• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI PENGEMBANGAN STEVIA HASIL MUTASI IN VITRO DI SENTRA PRODUKSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI PENGEMBANGAN STEVIA HASIL MUTASI IN VITRO DI SENTRA PRODUKSI JAWA BARAT"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 181/ Sosial Ekonomi Pertanian Bidang Unggulan : Pangan

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PENGEMBANGAN STEVIA HASIL MUTASI

IN VITRO

DI SENTRA PRODUKSI JAWA BARAT

Dibiayai oleh:

Direktorat Riset, Pengabdian Masyarakat

Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi

Sesuai dengan Kontrak PenelitianUnggulan Perguruan Tinggi Nomor: 718/UN6.3.1/PL/ 2017, Tanggal 17 April 2017

Tahun Ke 1 (Satu) Dari Rencana 2 (Dua) Tahun Oleh :

Yayat Sukayat, Ir., MSi NIDN. 0028095805 (Ketua) Dr. Hepi Hapsari, Ir., MS. NIDN. 0010046307 (Anggota) Dr.rer.nat Ir. Suseno Amien NIDN. 0051065003 (Anggota) Pandi Pardian, ST.,MBA. NIDN.0002057607 (Anggota)

UNIVERSITAS PADJADJARAN

OKTOBER 2017

(2)
(3)

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Pengembangan Stevia Hasil Mutasi in Vitro di Sentra Produksi Jawa Barat

2. Tim Peneliti :

No. Nama Jabatan Bidang Keahlian Instansi Asal

Alokasi Waktu (jam/ming 1 Dr. Hepi Hapsari, Ir.MS. Ketua Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UNPAD 10

2 Ir. Yayat Sukayat,

MSi. Anggota 1

Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian

UNPAD 10

3 Dr.rer.nat., Ir. Suseno

Amien Anggota 2 Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian UNPAD 10 4 Pandi Pardian,

ST.,MBA. Anggota 3 Agribisns

Fakultas Pertanian

UNPAD 10

3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian). Jenis material: tanaman stevia hasil mutasi in vitro dengan nomor B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1. Segi penelitian : preferensi petani terhadap kultivar stevia hasil mutasi in vitro, kearifan lokal petani dalam usahatani stevia, analisis usahatani, dan sistem agribisnis stevia.

4. Masa Pelaksanaan

Mulai : bulan April, tahun : 2017 Berakhir : bulan Nopember, tahun : 2017 5. Usulan Biaya DRPM Ditjen Penguatan Risbang

 Tahun ke-1: Rp. 95.370.000,- Tahun ke-2: Rp.

305.000.000,-6. Lokasi Penelitian (lapangan) : lahan Petani Desa Cibodas, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

7. Instansi lain yang terlibat : Petani Desa Cibodas menjadi mitra penelitian, melakukan ujicoba budidaya stevia hasil mutasi in vitro dengan bantuan sarana produksi dari peneliti. Selain itu juga Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

(4)

8. Temuan yang ditargetkan : menentukan kultivar stevia hasil mutasi in vitro yang disukai petani, disukai industri gula kesehatan, menguntungkan secara ekonomis dan teknis, cocok dengan agroklimat setempat, cocok dengan kearifan lokal petani sehingga mudah diadopsi seterusnya. Penelitian ini merupakan kaji tindak (action research) dengan paradigma participatory plant breeding, yang intinya melibatkan pengguna (user) dalam proses pengembangan teknologi. Metode penelitian adalah kombinasi kuantitatif dan kualitatif (mix method).

9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu : melibatkan petani sebagai pelaku utama agribisnis, dalam rekayasa genetika stevia (participatory plant breeding) yang berorientasi pasar.

10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran : Jurnal internasional Agrivita-Universitas Brawijaya dan jurnal nasional terakreditasi Sosiohumaniora–Universitas Padjadjaran. Jurnal nasional direncanakan masuk tahun 2017, dan terbit tahun 2018. Jurnal internasional direncanakan draft dan submitted tahun 2018.

11. Rencana luaran : Rekayasa sosial, yakni meningkatkan kompetensi petani dalam budidaya dan pengolahan stevia, penguatan kelembagaan petani, inisiasi kemitraan dengan pedagang dan industri gula kesehatan. Draft rekayasa sosial direncanakan tahun 2017, dan penerapannya direncanakan tahun 2018

(5)

DAFTAR ISI

JUDUL Hal

HALAMAN PENGESAHAN ……… i

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM ……… ii

PRAKATA ……… iv

DAFTAR ISI ……… v

RINGKASAN ……… vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ……… 1

1.2.Permasalahan yang akan diteliti ……… 6

1.3. Tujuan dan Urgensi Penelitian ……… 6

1.4. Temuan dan Target Luaran ………... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 8

2.1.Tanaman Stevia ……… 8

2.2. Pemuliaan Tanaman Stevia ……….. 8

2.3.Limatisasi dan Budidaya Stevia ……… 9

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.Tahapan Riset ……… 14

3.2. Penelitian Tahap 1 ……… 16

3.3. Penelitian Tahap 2 ……… 17

3.4. Penelitian Tahap 3 ………. 18

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Tempat Penelitian ………. 20

4.2.Produksi dan Sistem Kelembagaan Petani Petani ……….. 23

4.3.Sistem Agribisnis pada Komoditas Stevia ……….. 25

4.4. Percobaan Stevia Hasil Mutasi In Vitro ………. 36

4.5. Pengusahaan Komoditas Stevia ………. 37

(6)

4.7. Analisis Usahatani Stevia ……….. 44

4.8. Pengembangan Stevia di Produksi Jawa Barat ………... 48

BAB 5. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA 5.1.Kegiatan yang Telah Dilakukan ………. 51

5.2.Rencana Tahapan Berikutnya ………. 53

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 5.3. Kesimpulan ………. 55

5.4. Saran ………... 56

REFERENSI ………. 57

(7)

RINGKASAN

PENGEMBANGAN USAHATANI STEVIA HASIL MUTASI IN VITRO DI SENTRA PRODUKSI JAWA BARAT

(Tahun Pertama)

Hepi Hapsari, Suseno Amien, Yayat Sukayat, Pandi Pardian

Rekayasa genetika tanaman seharusnya berbasis kebutuhan pengguna, yakni petani sebagai konsumen benih/bibit level on farm; rumahtangga dan industri sebagai konsumen produk di hilir (off farm) sistem agribisnis. Suseno Amien, dkk (2015) dalam penelitian Strategis Nasional menghasilkan kultivar unggul stevia melalui induksi mutasi sinar gamma 3,5 Gy; 5 Gy dan 7,5 Gy dan 0,5 % Ethyl Methane Sulfonat (EMS), yang dipalikasikan pada kasus stevia aksesi Bogor, Garut dan Tawangmangu telah menghasilkan 54 buah. Varietas tersebut telah teruji di laboratorium dan kebun percobaan, namun belum diuji di tingkat petani on farm dan konsumen industri pemanis di hilir (off farm). Daya terima (tingkat adopsi) petani terhadap kultivar stevia, serta respon konsumen rumahtangga dan industri terhadap karakter stevia hasil mutasi in vitro, akan menjadi umpan balik untuk memperbaiki pemuliaan varietas sesuai kebutuhan pengguna. Penelitian tahun I : (1) mengetahui preferensi petani terhadap karakter fisiologis dan ekonomis stevia hasil mutasi in vitro; (2) simulasi usahatani stevia berorientasi keuntungan, (3) rekayasa sosial untuk meningkatkan adopsi petani terhadap tanaman stevia hasil mutasi in vitro. Demplot dilakukan di lahan petani untuk melihat produktivitas, ketahanan hama penyakit, daya adaptasi agroklimat, kebutuhan pupuk dan pestisida, bentuk, warna, tekstur, rasa manis, masa simpan dan harga jual. Penelitian tahun ke II : mengeksplorasi respon konsumen industri gula kesehatan terhadap tanaman stevia hasil mutasi in vitro. Performa stevia yang akan dievaluasi meliputi : bentuk, warna, tekstur, rasa manis, rendemen, masa simpan dan nilai ekonomis. Penelitian ini merupakan kaji tindak (action research) dengan paradigma participatory plant breeding, yang intinya melibatkan pengguna (user) dalam proses pengembangan teknologi. Metode penelitian adalah kombinasi kuantitatif dan kualitatif (mix method). Penelitian ini merupakan bagian dari roap map stevia yakni sosialisasi, desiminasi melalui rekayasa sosial, evaluasi dan simulasi teknologi. Mitra penelitian tahun I adalah Petani Stevia di sentra produksi Jawa Barat. Mitra penelitian tahun ke II adalah konsumen industri pemanis di wilayah Jabotabek.

(8)
(9)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di Indonesia gula pasir merupakan komoditas pangan strategis kedua setelah beras (Maria, 2009). Masyarakat mengkonsumsi gula sebagai sumber kalori atau lebih utamanya sebagai bahan pemanis alami makanan dan minuman serta sebagai bahan pengawet. Salah satu sumber bahan pemanis alami yang banyak digunakan adalah gula yang berasal dari tanaman tebu (Sacharum officinarum L.). Setiap tahun tingkat kebutuhan konsumsi gula di Indonesia mencapai 5,01 juta ton, sedangkan, produksi gula nasional pada tahun 2011 hanya mencapai 2,3 juta ton (Muttaqin, 2011). Jumlah produksi gula pada tahun 2011 tersebut turun drastis dari target produksi sebesar 2,7 juta ton (Zuhri, 2011). Ketersediaan sumber gula alami sampai saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin meningkat.

Industri makanan dan minuman banyak menggunakan pemanis sintetik untuk menekan biaya produksi. Contoh pemanis sintetik yang sering digunakan adalah siklamat dan sakarin yang diguga bersifat karsionogenik (Mubiyanto, 1990). Disisi lain konsumsi gula yang berlebihan terjadi pada masyarakat golongan menengah ke atas menyebabkan terjadinya masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes dan penyakit lainnya yang ditimbulkan oleh komplikasi kedua penyakit tersebut. Kekhawatiran masyarakat akibat penggunaan pemanis sintetik dan terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan kelebihan mengkonsumsi gula, mengakibatkan masyarakat mencari pemanis alami berkalori rendah (Budiarso, 2008).

Tanaman stevia sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku gula (pemanis) alami, pendamping gula tebu dan pengganti gula sintetik dan aman untuk dikonsumsi. Keunggulan stevia sebagai bahan pemanis non tebu adalah tingkat kemanisannya mencapai 200 – 300 kali dari gula tebu dengan tingkat tingkat kalori yang sangat rendah (Maudy, dkk., 1992).

Ketersediaan dan kualitas benih atau bibit Stevia menjadi faktor yang menentukan dalam budidaya tanaman Stevia. Perbanyakan stevia dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif adalah dengan

(10)

mengecambahkan biji namun stevia memiliki sifat self incompatible, sehingga menjadi kendala untuk mendapatkan galur murni dan tanaman hasil silangan yang stabil jika diperbanyak secara generatif. Selain itu benih stevia yang terbentuk memiliki persentase daya berkecambah yang rendah (Felippe et al., 1977). Lee et al. (1979) juga melaporkan bahwa taaman berasal dari benih produktifitasnya lebih rendah dibandingkan dari stek. Namun dari jumlah bibit yang dihasilkan, perbanyakan vegetatif konvensional seperti stek juga terbatas oleh rendahnya jumlah individu yang tersedia secara terus-menerus dari satu tanaman (Sakaguchi and Kan, 1982). Selain itu perbanyakan secara stek juga rentan terhadap kegagalan ketika dilakukan pindah tanam. Saat ini teknologi kultur jaringan telah menjadi metode alternatif untuk menghasilkan varietas baru melalui pemanfaatan fenomena variasi somaklonal dan mutagenesis.

Metoda pemuliaan tanaman dengan mutasi induksi telah banyak dilaporkan dapat memperbesar keragaman genetik tanaman dalam program pemuliaan tanaman seperti padi, kedelai, kacang hijau, gandum dan lain-lain (IAEA, 1984). Metode pemuliaan mutasi secara in vitro meningkatkan peluang untuk terjadinya mutasi jika menggunakan eksplan kalus. Kalus yang terdiri dari sejumlah sel yang tidak berdiferensiasi berpeluang untuk menghasilkan mutanmutan dari sel tunggal. Peningkatan keragaman genetik yang diperoleh dari mutasi in vitro akan meningkatkan peluang dihasilkannnya varietas baru. Keterbatasan jumlah varietas unggul Stevia akan menyebabkan keterbatasan dalam wilayah budidaya tanaman Stevia. Keragaman wilayah yang ada di Indonesia perlu didiukung dengan ketersediaan varietas unggul Stevia yang spesifik wilayah.

Di Indonesia sendiri, penelitian untuk pengembangan tanaman stevia telah dilakukan sejak tahun 1984 oleh Balai Penelitian Perkebunan (BPP) sekarang diubah namanya menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan telah menghasilkan antara lain bibit unggul klon BPP (Ditjenbun, 2013). Jumlah kultivar Stevia yang dibudidayakan di Indonesia masih terbatas. Dari seluruh klon, yang diunggulkan saat ini adalah BPP 72

(11)

Bahan pemanis merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang dimanfaatkan dalam makanan maupun minuman. Kendala dalam penyediaan bahan pemanis di Indonesia adalah terjadinya penurunan hasil produksi gula tebu dan berkurangna areal budidaya tebu. Pemanis sintetis seperti sakarin dan siklamat telah banyak digunakan secara luas di Indonesia terutama untuk memenuhi industry tetapi pemanis sintetik ini berdampak terhadap kesehatan dan pemanis tersebut dapat menyebabkan kanker, sehingga pemakaiannya dibatasi dan diatur sangat ketat (Budiarso, 2008).

Untuk mengatasi penurunan produksi gula tebu dan kekhawatiran masyarakat terhadap pemanis sintetik, tanaman stevia sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku gula (pemanis) sebagai pendamping gula tebu dan pengganti gula sintetik dan aman untuk dikonsumsi. Keunggulan stevia sebagai bahan pemanis non tebu adalah kelebihan tingkat kemanisan 200 – 300 kali dari gula tebu yang diperoleh dengan mengekstrak daun stevia yang mengandung suatu senyawa glikosida diterpen dan selain itu stevia juga memiliki tingkat kalori yang sangat rendah (Maudy, dkk., 1992). Penggunaan gula stevia tidak dimaksudkan untuk menggantikan gula tebu, melainkan untuk melengkapi kekurangan produksi gula tebu tersebut dan menggantikan penggunaan gula sintetis yang berbahaya bagi kesehatan manusia, seperti dapat memicu pertumbuhan sel kanker, kegemukan, diabetes, dan karies gigi.

Penyebaran stevia di Indonesia masih terbatas di daerah pegunungan, karena stevia masih bersaing dengan tanaman lain, seperti teh, kentang, dan tanaman sayuran lainnya yang sentral penanamannya juga memerlukan ketinggiaan diatas 500 meter diatas permukaan laut, selain itu kondisi iklim tropis di Indonesia menjadi salah satu kendala dalam pengembangan tanaman stevia. Usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan bibit stevia yang dapat beradaptasi pada kondisi iklim tropis di Indonesia dan memiliki masa vegetatif yang panjang adalah dengan teknik kultur jaringan sebagai salah satu metode dalam pemuliaan tanaman Stevia.

Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman, seperti jaringan, organ, ataupun embrio, lalu dikultur pada medium

(12)

buatan yang steril sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu beregenerasi dan berdifferensiasi menjadi tanaman lengkap (Winata, 1987). kultur jaringan adalah salah satu cara alternatif untuk mempercepat perbanyakan dari tanaman stevia dalam waktu yang singkat dan melibatkan pemisahan komponen-komponen biologis dan tingkat pengendalian yang tinggi dalam memacu proses regenerasi dan perkembangan jaringan.

Tanaman stevia yang dikembangkan di Indonesia berasal dari varietas lokal dan introduksi. Meskipun demikian, penggunaan varietas lokal kurang berkembang bila dibandingkan dengan varietas introduksi yang memiliki bentuk dan warna lebih beragam Oleh karena itu, diperlukan upaya perakitan varietas baru yang memiliki bentuk serta warna yang beraneka ragam. Peningkatan keragaman genetik tanaman Stevia dapat dilakukan melalui persilangan dan mutasi serta transfer gen.

Preferensi petani terhadap karakteristik varietas juga berubah seiring dengan perubahan preferensi konsumen di hilir yakni rumahtangga dan industri. Preferensi petani terhadap suatu varietas juga dipengaruhi harga pasar dan biaya usahatani. Beberapa varietas menunjukkan penurunan kualitas dan produktivitas setelah beberapa kali ditanam. Resistensi hama penyakit dan perubahan iklim menyebabkan kebutuhan pestisida dan fungisida meningkat sehingga biaya usahatani semakin besar. Rekayasa genetika seharusnya mempertimbangkan berbagai aspek fisilogis dan ekonomis sesuai kebutuhan pengguna, yakni petani sebagai pelaku usahatani; rumahtangga dan industri sebagai konsumen produk agar hasil penelitian tepat guna dalam jangka panjang, seimbang dengan investasi biaya penelitian yang besar (Direktorat Perbenihan Hortikultura, 2014).

Penelitian Suseno Amien dkk. (2015) yang dibiayai Kemenristek-Dikti melalui skema Penelitian Strategis Nasional (STRANAS), menghasilkan beberapa nomor stevia yang berpotensi menjadi varietas unggul, yaitu :

(13)

5. Kode tanaman G7.5A2 aksesi Garut yang diradiasi sinar Gamma 7,5 Gy 5. Kode tanaman T3,5B2 aksesi Tawangmangu diradiasi sinar Gamma 3,5 Gy

6. Kode tanaman TED1 aksesi Tawangmangu yang diberi perlakuan EMS 0,5 % Kultivar tersebut telah teruji di laboratorium, rumah kaca dan kebun percobaan, namun belum teruji di tingkat petani dan konsumen industri. Respon petani terhadap performa bibit, pertumbuhan tanaman dan nilai usahatani, serta respon konsumen industri pemanis (gula) diabet terhadap kualitas stevia hasil mutasi in vitro akan menjadi umpan balik untuk menyempurnakan pemuliaan varietas stevia unggul sesuai kebutuhan pengguna.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian STRANAS 2015-2016 sesuai road map yakni pengembangan stevia di tingkat petani on farm meliputi sosialisasi, evaluasi dan verifikasi benih cabai yang disukai atau tidak disukai petani beserta semua aspek karakter fisiologis dan ekonomis yang dipentingkan oleh petani di sentra produksi stevia di Jawa Barat yakni Ciwidey, Kabupaten Bandung. Stevia hasil mutasi in vitro akan diujicoba ditanam dilahan petani, sesuai panduan (SOP) dari Tim Peneliti dan juga mempertimbangkan budaya (kebiasaan) petani dalam berusahatani stevia. Petani akan mengamati dan menilai mulai dari proses pengeluaran plantlet dari botol, persemaian, pertumbuhan, panen, penanganan pasca panen, kebutuhan sarana produksi dan pemasaran. Petani menilai kekurangan dan kelebihan stevia hasil mutasi in vitro menurut kaca pandang mereka sebagai produsen dan pedagang stevia yang berpengalaman.

Petani mempunyai kearifannya tersendiri dalam memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan lingkungan hidupnya. Kearifan itu boleh jadi berbeda dengan kajian di laboratorium atau kebun percobaan di perguruan tinggi. Penilaian dan saran-saran mereka akan menjadi masukan bagi Tim Peneliti untuk menyempurnakan pemuliaan stevia hasil mutasi in vitro. Penelitian ini bersifat kaji tindak dan partisipatif karena pada dasarnya semua penelitian pengembangan diperuntukkan bagi masyarakat pengguna, maka mereka harus dilibatkan dalam merakitnya agar sesuai dengan kebutuhannya, budayanya dan lingkungan hidupnya.

(14)

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana preferensi petani terhadap stevia hasil mutasi in vitro dilihat dari aspek teknis, sosial, dan ekonomis ?

2. Berapa pendapatan usahatani stevia hasil mutasi in vitro ?

3. Bagaimana sistem kelembagaan petani dan jaringan agribisnis stevia yang mendukung rekayasa sosial pengembangan stevia hasil mutasi in vitro di sentra produksi di Jawa Barat

1.3. Tujuan dan Urgensi Penelitian

1. Mengetahui preferensi petani terhadap stevia hasil mutasi in vitro dilihat dari aspek teknis, sosial, dan ekonomis.

2. Mengetahui pendapatan usahatani stevia hasil mutasi in vitro melalui ujicoba tanam di lahan petani oleh petani.

3. Mengetahui sistem kelembagaan petani dan jaringan agribisnis stevia yang mendukung rekayasa sosial pengembangan stevia hasil mutasi in vitro di sentra produksi Jawa Barat.

Urgensi Penelitian

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian pemuliaan stevia dengan teknik kultur jaringan, radiasi sinar gamma dan perlakuan ethyl methane sulfonat (EMS). Hasilnya ada tujuh nomor stevia yang potensial menjadi varietas unggul. Tujuh nomor tersebut akan diujicoba di lahan petani oleh petani sendiri, untuk mengetahui stevia nomor berapa yang disukai petani, potensial keuntungan tinggi, tahan terhadap hama penyakit. Petani sebagai pengguna inovasi, selayaknya dilibatkan dalam rekayasa genetika karena mereka pelaku utama agribinis, memahami karakter daerahnya, dan mempunyai kearifan lokal tersendiri. Rekayasa sosial dimaksudkan untuk membentuk budaya usahatani baru karena adanya inovasi.

(15)

1.4. Temuan dan Target Luaran Penelitian Temuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan menemukan nomor stevia yang disukai petani berdasarkan kelebihan aspek teknis, sosial, dan ekonomis. Kelemahan stevia pada nomor yang lain akan disampaikan kepada peneliti pemulia (breeder) untuk disempurnakan. Diharapkan ada tiga nomor yang disukai petani berdasarkan asal aksesi, radiasi sinar gamma dan perlakuan ethyl methane sulfonat (EMS). Penelitian ini juga diharapkan menemukan pola kelembagaan petani dan sistem agribisnis stevia berorientasi pasar industri, sehingga pengembangan stevia dapat menyeluruh dari hulu sampai hilir.

Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan

No Jenis luaran Indikator Capaian

2017 2018

1 Publikasi Ilmiah2) Internasional belum submitted Nasional Terakreditasi submitted published

2

Pemakalah dalam pertemuan Ilmiah3)

Internasional draft terdaftar

Nasional Sdh dilaksanakan Sdh dilaksanaka n 3 Keynote Speaker dalam pertemuan Ilmiah4)

Internasional Tidak ada Tidak ada

Nasional Tidak ada Tidak ada

4 Visiting Lecture5) Internasional Tidak ada Tidak ada

5 Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI)6)

Peten Tidak ada Tidak ada

Paten Sederhana Tidak ada Tidak ada

Hak Cipta Tidak ada Tidak ada

Merek dagang Tidak ada Tidak ada

Rahasia dagang Tidak ada Tidak ada Desain Produk Industri Tidak ada Tidak ada Indikasi Geografis Tidak ada Tidak ada Perlindungan Varietas

Tanaman Tidak ada Tidak ada

Perlindungan Topografi Sirkuit Terpadu

Tidak ada Tidak ada

6 Teknologi Tepat Guna7) Tidak ada Tidak ada

7 Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/Rekayasa

Sosial8) draft penerapan

8 Buku Ajar (ISBN)9) Tidak ada Tidak ada

(16)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Stevia

Stevia rebaudiana Bertoni M merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pemanis alami yang pertama kali diteliti oleh peneliti berkebangsaan Amerika pada tahun 1887 yang bernama Antonio Bertoni. Tanaman Stevia merupakan salah satu dari 950 genus dari keluarga Asteraceae. Genus ini terdiri dari lebih dari 200 spesies. Tumbuh mencapai lebih dari satu meter dengan sistem perakaran yang menyebar, daun kecil berbentuk elips. Tanaman ini umumnya berbentuk herba, namun juga ditemukan dalam bentuk semak, dan pohon. Asal usul tanaman stevia berasal dari Amerika Selatan (Paraguay dan Brazil) (Soejarto et al., 1982). Pada perkembangannya tanaman ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pemanis alami, karena memiliki beberapa keunggulan. Pada penelitian Buchori (2007) dikatakan, tanaman stevia sebagai pemanis alami dirasa lebih aman karena non karsinogenik dan non kalori. Keunggulan lainnya yaitu bahan pemanis ini tidak menyebabkan carries gigi, rendah kalori, cocok bagi penderita diabetes, dan aman dikonsumsi dalam waktu j angka panj ang.

Di Indonesia sendiri tanaman ini mulai diperkenalkan pada tahun 1977 atas kerjasama pengusaha Jepang dan Indonesia (Rukmana, 2003). Pada waktu itu tanaman stevia merupakan komoditas yang mempunyai peluang besar untuk dibudidayakan. Namun, dalam perkembangannya stevia mulai kehilangan daya tarik dikarenakan para pengusaha dalam negeri hanya bergantung pada pasar ekspor ke Jepang serta adanya serangan penyakit langau yang menyebabkan daun stevia berbau.

2.2. Pemuliaan Tanaman Stevia

Pada dasarnya, pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan 1) Introduksi dengan mendatangkan tanaman baru, 2) seleksi, melakukan seleksi terhadap suatu populasi

(17)

mutasi sebelum melakukan seleksi, 4) melalui rekayasa genetika (Mangoendidjojo, 2003).

Pembentukan varietas unggul stevia dapat dilakukan melalui program pemuliaan, yaitu pemasukan (introduksi), seleksi, dan persilangan atau hibridisasi. Secara in vitro program pemuliaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan fenome variasi somaklonal (Larkin and Scowcroft, 1981) dan mutagenesis in vitro. Sistim kultur dan metode kultur merupakan dasar untuk mengembangkan metode pemuliaan in vitro Introgresi gen pada sistem embryogenesis akan memungkinkan meningkatkan variabilitas genetik dan seleksi in vitro dapat dilakukan untuk memperoleh galur sel untuk pembentukan varietas baru. Keberhasilan teknik kultur jaringan antara lain ditentukan oleh penggunaan jenis eksplan, ukuran dan kebersihan eksplan (George dan Sherrington (1984), media kultur (Gunawan, 1992), dan zat pengatur tumbuh. Sistem yang stabil perlu diupayakan sebelum menerapkan mutagen. Faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan mutagen baik fisik maupun kimia adalah besarnya dosis radiasi dan konsentrasi, serta jenis eksplan yang menjadi target mutagen (Soertini, 2003).

2.3. Limatisasi dan Budidaya Tanaman Stevia

Evaluasi terhadap tanaman hasil mutasi merupakan tahap penting yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pemuliaan tanaman Stevia. Beberapa sifat penting telah berhasil diperoleh melalui induksi mutasi secara in vitro menggunakan EMS antara lain toleran salinitas pada krisantemum (Hosain et al., 2006) dan ubi jalar (Luan et al. 2007) serta ketahanan terhadap Fusarium pada abaka (Purwati, 2006). EMS juga telah digunakan secara in vitro untuk menginduksi keragaman pada tanaman apukat (Yenisbar 2005) dan perbaikan sifat agronomi pada tanaman anggur (Khawale et al. 2007).

Aklimatisasi ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat berbeda dengan kondisi iklim mikro dalam botol. Kondisi di luar botol berkelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik dan tingkat intensitas cahayanya lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Menurut Yusnita (2003), aklimatisasi adalah pengkondisian plantlet atau tunas mikro hasil

(18)

perbanyakan melalui kutur in vitro ke lingkungan in vivo yang septik, dengan media tanah sehingga plantlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang.

Budidaya tanaman Stevia memerlukan persyarakatan umum yang diperlukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Menurut Rismunandar dan Farry B.Paimin (2001) persyaratan umum untuk budidaya Stevia memerlukan tanah yang datar, sistim irigasi/drainase yang baik, kelembapan sekitar 43-47,6%, lubang tanam disiapkan dengan jarak 25 x 25 cm sampai dengan 40 x 40 cm, waktu yang tepat untuk pelaksanaan penanaman adalah saat musim hujan mengingat stevia beberapa bulan setelah penanaman masih memerlukan naungan dan jumlah air yang cukup Budidaya tanaman Stevia di Pangalengan dan Ciwidey Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menunjukkan bahwa tanam Stevia dapat tumbuh baik pada ketinggian 400- 800 meter di atas permukaan laut pada tanah andosol, dan jarak tanam 30 cm x 30 cm (data belum dipublikasikan). Tanah yang ditumbuhi Stevia harus gembur dengan pengairan secukupnya, tidak boleh sampai menggenang. Pemupukan organik untuk tanaman Stevia sangat dianjurkan menjaga keamanan produk hasil panen berupa daun dan batang muda. Pemanenan tanaman Stevia dapat dilakukan setiap enam minggu dengan cara memotong daun dan batang bagian atas tanaman. Hama yang terutama menyerang tanaman stevia adalah ulat grayak (Heliothis sp) dan kutu daun (Aphis sp). Ulat Heliothis sp. Terutama menyerang bunga dan daun muda. Tanaman yang terserang hama ini daun-daun mudanya berlubang-lubang, sedangkan kutu daun Aphis sp, merusak pucuk daun. Penyakit yang sering menyerang tanaman Stevia adalah cendawan Poria hypolateria yang mengakibatkan warna merah pada bagian batang kemudian tanaman menjadi layu. Penyakit lain yang sering merusak tanaman Stevia adalah busuk batang dan bercak daun, yang disebabkan jamur Colletotrichum sp. , Sclerotium rolfsii, Rizoctonia solani, dan Fusarium sp. Pengendalian penyakit dengan pestisida dan fungsisida organik diperlukan untuk menjaga kualitas panen Stevia.

(19)

2.4. PETA JALAN RISET DAN TEKNOLOGI Short term (2015 - 2016) Mid term (2017 - 2018) Long term (2019 - 2020)

Advanced phase Pemuliaan stevia in Vitro

1. Permohonan BAKI Permohonan HAK PVT

Perbanyakan dan komersialisasi stevia in Vitro Permohonan HAKI untuk stevia in Vitro

1. Permohonan BAKI

SOP Budidaya Stevia organik Pengawetan / penyimpanan stevia Perbanyakan planlet dalam botol

Development phase

Analisis biofisk tanah yang sesuai untuk budidaya stevia unggul

2. Seleksi hasil persilangan untuk mendapatkan kultivar dengan kadar gula (manis) tinggi

3. Desiminasi dan Evaluasi stevia unggul berbasis partisipasi petani dan kearifan lokal

Studi agroklimatologi yang sesuai untuk budidaya stevia unggul

2. Budidaya Stevia semi Organik

3. Pengujian daya hasil untuk persilangan baru Análisis kadar manis dan pemanfaatannya

3. Pengembangan Klaster Agribisnis Stevia Pemetaan rantai pasok dan multi stakeholder Pembentukan Pokja Klaster Stevia Pengembangan kemitraan Stevia Studi Pengendalian PVT Ramah

Lingkungan yang sesuai untuk Stevia

2. Pengembangan Stevia Basil Mutasi in

Vitro diSentra Produksi

3. Pengembangan Kelembagaan Petani dan Pembiayaan Usahatani Stevia

2. Studi Tingkat Adopsi Petani terhadap Stevia in Vitro Evaluasi karakter fisiologis dan ekonomis menurut preferensi dan budaya petani

3. Analisis pendapatan petani

4. Pemberdayaan kelompok wanita tani melalui pengembangan rumah semai di Pekarangan (techno-preneurship)

(20)

Short term (2015 - 2016) Mid term (2017 - 2018) Long term (2019 - 2020) pengeringan/ pengawetan, penyimpanan

stevia skala rumahtangga dan industri

(pemanis buatan) terhadap karakteristik bahan baku stevia

Mekanisme/strategi mencapai outcome

- Kerjasama dengan Balitsa melalui KKP3T Deptan, melakukan pemuliaan untuk mendapartkan varietas unggul

- Penelitian perguruan tinggi melalui skema desentralisasi dan nasional Dikti - Penelitian kerjasama dengan

industri

- Permohonan HAKI yang difasilitasi oleh UPT HAKI UNPAD

- Kerjasama UNPAD dengan semua stakeholder agribisnis stevia dari hulu hingga hilir

- Kerjasama dengan Gapoktan dan APSANBA di Sentra Produksi untuk pengembangan stevia

- Kerjasama dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian untuk pengolahan dan pemasaran

- Bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Gapoktan

untuk sosialisasi, desiminasi, dan evaluasi kultivar

- Permohonan HAKI yang difasilitasi oleh UPT HAKI UNPAD

- Kerjasama dgn Dinas Pertanian, Gapoktan, dan APSANBA untuk produksi masal stevia -Kerjasama dengan Dinas Perdagangan dan

Perindustrian untuk pengolahan dan pemasaran stevia

- Kerjasama Lembaga Pembiayaan Mikro, lokal, nasional dan Internasional

- Bekerjasama dengan Asosiasi industri gula diabet, pengguna produk stevia kering

(21)

IDENTITAS DIRI SENDIRI PERSEPSI YANG DIMILIKI  Rasa aman/ rasa khawatir

 Modal sosial - Status sosial  Tingkat Kosmopolitan  Sikap mental

 Keterampilan

Keterikatan pada opinion leader

 Norma sistem sosial thd inovasi  Kendala sosial ekonomi

 Karakteristik sumber daya yang dimiliki petani Menerima seterusnya Menerima Sementara kemudian berhenti Menolak sementara kemudian menerima Menolak seterusnya

Gambar 1. Paradigma Adopsi Inovasi / Teknologi oleh Petani (Rogers, 1971 dalam Totok Mardikanto, 2012)

Menolak INOVASI / teknologi baru Menerima

INOVASI / teknologi baru

Sumber Fasilitas Sumber Inovasi

Sadar Minat

Evaluasi

Mencoba Adopsi

(22)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Tahapan Riset

Penelitian bersifat kaji tindak (action research) berdasarkan filosofi participatory plant breeding. Metode penelitian kombinasi kuantitatif dan kualitatif (mix method). Jenis material penelitian adalah tanaman stevia hasil mutasi in vitro dengan nomor B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED 1. Obyek penelitian adalah preferensi petani terhadap tanaman stevia hasil mutasi in vitro, kearifan lokal petani dalam usahatani stevia, analisis usahatani, kelembagaan petani, sistem agribisnis stevia, dan rekayasa sosial untuk adopsi inovasi stevia in vitro. Teknik pengambilan data : (1) observasi partisipatif, (2) wawancara mendalam dengan pertanyaan terstruktur dan tidak terstruktur, (3) focus group discussion dengan para stakeholder untuk konfirmasi dan verifikasi data, (4) dokumentasi dan penulusuran data sekunder. Informan adalah petani “calon” pengguna stevia in vitro, pedagang pengumpul, pengusaha industri gula kesehatan dan pihak-pihak yang terkait dengan agribisnis stevia di tingkat lokal. Tahapan riset dibagi tiga, yaitu :

(1) Desiminasi inovasi dengan demonstrasi plot di lahan petani oleh petani sendiri, untuk menunjukkan bahwa secara teknis stevia in vitro bagus, produksi tinggi, harga tinggi, tahan hama penyakit.

(2) Eksplorasi respon petani dengan focus group discussion (FGD) untuk menggali kekurangan dan kelebihan stevia in vitro berdasarkan preferensi petani, agroklimat, kebiasaan (budaya) usahatani, dan kearifan lokal yang spesifik.

(3) Simulasi analisis usahatani stevia in vitro berdasarkan sistem usahatani yang biasa dilakukan petani setempat, untuk menunjukkan bahwa secara ekonomis stevia in vitro lebih menguntungkan dari varietas lain.

(23)

Tabel 1. Tahap, kegiatan, keluaran, dan lokasi

TahapKegiatan Keluaran Lokasi Keterangan

1 Desiminasi stevia in vitro dgn Demonstrasi plot di lahan petani Adopsi Petani thd stevia in vitro di thn I desiminasi minimal 20 %

Lahan Petani Desa Cibodas, Kec. Ciwidey, Kab. Bandung

Penangungjawab Hepi Hapsari dan Suseno Amien

Harus dibuktikan bhw stevia in vitro produksi tinggi,

kadar manis tinggi, tahan hama penyakit 2 Evaluasi stevia in vitro dgn Focus Group Discussion Dihasilkan umpan balik petani utk perbaikan stevia in vitro

Saung petani Desa Cibodas

Penangungjawab Hepi Hapsari dan Yayat Sukayat

Umpan balik berupa kelebihan

dan kekurangan stevia in vitro sesuai lokasi

3 Analisis

Usahatani stevia in vitro dgn simulasi

Pendapatan usaha tani stevia in vitro lebih

tinggi

Saung petani Desa Cibodas

Penanggungjawab : Hepi Hapsari dan Pandi Pardian

Harus dibuktikan bhw stevia in vitro

menguntungkan scr ekonomis

(24)

3.2. Penelitian Tahap 1 (Desiminasi Inovasi Stevia Hasil Mutasi in vitro) Tempat dan waktu

Kegiatan ini akan dilaksanakan di lahan petani seluas 1500 m2, di tiga lokasi sentra produksi stevia di Ciwidey, Kab. Bandung, pada bulan Maret sampai Agustus 2017.

Alat dan bahan

Alat yang akan digunakan antara lain, cangkul, kored, tugal, patok, ajir, gunting, tali rafia, kantung benih, meteran, penggaris, spidol, pensil, buku catatan, plastik obat, jangka sorong, timbangan analitik dan kertas label.

Bahan yang akan diguanakan adalah tujuh nomor stevia hasil mutasi in vitro (B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1). Bahan penunjang adalah Pupuk (Urea, SP-36, KCl, dan pupuk kandang), dan untuk pengendalian hama dan penyakit digunakan insektisida dan fungisida organik untuk menjaga kualitas stevia.

Metode

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan empat perlakuan berupa empat varietas diulang enam kali. Pengamatan deskripsi seperti yang tercantum pada Lampiran 6. Kegiatan ini melibatkan seluruh anggota petani (partisipatif) mulai dari pengeluaran planlet dari botol, persemaian, budidaya, panen, penanganan pasca panen dan penyimpanan, sehingga mereka dapat menilai karakter fisik stevia in vitro secara menyeluruh.

Analisis

Karakter kuantitatif dianalisis menggunakan uji-F dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Data respon petani diukur dengan skala Likert dan dianalisis dengan statistik deskriptif. Skala Likert 1 = lebih jelek dari variatas lainnya; 2 = sama dengan varietas lainnya; 3 = lebih baik dari varietas lainnya, dan disertai penjelasan alasannya. Penjelasan petani penting untuk menggali dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan stevia in vitro menurut persepsi petani.

(25)

3.3. Penelitian Tahap 2 (Evaluasi Inovasi Stevia Hasil Mutasi in Vitro) Tempat dan Waktu

Kegiatan ini akan dilaksanakan di saung meeting petani, pada bulan JuliAgustus 2017 setelah demontrasi plot dilakukan atau setelah panen.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pertemuan FGD adalah laptop, proyektor, layar, printer, alat tulis, papan tulis, kuesioner, sound sistem. Bahan yang digunakan untuk pertemuan FGD adalah tujuh nomor stevia hasil mutasi in vitro (B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1) dalam polibag, contoh hama dan penyakit stevia, contoh pupuk dan pestisida yang biasa digunakan petani.

Metode

Eskplorasi partisipatif berupa diskusi fokus dan terarah. Nara sumber adalah stakeholder stevia di wilayah setempat, meliputi petani konsumsi, petani penangkar, kontak tani, pedagang pengumpul, PPL, pelaku industri gula kesehatan. Bertindak sebagai moderator adalah Tim Peneliti.

Analisis

Analisi data secara deskriftif kualitatif dan dikonfirmasikan kepada petani. Petani adalah subyek penelitian yang ikut mengkonstruksi hasil penelitian. Tanggapan, penilaian, respon petani digali sebanyak-banyaknya. Kemudian data direduksi untuk memfokuskan hasil penelitian. Data reduksi, diklasifikasi dan disajikan dalam bentuk data display yang dipahami petani. Data display selanjutnya dikonfirmasi ke petani untuk kesimpulan final. Hasil FDG adalah penilaian atau respon petani terhadap stevia in vitro, bersifat subyektif yang terkontrol karena dibandingkan varietas lain yang pernah ditanam. Penilaian subyektif, akan menjadi obyektif jika digabungkan seluruh petani. Data FGD akan menjadi masukan atau umpan balik untuk menyempurnakan pemuliaan stevia in vitro sesuai kebutuhan petani dan pasar industri gula kesehatan.

(26)

3.4. Penelitian Tahap 3 (Analisis Usahatani Stevia Hasil Mutasi in vitro)

Tempat dan Waktu

Kegiatan ini akan dilaksanakan di saung meeting petani, pada bulan April-Oktober 2017 bersamaan dengan kegiatan Penelitian Tahap 2.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat tulis, papan tulis, kertas koran, kalkulator sebanyak peserta, sound sistem. Bahan yang digunakan adalah bibit stevia in vitro (B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1, alat-alat usahatani dan penanganan pasca panen, contoh pupuk dan pestisida yang biasa digunakan petani beserta daftar harga terbaru.

Metode

Analisis usahatani stevia menggunakan metode simulasi partisipatif. Petani menghitung sendiri usahataninya sesuai luas tanam masing-masing. Peneliti bertindak sebagai fasilitator. Hasil simulasi merupakan data ekonomi dan berguna untuk meyakinkan petani akan keuntungan menanam stevia in vitro. Analisis usahatani juga dilakukan terhadap varietas lain yang biasa ditanam petani.

Analisis

Ada beberapa konsep penerimaan (revenue) yang digunakan untuk menganalisa perilaku produsen (petani) yaitu :

a.Total Revenue

Total revenue adalah peneneriamaan total yang diperoleh oleh produsen penghasil produk. Penerimaan total ini didapat dari perkalian dari produk yang dijual dikalikan dengan harga jual produk per unit.

b.Average Revenue

(27)

Marginal revenue merupakan kenaikan dari peneriman total yang disebabkan karena terjadi pertambahan penjualan satu unit hasil produk. Marginal revenue diperoleh dari pembagian keseluruhan total produk dibagi dengan keseluruhan produk yang terjual. Konsep Analisis Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), R/C adalah singkatan dari return cost ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sbb:

Keterangan : a = return cost ratio R = penerimaan, C = Biaya total.

Pendapatan menurut Soeharjo dan Patong (1973) merupakan balas jasa dari kerjasama faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Sedangkan secara harfiah pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Secara matematis dapat diuraikan sebagai berikut:

 = TR – TC Keterangan :  = Pendapatan

TR = Total penerimaan TC = Biaya total

Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor mengukur pendapatan petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya (misalnya biaya tenaga kerja dalam keluarga). Pendapatan kotor diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih mengukur pendapatan dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan, baik yang dikeluarkan sebagai biaya tunai atau biaya diperhitungkan

(28)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian.

4.1.1. Sejarah Desa Cibodas Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung Barat

Desa Cibodas adalah salah satu desa yang berada wilayah Bandung Selatan, Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung + 28, 1 Km dari Kota Bandung. Kondisi Geografis

Desa Cibodas merupakan Desa yang letaknya di kaki Gunung Tilu dengan ketinggian 1000 s/d 1500 m diatas permukaan laut. Desa Cibodas juga merupakan Desa yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah Perbukitan dan sebagian pesawahan serta hutan lindung. Topografi Desa Cibodas Kebanyakan berbukit-bukit / tidak merata. Luas Wilayah Desa Cibodas ± 1.926,3 Ha itu mencaku perkampungan, pesawahan, hutan lindung dan hutan produksi.

Batas Wilavah

Secara Geografis Desa Cibodas berbatasan denganbebe apa desa, baik yang termasuk ke dalam wilayah satu kecamatan maupun termasuk ke dalam wilayah k camatan lain. Diantaranya adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa. Cukanggenteng Kecamatan Pasirjambu

 Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Mekarsari Kecamatan Pasirjambu

 Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Cisondari Kecamatan Pasirjambu

 Sebelah Barat Berbatasan dengan Desa Cisondari Kecamatan Pasirjambu

(29)

Data Wilavah Administrasi Desa Gibodas

Jumlah RT : 61 Rukun Tetangga Jumlah RW : 17 Rukun Warga Jumlah Dusun : 4 Dusun

POTENSI SUMBER DAYA ALAM

Tabel 4.1 Pertanian

No Kepemilikan Tanah Pertanian Keterangan

1 Jumlah Keluarga memiliki tanah Pertanian 419 Keluarga

2 Jumlah Keluarga tidak memiliki tanah pertanian 2.192 Keluarga

3 Jumlah Total Keluarga Petani 419keluarga

Tabel 4.2. Perkebunan

No Kepemilikan Tanah Perkebunan Keterangan

1 Jumlah Keluarga memiliki tanah Perkebunan 193 keluarga

2 Jumlah Keluarga tidak memiliki tanah 2.418 keluarga

3 Jumlah Total Keluarga Perkebunan 193luarga

Tabel 4.3 Peternakan

No Kepemilikan Tanah Peternakan Keterangan

1 Jumlah Keluarga memiliki Peternakan 281 keluarga

2 Jumlah Keluarga tidak memiliki Peternakan 2.330 keluarga

(30)

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Desa Cibodas berdasarkan Mata Pencaharian Pokok No Mata Pencaharian Pokok Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Ahli Pengobatan Alternatif 2 - 2

2 Belum Bekerja 120 57 177

3 Buruh Harian Lepas 453 81 534

4 Buruh Migran 2 11 13

5 Buruh Tani 58 57 515

6 Dokter swasta - 0

7 Dosen swasta - 0

8 Guru swasta 17 19 36

9 Ibu Rumah Tangga 2461 2461

10 Karyawan Honorer 14 16 30

11 Karyawan Perusahaan Pemerintah 14 1 15

12 Karyawan Perusahaan Swasta 308 94 402

13 Kepala Daerah - - 0

14 Montir 14 14

15 Nelayan - 0

16 POLRI 2 - 2

17 Pedagang Keliling 39 49 88

18 Pedagang barang kelontong 20 92 112

19 Pegawai Negeri Sipil 8 33 41

20 Pelajar 879 595 1474

21 Pengusaha kecil, menengah dan besar 108 103 211

22 Perangkat Desa 20 3 23 23 Perawat swasta - 2 2 24 Petani 278 81 359 25 Peternak 281 281 26 Purnawirawan/Pensiunan 62 29 91 27 Senimaniartis 0 31 41 28 Sopir 50 29 TNI 10 - 10

30 Tidak Mempunyai Pekerjaan 539 86 625

31 Tukang Jahit 111 68 179

32 Tukang Kayu 63 - 63

(31)

4.1.2. Desa Mekarsari Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut

Desa ini merupakan sebuah desa yang berada di ketinggian ±1200 di atas permukaan laut, maka dapat segera dipahami keadaan suhu rata-rata harian di kawasan ini adalah 37 derajat celcius dan dapat lebih rendah lagi pada musim kemarau, dengan jumlah bulan hujan selama delapan bulan setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya berikut profil singkat desa mekarsari. Jarak Desa Mekarsari ke ibu kota kecamatan terdekat: 1 km, sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten: 28 km dan jarak dari ibu kota propinsi: 88 km

Kondisi Geografis

Desa Mekarsari merupakan desa yang terletak di Ketinggian 1200 Mdpl. Topografi wilayah merupakan dataran dan sebagian berbukit dengan curah hujan. Luas Wilayah Desa Mekarsariadalah 210 Ha

Batas Wilavah

Secara Geografis Desa Mekarsari berbatasan dengan beberapa desa, baik yang termasuk ke dalam wilayah satu kecamatan maupun termasuk ke dalam wilayah kcamatan lain. Diantaranya adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cidatar Kec. Cisurupan dan Desa Cigedug Kec. Cigedug

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Padasuka Kec. Cikajang

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukatani Kec. Cisurupan dan Desa Suka Wargi Kec. Cisurupan

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Barusuda Kec. Cigedug

Data Wilavah Administrasi Desa Gibodas Desa Mekarsari, terdapat tiga dusun yaitu : 1. Dusun 1

2. Dusun 2 3. Dusun 3

Setiap dusun dikepalai oleh satu orang Kadus (kepala dusun), didalamnya terdiri dari 9 RW, dan 34 RT. Dusun 1 terdiri dari 2 RW dan 7 RT. Dusun 2 terdiri dari 4 RW dan 16 RT. Dusun 3 terdiri dari 3 RW dan 11 RT. Pembagian administrasi di Desa Mekarsari terbagi menjadi 3 unsur, diantaranya adalah struktur pemerintahan desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat).

(32)

POTENSI SUMBER DAYA ALAM

Luas wilayah perkebunan : 3200 Ha

Luas wilayah pemukiman : 160 Ha

Luas desa Mekarsari adalah 210 Ha dengan penggunaan lahan adalah:

a) Tanah Darat : 102 Ha

b) Tanah Perkebunan Rakyat : 141, 66 Ha/m2

c) Tanah Perkebunan Negara : 32 Ha/m2

d) Tanah Pemukiman : 160 Ha/m2

e) Tanah Pekarangan : 1 Ha/m2

f) Tanah Pekarangan : 2 Ha/m2

g) Tanah Fasilitas Umum : Lapangan Olahraga (1 Ha) ,

h) Kelurahan : 0,8 (Ha)

Karena Desa Mekarsari merupakan Desa Pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Namun secukup banyak juga yang memiliki mata pencaharian lain, berikut tabel rincian:

Tabel. 4.5.Jumlah Penduduk Desa Mekarsari

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 PNS 27 orang

2 TNI 6 orang

3 Polri 1 orang

4 Petani 315 orang

5 Buruh Tani 1205 orang

6 Pengrajin industri rumah tangga 9 orang

7 Pedagang keliling 17 orang

8 Peternak 1203 orang

9 Montir 25 orang

10 Dokter swasta 4 orang

11 Bidan swasta 3 orang

12 Perawat swasta 2 orang

13 TNI 7 orang

(33)

4.2. Produksi dan Sistem Kelembagaan Petani Stevia

Sentra pengembangan stevia Jawa barat yang pertama adalah di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Perkembangnan stevia di kedua kabupaten yang dikelola oleh petani sifatnya berbeda. Stevia di Kabupaten Garut yang dikelola oleh petani bermitra dengan Perusahaan yang menampung hasil panen dan PTPN (PT. Perkebunan Nusantara), pada proses budidaya stevia yang dilakukan oleh kelompok input produksi berupa bibit didapatkan dari membeli dan bukan dari hasil kerjasama perusahaaan dengan petani. Dukungan dari perusahaan mitra berupa penggunaan alat produksi dari bekas pabrik teh. Sedangkan perkembangan stevia di Kabupaten Bandung yang dikelola oleh petani yang memanfaatkan lahan hutan yang ditanami kopi atau LMDH yang bermitra dengan peneliti dari Universitas Padjadjaran dengan pengembangan stevia hasil mutasi in vitro dimana sebelumnya kelompok sendiri telah mempunyai varietas stevia yang unggul dengan rangkaian percobaan sehingga menghasilkan stevia dengan varietas CM 3 (Cibodas Manis3). Terkait dengan penelitian terkait dengan pengembangan stevia hasil mutasi in vitro di sentra produksi Jawa Barat dari survey yang dilakukan didapatkan bahwa hanya petani di Desa Cibodas Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung yang fokus pada pengembangan dan pengolahan lebih lanjut yang bermitra dengan Koperasi Nusantara Kiat Lestari (NUKITA).

Usaha stevia yang dilakukan oleh petani di Desa Cibodas awalnya merupakan usaha percobaan dengan bibit yang berasal dari Vietnam di LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) pada tahun 2002. Pada tahun 2005 ketua LMDH membentuk kelompok Petani yang selain mengusahakan kopi,teh, kayu, hanjeli juga khusus melakukan penanaman komoditas stevia. Petani Petani beranggotakan 25 orang anggota. Khusus untuk komoditas stevia petani Petani mulai dusahakan dan dikembangkan pada tahun 2014 oleh bapak Rayi sebagai ketua LMDH dan ketua Petani Petani dan telah mampu menghasilkan benih dan bibit sendiri dengan cara melakukan perbanyakan melalui stek batang. Kerjasama Petani Petani dan Koperasi Nusantara Kiat Lestari (NUKITA) saat ini menggunakan jenis bibit unggulan lokal dari jenis CM3 (Cibodas Manis 3) yang merupakan hasil pengembangan yang digagas oleh kelompok dan koperasi dan telah mempunyai sertifikat SKMB (dari BP2MB Jawa Barat.

Pada pelaksanaan kegiatan usahatani yang difokuskan pada komoditas stevia kegiatan penguatan kelembagaan di internal kelompok dilakukan bersamaan dengan kegiatan penguatan kelembagaan LMDH seperti dengan diadakannya kegiatan pelatihan, kegiatan Studi banding, dan kegiatan pertemuan rutin. Kegiatan pelatihan yang dilakukan berupa pelatihan kopi dari mulai budidaya hingga pengolahan pascapanen oleh Dinas

(34)

Pertanian Provinsi Bandung, serta pelatihan budidaya Stevia hingga pengolahan pasca panen oleh PT.BDA, PT.Kimia Farma, Faperta UNPAD, LIPI dan BPPT. Untuk kegiatan Studi Banding, LMDH Petani Cibodas pernah melakukan Studi Banding komoditas kopi kedaerah Cianjur, Garut, Sumedang, Pangalengan dan Jawa Timur. Sedangkan untuk kegiatan pertemuan rutin di LMDH Petani yang pernah dilakukan berupa penyusunan SOP penanaman kopi.

Petani merupakan salah satu dari 8 Petani Hutan yang tergabung kedalam LMDH Petani cibodas. Petani Petani memiliki beberapa komoditas unggulan pada awal pembentukannya diantaranya kopi, teh, kayu-kayuan, dan hanjeli. Luas lahan yang dimiliki oleh LMDH Petani total 401,34 Ha dengan pembagian 6 petak hutan produksi dan 6 petak hutan lindung. Serta komoditas Stevia yang baru mulai ditanam pada tahun 2014.

1. Koordinasi dengan Ketua LMDH selaku Ketua Kelompok Mulya Sari dan Kodim

2. Diskusi dan wawancara Mendalam dengan Koperasi NUKITA

Gambar 4.1.Koordinasi dengan Ketua LMDH, Kodim dan Koperasi Nukita

4.3. Sistem Agribisnis Pada Komoditas Stevia Di Petani

(35)

agribisnis secara umum terdiri lima subsistem yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2. Sistem Agribisnis 4.3.1. Subsistem agribisnis Hulu (up-stream agribusiness)

Sub sistem agribisnis hulu atau sering disebut penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi atau input produksi yang dilakukan pada kegiatan usaha tani sehingga bisa tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk sehingga bisa mendatangkan output yang baik. Secara umum sarana dan prasarana produksi pertanian, dikelompokkan menjadi industri pembenihan, industri agrokimia dan industri agro otomotif. Petani dalam memperoleh sarana dan prasarana produksi melakukan kerjasama dengan perusahaan penyedia input produksi kecuali dalam hal pengadaan bibit, bibit stevia yang diusahakan oleh kelompok awalnya berasal dari Vietnam kemudian dilakukan perbanyakan melalui metode stek batang dan lebih banyak menggunakan perbanyakan dari biji tanaman stevia. Saat peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran yang melakukan penelitian terhadap stevia dan pengembangan bibit dengan metode in Vitro yang nanti diharapkan bisa diteriama oleh kelompok dan masyarakat umumnya.

(36)

Untuk penyedia sarana produksi lainya seperti pupuk didapat dari membeli ke PT. Alba, yang menyediakan pupuk dari urine untuk pemupukan stevia pada saat dipindahkan ke lahan. Untuk alat pertanian seperti mulsa, selang dan ember petani mendapatkannya dari toko petnaian ORBIT yang terdapat di daerah Ciwidey. Untuk alat pertanian umumnya digunakan seperti sepatu boots, cangkul, koret, keranjang kayu, gunting dan lainnya merupakan peralatan standar yang sudah dimiliki oleh anggota kelompok dibeli sendiri oleh anggota. Sedangkan peralatan perontok merupakan bantuan dari dinas pertanian.

4.3.2. Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness)

Sub sistem usahatani merupakan kegiatan menggunakan barang barang modal dan sumberdaya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer pertanian, seperti perencanaan, pemilihan lokasi usaha, jenis komoditas, teknologi dan pola tanam. Unsur subsistem usahatani diantaranya terdiri dari :

1. Lahan Usaha (Land)

Petani di Desa Cibodas merupakan juga anggota LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) menggunakan lahan PERHUTANI sehingga rata-rata kepemilikan lahan yang digunakan minimal 1 Ha. Untuk komoditas stevia dalam pengembangan bibit sendiri menggunakan lahan seluas 5 Ha yang merupakan milik pribadi dari masing-masing anggota yang dikelola oleh ketua kelompok sebagai ahli dalam kegiatan budidaya stevia. Keadaaan lahan merupakan kawasan hutan sehingga karakter tanahnya hampir keseluruhan bersifat lempung berpasir. Dikarenakan sifat tanahnya lempung berpasir Petani selain di tanam Kopi juga sangat cocok ditanami stevia karena kondisi tanah yang cocok karena memiliki derajat keasaman (pH) 5,5 hingga 6, menyebabkan tanaman Stevia bisa tumbuh dengan baik. Sedangkan Petani di Mekarsari menggunakan lahan milik sendiri dengan bantuan bibit dari perusahaan mita dan memperbanyak dari hasil budidaya dan stek batang yang dilakukan di lokasi perushaan dan lahan yang diusahaan oleh petani

2. Tenaga Kerja (Labour)

Tenaga kerja merupakan subsistem produksi, apabila faktor tenaga kerja tidak ada, maka produksi suatu tanaman tidak akan terjadi atau bahkan suatu sistem tersebut

(37)

wanita. Pekerjaan yang melibatkan kegiatan fisik berat seperti pembersihan lahan, persiapan lahan dan pemasanngan mulsa dilakukan oleh tenaga kerja prisa sedangkan perawatan tanaman sampai panen dan penjemuran dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Besaran biaya tenaga kerja dengan jumlah jam kerja dari jam 8 pagi sampai 12 siang sebesar Rp. 45.000, sedangkan tenaga kerja wanita sebesar Rp. 30.000,-, sedangkan untuk kegiatan usahatani yang dilakukan selam 1 hari (8 jam kerja) bisanya besaran biaya tenaga kerja pria adalah Rp 75.000 dan tenaga kerja wanita Rp 50.000.

Tenaga kerja di Desa Mekarsari Kecamatan Cikajang diupah untuk tenaga kerja laki-laki sebesar Rp.30.000,-/hari sedangkan permapuan sebesar Rp. 20.000,- / hari. Selain harian ada juga upah borongan yang dilakukan terutama untuk pengolahan lahan. Upah borongan untuk pengolahan lahan per 25 tumbak sebesar Rp.

500.000,-3. Modal (Capital)

Modal usahatani petani Desa Cibodas pada awal usaha stevia yang digunakan adalah modal pribadi namun dengan berkembangnya kegiatan yang dilakukan maka pada tahun 2012 petani mendapat bantuan modal dari pemerintah Kabupaten Bandung berupa modal uang sebesar Rp 175.000.000 dan juga modal alat perontok daun Stevia, yang berfungsi untuk memisahkan daun Stevia dari batangnya. Sedangkan untuk pengembangan stevia di petani, petani memberikan potongan harga kepada anggota (subsidi) dari harga dasar bibit sebesar Rp. 2.500 menjadi hanya Rp 1000,- per pohon. Harag jual bibit di kelompok relative lebih murah dibandingkan dengan di luar dimana harag di pasaran minimal Rp. 4000 per pohon. Bibit yang berasal dari petani akan diurus dan pindah tanamkan ke lahan masing-masing anggota dengan batas minimal bibit yang harus diambil anggota adalah sebanyak 1000 bibit.

Moadl usahatani petani Desa Mekarsari keseluruhan merupakan modal pribadi di lahan kecil namun dari keuntungan usahatani stevia bisa menambah luas lahan garapan dan membeli lahan menjadi 1 hektar, dukungan pemasaran dari perusahaan mitra menjadi motivasi dari petani.

4. Manajemen (Management)

Manajemen usahatani merupakan penggunaan secara efisien sumber-sumber daya yang terdapat dan sifatnya terbatas untuk mencapai tujuan usahatani melalui proses perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan.

Manajemen pengelolaan usaha yang dilakukan petani di petani sendiri menggunakan keluarga dan manajemen tradisional dimana:

(38)

- Pada kegiatan budidaya masih mengadalkan tenaga kerja dalam keluarga namun juga pada saat tertentu menggunakan tenaga kerja yang dibayar. Untuk penggunaan tenga kerja dalam keluarga tidak ada pembagian tugas yang jelas namun masing-masing sudah mengetahui apa yang harus dilakukan sedangkan pda penggunaan tenagar kerja di luar keluarga pembagaina tugas yang harus dilakukan di jelaskan termasuk waktu kerjanya yang umumnya dilakukan di Desa tersebut.

5. Proses Budidaya Stevia di Petani

1) Perbanyakan Tanaman (Pembibitan)

Bibit yang digunakan oleh Petani di Desa Ciboads jenis bibit unggul hasil pengembangan dan serangkaian ujicoba yang merupakan bibit Stevia unggul lokal dari jenis CM3 (Cibodasa Manis 3) yang telah memiliki sertifikat SKMB dari BP2MB Jawa Barat. Bibit yang digunakan oleh petani di lahan seluas 5 Ha sebanyak 500.000 bibit. Sedangkan petani di Desa Mekarsari menggunakan bibit stevia umum yang didapat dari perusahaan.

Pada proses perbanyakan tanaman Stevia, Petani melakukan dengan 2 cara yaitu vegetatif dan generatif.

1. Vegetative

Teknik perbanyakan vegetative dapat dilakukan dengan setek yang dipasang sungkup plastik yang kedap udara, sehingga suhu dan kelembapan dalam sungkup terjaga. Selanjutnya, setelah tanaman berusia 3-4 minggu, mata tunas dan akar setek tumbuh mencapa 1-2 cm maka setek telah dapat dipindahtanamkan ke lahan yang telah tersedia.

2. Generative

Untuk teknik perbanyakan generative dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

 Benih dapat diperoleh dari bunga yang telah mekar sempurna  Jemur benih siap sebar pada tempat yang teduh

Buang pappus dengan tangan secara halus dan lembut

(39)

2) Persiapan Lahan

Pada persiapan lahan stevia di petani untuk penanaman monokultur stevia dilakukan dengan cara penggunaan mulsa atau hanya guludan biasa saja agar tanaman dapat terlindungi dari genangan air dengan proses pengolahan lahan melalui pencangkulan dan dibajak sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh tekstur tanah yang gembur. Selanjutnya dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran panjang kira-kira 5 m atau disesuaikan dengan keadaan lahan, dan lebar antara 100-125 cm. bedengan dapat dibuat dengan atau tanpa mulsa. Namun, pada Petani Petani bedengan disertai dengan pemasangan mulsa. Kegunaan mulsa yaitu untuk meminimalisir pertumbuhan gulma. Ketinggian masin-masing bedengan cukup sekitar 20-40 cm (tergantung pada jenis lahan dan tanah). Apabila penanaman dilakukan pada lahan berkontur miring, sebaiknya dibuat teras terlebih dahulu.

3) Persemaian Bibit

Tahapan dalam persemaian bibit yang dilakukan oleh petani adalah:  Persiapan bedengan

Persiapan bedengan dengan cara membuatnya dekat dengan sumber air dan tanah yang subur dengan arah timur barat. Bedengan dibuat dengan ketinggian 10cm, lebar 1,2-1,5 cm dan panjang 15-20 m. Bedenan yang telah siap diberi pupuk yang berasal dari kotoran sapi sebanyak 400 kg atau pupuk kandang ayam 100 kg pupuk mineral 3-5kg. Pupuk mineral digunakan untuk sterilisasi benih yang didalamnya harus mengandung mikroelemen yang dibutuhkan untuk perkecambahan benih. Setelah dibuat bedeng, tanah harus diolah setinggi 15 cm dan campur tanah dengan pupuk kandang.

 Penyemaian dan Penyungkupan

Pada tahap ini, dilakukan penyiraman tanahagar lembab untuk ditanam bibit Stevia hasil setek batang. Sedangkan benih dari biji dilakukan dengan ditaburkan sebanyak 25-50 kg benih pada tiap bedengan yang ditutup tipis dengan tanah. Diperlukan juga penutupan dengan sungkup menggunakan palstik UV, dengan ketinggian 40-50cm, dan lebar 1,8-2m. Setelah 50-60

(40)

hari benih menjadi bibit siap tanam. Pada saat musim panas, benih dapat menjadi bibit siap tanam dalam kurun waktu 40-50 hari.

 Perawatan Bedengan

Setelah bibit setek ditanam atau benih disebar, bedeng tanam harus dijaga agar tetap lembab hingga benih berkecambah dalam waktu 3-5 hari, setelah itu buka tungkup. Bedengan dijaga supaya tetap lembab sampai benih memiliki 3 daun. Suhu yang ideal untuk perkecambahan benih adalah 20-250c. jika suhu terlalu rendah, maka yang harus dilakukan adalah menambahkan potongan rumput agar suhu tetap hangat. Namun jika suhu mencapai 300c, harus diberikan naungan untuk menjaga agar tidak terlalu panas.

Saat benih telah memiliki kurang lebih 3 daun, sungkup dibuka sampai tanah agak mengering, kemudian ditutup kembali agar menjaga kelembapan. Pada saat benih memiliki 4 daun, sungkup dapat dibuka pada pagi hari dan ditutup kembali pada sore hari. Jika tanah masih dalam keadaan lembab, maka tidak perlu dilakukan penyiraman kembali. Pada saat benih telah memiliki 5 daun, sungkup dibuka total. Semprotkan pupuk setiap 5-10 hari sekali. Pada saat benih mempunyai 6 daun, maka siap dilakukan transplanting di areal pertanaman. Lima hari pertama tidak dilakukan penyiraman.

Benih yang sehat memiliki 5-6 daun, tinggi tanaman 12-15cm, batang sedikit berkayu, daun lebar, hijau, daun pucuk berbentuk konkaf (cekung), mempunyai 5-7 akar sekunder, 2-3 daun telah memiliki cabang.

(41)

Gambar 4.3. Penyemaian stevia di bedengan dari Biji

4) Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan Petani dalam melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman, diantaranya :

 Penanaman

Kebutuhan benih untuk satu hectare lahan diperlukan 95.000 sampai 100.000 Benih yang ditanam dengan jarak 25x25 cm atau 30x30 cm, sehingga setiap bedengan berisi 4-5 baris tanaman. Sebaiknya pada setiap lubang tanam diberi sekitar 250 kg pupuk organic (pupuk kandang atau pupuk kompos). Penanaman Stevia sebaiknya dilakukan pada saat musim hujan agar persediaan air mencukupi dan tanaman cepat segar kembali (biasanya 1-2 hari setelah tanam).

 Pemupukan

Pemupukan dasar diberikan pada saat persiapan lahan dengan menggunakan pupuk organic dengan dosis 5-10 per Ha. Pemupukan susulan menggunakan pupuk urea dengan dosis 135kg per Ha atau 1,35 gram per lubang tanam yang diaplikasikan pada 30 hari setelah tanam setengah dosis dan 60 hari setelah tanam.

(42)

Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu bagian terpenting dalam penanaman Stevia. Pemeliharaan tanaman mencakup kegiatan

pemupukan, pemangkasan, dan pengendalian hama serta penyakit. Pemberian pupuk yang berasal dari urine sapi dilakukan setiap kali tanaman Stevia baru dipanen. Pada saat tanaman Stevia berumur 2 minggu, sebaiknya setiap ujung tanaman dipangkas untuk membantu proses pembentukan cabang, sehingga tanaman yang dihasilkan lebih rimbun dan produksi daun akan lebih banyak.

 Pengairan

Stevia membutuhkan banyak pasokan air yang baik sepanjang tahun agar mendapatkan produksi yang stabil. Oleh karena itu, disekitar kebun Stevia diperlukan sumber air yang memadai. Pada Petani Petani sistem irigasi yang dilakukan yaitu menggunakan selang. Sistem irigasi tersebut dieseuaikan dengan kontur dataran pada lahan petani tersebut yaitu datar. Secara umum keberhasilan untuk penanaman Stevia adalah : kelembapan 70%, bahan organic 5%, dan suhu tanah 350c.

 Pengendalian OPT

Dalam penanaman Stevia oleh Petani, terdapat beberapa OPT. OPT tersebut akan sangat merugikan dan akan berpengaruh terhadap hasil produksi Stevia. OPT tersebut diantaranya Kutu Aphid, Ulat Tanah, dan Anjing Tanah. Selama penanaman Stevia, terdapat beberapa OPT namun tidak berpengaruh besar terhadap produksi Stevia.

(43)

5) Pemanenan

Petani melakukan proses panen daun stevia pada umur antara 40-60 hari setelah tanam dan untuk pemanenan berikutnya dapat dilakukan setiap 45-60 hari sekali. Proses panen harus dilakukan pawa waktu yang tepat karena dapat berpengaruh pada hasil panen, panen yang dilakukan lebih cepat akan menghasilkan kandungan gula daun stevia tidak maskimal sedangkan jika dipanen terlambat kandungan gulanya akan turun. Proses panen yang dilakukan selain berpatokan pada umur tanaman, Petani Petani juga melihat tinggi tanaman. Jika tanaman mempunyai tinggi antara 40-60 cm dengan pertumbuhan daun yang rimbun maka sudah bisa dipanen. Pada ketinggian seperti ini menurut petani tanaman sudah memasuki masa berbunga dan pada saat ini pula kandungan gula (stevioside dan kandungan lainnya) tanaman sedang dalam konsentrasi tingkat tertinggi.

Untuk waktu panen stevia yang baik dilakukan paad pagi hari dengan caara memotong batang atau tangkai kira-kira 10-15 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan gunting. Ketika pemanenan berlangsung, sisakan sebanyak 1-2 tangkai pada setiap tanaman (daun terbawah) supaya tanaman yang baru dipanen dapat tumbuh kembali. Selanjutnya batang atau ranting tersebut dirompes atau dipipil sehingga diperoleh daunnya saja.

4.3.3. Subsistem Hilir (down-stream agribusiness)

Subsistem hilir merupakan kegiatan pengolahan lebih lanjut dan dilakukan setelah proses pemanenan. Pada Petani Petani pengolahan hasil panen produk Stevia hanya sampai kepada produk mentah atau penjemuran yang selanjutnya akan kemas atau diolah menjadi produk setengah jadi atau jadi oleh mitra petani. Ada beberapa tahapan dalam subsistem hilir yang dilakukan oleh Petani Petani, diantaranya :

1. Perontokan Daun dari Batang

Pada tahap pasca panen, daun hasil panen, harus segera dipipil atau dirontokkan dari batang atau tangkai. Proses perontokan oleh Petani Petani dengan menggunakan mesin perontok yang didapat melalui bantuan pemerintah Kabupaten Bandung. Jika perontokan tidak segera dilakukan akan mengurangi kadar bahan pemanis yang terdapat di daun. Hal tersebut

(44)

dikarenakan, jika daun masih melekat pada batang atau tangkai maka proses perombakan bahan pemanis yang terdapat didalamnya akan terjadi. Jadi semakin cepat kegiatan perontokan, maka kualitas daun yang dihasilkan akan lebih baik.

2. Pengeringan

Pengeringan daun Stevia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sinar matahari dan alat pengering buatan. Apabila pengeringannya dilakukan dengan sinar matahari, maka daun diletakkan diatas alas plastik, tampi, atau jenis alas lain. Proses pengeringan pada Petani Petani masih menggunakan matahari. Bila keadaan cuaca baik, proses pengeringan dapat berlangsung sekitar 8 jam. Namun ketika cuaca sedang tidak baik, daun-daun Stevia dimasukkan kedalam green house buatan. Daun Stevia yang telah kering akan berwarna hijau kekuningan. Daun stevia yang bermutu baik akan memiliki kadar air maksimum 10%, kadar Stevioside minimum 10% dan kadar kotoran sekitar 3%. Suhu pada proses pengeringan akan berpengaruh terhadap kadar stevioside. Jika suhu yang digunakan mencapai diatas 700c akan terjadi penurunan kadar stevioside, dan jika sampai 800c maka akan menyebabkan daun berwarna hitam kecoklatan. Daun Stevia yang mengalami keterlambatan pengeringan akan berwarna hitam karena telah terjadi proses fermentasi oleh mikroorganisme dan telah terjadi perombakkan kandungan stevioside. Fermentasi juga akan terjadi apabila daun Stevia terkena air.

3. Pengepakkan

Proses pengemasan yang dilakukan oleh Petani Petani dengan menggunakan karung dengan berat 20 kg per bal. proses pengepakan yang baik akan membuat daya simpan daun stevia lebih lama

(45)

1. Stevia Hasil Pengeringan 2. Bubuk Stevia

Gambar 4.5.Stevia Hasil Produksi Petani 4.3.4. Sub sistem Pemasaran

Komoditas utama yang diusahakan oleh petani Desa Cibodas yang diantaranya: kopi, teh, hanjeli, kayu-kayuan dan stevia.untuk komoditas Stevia permintaan pasar sebanyak 100 ton per hari dari PT. Sosro belum bisa dipenuhi. Sedangnkan untuk saaat ini hasil produksi stevia masih di beli oleh Koperasi NUKITA yang merupakan pendamping dan juga pasar bahan mentah dari produk stevia. Permintaan produk stevia kepada Petani Petani diantaranya daun kering dan daun segar dengan batang. Untuk daun segar dengan Petani Petani menjual seharga Rp 30.000. Sementara itu, untuk daun kering petani Petani menjualnya dengan harga Rp 100.000. Sedangkan dalam kerjasamanya kepada Koperasi Nukita, harga yang diberikan sebesar Rp 40.000 untuk daun kering.

Petani Desa Mekarsari komoditas utama yang diusahakan sebelumnya adalah berbagai macam sayuran, namun setelah mengusahakan stevia maka stevia menjadi komdoitas utama karena jaminan pasar dan juga waktu produksi yang relative lama sampai 5 tahun dengan sekali investasi. Hasil produksi dipasarkan dan ditampung oleh peruhaan mitra yang selanjutnya di ekspor ke berbagai Negara diantaranya Jepang.

(46)

Gambar 4.7 Macam produk olahan dengan menggunakan stevia di Desa Cibodas

4.3.5. Subsistem Penunjang Atau Pendukung (Supporting System)

Untuk sub sitsem pendukung yang berperan selama ini di petani diantaranya berupa pelatihan yang dilakukan oleh beberapa instansi baik swata maupun negeri diantaranya: Pemerintah Kabupaten dengan studi banding, PT.BDA, PT.Kimia Farma, Faperta Universitas Padjadjaran (UNPAD), LIPI dan BPPT. Pendukung lainnya adalah koperasi dan Perusahaan mitra bagi petani Petani merupakan lembaga swasta yang paling penting dalam menunjang keberlangsungan usahatani Stevia karena merupakan mitra pendamping dan juga penampungan hasil produksi Stevia yang selanjutnya akan diolah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. Walaupun kerjasama yang berlangsung antara keduanya tidak tertulis secara sah, namun hingga saat ini tidak pernah terjadi masalah yang serius terhadap kedua belah pihak.

(47)

Gambar 4.8 Berbagai Pihak dalam Penunjang di Petani Desa Cibodas

Gambar 4.9 Berbagai Pihak dalam Penunjang di Petani Desa Mekarsari

4.4.

Percobaan Stevia Hasil Mutasi In Vitro

Stevia hasil In Vitro yang dikembangan oleh peneliti pfakultas pertanian Universitas Padjadjaran (Dr. rer.nat., Ir. Suseno Amien) saat in masih pada tahap uji coba di lahan bekerjasama dengan petani Muyasari. Pada tahap awal inikelompok petani beranggapan bahawa ada beberapa kelemahan produk in vitro yang harus di kembangkan lebih lanjut. Dilihat dari sifat fisik produk stevia hasil in vitro mempunyai fisik tanaman yang bagus, daun yang masih sedikit, sehingga perlu pengembangan lebih. Saat ini belum di pakai oleh petani karena masih tahap proses pengenalan dan ujicoba lapangan. Hasil tanam sementara, sangat digemari oleh cacing dan binatang tanah lainnya sehingga perlu proses budidaya yang mampu membikin tanaman terhidar dari binatang tanah.

Pendampingan: Koperasi Nukita

Petani Petani Penyedia Input dan

PelatihanPT.BDA, PT Kimia Farma

Pasar dan Pemasar: Koperasi NUKITA Peneliti & Pelatihan:

(48)

1. Bibit siap semai di lahan 2. persiapan lahan dan proses penanaman Gambar 4.8. Proses Penanaman bibit Stevia di Bedengan

Kegiatan pembibitan yang dilakukan masih pada tahap awal hanya dalam skala kecil. Saat ini peneliti mencoba bekerjasama dengan ketua kelompok untuk membuat demplot

penelitian sesuai dengan proposal peneliitian. 4.5.

Pengusahaan Komoditas Stevia

Usaha tani setevia membutuhkan dana yang cukup besar, data terbesar digunakan untuk kebutuhan pembelian bibit. Kebutuhan bibit untuk setiap hektar lahan antara 95.000 sampai 100.000 bibit dengan harga bibit bervariasi. Bibit hasil in vitro dijual dengan harga rp. 4000,- pe pohon bibit sedangkan bibit yang digunakan petani CM3 (Cibodasa Manis 3) sebesar Rp. 2.500,- dengan subsidi dari kelompok jika anggota melakukan penanaman sebesar Rp. 1.500,- sehingga harga lebih murah menjadi Rp.1000,- . jika diasumsikan penggunan bibit dengan harga Rp.1000,- dengan jumlah kebutuhan bibit 95000 maka biaya bibit menjadi Rp. 95.000.000,- sampai Rp. 100.000.000,- belum untuk membeli mulsa dan kebutuhan operasional pengolahan lahan dan pemeliharaan tanaman dengan kisaran total kebutuhan biaya per hectare untuk usahatani stevia sebesar Rp. 315.000.000,-. Umur ekonomis tanaman stevia antara 5-8 tahun bahkan bisa sampai 12 tahun jika pemeliharaan dilakukan dengan baik.

Gambar

Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan
Gambar 1. Paradigma Adopsi Inovasi / Teknologi oleh Petani (Rogers, 1971 dalam Totok Mardikanto, 2012)
Tabel 1. Tahap, kegiatan, keluaran, dan lokasi
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Desa Cibodas berdasarkan Mata Pencaharian Pokok No Mata Pencaharian Pokok Laki-Laki Perempuan Jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan Perdesaan Pengembangan desa tertinggal Pembangunan kaw transmigrasi baru di daerah tertinggal dan perbatasan Pengembangan desa potensial Pengembangan kawasan

Akhirnya, di sepanjang sejarah, sejak Israel menduduki wilayah Palestina di bawah pimpinan Yoshua pada tahun 1460 SM sampai masa jaya Islam di Timur Tengah tak pernah putus

Berdasarkan hasil uji sensoris kualitas daging menunjukkan bahwa perlakuan tanpa dibungkus daun jati (B1) dan perlakuan dibungkus daun jati (B2) dari jam ke-0 sampai jam ke-12

Bagian kesehatan keluarga propinsi menindak lanjuti laporan kematian ibu dan bayi baru lahir dari kabupaten/kota denagn mengadakan audit maternal perinatal setiap 3 bulan

Dengan penerapan SNI pada lemari pendingin, maka konsumen akan terlindungi dalam mendapatkan lemari pendingin yang memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan

Problem Based Learning. Pada kegiatan awal pembelajaran ada 5 aspek yang diamati diantaranya adalah sebagai berikut : 1) mengkondisikan peserta didik untuk mengikuti

Mengingat pentingnya data mengenai PDRB di Kabupaten Kudus baik bagi pemerintah Kabupaten Kudus dalam membuat kebijakan maupun bagi masyarakat bisnis dalam

“Konsep belajar dimana gur u menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya