1 PENGARUH KOMBINASI PUPUK P DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI LAHAN SAWAH
EFFECT OF COMBINED APPLICATION OF PHOSPHORUS
FERTILIZER AND PHOSPHATE SOLUBILIZING BACTERIA ON
GROWTH AND YIELD OF FIVE VARIETIES SWEET POTATO (Ipomoea
batatas (L.)) IN LOWLAND
Miftah Dieni Sukmasari1*, Jajang Sauman Hamdani2, Budi Waluyo3, Agung Karuniawan
2
1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Universitas Majalengka, Majalengka 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor
3) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
*Korespondensi : [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ialah untuk mempelajari pengaruh pemberian kombinasi pupuk fosfat dan bakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil ubijalar di lahan sawah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran Jatinangor pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan split plot terdiri atas dua faktor dan dua ulangan. Petak utama adalah varietas ubi jalar (A) terdiri atas 5 varietas, yaitu: Varietas Awachy 1, 2, 4, 5 dan Kuningan Putih sebagai
pembanding. Anak petak adalah kombinasi P2O5 dan bakteri pelarut fosfat (BPF)
terdiri atas 4 taraf, yaitu : tanpa BPF + 36 kg ha-1 P2O5 (b0p1), 50 kg ha-1 BPF + 36
kg ha-1 P2O5 (b1p1), 50 kg ha-1 BPF + 28 kg ha-1 P2O5 (b1p2) dan 50 kg ha-1 BPF +
18 kg ha-1 P2O5 (b1p3). Hasil percobaan menunjukkan tidak ada interaksi antara
varietas ubi jalar dan kombinasi P2O5 dan BPF. Panjang batang, jumlah daun,
panjang ubi, dan bobot ubi per plot dipengaruhi oleh perbedaan varietas.
Pemberian kombinasi BPF + 18 kg ha-1 P2O5 memberikan pengaruh terhadap berat
kering tanaman, panjang batang utama, jumlah daun, indeks luas daun, panjang ubi, diameter ubi, jumlah ubi per petak dan bobot ubi per petak. Hasil tertinggi
untuk bobot per petak didapat pada perlakuan 50 kg ha-1 BPF + 18 kg P2O5 ha-1
yaitu 23,15 kg per petak (12m2).
Kata kunci : bakteri pelarut fosfat, P2O5, lahan sawah, ubi jalar, varietas,
Makalah Disampaikan pada Seminar dan Focus Group Discussion(FGD) Pendidikan dan Riset Agroteknologi di Indonesia: Tantangan, Peluang, dan Arah Pengembangan.
2 PENDAHULUAN
Ubijalar merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai keistimewaan ditinjau dari nilai gizinya dan merupakan sumber karbohidrat penting sehingga komoditas ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk program diversifikasi pangan. Produktivitas ubi jalar pada tahun 2014 mengalami
penurunan 0,97 % dari tahun 2013 yaitu 2,387 menjadi 2,364 ton ha-1 di tahun
2014 (Badan Statistik, 2014). Hal ini diakibatkan menurunnya luas panen dari 162 ha menjadi 157 ha di tahun 2014. Meskipun demikian produksinya mengalami kenaikan sebesar 2,18%, hal ini mengindikasikan masih besarnya peluang peningkatan produktivitas ubi jalar. Beberapa penyebab rendahnya hasil adalah belum menyebarnya varietas unggul dan belum tepatnya teknologi budidaya seperti pemupukan.
Fosfor merupakan unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan dan hasil tanaman ubi jalar. Unsur Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman, yang berperan penting dalam berbagai proses kehidupan seperti fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel, dan metabolisme karbohidrat dalam tanaman
(Salisbury dan Ross, 1995).Fosfor memegang peranan penting hampir pada setiap
aktivitas hidup tanaman terutama pada proses metabolisme dan pertumbuhan, namun kandungannya dalam tanaman lebih rendah jika dibandingkan dengan nitrogen, kalium dan kalsium. Pada beberapa lokasi lahan sawah di Jawa diduga juga telah terjadi akumulasi P dalam tanah sebagai akibat pemupukan fosfat terus menerus dalam jangka waktu lama, karena sebagian besar pupuk P yang diberikan terikat dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi pupuk fosfat pada tanah sawah sangat rendah, hanya sekitar 10-20% dari jumlah pupuk yang diberikan (Sofyan et al., 2003).
