• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Uang

Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Dengan kata lain, bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan dalam melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu (Kasmir, 2011:13).

2.1.2 Kriteria Uang

Menurut Kasmir (2011), agar diterima dimasyarakat, uang harus mempunyai beberapa kriteria uang. Kriteria uang haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.

1. Ada jaminan

Setiap uang harus dijamin oleh pemerintah Negara tertentu agar mendapat kepercayaan oleh masyarakat luas.

2. Disukai umum

Uang harus dapat diterima secara umum penggunaannya apakah sebagai alat tukar, atau sebagai standar pencicilan utang.

(2)

3. Nilai yang stabil

Nilai uang harus memiliki kestabilan dan ketetapan serta diusahakan fluktuasinya sekecil mungkin. Apabila sering terjadi ketidakstabilan, maka akan sulit untuk dipercaya oleh yang menggunakannya.

4. Mudah disimpan

Uang harus mudah disimpan di berbagai tempat termasuk dalam tempat yang kecil namun dalam jumlah yang besar. Artinya uang harus memiliki fleksibilitas.

5. Mudah dibawa

Uang harus mudah dibawa ke mana pun dengan kata lain mudah untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.

6. Tidak mudah rusak

Uang hendaknya tidak mudah rusak dalam berbagai kondisi, seperti robek atau luntur terutama kondisi fisiknya mengingat frekuensi pemindahan uang dari satu tangan ke tangan lainnya sangatlah besar.

7. Mudah dibagi

Uang mudah dibagi ke dalam satuan unit tertentu dengan berbagai nominal yang ada guna kelancaran dalam melakukan transaksi, mulai dari nominal kecil sampai dengan nominal yang besar.

8. Suplai harus elastis

Agar perdagangan dan usaha menjadi lancer jumlah uang yang beredar di masyarakat haruslah mencukupi. Tersedianya uang dalam jumlah yang

(3)

cukup disesuaikan dengan kondisi usaha atau kondisi perekonomian di suatu wilayah.

2.1.3 Fungsi Uang

Pada awalnya fungsi uang hanyalah sebagai alat guna memperlancar pertukaran. Namun, seiring dengan perkembangan zaman fungsi uang pun sudah beralih ke fungsi yang lebih luas.

Fungsi-fungsi dari uang secara umum adalah sebagai berikut. 1. Alat tukar-menukar

Uang digunakan sebagai alat untuk membeli atau menjual suatu barang maupun jasa. Dengan kata lain, uang dapat digunakan untuk membayar terhadap barang yang akan dibeli atau diterima sebagai dari penjualan barang dan jasa.

2. Satuan hitung

Fungsi uang sebagai satuan hitung menunjukkan nilai dari barang dan jasa yang dijual atau dibeli. Besar kecilnya nilai yang dijadikan sebagai satuan hitung dalam menentukan harga barang dan jasa secara mudah.

3. Penimbun kekayaan

Uang yang disimpan menjadi kekayaan dapat berupa uang tunai atau uang yang disimpan di bank dalam bentuk rekening.

4. Standar pencicilan utang

Dengan adanya uang akan mempermudah menentukan standar pencicilan uatang piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai maupun secara angsuran.

(4)

2.1.4 Jenis-jenis Uang

Adapun jenis-jenis uang yang dapat dilihat dari berbagai sisi adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan bahan

Jika dilihat dari bahan untuk membuat uang, makan jenis uang terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Uang logam, merupakan uang dalam bentuk koin yang terbuat dari logam. Biasanya uang logam mempunyai nominal yang kecil.

b. Uang kertas, merupkan uang yang bahannya terbuat dari kertas. Uang kertas biasanya mempunyai nominal yang besar. Uang jenis ini terbuat dari kertas yang berkualitas tinggi, yaitu tahan air, tidak mudah robek atau luntur.

2. Berdasarkan nilai

Jenis uang ini dilihat dari nilai yang terkandung pada uang tersebut, apakah nilai intrinsiknya (bahan uang) atau nilai nominalnya (nilai yang tertera dalam uang tersebut). Uang jeni ini terbagi dua, yaitu :

a. Bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya.

b. Tidak bernilai penuh (representative full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya lebih kecil dari nilai nominalnya. Kadangkala nilai intrinsiknya jauh lebih rendah dari nilai nominal yang terkandung di dalamnya.

(5)

3. Berdasarkan lembaga

Berdasarkan lembaga maksudnya adalah badan atau lembaga yang menerbitkan atau mengeluarkan uang. Jenis uang yang diterbitkan berdasarkan lembaga terdiri dari ;

a. Uang kartal, merupakan uang yang diterbitkan oleh Bank Sentral baik uang logam maupun uang kertas.

b. Uang giral, merupakan uang yang diterbitkan oleh bank umum seperti cek, bilyet giro, traveller cheque, dan credit card.

4. Berdasarkan kawasan

Uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah berlakunya suatu uang. Jenis uang berdasarkan kawasan adalah sebagai berikut.

a. Uang lokal, merupakan uang yang berlaku di suatu Negara tertentu, seperti Rupiah di Indonesia.

b. Uang regional, merupkan uang yuang berlaku di kawasan tertentu yang lebih luas dari uang lokal, seperti mata uang tunggal Eropa, yaitu EURO.

c. Uang internasional, merupakan uang yang berlaku antar Negara seperti US Dollar dan menjadi standar pembayaran internasional.

2.2 Definisi Redenominasi

Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol tanpa memangkas nilai mata uang tersebut (Kesumajaya, 2001:131). Pengurangan angka nol ini berlaku menyeluruh terhadap harga barang atau jasa di suatu negara.

(6)

Redenominasi bukanlah sanering. Sanering adalah pemotongan daya beli rnasyarakat melalui pemotongan nilai uang. Sanering adalah pernotongan uang dalarn kondisi perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong hanya nilai uangnya, sedangkan harga barang tetap tinggi (Kesumajaya, 2001:131).

Tujuan redenominasi adalah sebagai efisiensi penghitungan dalam sistem pembayaran. Sukses redenominasi hanya bisa dilakukan pada saat inflasi dan ekspektasi inflasi stabil dan rendah. Intinya adalah penyederhanaan akunting dan sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak bagi ekonomi. Syarat keberhasilan redominisasi lainnya adalah persepsi dan pemahaman masyarakat yang mendukung yang didasarkan akan kebutuhan riil masyarakat, Penerapan redenominasi itu butuh waktu transisi sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni uang lama yang belum dipotong dan uang baru (angka nol berkurang) sehingga tercipta kontrol publik. Selain itu, untuk melakukan redenominasi nilai tukar juga dibutuhkan penarikan uang yang beredar di masyarakat secara bertahap. Hal yang paling sulit dilakukan dengan cepat dan mudah adalah sosialisai kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mencapai ratusan juta jiwa.

Ada tiga alasan Bank Indonesia menerapkan redenominasi, yaitu : 1. Inflasi di Indonesia terkendali, yaitu di bawah 10 persen.

2. Utang pemerintah dari persentase Produk Domestik Bruto (PDB) terus turun. Menurut hitungannya, utang Indonesia sekira 20 persen dari PDB. 3. Kondisi perekonomian yang stabil.

(7)

Gambar 2.1

Ilustrasi Tahapan dan Kegiatan Redenominasi (Sumber : Bank Indonesia)

Penerapan redenominasi membutuhkan waktu yang sangat panjang. Dibutuhkan waktu transisi sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib mencantumkan label dalam dua jenis mata uang, yaitu uang lama dan uang baru (redenominasi) sehingga kontrol publik dapat tercipta. Redenominasi di Indonesia akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pada 2013-2015 diberlakukan dua denominasi, yakni uang lama dan uang baru. Uang lama dengan digit tiga nol, dan uang baru dengan menghilangkan tiga digit nolnya dengan memberikan tulisan “rupiah baru”. Tahap berikutnya, pada 2016-2018, secara berangsur-angsur dalam tiga tahun uang lama akan habis. Selanjutnya, pada 2019-2020, pemerintah menghilangkan tulisan “baru” pada uang yang beredar, sehingga seluruh uang yang beredar di masyarakat adalah uang baru setelah diredenominasi. Namun, pemerintah memberikan waktu 3 (tiga) tahun hingga tahun 2023 untuk menukarkan uang lama menjadi uang baru.

(8)

2.3 Sanering

Redenominasi jelas berbeda dengan sanering. Sanering merupakan upaya memotong rupiah karena tingginya angka inflasi yang tak kunjung turun atau inflasi tidak terkendali. Indonesia memiliki pengalaman tiga kali melakukan sanering. Pertama, sanering dilakukan pada 19 Maret 1950 dengan memangkas Rp 5 menjadi Rp 2. Kedua, dilakukan pada 25 Agustus 1959 dengan memangkas Rp 1000 menjadi Rp 100. Ketiga, sanering terakhir terjadi pada 13 Desember 1965 dengan memotong Rp 1000 menjadi Rp 1. Pengalaman pahit masa lalu itu jelas merugikan masyarakat Indonesia. Sanering dilakukan saat angka inflasi tinggi, sedangkan redenominasi diterapkan saat angka inflasi rendah. Sanering dilakukan saat kinerja ekonomi memburuk, sedangkan redenominasi dijalankan saat kinerja ekonomi prima. Perbedaan itulah yang perlu dipahami masyarakat Indonesia.

Jika pemerintah melakukan sanering, biasanya dikarenakan pemerintah memiliki utang yang sangat banyak dan dalam jumlah yang besar. Untuk memangkas utang tersebut, pemerintah menerbitkan uang baru. Hal inilah yang terjadi pada Indonesia tahun 1965. Pada kurun waktu tersebut keadaan perekonomian di Indonesia sangat buruk dan inflasi menjulang tinggi. Utang pemerintah melonjak dan salah satu yang dilakukan pemerintah untuk membayar utang adalah melakukan sanering yaitu menerbitkan uang baru. Kemudian uang lama dianggap tidak bernilai lagi dan dengan sendirinya utang pemerintah dalam nilai uang lama menyusut tajam.

(9)

Ada pandangan yang rancu dalam masyarakat mengenai perbedaan antara redenominasi dengan sanering. Untuk mencegah salah pengertian ini, Bank Indonesia menjelaskan perbedaannya secara rinci pada Tabel 2.1 berikut ini :

(10)

Tabel 2.1

Perbedaan Redenominasi dengan Sanering

Aspek Redenominasi Sanering

Pengertian Menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang terse- but. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.

Pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.

Dampak bagi

Masyarakat

Tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama.

Menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.

Tujuan  Menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.

 Mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia den- gan negara regional.

Mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).

Nilai uang terhadap barang

Nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.

Nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.

Kondisi saat dilakukan

 Dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil.

 Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.

 Dilakukan dalam kondisii makro ekonomi tidak sehat.

 Inflasi sangat tinggii (hiperinflasi).

Masa transisi

Dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak.

Tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba. Contoh

untuk harga 1 liter bensin seharga Rp

Bila terjadi redenominasi tiga digit, maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga

Bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli

(11)

2.3 Dampak Redenominasi

Rencana redenominasi rupiah memakan biaya yang sangat tinggi. Setidaknya, perbankan harus berinvestasi lagi di bidang teknologi informasi (TI). Teknologi informasi tersebut perlu penyesuaian terhadap berapa banyak angka nol uang tersebut. Bank Indonesia juga harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengganti dan mencetak uang baru.

Redenominasi rupiah harus dibarengi dengan pembangunan persepsi masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Masyarakat harus paham bahwa redenominasi bukanlah pemotongan nilai mata uang, karena persepsi tersebut membuat masyarakat menarik dana mereka dari bank dan melakukan investasi ke luar negeri. Redenominasi dilakukan dalam rangka menghadapi ASEAN Economic Community. Pada saat itu, Indonesia bisa menyetarakan nilai rupiah dengan mata uang negara-negara ASEAN.

Pada dasarnya, redenominasi sangatlah baik, tetapi harus dipahami jika kesiapan masyarakat menjadi hal utama sehingga Bank Indonesia harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Kesiapan masyarakat menjadi poin terpenting bagi Bank Indonesia. Bank Indonesia bisa mensosialisasikan kebijakan tersebut melalui seminar dan pemberitahuan terlebih dahulu ke masyarakat. Apabila masyarakat belum siap namun Bank Indonesia tetap menjalankan kebijakan tersebut, maka akan timbul gejolak ekonomi seperti meningkatnya laju inflasi sehingga berdampak pada terhambatnya pembangunan.

Sebelum melakukan redenominasi, Bank Indonesia harus meyakinkan semua infrastruktur terkait agar disesuaikan sedemikian rupa dengan mata uang

(12)

baru yang nolnya sedikit. Seluruh sistem penghitungan komputer di Indonesia, termasuk akuntansi, elektronik data processing, cash flow, dan sebagainya harus diubah, dan perubahan tersebut mengakomodasi hasil tahun-tahun sebelumnya. Tanpa persiapan yang matang, perdagangan di pasar saham akan kacau karena tidak akan jelas perusahaan mana yang sehat dari segi keuangan, tidak jelas mana yang untung dan mana yang rugi (Mahardika, 2013).

2.3.1 Dampak Positif Redenominasi

Dari segi Inefesiensi Perekonomian, redenominasi akan membuat perekonomian menjadi lebih efisien. Ekspektasi inflasi akan lebih rendah. Penghematan biaya pengadaan uang dalam jangka panjang.

Apabila rupiah dipersepsikan bernilai sangat rendah, maka redenominasi akan meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap Rupiah. Selain itu, redenominasi akan memfasilitasi ASEAN Economic Community 2015 mendatang.

Kendala teknis akibat semakin sedikitnya digit angka akan berdampak pada tidak perlunya penyesuaian infrastruktur dan aplikasi dari waktu ke waktu. Selain hal terebut, redenominasi akan mengurangi risiko human error.

2.3.2 Dampak Negatif Redenominasi

Dari segi Inefesiensi Perekonomian, redenominasi akan memakan waktu dan biaya transisi cukup besar. Kebutuhan pengembangan infrastruktur untuk sistem pembayaran non-tunai di masa mendatang dengan biaya yang cukup signifikan. Meningkatnya biaya pengadaan uang baru dengan pecahan yang lebih besar sehingga untuk mengakomodasi kebutuhan pembayaran tunai yang semakin

(13)

Kendala teknis akibat semakin banyaknya digit angka menyebabkan keterbatasan alat transaksi sehari-hari lainnya (argo taxi, pompa bensin, mesin kasir). Keterbatasan beban penyimpanan, pengolahan data statistik. Keterbatasan kapasitas penyelenggaraan sistem pembayaran non tunai, antara lain sistem ATM, sistem kartu kredit, sistem Real Time Gross Setlement (RTGS) sehingga apabila redenominasi dilaksanakan maka akan membutuhkan biaya yang besar untuk mengganti infrastruktur tersebut.

2.4. Tahap-tahap Pelaksanaan Redenominasi

Rencana redenominasi di Indonesia membutuhkan waktu yang cukup lama. Berikut adalah tahapan rencana redenominasi rupiah.

1. Tahun 2011-2012, pada tahun-tahun tersebut dilakukan sosialisasi.

2. Tahun 2013-2015, periode ini merupakan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua mata uang rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah baru. Pada masa transisi ini masyarakat juga menggunakan dua jenis mata uang. Pada masa transisi itu juga, Bank Indonesia akan mencetak uang baru yang diredenominasi.

3. Tahun 2016-2018, pada periode ini, pemerintah menargetkan uang saat ini (rupiah lama) akan benar-benar tidak beredar lagi. Bank Indonesia akan melakukan penarikan uang lama secara perlahan pada masa transisi.

4. Tahun 2019-2020, redenominasi dilaksanakan. Bank Indonesia akan mengedarkan mata uang baru sebagai pengganti uang lama dan saat itu semua masyarakat akan melakukan transaksi jual beli dengan uang baru yang telah diredenominasi.

(14)

2.5. Pro dan Kontra

Redenominasi rupiah disambut positif oleh beberapa kalangan. Menurut Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia, Shubham Chaudhuri, redenominasi membuktikan Indonesia dalam kondisi lebih baik sehingga lebih siap untuk menerima tantangan baru. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Ito Warsito menilai, redenominasi dapat membuat operasi IT dan penyimpanan data perdagangan saham lebih sederhana. Redenominasi juga dapat mempercepat proses settlement perdagangan saham di BEI karena redenominasi akan memperkecil jumlah angka dari setiap transaksi yang dilakukan investor.

Transaksi yang dilakukan oleh investor asing juga dapat meningkat karena mereka akan lebih mudah beradaptasi dengan satuan nilai rupiah yang lebih sederhana. Undang-undang redenominasi harus dapat mencakup seluruh aspek pelaku ekonomi dan industri. Kendati demikian, diperlukan persiapan dan sosialisasi yang baik, dan masa transisi yang cukup panjang.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa Badan Pusat Statistik, Djamal mengharapkan pemerintah dapat melakukan sosialisasi redenominasi hingga ke pelosok tanah air. Hal ini penting demi mencegah spekulan mengambil keuntungan dari masyarakat yang tidak mendapatkan informasi. Pemahaman redenominasi tidak bisa hanya sekedar di tingkat masyarakat kota, kalangan perbankan, dan pegawai perkantoran tetapi masyarakat daerah pun harus tahu apa itu redenominasi. Sebaliknya, menurut Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, redenominasi bisa

(15)

mengakibatkan inflasi, karena kemungkinan terjadi pembulatan harga barang ke atas seiring redenominasi.

Resiko inflasi harus diwaspadai sedini mungkin dari pemberlakuan redenominasi. Menurut Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, kesiapan infrastruktur penentu kelangsungan penerapan redenominasi harus diperhatikan: Pertama, kesiapan mata uang baru dalam pecahan sen. Hal ini untuk menghindari terjadinya lonjakan inflasi. Contoh, harga barang senilai Rp. 1.100 akan menjadi Rp. 1,1 setelah redenominasi. Apabila, tidak ada ketersediaan mata uang baru satuan sen, harga barang akan mengalami pembulatan menjadi Rp. 2 sehingga mengalami kenaikan hampir 100%. Kedua, Bank Indonesia harus menyiapkan infrastruktur penyalur pecahan mata uang baru, misalnya kantor cabang Bank Indonesia di daerah.

Pemerintah juga harus menyosialisasikan redenominasi secara benar ke masyarakat, karena saat ini terdapat kebingungan masyarakat antara redenominasi dengan senering. Lana juga mengingatkan, pencapaian tingkat inflasi yang saat ini mencapai 4,32% masih dibantu subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan harga komoditas yang turun. Jika ke depan subsidi BBM dinaikkan atau dicabut, akan sangat menentukan jumlah inflasi. Oleh karena itu, pelaksanaan redenominasi harus diperhitungkan kembali.

Meskipun redenominasi belum penting untuk diterapkan saat ini, tetapi dia mengakui beberapa keuntungan yang didapat dari redenominasi. Upaya ini akan sangat memudahkan pencatatan nominal harga dalam neraca keuangan dan mendukung persaingan dalam Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 mendatang

(16)

sehingga nantinya satu dolar AS itu bukan Rp. 9.000 melainkan Rp. 9. Akan tetapi, nilainya semu karena fundamentalnya tidak berubah, hanya penghilangan nol saja. Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto menilai Indonesia belum tepat menerapkan kebijakan redenominasi. Sebab, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh masyarakat miskin yang berjumlah 70 juta jiwa. Masyarakat miskin belum siap dengan penyederhanaan angka rupiah yang menghilangkan tiga angka nol.

Dampak redenominasi bagi masyarakat miskin akan menimbulkan persepsi nilai uang berkurang. Redenominasi hanya akan memicu kenaikan inflasi. Sementara tingkat inflasi indonesia masih terkendali. Redominasi hanya cocok untuk negara- negara yang mengalami hiperinflasi. Airlangga menjelaskan, pemerintah baru bisa melakukan redenominasi saat masyarakat Indonesia sudah mampu keluar dari middle income trap (jebakan negara berkembang), dan jumlah masyarakat miskin menurun signifikan.

Direktur Eksekutif Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menjelaskan, untuk mengurangi resiko Inflasi yang berlebihan, Bank Indonesia akan mengeluarkan mata uang rupiah baru hingga ke satuan sen. Sedang Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Perry Warjiyo menjelaskan, dalam pelaksanaan redenominasi, pemerintah dan BI akan mewajibkan pencantuman harga di toko-toko dan pasar. Pencantuman harga dalam dua bentuk, yakni dalam rupiah lama dan baru (dual price tagging). Dengan mempertimbangkan beberapa pendapat di atas, maka

(17)

rupiah tanpa mengurangi nilai rupiah itu sendiri. Namun demikian, rencana redenominasi ini harus melalui pengkajian yang matang dan dilakukan dengan hati-hati. Penyiapan infrastruktur berupa penyediaan mata uang dalam pecahan kecil sangat diperlukan untuk meredam terjadinya lonjakan inflasi akibat pembulatan-pembulatan pecahan kecil rupiah. Tentunya sosialisasi yang menjangkau seluruh kalangan masyarakat baik di perkotaan maupun perdesaan serta daerah terpencil dan perbatasan Indonesia harus dilakukan untuk memberikan pemahaman redenominasi yang jelas agar tidak menimbulkan keraguan dan keresahan (Alhusain, 2012:15-16).

2.6 Penelitian Terdahulu

Menurut Budilaksono (2013), terdapat banyak alasan mengapa sebuah negara melakukan redenominasi mata uang mereka, mulai dari tujuan kredibilitas serta identitas terhadap politik dalam negeri dan internasional. Tekanan inflasi, efek psikologis, pengendalian terhadap mata uang dan kondisi politik dalam negeri juga merupakan alasan utama terjadinya redenominasi. Negara yang melakukan redenominasi dimana reformasi ekonominya tidak berjalan efektif atau kebijakannya tidak stabil, maka redenominasi tidak akan menyingkirkan seluruh masalah ekonomi negara tersebut. Redenominasi dapat meningkatkan penanaman modal di suatu negara. Investor asing akan menaruh kepercayaan terhadap iklim investasi dalam negeri dan akan lebih berani untuk menaruh uangnya di pasar modal (dengan asumsi rendahnya tingkat inflasi dan adanya peningkatan kinerja dibidang kebijakan makro ekonomi). Di bidang akuntansi, redenominasi akan mempersingkat waktu dalam menginput data keuangan dan mereviewnya.

(18)

Menurut Kesumajaya (2011), redenominasi dapat menirnbulkan dampak postif rnaupun negatif. Darnpak positif dari redenominasi dapat terlihat dari frekuensi pencetakan uang menjadi lebih jarang karena uang logam lebih tahan lama. Selain hal tersebut, redenominasi dapat mengatasi masalah inefisiensi waktu dan biaya transaksi dan salah hitung karena jumlah nol yang terlaiu banyak. Redenominasi juga akan menyederhanakan penulisan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sehingga rupiah terlihat merniliki kekuatan karena nilainya mendekati nilai Dollar Amerika Serikat.

Dampak negatif dari redenominasi terlihat dari bertambah besamya biaya operasional perusahaan karena harus mengganti sistem pembukuan, pencetakan, dan sistem teknologi inforrnasi. Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru hasil redenomiasi. Selain itu tirnbulnya dampak sosial berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap rupiah. Bahkan redenominasi dapat menjadi bumerang karena masyarakat akan membeli Dollar Amerika Serikat karena mereka mengira redenominasi sama dengan sanering jika tidak dilakukan sosialisasi dengan baik.

Menurut Mahardika, Susianto, dan Narhetali (2013), sebagai konsumen, masyarakat setuju dengan redenominasi rupiah, namun menurut mereka kebijakan ini tidak akan mengubah citra rupiah. Persepsi terhadap murah-mahal, kekayaan dan potongan harga tidak berubah pasca redenominasi. Selain dari pada itu, ditemukan indikasi bahwa konsumen cenderung mengabaikan akurasi konversi harga dari rupiah lama ke rupiah baru untuk produk kebutuhan sehari-hari yang

(19)

berharga murah seperti misalnya sabun deterjen. Hal ini tidak ditemui pada barang- barang yang berharga mahal seperti sepeda motor.

Sedangkan menurut Alhusain (2012), redenominasi merupakan kebijakan strategis untuk menyederhanakan rupiah dalam pengadministrasian dan salah satu upaya menyetarakan harga rupiah dengan mata uang asing. Upaya penyederhanaan rupiah harus dilakukan secara matang dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi, sehingga tidak merugikan masyarakat.

Pemerintah harus mempersiapkan infrastruktur redenominasi rupiah dan melakukan sosialisasi kepada seluruh mansyarakat. DPR perlu dengan seksama mencermati apa yang telah dirumuskan dan diusulkan pemerintah dalam RUU Perubahan Harga Rupiah. Sosialisasi kebijakan ini hendaknya tidak hanya dilakukan pemerintah saja, namun DPR mendampinginya, untuk mengetahui secara pasti respon masyarakat akan kebijakan ini.

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan metode purposive sampling yaitu pada peternak ayam Pelung di wilayah kerja HIPPAPI Kabupaten Bandung, dengan pertimbangan

Menurut ulama fikih, kendati darah memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia, pemindahan darah seseorang ke tubuh orang iain tidak membawa akibat hukum apa

Di dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi sistem distribusi pada penyulang, sistem kelistrikan pada penyulang Pangkalbalam, nilai keandalan SAIDI, SAIFI,

Terhadap anggota kepolisian yang melanggar Kode Etik Profesi Polri tersebut, dari data yang tersaji dapat diketahui bahwa hukuman yang paling banyak dijatuhkan

IV PEKERJAAN PASANGAN DINDING BATA, PLESTERAN & SALURAN V PEKERJAAN KUSEN PINTU DAN JENDELA + ASOSERIES VI PEKERJAAN RANGKA, PENUTUP ATAP DAN PLAFOND VII PEKERJAAN LANTAI.

Mengenai analisa, KOHATI PB produk Munas I menyusun Analisa Tujuan KOHATI untuk lebih memahami dalam upaya pencapaian tujuan HMI dalam kerangka tatanan HMI yang sudah

Subjek dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis wujud, makna, dan strategi tindak kelakar sebagai wacana penutup sesi perbincangan pada

10 Istiningtyas Rahayu dengan judul “Penanaman Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Seni Budaya Di Smp Negeri 1 Tasikmadu Kabupaten Karanganyar, Tesis , Surakarta: