10 BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Pengertian pajak menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
11 Ada dua fungsi utama dari pajak yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, adalah sebagai berikut :
1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini:
a. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
12 2. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut. a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Meterai.
b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan. Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi Wajib Pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam Undang-Undang Pajak. Jenis-jenis tarif pajak terdiri dari:
13 1. Tarif Progresif (Meningkat)
Tarif Progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
2. Tarif Degresif (Menurun)
Tarif degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin kecil apabila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak makin besar. Sekalipun persentasenya makin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga makin besar.
3. Tarif Proposional (Sebanding)
Tarif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, makin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan makin besar jumlah pajak terutang.
4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
14 6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
2.1.2 Perlawanan Pajak
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran serta menanggung pembiayaan Negara, maka dituntut kesadaran warga Negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Terlepas dari kesadaran sebagai warga Negara, pada sebagian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak. Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak.
Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi.
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
b. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
15 2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan menghindari pajak.
Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance adalah usaha meringankan beban pajak
dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax evasion adalah usaha meringankan beban pajak
dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak)
2.1.3 Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun. Penghasilan dalam pengertian pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajaknya tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya.
16 2.1.3.1 Subjek Pajak Penghasilan
Pengertian subjek pajak penghasilan secara umum adalah siapa yang dikenakan pajak. Didalam Undang-Undang PPh Pasal 2 ayat 1, ditegaskan bahwa ada 3 kelompok yang menjadi subjek pajak penghasilan yaitu antara lain:
1. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak 2. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk Usaha Tetap atau disingkat BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tetapi tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
17 melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen; b. Cabang perusahaan; c. Kantor perwakilan; d. Gedung kantor; e. Pabrik; f. Bengkel; g. Gudang;
h. Ruang untuk promosi dan penjualan; i. Pertambangan dan penggalian sumber alam; j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas
bumi;
k. Perikanan, peternakan, pertanian perkebunan, atau kehutanan;
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perkaitan;
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen
yang berkedudukannya tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
18 kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
2.1.3.2 Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
b. Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan;
19 c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
20 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi;
21 o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia
2.1.4 Pajak Penghasilan Badan
2.1.4.1 Tarif Pajak Penghasilan Badan
Tarif pajak penghasilan badan merupakan tarif yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak penghasilan badan terutang dalam satu tahun pajak. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya serta meningkatkan pembangunan ekonomi Negara Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai upaya termasuk didalamnya melakukan perubahan tarif pajak.
Berikut adalah beberapa tarif pajak penghasilan badan yang pernah diterapkan di Indonesia sampai dengan sekarang:
22 a. Sampai dengan tahun pajak 2008, tarif Pajak Penghasilan Badan menganut tarif proporsional dengan struktur sebagai berikut :
Tabel 2.1
Tarif Pajak Penghasilan Badan Tahun 2008 Lapisan Penghasilan Kena
Pajak Tarif Pajak
< Rp. 50.000.000 10%
Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000 15%
> Rp. 100.000.000 30%
Sumber:Data Olahan
b. Mulai tahun pajak 2009, tarif Pajak Penghasilan Badan menganut sistem tarif tunggal (single tax) yaitu sebesar 28%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi syarat tertentu yaitu salah satunya paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya, tarif PPh Badan adalah 5% lebih rendah dari tarif umum. Secara umum, perubahan tarif PPh Badan tunggal (28%) menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan besar yang biasanya kena tarif lapisan tertinggi 30%. Oleh karena itu, mulai tahun 2009, karena berubahnya tarif pajak penghasilan badan dari proporsional menjadi tarif pajak tunggal, dibuat ketentuan baru dalam Pasal 31E yang memberikan fasilitas pengurangan tarif
23 pajak sebesar 50% dari tarif umum untuk Wajib Pajak badan yang omzetnya tidak lebih dari Rp 50.000.000.000 yang dikenakan terhadap penghasilan kena pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp. 4.800.000.000.
c. Pada tahun pajak 2010, tarif Pajak Penghasilan Badan mengalami perubahan dari tarif tunggal 28% menjadi tarif tunggal 25%.
