Pengambilan sampel
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)
Delayota Experiment Team (D’Expert)
2012
• Seringkali kita tidak dapat melakukan penelitian atau analisis secara langsung terhadap
keseluruhan objek penelitian.
• Kasus I: Objek terlalu besar sehingga diperlukan biaya tinggi dan waktu lama untuk mengamati.
Seorang siswa SMA hendak meneliti pandangan pelajar kota Yogyakarta tentang aksi premanisme. Karena
objek penelitiannya adalah pelajar, maka ia harus meneliti siswa dari puluhan sekolah di kota
Yogyakarta. Bisa dibayangkan, berapa banyak siswa yang harus ditanyai atau diberinya angket ?
• Kasus II: Pengamatan terhadap keseluruhan objek tidak dapat dilakukan secara objektif;
• Kasus III: Pengamatan dapat merusak objek sehingga penelitian tidak bermanfaat.
Pak Kumis adalah pegawai bagian produksi di sebuah perusahaan catering. Untuk memastikan makanan yang diproduksi tetap enak, ia harus mencicipi
makanan tersebut. Tentu ia tidak mungkin mencicipi seluruh makanan, karena jika ia sudah kenyang,
makanan seenak apapun tetap terasa tidak enak, demikian pula sebaliknya. Bila pak Kumis memakan semuanya, lalu makanan apa yang hendak disajikan kepada konsumen?
• Untuk mengatasi masalah di muka, kita perlu melakukan pengambilan sampel dari populasi.
– Populasi: keseluruhan objek yang hendak diteliti. – Sampel: bagian dari populasi.
• Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh informasi
tentang populasi yang diinginkan melalui
pengamatan atau perlakuan pada sampel yang telah diambil.
• Keterangan tentang populasi biasa disebut
parameter, sedangkan keterangan yang diperoleh dari sampel disebut statistik.
• Proses memperoleh keterangan tentang populasi dari sampel disebut inferensi.
•
Menurut Teken (1965) dalam Singarimbun dan
Effendi (1987), suatu metode pengambilan
sampel yang ideal harus memenuhi sifat-sifat
di bawah ini:
– Dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi (representatif).
– Dapat menentukan ketepatan (presisi) dari hasil penelitian.
– Sederhana sehingga mudah dilaksanakan. – Memberikan keterangan sebanyak mungkin
•
Uraian Teken membawa kita pada dua
masalah utama dalam pengambilan sampel:
– Bagaimana suatu sampel dapat diambil daripopulasi?
– Berapa banyak sampel yang harus diambil?
•
Dua masalah ini yang akan kita bahas secara
detail pada bagian-bagian selanjutnya.
•
Kerangka sampling (
sampling frame
)
merupakan daftar seluruh unit populasi yang
akan digunakan untuk mengambil sampel.
•
Kerangka sampling dapat diperoleh:
– dari penelitian sebelumnya, misal sensus
penduduk menghasilkan kerangka sampling untuk penelitian-penelitian BPS.
– dari pejabat yang berwenang, misal kepala
sekolah (untuk data siswa dalam satu sekolah), lurah/ketua RT (untuk data penduduk dalam satu kelurahan/RT), dan sebagainya.
• Penggalan contoh kerangka sampel (sampling frame) dalam suatu penelitian terhadap siswa-siswi SMAN 8 Yogyakarta.
BAGIAN I
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan Sampel Penelitian• Teknik pengambilan sampel hanya dikenakan
pada unit-unit populasi yang terhitung banyaknya (countable).
• Pada hakekatnya, pengambilan sampel dapat dibedakan menjadi dua cara, yakni:
– Pengambilan sampel probabilistik, bila setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terambil sebagai anggota sampel.
– Pengambilan sampel nonprobabilistik, bila peluang satu anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sampel tidak sama dengan peluang anggota lainnya.