Salah satu cara meningkatkan efisiensi penyerapan unsur P adalah dengan pemanfaatan bakteri pelarut fosfat. Mikroba pelarut fosfat memiliki mekanisme khusus yang mampu memanfaatkan fosfat terikat dalam tanah. Fosfat yang telah berhasil dilarutkan dimanfaatkan kembali oleh mikroba pelarut fosfat atau mikroba lainnya. Selain mengasimilasi fosfat yang dibebaskannya, mikroba
3
tersebut melepaskan sejumlah besar fosfat terlarut yang merupakan kelebihan dari pasokan nutrisinya ke dalam larutan tanah (Ginting, 2006).
Penelitian Sandeep et al. (2008) menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan hasil ubi jalar yang sebanding dengan perlakuan pupuk superfosfat. Penelitian Saraswati et al. (2006) juga mengindikasikan bahwa aplikasi bio-fosfat tanpa dikombinasikan pupuk P memberikan bobot kering biji padi sebesar 5,1%, sedangkan percobaan dengan aplikasi bio-fosfat dengan kombinasi
pupuk P ¼ atau ½ anjuran (18 atau 28 kg ha-1 P2O5) meningkatkan bobot kering biji
padi sebesar 33,6% dan 52,2%. Peningkatan jumlah dan bobot ubi per petak ini disebabkan adanya peningkatan ketersediaan P serta meningkatnya enzim-enzim dalam tanah yang diakibatkan oleh adanya pemberian bakteri pelarut fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dengan biaya yang relatif murah dan ramah lingkungan. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan hasil ubi jalar dengan melakukan pemupukan P yang dikombinasikan bakteri pelarut fosfat, disamping itu pula bahwa kombinasi pupuk P dan BPF diharapkan mampu mengefisiensikan penggunaan fosfat di lahan sawah.
Selain pemupukan, faktor varietas juga merupakan kendala utama dalam upaya peningkatan produksi ubijalar. Kondisi saat ini masih terbatasnya pilihan varietas unggul bagi petani, sedangkan peran varietas unggul dalam peningkatan produksi sangat besar. Disamping itu, petani masih menggunakan varietas lokal yang berdaya hasil rendah akibat rentan terserang hama boleng (cylasformicarius) dan penyakit kudis (Sphaceloma batatas). Awachy adalah varietas unggul baru yang dimiliki Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Varietas ini sudah teruji di lapangan mempunyai penampilan unggul di Jatinangor sehingga dapat menjadi salah satu varietas yang direkomendasikan di daerah ini (Shaumi et al., 2012).
Penggunaan varietas yang efisien penggunaan pupuk P di lahan sawah akibat pemberian bakteri pelarut fosfat merupakan salah satu strategi yang dapat
menjamin produksi ubijalar secara berkelanjutan. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah belum diketahuinya varietas unggul yang tepat dan kombinasi P2O5 +
Bakteri Pelarut Fosfat yang optimal untuk pertumbuhan dan hasil ubijalar di lahan sawah oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kombinasi
4
dosis pupuk P2O5 + bakteri pelarut fosfat, menganalisis varietas unggul yang lebih
baik dan mengukur interaksi antara varietas dan kombinasi P2O5 + bakteri pelarut
fosfat yang dapat memberikan pertumbuhan ubijalar yang terbaik.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Ciparanje - Jatinangor. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2014 sampai dengan Oktober 2014. Analisis kimia dilaksanakan dan di Laboratorium Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah stek pucuk ubi jalar varietas Awachy 1, 2, 4, 5 dan Kuningan Putih (pembanding), SP-36, bakteri pelarut fosfat (dalam bahan pembawa kompos) yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Tanah Fakultas Pertanian UNPAD, pupuk Urea, KCl, air, herbisida, fungisida, insektisida, dan bahan-bahan serta alat-alat lain yang mendukung penelitian. Penelitian dimulai dengan pembuatan bakteri pelarut fosfat di Laboratorium Mikrobiologi Tanah Fakultas Pertanian UNPAD. Kemudian dilakukan
penanaman beberapa varietas ubi jalar dengan aplikasi kombinasi P2O5 dan BPF
yang dilaksanakan di lapangan.
Rancangan Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan rancangan split plot terdiri atas dua faktor dan diulang dua kali. Faktor pertama sebagai petak utama
adalah varietas ubi jalar (a) terdiri atas 5 taraf, yaitu: a1= Awachy 1, a2= Awachy
2, a3 = Kuningan Putih (pembanding), a4 = Awachy 4 dan a5 = Awachy 5, Faktor
kedua sebagai anak petak adalah kombinasi P2O5 dan bakteri pelarut fosfat (bp)
terdiri atas 4 taraf, yaitu : Tanpa BPF + 36 kg ha-1 P2O5 (b0p1), 50 kg ha-1 BPF +
36 kg ha-1 P2O5 (b1p1), 50 kg ha-1 BPF + 28 kg ha-1 P2O5 (b1p2) dan 50 kg ha-1 BPF
+ 18 kg ha-1 P2O5 (b1p3). Dengan demikian diperoleh 20 kombinasi perlakuan dan
5
dengan ukuran plot 300 cm x 400 cm dan jarak tanam yaitu 100 cm x 25 cm, dalam satu plot terdapat 48 tanaman. Data hasil pengamatan dianalisa dengan uji F, apabila dalam uji statistik data diperoleh hasil signifikan maka pengujian dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
Analisis Data
Pengaruh perlakuan dianalisis varians berdasarkan split plot. Jika terjadi perbedaan pada taraf nyata 5% dilanjutkan uji dengan menggunakan Duncan Multiple
Range Test pada taraf nyata 5% (Gasperz, 1995). Analisis varians dan uji lanjut,
dianalisis menggunakan program DSAASTAT (Onofri ., 2007).
Variabel Pengamatan
Variabel bebas meliputi seluruh perlakuan yang dicobakan, Variabel utama meliputi: efisiensi serapan P, serapan P, berat kering tanaman, panjang batang utama, jumlah daun, indeks luas daun, panjang ubi, diameter ubi, jumlah ubi per plot dan bobot ubi per plot . Variabel Pendukung meliputi sifat tanah
sebelum perlakuan, yaitu pH H2O (pH meter), C organic dengan metode Walkey
and Black, N total tanah dengan metode Kjedahl, P2O5 dengan metode HCl 25%,
P tersedia dengan metode Bray I. Untuk sifat tanah saat panen antara lain: pH H2O
dan KCl (pH meter), NPK dengan metode NH4OH pH 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis tanah awal terhadap sifat-sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah tempat percobaan memiliki
N-total, K2O, kandungan P2O5 HCl yang sedang sedangkan kandungan P2O5 dengan
metode Bray I yang tinggi. Hasil analisis tanah pada Tabel 1 disimpulkan bahwa tanah dilokasi penelitian tergolong status hara tanahnya sedang dengan faktor pembatas C-organik rendah.
6 Tabel 1. Tabel Analisis Tanah Sebelum Percobaan
Jenis Analisis Satuan Hasil Kriteria
pH: H,0 - 5.94 Agak Masam KCI IN - 4.79 - C-Organik (%) 1.79 Rendah N-Total (%) 0.22 Sedang P205 HC1 250% (mg/100g) 30.46 Sedang P205 Bray II (mg/kg) 16.02 Tinggi
Sumber : Laboratorium kesuburan Tanah, UNPAD
Serapan Hara P Tanaman dan Efisiensi Serapan P
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman dan efisiensi serapan hara P. Dosis kombinasi pupuk P dan bakteri pelarut fosfat (BPF) berpengaruh terhadap serapan hara P dan efisiensi serapan hara P tanaman.
Tabel 2. Pengaruh Mandiri Varietas dan Kombinasi Pupuk P dan Bakteri Pelarut Fosfat terhadap Serapan Hara P Tanaman dan Efisiensi Serapan P Ubi jalar di Lahan Sawah
Perlakuan Serapan hara P (mg tanaman-1) Efisiensi Serapan P (%) Varietas a1 47,83 a 64.62a a2 36,36 a 35.17a a3 45,45 a 37.25a a4 41,23 a 26.40a a5 48,05 a 44.02a Kombinasi Pupuk P dan BPF b0p1 b1p1 b1p2 b1p3 28,14a 38,93b 52,23c 55,83c 0,00a 35,18b 61,79c 68.99c
Keterangan :Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarakBerganda Duncan pada taraf 5%.
a1=Awachy 1, a2=Awachy 2, a3=Kuput, a4=Awachy 4, a5=Awachy 5, b0p1(Tanpa BPF+36 kg
ha-1P2O5), b1p1 (BPF 50 kg+36 kg ha-1 P2O5), b1p2 (BPF 50 kg+27 kg ha-1 P2O5), b1p3 (BPF
7
Rata-rata serapan P dan efisiensi serapan hara P tanaman akibat dosis kombinasi pupuk P dan BPF disajikan pada Tabel 2. Serapan hara P dan efisiensi serapan hara P ubi jalar akibat pemupukan fosfor dan BPF tertinggi ditunjukkan pada dosis 50 kg BPF+18 kg ha-1 P2O5 (b1p3) dan paling kecil ditunjukkan oleh
perlakuan tanpa BPF+36 kg ha-1 P2O5 (b0p1).
Peningkatan jumlah P tersedia dalam larutan tanah berasal dari P yang dibebaskan bakteri pelarut fosfat dan dari pemberian pupuk P itu sendiri. Penyerapan unsur hara P dalam jumlah yang tinggi menunjukkan adanya peranan dari bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat. Menurut Yafizham (2003), mikroorganisme pelarut fosfat secara langsung mampu meningkatkan pelarutan P terikat tanah sehinga P tersedia dalam tanah semakin meningkat. Dengan demikian semakin tinggi P tersedia di dalam tanah pada zona perakaran, semakin banyak P terserap secara difusi oleh akar tanaman sehingga meningkatkan konsentrasi P dalam tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Basyaruddin (1982) yaitu besarnya serapan P tanaman tergantung dari ketersediaan P dalam larutan tanah dan perakaran tanaman.
Tabel 2 menunjukkan bahwa efisiensi serapan P tertinggi akibat pengaruh pemupukan fosfor dan bakteri pelarut fosfat (BPF) dijumpai pada pemupukan P
18 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 BPF (b1p3) yaitu 68%. Hal tersebut disebabkan
pemberian BPF akan merangsang pemecahan P yang terikat pada koloid tanah sehingga P menjadi tersedia sehingga serapan P oleh akar dapat meningkat dan efisiensi serapan P juga meningkat (Estiaty et al., 2006). Pada efisiensi pemupukan, peningkatan pemberian pupuk P cenderung menurunkan efisiensi serapan, dan mengalami peningkatan efisiensi seiring berkurangnya dosis pupuk P. Pemberian pupuk fosfat secara terus menerus menyebabkan penimbunan P, sehingga menurunkan respon tanaman terhadap pemupukan fosfat. Penimbunan P selain mengurangi efisiensi P juga dapat mempengaruhi ketersediaan hara lain bagi tanaman.
Efisiensi serapan P pada percobaan ini tergolong tinggi. Berdasarkan literatur Dobermann (2007), efisiensi serapanyang baik berada di kisaran 50-80%. Hal ini diduga akibat lahan sawah tempat percobaan sudah memiliki kandungan P yang tinggi, sehingga bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Pemupukan yang sesuai
8
dengan dosis yang dibutuhkan tanaman mendukung meningkatnya efisiensi serapan P. Menurut Sarief (1986) bahwa pertumbuhan tanaman dan produksi tanaman akan mencapai optimum apabila faktor penunjang pertumbuhan dalam keadaan optimal, unsur-unsur yang dimaksud adalah nutrisi yang dibutuhkan tanaman terutama N, P dan K berada dalam keadaan optimum dan tersedia bagi tanaman serta unsur hara mikro tambahan lainnya.
Komponen Pertumbuhan
Pertumbuhan ubi jalar pada penelitian ini menunjukkan respons yang sama
dari lima varietas akibat perlakuan kombinasi P2O5 dan Bakteri Pelarut Fosfat
(BPF) dan tidak terjadi interaksi antara keduanya. Panjang batang utama, jumlah daun, bobot kering dan indeks luas daun merupakan komponen pertumbuhan yang memberikan dampak terhadap produksi. Data hasil penelitian setiap peubah pengamatan dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh 5 Varietas Ubi Jalar dan Kombinasi P2O5 + Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Panjang Batang Utama, Jumlah Daun, Indeks Luas Daun dan Berat Kering Tanaman Ubi Jalar Umur 70 HST Perlakuan Panjang Batang (cm) Jumlah Daun Indeks Luas Daun Berat Kering Tanaman (g) Varietas a1 119,04 b 89,63a 2,87a 45,18a a2 118,63 b 120,75b 3,39a 41,76a a3 108,29 a 133,00b 3,25a 54,30a a4 110,85 a 131,13b 2,78a 43,75a a5 119,09 b 108a 2,47a 45,61a Kombinasi Pupuk b0p1 b1p1 b1p2 b1p3 104,32a 114,29ab 110,4ab 123,3b 101,2ab 88,3a 126,00ab 149,7b 1,39a 1,79ab 3,68c 3,95c 35,26a 36,56a 51,45b 61,21c
Keterangan :Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarakBerganda Duncan pada taraf 5%.
a1=Awachy 1, a2=Awachy 2, a3=Kuput, a4=Awachy 4, a5=Awachy 5, b0p1(Tanpa BPF+36 kg
ha-1P2O5), b1p1 (BPF 50 kg+36 kg ha-1 P2O5), b1p2 (BPF 50 kg+27 kg ha-1 P2O5), b1p3 (BPF
50kg+18 kg ha-1 P2O5).
Hasil analisis data diperoleh bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan
varietas (A) dan kombinasi P2O5 + BPF (bp) terhadap panjang batang utama,
9
menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh terhadap panjang batang utama dan jumlah daun namun tidak berbeda terhadap indeks luas daun dan berat kering tanaman.
Perlakuan varietas memberikan respons yang berbeda-beda terhadap panjang batang ubi. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman dalam hal ini tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Mildaerizanti (2008), bahwa perbedaan tinggi tanaman lebih ditentukan oleh faktor genetik. Disamping dipengaruhi oleh faktor genetik, juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh tanaman. Awachy 1 memberikan panjang batang tertinggi, hal ini diduga karena karakter batang Awachy 1 memiliki tipe batang memiliki tipe batang yang panjang dengan ruas yang jarang, sehingga meskipun memiliki batang yang panjang, namun memiliki
jumlah daun yang tidak terlaku banyak. Kuningan putih memiliki buku yang lebih
banyak dengan ruas yang lebih sempit, sehingga meskipun batangnya pendek,
tetapi memiliki jumlah daun banyak(Tabel 3).
Kombinasi BPF + 18 kg ha-1 P2O5 (b1p3) memberikan pengaruh lebih baik
untuk seluruh variabel pengamatan dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan tanpa pemberian bpf (kontrol) memberikan panjang batang ubi lebih pendek (104.32
cm) dibandingkan perlakuan b1p3 (123.3 cm). Respons perlakuan terhadap jumlah
daun terhadap pemberian kombinasi P2O5 + BPF terlihat berbeda nyata pada dosis
BPF 50 kg + 18 kg ha-1 P2O5 (b1p3). Perlakuan b1p3 dapat meningkatkan jumlah
daun dari 101 helai pada tanaman tanpa bpf (b0p1) menjadi 149 helai daun (b1p3).
Kombinasi BPF + 18 kg ha-1 P2O5 (b1p3) memberikan pengaruh lebih baik juga
pada indeks luas daun (3,95) sedangkan ILD terendah ditunjukkn oleh perlakuan kontrol (1,39).
Tabel 3 menunjukkan bahwa semua peubah pertumbuhan yang diberi kombinasi bakteri pelarut fosfat memberikan pengaruh terbaik dibandingkan kontrol. Penambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan indeks luas daun ubi jalar ini diakibatkan meningkatnya absorpsi nutrisi oleh pemberian kombinasi fosfor dan bakteri pelarut fosfat, khususnya meningkatnnya ketersediaan P yang kemudian diabsorpsikan pada tanaman.Menurut Gardner et al. (1991), ketersediaan P didalam tanah akibat pemberian bakteri pelarut fosfat sehingga
10
meningkatkan pertumbuhan tanaman akibat meningkatnnya fotosintesis yang kemudian meningkatkan pertumbuhan akar. Asosiasi mikroba dengan tanaman bersifat saling menguntungkan. Tanaman menyediakan sumber energi berupa karbon melalui fotosintat (Koide et al., 1988), sedangkan mikroba memperluas permukaan akar untuk menyerap unsur hara (Khalil et al., 1994) dan air (Elias dan Safir 1987, Bethlenfalvay et al., 1989), serta menghasilkan metabolit yang dapat melarutkan unsur hara P terikat (Kape et al., 1992). Penelitian Saraswati et al. (2006) juga mengindikasikan bahwa aplikasi bio-fosfat tanpa dikombinasikan pupuk P memberikan bobot kering biji padi sebesar 5,1%, sedangkan percobaan dengan aplikasi bio-fosfat dengan kombinasi pupuk P ¼ atau ½ anjuran (18 atau
28 kg ha-1 P2O5) meningkatkan bobot kering biji padi sebesar 33,6% dan 52,2%.
Hasil
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas memberikan pengaruh terhadap bobot ubi per petak dan panjang ubi, namun memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah ubi per petak dan diameter ubi. Pemberian kombinasi bakteri pelarut fosfat dan fosfat memberikan memberikan pengaruh terhadap jumlah ubi per petak, bobot ubi per petak, diameter ubi dan panjang ubi. Tidak terjadi interaksi antara kombinasi keduanya terhadap parameter hasil.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa varietas Kuningan Putih dan Awachy 5 menunjukkan hasil paling tinggi pada bobot ubi per petak, namun pada pengamatan panjang ubi, Awachy 1 dan 2 menunjukkan hasil yang paling tinggi. Panjang ubi tertinggi ditunjukkan oleh varietas Awachy 1 dan 2, karena tipe ubi pada Awachy 1 dan 2 memiliki tipe ubi yang panjang namun kurus, sehingga bobot ubi yang dihasilkan Awachy 1 tidak tinggi (Tabel 4). Disamping itu, tingginya bobot ubi per petak pada Kuningan Putih dan Awachy 5 diduga ada hubungannya dengan tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner et al. (1991) bahwa jumlah cabang dan panjang tanaman yang disebut sebagai kanopi tanaman mendukung kedudukan daun yang banyak dan mampu menghasilkan fotosintat yang banyak pula sehingga inisisasi atau pengaliran ke umbi lebih besar dan berdampak pada peningkatan berat umbi.
11 Tabel 4. Pengaruh Mandiri 5 Varietas Ubi Jalar dan Kombinasi P2O5 + Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Jumlah Ubi per Petak, bobot Ubi per petak, Diameter Ubi dan Panjang Ubi
Perlakuan Jumlah Ubi Petak-1 Bobot Ubi Petak-1 (kg) Diameter Ubi Panjang Ubi Varietas a1 99,00 a 18,69a 6,04a 24,17b a2 89,25 a 21,68ab 6,57a 23,51b a3 98,25 a 23,78b 6,94a 21,87ab a4 96,00a 20,40ab 6,00a 19,89a a5 93,75 a 22,03b 6,87a 21,15ab Kombinasi Pupuk b0p1 b1p1 b1p2 b1p3 82,20a 92,40ab 102,60bc 103,80c 18,30a 22,88b 23,12b 23,15b 5.81a 6.40b 6.74c 7.02d 19.30a 23.40c 21.89b 23.88d
Keterangan :Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarakBerganda Duncan pada taraf 5%.
a1=Awachy 1, a2=Awachy 2, a3=Kuput, a4=Awachy 4, a5=Awachy 5, b0p1(Tanpa BPF+36 kg
ha-1P2O5), b1p1 (BPF 50 kg+36 kg ha-1 P2O5), b1p2 (BPF 50 kg+27 kg ha-1 P2O5), b1p3 (BPF
50kg+18 kg ha-1 P2O5).
Pada Tabel 4 terlihat bahwa varietas Kuningan Putih dan Awachy 5 menunjukkan hasil paling tinggi pada bobot ubi per petak, namun pada pengamatan panjang ubi, Awachy 1 dan 2 menunjukkan hasil yang paling tinggi. Panjang ubi tertinggi ditunjukkan oleh varietas Awachy 1 dan 2, karena tipe ubi pada Awachy 1 dan 2 memiliki tipe ubi yang panjang namun kurus, sehingga bobot ubi yang dihasilkan Awachy 1 tidak tinggi (Tabel 4). Disamping itu, tingginya bobot ubi per petak pada Kuningan Putih dan Awachy 5 diduga ada hubungannya dengan tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner et al. (1991) bahwa jumlah cabang dan panjang tanaman yang disebut sebagai kanopi tanaman mendukung kedudukan daun yang banyak dan mampu menghasilkan fotosintat yang banyak pula sehingga inisisasi atau pengaliran ke umbi lebih besar dan berdampak pada peningkatan berat umbi.
Perlakuan pupuk P tanpa kombinasi BPF memberikan hasil paling rendah dibandingkan dengan perlakuan dengan bakteri pelarut fosfat karena meskipun lahan sawah tempat percobaan memiliki kandungan P yang sedang, akan tetapi ketersediaannya bagi tanaman masih rendah karena sifat P yang terikat oleh kloid tanah, sehingga tanpa adanya mikroba dalam BPF yang mampu menguraikan P
12
terikat menjadi tersedia bagi tanaman, unsur P tidak mampu tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk P dengan kombinasi BPF memberikan hasil yang lebih baik terhadap variabel hasil dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut diduga karena lahan tempat percobaan memiliki kandungan P yang sedang sehingga pemberian pupuk P yang sedikitpun sudah memberikan hasil yang baik teradap pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan adanya kontribusi yang nyata dari bakteri pelarut fosfat dalam meningkatkan hasil tanaman ubijalar.
Peningkatan pertumbuhan dan produksi tersebut menunjukkan
kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam meningkatkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman melalui enzim fosfatase yang dihasilkannya yang dapat memutus fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik sehingga meningkatkan serapan P oleh tanaman. Hal ini sesuai literatur Fitriatin et al. (2009) yang menyatakan mikroba pelarut fosfat dapat mensubstitusi sebagian atau keseluruhan kebutuhan tanaman akan pupuk P. Pemberian bakteri pelarut fosfat juga berdampak pada ketersediaan unsur hara lainnya, karena BPF berperan pula dalam merangsang regenerasi bulu-bulu akar sehingga penyerapan unsur hara melalui akar menjadi optimal, sehingga tanaman yang diberi perlakuan BPF memiliki pertumbuhan yang lebih baik. Fosfor merupakan penyusun setiap sel hidup. Fosfor merupakan penyusun fosfolipid, nukleorotein dan fitin yang selanjutnya akan menjadi banyak tersimpan di dalam biji. Fosfor sangat berperan aktif mentransfer energi di dalam sel, juga berfungsi untuk mengubah karbohidrat (Hakim et al., 1986) sehingga bobot ubijalar meningkat.
Pemberian BPF + 18 kg ha-1 P2O5 sudah memberikan pengaruh yang baik
terhadap pertumbuhan tanaman, hal ini di duga karena lahan sawah tempat percobaan sudah memiliki kandungan P yang sedang (Tabel 1) sehingga pemberian pupuk P hanya sampai 50% saja sudah mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil ubijalar karena bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan efisiensi pemberian P.
Kesimpulan
Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara varietas ubi jalar dan kombinasi pupuk P dan BPF. Varietas mempunyai keragaman pada
13
tinggi tanaman, jumlah daun, panjang ubi dan bobot ubi per petak. Pemberian
kombinasi BPF + 18 kg ha-1 P2O5 dapat memberikan pengaruh terhadap berat
kering tanaman, panjang batang utama, jumlah daun, indeks luas daun, panjang ubi, diameter ubi, jumlah ubi per plot dan bobot ubi per plot. Hasil tertinggi untuk bobot petak-1 didapat pada perlakuan 50 kg ha-1 BPF+18 kg P2O5 ha-1 (23,15 kg
ha-1).
Daftar Pustaka
Basyarudin. 1982. Penelaahan serapan dan pelepasan fosfat dalam hubungannya dengan kebutuhan tanaman jagung (Zeamays L.) pada tanah Ultisol danAndisol. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
BPS. 2014. Berita Resmi Statistik. http://www.sumut.bps.go.id. Diakses tanggal 19 Desember 2014.
Bethlenfalvay, G.L., M.S. Brown, R.N. Ames, and R.S. Thomas. 1988. Effects of drought on host and endophyte development in Mycorrhizal soybean in relation to water use and phosphate uptake. Physiol. Plant. 72:565-571. Dobermann, A. 2007. Rice, Nutrient Disorders and Nutrient Management.
Manila: IRRI and Potash & Phosphate Institute of Canada.
Estiaty, L. M., Suwardi, I. Maruya dan S.D Fatimah. 2006. Pengaruh Zeolit dan pupuk kandang terhadap unsur hara. Jurnal Zeolit Indonesia. 5(1):37‐44. Fitriatin, B.N., Y. Anny., O. Mulyani., F.S. Fauziah., M.D., Tiara. 2009.
Pengaruh mikroorganisme pelarut Fosfat dan pupuk P terhadap P tersedia, aktivitas Fosfatase, populasi mikroorganisme pelarut Fosfat, konsentrasi P tanaman dan hasil padi gogo (Oryza sativa. L.) pada Ultisols. Jurnal Agrikultura 20(3):201-215
Gardner, F.P., Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan). UI Press, Jakarta.
Ginting, R. C. B., R. Saraswati, dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut Fosfat. Dalam Simanungkalit, R.D.M., Suriadikarta, D.A., Saraswati, R., Setyorim, D., dan Hartatik, W. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Selected
reading, hlm. 141-158. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Hameda, El Sayed., S. El Dean., S. Ezzat., A.H.A. El Morsy. 2011. Responses of productivity and quality of sweet potato to phosphorus fertilizer rates and application methods of the humic acid. International Research Journal of Agricultural Science and Soil Science 1(9):383-393.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, M. A. Diha, G. B. Hong, B. Beiley. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Kape, R., K.Wax, M. Paniske, E.George, K. Wetzel, and D.Werner. 1992. Legume root metabolites and VA-Mycorrhiza development. Plant Physiol. 141(1):54-60.
14
Khalil, S., Th.E. Laynachan, and M.A.Tabatabai. 1994. Mycorrhizal dependency and nutrient uptake by improved and unimproved corn and soybean cultivars. Agron. J.86:948-958.14.
Koide, R.T., M.Li, J. Lewis, and C. Irby. 1988. Role of mycorrhizal infection in the growth and reproduction of wild vs. cultivated oats. Ecol.77:537-543. Laboratorium Kesuburan Tanah. 2014. Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.
Leiwakabessy, F.M dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan (Diktat Kuliah). Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. : Bogor.
Mildaerizanti. 2008. Keragaan Beberapa Varietas Padi Gogo Di Daerah Aliran Sungai Batanghari. http://katalog.pustakadeptan.go.id/jambi/getfile2.php?s c=2008/pos53f. pdf&format=application/pdf.
Onofri A., 2007. Routine statistical analyses of field experiments by using an Excel extension. Proceedings 6th National Conference Italian Biometric Society: “La statistics nellescienze dells vita e dell’ambiente”, Pisa, 2022 June 2007, 93-96.
Saraswati, R., Simanungkalit, R. D. M., D. A. Suriandikarta, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Anorganik. Balai Litbang Sumber Daya Lahan pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.
Salisbury, B. F. dan C. C.W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 ITB Bandung.
Sandeep, A. R., Joseph, dan Jisha, M. S. 2008. Yield and nutrient uptake of soybean (Glycine max (L) Merr) as influenced by phosphate solubilizing microorganisms. World Journal of Agricultural Sciences 4 (S): 835-838. Sarief, E.S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. 157 hal.
Shaumi, U., W. Chandria, B. Waluyo, dan A. Karuniawan. 2012. Potensi genetik ubi jalar unggulan hasil pemuliaan tanaman Unpad berdasarkan karakter agro-morfologi. p. 721-730. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan umbi, Malang 15 November 2011. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sofyan. A. Nurjaya dan A Kasno. 2003. Status Hara Tanah Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. Hlm 83 – 114. Pusat Pemeliharaan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Suwardjono. 2003. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah. Jurnal Matematika. Sain Teknologi.
Yafizham. 2003. Aplikasi mikroba pelarut fosfat dan pupuk P terhadap produksi kacang tanah pada tanah podsolik merah kuning. J. Agrotrop. Vol. 8(1): 18-22.Yogyakarta: Gava Media 34 hal.