2.1.4.2 Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan
Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah mengalikan Tarif Pajak Badan dengan Penghasilan Kena Pajak.
Penghasilan Kena Pajak Badan dihitung dengan cara Penghasilan Kena Pajak Badan dihitung dengan cara mengurangi penghasilan yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan menurut pajak.
Biaya yang diperkenankan menurut pajak adalah biaya-biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Penghasilan Kena Pajak merupakan laba bersih fiskal perusahaan sebelum pajak. Yang dimaksud dengan laba PPh Terutang = Tarif Pajak Badan x Penghasilan
Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto sebagai Objek Pajak - Biaya
24 bersih fiskal adalah laba bersih komersial yang telah dilakukan rekonsiliasi fiskal baik berupa koreksi positif (menambah laba fiskal) maupun koreksi negatif (mengurangi laba fiskal) terhadap pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya komersial perusahaan. Tujuan rekonsiliasi fiskal adalah untuk mendapatkan laba kena pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2.1.5 Pembukuan
Dalam rangka menghitung jumlah pajak penghasilan badan yang terutang dalam satu tahun pajak, wajib pajak badan diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Menurut Pasal 1 angka 29 Undang-Undang KUP, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau hutang, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba/Rugi untuk periode Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan pembukuan, wajib pajak harus memiliki perangkat yang berupa buku, catatan, bukti transaksi, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya yang lengkap, sebagai dasar pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Badan.
Dokumen-25 dokumen tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kebenaran, keabsahan, keberadaannya dan harus dapat ditelusuri.
Pembukuan harus diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. Dalam pembukuan, dikenal prinsip taat azas (konsistensi) merupakan prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya tetap untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Perubahan metode pembukuan harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan-alasan logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut (Pasal 28 ayat (6) KUP).
Standar Akuntansi Perpajakan memperbolehkan Wajib Pajak menggunakan salah satu dari stelsel kas atau stelsel akrual sebagai dasar pengakuan penghasilan dan biayanya.
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada saat diperoleh dan biaya diakui pada saat terhutang, tidak tergantung pada saat kapan penghasilan diterima dan kapan biaya dibayar tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and
26 Stelsel kas adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada saat benar-benar diterima tunai dan biaya baru dapat diakui pada saat benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas untuk tujuan perpajakan bukan stelsel kas murni, melainkan stelsel kas campuran, sebab jika stelsel kas murni yang diterapkan akan mengakibatkan perhitungan yang mengaburkan penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan dan pengeluaran kas.
Oleh karena itu, untuk menghitung PPh dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Jumlah penjualan harus meliputi seluruh penjualan, tunai maupun bukan tunai;
2. Harga Pokok Penjualan harus meliputi seluruh pembelian dan persediaan;
3. Biaya memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, dapat dikurangkan dari penghasilan melalui penyusutan dan amortisasi;
4. Pemakaian stelsel kas harus taat azas.
2.1.6 Akrual
Akrual merupakan pengakuan laba dan biaya dalam penyusunan laporan keuangan. Akrual yang sering dipakai ada 2 yaitu basis akrual dan basis kas. Akrual basis akrual merupakan pengakuan penghasilan dan beban pada saat penghasilan dan beban
27 benar-benar terjadi. Akrual ini mengenal istilah matching dimana beban yang diakui sesuai penghasilan (revenue) pada saat diperoleh dalam periode yang sama. Sedangkan akrual basis kas adalah pengakuan penghasilan dan beban berdasarkan kas tunai yang diterima.
Rumus untuk menghitung Akrual: TAi,t = Ni,t – CFOi,t
TA = NDAi,t + DAi,t Dimana:
TAi,t : Total Accrual perusahaan i pada tahun t
Ni,t : Laba bersih (net income) perusahaan i pada tahun t
CFOi,t : Arus kas operasi (cash flow operation) perusahaan i
pada tahun t
NDAi,t : Non-discretionary accrual perusahaan i pada tahun t
DAi,t : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t
Basis akrual sendiri juga terdiri dari 2 konsep yaitu:
a. Non
Discretionary Accrual
Non discretionary accrual adalah pengakuan akrual
laba yang wajar, yang tunduk pada standar dan prinsip akuntansi yang berlaku.
Rumus untuk menghitung Non discretionary accrual:
TAi,t / Ai,t-1 = α ( 1/Ai,t-1 ) + β1 (∆ REVi,t – ∆RECi,t)/Ai,t-1 + β2 (PPEi,t/Ai,t-1) + ε
28 Dimana:
TAi,t : Total accrual perusahaan i pada tahun t
Ai,t-1 : Total aktiva perusahaan i pada tahun t-1
∆ REVi,t : Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi
pendapatan tahun t-1
∆ RECi,t : Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi
piutang tahun t-1
PPEi,t : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
ε : Error term perusahaan i pada tahun t
b. Discretionary Accrual
Discretionary Accrual adalah pengakuan akrual laba
atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Discretionary Accrual ini merupakan sebuah kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan pengakuan biaya sesuai dengan keinginan manajemen dalam rangka mencapai hasil akhir pada net income yang diinginkan.
Discretionary accrual tidak memberikan batasan-batasan
kepada manajemen dalam mengakui beban dan laba perusahaan. Pengakuan beban dan laba sepenuhnya dikendalikan perusahaan. Pengakuan dengan menggunakan konsep akrual merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya kecurangan-kecurangan dalam penyusunan laporan keuangan. Konsep akrual ini tidak dapat dihilangkan meskipun sangat berisiko terjadinya kecurangan. Hal ini dikarenakan dasar akrual merupakan pengakuan biaya yang rasional dan adil
29 dibandingkan dasar kas. Contohnya seperti biaya penyusutan dan biaya penyisihan piutang. Kedua biaya ini merupakan biaya yang bebas ditentukan sesuai dengan kebijakan pihak manajemen perusahaan.
Rumus untuk menghitung discretionary accrual:
DAi,t = TAi,t / Ai,t-1 - (α ( 1/Ai,t-1 ) + β1 (∆ REVi,t – ∆RECi,t)/Ai,t-1 + β2 (PPEi,t/Ai,t-1))
Dimana:
DAi,t : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t
TAi,t : Total accrual perusahaan i pada tahun t
NDAi,t : Non-discretionary Accrual perusahaan i pada
tahun t
Ai,t-1 : Total aktiva perusahaan i pada tahun t-1
∆ REVi,t : Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi
pendapatan tahun t-1
∆ RECi,t : Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi
piutang tahun t-1
PPEi,t : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
30
SIMPULAN SARAN
2.2 Hipotesis dan Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Diagram Proses Penelitian
Judul Penelitian:
Analisis Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Terhadap Laba dan Earning Management Perusahaan BEI di Indonesia
Objek Penelitan:
Perusahaan BEI di Indonesia
Pengumpulan Data:
1. Laba Bersih (net income) Perusahaan 2. Tarif Pajak Penghasilan Badan 3. Pendapatan (revenue) Perusahaan
4. Piutang (Accounts Receivable) Perusahaan 5. Aktiva Tetap Perusahaan
6. Hutang (Accounts Payable) Perusahaan 7. Modal Bersih (Equity) Perusahaan
Model Penelitian:
1. TA = NDAi,t + DAi,t
2. NDAi,t = α ( 1/Ai,t-1 ) + β1 (∆ REVi,t – ∆RECit)/Ai,t-1
+ β2 (PPEi,t/Ai,t-1) + ε
3. DAi,t = TAi,t / Ai,t-1 - (α ( 1/Ai,t-1 ) + β1 (∆ REVi,t
– ∆RECit)/Ait-1 + β2 (PPEit/Ait-1))
4. DAi,t = α + β1 TAXi,t +β2 EPi,t +β3 DERi,t + β4
31 2.2.2 Kerangka Pemikiran
Terkait dengan upaya dari perusahaan untuk menghindari pembayaran pajak yang terlalu besar, maka apabila terjadi peningkatkan tarif pajak badan, perusahaan akan cenderung untuk melaporkan laba yang rendah. Begitu juga sebaliknya, apabila terjadi penurunan tarif pajak badan, laba yang akan dilaporkan perusahaan akan cenderung meningkat. Hipotesis yang dapat disimpulkan yaitu: H01 :Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Berpengaruh Terhadap Pelaporan Laba Perusahaan.
HA1 :Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Tidak Berpengaruh Terhadap Pelaporan Laba Perusahaan.
Variabel Independen Variabel Dependen
Discretionary Accrual ( DAi,t ) Perencanaan Pajak ( TAXi,t ) Earning Pressure ( EPi,t )
Debt Equity to Ratio ( DERi,t )
Ukuran Perusahaan ( SIZEi,t )
32 Menurut Suandy (2008:23) mengatakan bahwa perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak untuk meminimumkan kewajiban perpajakan. Perencanaan perpajakan dilakukan dengan memperhatikan dan mempelajari transaksi dan fenomena yang berhubungan dengan pajak. Transaksi dan fenomena tersebut direncanakan sedemikian rupa guna untuk mengurangi pembayaran pajak dan mencari jalan untuk menunda pembayaran pajak dan sebagainya. Perubahan tarif pajak penghasilan badan yang merupakan salah satu fenomena pajak tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk memanfaatkan fenomena tersebut dalam melakukan perencanaan pajak.
Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis:
H02 :Perencanaan Pajak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
HA2 :Perencanaan Pajak Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
Earning Pressure merupakan salah satu cara manajemen laba
yang digunakan untuk menunda atau meningkatkan pendapatan dengan cara menggeser pendapatan ke periode yang akan datang. Bagi perusahaan yang belum mencapai target laba yang diinginkan, akan cenderung untuk melakukan earning pressure untuk mendapatkan target laba akuntansi.
Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis:
H03 :Earning Pressure Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
33 HA3 :Earning Pressure Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
Apabila laba perusahaan kecil dan hutang perusahaan besar, perusahaan cenderung melakukan manajemen laba dengan menurunkan hutang perusahaan. Penurunan hutang perusahaan bertujuan untuk menarik minat investor agar mau menginvestasikan modalnya di perusahaan. Sebaliknya, terkait dengan adanya kebijakan perpajakan yang memperbolehkan bunga pinjaman diakui sebagai biaya pengurang (deductible expense) dalam laporan laba rugi perusahaan, perusahaan cenderung untuk meningkatkan hutang perusahaan. Peningkatan hutang perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan biaya bunga pinjaman yang dapat menyebabkan laba perusahaan menurun. Penurunan laba perusahaan itu akan mengurangi besarnya pajak penghasilan badan yang harus dibayar perusahaan. Dari uraian tersebut dapat ditarik hipotesis:
H04 :Debt Equity Ratio Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
HA4 :Debt Equity Ratio Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
Semakin besar aset perusahaan semakin besar pula modal yang ditanamkan, semakin besar produksi, semakin besar penjualan dan semakin besar perputaran uang serta semakin besar kapitalisasi pasar. Perusahaan yang besar akan cenderung lebih berhati-hati dalam melaporkan laporan keuangannya.
34 Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk menstabilkan laba perusahaan sehingga dapat ditarik hipotesis:
H05 :Size Perusahaan Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.
HA5 :Size Perusahaan Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Discretionary Accrual Perusahaan.