•
Pengambilan sampel probabilistik meliputi
beberapa teknik di bawah ini:
– Contoh acak sederhana (simple random sampling) – Contoh acak berlapis (stratified random sampling) – Contoh kelompok (cluster sampling)
– Contoh sistematis (systematic sampling)
•
Pengambilan sampel nonprobabilistik
meliputi
beberapa teknik di bawah ini:
– Contoh bertujuan (purposive sampling) – Contoh bola salju (snowball sampling)
– Contoh berdasar keterangan ahli (expert sampling) – Contoh berdasar kuota (quota sampling)
– Contoh sambil-lalu (haphazard/incidental sampling)
• Dalam pengambilan contoh acak sederhana (simple random sampling), setiap anggota
populasi memiliki peluang atau kemungkinan yang sama untuk terpilih menjadi anggota
sampel.
• Teknis pengambilan contoh acak sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan undian maupun angka acak (random numbers) yang dapat
diperoleh dari literatur, komputer, maupun kalkulator scientific.
• Pengambilan sampel acak sederhana hanya boleh dilakukan bila populasi dapat dianggap homogen untuk kriteria yang hendak diteliti.
• Contoh tabel angka acak dari buku/literatur. Bila
diperlukan tiga digit angka acak, bacalah angka tersebut setiap tiga angka, dan seterusnya. Angka yang lebih
besar daripada jumlah populasi biasanya diabaikan. Penentuan tempat awal pembacaan dapat dilakukan dengan pensil sambil menutup mata.
• Angka acak juga dapat
diperoleh dengan bantuan komputer, misalnya dalam
Microsoft Excel dengan perintah
=randbetween(a,b)
untuk menghasilkan bilangan acak yang besarnya terletak di antara a dan b.
Bila dikehendaki bilangan acak antara 0 dan 1, dapat langsung digunakan perintah
•
Kelebihan:
•
Merupakan teknik pengambilan sampel
yang cukup praktis.
•
Tidak memerlukan informasi yang rinci
tentang populasi.
•
Tidak memerlukan penggolongan/klasifikasi
anggota populasi.
•
Kelemahan:
•
Tingkat kesalahan cenderung besar,
terutama bila populasi tidak homogen.
•
Cenderung mengabaikan informasi tentang
populasi.
• Pada pengambilan contoh acak berlapis (stratified random sampling), mula-mula populasi dibagi
menjadi dua atau lebih lapisan (stratum) yang lebih homogen dan bersifat saling asing
(mutually exclusive), yakni setiap anggota populasi berasal dari tepat satu lapisan.
Selanjutnya, dari masing-masing lapisan yang terbentuk diambil sejumlah sampel secara acak.
• Banyaknya sampel yang diambil dari setiap lapisan dinamakan alokasi sampel, dapat
ditentukan seragam (sama untuk tiap lapisan), proporsional, maupun biaya minimum.
• Pada alokasi sampel seragam,
banyaknya sampel yang diambil dari setiap lapisan sama banyak.
• Pada alokasi sampel proporsional, banyaknya sampel yang diambil dari setiap lapisan sebanding dengan
banyaknya anggota populasi dalam lapisan tersebut.
• Pada alokasi sampel biaya minimum, ditentukan jumlah sampel
sedemikian rupa sehingga biaya yang dikeluarkan (oleh peneliti/sponsor) mencapai minimum.
Bajuri, siswa SMA “Maju”, hendak mengadakan penelitian tentang persepsi siswa SMA “Maju” terhadap penambahan jam pelajaran. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA “Maju” yang berjumlah 1800 orang dan dapat dibagi menjadi tiga lapisan di bawah ini:
• stratum siswa kelas XII sebanyak 600 orang, • stratum siswa kelas XI sebanyak 600 orang, • stratum siswa kelas X sebanyak 600 orang.
Dari tiap stratum, Bajuri mengambil sejumlah siswa secara acak sebagai sampel untuk mengisi kuesioner yang telah disiapkan. Pengambilan sampel inilah yang disebut contoh acak berlapis (stratified random sampling).
I L U S T R A S I
•
Kelebihan:
•
Dalam kondisi populasi heterogen, sampel
ini lebih representatif dibandingkan
pengambilan contoh acak sederhana.
•
Memungkinkan dilakukannya perbandingan
antar kondisi lapisan / stratum.
•
Kelemahan:
•
Diperlukannya informasi yang cukup
tentang masing-masing lapisan (stratum).
•
Peneliti harus menggolongkan
masing-masing unit populasi ke dalam setiap
stratum secara tepat.
• Mula-mula, populasi dibagi menjadi beberapa kelompok (cluster), kemudian diambil satu atau lebih cluster secara acak. Seluruh anggota
populasi yang terdapat dalam kelompok / cluster
itulah yang diteliti.
• Perbedaan dengan sampel acak berlapis pada homogenitas: masing-masing lapisan pada
sampel acak berlapis cenderung lebih homogen, sedangkan masing-masing kelompok pada
sampel berkelompok (cluster sampling) tidak
harus lebih homogen. lihat gambar pada slide berikut.
populasi Stratum ke-1 Stratum ke-2 ... Stratum ke-n Stratified random sampling: Populasi dibagi menjadi beberapa lapisan, kemudian dari masing-masing lapisan diambil sejumlah individu sebagai sampel. populasi Cluster sampling: Populasi dibagi menjadi beberapa kelompok / cluster, kemudian dipilih satu atau lebih kelompok sebagai sampel.
I L U S T R A S I
Seorang peneliti ingin mengetahui tingkat pemahaman
siswa-siswi kelas enam SD di Kota Yogyakarta tentang kese-hatan reproduksi. Untuk itu, diperlukan sampel dari
puluhan SD di kota Yogyakarta. Dalam hal ini, pengambilan contoh acak sederhana tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia kerangka sampel berupa daftar nama seluruh siswa kelas enam SD di Kota Yogyakarta.
Apa yang dapat dilakukan? Peneliti dapat memandang
kecamatan sebagai kelompok (cluster), kemudian memilih satu atau lebih kecamatan secara acak sebagai sampel.
Selanjutnya, peneliti mengunjungi setiap SD yang terdapat dalam kecamatan tersebut dan menanyai siswa-siswi kelas enam di sekolah-sekolah tersebut sebagai sampel dalam penelitiannya.
• Cluster yang telah dipilih (sebagai unit sampel primer) dapat dibagi lagi menjadi beberapa
subkelompok yang disebut unit sampel sekunder. Proses ini disebut pengambilan contoh dua tahap (two stage sampling menurut Mahalanobis atau
subsampling menurut Cochran).
• Kelebihan:
• Praktis, karena kebutuhan data untuk kerangka sampel (sampling frame) dapat diperkecil.
• Kelemahan:
• Membagi cluster agar semuanya tetap mewakili (representatif) terhadap populasi penelitian
merupakan hal yang sukar.
• Pengukuran kesalahan (galat/eror) sangat sulit dilakukan.
I L U S T R A S I
Dari contoh semula, misal peneliti menganggap kecamatan sebagai “unit sampling primer”, ia dapat menganggap
sekolah sebagai “unit sampling sekunder”. Untuk itu, ia mencatat daftar sekolah dalam setiap kecamatan yang
terpilih sebagai sampel, kemudian mengundi untuk memilih satu atau lebih sekolah-sekolah dalam kecamatan tersebut. Selanjutnya, peneliti menanyai semua siswa kelas enam
pada sekolah yang telah terpilih sebagai unit sampel. Dalam hal ini, peneliti tersebut menggunakan sampel multistage sampling. POPULASI UNIT SAMPLING PRIMER UNIT SAMPLING SEKUNDER Diambil satu atau lebih Diambil satu atau lebih
•
Pada pengambilan contoh sistematis
(systematic sampling
)
,
diperlukan aturan
tertentu untuk mengambil sampel dengan
bantuan angka acak.
•
Ada tiga macam aturan yang dapat digunakan
untuk mengambil contoh sistematis sebanyak
n
dari suatu populasi berukuran N, yakni:
– Aturan Taro Yamane (1967) – Aturan Cochran (1977)
•
Aturan Taro Yamane (1967)
• Ditentukan n, kemudian ditentukan bilangan k = n/N (dibulatkan).
• Selanjutnya diambil bilangan acak j, 0 < j < N. • Sampel sistematik yang terpilih adalah unit-unit
populasi yang bernomor (j), (j ± k), (j ± 2k), (j ± 3k), dan seterusnya.
•
Aturan Cochran (1977)
• Ditentukan n, kemudian ditentukan bilangan k = n/N (dibulatkan).
• Selanjutnya diambil bilangan acak j, 0 < j < k.
• Sampel sistematik yang terpilih adalah unit-unit populasi yang bernomor (j), (j + k), (j + 2k), (j + 3k), dan seterusnya.
•
Aturan Lahiri (1952) dalam Murthy (1967),
dikutip dalam Cochran (1977)
• Ditentukan n, kemudian ditentukan bilangan k = n/N (dibulatkan).
• Selanjutnya diambil bilangan acak j, 0 < j < N. • Sampel sistematik yang terpilih adalah unit-unit
populasi yang bernomor (j), (j +k), (j+ 2k), dan seterusnya memutari “lingkaran” khayal, artinya bila (j + pk) > N, secara otomatis kita mengambil unit ke (j + pk – N) sebagai sampel.
• Catatan: Tidak masalah aturan mana yang hendak digunakan, asalkan konsisten dalam menentukan sampel yang dipilih!
y y + k y + 2k y + 3k y + 4k y + 5k ....
Ilustrasi Contoh Sistematik Metode Cochran
Ilustrasi Contoh Sistematik Metode Taro Yamane
y – 3k y – 2k y - k y y + k y + 2k ....
Ilustrasi Contoh Sistematik Metode Lahiri
y y + k y + 2k y + 3k y + 4k y + 6k y + 5k y + 10k y + 7k
y + 8k Dalam contoh sistematik
metode Lahiri di samping, y + 10k > N
sehingga yang diambil seba-gai sampel adalah unit ke
y + 10k – N
Ternyata unit ini berada di antara unit ke y dan y+k.
I L U S T R A S I
Seorang peneliti ingin mengetahui pendapat para pedagang di pasar Prawirotaman terhadap usulan pembangunan
pusat jajan dan oleh-oleh di lantai atas pasar tersebut. Dari sang Lurah Pasar, ia memperoleh daftar pedagang di pasar tersebut sebagai kerangka contoh (sampling frame). Misal di pasar tersebut ada 600 pedagang, dan ia hendak
mengambil sampel sebanyak 100 orang dengan teknik pengambilan sampel sistematik menurut Taro Yamane. Mula-mula ditentukan k = 100/600 = 6. Selanjutnya, ia
mengambil angka dari tabel bilangan random, misal didapat angka 243. Untuk itu, diambil sampel pedagang dengan
nomor ... 195, 201, 207, 213, 219, 225, 231, 237, 243, 249, 255, 261, 267, 273, 289, 295, 301, ... (dan seterusnya).
•
Pengambilan contoh bertujuan (
purposive
sampling
) adalah pengambilan sampel yang
dilakukan berdasarkan syarat atau kriteria
tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti
sesuai dengan hipotesis atau tujuan
penelitiannya.
•
Dalam hal peneliti melakukan pengambilan
sampel berdasarkan penilaiannya sendiri,
contoh semacam ini dinamakan pengambilan
contoh tertentu (
judgement sampling
).
I L U S T R A S I
Hilda ingin meneliti cara belajar yang digunakan oleh siswa-siswi yang pernah mewakili Indonesia dalam olimpiade
sains tingkat Internasional. Oleh karena itu, ia hanya akan mewawancarai siswa-siswi yang pernah mewakili Indonesia dalam olimpiade tersebut. Siswa-siswi peserta olimpiade sains tingkat Internasional yang ditanyai ini dapat
dipandang sebagai sampel bertujuan/purposive sampling. Bobo ingin mengetahui cara belajar yang diterapkan pada anak-anak dengan gangguan mental Attention Deficit
Hiperactivity Disorder (ADHD). Karena adanya perbedaan derajat gangguan tersebut, maka ia mengamati dan menen-tukan sendiri apakah subjek ADHD yang ia temui layak
dijadikan sampel dalam penelitiannya. Proses pengambilan contoh seperti inilah yang disebut judgement sampling.
•
Kelebihan:
•
Peneliti dapat menentukan sendiri kriteria
sampel yang diinginkan olehnya.
•
Memungkinkan diperolehnya sampel
dengan kondisi-kondisi khusus menurut
pertimbangan peneliti.
•
Kelemahan:
•
Tidak selalu dapat digunakan untuk
mengukur proporsi secara kualitatif, kecuali
bila digunakan sampel dalam jumlah yang
cukup besar.
•
Contoh dari ahli (
expert sampling
) merupakan
pemilihan sampel berdasarkan pendapat dari
para ahli atau orang yang lebih mengetahui
kondisi populasi.
•
Kelebihan:
– Praktis, terutama bagi penelitian yang dilakukan di luar daerah jangkauan peneliti.
•
Kelemahan:
– Informasi yang diberikan bisa bersifat bias karena terdapat tendensi/keinginan tertentu dari pemberi informasi.
Gober ingin meneliti pandangan pelajar kelas XII SMA /
sederajat di kabupaten Sleman terhadap rencana penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) mulai tahun ajaran 2013/2014 nanti. Sayang-nya, Gober tidak memiliki informasi tentang SMA, SMK, dan MA yang berada di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu,
Gober mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Sleman dan menemui Kepala Dinas tersebut. Salah seorang staf dinas tersebut kemudian menunjukkan beberapa
sekolah yang sebaiknya dijadikan sampel untuk penelitian itu. Berbekal informasi dari staf dinas ini, Gober segera mendatangi sekolah-sekolah yang dimaksud untuk melak-sanakan penelitian yang diinginkannya.
I L U S T R A S I
• Pada pengambilan contoh bola salju (snowball sampling), mula-mula peneliti mengambil
beberapa individu sebagai responden/sampel. Dari sampel yang telah terambil ini, peneliti
mendapatkan informasi tentang beberapa orang lain yang juga dapat dijadikan sampel, demikian seterusnya hingga peneliti memperoleh sejumlah sampel yang cukup.
• Metode ini biasanya digunakan bilamana tidak terdapat informasi pasti tentang jumlah maupun distribusi anggota populasi yang hendak diteliti.
Husin ingin meneliti potensi ekonomis pementasan wayang kulit oleh dalang di kota Yogyakarta. Karena tidak adanya daftar dalang di kota Yogyakarta, maka Husin mengambil dua orang dalang yang diketahuinya sebagai sampel. Dari dalang tersebut, Husin mempero-leh kontak dalang lain sebagai sampel berikutnya.
Demikian terus menerus hingga ia mendapat sejumlah dalang sebagai sampel.
I L U S T R A S I
• Bila tersedia informasi yang cukup tentang anggota populasi, sebaiknya peneliti tidak menggunakan
teknik pengambilan sampel Bola Salju (snowball sampling) ini.
•
Pada pengambilan contoh dengan kuota
(
quota sampling
)
,
peneliti memfokuskan diri
pada pemenuhan jumlah responden yang
diperlukan dari masing-masing kelompok atau
lapisan. Umumnya peneliti tidak memiliki
kerangka sampling, namun perlu mengambil
sampel dari berbagai kategori dalam jumlah
tertentu agar dapat dibandingkan.
•
Bila peneliti memiliki kerangka sampel, contoh
kuota lebih baik diganti dengan contoh acak
berlapis (
stratified random sampling
).
Bulan Juli mendatang, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI berencana menerapkan kurikulum 2013 di tingkat pendidikan SD hingga SMA. Hatori, seorang
pengamat pendidikan, ingin mengetahui pandangan pela-jar SMP kelas IX di suatu kota tentang pemberlakuan
kurikulum 2013. Berdasarkan informasi yang ada, di sekolah tersebut terdapat 14 SMP Negeri dan 26 SMP swasta. Hatori berencana mengambil 200 pelajar SMP sebagai sampel, dengan kuota:
(14 / 40) x 200 orang = 70 siswa SMP Negeri (26 / 40) x 200 orang = 130 siswa SMP Swasta
Pengambilan sampel ini tergolong sampel kuota, kare-na Hatori hanya memperhatikan jumlah siswa yang diperlukan dalam sampelnya. I L U S T R A S I
•
Pengambilan contoh sambil-lalu (
incidental
sampling
atau
haphazard sampling
) dilakukan
responden dengan ‘mengambil’ sembarang
orang yang bisa diraihnya saat penelitian
untuk dijadikan sampel.
•
Pengambilan contoh sambil-lalu sering
dijumpai dalam uji organoleptik dan dalam
riset perdagangan yang mengandung unsur
promotif. Dalam penelitian ini, kondisi individu
sampel tidak dianggap penting.
PT AntiNgelak merupakan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) baru yang mengklaim produknya
jauh lebih segar dan lebih nikmat dibandingkan produk air minum dalam kemasan maupun air mineral
sejenisnya. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang air minum ini, PT AntiNgelak membuka stand di suatu mall. Beberapa karyawan PT AntiNgelak
kemudian menanyai orang-orang yang lewat maupun berbelanja di mall tersebut sambil membagikan
kenang-kenangan cantik. Dalam hal ini seorang pengunjung mall terpilih menjadi sampel karena kebetulan semata-mata, inilah yang dinamakan haphazard atau incidental sampling.
I L U S T R A S I
• Pengambilan sampel digunakan untuk memilih responden, bukan informan. Informan adalah orang yang menjadi pemberi informasi karena pengetahuannya, bukan karena posisinya yang mewakili suatu populasi.
• Pengambilan sampel hanya digunakan pada
populasi yang jumlahnya terhitung (countable). – Populasi = masyarakat RW XI Mantrijeron Yogyakarta,
sampel = 100 warga yang dipilih secara acak (benar). – Populasi = air laut di pantai selatan, sampel = dua liter
•
Bila peneliti ingin menggunakan pendekatan
kuantitatif (misalnya menentukan persentase
atau rata-rata suatu populasi berdasarkan
sampel, membandingkan rata-rata beberapa
populasi, dan sejenisnya), sebaiknya peneliti
menggunakan teknik pengambilan sampel
probabilistik.
•
Sampel nonprobabilistik juga boleh digunakan
untuk keperluan di atas, asalkan jumlah
sampel yang diambil cukup besar sehingga
meyakinkan.
BAGIAN II
PENENTUAN JUMLAH SAMPEL
Pengambilan Sampel Penelitian•
Semakin tinggi derajat keseragaman (
degree
of homogeneity
) populasi, sampel yang
diambil akan semakin sedikit.
•
Semakin tinggi ketelitian (presisi), sampel yang
dibutuhkan akan semakin banyak.
•
Semakin banyak sampel yang diambil,
dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang
semakin besar.
•
Beberapa teknik analisis data mensyaratkan
jumlah sampel tertentu yang cukup besar.
• Pada tahun 1970, Robert V Krejcie dan Daryle W Morgan mempublikasikan tabel ukuran sampel yang dapat langsung digunakan tanpa melakukan perhitungan apapun. Tabel Krejcie dan Morgan pada tingkat signifikansi 5% dapat dilihat pada slide berikut.
• Untuk keperluan khusus (misal pembandingan dua rata-rata dengan uji t, perbandingan
proporsi, dan sejenisnya) sebaiknya peneliti menghitung sendiri jumlah sampel yang
N n N n N n N n N n 10 10 110 86 300 169 950 274 4500 354 15 14 120 92 320 175 1000 278 5000 357 20 19 130 97 340 181 1100 285 6000 361 25 24 140 103 360 186 1200 291 7000 364 30 28 150 108 380 191 1300 297 8000 367 35 32 160 113 400 196 1400 302 9000 368 40 36 170 118 420 201 1500 306 10000 370 45 40 180 123 440 205 1600 310 15000 375 50 44 190 127 460 210 1700 313 20000 377 55 48 200 132 480 214 1800 317 30000 379 60 52 210 136 500 217 1900 320 40000 380 65 56 220 140 550 226 2000 322 50000 381 70 59 230 144 600 234 2200 327 75000 382 75 63 240 148 650 242 2400 331 1000000 384 80 66 250 152 700 248 2600 335 N = ukuran populasi n = ukuran sampel 85 70 260 155 750 254 2800 338 90 73 270 159 800 260 3000 341 95 76 280 162 850 265 3500 346 100 80 290 165 900 269 4000 351
• Bila disajikan dalam bentuk diagram, tabel pada slide di atas akan menjadi seperti di bawah ini.
• Cochran, William G. 1977. Sampling Techniquees, 3rd edition. New York: John Wiley and Sons
• Laning, Vina Dwi. 2009. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas
XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
• Sardjono. 2011. Metode Survei Sampel. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (UGM)
• Suharto, G. 1988. Metode Penelitian dalam Pendidikan Bahasa. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta