BAB IV
Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi
IV.1 Model Concordance
Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan mencocokkan nilai parameter parameter dalam model mereka dengan hasil pengamatan. Beberapa teknik numerik telah dikembangkan dalam mengevolusi persamaanpersamaan kosmologi itu. Algoritma untuk mengolah data CMB dalam kerangka kosmologi pertama kali dikembangkan oleh Seljak dan Zaldarriaga (1996) dan kemudian diimplementasikan dalam program komputer CMBFAST. Pada Pembahasan Tugas Akhir ini penulis menggunakan bahan studi yang didapat dari website http://space.mit.edu/home/tegmark/CMB/movies.html Analisis yang akan dilakukan dengan menggunakan power spectrum CMB dan power spectrum distribusi galaksi dalam format movie. Format movie ini menjadi cara bereksperimen dengan nilai parameterparameter kosmologi untuk mendapatkan bentuk power spectrum. Dalam publikasi makalah “Towards a refine cosmic concordance model: joint 11parameter konstraints CMB and largescale structure” (Max Tegmark, Matias
Zaldarriaga, Andrew J. S. Hamilton 2000), diusulkan hasil power spectrum dengan melakukan fitting menggunakan data Struktur Skala Besar untuk melihat bagaimana setiap parameterparameter kosmologi mempengaruhi bentuk bentuk power spectrum
spectrum Struktur Skala Besar. Parameter yang paling fit ditunjukkan pada Gambar
IV.1. Fitting nilai parameter harus konsisiten secara langsung pada kedua kurva. Data galaksi didapat dari IRAS Point Source Catalogue Redshift (PSCz). Mengandung data dari 18,351 galaksi dengan cakupan 84% bagian langit dan
kedalaman 400h1Mpc. Untuk mengetahui distribusi massa galaksi, dilakukan analisis
statistikal seperti pada distribusi temperatur CMB, yaitu dengan menggunakan fungsi korelasi dua titik, dalam hal ini, seberapa jauh kita dapat menemukan satu buah
galaksi dengan jarak sudut dari sebuah galaksi. Dengan hubungan θ power spectrum
galaksi ( ) ns s P k ( A k . Kita akan menyelidiki konstrain parameterparameter kosmologi baik secara terpisah maupun digabung, dan kita akan melihat bagaimana kedua data ini saling mengkoreksi kekonsistenan.
Urutan pekerjaan program komputer untuk menghasilkan movie tersebut adalah:
1. Hitung power spektra CMB Cl dan galaksi P(k) sebagai panduan model 11
parameter dimensional;
2. Hitung seberapa baik data fit untuk setiap model,
3. Lakukan interpolasi 11dimensional dan marginalkan untuk mendapatkan konstrain setiap parameter dan gabungan parameter. Pemilihan parameterparameter berdasarkan keterikatannya terhadap proses proses fisis penting di alam semesta. Parameter berjumlah 12 parameter dengan 11 parameter bebas dan dengan 2 i h i . Parameter laju pengembangan alam semesta
h tidak merupakan parameter bebas karena kita kebergantungannya terhadap
parameterparameter lain.
Ωk : Parameter ini digunakan untuk menentukan kurvatur ruang, apakah negatif (terbuka), nol (datar), atau positif (tertutup). Pada model ini nilai Ωk yang berubah dari 1 ke 1 ΩΛ : Konstanta Kosmologi ωd : Densitas Cold Dark matter (CDM ) ωb : Densitas materi yang teramati (baryon) fν : Densitas materi panas yang tidak dapat dideteksi, seperti neutrino.
ns : Menggambarkan gumpalan awal materi pada skala yang berbedabeda.
Subcript s berarti skalar, CMBR tidak terpolarisasi. ns terdapat pada hubungan:
( ) ns
s
P k A k . k adalah bilangan gelombang.
spectrum CMB sedang bagian bawah adalah power spectrum galaksi. Perbandingan power spectrum CMB dengan power spectrum galaksi ditujukan untuk melihat
kekonsistenan parameter terhadap kedua power spectrum tersebut sekaligus. Pada plot kurva power spectrum CMB sumbu horizontal kurva menunjukkan besaran multipol
yang semakin besar multipol menujjukan semakin kecil skala sudutnya =2π θ , dan
sumbu vertikal menunjukkan besar nilai fluktuasi yang semakin membesar ke atas. Plot kurva distribusi galaksi menunjukkan besaran k pada sumbu horizontal, yang berasosiasi dengan besaran fisis galaksi melalui hubungan k =2π λ dengan λ
merupakan besar gangguan perturbasi, semakin ke kanan semakin kecil. Sumbu vertikal menyatakan besaran fluktuasi densitas yang semakin ke atas menunjukkan nilai yang semakin kecil. Pada bagian kanan kurva menunjukkan berbagai parameter kosmologi yang dimasukkan ke dalam analisis fitting untuk mendapatkan nilai parameter yang paling fit dengan data. Kurva merah merupakan kurva hasil fitting.
Dari sederetan parameter yang telah disebutkan, penulis akan berkonsentrasi meninjau dampak dari variasi parameterparameter tertentu saja. Parameter yang akan ditinjau lebih mendalam adalah parameter ω b, ω d, dan ΩΛ.
Pemilihan parameter baryon, dark matter, dan konstanta kosmologi dikarenakan parameterparameter tersebut memberikan pengaruh besar dalam evolusi struktur alam semesta dan secara bersamasama, konstanta kosmologi dan dark
matter menentukan harga h (lihat persamaan 2.13).
Pada analisis ini data dari skenario concordance tidak memasukan data terbaru dari hasil pengamatan WMAP. Namun, jika kita memasukan datadata hasil pengamatan terbaru tidak akan mengubah hasil analisis power spectrum yang dilakukan oleh penulis. Penambahan data hanya akan mengubah fitting kurva power
IV.2 Hubungan fluktuasi temperatur CMB dengan densitas massa
galaksi
Berikut ini kita akan melihat bagaimana variasi besaran parameter ω d dan ω b
mengubah bentuk fitting kurva. Model concordance mengambil konstrain ω d + ω b =
0.15. Yang menjadi perhatian kita adalah bagaimana perubahan kedua parameter memberi pengaruh kepada bentuk kedua kurva, bukan nilai yang paling fit terhadap
kurva. Pada model ini jumlah densitas materi konstan, ω d + ω b = 0.15. Kita akan
melihat bagaimana perubahan jumlah masingmasing parameter mempengaruhi bentuk kedua kurva. Dapat dilihat bahwa selalu terdapat nilai bagi kedua parameter, artinya alam semesta tidak diisi oleh hanya salah satu komponen. Variasi perubahan nilai kedua parameter diberikan pada tabel berikut: ω d ω b 0.15 0.001 0.14 0.01 0.13 0.02 0.12 0.03 0.11 0.04 0.10 0.05 0.09 0.06 0.08 0.07 ω d ω b 0.07 0.08 0.06 0.09 0.05 0.10 0.04 0.11 0.03 0.12 0.02 0.13 0.01 0.14 0.001 0.15
Gambar IV.2 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.15 dan ω b = 0.001
Gambar IV.4 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.13 dan ω b = 0.020
Gambar IV.6 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.11 dan ω b = 0.040
Gambar IV.8 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.090 dan ω b = 0.060
Gambar IV.10 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.070 dan ω b = 0.080
Gambar IV.12 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.050 dan ω b = 0.10
Gambar IV.14 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.030 dan ω b = 0.12
Gambar IV.16 Power spectrum dengan variasi nilai ω d = 0.010 dan ω b = 0.14
Variasi nilai ΩΛ diikuti perubahan nilai h sebagai berikut: ΩΛ h 0.90 1.20 0.80 0.87 0.70 0.71 0.60 0.81 0.50 0.66 ΩΛ h 0.40 0.50 0.30 0.48 0.20 0.43 0.10 0.41 0.000 0.39 Tabel IV.2 Variasi nilai ΩΛdan h pada kurva power spectrum
Pada model kali ini, parameterparameter lain bernilai konstan, dengan nilai 0.13
d
dan b 0.02.
Variasi ΩΛ mengubah fitting kurva sebagai berikut:
Gambar IV.19 Power spectrum dengan variasi nilai ΩΛ = 0.80 dan h = 0.87
Gambar IV.21 Power spectrum dengan variasi nilai ΩΛ = 0.60 dan h = 0.61
Gambar IV.23 Power spectrum dengan variasi nilai ΩΛ = 0.40 dan h = 0.60
Gambar IV.25 Power spectrum dengan variasi nilai ΩΛ = 0.20 dan h = 0.43
Gambar IV.27 Power spectrum dengan variasi nilai ΩΛ = 0.000 dan h = 0.39
Variasi nilai ω d dan ω b mengakibatkan perubahan puncak pertama pada
power spectrum CMB mengalami kenaikan dengan posisi puncak pada l yang tetap
dan mengalami pelebaran. Puncak kedua mengalami pergeseran ke kanan l (membesar) dan mengalami pelebaran dan kenaikan.
Pada power spectrum galaksi, semakin sedikit fraksi dark matter dan semakin banyaknya fraksi baryon membuat kurva power spectrum semakin menurun dengan terdapat titik belok. Penurunan kurva disertai timbulnya strukturstruktur skala kecil pada k besar.
Dengan mengambil parameter k=0, yaitu alam semesta flat, jumlah baryon yang banyak akan membuat distribusi galaksi kecil. Galaksi yang terbentuk berukuran besarbesar, namun akan jarang ditemukan galaksi lain yang berada di dekatnya.
dominan sebagai komponen penyusun sistem. Begitu juga dengan struktur yang lebih besar lagi, gugus galaksi yang komponen dark matternya jauh lebih banyak dibandingkan dengan baryon.
Kita simpulkan bahwa pada pembentukan strukturstruktur skala besar, komponen dark matter jauh memegang peranan penting dibandingkan dengan komponen baryon. Semakin tinggi volume yang kita tinjau, porsi dark matter semakin dominan. Sebaliknya, pembentukan strukturstruktur kecil seperti bintang, komponen baryon memegang peranan besar pada proses pembentukannya.
Jumlah densitas baryon tidak hanya memperdalam fluktuasi, namun juga mempertajam fluktuasi densitas yang muncul di alam semesta dikarenakan interaksi baryonbaryon jauh lebih kuat dari interaksi baryondark matter atau dark matter
dark matter sehingga perubahan jumlah baryon memberi efek yang besar pada
strukturstruktur skala kecil. Sebaliknya walau dark matter interaksinya lemah, namun dark matter memiliki efek skala besar.
Persamaan Friedmann hanya mendeskripsikan evolusi alam semesta secara global pada skala yang besar yang diparameterisasi oleh parameterparameter kosmologikal, namun tidak menggambarkan evolusi alam semesta pada struktur struktur skala kecil, tidak mengikutsertakan parameterparameter yang lain untuk rincian skala yang kecil seperti kelimpahan baryon pada suatu galaksi. Oleh karena itu, parameter pengkarakterisasi pada model concordance ditambahkan dengan parameterparameter yang berkaitan dengan struktur skala kecil.
awal ini akan menghambat proses pembentukan strukturstruktur berikutnya dikarenakan alam semesta harus menunggu temperaturnya cukup dingin untuk terjadi proses pembentukan struktur. Saat temperatur turun lebih cepat dari efek pemanasan, pembentukan bintang generasi berikutnya bisa dimulai.
Perubahan parameter ΩΛ tidak merubah bentuk kedua kurva namun hanya
menggeser kurva power spectrum CMB ke kanan dan memberikan pengaruh pada kurva bagian kiri power spectrum galaksi, memberi efek yang sama dengan yang diberikan kurvatur, yaitu menghambat pembentukan struktur dan mengubah besar parameter h. Perubahan yang paling besar terjadi pada skala yang besar pada kedua
kurva. Pada skala kecil tidak terjadi perubahan. Λ merupakan sesuatu yang belum
diketahui banyak, akan tetapi tampaknya berasosiasi dengan ruang itu sendiri. Densitasnya tidak berubah terhadap waktu sehingga dengan meningkatnya volume alam semesta dengan sendirinya Λ semakin besar, parameter ΩΛ akan sangat
dirasakan pada struktur skala besar. Saat alam semesta dini Λ merupakan komponen
yang tidak signifikan. Sekarang ini alam semesta didominasi oleh Λ .
Perubahan parameterparameter tertentu pada model menunjukkan adanya hasil yang konvergen. Parameterparameter pada power spectrum fluktuasi temperatur
CMB ternyata sangat cocok untuk fluktuasi temperatur densitas massa galaksi, hal ini
Gambar IV. 28 Fluktuasi densitas alam semesta di berbagai tepat dari berbagai metode pengamatan.
Sumber http://space.mit.edu/home/tegmark/sdss/release031022.html
Pada Gambar IV.28 fluktuasi densitas terhadap skala (dalam juta tahun cahaya) menggambarkan fluktuasi densitas alam semesta di berbagai tempat. Fluktuasi bernilai sangat kecil pada CMB namun bersifat kosmologis. Semakin kecil skala yang di tinjau, fluktuasi densitas semakin besar. Dengan menggabungkan data pengamatan pada galaksi dan gugus galaksi dengan fluktuasi temperatur CMB dapat kita lihat bahwa fluktuasi densitas temperatur CMB tidak berdiri sendiri. Fluktuasi pada skala kecil dengan nilai fluktuasi besar datang dari dari fluktuasi skala besar dengan nilai fluktuasi kecil.
Radiasi benda hitam di alam semesta yang isotropik dan homogen harusnya berada pada temperatur yang uniform. Saat terjadi fluktuasi dapat menyebabkan pergeseran kenampakan temperatur benda hitam radiasi satu titik tertentu di alam semesta.
Fluktuasi dapat disebabkan oleh salah satu dari tiga efek dibawah:
1. perubahan temperatur intrinsik radiasi di satu titik di langit. Hal ini dapat terjadi jika densitas radiasi meningkat melalui kompresi adiabatik, seperti halnya kelakuan gas ideal. Fraksi perturbasi temperatur diradiasi sama dengan fraksi densitas perturbasi.
2. Akibat pergeseran Doppler jika radiasi di satu tempat bergerak terhadap pengamat. Jika fluida fotonbaryon berada pada prosese mengembang atau berkontraksi pada saat decoupling, efek Doppler akan membuat pelepasan foton menjadi lebih dingin atau lebih panas dari ratarata, bergantung kemana foton bergerak terhadap kita.
3. Perbedaan potensial gravitasional antara titik tertentu di langit dan pengamat akan menghasilakan pergeseran temperatur radiasi yang ditimbulkan antara titik dan pengamat akibat pergeseran gravitasional. Hal ini dikenal dengan efek Sachs Wolfe, setelah diperkenalkan oleh SachsWolfe pada tahun 1967. Efek SachsWolfe biasanya dibagi 2 yaitu efek biasa (efek SW) dan efek yang di sebut Intergrated
SachsWolfe effect (ISW) yang timbul saat potensial gravitasionl berevolusi terhadap
waktu: saat foton berada potensial minimum lokal pada saat hamburan terakhir (minimum lokal potensial gravitasional dapat di sebut sebgai ’sumur potensial’) foton bergerak naik keluar sumur potensial, kehilangan energi dan termerahkan. Sebaliknya, foton yang berada pada potensial lokal maksimum saat alam semesta transparan mendapatkan energi dan terbirukan. Titiktitik dingin (termerahkan) pada peta temperatur berkorespondensi dengan δΦ minimum dan titiktitk panas (terbirukan)
2 T T c , (4.1) Selain pergeseran merah gravitasional, foton juga mengalami dilatasi waktu: 2 t t c , (4.2) Sementara perubahan temperatur dan faktor skala memiliki hubungan T a t( )1 dan hubungan waktu dan faktor skala pada dominasi materi a t
t23, sehingga 2 2 3 2 3 T t T t T T c . (4.3) Kombinasi dari kedua efek tersebut menghasilkan: 2 1 3 T T c , atau (4.4a) 1 3 T T (4.4b) Fluktuasi pada skala sudut yang besar(
> ≈1)
H θ θ memberikan kepada kita peta fluktuasi potensial yang ada saat hamburan terakhir. Pada epokh ketika foton mulai dapat berjalan bebas, fluktuasi densitas dan kecepatan memiliki orde yang sangat kecil, yaitu 105.Untuk mendapatkan gambaran bagaimana pertubasi skala kecil dapat berkembang pada alam semesta yang mengembang, kita dapat melakukan analisis
Newtonian. Misalkan densitas ratarata alam semesta ρ(t). Seiring pengembangan
alam semesta, densitas menurun dengan faktor ρ(t)∝a(t)−3.
artinya, di suatu tempat dengan di mana kerapatan ruangnya merupakan kerapatan
ratarata dan ditambahkan dengan sejumlah perturbasi δ (t) yang merupakan
perturbasi yang digambarkan oleh persamaan efek SW. Total percepatan gravitasional pada permukaan bola:
(
)
. 3 4 3 4 3 4 2 2 R G R G R G R G R GM R π ρ =− π ρ − π ρδ ρ − = − = • • (4.6) Persamaan gerak sebuah titik pada permukaan bola dapat dituliskan sebagai: δ ρ ρ π ρ π G G R R 3 4 3 4 − − = • • , (4.7) dengan massa yang terkandung di dalam:( )
[
1( )
]
( )
3 3 4 t t R t M = π ρ +δ ρ , (4.8) tetap konstan seiring bola yang mengembang. Oleh karena itu:( )
t ∝( )
t −13[
1+( )
t]
−13 R ρ δ ρ , (4.9) atau, dengan ρ ∝a−3( )
t ∝a( )
t[
1+( )
t]
−13 R δ ρ . (4.10)Jika bola sedikit lebih rapat, pertumbuhan radiusnya akan sedikit lebih kecil dibandingkan dengan faktor skala, dan sebaliknya. Persamaan (4.10) diturunkan dua kali untuk mendapatkan: • • • • • • • • − − = δ ρ δ ρ a a a a R R 3 2 3 1 . (4.11) Selama δ <<1, kombinasi persamaan (4.7) dan persamaan(4.11) menghasilkan: δ ρ ρ π ρ π δ ρ δ ρ G G a a a a 3 4 3 4 3 2 3 1 − =− − − • • • • • • , (4.12)
δ ρ ρ π δ ρ δ ρ G a a 3 4 3 2 3 1 − =− − • • • • , (4.14) atau δ ρ ρ π δ ρ δ ρ••+2H • =4 G . (4.15) Kita ingat a a H •
≡ . Pada alam semesta statik, di mana H = 0, persamaan (4.15)
menjadi:
δ ρ ρ π
δ ρ•• =4 G . (4.16)
Perhitungan relativistik lebih jauh mengenai pertumbuhan perturbasi memberikan hasil yang lebih umum melalui persamaan: δ ρ ε π δ ρ δ ρ m c G H 4 2 2 = + • • • . (4.17) Persamaan (4.17) dapat diaplikasikan pada alam semesta yang berisikan komponen komponen yang tekanannya tidak diabaikan, seperti radiasi (w=1/3) dan konstanta
kosmologi (w=1). Pada alam semesta multikomponen, δ ρ merupakan densitas
pada komponen materi saja, m m m ε ε ε δ ρ= − . (4.18) Parameter densitas dapat dituliskan kembali sebagai: 2 2 3 8 H c G m c m m ε π ε ε = = Ω . (4.19) Persamaan (4.17) menjadi: 0 2 3 2 − Ω 2 = + • • • δ ρ δ ρ δ ρ H mH . (4.20)
( )
t ≈ B1+B2lnt δ . (4.22) Selama epokh dominasi radiasi, fluktuasi pada komponen dark matter tumbuh secara logaritmik. Pada alam semesta jauh setelah epokh ini, alam semesta justru didominasi oleh konstanta kosmologi, parameter densitas akan kecil, dan konstanta Hubble akan memiliki nilai konstan H = HΛ dan persamaan (4.20) akan memiliki bentuk: 0 2 ≈ + Λ • • • δ ρ δ ρ H , (4.23) yang memiliki solusi:( )
t ≈C +C e−2HΛt 2 1 δ . (4.24) Pada fase dominasi lambda, densitas materi akan mencapai amplitudo dengan fraksi yang konstan, dan densitas materi ratarata turun dengan faktor H t m ∝e−3 Λ ε . Fluktuasi densitas materi hanya tumbuh secara signifikan pada dominasi materi. Pada alam semesta flat, dominasi materi, Ωm =1, H = 2/ (3t), persamaan (4.20) menjadi: 0 3 2 3 4 2 = − + • • • δ ρ δ ρ δ ρ t t . (4.25)Jika kita perkirakan solusi persamaan di atas memiliki bentuk power law Dt , dan n
dengan memasukan perkiraan ini ke dalam persamaan (4.25), memberikan:
(
)
0 3 2 3 4 1 2 + 1− 2 = − n− n− Dtn t nD t Dt n n , (4.26) atau,(
)
0 3 2 3 4 1 + − = − n n n . (4.27) Solusi yang mungkin untuk persamaan di atas adalah n = 1 dan n = 2/3. Oleh karena itu, solusi umum untuk evolusi perturbasi densitas pada alam semesta flat, diisi hanya materi :z t a t + ∝ ∝ ∝ 1 1 ) ( 3 2 δ ρ , selama δ ρ<<1. (4.29) Fluktuasi densitas alam semesta bernilai kecil sampai terbentuknya galaksi galaksi dan struktur di alam semesta. Persamaan (4.5) yang merupakan persamaan evolusi perturbasi dapat kita ikuti dengan melakukan pendekatan evolusi perturbasi yang linear. Dengan alam semesta yang mengembang, fluktuasi berevolusi dengan
1 1 z (persamaan 4.29). Ukuran fisis perturbasi d pada redshift z
berkorespondensi dengan ukuran fisis perturbasi pada epokh sekarang d0 melalui
hubungan d0 d
1 z
1 . Bila kita memiliki perturbasi pada redshift z sebesar:
0
0
2 0 1 1 z z , (4.30) karena M d3 dan
1 0 1 d d z , persamaan fluktuasi massa didapatkan: 2 0 0 G M G d d ᄏ ᄏ , (4.31)artinya, perturbasi sebesar δ ρ (persamaan (4.30)) dapat mengumpulkan massa
sebesar δ φ (persamaan (4.31)). Dapat dihitung berapa besaran fluktuasi δ ρ dari
besaran massa yang terkumpul (galaksi memiliki massa ~1012 Msun).
Gambar IV.29 Osilasi pada fluida baryonfoton.
pada kedua daerah. Lembah berkecenderungan untuk mengumpulkan lebih banyak materi sehingga kerapatan di lembah lebih tinggi dari kerapatan daerah puncak yang mengalami peregangan. Jumlah materi yang banyak memperdalam sumur potensial sehingga memperbesar fluktuasi temperatur sedang sumur potensial dangkal dengan densitas materi tidak terlalu tinggi fluktuasinya. Dari penggambaran di atas dapat kita simpulkan bahwa fluktuasi temperatur CMB pada skalaskala yang dideskripsikan di atas menggambarkan fluktuasi densitas (efek SW). Jika kita percayai bahwa fluktuasi temperatur CMB menggambarkan fluktuasi densitas massa, maka kita dapat menggunakan fluktuasi temperatur CMB sebagai input evolusi perturbasi kerapatan pada suku perturbasi pada persamaan (4.5) melalui hubungan yang dinyatakan dalam persamaan (4.4b), persamaan (4.30), dan persamaan (4.31).