjadi lesi yang disertai keluarnya nanah, infeksi jamur candida, dan terjadi demam serta peradangan. Akibat makro adalah akan terjadi disuria dan retensio urine. Sebagai upaya pencegahan agar ruam popok ini tidak terjadi maka perawatan perianal atau perawatan pada daerah yang tertutup popok penting dilakukan. Mengganti popok usai mengompol, mengusahakan kulit agar tetap kering, menggunakan sabun khusus, melonggarkan popok, membiarkan daerah alat kelamin terkena udara bebas. Supaya kejadian ruam popok tidak terjadi lebih lanjut, maka peran serta ibu atau keluarga sangat dibutuhkan. Dalam hal ini ibu diharapkan tahu dan mengerti tentang ruam popok, dan diharapkan juga sikap ibu yang positif dalam menyikapi kejadian ruam popok pada bayi (Darsana, 2009).

Menurut peneliti belum pernah dilakukan pemelitian tentang Hubungan antara perawatan perianal dengan kejadian Dermatitis popok di Puskesmas Mrican Kota Kediri. Sehingga peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara perawatan perianal dengan kejadian dermatitis popok di Puskesmas Mrican Kota Kediri tahun 2017.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 di wilayah kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri. Kriteria inklusi yaitu Ibu yang memiliki batita usia ≤ 28 hari yang menggunakan popok sekali pakai yang hadir pada saat dilakukan

pengambilan data dan telah mengisi informed consent serta bersedia mengisi kuesioner, Ibu yang sehat secara mental dan fisik dan bersedia bayinya di observasi pada saat penelitian berlangsung. Kriteria ekslusi yaitu Ibu yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

Cara pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan cara simple random sampling berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Peneliti melakukan pendataan terhadap seluruh calon subjek penelitian lalu mengambil sampel sesuai dengan kriteria penelitian akan dipakai sebagai subjek penelitian. Berdasarkan rumus besar sampel didapatkan minimal 33 sampel.

Variabel bebas penelitian ini adalah yaitu perawatan perianal yang dilakukan oleg ibu bayi terhadap bayinya yang menggunakan popok sekali pakai. Sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah prevalensi terjadinya dermatitis popok pada bayi.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan software computer dengan tingkat kemaknaan untuk semua uji hipotesis p value > α (0,05), uji hipotesis mencari hubungan perawatan perianal pada bayi oleh ibunya dengan kejadian dermatitis popok menggunakan analisis koefisien kontingensi.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tabel 1 Karakteristik ibu bayi subyek penelitian di wilayah kerja Puskesmas Mrican Kota Kediri tahun 2017 Variabel Jumlah N (33) % Golongan Umur < 20 tahun 13 39,3 20-35 tahun 12 36,6 >35 tahun 8 24,4 Pendidikan Ibu SD – SMP 21 64 SMA 9 27,2 Sarjana 3 9

Tabel 2 Karakteristik bayi yang menjadi subyek penelitian di wilayah kerja

Puskesmas Mrican Kota Kediri tahun 2017 Variabel Jumlah N (33) % Usia Bayi < 28 hari 19 58 20-35 tahun 14 42 Jenis kelamin Laki-laki 14 42 Perempuan 19 58 Perawatan Perianal Baik 6 18,1 Cukup 10 30,3 Kurang 17 52 Kejadian Dermatitis Dematitis 26 79 Tidak dermatitis 7 21

Tabel 3 Distribusi silang hubungan antara perawatan perianal dengan kejadian dermatitis popok pada bayi di wilayah kerja puskesmas Mrican kota Kediri Tahun 2017

No Perawatan perianal

Kejadian Dermatitis

Total Dermatitis Tidak Dermatitis

n % n % F %

1 Baik 1 3 6 18 7 52

2 Cukup 5 15,1 3 9 8 33

3 Kurang 18 55 0 0 18 15

Total 24 73 9 37 33 100

P value = 0,000 α =0,05 coef contigensi =0,583

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 52% atau 17 ibu kurang benar melakukan perawatan perianal. Perawatan perianal adalah perawatan pada daerah tertutup pada bayi. Bayi yang perawatan perianalnya kurang benar mudah terserang komplikasi tertentu seperti dermatitis popok yang dapat menyebabkan disuria dan retensio urine (Tjokronegoro, 2006).

Berdasarkan tabel 1 dapat di interprestasikan bahwa 39,3% atau 13 ibu berusia < 20 tahun. Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005). Ibu yang berumur antara 22-40 tahun tergolong masa dewasa awal yang merupakan masa secara kepribadian sudah siap, pola pikir sudah matang mengatasi masalah dan

konflik serta masa dewasa awal ini merupakan seoseorang juga mulai melakukan penyesuaian diri kembali terhadap diri dan lingkungannya.

Sepertihalnya dengan perawatan perianal; usia ibu yang masih tergolong tahap dewasa awal adalah masa penyesuaian terhadap pola hidup baru, sehingga mereka masih membutuhkan pengarahan atau dorongan dari orang lain (petugas kesehatan) untuk melakukan kegiatan tentang pelaksanaan perawatan perianal yang benar sehingga berguna pada kesehatan dirinya dan orang lain (anak).

64% atau 21 ibu berpendidikan dasar; tingkat pendidikan seseorang

berpengaruh dalam pengambilan

keputusan dan penerimaan informasi. Dengan memiliki tingkat pendidikan dasar

(5)

maka responden memiliki pengetahuan dan persepsi yang kurang tentang pentingnya suatu hal. Pendidikan formal diperlukan untuk mendukung pengetahuan seseorang, ilmu pengetahuan secara umum pendidikan merupakan suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pola pikir yang dimilikinya (Mudjiman, 2007).

Hal ini sesuai dengan teori bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan tanggapan yang lebih rasional dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah/tidak berperdidikan sama sekali.

Selain faktor pendidikan, faktor pekerjaan orang tua juga dapat mempengaruh imelakukan perawatan perianal .Seseorang dengan gaya hidup yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap pengasuh anak (Mulyana, 2010). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian menunujukkan sebagian besar responden sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 16 responden (48 %). Dalam hal ini seharusnya gaya hidup responden cenderung memperhatikan kesehatan anak khususnya perawatan perianal karena ibu yang tidak bekerja seharusnya lebih focus terhadap kebersihan daerah perianal, tetapi dalam hasil penelitian menunujukan perawatan perianal dalam kategori kurang.

Setelah dilakukan analisa data tentang karakteristik dan variabel penelitian, maka selanjutnya akan dibahas tentang dermatitis popok di wilayah kerja puskesmas Mrican kecamatan Kota Kediri tahun 2017. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 79% atau 26 bayi mengalami dermatitis popok. Dermatitis popok adalah kelainan kulit (ruam kulit) yang timbul akibat radang di daerah yang tertutup popok, yaitu di alat kelamin, sekitar dubur, bokong, lipatan paha, dan perut bagian bawah. Penyakit ini sering

terjadi pada bayi dan anak balita yang menggunakan popok, biasanya pada usia kurang dari 2 tahun. Bayi yang mengalami dermatitis popok mudah terserang komplikasi tertentu seperti disuria dan retensio urine (Tjokronegoro, 2006).

Faktor yang menyebabkan

dermatitis popok adalah pengetahuan ibu yang kurang. Pengetahuan dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan. Pendidikan formal diperlukan untuk mendukung pengetahuan seseorang, ilmu pengetahuan secara umum pendidikan merupakan suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pola pikir yang dimilikinya (Mudjiman, 2007). Hal ini sesuai dengan teori bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan tanggapan yang lebih rasional dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah/tidak berperdidikan sama sekali.

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa 55% ibu yang melakukan perawatan perianal yang kurangbenar dan bayinya mengalami dermatitis popok, 15,1% ibu yang melakukan perawatan perianal yang cukup benar, bayinya juga mengalami dermatitis popok. Dermatitis popok sering terjadi pada bayi akibat keadaan kulit pada daerah popok yang hangat, lembab dan tertutup memberikan lingkungan optimal untuk pertumbuhan candida albicans yang mengakibatkan ruam popok (Nelson, 2000).

Dermatitis popok yang ringan biasanya hanya berupa kemerahan pada kulit daerah popok. Bila penyakit lebih parah, dapat timbul bintil-bintil merah, lecet atau luka, bersisik, kadang membasah dan bengkak. Pada keadaan demikian, bayi atau balita tersebut akan rewel karena rasa nyeri, terutama bila buang air kecil atau buang air besar. Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah tersebut sering terkolonisasi

(6)

(ditumbuhi) jamur, terutama jenis candida

albicans sehingga kelainan kulit

bertambah merah dan basah. Keadaan kulit yang telah mengalami gangguan fungsi sawar tersebut akan memudahkan terjadinya infeksi kuman, biasanya staphylococcus aereus atau streptococcus

betahemolyticus, sehingga kulit menjadi

lebih merah, lebih bengkak,

sertadidapatkan nanah dan keropeng (Tjokonegoro, 2005). Jika bayi mengalami dermatitis popok maka segera berikan krim atau salep yang mengandung anti jamur atau anti bakteri. KESIMPULAN

1. Sebagian besar bayi dengan perawatan perianal yang kurang di wilayah kerja puskesmas Mrican Kota kota Kediri Tahun 2017 2. Sebagian besar bayi mengalami

dermatitis popok diwilayah kerja puskesmas Mrican Kota Kediri Tahun 2017

3. Ada hubungan antara perawatan perianal dengan kejadian dermatitis popok pada bayi di wilayah kerja

puskesmas Balowerti Kecamatan Kota kota Kediri Tahun 2017 SARAN

Untuk peneliti selanjutnya yang sejenis, akan lebih baik jika menggunakan metode penelitia yang lebih baik. Sedangkan bagi bidan atau tenaga kesehatan yang memberikan perawatan pada ibu dan bayi, mengingat pentingnya memberikan pendidikan kesehatan perawatan perianal pada setiap orang tua dan keluarga mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka Prinika Agusta, A. (2009). Aromaterapi Cara

Sehat dengan Wewangian Alami. Jakarta : Penebar Swadaya Arief, Irvan. (2009). Hipertensi :

Faktor Resiko dan

Penatalaksanaannya. [diakses pada tanggal 18 Februari 2017] Arif, (2009). Tekanan Darah dan

Hipertensi. Jakarta: Gramedia,. Armilawati. (2007). Hipertensi dan

Faktor Risikonya Dalam Kajian

Epidemiologi [diakses pada

tanggal 18 Februari 2017]

Brooker, Chris. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC Bruce, D. Rymer, J. (2009). Gejala

menopause. Praktek & Penelitian Klinis Kebidanan dan Ginekologi terbaik. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. (20012). Buku

Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Edisi 8 vol 2. Jakarta : EGC

Buckle j. (2009). Aromatherapy: What Is It ? Herbal Gram. The Journal of the American Botanical Council

BugBand. (2007). What Is Geraniol?, [diakses 18 Februari 2017] Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. (2008). Profil

Kesehatan Indonesia 2007.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Ghani, L. (2009). Seluk Beluk Menopause. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (Volume XIX). Jakarta.

Gray, Huon H, dkk. (2009). Lecture Notes : Kardiologi edisi keempat alih bahasa Agoes, Azwar dkk. Jakarta : Erlangga

Gunawan. (2011). Hipertensi

“Tekanan Darah Tinggi”.

Jakarta : Kanisius

High Blood Pressure (JNC V, 2011).

Hutasoit, S Aini. (2009). Panduan Aromatherapy untuk Pemula.

(7)

Jakarta : Gramedia Pustaka utama

Jaelani. Aroma Terapi. (2009). Jakarta : Pustaka Populer Obor

Junaedi, Edi., Yulianti, Sufrida dan Rinata, M. K. (2013). Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Jakarta: FMedia

Kenia, Ni Made dan Taviyanda, Dian. (2013). Pengaruh Relaksasi (Aromaterapi Mawar) Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada

Lansia Hipertensi. Jurnal

STIKES Volume 6, No. 1, Juli 2013

Kowalski, R.E. (2010). Terapi Hipertensi. Bandung: Qanita. Kozier. (2009) Fundamental Of

Nursing : Consepts, Process, and Practice, 5th ed, California: Cumming Publissing Company

Kuswardhani, Tuty. (2006).

Penatalaksanaan Hipertensi

pada Usia Lanjut. [diakses pada tanggal 18 Februari 2017]

Lany Lingga PHD (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta : AgroMedia Pustaka

Lestary, D. (2010). Perbedaan Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium, dan Natrium, Indeks Massa Tubuh, Serta Aktifitas Fisik

Dengan Kejadian Kejadian

Hipertensi Pada Wanita Usia 30-40 Tahun. Artikel Penelitian,

Universitas Diponegoro.

Semarang.

Mansjoer, A. dkk. (2012). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Manuaba, IBG., (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Penerbit Arcan.

Martaadisoebrata. (2008). Memahami Kesehatan Reroduksi Wanita. Penerbit Arcan : Jakarta

Martuti, A. (2009). Merawat Dan Menyembukan Hipertensi. Bantul : Kreasi Wacana

Muhammadun. (2010). Hidup Bersama

Hipertensi Seringai Darah

Tinggi Sang Pembunuh Sejati. Jokjakarta: In-Books

Mulyani, S, (2013). Menopause Akhir Siklus Menstruasi Pada Wanita

di Usia Pertengahan.

Yogyakarta: Nuha Medika. Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu

Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurkhalida. (2009). Hipertensi. Warta Kesehatan Masyarakat No. 7 September 2009

Palmer & Williams. (2007). Simple Guides Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga

Poerwadi, Rina. (2006). Aromaterapi, Sahabat Calon Ibu. Jakarta: PT. Dian Rakyat

Potter & Perry (2012). Fundamental Of

Nursing, Jakarta: Salemba

Medika

Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S (2007). Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Price, S. (2010). Aromaterapi Bagi

Profesi Kesehatan. Jakarta: EGC Primadiati, dr Rachmi. (2008).

Aromaterapi, Perawatan Alami untuk Sehat dan Cantik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Riset Kesehatan Dasar. (2010). Jakarta:

Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan,

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Savitri, A. (2009). Beberapa Faktor yang mempengaruhi Menopause Pekerja Dan Bukan Pekerja di Perumnas Mandala Kecamatan Percu Sei Tuan, Deli Serdang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Sharma, Sumeet. (2009). Aroma Terapi (Aroma Therapy). Tangerang: Karisma Publishing Group Sheps. G.S. (2008). Mayo Clinic

(8)

Darah Tinggi. Jakarta: Intisari Mediatama

Suhardjono. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamEdisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas

Indonesia

Wijayanti, D. (2009). Fakta Penting

Sekitar Reproduksi Wanita.

Gambar

Tabel 1  Karakteristik  ibu  bayi  subyek  penelitian    di  wilayah  kerja  Puskesmas  Mrican  Kota  Kediri  tahun 2017  Variabel  Jumlah  N (33)  %  Golongan Umur  &lt; 20 tahun  13  39,3  20-35 tahun  12  36,6  &gt;35 tahun  8  24,4  Pendidikan Ibu  SD

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberian MP-ASI dini dengan kejadian gizi lebih pada bayi usia 6- 24 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Hubungan Riwayat Usia Pernikahan dengan Sikap Ibu Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Silo Kabupaten Jember; Rizka Oktaviana W.D, 082310101049;

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas perawatan perianal dengan menggunakan baby oil dibandingkan tanpa baby oil terhadap pencegahan diaper

Hasil: Ditemukan hubungan yang bermakna antara nilai pH kulit dengan derajat keparahan dermatitis popok pada bayi dan anak (p = 0,0001, r (korelasi) = 0,667) Kesimpulan :

Dari 85 orang responden diperoleh bahwa tingkat pengetahuan orangtua tentang perawatan Dermatitis Atopi mengenai kebersihan kulit pada bayi dan anak di Puskesmas Medan

Dermatitis diapers atau ruam popok adalah gangguan kulit yang timbul akibat. radang di daerah yang tertutup popok, yaitu di alat kelamin, sekitar

Bayi yang diberi perawatan perianal dengan baby oil kulitnya akan terjaga tetap kering sehingga pH kulit bayi akan tetap normal dan untuk 1 bayi (10%) lainnya pada

Sehingga kesim- pulan dari penelitian ini adalah ada hu- bungan yang signifikan antara pengeta- huan orangtua tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja