• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang mesin refrigerasi dan beberapa parameter yang berkaitan dengan beban kerja mesin refrigerasi. Selain teori mengenai mesin refrigerasi, pada bab ini juga akan dijelaskan berbagai komponen-komponen dan cara kerja mesin refrigerasi yang digunakan pada pesawat Boeing 737-800.

2.2 DEFENISI PENGONDISIAN UDARA

Pengondisian udara merupakan suatu proses perlakuan terhadap udara untuk mengatur suhu, kelembaban, kebersihan dan pendistribusiannya secara serentak guna mencapai kondisi nyaman yang dibutuhkan oleh penghuni yang ada di dalamnya. Teknik pengondisian udara tidak hanya berfungsi sebagai pendingin tetapi teknik pengondisian udara juga mencakup usaha pemanasan, pengaturan kecepatan, radiasi termal dan kualitas udara termasuk penyisihan partikel dan uap pengotor. Udara yang didinginkan atau dipanaskan dilakukan dengan cara memindahkan sejumlah panas/kalor dari medium satu ke medium lainnya dengan bantuan peralatan yaitu refigerant. Prinsip pengondisian udara merupakan terapan dari perpindahan kalor dan thermodinamika. Sifat-sifat thermodinamika yang diutamakan dalam pembahasan mengenai pengondisian udara adalah tekanan, suhu, rapat massa, volume spesifik, kalor spesifik, entalphi, entropi dan sifat cair uap dari suatu keadaan.

(2)

2.3 JENIS-JENIS SISTEM PENGONDISIAN UDARA

Untuk memenuhi kebutuhan kondisi udara yang nyaman, terdapat beberapa jenis sistem pengondisian udara yang digunakan. Jenis-jenis tersebut harus digunakan sesuai kebutuhan dan penggunaannya agar efektif dan efisien. Adapun jenis sistem pengondisian udara tersebut sebagai berikut:

2.3.1 Siklus Kompresi Uap (Vapor Compression Refrigerant Cycle)

Siklus kompresi uap merupakan siklus tertutup yang perpindahan kalornya menggunakan bantuan refigerant cair antara lain freon R-12. Pada siklus ini pendinginan terjadi akibat refigerant mengalami perubahan fase dari zat cair menjadi uap, kalor yang ada diserap untuk melakukan penguapan ini, kemudian kalor dilepas saat refigerant dikompresi menjadi zat cair kembali. Pada sistem ini terdapat 4 komponent utama yaitu: kompresor, kondensor, katub ekspansi dan evaporator. Siklus ini akan berputar terus menerus hingga mendapatkan temperatur yang dibutuhkan.

Gambar 2.1 Sistem pendingin siklus kompresi uap (Sumber: Krisna, 2008)

(3)

Proses yang terjadi pada siklus kompresi uap adalah:

1-2 Kompresi adiabatik dan reversible dari uap jenuh menuju tekanan kondensor 2-3 Pelepasan kalor reversible pada tekanan konstan, menyebabkan penurunan

suhu lanjut dan pengembunan refrigerant

3-4 Ekspansi tidak reversible pada entalphy konstan, dari cairan jenuh menuju tekanan evaporator

4-1 Penambahan kalor reversible pada tekanan tetap, yang menyebabkan penguapan menuju uap jenuh.

2.3.2 Sistem Absorpsi (Absorbtion Refrigeration System)

Sistem absorbsi merupakan suatu sistem yang dalam prosesnya memanfaatkan gas buang dari sumber tenaga listrik sendiri (genset), sehingga jumlah pemakaian listrik dapat sehemat mungkin. Selain masih digunakannya refigerant yang berfungsi sebagai medium pendingin, juga digunakan pula LiBr (Litium Bromide) sebagai zat absorber. Sistem ini biasanya digunakan pada gedung-gedung yang telah memiliki sumber tenaga listrik genset atau generator.

Beberapa komponen siklus pendingin sistem absorbsi dan fungsi kerja masing-masing:

1. Generator

Pada komponen ini, campuran refrigerant dan absorbent dipake untuk mendinginkan generation sehingga refrigerant menguap, sedangkan absorbent dialirkan kembali ke penampunganya.

2. Kondensor

Pada komponen ini, refrigerant yang menguap dialirkan ke kondensor untuk di embunkan. Pada sistem ini akan terjadi perubahan fase refrigrant dari fasa zat gas menjadi fasa zat cair dan dialirkan ke dalam evaporator kembali.

3. Evaporator

Refrigerant yang telah diembunkan pada kondensor, kemudian akan diekspansikan ke dalam evaporator agar tekanan dan suhunya menurun dan dapat menyerap panas kembali. Uap refrigerant kemudian akan dialirkan ke dalam absorber.

(4)

4. Absorber

Uap refrigerant akan diserap oleh cairan absorbent yang kemudian panasnya diserap (didinginkan) oleh Condensate water, kemudian campuran absorbent dan refrigerant akan dialirkan menuju generator untuk mendinginkan.

Gambar 2.2 Diagram alir sistem pendingin absorbsi (Sumber: Taufiqurrokhman, 2014)

2.3.3 Siklus Gas/Udara (Air Refrigration Cycle)

Jenis siklus gas/udara ini merupakan sistem pendingin dimana udara digunakan sebagai medium pendinginnya. Pada prosesnya tidak terjadi perubahan fase pada mediumnya. Sistem ini banyak digunakan pada pesawat terbang karena memiliki kemudahan pada pengoperasiannya. Beberapa kelebihan yang dimiliki sistem pendingin siklus gas/ udara:

 Aman dalam pengoperasiannya, karena sistem ini menggunakan medium udara sebagai refrigerant nya, sehingga tidak menimbulkan pencemaran udara.

Pada pesawat terbang, dilengkapi dengan temperature control dan pressure control yang canggih dan sensitif sehingga dapat mengikuti perubahan-perubahan selama terbang, pendaratan maupun tinggal landas.

(5)

Pada dasarnya, prinsip kerja sistem pendingin siklus gas/udara ada 3, yaitu: 1. Menaikkan tekanan (compression)

Udara yang berfungsi sebagai refrigerant masuk ke dalam kompressor, kemudian dikompresikan sehingga mencapai tekanan yang lebih tinggi dari tekanan ruangan yang akan dikondisikan. Pada proses ini tekanan dan suhu mengalami kenaikan.

2. Pertukaran panas pada Heat exchanger

Setelah udara dikompresikan pada kompressor, suhu yang tinggi akibat kompresi selanjutnya akan didinginkan pada heat exchanger, dimana terjadi pertukaran panas antara udara bertekanan dengan udara luar atau ram air yang suhunya rendah.

3. Penurunan tekanan (exspansion)

Pada proses ini udara yang telah melewati heat exchanger akan mengalami penurunan suhu dan akan terus mengalir menuju turbin yang berfungsi untuk mengekspansikan udara. Proses ekspansi pada turbin menyebabkan penurunan tekanan dan suhu. Setelah udara keluar dari turbin, udara dialirkan kebeban pendinginan. Proses ini juga akan menyebabkan turbin berputar dan memutar kompressor sehingga siklus dapat berjalan.

2.4 PEMBAGIAN AIR REFRIGERATION SYSTEM

Terdapat dua jenis air refigeration system yaitu siklus tertutup (closed air cycle) dan siklus terbuka (open air cycle).

2.4.1 Siklus Tertutup (Closed Air Cycle)

Pada sistem ini terjadi resirkulasi udara sebagai medium pendingin yang telah digunakan untuk mendinginkan beban pendingin yang kemudian akan kembali ke dalam rangkaian mesin pendingin untuk melakukan proses kembali. Siklus tertutup mempunyai keuntungan thermodinamik yaitu tekanan masuk kompresor dapat lebih

(6)

tinggi dari tekanan atmosfir sehingga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dan nilai COP (coefficient of performance) lebih tinggi.

2.4.2 Siklus Terbuka (Open Air Cycle)

Sistem ini umumnya dipakai pada pesawat terbang yang mempunyai tinggi jelajah di atas 10.000 ft. Sistem pendistribusian udaranya merupakan rangkaian terbuka. Beberapa keuntungan menggunakan siklus udara terbuka:

Kebocoran kecil dapat ditolerir karena menggunakan udara sebagai refrigerant-nya

Jumlah refrigerant nya banyak di udara terbuka

Proses pengondisian udara dapat digabungkan dengan proses pressurization menjadi satu sistem

Diantara keuntungan di atas, terdapat juga kelemahan sistem pengondisian udara terbuka ini yaitu pada saat kelembapan udara tinggi dapat menimbulkan kabut dan bunga es diakhiri proses ekspansi, hal ini dapat menyebabkan tersumbatnya saluran udara. Siklus terbuka dapat diklasifikasikan dalam empat siklus, yaitu:

a. Simple system/basic

Pada sistem ini udara yang bersuhu dan bertekanan tinggi datang dari turbo kompresor untuk didinginkan di heat exchanger, kemudian pendinginan dilanjutkan pada cooling turbine dimana terjadi work extraction dari udara yang diekspansikan. Udara dingin dari cooling turbin melewati water extractor langsung dialirkan ke bagian-bagian lain yang berada di pesawat.

Sistem ini dilengkapi dengan peralatan:  Heat exchanger

Cooling turbin Water extractor

Drier temperature dan pressure control b. Bootstrap system

(7)

Prinsip kerja dari sistem ini hampir sama dengan sistem jenis sebelumnya. Setelah melewati heat exchanger, kemudian udara masuk ke dalam cooling turbin sehingga terjadi penurunan suhu dan udara dialirkan ke ruang kabin. c. Regenerative system

Jenis sistem ini adalah penyempurnaan dari simple system. Pada jenis ini media untuk pendingin heat exchanger dipakai dari sebagian udara yang didinginkan yang diambil dari discharger cooling turbine kerja turbin lebih rendah dan suhunya lebih dingin. Namun jenis ini sangat kompleks dan menambah berat air conditioning packs.

d. Reduce ambient system

Prinsip kerja sistem ini sama dengan jenis simple system/basic, perbedaannya terdapat pada media pendingin yang digunakan, untuk mendinginkan udara di heat exchanger menggunakan ram air yang telah didinginkan terlebih dahulu dalam expansion turbine yang dipasang dekat dengan heat exchanger.

2.5 BEBAN PENDINGINAN

Beban pendingin merupakan jumlah panas yang dipindahkan oleh suatu sistem pengondisian udara. Beban pendingin terdiri dari panas yang berasal dari ruangan pendingin dan tambahan panas dari bahan atau produk yang akan didinginkan. Tujuan perhitungan beban pendingin adalah untuk memperhitungkan kapasitas pendingin yang dibutuhkan untuk dapat mempertahankan keadaan optimal yang diinginkan dalam ruang.

2.5.1 Beban dari dalam (Internal loads)

Sumber-sumber utama perolehan kalor dari dalam adalah lampu-lampu, penghuni dan peralatan-peralatan yang dioperasikan di dalam ruang. Jumlah perolehan kalor dari dalam ruang yang disebabkan oleh penerangan tergantung pada daya/wattase lampu-lampu dan cara pemasangannya. Pemancaran kalor dari penerangan merupakan

(8)

bentuk dari energi radiasi, bukan beban yang diperoleh segera bagi sistem pengondisian udara. Energi radiasi dari lampu pertama-tama diserap oleh dinding lantai dan peralatan-peralatan di dalam ruangan hingga suhunya naik dengan laju yang ditentukan massanya. Oleh karena suhu permukaan benda-benda tersebut naik diatas suhu udara maka dari permukaan-permukaan tersebut kalor dikonveksikan sehingga akhirnya menjadi beban bagi sistem pendinginan. Untuk memperkirakan perolehan kalor dari lampu-lampu digunakan rumus:

q= (daya lampu, watt)(Fu)(Fb)(𝐶𝐿𝐹) (2.1)

dimana,

Fu = faktor penggunaan atau fraksi penggunaan lampu yang terpasang

Fb = faktor balast untuk lampu − lampu fluercent = 1,2 fluercent biasa CLF = faktor beban pendinginan dari Tabel 2.1

Tabel 2.1 Faktor beban pendinginan dari penerangan (Sumber: Stoecker, 1996) lama jam setelah lampu dinyalakan Pemasangan X* Pemasangan Y* Lama-jam penyalaan Lama-jam penyalaan

10 16 10 16 0 0,08 0,19 0,01 0,05 1 0,62 0,72 0,76 0,79 2 0,66 0,75 0,81 0,83 3 0,69 0,77 0,84 0,87 4 0,73 0,80 0,88 0,89 5 0,75 0,82 0,90 0,91 6 0,78 0,84 0,92 0,93 7 0,80 0,85 0,93 0,94 8 0,82 0,87 0,95 0,95 9 0,84 0,88 0,96 0,96 10 0,85 0,89 0,97 0,97 11 0,32 0,90 0,22 0,98 12 0,29 0,91 0,18 0,98 13 0,26 0,92 0,14 0,98 14 0,23 0,93 0,12 0,99 15 0,21 0,94 0,09 0,99 16 0,19 0,94 0,08 0,99

(9)

17 0,17 0,40 0,06 0,24

18 0,15 0,36 0,05 0,20

*X pemasangan lampu tanpa lubang angin

*Y pemasangan lampu diberi lubang angin atau tergantung bebas

Untuk peralatan yang menghasilkan kalor, perlu diperkirakan daya yang digunakan bersama dengan periode penggunaannya atau frekwensi penggunaannya dengan cara yang sama dengan yang diterapkan pada penerangan. Untuk peralatan yang meradiasikan energi, CLF dapat dianggap sama dengan 1,0.

Tabel 2.2 Perolehan kalor dari penghuni (Sumber: Stoecker, 1996)

Kegiatan Perolehan kalor, w Perolehan kalor sensible, % Tidur 70 75 Duduk 100 60 Berdiri 150 50 Berjalan 3 km/jam 305 35 Pekerjaan kantor 150 55 Mengajar 175 50 Warung/Toko pengecer 185 50 Industri 500-600 35

Tabel 2.3 Faktor-faktor beban pendinginan kalor sensibel dari orang (Sumber: Stoecker, 1996)

Lama jam setelah memasuki

ruangan

Total jam di dalam ruangan

2 4 6 8 10 12 14 16 1 0,49 0,49 0,50 0,51 0,53 0,55 0,58 0,62 2 0,58 0,59 0,60 0,61 0,62 0,64 0,66 0,70 3 0,17 0,66 0,62 0,67 0,69 0,70 0,72 0,75 4 0,13 0,71 0,72 0,72 0,74 0,75 0,77 0,79 5 0,10 0,27 0,76 0,76 0,77 0,79 0,80 0,82 6 0,08 0,21 0,79 0,80 0,80 0,81 0,83 0,85 7 0,07 0,16 0,34 0,82 0,83 0,84 0,85 0,87 8 0,06 0,14 0,26 0,84 0,85 0,86 0,87 0,88

(10)

9 0,05 0,11 0,21 0,38 0,87 0,88 0,89 0,90 10 0,04 0,10 0,18 0,30 0,89 0,89 0,90 0,91 11 0,04 0,08 0,15 0,25 0,42 0,91 0,91 0,92 12 0,03 0,07 0,13 0,21 0,34 0,92 0,92 0,93 13 0,03 0,06 0,11 0,18 0,28 0,45 0,93 0,94 14 0,02 0,06 0,10 0,15 0,23 0,36 0,94 0,95 15 0,02 0,05 0,08 0,13 0,20 0,30 0,47 0,95 16 0,02 0,04 0,07 0,12 0,17 0,25 0,38 0,96 17 0,02 0,04 0,06 0,10 0,15 0,21 0,31 0,49 18 0,01 0,03 0,06 0,09 0,13 0,19 0,26 0,39 Tabel 2.2 menunjukkan beban-beban dari penghuni berdasarkan pada kegiatannya. Oleh karena sebagian dari kalor yang dilepaskan dari penghuni dengan cara radiasi maka metoda ASHRAE menggunakan faktor beban pendinginan untuk menentukan beban nyata yang lebih baik. Besaran-besaran ini dimuat dalam Tabel 2.3. sehingga,

Beban pendingin sensibel penghuni, watt =

Perolehan per-orang (dari Tabel 2.2) x jumlah orang x CLF (dari Tabel 2.3, untuk

beban laten CLF=1,0) (2.2)

2.5.2 Beban panas matahari melalui permukaan tembus cahaya

Perolehan kalor yang disebabkan oleh panas matahari yang jatuh pada suatu permukaan, ditentukan oleh sifat-sifat fisika permukaan tersebut.

Untuk Energi matahari yang menembus suatu jendela dengan atau tanpa peneduh dapat dirumuskan dengan,

𝑞𝑠𝑔 = (SHGF)(SC)A (2.3)

Dimana,

qsg = energi matahari yang menembus jendela (W) SHGF = faktor perolehan kalor matahari (W m 2)

SC = Koefisien peneduhan A = luas penampang (m2)

(11)

2.5.3 Beban panas matahari pada permukaan tak tembus cahaya (opaque

surface)

Proses perolehan kalor bagi suatu dinding opaque, sebagian dari energi matahari dipantulkan dan sisanya diserap. Energi yang diterima ini sebagian dikonveksikan dan sebagian diradiasikan kembali keluar. Sisanya yang diserap diteruskan ke dalam dengan cara konduksi atau sementara disimpan di dalam dinding. Untuk perolehan energi matahari pada permukaan tak tembus cahaya dapat dirumuskan,

Q = Td−Tc

R sil (2.4)

Dimana,

Q = perolehan kalor melalui dinding (W) Td = Suhu udara luar (K)

Tc = Suhu udara dalam (K)

Rsil = Hambatan thermal melalui dinding (K/W)

Rsil = 𝐿𝑛 ( 𝑟𝑜 𝑟𝑖) 2π k L (2.5) ro = jari-jari luar (m) ri = jari-jari dalam (m) L = panjang (m) k = Daya hantar (W/m.K) 2.6 KAPASITAS PENDINGINAN

Kapasitas pendinginan merupakan kemampuan mesin pendingin yang terdapat pada pesawat untuk dapat melayani beban kalor yang terjadi. Kemampuan mesin pendingin dalam melayani beban kalor akan menjadi tolak ukur untuk mengetahui kenyamanan penumpang dan keamanan peralatan elektronik pada pesawat. Kapasitas pendingin atau Coefficient of Performance (CoP) dirumuskan dengan:

(12)

𝐶oP =

Q tot

W net

Dimana,

Q tot = Total beban pendinginan (W) W net = Daya bersih mesin pendingin (W)

2.7 SISTEM PENGONDISIAN UDARA PESAWAT BOEING 737-800

Pada pesawat jenis Boeing 737-800 ini, sistem pengondisian udara dibagi menjadi dua sistem utama, yaitu sistem pengondisian suhu udara dan sistem pengondisian tekanan pada kabin. Kedua sistem ini dibutuhkan oleh pesawat untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi penghuni kabin.

Sistem pengondisian udara tersebut memiliki dua fungsi penting. Fungsi pertama adalah menjaga suhu kabin agar tetap nyaman (18-25 ºC) baik saat pesawat berada di udara maupun saat di darat. Fungsi yang kedua adalah untuk menjaga tekanan dalam kabin agar tetap konstan sebesar 14,7 Psi (sea level). Kedua sistem ini sangat penting, karena pada saat pesawat terbang pada ketinggian kurang lebih 35.000 ft suhu dan tekanan akan menurun, sehingga kedua fungsi tersebut dibutuhkan untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kabin untuk keamanan dan kenyamanan penghuni yang ada dalam kabin pesawat.

(13)

Gambar 2.3 Perubahan suhu udara pada lapisan atmosfer dan keadaan udara di luar pesawat pada setiap level ketinggian

(Sumber: Aviation Maintenance Technician Handbook-Air Frame, 2012) 2.7.1 Sistem pendinginan udara

Sistem pendinginan udara pada pesawat Boeing 737-800 menggunakan air refrigeration cycle system jenis bootstrap dimana udara yang dikondisikan melalui dua buah heat exchanger yaitu primary heat exchanger dan secondary heat exchanger dan melalui satu buah kompresor. Cara kerja sistem pendingin/air conditioning pack dan bagian-bagian sistem pendinginan udara Boeing 737-800:

a. Cara kerja sistem pendingin / Air conditioning pack

Air conditioning pack merupakan rangkaian komponen-komponen yang berfungsi untuk mengondisikan udara pada pesawat terbang sebelum akhirnya udara hasil pengondisian ini disalurkan ke mixer unit. Air conditioning pack berada dibagian perut bawah pesawat. Pada Boeing 737-800 terdapat dua buah air conditioning pack, yaitu air conditioning pack kiri dan air conditioning pack kanan.

(14)

Udara panas bertekanan (hot bleed air) yang berasal dari engine bleed atau APU bleed mengalir melalui flow control valve menuju primary heat exchanger. Setelah mengalir melalui primary heat exchanger dimana suhu dan tekanan menurun, udara dialirkan menuju kompresor. Udara yang keluar dari kompresor kemudian akan mengalami kenaikan suhu dan tekanan kembali karena mengalami penekanan oleh kompresor. Udara keluaran kompresor dialirkan menuju secondary heat exchanger dan kemudian dialirkan melalui putaran water extractor. Pada water extractor ini kandungan air dalam udara akan dibuang sehingga menyebabkan udara yang semula basah akan berubah menjadi udara kering.

Setelah melewati water extractor, udara dialirkan menuju reheater, condenser, water extractor lalu kembali lagi ke reheater. Udara lalu akan mengalir menuju turbin ACM dimana suhu dan tekanan menurun kembali. Kemudian udara keluaran turbin ACM dikondensasikan di condenser sebelum udara masuk ke mixer unit untuk didistribusikan ke kabin dan elektronik pesawat. Setiap air conditioning pack mempunyai sebuah ram air system. Ram air ini dihasilkan dari inlet udara luar mengalir melalui primary dan secondary heat exchanger, plenum untuk melakukan pendinginan dan kemudian keluar melalui ram air outlet.

Gambar 2.4 Grafik suhu pada komponen Air conditioning system Boeing 737-800 (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(15)

Gambar 2.5 Air conditioning cooling system Boeing 737-800 (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(16)

b. Komponen-komponen air conditioning pack

Air conditioning pack sebagai mesin pendingin pada kabin pesawat Boeing 737-800 memiliki beberapa komponen dan fungsi masing-masing. Komponen-komponen utama air conditioning pack:

1. Flow Control Shut off Valve

Flow control shut off valve ini merupakan sebuah katub, dimana aliran udara dari pneumatic sistem di supply melalui flow control shut off valve. Katub tersebut mengontrol aliran bleed air masuk ke air conditioning pack. Setelah melalui katub tersebut kemudian udara masuk ke primary heat exchanger.

Gambar 2.6 Flow control shut off valve (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(17)

2. Primary heat exchanger dan plenum/diffuser

Primary heat exchanger berfungsi sebagai media terjadinya pertukaran panas. Udara yang keluar dari Flow control shut off valve masuk ke primary heat exchanger. Pada saat udara melewati heat exchanger, udara dilewatkan oleh ram air system sehingga terjadi proses perpindahan panas. Udara yang telah mengalami penurunan suhu dan tekanan kemudian masuk ke kompresor bagian dari air cycle machine.

Pada bagian ini terdapat plenum/diffuser yang berfungsi untuk mengarahkan aliran ram air melewati heat primary heat exchanger dan secondary heat exchanger.

Gambar 2.7 Primary heat exchanger dan planum/diffuser (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(18)

3. Air cycle machine (ACM)

Udara yang telah didinginkan dari primary heat exchanger, kemudian masuk ke ACM. Pada ACM ini terdapat kompresor untuk menaikkan kembali suhu dan tekanan udara. Udara yang telah dinaikkan suhu dan tekanan nya kemudian masuk ke secondary heat exchanger, water separator, dan kembali ke ACM setelah itu di alirkan ke condenser. Pada ACM turbin, temperatur udara di turunkan dengan mengekspansikan udara pada turbin.

Gambar 2.8 Air cycle machine (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

4. Secondary heat exchanger dan plenum/diffuser

Secondary heat exchanger menerima udara bertekanan dari air cycle machine (kompresor). Sementara udara melewati heat exchanger, udara didinginkan oleh ram air. Setelah udara mengalami penurunan suhu dialirkan ke water extractor kemudian kembali ke ACM.

(19)

5. Reheater

Komponen ini memiliki dua fungsi dalam sekali kerja yaitu:

Mendinginkan udara yang keluar dari secondary heat exchanger sebelum masuk ke condenser

menaikkan suhu udara yang keluar dari water extractor

Gambar 2.9 Reheater

(20)

6. Condenser

Condenser berfungsi menurunkan suhu udara pada air conditioning pack dibawah titik embun hingga uap air tersebut berubah menjadi liquid.

Gambar 2.10 Condenser

(Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 7. Ram air system

Ram air system berfungsi mengontrol jumlah aliran udara luar yang masuk ke heat exchanger.

(21)

Gambar 2.11 Ram air system (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 8. Water extractor

Komponen ini berfungsi sebagai pemisah uap lembab dari udara sebelum udara dialirkan ke sistem distribusi. Pada bagian ini, udara dipisahkan dengan uap lembab dengan menggunakan gaya sentrifugal. Uap air yang lebih berat dari udara akan terlempar ke sisi samping, dan kemudian uap-uap air tersebut dibuang melalui drain duct.

(22)

Gambar 2.12 Water extractor (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 9. Temperature Control Valve

Komponen ini merupakan katup utama yang berfungsi mengontrol suhu keluaran dari air conditioning pack. Selain itu katub ini juga berfungsi untuk mencegah terjadinya icing di condenser.

(23)

Gambar 2.13 Temperature control valve (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 10. Standby temperature control valve

Komponen ini merupakan backup dari Temperature control valve sebagai pengontrol suhu keluaran dari pack dan mencegah terjadinya icing di condenser apabila terjadi kegagalan sistem kerja.

(24)

Gambar 2.14 Standby temperature control valve (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 11. Pack overheat switch

Komponen ini berfungsi untuk memonitor kondisi suhu air conditioning pack. Apabila terjadi suhu berlebihan maka sistem akan memberikan indikasi di cockpit. Terdapat tiga overheat switch pada air conditioning pack yaitu:

Compressor discharge overheat switch Turbin inlet overheat switch

(25)

pack discharge overheat switch.

Gambar 2.15 Overheat switch (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) c. Temperature Control system pendinginan

Pada Boeing 737-800, Temperature control berfungsi untuk mengatur suhu sesuai dengan kebutuhan penghuni di kabin. Secara garis besar Temperature control ini mengatur suhu pada tiga lokasi kabin yaitu:

 Flight compartment

 Forward passanger compartment  Aft passanger compartment

(26)

Gambar 2.16 Lokasi Temperature Control (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

Suhu pada kabin dapat di kontrol ketika air conditioning pack bekerja, dan air conditioning system mendapat supply udara dari pneumatic sistem. Beberapa komponen temperature control:

1. Control panel indication and operation

Komponen ini digunakan untuk melihat indikasi suhu dan mengontrol suhu pada masing-masing lokasi kabin yang dikontrol. Selain melihat indikasi suhu, pada panel ini juga memberikan indikasi apabila terjadi kegagalan pada sistem kerja air conditioning nya.

(27)

Gambar 2.17 Temperature control panel (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 2. Cabin temperature sensor

Kabin temperatur sensor ini berfungsi untuk mengirimkan data suhu di kabin ke pack zone tempearture controller, kemudian pack zone controller akan membandingkan data suhu tersebut dengan permintaan suhu pada kabin selector panel.

Gambar 2.18 Cabin temperature sensor (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(28)

3. Pack/Zone Temperatur Controller

Pack/zone temperature controller berupa suatu komputer yang mengatur sistem kerja keseluruhan air conditioning pada pesawat. Selain mengontrol sistem kerja air conditioning, pack/zone temperature controller ini juga menyediakan sistem BITE ( Built in Test Equipment) yaitu suatu proses mengetahui kegagalan yang terjadi pada sistem kinerja pendingin. Jadi melalui komponen ini, kita dapat dengan cepat mengetahui kegagalan yang terjadi pada sistem. Pada tiap air conditioning memiliki satu pack/zone temperature controller.

Gambar 2.19 Pack/Zone Temperature Controller (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 4. Temperature Bulb

Temperature bulb berfungsi untuk mengkur suhu pada bagian-bagian kritikal pada air conditioning system. Temperature bulb ini hanya memberikan indikasi saja.

(29)

Gambar 2.20 Temperature bulb (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 2.7.2 Sistem pengondisian tekanan udara

Sistem pengondisian tekanan udara pada kabin Boeing 737-800 bertujuan untuk mengatur kondisi tekanan di dalam kabin agar nyaman bagi kru maupun penumpang. Pengondisian tekanan di dalam kabin dilakukan dengan mengatur jumlah udara kabin yang dibuang keluar pesawat melalui katub keluar (out flow valve). Sistem ini dikendalikan secara otomatis oleh cabin pressure control (CPC) atau secara manual dari cabin control panel. Terdapat beberapa sistem kontrol tekanan udara Boeing 737-800:

a. Cabin pressure control system

Cabin pressure control system ini berfungsi mengontrol jumlah aliran udara yang keluar dari kabin. Tujuan pengontrolan ini yaitu untuk mempertahankan kondisi tekanan udara pada kabin agar tetap dalam kondisi aman dan nyaman. Beberapa komponen cabin pressure control system:

1. Pressure control cabin module and control panel

Komponen ini memberikan indikasi kepada kru dan merupakan panel kontrol untuk mengatur tekanan pada saat pesawat terbang. Melalui panel kontrol ini, kru dapat mengatur jumlah tekanan udara di kabin pada saat pesawat take off, cruising ataupun landing secara otomatis atau manual.

(30)

Gambar 2.21 Pressure control cabin module and control panel (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

2. Cabin pressure controller (CPC)

Cabin pressure controller bekerja apabila sistem pengontrolan dilakukan secara Automatic (AUTO) atau Alternate (ALT). Pada pesawat Boeing 737-800, terdapat dua buah CPC untuk pengontrolan tekanan, dimana cara kerja CPC ini secara bergantian. CPC yang berupa komputer, terdapat sistem BITE untuk mengetahui kegagalan yang terjadi pada sistem pengontrolan.

(31)

Gambar 2.22 Cabin Pressure Controller (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) 3. Out flow valve

Merupakan sebuah katub yang berfungsi mengatur jumlah aliran udara yang keluar dari kabin. Katub ini terdapat pada bagian ekor pesawat.

(32)

Gambar 2.23 Out flow valve (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015) b. Cabin pressure relief system

Cabin pressure relief pressure system merupakan suatu fail safe system, dimana sistem ini akan mencegah terjadinya kelebihan tekanan (over pressure) dan tekanan negatif (negative pressure) saat pressurization control system mengalami kegagalan kerja. Terdapat komponen Cabin pressure relief pressure yaitu:

 Positife pressure relief valve  Negative pressure relief valve c. Cabin pressure warning system

Sistem ini berfungsi memberikan data dan peringatan kepada kru apabila terjadi kesalahan ataupun kegagalan sistem pada pressure control system. Sistem ini dilengkapi dengan aural warning berupa suara peringatan terhadap kru bila terjadi sesuatu yang tidak normal pada tekanan kabin.

Gambar 2.24 Cabin pressure warning system (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(33)

2.8 SUMBER UDARA UNTUK AIR CONDITIONING SYSTEM

Dalam sistem pengondisian udara pada pesawat terbang, terdapat beberapa sumber yang digunakan untuk mendapatkan udara yang terkondisi di dalam kabin. Sumber-sumber tersebut terdiri dari:

a. Pneumatic system

Pneumatic system pada pesawat terbang dapat diperoleh dari engine bleed air dan auxjulary power unit bleed air (APU). Engine dan APU sebagai sumber penghasil power listrik untuk pesawat, juga memiliki kompresor yang mampu menaikkan tekanan udara untuk keperluan pneumatic di pesawat. Udara bertekanan yang dihasilkan engine kompresor dan APU kompresor disalurkan melalui duct menuju air conditioning system untuk diproses menjadi udara dingin/udara terkondisi. Selain untuk air conditioning dan pressurization system, pneumatic juga digunakan untuk starting engine dan vacum system.

Gambar 2.25 Skema sumber pneumatic (Sumber: AMM Boeing 737-800, 2015)

(34)

b. Air Conditioning Car/AC Car

AC car merupakan alat yang digunakan pada unit mobil AC yang menghasilkan udara dingin (conditioned air) yang dapat dialirkan langsung ke kabin pesawat tanpa melalui sistem air refrigation cycle.

2.9 SISTEM PERAWATAN BOEING 737-800

Untuk menjaga keamanan, kehandalan dan kelaikan pesawat terbang, maka dilakukan suatu perawatan intensif terhadap komponen-komponen maupun struktur pesawat. Jadwal perawatan pesawat terbang ini dikeluarkan oleh beberapa pihak yang memiliki tanggung jawab atas kehandalan pesawat, seperti BOEING company, Air Operator, ataupun pihak Maintenance repair and overhaul perawatan pesawat terbang.

Sistem perawatan pesawat terbang Boeing 737-800: a. Before Departure check

Merupakan pemeriksaan sebelum pesawat terbang untuk memastikan sistem bekerja dengan baik. Before departure check dilakukan apabila pesawat selesai melakukan pekerjaan:

 Remain Over Night (RON), Daily check, weekly check  Letter Check “A”, “C” dan “D” check

b. Transit Check

Merupakan pemeriksaan ringan pada saat akan melakukan transit disuatu daerah, ketika pesawat akan melakukan penerbangan kembali.

c. Daily check

Merupakan pemeriksaan setelah 24 jam, dimana terdapat sisa waktu 4 jam untuk melakukan inspeksi.

d. Weekly check

Merupakan pemeriksaan setiap tujuh hari, dimana dalam pemeriksaan ini sudah termasuk daily check.

e. “A” Check

Merupakan perawatan setelah pesawat berada pada 600 jam pemakaian. f. “C” Check

(35)

Merupakan perawatan setelah pesawat berada pada pemakaian 6.000 jam g. “D” Check

Merupakan perawatan setelah pesawat berada pada pemakaian 40.000 jam h. Unschedule maintenance check

Merupakan perawatan dan perbaikan tanpa jadwal, dimana terjadi sesuatu hal yang tidak normal pada pesawat yang dapat menyebabkan pesawat pada kondisi tidak aman.

Gambar

Gambar 2.1 Sistem pendingin siklus kompresi uap  (Sumber: Krisna, 2008)
Gambar 2.2 Diagram alir sistem pendingin absorbsi  (Sumber: Taufiqurrokhman, 2014)
Tabel 2.1 Faktor beban pendinginan dari penerangan  (Sumber: Stoecker, 1996)  lama jam  setelah  lampu  dinyalakan  Pemasangan X*  Pemasangan Y*
Tabel 2.3 Faktor-faktor beban pendinginan kalor sensibel dari orang  (Sumber: Stoecker, 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simulasi faktor meteorologi arah dan kecepatan angin, jarak dari sumber pencemar ke penerima, dan stabilitas atmosfer pada persamaan gauss menggunakan software

yang dibutuhkan oleh evaporator adalah sebesar: qevap = 1,3qCS = 1,3434,85 = 565,3 W 4.2 PERHITUNGAN UNTUK MESIN-MESIN REFRIGERASI Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

Pedoman UIN Mengabdi Qaryah Thayyibah Tahun 2021 Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

DDUPB PP Evaluasi  Penyerapan  BLM 12 SULAWESI TENGGARA 3 Kota Bau‐Bau 3

Dengan melihat nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0,048174 yang lebih rendah dari tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5% atau 0,05, maka dapat

Pokok permasalahan penelitian ini adalah apakah komunikasi, penempatan dan kepemimpinan berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap konflik karyawan pada

Perilaku merokok pada remaja saat ini sudah tidak tabu lagi, dimanapun tempat tidak sulit menjumpai anak remaja dengan kebiasaaan merokok.Orang tua mempunyai pengaruh

Pada penelitian ini terlihat bahwa PUFA n-3 pada ikan tuna loin segar dan tuna loin pemberian FS selama penyimpanan 4 minggu didominasi oleh DHA dan EPA yang berada pada