HUBUNGAN ANTARA SPIRITUAL INTELLIGENCE DENGAN
SELF REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA
PENDIDIKAN KIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana (S.Pd)
Disusun Oleh:
Siti Heni Rohamna
11160162000041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Hubungan Antara Spiritual Intelligence dengan Self Regulated
Learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta disusun oleh Siti Heni Rohamna, NIM. 11160162000041, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.
Jakarta, 12 November 2020
Yang Mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Nanda Saridewi, M.Si Tonih Feronika, M.Pd
NIP. 19841021 200912 2004 NIP. 19760107 200501 1007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
Burhanudin Milama, M. Pd NIP. 19770201 200801 1011
iv
v
ABSTRAK
Siti Heni Rohamna (NIM. 11160162000041). Hubungan Antara Spiritual
Intelligence dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Pendidikan
Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Spiritual intelligence mendorong mahasiswa untuk selalu melakukan
tindakan positif. Namun, masih banyak ditemui mahasiswa yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai bagus, seperti mencontek dan plagiasi makalah. Hal ini karena mahasiswa memiliki self regulated learning yang kurang baik. Self regulated learning membantu mahasiswa untuk merencanakan, memantau, mengontrol, serta merefleksi proses belajarnya agar mencapai target yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara spiritual intelligence dan self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang berguna untuk menguji seberapa erat hubungan antara kedua variabel. Teknik yang digunakan ialah proportionate
stratified random sampling dan diujikan pada Mahasiswa Pendidikan Kimia
angkatan 2017, 2018, dan 2019 berjumlah 68 mahasiswa. Instrumen yang digunakan berupa angket spiritual intelligence, angket self regulated learning dan wawancara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan korelasi product
moment. Hasil penelitian menyatakan ada hubungan signifikan positif antara
variabel spiritual intelligence dengan self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini dibuktikan nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,604 dengan taraf signifikansi p = 0,000, dimana p < 0,01 dan dapat diinterpretasikan hubungan antara dua variabel ada pada kategori sedang.
vi
ABSTRACT
Siti Heni Rohamna (NIM. 11160162000041). The Relationship Between Spiritual Intelligence and Self Regulated Learning in Chemistry Education Students of Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Essay. Chemical Education Study Program. Faculty of Tarbiyah and Teacher Training. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
Spiritual intelligence encourages students to always take positive action. However, there are still many students who justify all means to get good grades, such as cheating and plagiarism of papers. This is because students have poor self-regulated learning. Self self-regulated learning helps students to plan, monitor, control, and reflect on their learning process in order to achieve the desired target. This study aims to test empirically the relationship between spiritual intelligence and self-regulated learning in Chemistry Education Students of Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. This research is a correlational study which is useful for testing how closely the relationship between the two variables is. The technique used was proportionate stratified random sampling and was tested on Chemistry Education Students batch 2017, 2018 and 2019 totaling 68 students. The instruments used were spiritual intelligence questionnaires, self regulated learning questionnaires and interviews. Data analysis in this study used product moment correlation. The results of the study stated that there was a significant positive relationship between spiritual intelligence variables and self-regulated learning in the Chemistry Education Students of Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. This is evidenced by the value of the correlation coefficient (r) obtained at 0.604 with a significance level of p = 0.000, where p <0.01 and it can be interpreted that the relationship between the two variables is in the moderate category.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohirm, alhamdullilahirobbil‘alamiin. Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Spiritual Intelligence dan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tulus ikhlas dan rendah hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Burhanudin Milama, M.Pd., Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Nanda Saridewi, M.Si., sebagai dosen pembimbing I yang telah
memberikan waktu, ilmu, motivasi, semangat bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran.
4. Tonih Feronika, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, ilmu, bimbingan, motivasi, semangat, serta saran dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam penyusunan skripsi ini hingga akhir. 5. Luki Yunita, M.Pd., selaku validator ahli instrumen penelitian yang telah
memberikan waktunya dengan penuh kesabaran untuk mengoreksi instrumen yang penulis gunakan dalam penelitian.
6. Buchori Muslim, M.Pd., selaku validator ahli instrumen penelitian yang telah memberikan waktunya dengan penuh kesabaran untuk mengoreksi instrumen yang penulis gunakan dalam penelitian.
7. Siti Suryaningsih, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, waktu, perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.
viii
8. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Kimia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Ayahanda tercinta (Suparman) dan Ibunda tersayang (Siti Mukisah) yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, motivasi serta semua yang penulis butuhkan dalam penyelesaian masa studi ini.
10. Kakak tersayang Mugi Iskandar, Isdaryanto, Siti Puji Mustikawati, Yahman Faoji, Sofiah Yasinta yang tidak pernah lupa mengingatkan, memberikan doa, dan semangat dalam menyelesaikan studi.
11. Dedik Irfani, yang telah memberikan semangat, dukungan dan motivasi yang tiada habisnya saat penulis dalam proses mengerjakan skripsi di masa pandemi.
12. Teman-teman pejuang skripsi Arivia Monique Rizkyani, Mas’udah, Nur Amalia Zulfa, Muslihah Amalia, Afrokhul Qonita, Ade Kurniawan, Muhammad Alfarisy, Puspa Mawarni) yang sering bertukar pikiran, saling membantu serta saling memotivasi baik dalam menyelesaikan studi maupun dalam menyelesaikan skripsi.
13. Teman-teman Pendidikan Kimia 2016 yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan studi.
14. Teman-teman bimbingan skripsi Ibu Nanda Saridewi, M.Si dan Bapak Tonih Feronika, M.Pd yang sudah berbagi waktu, kesabaran, semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
15. Adik-adik Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta yang telah membantu penulis untuk menjadi responden dalam penelitian.
16. Serta semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi mahasiswa sebagai calon pendidik dan secara umum
ix
bagi pemberdayaan dan peningkatan pendidikan berkualitas untuk generasi masa depan. Aamiin.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Jakarta, 12 November 2020
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 4 C. Pembatasan Masalah ... 4 D. Rumusan Masalah ... 5 E. Tujuan Penelitian ... 5 F. Manfaat Penelitian ... 5 BAB II ... 6 KAJIAN TEORI ... 6 A. Kecerdasan Spiritual ... 6
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 6
xi
3. Karakteristik Individu yang Mempunyai Kecerdasan Spiritual ... 8
4. Fungsi Kecerdasan Spiritual ... 10
B. Self Regulated Learning ... 11
1. Pengertian Self Regulated Learning... 11
2. Karakteristik Self Regulated Learning ... 13
3. Komponen Self Regulated Learning ... 14
4. Aspek-aspek Self Regulated Learning ... 14
C. Hubungan Antara Spritual Intelligence dan Self Regulated Learning ... 18
D. Penelitian yang Relevan ... 19
E. Kerangka Berpikir ... 21
F. Hipotesis Penelitian ... 23
BAB III ... 24
METODOLOGI PENELITIAN ... 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
B. Metode Penelitian... 24 1. Metode Penelitian ... 24 2. Pendekatan Penelitian ... 24 3. Variabel Penelitian ... 25 4. Desain Penelitian ... 25 C. Alur Penelitian ... 25
D. Populasi dan Sampel ... 27
1. Populasi ... 27
2. Sampel ... 27
E. Teknik Pengumpulan Data ... 29
xii 1. Wawancara ... 29 2. Angket ... 30 G. Analisis Instrumen ... 34 1. Uji Validitas ... 34 2. Uji Reliabilitas ... 35
H. Teknik Analisis Data ... 37
1. Deskripsi Data ... 37
2. Uji Persyaratan Analisis ... 39
3. Pengujian Hipotesis ... 39
BAB IV ... 41
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Deskripsi Data ... 41 1. Hasil Angket ... 41 2. Hasil Wawancara ... 49 B. Analisis Data ... 50 1. Uji Normalitas ... 50 2. Uji Linearitas ... 51 3. Uji Hipotesis ... 51 C. Pembahasan ... 53
1. Pembahasan Analisis Statistik Deskriptif Hubungan Spiritual Intelligence dan Self Regulated Learning ... 53
2. Pembahasan Hasil Analisis Statistik Inferensial Spiritual Intelligence dan Self Regulated Learning ... 58
BAB V ... 62
xiii
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir ... 22 Gambar 3. 1 Variabel Penelitian... 25 Gambar 3. 2 Alur Penelitian ... 26
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Aspek-aspek Self Regulated Learning. ... 16
Tabel 3. 1 Perhitungan Jumlah Sampel Secara Keseluruhan ... 28
Tabel 3. 2 Perhitungan Jumlah Sampel Berdasarkan Angkatan... 28
Tabel 3. 3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Spiritual Intelligence dan Self Regulated Learning ... 30
Tabel 3. 4 Alternatif Jawaban Angket ... 31
Tabel 3. 5 Kisi-kisi Angket Spiritual Intelligence... 32
Tabel 3. 6 Kisi-kisi Angket Self Regulated Learning... 33
Tabel 3. 7 Kriteria Reliabilitas ... 36
Tabel 3. 8 Koefisien Reliabilitas Spiritual Intelligence ... 36
Tabel 3. 9 Koefisien Reliabilitas Self Regulated Learning ... 37
Tabel 3. 10 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Teoritis ... 38
Tabel 3. 11 Pedoman Derajat Hubungan ... 40
Tabel 4. 1 Statistik Deskriptif Spiritual Intelligence ... 41
Tabel 4. 2 Ukuran Pemusatan Data Spiritual Intelligence ... 42
Tabel 4. 3 Penggolongan Kriteria Spiritual Intelligence ... 42
Tabel 4. 4 Gambaran Spesifik Statistik Deskriptif Spiritual Intelligence ... 43
Tabel 4. 5 Penggolongan Kriteria Spiritual Intelligence Berdasarkan Faktor ... 44
Tabel 4. 6 Statistik Deskriptif Self Regulated Learning ... 45
Tabel 4. 7 Ukuran Pemusatan Data Self Regulated Learning ... 46
Tabel 4. 8 Penggolongan Kriteria Self Regulated Learning ... 46
Tabel 4. 9 Gambaran Spesifik Statistik Deskriptif Self Regulated Learning ... 47
Tabel 4. 10 Penggolongan Kriteria Self Regulated Learning Berdasarkan Aspek48 Tabel 4. 11 Hasil Uji Normalitas ... 50
Tabel 4. 12 Hasil Uji Linearitas ... 51
Tabel 4. 13 Hasil Analisis Hubungan antara Spiritual Intelligence dan Self Regulated Learning ... 52
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Spiritual Intelligence oleh Dosen
Ahli (1) ... 70
Lampiran 2. Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Spiritual Intelligence oleh Dosen Ahli (2) ... 76
Lampiran 3. Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Self Regulated Learning oleh Dosen Ahli (1) ... 82
Lampiran 4. Validasi Isi dan Konstruk Instrumen Self Regulated Learning oleh Dosen Ahli (2) ... 87
Lampiran 5. Instrumen Spiritual Intelligence Sebelum Diuji Coba ... 91
Lampiran 6. Instrumen Self Regulated Learning Sebelum Diuji Coba ... 94
Lampiran 7. Tabulasi Data Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Spiritual Intelligence ... 96
Lampiran 8. Tabulasi Data Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Self Regulated Learning ... 100
Lampiran 9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Spiritual Intelligence ... 104
Lampiran 10. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Self Regulated Learning ... 107
Lampiran 11. Lembar Hasil Uji Validitas Instrumen Spiritual Intelligence ... 110
Lampiran 12. Lembar Hasil Uji Validitas Instrumen Self Regulated Learning 111 Lampiran 13. Instrumen Spiritual Intelligence Setelah Diuji Coba ... 112
Lampiran 14. Instrumen Self Regulated Learning Setelah Diuji Coba ... 115
Lampiran 15. Instrumen Angket Penelitian Spiritual Intelligence ... 117
Lampiran 16. Instrumen Angket Penelitian Self Regulated Learning... 123
Lampiran 17. Data Responden Penelitian Angket Spiritual Intelligence dan Self Regulated Learning ... 128
Lampiran 18. Tabulasi Instrumen Spiritual Intelligence Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta Secara Keseluruhan ... 131
xvii
Lampiran 19. Tabulasi Instrumen Self Regulated Learning Mahasiswa Pendidikan
Kimia UIN Jakarta Secara Keseluruhan ... 135
Lampiran 20. Tabulasi Data Hasil Angket Spiritual Intelligence Berdasarkan Faktor ... 139
Lampiran 21. Tabulasi Data Hasil Angket Self Regulated Learning Berdasarkan Aspek ... 142
Lampiran 22. Daftar Pertanyaan Terstruktur Instrumen Wawancara ... 145
Lampiran 23. Data Responden Penelitian Menggunakan Instrumen Wawancara ... 147
Lampiran 24. Hasil Wawancara Responden ... 148
Lampiran 25. Perhitungan Statistik dengan SPSS ... 168
Lampiran 26. Hasil Perhitungan Manual Penggolongan Kategori Data ... 173
Lampiran 27. Surat Bimbingan Skripsi ... 175
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program pendidikan banyak yang berpusat pada kecerdasan intelektual saja. Biasanya, kecerdasan intelektual diukur melalui indeks prestasi yang menjadi tolak ukur kesuksesan mahasiswa. Hasilnya, mahasiswa cenderung lebih mementingkan nilai akademik dibanding dengan kejujuran saat mengerjakan tugas atau ujian (Wahab & Umiarso, 2011, hal. 18). Kondisi ini akhirnya akan membentuk karakter mahasiswa dalam menjalani kehidupannya. Karakter inilah yang menjadi pondasi utama pembentukan kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) seseorang. Jika karakter seseorang baik, maka kecerdasan spiritualnya juga baik. Karena orang yang memiliki karakter baik biasanya paham bagaimana cara menyeimbangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosionalnya (Fitri, 2016).
Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari tiga ranah kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual yang mengedepankan logika berpikir, kecerdasan emosional yang merupakan nilai etika, dan kecerdasan spiritual yang meyangkut nilai kerohanian (Wahab & Umiarso, 2011, hal. 8). Zohar & Marshall (2001, hal. 4) mengatakan, Spiritual Quotient (SQ) merupakan dasar utama yang digunakan untuk memfungsikan Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ) secara efektif. SQ merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia. Kemampuan berpikir tingkat tinggi sering dianggap sebagai parameter kesuksesan dalam banyak hal dan cenderung mengesampingkan potensi yang lain. Pola pikir demikianlah yang merupakan cikal bakal lahirnya manusia dengan otak cerdas tapi sikap perilaku dan pola hidup sangat kontras dengan kemampuan intelektualnya. Banyak ditemui orang yang cerdas secara akademik, namun gagal dalam menjalani pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Kepribadian ini dalam istilah
2
psikologi sering disebut sebagai kepribadian terbelah (split personality). Pada kondisi ini dapat diartikan tidak adanya integrasi antara otak dan hati, antara ucapan dan tindakan (Masduki, 2016).
Alizamar (2015) menyatakan bahwa mahasiswa lebih mengutamakan hasil daripada proses pedagogis. Munculnya pemikiran yang menganggap biasa tindakan mencontek dan plagiarisme juga turut menjadi permasalahan utama. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya mahasiswa yang sering terlambat menyerahkan tugas. Jika dosen tidak datang mengisi jam perkuliahan, mahasiswa lebih memilih untuk mengobrol di kafe atau tempat lain, daripada belajar di perpustakaan atau berdiskusi di kelas. Mahasiswa juga tidak suka bertanya saat perkuliahan sedang berjalan. Rasa ingin tahu mereka sangat rendah dan kebanyakan dari mereka tidak mampu berpikir kritis. Pola pikir mereka pragmatis, demi mendapatkan nilai bagus pada mata kuliah tertentu, mereka menghalalkan segala cara. Termasuk mencontek yang dalam pemikiran mereka termasuk hal yang sangat wajar. Menurut Ashshidieqy (2018), kurangnya kecerdasan spiritual inilah yang lambat laun akan membuat pencapaian prestasi belajar tidak optimal.
Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Fasikhah & Fatimah (2013) yang mengatakan bahwa pencapaian belajar yang tidak optimal juga disebabkan oleh kemampuan regulasi diri dalam belajar (self regulated learning) mahasiswa yang rendah. Mahasiswa cenderung melakukan kegiatan belajar tanpa perencanaan, pemantauan, pengontrolan dan evaluasi dalam belajarnya sendiri. Rendahnya kemampuan regulasi diri dalam belajar ini berpengaruh pada rendahnya prestasi akademik, atau sering disebut sebagai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dalam dunia akademis. Penelitian sebelumnya sudah ada yang membahas tentang kecerdasan spiritual dan self
regulated learning. Husna, Mayangsari, & Rachmah (2018) menemukan
adanya peranan positif antara kecerdasan spiritual dan regulasi diri dalam belajar. Dari penelitian ini, penulis terinspirasi untuk membahas lebih jauh hubungan antara spiritual intelligence dan self regulated learning yang ada
3
pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Husna, Mayangsari, & Rachmah (2018) ialah pada subjek yang diambil dalam penelitian, yaitu di SMP Darul Hijrah Puteri Martapura. Sedangkan penelitian ini menggunakan subjek Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta. Jika penelitian sebelumnya membahas tentang seberapa jauh peranan kedua variabel, maka penelitian ini membahas tentang seberapa erat hubungan antara variabel spiritual
intelligence dan self regulated learning.
Salah satu program studi yang ada dalam ranah jurusan IPA adalah program studi Pendidikan Kimia. Mahasiswa yang kuliah di jurusan IPA tidak hanya melaksanakan proses pembelajaran di kelas, tapi juga di laboratorium. Ilmu kimia yang dipelajari di perguruan tinggi tidak bisa lepas dari rangkaian konsep dan skema yang saling berkaitan berdasarkan hasil percobaan (eksperimen) atau observasi yang tepat dan sesuai (Zulfiani, Feronika, & Suartini, 2009, hal. 48). Kesibukan akademik yang dialami mahasiswa jurusan IPA seharusnya mendorong mereka untuk lebih lebih mandiri dalam mengatur dirinya sendiri. Mulai dari membuat perencanaan hingga menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Hal ini membutuhkan kemampuan self regulated learning yang baik (Sutikno, 2016).
Mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi Islam memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, karena di instansi pendidikan Islam pasti telah diajarkan banyak hal tentang nilai-nilai spiritual (Novitasari, 2017). Mahasiswa Pendidikan Kimia yang ada di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta sudah mempelajari ilmu-ilmu keislaman yang bisa membentuk kecerdasan spiritual. Seperti mata kuliah Bahasa Arab, Praktikum Qiraat, Pendidikan Akhlak, Studi Islam, Filsafat dan Ilmu Pendidikan, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Praktik Ibadah, dan Integrasi Nilai. Seharusnya mereka tidak mungkin melakukan tindak kecurangan dalam ujian, seperti mencontek, plagiasi makalah, atau yang lebih parah jual beli skripsi. Kendati demikian, rupanya banyak mahasiswa yang memiliki
4
kecerdasan spiritual tinggi tapi tidak diimbangi dengan regulasi diri dalam belajar yang baik.
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta pernah melakukan plagiasi makalah dan tindakan mencontek untuk mendukung nilai akademiknya. Salah satu mahasiswa angkatan 2018 mengaku bahwa hal ini ia lakukan karena sudah merasa lelah untuk memikirkan kata-kata yang akan ditulis dalam makalah. Ia juga pernah mempraktikkan perilaku mencontek saat ujian. Perilaku ini ditunjukkan dengan cara izin ke kamar mandi, lalu melihat lembar contekan yang telah disiapkannya dan menyebarkan ke rekan-rekan sekelasnya. Melihat latar belakangnya, berkuliah di perguruan tinggi keislaman seharusnya memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi dan regulasi diri dalam belajar yang baik. Dari hasil wawancara ini, dapat dikatakan, mahasiswa tidak memiliki regulasi diri dalam belajar yang baik, meskipun memiliki kecerdasan spiritual tinggi.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
“Hubungan Antara Spiritual intelligence dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan tersebut, identifikasi masalanya ialah: 1. Terdapat mahasiswa yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
nilai yang bagus
2. Terdapat mahasiswa yang tidak memiliki spiritual intelligence dengan
self regulated learning yang baik
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan kajian topik yang dipaparkan, diperlukan pembatasan masalah agar pembahasan topik dapat dilakukan secara mendalam dan menghindari pembahasan yang terlalu luas. Peneliti membatasi masalah pada hubungan antara spiritual intelligence dengan self
5
regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta
angkatan 2017, 2018, dan 2019.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat ditarik rumusan masalah “bagaimanakah hubungan antara spiritual intelligence dengan self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara spiritual intelligence dengan self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini:
1. Menambah pengetahuan mahasiswa terkait hubungan antara spiritual
intelligence dan self regulated learning pada mahasiswa
2. Memberi informasi lebih bagi pembaca terkait hubungan antara spiritual intelligence dan self regulated learning
3. Hasil penelitian bisa menjadi usulan bagi universitas untuk merefleksi diri tentang ada atau tidaknya hubungan antara spiritual intelligence dan
self regulated learning
4. Mengatasi masalah yang berkaitan dengan spiritual intelligence dengan
self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta 5. Menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kecerdasan Spiritual
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Menurut Zohar & Marshall (2001, hal. 4), kecerdasan spiritual secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu spiritus yang diartikan sebagai prinsip vital pada suatu organisme. Sedangkan spiritual dalam konteks Spiritual Quotient (SQ) berasal dari Bahasa Yunani sapientia
(sophia) yang berarti kearifan. Kecerdasan spiritual berfungsi untuk
memaksimalkan EQ (kecerdasan emosional) dan IQ (kecerdasan intelektual) secara efektif. Agustian (2001, hal. 57) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual memberi kemampuan untuk menjalani hidup dengan makna yang mendalam, dan memberi makna ibadah pada setiap kehidupan manusia.
Zohar & Marshall (2001, hal. 13) menegaskan bahwa spiritualitas tidak sepenuhnya memiliki ikatan yang kuat dengan prinsip ketuhanan seseorang. Seseorang yang atheis ataupun humanis juga bisa memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Hal ini karena kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan proses pencerahan jiwa seseorang. Semakin tinggi kecerdasan spiritual seseorang maka ia akan semakin mampu memaknai hidup dengan makna positif. Ia mampu menghargai setiap kejadian, penderitaan, dan persoalan yang menimpanya dengan terus berpandangan positif. Makna positif inilah yang akan membangun jiwa manusia untuk selalu melakukan tindakan positif dalam segala sisi kehidupannya. Kecerdasan spiritual sudah menjadi kemampuan intrinsik manusia yang dibawa sejak lahir. Spiritualitas berasal dari psikis dan otak manusia yang bersumber dari alam semesta. Hal ini mendorong manusia untuk memberikan makna positif pada setiap masalah yang datang
7
menimpanya. Menurut Wahab & Umiarso (2011, hal. 46), spiritualitas dapat dilatih melalui kejujuran dan amanah dalam menjalani kehidupan. Khavari (2000, hal. 132) berpendapat, kecerdasan spiritual termasuk bagian dari jiwa manusia atau dimensi non material. Kecerdasan spiritual diibaratkan sebagai intan yang murni dan belum terasah sedikitpun. Artinya, agar dapat mengoptimalkan kecerdasan spiritual manusia harus lebih memahami kondisi yang ada, dan mengasahnya dengan tekad yang kuat agar kecerdasan spiritual seseorang dapat berfungsi dengan baik. Setelah kecerdasan spiritual berfungsi secara optimal, maka akan ditemui kebahagiaan dalam diri manusia tersebut. Menurut Sinetar (2001, hal. 114), kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai pemikiran seseorang yang sudah mendapatkan inspirasi dan motivasi. Ini berhubungan dengan penghayatan seseorang terhadap prinsip ketuhanan.
2. Prinsip-prinsip Kecerdasan Spiritual
Agustian (2001, hal. 4) menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk memberi makna ibadah pada setiap kejadian yang dialaminya. Makna ibadah bisa digali melalui pemikiran yang bersifat fitrah. Secara tidak langsung, pola pikir ini mendorong manusia untuk menjadi seseorang yang berpikiran integralistik dan hanya percaya pada Allah SWT. Prinsip-prinsip kecerdasan spiritual yaitu:
a. Prinsip Bintang
Prinsip bintang didasarkan pada keimanan terhadap Allah SWT. Prinsip ini mengajarkan keikhlasan, dimana semua perbuatan yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah SWT dan tidak mengharapkan balasan apapun.
b. Prinsip Malaikat (Kepercayaan)
Prinsip malaikat didasarkan pada keimanan terhadap malaikat. Dalam hal ini, manusia menyembah Tuhan dengan mengerjakan
8
segala sesuatu secara disiplin seperti sifat malaikat yang loyal pada Allah.
c. Prinsip Kepemimpinan
Prinsip kepemimpinan didasarkan pada keimanan terhadap Rasulullah SAW. Prinsip ini mengajarkan keteguhan saat menjadi pemimpin, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.
d. Prinsip Pembelajaran
Prinsip ini didasarkan atas keimanan pada Kitab Allah. Ajaran dalam prinsip ini ialah agar manusia selalu mencari kebenaran yang hakiki dan menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
e. Prinsip Masa Depan
Prinsip ini mengajarkan keimanan pada hari akhir. Semasa hidupnya, manusia harus memiliki orientasi dalam jangka pendek maupun panjang. Manusia juga harus selalu mengamalkan kebaikan. f. Prinsip Keteraturan
Dalam prinsip ini manusia diajarkan untuk selalu menaati aturan Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga harus menyusun tujuannya sendiri agar hidupnya lebih teratur.
3. Karakteristik Individu yang Mempunyai Kecerdasan Spiritual Menurut Suharsono (2005, hal. 162), kecerdasan manusia diibaratkan seperti mata, yang bisa melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang. Ibadah sunnah yang dilakukan diibaratkan sebagai langkah untuk mendekatkan diri pada ilahi. Hal ini sebetulnya sudah diisyaratkan melalui ayat-ayat Allah tenang cahaya. Dengan pertolongan cahaya, manusia bisa melihat benda-benda di dunia, dengan begitu manusia bisa lebih bersyukur atas nikmat yang diberikan dan mencapai derajat takwa kepada Allah. Sedangkan Chatib (2012, hal. 101) berpendapat, kecerdasan spiritual bisa didefinisikan sebagai kesadaran akan adanya Tuhan. Kecerdasan spiritual mempertanyakan sesuatu yang berhubugan dengan adanya manusia, alasan manusia mengalami kematian, arti kehidupan bagi manusia, serta realitas kehidupan yang dialaminya.
9
Menurut Zohar & Marshall (2001, hal. 14), ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual baik diantaranya sebagai berikut:
a. Mampu untuk selalu beridikap fleksibel b. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
c. Mampu mengubah penderitaan sebagai dorongan untuk maju d. Mampu menghadapi rasa sakit yang menimpa dirinya
e. Memiliki kualitas hidup yang baik dan diimbangi dengan nilai-nilai f. Selalu mempertimbangkan apa yang dilakukan dan
mempertimbangkan kerugiannya
g. Mampu melihat banyak hal dari berbagai sisi (berpandangan holistik).
h. Mampu menganalisis berbagai permasalahan dan bertanya tentang “mengapa?” atau “bagaimana jika?” untuk mencari jawaban mendasar dalam dirinya
i. Dapat bekerja dengan mandiri
Seseorang yang memiliki kecerdasan spirirtual tinggi biasanya bersikap menjadi pemimpin. Ia memiliki tujuan dan visi yang jelas sebelum menjalankan segala hal. Selain itu, karakter ini juga dapat memberi petunjuk yang benar bagi orang lain. Kecerdasan spiritual tidak selalu identik dengan agama. Sebagian orang menganggap bahwa kecerdasan spiritual selalu sama dengan agama formal. Namun, beragama tidak selalu menjamin seseorang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Sebagai umat yang beragama, kecerdasan spiritual memang tidak bisa lepas dari kekuatan Tuhan yang mengatur seluruh alam semesta (Zohar & Marshall, 2001, hal. 14).
Menurut Abdollahzadeh, dkk (2018) kecerdasan spiritual dibagi menjadi 2 faktor utama:
a. Memahami dan berkomunikasi dengan sumber alam semesta Zohar & Marshall (2001, hal. 4) menjelaskan, manusia memiliki kompetensi intrinsik dari otak dan psikis yang sumbernya
10
berasal dari alam semesta. Kemampuan ini mendorong otak manusia untuk menemukan dan memanfaatkan makna dalam proses menyelesaikan permasalahan.
b. Kehidupan spiritual atau ketergantungan pada inti batin
Agustian (2001, hal. 57) menyebutkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk memberi makna ibadah pada setiap kejadian yang dialaminya. Pemikiran manusia bersifat fitrah. Hal ini dilakukan manusia untuk menjadi pribadi yang lebih baik, berpikir integralistik, dan percaya pada Allah SWT.
4. Fungsi Kecerdasan Spiritual
Fungsi kecerdasan spiritual menurut Zohar & Marshall (2001, hal. 12), ialah:
a. Kecerdasan spiritual membuat hidup manusia lebih bermakna. Manusia cenderung menjadi lebih optimis, berwawasan luas, kreatif, berani, luwes, dan fleksibel. Kecerdasan spiritual bisa membantu manusia untuk menyelesaikan masalahnya dengan baik.
b. Kecerdasan spiritual biasanya dipakai dalam hal yang bersifat eksistensialis, yaitu masa dimana pribadi seseorang merasa sangat terpuruk. Faktornya beragam, bisa karena kekhawatiran atau ketakutan masa lalu sebab kesedihan atau penyakit.
c. Kecerdasan spiritual menyadarkan kita bahwa sejatinya kita mempunyai masalah yang bersifat eksistensial, yang mana mendorong kita untuk bisa mengatasi masalah dengan baik. Hal ini karena kecerdasan spiritual memberikan pembelajaran tentang bagaimana berjuang dalam hidup.
d. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan puncak manusia, karena SQ mampu memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan mengoptimalkannya.
e. Kecerdasan spiritual memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang pribadi kita, juga memberikan makna segala sesuatu yang
11
terjadi dalam hidup. Kecerdasan spiritual juga mengajarkan kita tentang bagaimana cara berhubungan baik dengan orang lain.
f. Kecerdasan spiritual bisa menyatukan hal-hal yang bersifat interpersonal maupun intrapersonal. Kecerdasan spiritual juga berusaha menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dengan orang lain.
g. Kecerdasan spiritual memperkuat tingkah laku seseorang, serta mampu menyesuaikan aturan yang kaku. Kecerdasan ini juga mendorong manusia untuk menyadari posisi dirinya sendiri, apakah ia menginginkan untuk ada di situasi yang baik atau tidak.
h. Kecerdasan spiritual menjadikan manusia lebih cerdas secara spiritual dan cerdas beragama, ini mempengaruhi seseorang untuk tidak berpikir eksklusif, fanatik, dan mudah berstigma buruk.
B. Self Regulated Learning
1. Pengertian Self Regulated Learning
Self regulated learning didefiniskan sebagai suatu keadaan
dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta mengontrol perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar (Filho, 2001). Self regulated learning menyangkut penerapan model belajar dan pengaturan diri pada masalah pembelajaran, terutama dalam konteks akademik. Self regulated learning adalah sebuah proses yang aktif dan konstruktif dimana pelajar menetapkan tujuan untuk pembelajaran mereka dan kemudian berusaha memantau, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku mereka. Dalam konteks ini mereka dibimbing dan dibatasi berdasarkan tujuan mereka sesuai keadaan lingkungannya (Wolters, Pintrich, & Karabenick, 2003).
12
Self regulated learning memberikan kemampuan lebih pada kita untuk mengontrol perilaku diri sendiri. Tak hanya itu, self regulated
learning juga mendorong manusia untuk selalu bekerja keras. Dalam hal
ini, ada 3 langkah self regulated learning, yaitu: 1) observasi diri, dengan melihat diri kita sendiri, apa saja yang salah dan harus diperbaiki; 2) keputusan, membandingkan sesuatu dengan standar tertentu; 3) respon diri, memberi penghargaan pada diri sendiri jika diri kita lebih baik dari standar yang kita bandingkan. Jika hasilnya lebih buruk, kita tak segan memberi hukuman untuk diri sendiri. Disini, konsep reward and
punishment benar-benar dipakai (Mukhid, 2008).
Pintrich (2000) berpendapat, self regulated learning termasuk proses konstuktif aktif yang bisa membantu mahasiswa untuk mengatur tujuan, memonitor, mengatur, serta mengontrol kognisi, motivasi dan perilaku mereka untuk mencapai tujuannya. Tentu, hal ini akan dipandu oleh tujuan mereka sesuai konteks lingkungan. Secara umum, mahasiswa yang memiliki self regulated learning ditandai dengan kontribusi aktif dalam berbagai hal yang bisa mengontrol pengalaman belajarnya. Hal ini termasuk juga penggunaan yang efektif pada sumber-sumber yang ada, serta penentuan lingkungan kerja yang produktif. Meliputi juga cara pengorganisiran dan penerimaan informasi. Memlihara emosi juga termasuk hal yang penting untuk menunjang pengerjaan tugas-tugas akademik. Selain itu, berpikir positif bahwa mereka mampu mengerjakannya juga menjadi aspek penting yang bisa mempengaruhi proses belajar mahasiswa.
Self regulated learning bisa bekerja dengan efektif jika
mahasiswa percaya akan kemampuan dirinya. Kemampuan ini ditujukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Mahasiswa yang memiliki self
regulated learning tinggi cenderung percaya bahwa mereka
menggunakan kemampuan pengaturan diri (kontrol) untuk membantu proses belajarnya dan mengoptimalkan keterampilan yang dimilikinya. Para peneliti lebih dulu sudah mempelajari tentang pengaturan diri
13
akademik mahasiswa. Ditemukan bahwa mahasiswa berusaha memahami dan menganalisa bagaimana cara untuk menjadi seorang ahli dalam suatu bidang yang telah mereka pelajari. Salah satu keistimewaan dari definisi ini ialah tentang alasan pelajar memilih proses atau strategi khusus yang akan mereka jalani. Segi utama self regulated learning teletak pada metakognisi, yang berkaitan erat dengan kesadaran
(awareness), pengetahuan (knowledge), dan kontrol kognisi (Schunk,
2005). Self regulated learning merupakan kegiatan dimana individu yang belajar secara aktif sebagai pengatur proses belajarnya sendiri, mulai dari merencanakan, memantau, mengontrol dan mengevaluasi dirinya secara sistematis untuk mencapai tujuan dalam belajar, dengan menggunakan berbagai strategi baik kognitif, motivasional maupun behavioral (Fasikhah & Fatimah, 2013).
2. Karakteristik Self Regulated Learning
Mahasiswa yang memiliki self regulated learning tinggi dicirikan oleh sikap aktif mereka dalam proses metakognisi, motivasi, serta perilaku (Zimmerman, 2014). Mukhid (2008) juga menyebutkan bahwa karakteristik ini berhubungan dengan performa dan kecakapan yang tinggi (high capacity students).
Dalam konteks pembelajaran akademik, hal ini juga didukung oleh kemampuan dosen untuk mengatur proses pembelajaran sedemikian rupa agar tujuan belajar mahasiswa tercapai. Dosen memiliki peran penting untuk memberikan arahan yang jelas pada mahasiswa. Hal ini dilakukan agar mahasiswa bisa memprioritaskan waktu mereka untuk belajar dan mengerjakan tugas. Berguna juga untuk menciptakan pribadi mahasiswa yang meyakini harapan mereka, sehingga mahasiswa bisa melakukan usaha ekstra agar dapat mengerjakan tugas akademik dengan baik dan benar (Sari, 2014).
14
3. Komponen Self Regulated Learning
Self regulated learning termasuk cara yang dikhususkan untuk
mengontrol proses pembelajaran. Sistem kontrol ini dilakukan oleh masing-masing pribadi yang tengah mengalami proses pembelajaran. Ada beberapa komponen yang digunakan untuk mengatur sistem pembelajaran, seperti motivasi, metakognisi, kepercayaan asal
(epistemic), strategi belajar, serta pengetahuan sebelumnya (prior knowledge). Motivasi berguna untuk mendorong mahasiswa lebih
semangat dalam proses belajarnya. Sedangkan kepercayaan epistemik merupakan sifat pelajar yang cenderung percaya pada dasar-dasar pembelajaran (nature of learning). Sementara itu, metakognisi sering diartikan sebagai suatu proses berpikir (thingking about thingking). Metakognisi juga memiliki peran penting pada proses kontrol yang bisa mengoptimalkan strategi belajar apa yang akan digunakan. Adapun kategorisasi strategi belajar menurut Mukhid (2008) ialah:
a. Tambahan pengetahuan (knowledge acquisition), berhubungan dengan aspek analogis pelajar yang mengolaborasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya
b. Monitoring menyeluruh, mencakup praktik pembelajaran yang membantu mereka menyusun waktunya untuk melakukan sesuatu atau tidak
c. Strategi belajar aktif, ini terjadi saat pelajar melakukan pencatatan pada tugas ataupun materi pelajarannya di kelas, atau kegiatan apapun yang membuat pelajar lebih proaktif dalam proses belajarnya d. Strategi yang mendukung, seperti mengatur pola peletakan meja di
kelas yang akan mendukung proses pembelajaran
4. Aspek-aspek Self Regulated Learning
Pintrich (2000) berpendapat, self regulated learning
dikelompokkan menjadi empat aspek, yaitu perencanaan, monitor, kontrol, serta evaluasi. Pada tiap-tiap aspek terdiri dari empat perilaku
15
self regulated learning, yaitu kognitif, motivasional/afektif, behavioral,
serta kontekstual. Hal ini menjelaskan proses-proses yang dialami mahasiswa saat menyelesaikan target, bahwa mereka tidak menyelesaikan satu target dalam satu waktu, melainkan melalui langkah-langkah yang tersusun dari empat aspek self regulated learning. Aspek-aspek ini jika dioptimalkan dapat memberikan semangat tersendiri bagi mahasiswa untuk mencapai targetnya. Meskipun begitu, tidak semua tugas-tugas akademik bisa diselesaikan dengan empat aspek self
regulated learning, yang terdiri dari proses merencanakan, memantau,
mengontrol dan mengevaluasi. Terkadang self regulated learning bisa berjalan secara otomatis pada diri seseorang, tanpa memperhatikan secara detail keempat aspek tersebut.
Pada aspek pertama, proses self regulated learning dimulai dengan perencanaan. Dalam proses ini mahasiswa merencanakan target tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya. Bidang kognitif ini tak lain ialah pengetahuan sebelumnya tentang metakognisi. Hal ini mencakup kesulitan-kesulitan pada tugas-tugas yang berbeda setiap tingkatannya. Selain itu, mahasiswa juga perlu untuk mengetahui apa saja kompetensi dan keterampilan yang diperlukan. Termasuk juga strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan tugasnya. Pada bidang afeksi, hal ini mencakup bagaimana menggerakkan motivasi dalam diri. Pada bidang perilaku, hal ini mencakup perencanaan waktu yang akan digunakan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan di bidang kontekstualnya, bagaimana mahasiswa memikirkan keadaan yang ada di kelas dan mengatur strategi mengerjakan tugas.
Aspek kedua yaitu monitor, yang mencakup kesadaran mahasiswa pada keadaan kognisi, motivasi, manajemen waktu, serta strategi yang tepat untuk menyelesaikan tugas. Dalam konteks pembelajaran, hal ini bisa mengidentifikasi apakah diri mereka sudah paham dengan suatu materi pelajaran atau belum. Bisa dilakukan dengan
16
cara membaca cepat teks pelajaran, memahami, dan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang materi yang sedang dipelajari.
Aspek ketiga yaitu kontrol, meliputi bagaimana cara mengatur strategi, mengendalikan pikiran (strategi kognitif dan metakognitif), motivasi dan emosi. Hal ini juga berkaitan erat dengan manajemen waktu, usaha apa saja yang akan dilakukan, bagaimana mengontrol tugas akademik, serta bagaimana menyesuaikan kondisi kelas (lingkungan sekitar).
Aspek keempat yaitu refleksi atau evaluasi. Hal ini mencakup pertimbangan atau putusan, tentang apa saja yang dilakukan di masa lalu, serta apa saja yang akan dilakukan di masa depan. Evaluasi berhubungan dengan pelaksanaan tugas. Atribusi/sifat yang dibuat berhubungan dengan keberhasilan atau kegagalan seseorang, reaksi afektif yang dialami karena hasil. Menganalisa apa penyebabnya, dan berusaha memperbaikinya. Jika digambarkan, aspek-aspek self regulated learning yaitu:
Tabel 2. 1 Aspek-aspek Self Regulated Learning (Pintrich, 2000).
Aspek-aspek Kognisi Motivasi/ Affect (Pengaruh) Perilaku/ Jalan (Behavior) Konteks Perencana an dan Aktivasi /Penggera kan Penetapan sasaran tujuan. Aktifasi/ penggera kan pengetah uan isi sebelum nya. Aktifasi pengetah uan Adopsi orientasi tujuan. Pertimbangan / keputusan efficacy. Kemudahan putusan belajar (easy of Learning Perencanaan waktu dan usaha. Perencanaan observasi diri terhadap perilaku. Persepsi tugas. Persepsi konteks.
17 metakog nisi. judgements (EOLs); Persepsi kesulitan belajar. Aktifasi nilai tugas. Aktivasi minat/perhati an. Monitorin g Kesadara n metakog nitf dan monitori ng kognisi. Kesadaran dan monitoring motivasi dan affek. Kesadaran dan monitoring usaha, penggunaan waktu, keperluan untuk membatu observasi diri terhadap perilaku Monitori n g perubaha n tugas dan kondisi konteks. Kontrol Pemiliha n dan adaptasi strategi kognitif untuk belajar, berfikir. Pemilihan dan adaptasi strategi untuk mengelola motivasi dan affek. Peningkatan/ penurunan usaha. Bertahan,menye rah Mencari bantuan perilaku/jalan Merubah atau merundi n gkan kembali perubaha n tugas atau meningg
18 al kan konteks. Reaksi dan Refleksi Atribusi keputusa n kognitif Atribusi reaksi afektif Pemilihan perilaku /jalan Evaluasi terhadap evaluasi tugas konteks.
C. Hubungan Antara Spritual Intelligence dan Self Regulated
Learning
Demi mengetahui adanya hubungan antara spiritual intelligence dan
self regulated learning, perlu diperjelas lagi pengertian antara keduanya.
Kecerdasan spiritual, atau yang sering disebut dengan spiritual intelligence ialah sebuah kemampuan untuk memberikan makna hidup positif pada setiap kejadian, persoalan, ataupun penderitaan yang dialami manusia. Kecerdasan inilah yang akan membangkitkan jiwa manusia untuk terus melakukan perbuatan positif dalam setiap lini kehidupannya (Wahab & Umiarso, 2011, hal. 46). Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia. Hal ini karena kecerdasan spiritual mampu menyeimbangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional sehingga fungsinya bisa lebih efektif. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi ditandai dengan kemampuannya untuk selalu berpikir positif pada kejadian apa saja yang menimpanya. Semua penderitaan dan rasa sakit akan dilewati dengan baik. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi juga memiliki kualitas hidup yang baik, mempunyai nilai-nilai yang kuat, serta mengatur waktunya sedemikian rupa untuk tidak mengerjakan hal-hal yang tidak perlu, serta memiliki pandangan holistik (Zohar & Marshall, 2001, hal. 4).
Selain itu, kecerdasan spiritual juga bisa menggali potensi tersembunyi pada diri mahasiswa. Orang yang memiliki kecerdasan
19
spiritual tinggi akan lebih mengenali diri sendiri dan dengan mudah bisa menemukan potensi diri sendiri (Zohar & Marshall, 2001, hal. 13). Dapat diartikan, mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual baik, ia juga akan lebih paham bagaimana cara meregulasi dirinya dalam menghadapi proses pembelajaran (self regulated learning). Hal ini bisa dilakukan jika mahasiswa berusaha menemukan potensi dalam dirinya. Self regulated
learning mencakup kemampuan belajar seseorang yang berusaha
mengoptimalkan kognisi, motivasi, serta perilaku dalam setiap proses belajarnya. Self regulated learning termasuk komponen penting dalam proses pembelajaran. Utamanya untuk mencapai prestasi akademik, dimana mahasiswa yang mempunyai self regulated learning tinggi akan tinggi pula prestasi akademiknya (Zimmerman, 2014). Melalui penelitian ini, peneliti berusaha menggali adanya hubungan antara spiritual intelligence dan self
regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta.
D. Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian relevan yang sebelumnya telah membahas kecerdasan spiritual dan regulasi diri dalam belajar, yaitu:
1. Rachmi (2010) pernah melakukan penelitian yang hampir sama. Penelitian tersebut berjudul Pengaruh Kecerdasan Emosional,
Kecerdasan Spiritual, dan Perilaku Belajar Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta). Penelitian ini menemukan adanya pengaruh positif antara
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku belajar pada pemahaman akuntansi mahasiswa (Rachmi, 2010). Jika Rachmi (2010) membahas tentang pengaruh kecerdasan spiritual dengan tingkat pemahaman akuntansi, maka penelitian ini membahas lebih jauh tentang hubungan kecerdasan spiritual dengan regulasi diri dalam belajar.
20
2. Husna, Mayangsari, & Rachmah (2018) pernah meneliti topik yang hampir sama. Penelitian ini berjudul Peranan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Santriwati di SMP Darul Hijrah Puteri Martapura. Hasilnya ada peranan positif kecerdasan
spiritual dengan regulasi diri dalam belajar. Semakin tinggi kecerdasan spiritual maka semakin tinggi regulasi diri dalam belajar. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Husna, Mayangsari, & Rachmah (2018) ialah pada subjek yang diambil dalam penelitian, yaitu di SMP Darul Hijrah Puteri Martapura. Sedangkan penelitian ini menggunakan subjek Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta. Jika penelitian sebelumnya membahas tentang seberapa jauh peranan kedua variabel, maka penelitian ini membahas tentang seberapa erat hubungan antara variabel spiritual intelligence dan self regulated learning.
3. A.F. Hidayat pada 2007 lalu merilis penelitian berjudul Hubungan
Antara Kecerdasan Spiritual dengan Motivasi Belajar Melalui Optimisme Masa Depan pada Siswa SMPN 2 Jenawi. Melalui
penelitiannya, Hidayat menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual memberi pengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Ia mengatakan, motivasi belajar erat kaitannya dengan self regulated learning. Penelitian ini menyatakan, jika kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap motivasi belajar maka kecerdasan spiritual juga akan berpengaruh terhadap self regulated learning (Hidayat, 2007). Letak perbedaan antara penelitian ini dengan A. F. Hidayat ada pada pengaruh kecerdasan spiritual. A. F. Hidayat membahas penelitian tentang hubungan kecerdasan spiritual terhadap motivasi belajar. Pada penelitian ini membahas pengaruh kecerdasan spiritual terhadap self
regulated learning.
4. Vita Fatmala pada 2017 dengan judul Pengaruh Kecerdasan Spiritual
Terhadap Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHUM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Dalam penelitian ini, Fatmala (2017)
21
menemukan adanya pengaruh positif antara kecerdasan spiritual terhadap self regulated learning pada Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHUM) UIN Walisongo Semarang. Artinya, mahasiswa yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi pasti self
regulated learning yang baik. Jika Fatmala (2017) membahas pengaruh
yang ada pada Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHUM) UIN Walisongo Semarang, maka penelitian ini membahas hubungan antara spiritual intelligence dan self regulated learning yang ada pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta
E. Kerangka Berpikir
Mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi keislaman umumnya memiliki kecerdasan spiritual tinggi. Instansi pendidikan Islam pasti mengajarkan banyak hal tentang nilai-nilai yang berkaitan spiritual, atau agama. Dalam konteks ini yang dimaksud ialah agama Islam, yang sudah banyak diajarkan oleh dosen-dosen UIN Jakarta kepada Mahasiswa Pendidikan Kimia. Sistem pengajarannya beragam, bisa tatap muka dalam kelas, atau melalui praktikum dan belajar sendiri di rumah. Karena belajar banyak tentang nilai-nilai spiritual, umumnya mereka tidak mungkin melakukan kecurangan. Saat ujian misalnya, bisa saja mencontek teman, atau melalui internet. Banyak mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi tapi tidak diimbangi dengan regulasi diri dalam belajar yang baik.
Regulasi diri dalam pembelajaran bisa mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa (Fasikhah & Fatimah, 2013). Regulasi diri berkaitan erat dengan bagaimana cara seseorang mengoptimalkan waktu yang dimilikinya. Bisa digunakan untuk keperluan akademik seperti belajar atau yang lainnya. Penelitian ini akan berusaha membuktikan, adanya hubungan yang erat antara spiritual intelligence dan self regulated learning. Mahasiswa dengan kecerdasan spiritual tinggi akan mampu meregulasi
22
dirinya dengan baik dalam konteks pembelajaran, begitupun sebaliknya. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Jakarta
Mempelajari nilai-nilai spiritual - Sudah diajarkan oleh dosen tentang mata
kuliah Bahasa Arab, Praktikum Qiraat, Pendidikan Akhlak, Studi Islam, Filsafat dan Ilmu Pendidikan, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Praktik Ibadah, dan Integrasi Nilai.
Memiliki prestasi akademik - Berharap mendapat IPK yang tinggi - Mementingkan nilai dan keberhasilan
akademik
Spiritual intelligence tinggi:
- Mampu memaknai hidup secara positif pada setiap peristiwa, masalah, penderitaan, dan tekanan yang dialami - Melakukan perbuatan dan tindakan yang
positif
- Mentransformasikan kesulitan menjadi semangat untuk maju
Spiritual intelligence rendah:
- Belum mampu memaknai hidup secara positif pada setiap peristiwa, masalah, penderitaan, dan tekanan yang dialami - Melakukan perbuatan dan tindakan
yang negatif
- Menjadikan kesulitan sebagai alasan untuk menyerah
Self regulated learning tinggi:
- Memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik
- Tidak melakukan tindakan kecurangan saat ujian
- Tidak melakukan plagiasi makalah - Memiliki semangat yang tinggi
Self regulated learning rendah:
- Belum bisa mengatur waktu dengan baik - Melakukan tindakan mencontek saat
ujian
- Melakukan plagiasi makalah - Mudah menyerah
23
F. Hipotesis Penelitian
Menurut Suharso (2009, hal. 46) hipotesis bisa diartikan sebagai hubungan antara beberapa variabel, bisa dua atau lebih yang bisa diuji kebenarannya. Proses pengujian ini menggunakan penelitian empiris. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H1: Terdapat hubungan yang signifikan positif antara spiritual intelligence
dan self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
H0: Tidak ada hubungan yang signifikan positif antara spiritual intelligence
dan self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun penelitian ini dilakukan pada tahun 2020.
B. Metode Penelitian
1. Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode korelasional. Menurut Sukardi (2018, hal. 166) penelitian korelasi bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antar variabel. Jika ada, maka penelitian korelasional akan menentukan bagaimana eratnya hubungan antara dua variabel tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara spiritual intelligence dengan
self regulated learning pada Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Menurut Umar dalam Salam & Aripin (2006, hal. 36) pendekatan kuantitatif ialah pendekatan yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung. Data ini nantinya digunakan untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh. Chang (2014, hal. 31) menjelaskan, dalam bahasa filsafat, metode penelitian kuantitatif sering disebut sebagai
positivism logis, atau akrab dengan sebutan empirisme logis atau
25
3. Variabel Penelitian
Variabel merupakan objek penelitian. Bisa juga diartikan sebagai titik perhatian yang ada pada sebuah penelitian (Arikunto, 2010, hal. 161). Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Menurut Suharso (2009, hal. 37) variabel terikat
(dependent variable) merupakan sasaran utama penelitian. Sedangkan
variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang mempengaruhi perubahan variabel lainnya atau variabel terikat. Variabel bebas juga bisa menentukan hubungan positif atau ngatif antara kedua variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas (X): spiritual intelligence
b. Variabel terikat (Y): self regulated learning 4. Desain Penelitian
Desain penelitian variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) ini dijelaskan pada gambar:
Keterangan:
X: spiritual intelligence Y: self regulated learning
r: Hubungan antara variabel X dan Y
Gambar 3. 1 Variabel Penelitian
C. Alur Penelitian
Penelitian selalu diawali dari adanya masalah yang dirasa penting untuk direduksi, hal ini bisa dilihat berdasarkan kondisi saat ini antara kenyataan dan harapan yang berbanding jauh (Arikunto, 2010, hal. 13). Alur penelitian dalam penelitian ini, yaitu:
26
Gambar 3. 2 Alur Penelitian
Analisis Kebutuhan Penelitian
Studi Literatur Kemampuan
Spiritual Intelligence (SI)
Studi Literatur Kemampuan Self
Regulated Learning (SRL)
Penyusunan Instrumen Penelitian
Wawancara Angket SI dan SRL
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Pengambilan Data
Wawancara Angket SI dan SRL
Temuan Data
Analisis Data
Kesimpulan:
Terdapat hubungan yang signifikan positif antara
spiritual intelligence dengan self regulated learning
pada mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahap Perencanaan Tahap Penyelesaian Tahap Pelaksanaan
27
D. Populasi dan Sampel
1. PopulasiMenurut Salam & Aripin (2006, hal. 38), populasi merupakan keseluruhan unit yang akan dianalisa dalam penelitian. Lebih singkatnya, seperti dituliskan Arikunto (2010, hal. 173) populasi mencakup subjek-subjek penelitian. Dalam penelitian ini, populasi yang diambil adalah Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2017, 2018, dan 2019 yang berjumlah 213 orang. Angkatan 2017 yang berjumlah 53 orang, angkatan 2018 yang berjumlah 79 orang, dan angkatan 2019 yang berjumlah 78 orang. 2. Sampel
Suharso (2009, hal. 56) menyatakan, sampel ialah subjek yang digunakan dalam penelitian yang termasuk bagian dari populasi. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportionate stratified random sampling. Menurut Priyono (2016, hal.
113) teknik ini digunakan karena populasinya memiliki strata yang proporsional dan bersifat tidak homogen. Strata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah angkatan 2017, 2018, dan 2019.
Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan Rumus Taro Yaname. Sesuai pendapat Ridwan dan Engkos dalam Sukandarrumidi (2012, hal. 56) yang mengatakan, Rumus Taro Yaname dalam teknik pengambilan sampel bisa digunakan jika seluruh populasi sudah diketahui jumlahnya. Adapun rumus yang dipakai yaitu:
n = 𝑁
𝑁𝑑2+1 ... (3.1) Dimana:
n = Jumlah anggota sampel N = Jumlah populasi d2 = Presisi
28
Tabel 3. 1 Perhitungan Jumlah Sampel Secara Keseluruhan
Perhitungan Sampel Jumlah Sampel
n = 𝑁
𝑁𝑑2+1 =
210
210 (0,1)2+1 = 67,74 68 orang
Menurut (Priyono, 2016, hal. 114) teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportional random sampling digunakan untuk sampel yang memiliki tingkatan atau strata. Adapun jumlah sampel menurut strata dapat dihitung dengan Rumus Alokasi Proportional: ni = 𝑁𝑖
𝑁 n ... (3.2)
Dimana:
ni = jumlah anggota sampel menurut stratum n = jumlah anggota sampel seluruhnya
Ni = jumlah anggota populasi menurut stratum N = jumlah anggota populasi seluruhnya
Maka jumlah anggota sampel berdasarkan angkatan adalah: Tabel 3. 2 Perhitungan Jumlah Sampel Berdasarkan Angkatan
Angkatan Perhitungan Sampel Jumlah Sampel
2017 𝑁𝑖 𝑁 n = 53 213 68 = 17,16 17 orang 2018 𝑁𝑖 𝑁 n = 79 213 68 =25,58 26 orang 2019 𝑁𝑖 𝑁 n = 78 213 68 = 25,25 25 orang
Total Sampel 68 orang
Penentuan anggota sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara acak, dengan mengundi nama mahasiswa pada setiap angkatan. Dari hasil tersebut dapat diperoleh jumlah sampel sesuai yang dibutuhkan dalam penelitian.
29
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini bertujuan mempelajari adanya suatu masalah atau variabel penelitian (Kadir, 2015, hal. 23). Lebih lanjut, Suharso (2009, hal. 82) menjelaskan, metode pengambilan data harus tepat dan jelas agar penelitiannya memiliki hasil yang baik. Penelitian ini menggunakan wawancara dan angket skala likert. Skala ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara spiritual intelligence dan self regulated
learning. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala spiritual intelligence dan self regulated learning. Masing-masing memiliki 5
aternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RG), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ialah serangkaian pedoman untuk melakukan pengumpulan data. Instrumen ini biasanya digunakan sebagai alat untuk mempermudah proses pengambilan data (Periantalo, 2016, hal. 71). Penelitian ini menggunakan instrumen berupa wawancara skala likert. 1. Wawancara
Wawancara dalam penelitian digunakan jika peneliti ingin memahami lebih lanjut permasalahan yang terjadi pada responden. Biasanya, wawancara mendalam memiliki responden dalam jumlah kecil atau sedikit (Sugiyono, 2014, hal. 137). Penelitian ini mengunakan instrumen wawancara untuk mengumpulkan tanggapan mahasiswa. Khususnya untuk mendeteksi adanya hubungan antara
spiritual intelligence dan self regulated learning pada Mahasiswa
Pendidikan Kimia UIN Jakarta. Kisi-kisi instrumen wawancara disajikan dalam tabel berikut:
30
Tabel 3. 3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Spiritual Intelligence dan
Self Regulated Learning Spiritual Intelligence
Indikator Daftar Pertanyaan
Memahami dan
berkomunikasi dengan sumber alam semesta.
Apa yang anda rasakan setelah berdoa dan beribadah?
Kehidupan spiritual atau ketergantungan pada inti batin.
Bagaimana cara anda mengendalikan pikiran dan tindakan anda untuk
meningkatkan perkembangan diri anda?
Self Regulated Learning
Indikator Daftar Pertanyaan
Perencanaan Bagaimana cara anda membuat rencana studi jika tes sains akan datang?
Pemantauan Apakah anda pernah membuat rencana apa saja yang akan anda lakukan hari ini? Jika iya, bagaimana anda mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak perlu?
Kontrol Bagaimana cara anda mengontrol diri untuk tetap belajar jika sebuah tes sains sangat sulit untuk diselesaikan?
Refleksi Pernahkah anda melakukan plagiasi tugas, plagiasi makalah, dan mencontek saat ujian? Bagaimana cara anda mengevaluasi diri anda?
2. Angket
Selain wawancara, penelitian ini juga menggunakan instrumen berupa angket skala likert. Menurut Sukmadinata (2005, hal. 230)
31
angket berupa daftar pertanyaan maupun pernyataan yang sudah disusun untuk memudahkan proses penelitian. Angket ini selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis adanya korelasi antara dua variabel. Penelitian ini menggunakan tipe angket tertutup yang menyajikan beberapa pilihan. Penskoran pada angket ada pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. 4 Alternatif Jawaban Angket
No. Alternatif Jawaban Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Skor Skor 1. Sangat setuju 5 1 2. Setuju 4 2 3. Ragu-ragu 3 3 4. Tidak setuju 2 4 5. Sangat tidak setuju 1 5
Angket yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Spiritual Intelligence
Penelitian ini menggunakan hasil adaptasi dari angket yang dikembangkan oleh Abdollahzadeh, dkk (2018). Instrumen ini bertujuan untuk mengukur seberapa tinggi tingkat kecerdasan spiritual responden penelitian yang berhubungan dengan manusia, alam semesta, dunia penciptaan, dan keberadaan di dunia. Kecerdasan ini mencerminkan sikap kesadaran diri serta hubungan kita dengan Tuhan, satu sama lain, dan semua makhluk. Hal ini bergantung pada kemampuan responden untuk melihat berbagai hal berdasarkan makna yang positif. Baik dari aspek individu dan pengakuan hubungan antara persepsi, iman, dan perilaku. Kecerdasan spiritual membantu manusia untuk menemukan tersembunyi dari cinta dan kegembiraan yang mengarah pada stres