KAJIAN KESESUAIAN LAHAN DAN KEMAMPUAN KESUBURAN
TANAH UNTUK PENENTUAN VARIETAS TANAMAN TEBU
(
Saccharum officinarum .
Linn) DI KABUPATEN BANGKALAN,
MADURA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Diajukan Oleh :
NELIN TRISNAWATI
NPM : 1025010030
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“
VETERAN
”
Linn.) DI KABUPATEN BANGKALAN,MADURA
Diajukan oleh :
NELIN TRISNAWATI NPM : 1025010030
Telah Disetujui untuk Ujian Oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Ir. Purnomo Edi Sasongko, MP Ir. Suwandi, MP
NIP. 19640714 198803 1001 NIP. 19550508 198503 1001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Agroteknologi
Diajukan oleh : NELIN TRISNAWATI
NPM : 1025010030
Telah dipertahanakan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 06 Januari 2014
Telah disetujui oleh :
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Purnomo Edi Sasongko, MP NIP 19640714 198803 1001
Pembimbing Pendamping
Ir. Suwandi, MP NIP 19550508 198503 1001
Mengetahui, Dekan
Fakultas Tertanian
Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS NIP 19620205 198703 1005
Ketua Program Studi Agroteknologi
Ir. Mulyadi, MS NIP 19530503 198503 1001
Tim Dosen Penguji,
1. Ketua
2. Sekertaris
Telah direvisi
Tanggal : ...
dan hidayah-Nya lah penyusunan laporan penelitian yang berjudul Kajian Kesesuaian Lahan dan Kemampuan Kesuburan Tanah Untuk Penentuan Varietas Tanaman Tebu (Saccharum officinarum Linn.) Di Kabupaten
Bangkalan,Madura dapat diselesaikan.
Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan perkuliahan semester VIII Program studi Agroteknologi, Fakultas
Pertanian Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.
Penulis mengucapakan terima kasih kepada :
1. Ir. Purnomo Edi Sasongko, MP selaku dosen pembimbing utama yang
dengan kearifan, keramahan serta kesabarannya telah banyak membantu
memberikan ide-ide brilian dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan penelitian ini tepat waktu.
2. Ir. Suwandi, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang telah
banyak memberikan ilmu dan pengetahuan dan memberikan motivasi
serta solusi dalam setiap kesulitan sehingga terselesaikannya laporan
penelitian ini.
3. Dr. Ir. Bhakti Wisnu, MP selaku kepala laboratorium ilmu tanah Fakultas
Pertanian UPN “veteran” Jatim yang telah banyak membantu memberikan
arahan dan bimbingan dalam analisa laboratorium sehingga
terselesaikannya laporan penelitian ini.
4. Ir.Mulyadi, MS selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
menyelesaikan laporan penelitian ini tanpa suatu hambatan yang berarti.
7. Himawan Haru Musa Pratomo sebagai pendamping, sahabat, teman
terbaik, dan kakak yang selalu menemani dengan doa dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik.
8. Teman-temanku Agroteknologi khususnya Pak Hari, Bu Yuni, Mas Puji,
Mas Yahman, Wildan, Aida, Koko Erick, Laita, Nina, Diah dan Anggi serta
teman-teman seperjuangan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu yang senantiasa memberikan bantuan baik langsung maupun
tidak langsung.
Penulis sadar bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran
dari dosen pembimbing Penyusunan laporan penelitian demi perbaikan
selanjutnya.
Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Sehingga ilmu yang saya peroleh
dapat bermanfaat. Amin Ya Robbal Alamin.
Surabaya, 6 Januari 2014
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Perkembangan TanamanTebu ... 6
B. Botani danMorfologiTanamanTebu ... 6
C. SyaratTumbuhTanamanTebu ... 8
D. Survey Tanah dan Evaluasi Lahan untuk Pengembangan WilayahPertanaman Tebu ... 10
E. Penafsiran Parameter ... 11
F. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 17
G. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah ... 20
H. Informasi Kondisi Daerah penelitian ... 24
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29
B. Pelaksanaan Lapang……….. ... 30
c. Analisa Tanah di Laboratorium ... 33
2. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Lahan... 35
a. Bahan dan Alat ... 35
b. Tahapan Penelitian ... 35
C. Penataan Varietas ………….. ... 36
D. Analisa Data ... 37
1. Klasifikasi Kesesuaian Lahan... 37
2. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Lahan ... 42
3. Penataan Varietas ... 44
4. Pemetaan ... 45
E. Alur Proses Penelitian ... 46
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 48
B. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah……….. 51
C. Hubungan Klasifikasi Kesesuaian Lahan dan Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah untuk Tanaman Tebu (Saccarum officinnarum .Linn) ... 54
D. Rekomendasi Usaha Perbaikan Berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan Aktual ... 79
E. Penataan Varietas Tanaman Tebu (Saccarum officinnarum .Linn) Berdasarkan Tip[ologi Wilayah ... 85
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Saran……….. ... 94
Nomor Halaman
Teks
1. TingkatPertamaKategoridariFCC:Jenistanah ... 22
2. IdentifikasipengubahkondisitanahuntukKlasifikasi
KemampuanKesuburan ... 23
3. Letak, TinggidanLuas Daerah per Kecamatan
KabupatenBangkalan ... 27
4. Data Primer untukKlasifikasiKesesuaianLahan ... 29
5. MacamAnalisisTanahdanMetode yang Digunakanuntuk
KlasifikasiKesesuaianLahan ... 33
6. Data primer untukKlasifikasiKesubuan Tanah... 34
7. MacamAnalisis Tanah danMetode yang Digunakanuntuk
KlasifikasiKemampuanKesuburanLahan ... 35
8. TabelKesesuaianLahanTanamanTebu (Saccarum
officinnarumLinn) ... 38
9. Matching Data KesesuaianLahanTanamanTebu
(SaccarumofficinnarumLinn) ... 39
10. Jenis Usaha PerbaikanKualitaskarakteristiklahan actual
menjadipotensialmenuruttingkatpengelolaannya ... 40
11. TabelHubungankelasKesesuaianLahandenganKelas
KemampuanKesuburantanah ... 41
12. TabelKesesuaianVarietasTanamanTebuBerdasarkan
Tipologi Wilayah ... 42
13. InterpretasiFaktorPenghambatKelasKesesuaianLahanuntuktanamanTebu (SaccharumOfficinarumLinn)diKabupatenBangkalan ... 49
14. InterpretasiFaktorPenghambatKelasKemampuanKesuburanTanahdiKabu patenBangkalan ... 51
ampuanKesuburanTanah(FCC) ... 58
18. KenaikanKelasKesesuaianLahanAktualMenujuKelasKesesuaianLahanPot ensialBesertaUsahaPerbaikannya... 79
19. PotensiProduksiVarietasTanamanTebu ... 86
20. PenataanVatietasTanamanTebuSesuaiUnitkemasakannyaberdasarkanTip ologiWilayah. ... 87
21. PenentuanVarietasTanamanTebuBerdasarkanSubkelasKesesuaanLahan ... 88
Lampiran
1. Hasil Analisa Sifat Fisik Tanah Kabupaten Bangkalan 93
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. PetaPengambilanSampel Tanah ... 28
2. Diagram AlirPenelitian ... 44
3. HasilPengeboranSampel Tanah di DesaBanyusangkah ... 62
4. LapisanBatuan(Rock)yangMunculDiPermukaanTopsoildiDaerah LaranganGlintong ... 65
5. SingkapanBatuanyangMelebihi15%diDesaMrandung,
KecamatanKlampis ... 66
Lampiran
1. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu (SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan
TanjungBumi, KabupatenBangkalan ... 95
2. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu (SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan
Klampis, KabupatenBangkalan ... 96
3. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu (SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan
Arosbaya, KabupatenBangkalan ... 97
4. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu (SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan
Burneh, KabupatenBangkalan ... 98
5. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu (SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan
Tanah Merah, KabupatenBangkalan ... 99
6. PetaSubkelasKesesuaianLahanTanamanTebu (SaccarumoficinnarumLinn) di Kecamatan
Labang, KabupatenBangkalan ... 100
7. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan
TanjungBumi, KabupatenBangkalan ... 101
8. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan
9. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan
Arosbaya, KabupatenBangkalan ... 103
10. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan
Burneh, KabupatenBangkalan ... 104
11. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan
Tanah Merah, KabupatenBangkalan ... 105
12. Peta Unit KemampuanKesuburan Tanah di Kecamatan
Nelin Trisnawati, SP , Ir Edi Purnomo Sasongko , MP, Ir Suwandi, MP
1 - Mahasiswa Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur.
2 - Dosen Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UPN "Veteran" Jawa Timur. 3 - Dosen Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan
Nasional ":Veteran" Jawa Timur.
Abstrak
Rencana pemerintah Indonesia yang mencanangkan swasembada gula tahun 2014 saat ini
mulai diprioritaskan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah melalui peningkatan produktivitas.
Peningkatan produktivitas gula dapat dicapai dengan mengganti varietas-varietas lama yang telah
mengalami degradasi keunggulan genetik dengan varietas baru serta dengan melakukan
perluasan lahan dan perbaikan pada system budidaya serta pengelolaan tanah. Oleh karena itu,
pengembangan industri gula baru lebih disarankan untuk ekspansi di luar Jawa. Beberapa wilayah
di luar pulau Jawa yang cukup potensial untuk pengembangan industri gula khususnya dalam
perluasan areal pertanaman tebu salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bangkalan, Pulau
Madura. Penelitian ini diawali dengan mengambil sampel tanah di 18 desa yang tersebar di 6
kecamatan, Kabupaten Bangkalan, Madura. Lokasi pengambilan sample tanah terletak pada
beberapa titik di beberapa desa. Metode penelitiannya yaitu menggunakan metode survey. Hasil
survey berupa penilaian kesesuaian lahan dengan skor yang ditentukan sesuai dengan kelas
kesesuaian lahan tersebut berdasarkan acuan FAO dan evaluasi kemampuan kesuburan tanah
berdasarkan acuan Sanchez dan Buol dimana penggolongan berdasarkan tipe, sub tipe dan
modifier. Penataan varietas dilakukan dengan melakukan matching data kembali antara hasil
klasifikasi berdasarkan tipologi wilayah dan pola tanam dengan table kesesuaian tanaman tebu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem klasifikasi kesesuaian lahan telah memperoleh 9
subkelas kesesuaian lahan yang berbeda dan 11 unit kelas kemampuan kesuburan tanah yang
berbeda pula. Interpretasi kelas kesesuaian lahan tidak menunjukkan hubungan yang jelas
terhadap unit kemampuan kesuburan tanah, sebaliknya interpretasi unit kemampuan kesuburan
tanah tidak menunjukkan hubungan yang jelas terhadap kelas kesesuaian lahan pula. Setiap
lahan yang memiliki sub kelas kesesuaian berbeda, maka varietas yang direkomendasikan pun
juga berbeda tergantung dengan tipologi wilayah masing-masing. Akan tetapi ada pula beberapa
lahan yang memiliki sub kelas kesesuaian lahan berbeda tetapi cocok dengan satu varietas yang
sama.
Nelin Trisnawati, SP , Ir Edi Purnomo Sasongko , MP, Ir Suwandi, MP
1 - The Student of Agrotecnology , Agricultural Faculty, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" East Java 2 - Lecture of Soil Science, Agricultural Faculty, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" East Java
3 - Lecture of Agronomy, Agricultural Faculty, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" East Java
Corresponding Author : Nelin Trisnawati, SP
Abstract
Indonesian government plans to declare self-sufficiency in 2014 are now starting to be
prioritized. One strategy that is required is increase of productivity. Increased productivity of sugar can be
achieved by replacing old varieties degraded genetic superiority with new varieties, land expansion,
improvement in farming systems and soil management. Therefore, the development of new sugar industry
is more advisable for expansion in outside of Java. The area of considerable potential for the development
of the sugar industry, especially in the expansion of sugarcane planting area is in Bangkalan, Madura
Island. This study begins by taking soil samples in 18 villages spread over 6 districts, Bangkalan,
Madura. The research method is using the survey method. Soil sampling using the "randomly
selected". Land suitability sub-class assessment is views from land scores that compared to the reference
land use requirements table, then matching the data carried by land suitability classification that based on
a reference from the FAO. Fertility capability classification assessed by reference from Sanchez and Buol
where units of fertility capability classification are assessed by type, sub-type and modifier. Structuring
varieties performed by comparing the data between the classification results based on the typology of
regions with land suitability classification table. The results showed that the land suitability classification
system has gained 9 different subclasses of land suitability and soil fertility capability classification has
gained 11 units of soil fertility capability. Interpretation of land suitability classification showed no clear
relationship to the ability of soil fertility unit, and the interpretation of soil fertility capability units do not
show a clear relationship to the land suitability class anyway. In every land that has a different sub-class,
the recommended varieties were also different depending on the typology of each region. However, there
are several lands that have different sub-classes of land suitability but matched with the same variety.
A. Latar Belakang
Rencana pemerintah Indonesia yang mencanangkan swasembada
gula tahun 2014 saat ini mulai diprioritaskan. Pada tahun tersebut produksi
gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik
untuk konsumsi langsung rumah tangga, industri maupun menutup neraca
perdagangan gula nasional atau disebut swasembada gula nasional
(Anonnymous, 2006).
Salah satu strategi yang diperlukan dalam upaya peningkatan
produksi gula untuk mencapai target swasembada gula nasional pada tahun
2014 adalah melalui peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas
gula dapat dicapai dengan mengganti varietas-varietas lama yang telah
mengalami degradasi keunggulan genetik dengan varietas baru serta
dengan melakukan perluasan lahan dan perbaikan pada system budidaya
serta pengelolaan tanah.
Perluasan lahan tanaman tebu rakyat pada saat ini terjadi cukup
pesat seiring dengan peningkatan daya saing usaha tani tebu. Khususnya di
Jawa Timur, perluasan areal untuk peningkatan produksi gula tahun 2012
lalu adalah 197.000 ha dan dapat direalisasikan menjadi 200.000 ha tahun
2013 di kabupaten Tuban, Bojonegoro, Lamongan dan Madura . Dampak
perluasan areal secara signifikan telah mampu meningkatkan produksi tebu
sebagai bahan baku Pabrik Gula (Samsul, 2013).
Strategi peningkatan produktivitas tebu guna mencapai swasembada
dan kedua membangun PG baru di luar existing industry yang berarti
perluasan areal pertanaman tebu. Pulau Jawa yang selama ini dianggap
sebagai habitat utama untuk tanaman tebu dengan keberadaan sekitar 47
pabrik gulanya dianggap kurang optimum dalam pemenuhan bahan baku di
industri masing-masing. Oleh karena itu, pengembangan industri gula baru
lebih disarankan untuk ekspansi di luar Jawa. Beberapa wilayah di luar
pulau Jawa yang cukup potensial untuk pengembangan industri gula
khususnya dalam perluasan areal pertanaman tebu salah satu diantaranya
adalah Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.
Dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2009,
kabupaten Bangkalan secara regional merupakan salah satu kabupaten di
propinsi Jawa timur yang memiliki tingkat perkembangan relatif pesat, baik
disektor pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan dan jasa serta
industri dimana sektor-sektor tersebut telah memicu terjadinya perubahan
dan perkembangan penggunaan lahan.
Lahan pertanian di kabupaten Bangkalan meliputi persawahan dan
pertanian lahan kering, perbedaan mendasar dari keduanya adalah,
persawahan sepanjang tahun ditanami padi karena cukup air, baik dari
irigasi teknis maupun dari pengairan sederhana. Sedangkan pertanian lahan
kering biasanya beragam, saat musim hujan ditanami padi dan saat
kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misalnya kacang hijau, kedelai,
kacang tanah dan ubi kayu. Sebagian kecil hamparan di kabupaten
tanaman tebu yang kurang baik terkait dengan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat mengenai sistem budidaya dan pengelolaan lahan
pertanian yang benar. Oleh karena itu melihat kondisi wilayah kabupaten
Bangkalan dibutuhkan pula kajian mengenai kesesuaian lahan terhadap
tanaman tebu dan tingkat kemampuan kesuburan lahan di kabupaten
Bangkalan. Selanjutnya dibutuhkan pula pemahaman masyarakat terhadap
penggunaan varietas yang tepat sehingga tidak terjadi penggunaan varietas
bebas dalam satu wilayah yang menyebabkan waktu masak tanaman tebu
tersebut tidak seragam.
Kebutuhan informasi kelas kesesuaian lahan dan kelas kemampuan
kesuburan lahan serta peta sebaran varietas tebu yang sesuai dengan
tipologi wilayah dan tingkat kemasakan tiap varietas tebu di wilayah
pengembangan pabrik gula baru sangat penting untuk dapatnya digunakan
sebagai dasar penataan varietas tebu. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul sementara “Kajian Kesesuaian Lahan dengan Kemampuan
Kesuburan Tanah untuk Penentuan Varietas Tanaman Tebu (Saccarum
officinnarum Linn) di Kabupaten Bangkalan,Madura
”
.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut di atas maka
permasalahan yang ada di daerah penelitian meliputi :
a) Bagaimana tingkat kesesuaian lahan di daerah penelitian untuk
penelitian berdasarkan tabel klasifikasi kemampuan kesuburan
tanah?
c) Bagaimanakah sebaran varietas tanaman tebu di wilayah penelitian
berdasarkan tipologi wilayah di kabupaten Bangkalan?
d) Bagaimanakaj hubungan kesetaraan system antara klasifikasi kelas
kesesuaian lahan (KKL) dan Klasifikasi Kemampuan Kesuburan
Tanah (KKKT) ditinjau dari factor pembatasnya?
e) Bagaimanakah peta tematik mengenai hasil klasifikasi kesesuaian
lahan, kemampuan kesuburan tanah dan sebaran varietas di Daerah
Bangkalan?
f) Apakah Rekomendasi yang diberikan kepada pengelola lahan sesuai
dengan kelas kesesuaian lahannya.
C. Batasan Penelitian
Penelitian ini bersifat Kualitatif bukan Kuantitatif sehingga peneliti
membatasi lingkup penelitian dimana peneliti tidak melakukan anlisa
“Cost and Benefit” dan tidak melakukan perhitungan hasil produksi
panen pada setiap subjek penelitian, terutama pada tindak lanjut atas
klasifikasi kesesuaian lahan tanaman tebu dengan beberapa lahan di
Kabupeten Bangkalan. Klasifikasi kesesuaian lahan kualitatif adalah
kesesuaian lahan yang didasarkan pada pemadaanan criteria masing –
masing kesesuaian lahan dengan sifat lahannya. Kelas kesesuaian
lahan ditentukan oleh factor fisik yang merupakan factor penghambat
Matching data antara sifat fisik dan perilaku setiap varietas yang
direkomendasikan dengan lingkup kecil persyaratan penggunaan lahan
pada klasifikasi kesesuaian lahan (TYekstur, drainase dan ketersediaan
sumber air). Hal ini dikarenakan ketiga factor tersebut merupakan factor
yang paling dominan dan sangat mempengaruhi sifat dan perilaku tiap
varietas tanaman tebu. Sehingga penentuan varietas berdasarkan sub
kelas kesesuaian lahan didapat dari matching data kembali antara hasil
dari penentuan varietas berdasarkan tipologi wilayah dengan sub kelas
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor pembatas
kesesuaian lahan dan kemampuan kesuburan lahan terhadap
budidaya tanaman tebu di Kabupaten Bangkalan sebagai dasar
pengelolaan tanah pada budidaya tanaman tebu
2. Memperoleh peta sebaran kesesuaian lahan dan kemampuan
kesuburan tanah pada tanaman tebu yang sesuai dengan
karakteristik lahan di Kabupaten Bangkalan.
3. Memperoleh informasi tentang sebaran varietas yang tepat pada
berbagai karakteristik lahan di wilayah kabupaten Bangkalan sesuai
dengan pola tanam.
4. Memberikan rekomendasi untuk pengelolaan lahan pertanian
terhadap budidaya tanaman tebu untuk meningkatkan produktivitas
secara efektif dan efisien sesuai daya dukung lingkungan dan
a) Tersedianya informasi dan peta mengenai evaluasi lahan
(Kesesuaian lahan terhadap komoditi dan tingkat kemampuan
kesuburan tanah) di daerah tersebut terhadap tanaman tebu yang
berguna sebagai pedoman bagi pelaksana maupun penentu
kebijakan dalam penataan varietas tebu yang akan ditanam agar
produktivitasnya tinggi di Kabupaten Bangkalan.
b) Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang mengarah pada
pelestarian sumber daya lahan pada daerah penelitian.
c) Sebagai masukan bagi pihak terkait untuk pengelolaan lahan di
Kabupaten Bangkalan sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat
tepat sasaran.
d) Sebagai acuan dalam penataan sebaran varietas tebu berdasarkan
Tebu pertama kali ditemukan di New Guinea pada 6000 SM. Namun,
budidaya tanaman ini baru dilakukan pada 1400-1000 SM di India. Dalam bahasa
latin, tebu dikenal dengan sebutan saccharum, yang berasal dari kata karkara
dalam bahasa Sanskrit atau sakkara dalam bahasa Prakrit. Setelah mengalami
persilangan dengan spesies-spesies liar dari India dan Cina, sejak 1000 SM
tanaman ini menyebar secara berangsur-angsur ke berbagai belahan dunia,
khususnya wilayah tropis, seperti : Hawaii, Mediterania, Karibia, Amerika,
akhirnya sampai ke kepulauan Melayu. Saat ini, budidaya tebu telah dilakukan di
lebih dari 70 negara di dunia, antara lain : India, Cuba, Brasil, Mexico, Pakistan,
Cina, Filipina, Thailand, Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini (Kuntohartono dan
Thijsse, 2007).
Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku
gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan termasuk
jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen
mencapai kurang lebih 1 tahun.
B. Botani Tanaman Tebu
Tebu merupakan sejenis rumput-rumputan yang memiliki ketinggian sekitar
2-4 meter. Secara garis besar, tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi 4
bagian. Akar berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih. Batang berbentuk
ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, penampang melintang agak pipih,
berwarna hijau kekuningan. Daun berbentuk pelepah, panjang 1-2 m, lebar 4-8
Bunga berbentuk bunga majemuk, panjang sekitar 30 cm (Kuntohartono dan
Thijsse, 2007).
Bentuk fisik tanaman tebu dicirikan oleh terdapatnya bulu-bulu dan duri
sekitar pelepah dan helai daun. Banyaknya bulu dan duri beragam tergantung
varietas. Jika disentuh akan menyebabkan rasa gatal. Kondisi ini kadang menjadi
salah satu penyebab kurang berminatnya petani berbudidaya tebu jika masih ada
alternatif tanaman lain. Tinggi tanaman bervariasi tergantung daya dukung
lingkungan dan varietas, antara 2,5-4 meter dengan diameter batang antara 2-4
cm (Anonymous, 2007).
Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau
Jawa dan Sumatera (Anonymous, 2007). Sistematika tanaman tebu
adalah:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminalis
Familia : Gramineae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum Linn
Wijayanti (2008) menambahkan kembali bahwa pertumbuhan tanaman tebu
umumnya berlangsung selama kurang lebih 12 bulan, terhitung mulai ditanam
hingga dipanen. Tanaman tebu mengalami 4 (empat) fase pertumbuhan, yaitu :
a. Fase perkecambahan (germination phase), yaitu dimulai sejak
penanaman hingga pembentukan kecambah pada bud (mata),
berlangsung selama 30-45 hari, dengan faktor-faktor berpengaruh antara
lain : kadar air, suhu dan aereasi tanah, kadar air, kadar gula tereduksi,
b. Fase pertunasan (tillering phase), yaitu fase pembentukan tunas yang
akan menentukan populasi tanaman, berlangsung kurang lebih 75 hari,
dengan faktor-faktor berpengaruh : sinar matahari, varietas, suhu, kadar
air, pupuk.
c. Fase pemanjangan batang (grand growth phase), yaitu fase perpanjangan
batang tebu, berlangsung sekitar 120-150 hari. Dalam kondisi yang
optimal, dimana kebutuhan air, pupuk, suhu udara dan sinar matahari
terpenuhi, kecepatan perpanjangan batang dapat mencapai 4-5 ruas per
bulan.
d. Fase pematangan
(maturity and ripening phase
), yaitu fase pembentukandan penyimpanan gula, fase ini berlangsung sekitar 90 hari. Air dan
makanan yang diserap oleh akar diangkut menuju daun. Dengan bantuan
sinar matahari, bahan-bahan tersebut akan bereaksi dengan
karbondioksida di udara untuk membentuk gula (sukrosa). Gula yang
terbentuk disimpan di dalam batang, dimulai dari bagian bawah dan
berangsur-angsur naik ke bagian atas batang.
C. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu
Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika dan subtropika
disekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20 derajat C, yakni kurang lebih
diantara 39 derajat LU sampai 35 derajat LS. Tanaman tebu banyak diusahakan
di dataran rendah dengan musim kering yang nyata. Tebu dapat ditanam dari
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Di dataran tinggi yang suhu udaranya rendah, tanaman tebu
lambat tumbuh dan berendemen rendah. Di Asia Tenggara, batas maksimum
laut. Pada elevasi yang lebih tinggi siklus pertumbuhan akan lebih panjang dari 14
– 18 bulan. (Yuono, 2013)
Dalam masa pertumbuhannya tanaman tebu membutuhkan banyak air,
sedangkan ketika tebu akan menghadapi waktu masak menghendaki keadaan
kering sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan turun terus menerus
akan menyebabkan tanaman tebu rendah rendemennya. Jadi jelas bahwa tebu
selain memerlukan daerah yang beriklim panas, juga diperlukan adanya
perbedaan yang nyata antara musim hujan dan musim kemarau (Notojoewono
1967).
Temperatur optimum untuk perkecambahan tebu adalah 26 - 33 derajat C
dan 30 – 33 derajat C untuk pertumbuhan vegetatif. Selama pertumbuhan
tanaman sedang mengalami fase kemasakan, temperatur malam yang relatif
rendah (dibawah 18 derajat C) berguna untuk pembentukan kandungan sukrosa
yang tinggi. Secara kuantitatif, tebu merupakan tanaman berhari pendek.
Rata-rata curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman tebu
adalah sekitar 1800 – 2500 mm per tahun. Dan jika curah hujan tidak mencukupi,
lahan tebu harus diberi aliran irigasi. (Yuono, 2013)
Menurut Chapman (1976) dalam Budihardjo (1984), penentuan saat tebu
dapat dipanen didasarkan pada umur tebu. Di Hawaii, tanaman tebu dipanen
setelah berumur sekitar dua tahun. Tanaman yang ditebang akan tumbuh kembali
sebagai ratoon dan dipanen lagi satu tahun berikutnya, cara ini diulangi dua
D. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan untuk Pengembangan Wilayahy Pertanaman Tebu
Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan
biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan
penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survei tanah baru memiliki
kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakanya . Hal itu berarti (a). Tepat
mencari tempat yang refepresentif, tepat meletakan tempat pada peta yang harus
didukung oleh peta dasar yang baik, (b) Tepat dalam mendeskripsi profilnya atau
benar dalam menetapkan sifat-sifat morfologinya, (c) Teliti dalam mengambil
contoh tanah, dan (d) Benar dalam menganilisnya di laboratorium. Relevansi
sifat-sifat yang ditetapkan dengan pengguanaanya atau tujuan pengguanaanya
harus tinggi. Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu untuk menetapkan pola
penyebaran tanah yang dibagi-bagi berdasarkan kesamaan sifat-sifatnya
sehingga terbentuk soil mapping unit atau satuan peta tanah (SPT). Dengan
adanya pola penyebaran tanah ini maka dimungkinkan untuk menduga sifat-sifat
tanah yang dihubungkan dengan potensi pengguanaan lahan dan responya
terhadap perubahan pengelolaannya (Abdullah, 1993).
Survei tanah merupakan proses penelitian dan pemetaan permukaan
bumi dimana istilah unitnya disebut tipe tanah. Proses sebenarnya survei terdiri
dari berjalan di atas lahan dengan interval yang sama dan mencatat
perbedaa-perbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan seperti
tingkat kemiringan, erosi yang terjadi, penggunan lahan, penutup vegetatif serta
gambaran alami (Sitorus, 1985).
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan lahan
jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan
lainnya. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek fisik,
biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya.
Tergantung pada tujuan evaluasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan
lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2000).
Salah satu cara evaluasi lahan adalah melakukan klasifikasi lahan untuk
pengguanaan tertentu. Penggolongan kemampuan lahan didasari tingkat produksi
pertanian tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang sangat
panjang (Sitorus, 1985).
Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu
kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan
digunakan digunakan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal,
baik yang secara khusus maupun secara umum. Tetapi pada umumnya disusun
berdasarkan pada sifat-sifat yang dikandung lahan, artinya hanya sampai pada
pembentukan kelas kesesuaian lahan, sedangkan menyangkut produksi hanya
berupa dugaan berdasarkan potensi kelas kesesuaian lahan yang terbentuk
(Karim, dkk. 1996).
E. Penafsiran Parameter Evaluasi Lahan 1. Aspek Lahan
a. Bentuk Lahan
Bentuk lahan (landform) menguraikan tentang jenis-jenis terrain khusus
dan menempatkan satuan peta inventarisasi ke dalam bentang lahan
(landscape). Cara yang mudah untuk identifikasi di foto udara
menggunakan bentang lahan dan kelerengan (topografi). Klasifikasi bentuk
lahan dapat diperoleh dari Katalog Bentuk Lahan (Sitorus, 1985).
Bentuk lahan memberikan gambaran pada kita tentang kondisi lokasi
gambaran karakteristik lahan yang lain, misalnya bentuk lahan yang
bergunung akan mempunyai jenis-jenis tanah tertentu, biasanya
kelerengannya curam dan solum tanahnya relatif dangkal. Sebaliknya
bentuk lahan aluvium akan memberi gambaran tentang kondisi yang datar
dengan drainase yang kurang baik, teksturnya halus dan solum tanahnya
dalam (Kucera, 1988).
b. Kemiringan dan Arah Lereng
Menurut Hardjowigeno (1993), Informasi kemiringan dan arah lereng
sangat diperlukan bagi pengelolaan lahan. Parameter kelerengan juga
digunakan untuk klasifikasi beberapa keperluan, misalnya untuk penentuan
fungsi lindung dan budidaya. Jadi informasi ini sangat dibutuhkan. untuk
keperluan pengelolaan termasuk pengelolaan hutan.
Keterkaitan kelerengan lahan dengan parameter lain cukup dominan.
Biasanya pada topografi yang berbeda, yang berarti kemiringan lerengnya
berbeda, maka perkembangan tanahnya juga berbeda. Perbedaan
perkembangan tanah juga berarti ada perbedaan karakteristiknya.
Perkembangan tanah juga dipengaruhi oleh arah lereng, karena
perbedaan lereng akan mempengaruhi kecepatan pelapukan batuan menjadi
tanah. Dengan demikian maka kemiringan lereng biasanya mengandung
konsekuensi perbedaan tekstur tanah, kondisi drainase, jenis tanaman dan
kedalaman tanah (Sitorus, 1985).
c. Kondisi Drainase
Menurut CSR/FAO (1983), drainase tanah merupakan kecepatan
perpindahan air tanah baik berupa aliran permukaan maupun perembesan air
tanah tersebut, drainase tanah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
topografi, tekstur, permeabilitas dan ketersediaan air yang berasal dari curah
hujan. Tingkat drainase tanah alami dipengaruhi oleh kecepatan perkolasi air
melalui tanah, aerasi dan bagian tanaman-tanaman yang khusus. Komposisi
udara tergantung pada aerasi. Pada drainase tanah yang baik, tanah memiliki
kelembaban dan kandungan karbon dioksida lebih tinggi dari atmosfir. Kondisi
drainase yang terbatas di dalam tanah dan drainase yang sangat jelek
atau pada kondisi yang tergenang maka kandungan oksigen akan menurun
dan kecepatan difusi ke akar tanaman terbatas. Pada tanah yang drainasenya
sangat tinggi maka kehilangan unsur hara melalui pencucian juga akan
meningkat (Bunting, 1981). Sedangkan menurut Hakim (1986), tujuan drainase
tanah adalah untuk menurunkan muka air tanahsehingga dapat meningkatkan
kedalaman ekfetif perakaran.
d. Kondisi Permukaan
Kondisi permukaan lahan dinyatakan dalam persentase batuan
singkapan (badrock) dan adanya batu di permukaan (rockness) terhadap
luas unit lahan Informasi kondisi permukaan lahan yang menyangkut
batuan singkapan dan bebatuan di permukaan sangat diperlukan dalam
kaitannya dengan kemungkinan untuk penerapan tumpangsari tanaman
semusim. Pada kondisi tanah yang berbatu atau tersingkap, tidak mungkin
dilaksanakan pengolahan tanah yang baik karena adanya gangguan
tersebut. Di samping itu, persentase batuan tersingkap yang cukup luas
mengurangi jumlah tanaman per satuan luas karena pada bebatuan
2. Aspek Tanah a. Jenis Tanah
Jenis tanah akan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan induk, iklim,
vegetasinya, Klasifikasi tanah yang umum dilaksanakan menggunakan US
Soil Taxonomy atau klasifikasi Indonesia. Apapun metode klasifikasi yang
digunakan jenis tanah akan selalu berkaitan dengan karakteristik fisik
lahannya. Cara klasifikasi tanah yang umum digunakan akan diuraikan
tersendiri. Dengan demikian apabila suatu, lahan mempunyai jenis tanah
Entisol, maka kedalaman tanah tersebut umumnya dangkal, sedangkan
Vertisol hanya bisa terjadi pada daerah dataran dan atau berkapur. Informasi
jenis tanah biasanya dapat diperoleh dari peta tanah yang tersedia. Pada
umumnya peta tanah yang ada mempunyai skala kecil (1:100 000 atau
1:250 000) hanya lokasi-lokasi tertentu saja yang dipetakan secara detail
(Hardjowigeno, 1993).
b. Tipe batuan dan Kedalaman Regolit
Tipe batuan penting untuk diketahui karena menentukan parameter
yang lain. Adanya perbedaan tipe batuan pembeda tanah akan
membedakan cara pengelolaan tanah tersebut. Pengelolaan tanah yang
berkembang dari batu kapur, misalnya, akan berbeda dengan pengelolaan
tanah yang berkembang dari batuan vulkanik. Oleh karena itu tipe batuan
sering digunakan untuk kriteria klasifikasi kemampuan lahan pada tingkat Unit
c. Kedalaman Tanah
Kedalaman efektif adalah dalamnya akar tanaman yang dapat
menembus lapisan tanah dimana perakaran dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik tanpa adanya hambatan atau pembatas. Kedalaman efektif
merupakan kedalaman sampai kerikil, padas dan kropos (Hardjowigeno,
1993). Kedalaman efektif merupakan faktor pembatas yang tidak dapat
diberikan input. Kedalaman efektif suatu tanah tidak sesuai dengan tanaman
yang akan dibudidayakan,maka lahan tersebut tidak dapat digunakan untuk
tanaman yang dibudidayakan.
d. Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah yang penting untuk pengelolaan lahan dan
dideskripsikan di lapangan mencakup tekstur tanah dan struktur tanah.
Tekstur tanah dapat didifinisikan sebagai perbandingan antara fraksi tanah
(pasir, debu dan lempung / sand, silt dan clay) sedangkan struktur tanah
adalah bentuk spesifik dari agregat tanah. Tekstur tanah relatif tidak
berubah tetapi struktur tanah mudah berubah terutama apabila ada
pengolahan tanah. Parameter ini sangat berkaitan dengan parameter
lainnya antara lain, kemiringan lereng, kondisi drainase, tipe batuan dan
bentuk lahan (Siswanto, 2006).
e. Sifat Kimia Tanah
Bahan penting yang diabsorbsi tanaman dan dipindahkan dari tanah
adalah air dan unsur hara. Tanaman dapat mengalami kekurangan
(defisiensi) unsur hara bila unsur tersebut tidak terdapat dalam tanah atau
unsur tersebut terdapat dalam jumlah cukup tetapi sangat sedikit terlarut
relatif lebih tahan terhadap defisiensi unsur hara. Dampak kekurangan unsur
hara terhadap pertumbuhan tanaman juga berlangsung dalam jangka
panjang dibandingkan dengan tanaman semusim. Oleh karena itu sifat
kimia tanah hanya digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan pada
tanaman semusim (Suprihartono, 2003).
f. Keasaman Tanah (pH)
Keasaman tanah (pH) adalah gambaran diagnostik dari nilai yang
khusus atau konsentrasi ion H. Tanah dikatakan masam, jika pH nya kecil dari
7, netral jika sama dengan 7 dan basa jika pHnya di atas 7. Jika konsentrasi
ion H dalam tanah naik, maka pH tanah turun dan jika ion H dalam tanah turun
maka pH tanah akan naik (Suprihartono, 2003).
Faktor kemasaman tanah digunakan sebagai salah satu faktor pembatas
kesesuaian lahan, karena kemasaman tanah merupakan satu faktor yang
berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Kemasaan
tanah merupakan perwujudan dari proses hancuran iklim dan faktor kimiawi
yang berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah (Hakim et al. , 1986).
3. Kondisi Erosi
Erosi merupakan pembatas utama dari penggunaan lahan yang
berkelanjulan. Identifikasi erosi di lahan hutan diperlukan untuk
mengetahui jenis dan tingkat erosi serta persentase luasan tererosi pada
satuan peta sehingga upaya konservasi tanah yang efektif dapat
direncanakan. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa erosi biasanya
terjadi cukup besar pada saat awal penebangan atau pembukaan lahan
.
4. Aspek Tanaman
Inventarisasi parameter tanaman dilakukan karena kinerja tanaman
yang ada merupakan pencerminan kondisi lahan, sehingga identifikasi kondisi
tanaman bisa digunakan sebagai indikator kondisi lahan saat itu. Informasi
ini penting terutama bagi lokasi baru yang akan dibuka untuk tanaman
(Hardjowigeno,1991).
5. Aspek Iklim
Anasir iklim yang diutamakan adalah hanya curah hujan, karena
terbatasnya stasiun meteorologi. Akibatnya pola hujan dan distribusi hujan
antar petak sangat berlainan. Oleh karena itu diperlukan beberapa stasiun
hujan pada satu bagian hutan agar rekaman hujan dapat mencerminkan
kondisi realistis. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa antar petak
dalam satu bagian bisa mempunyai pola dan curah hujan yang berbeda
tergantung elevasi dan arah lerengnya.
F. Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi Kesesuaian tanah untuk pertanian dan kehutanan biasa
digunakan di berbagai negara. Berbeda dengan klasifikasi kemampuan lahan
yang merupakan klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara
umum, kesesuaian Lahan lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk
jenis tanamanan tertentu dengan bentangan lahan yang dtendukan. Kesesuaian
lahan didasarkan pada fakrot – faktor pembatas untuk pertembuhan tanaman.
(Siswanto, 2006).
Berdasarkan sistem klasifikasi lahan yang disusun oleh Pusat Penelitian
dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan
tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Oleh karena, itu klasifikasi ini
sering juga disebut species matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi
empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S I), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan
tidak sesual (N). Sub kelas pada klasifikasi kesesualan lahan ini juga
mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis faktor pembatas yang
dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a (keasaman), g
(kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (lklim). (Hardjowigeno, 2007)
Sitorus (1985) menjelaskan bahwa pada tingkat Ordo kesesuaian lahan
dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S= Suitable) dan lahan yang tidak
sesuai (N= Not Suitable). Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai
merupakan lahan yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak
terbatas pada penggunaan tertentu yang telah dipertmbangkan sebelumnya.
Lahan yang masuk dalam ordo ini tidak akan memiliki kerusakan yang berarti saat
digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada ordo N atau tidak sesuai
merupakan lahan yang memiliki kesulitan-kesulitan yang sedemikian rupa
sehingga menghambat penggunaan atau bahkan mencegah penggunaannya
untuk suatu tujuan.
Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor
pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan
secara nyata.
Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas ini biasanya masih dapat diatasi dengan
Kelas S3 (sesuai marginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,
dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal
tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi)
pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini): Lahan memiliki faktor pembatas yang
sangat besar namun masih dapat digunakan setelah mengalami pengolahan
dengan modal yang juga tidak sedikit.
Kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya): Lahan memiliki faktor pembatas
yang permanen sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk penggunaan
lahan yang lestari dalam jangka waktu yang sangat lama.
Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat.
Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan
disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang
disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau
sebaliknya. hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian
maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan klas terjelek dengan
memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi
setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan Yang ada
pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang
mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya.
Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data
karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis
G. Klasifikasi Kemampuan Kesuburan Tanah
Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah (fertility capability soil
classification atau FCC) telah diusulkan sebagai sistem klasifikasi keteknikan
guna mengelompokkan tanah dengan cirri-ciri yang mirip dipandang dari sudut
kesuburan tanah dan respon tanaman terhadap pupuk. Sistem ini telah
dikembangkan oleh Prof. Dr. Buol dan rekan-rekannya di Jurusan Ilmu Tanah,
Universitas Negeri North Carolina (Eiumnoh, 1984).
Taksonomi tanah USDA pada waktu sekarang ini telah banyak digunakan
diberbagai negara untuk mengklasifikasikan tanah (Eiumnoh, 1984). Beberapa
sifat tanah dapat diturunkan langsung dari nama kategori (Eswaran, 1988).
Semakin rendah kategori klasifikasi semakin banyak informasi sifat tanah yang
dapat diketahui.
Dibidang Pertanian, tanah merupakan faktor penting yang menentukan
pertumbuhan dan hasil tanaman yang dibudidayakan karena tanah merupakan
media tumbuh bagi tanaman, gudang dan penyuplai unsur hara, serta tempat
penyedia air. Kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan ditentukan oleh
kesuburan kimia dan fisika tanah. Evaluasi kesuburan tanah dilakukan pada
seri-seri tanah yang didasarkan pada sifat fisik dan kimia tanah dari profiltanah.
Kriteria penilaian sifat dan penentu kendala kesuburan mengikuti Klasifiakasi
Kemampuan Kesuburan Tanah (Sanchez et al., 1982 dan Sanchez and Boul,
1985 dalam Hardjowigeno, 2007). Penilaian dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
1. Inventarisasi data dan pengambilan contoh tanah di lapang
2. Analisis contoh tanah di laboratorium
3. Evaluasi Kesuburan Tanah
Siswanto (2006) menjelaskan bahwa evaluasi kesuburan tanah
memerlukan data sifat fisik dan kimia tanah sampai kedalaman 60 cm. Data ini
diperoleh langsung dilapang (diskripsi tanah) dan analisis contoh tanah di
laboratorium. Analisis contoh tanah di laboratorium ditujukan untuk mendapatkan
data kuantitatif mengenai sifat fisik dan kimia tanah yang meliputi:
1. Analisis Umum:
a. Tekstur tanah
b. pH (H2O) rasio 1:1
c. Kadar Ca, Mg, K dan Na terekstrak NH4OAc pH 7
d. KTK terekstrak NH4OAc pH 7
e. Retensi P terekstrak Ca(H2PO4)2 1000 ppm
2. Analisis Khusus
a. Kadar Al terekstrak 1 N KCl, bila pH (H2O) 1:1 < 5,0
b. Fe2O3 bebas, bila kadar liat > 35%
c. pH (1 N NaF) bila tanah diduga banyak mengandung alofan
d. Daya Hantar Listrik (DHL) pada 25oC bila tanah berkadar garam tinggi
Evaluasi Kesuburan tanah ditunjukkan untuk menilai sifat dan menentukan
kendala utama kesuburan seri tanah serta mencari alternatif pemecahannya
dalam rangka meningkatkan produktivitas tanah. Dari hasil analisis tanah
dilapang dan dilaboratorium di interpretasikan hasilnya menurut Kriteria Penilaian
Sifat-Sifat Kimia Tanah (CSR-FAO, 1983 dalam Sitorus, 1986).
Klasifikasi kemampuan kesuburan tanah pada dasarnya terdiri dari tiga
Tabel 1. Tingkat Pertama Kategori dari FCC: Jenis tanah. (Diadaptasi dari Sanchez et al., 2003).
Lapisan Simbol Definisi
Tekstur pada 0-20 cm yaitu lapisan bajak, dan lebih dangkal
S Berpasir yaitu setara dengan tekstur pasir atau pasir berlempung
L Berlempung, kadar liat < 35% tapi tidak termasuk pasir atau pasir berlempung
C Berliat, kadar liat > 35 %
O Organik, ketebalan lps BO smp 50 cm lebih dari 30%
Tekstur subsoil. Ini hanya digunakan jika perubahan tekstur terjadi pada 0-50 lapisan cm
S Berpasir yaitu setara dengan tekstur pasir atau pasir berlempung
L Berlempung, kadar liat < 35% tapi tidak termasuk pasir atau pasir berlempung
C
Berliat, kadar liat > 35 %
R Organik, ketebalan lps BO smp 50 cm lebih dari 30%
Pada tingkat kategori kedua, FCC memodifikasi jenis humus dan jenis
substrata (jika ada) menurut daftar lengkap kondisi tanah yang relevan dengan
pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Tanah diklasifikasikan dengan
menentukan apakah kondisi ini ditunjukkan atau tidak. Daftar FCC mengenai tipe
dan jenis substipe (jika ada) ditulis dalam huruf kapital dan kemudian kondisi
tanah modifier ditulis dalam huruf kecil. Misalnya Sak adalah tanah berpasir
dengan tingkat racun dari aluminium beracun dan rendah cadangan kalium (Tabel
2). Sebuah akhiran kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan tingkat
Tabel 2. Identifikasi pengubah kondisi tanah untuk Klasifikasi Kemampuan Kesuburan
Kondisi Tanah Simbol Identifikasi Kriteria
Genangan Air
g Gley, warna tanah/karatan dng chroma < 2pada lapisan 0-60 cm
g' Pergleyic, tanah sering jenuh air selama > 200 hari/th tanpa ada karatan berwarna coklat
Rejim Kelembaban d Kering, dicirikan regim kelembaban termasuk ustik, aridik, xerik
Potensi Pencucian Tinggi
e KTK rendah, dicirikan oleh KTK ef < 4 me/100 g
Bahaya Keracunan Al
a Keracunan Aluminium, kejenuhan aluminium > 60% pada 0-50 cm
Kejenuhan Al h Bereaksi masam, kejenuhan Al berkisar 10-60 % pada 0-50 cm
Tingkat Fiksasi P l Fiksasi P o/ Fe tinggi, % Fe2O3 bebas dbagi % kadar liat > 0,15
Mineral Alofan x Alofan dominan, dicirikan pH (NaF) > 10
Retakan Liat v Tanah bersifat vitrik
Cadangan K k Cadangan mineral K rendah, Kdd < 0,2 Cmol/kg pada 0-50 cm
Alkalinitas b Tanah bereaksi basa, dicirikan pH > 7,3 pada 0-50
Salinitas Tanah s Tanah bergaram tinggi, dicirikan oleh DHL ≥ 4 mmhos/cm
Cadangan Na n Kadar Na tinggi, dicirikan oleh kejenuhan Na ≥ 15% pada 0-50 cm
Sulfidic c Kadar sulfat tinggi, dicirikan pH (H2O) < 3,5
Singkapan Batuan ' Volume butir tanah ukuran > 2 mm antara 15-35% pada 0-20 cm
" Volume butir tanah ukuran > 2 mm lebih besar dari 35% pada 0-20 cm
Kemiringan Lereng (Slope) dan Bahaya Erosi
Unit merupakan kelas kemampuan kesuburan tanah yang ditulis
dengan kombinasi kode dari tipe, subtipedan modifier secara berurutan.
Kode subtipe hanya ditulis bila dalam lapisan bawah (20-50 cm) mempunyai
tekstur yang berbeda dengan tekstur lapisan atas (0-20 cm) atau terdapat
lapisan Tidak tembus akar. Kode tipe dan subtipe ditulis dengan huruf besar
sedang kode modifier ditulis dng huruf kecil. Jumlahah kode kelas modifier
yang ditulis tergantung dari jumlahah sifat tanah yang menjadi faktor
pembatas (Hardjowigeno, 2007)
D. Kondisi Wilayah Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu daerah yang terletak di
Pulau Madura yang merupakan wilayah administrasi di Provinsi Jawa Timur
mempunyai luas wilayah 1.260,14 Km2. (Anonymous, 2010). Kabupaten
Bangkalan merupakan daerah tropis dengan kelembaban 78%. Suhu terendah
daerah Bangkalan adalah 22,9oC dan suhu tertinggi sebesar 35,1oC. Rata-rata
curah hujan per tahun di Kabupaten Bangkalan tahun 2007 hingga 2010 sebesar
1591 mm. Pada periode yang sama rata-rata jumlah hari hujan per tahun sebesar
163 hari. Lama penyinaran matahari 59%.( Anonymous, 2011)
a. Kondisi Geologis.
Secara geografis posisinya berada di antara 112º–113º BT dan 6º–7º LS
yang dibatasi oleh Laut Jawa disebelah utara, Kabupaten Sampang disebelah
timur dan Selat Madura disebelah selatan dan barat. Dengan luas wilayah
mencapai 126.182 Ha. Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan, yang
dibagi lagi atas 273 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan
Bangkalan. (Anonymous, 2010)
Kabupaten Bangkalan memiliki topografi datar hingga berbukit dengan
tegalan. Secara geologis, Kabupaten Bangkalan terdiri atas 4 (empat) macam
batuan, yaitu alluvium, pleistosin fase sedimen, pleiosin fase gamping dan
meiosin fase sedimen.
Dilihat dari topografi, maka daerah Kabupaten Bangkalan berada pada
ketinggian 2 – 100 m di atas permukaan air laut. Wilayah yang terletak di pesisir
pantai, seperti Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar,
Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan Kecamatan Burneh mempunyai
ketinggian antara 2 – 10 m di permukaan air laut. Sedangkan wilayah yang
terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19 – 100 m di atas
permukaan air laut, tertinggi adalah kecamatan Geger dengan ketinggian 100 m
diatas permukaan laut.
b. Kemampuan Tanah
Kemampuan tanah adalah identifikasi unsur-unsur tanah yang sangat
berpengaruh terutama menentukan jenis-jenis penggunaan tanah yang ada di
atasnya. Kemampuan tanah antara lain ditentukan oleh kondisi lereng dan jenis
tanah. Sebagaimana dijelaskan berikut ini :
1. Kondisi Lereng
Keadaan topografi daerah Bangkalan terdiri dari daerah landai
seluas 68.454 Ha (54,25%), daerah berombak seluas 45.236 Ha
(35,85%), daerah bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33%) dan daerah
berbukit seluas 719 Ha (0,57%). Adapun ketinggiannya berkisar antara 12
– 74 m dpl. Bangkalan jika dilihat dari kemiringannya maka sebagian
besar memiliki kemiringan 2 – 15 % yaitu sekitar 50,45 % atau 63.002 Ha.
dan kemiringan 0 – 2 % sekitar 45,43 % atau 56.738 Ha. Apabila dilihat
dari tekstur tanahnya maka sebagian besar bertekstur sedang yaitu seluas
tanahnya maka prosentase terbesar adalah tanah yang kedalamannya 90
cm yaitu sekitar 64.131 Ha. atau 51,35 %.
Luas tanah yang terkena erosi di Kabupaten Bangkalan seluas
37.232 Ha (sekitar 29,81 %) dari luas wilayah Kabupaten Bangkalan. Di
Kecamatan Kamal tidak dijumpai adanya erosi, sedangkan kecamatan
yang telah terkena erosi lebih dari 50 % adalah Kecamatan Geger, Sepulu
dan Galis. Namun, drainase tergenang periodik dan tergenang terus
menerus tersebar sporadis di daerah pesisir, sedangkan seluruh wilayah
kecamatan Burneh, Geger, Kokop, Tragah, Tanah Merah, Labang,
Konang dan Galis drainasenya tidak pernah tergenang disebabkan karena
fisiografinya berbukit-bukit.
Faktor pembatas yang dijumpai di Kabupaten Bangkalan berupa
tanah berbatu (tanah tutupan batuan) seluas 2161 Ha (1,84%) yang
tersebar di Kecamatan Tanjung Bumi, Kokop, Kwanyar dan Tragah.
Disamping itu, Kabupaten Bangkalan juga memiliki lahan pertanian
tanaman pangan seluas kurang lebih 98.683,38 Ha atau sekitar 79,03 %
dari luas Kabupaten Bangkalan seluruhnya. Lahan tersebut terdiri atas
sawah teknis seluas 1.956,49 Ha dan tegal seluas 71.751,98 Ha.
Luas lahan kering di Kabupaten Bangkalan mencapai 77.999,63 Ha
yang tersebar di setiap kecamatan. Lahan kering terbanyak terdapat di
Kecamatan Modung (5.580,07 Ha), sedangkan terkecil terdapat di
Kecamatan Bangkalan (279,74 Ha). Lahan kering tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Luas lahan basah seluruhnya mencapai 28.284,85 Ha dengan
bagian terbesar terdapat di Kecamatan Burneh (3.343,3 Ha) dan bagian
pengairan di Kabupaten Bangkalan yang dikelola oleh cabang Dinas
Pekerjaan Umum Pengairan dibagi menjadi 2 (dua) yakni cabang wilayah
seksi pengairan Tanjnung Bumi dan Tanjung. Daerah sawah yang bisa
diairi dari dam/bendungan tersebut adalah sawah teknis seluas 24.794,91
Ha dengan perincian 1.956,49 Ha berasal dari bendungan teknis maupun
semi teknis dan 513 Ha dari bendungan non teknis. (Anonymous, 2010)
2. Jenis Tanah
Pada umumnya tanah di Kabupaten Bangkalan mempunyai tekstur
sedang dan hanya sebagian kecil saja yang bertekstur halus dan kasar.
Sedangkan kedalaman efektif tanah dikaitkan dengan pengusahaan tanah
dan dibagi menjadi 4(empat) kelas yaitu 0-30 cm, 30-60 cm, 60-90 cm dan
lebih dari 90 cm. (Anonymous, 2010)
Berdasarkan peta tanah tinjau, secara umum jenis tanah di
Kabupaten Bangkalan dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu tanah
Zonal dan tanah Azonal. Kelompok tanah Zonal meliputi jenis alluvial,
regosol dan litosol. Sedangkan Kelompok tanah Azonal meliputi jenis-jenis
tanah yang sudah mengalami perkembangan secara lebih sempurna yaitu
grumusol, mediteran dan lain sebagainya.
Tanah dan batuan di Bangkalan terdiri dari 4 jenis yakni tanah
allufium yang mencapai areal seluas 24.400 hektar, jenis elistosin
meliputi luas 16600 hektar, jenis batu gamping seluas 47.294 hektar.
dan jenis miosen sedimen fasies seluas 35594 hektar (Bangkalan
dalam angka 1998). Sebagian tanah di Kabupaten ini kurang cocok
Tabel 3. Letak, Tinggi dan Luas Daerah per Kecamatan Kabupaten Bangkalan
No Kecamatan Ketinggian
Tempat (m dpl) Luas (Ha)
1 Kamal 5 3.925
2 Labang 45 3.523
3 Kwanyar 2 4.778
4 Modung 5 7.888
5 Blega 5 11.792
6 Konang 38 6.688
7 Galis 45 11.781
8 Tanah Merah 47 6.956
9 Tragah 19 3.961
10 Socah 5 5.384
11 Bangkalan 5 3.501
12 Burneh 10 6.610
13 Arosbaya 4 4.127
14 Geger 100 12.340
15 Kokop 80 12.576
16 Tanjung Bumi 2 6.734
17 Sepulu 2 6.907
18 Klampis 2 6.710
Jumlah - 126.181
Penelitian dilakukan pada tanggal 2 Juli – 15 Desember 2013. Penelitian ini
diawali dengan mengambil sampel tanah di Kabupaten Bangkalan, Madura.
Lokasi pengambilan sampel tanah terletak di beberapa desa. Desa tersebut
meliputi : Kecamatan Tanjung Bumi (Tambak Pocok, Banyu Sangkah, Tanjung
Bumi), Kecamatan Klmpis (Buluk Agung, Larangan Glintong, Mrandung),
Kecamatan Tanah Merah (Pacentan, Baipajung, Petrah), Kecamatan Burneh
(Benangkah, Jambu, Binoh), Kecamatan Arosbaya (Ombul, Dlemer, Batonaong)
dan Kecamatan Labang (Petapan, Alang-alang, Sendang Dajah).
Analisa sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Sumber Daya
Lahan Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
Metode yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu metode survey lahan
dan pengambilan sampel tanah didasarkan pada bentuk satuan petak kebun dan
data skunder.
Pelaksanaan Lapang
Sampel tanah diambil pada setiap satuan petak kebun (SPK), dengan
penetapan di 6 kecamatan di kabupaten Bangkalan. Masing- masing kecamatan
diambil 3 desa dimana setiap desa diambil 3 (tiga) titik pengambilan contoh
tanah. Setiap sempel tanah diambil pada kedalam 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60
cm.
1. Evaluasi Kesesuaian Lahan a. Bahan dan Alat Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan berupa data yang
dibedakan menjadi dua macam yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang dihasilkan dari hasil analisa
laboratorium tiap sampel tanah dimana akan dipakai untuk
mengklasifikasikan kesesuaian lahan berdasarkan tabel acuan
kesesuaian lahan untuk tanaman tebu.
Tabel 4. Data Primer untuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Sifat Fisik Sifat Kimia
a. Tekstur tanah
b. Permeabilitas tanah (m/jam) c. Porositas Tanah
d. Bahan Kasar (%) e. Kedalaman Tanah (cm) f. Kemiringan Lereng (%) g. Bahaya Erosi
h. Bahaya Banjir
i. Batuan di Pemukaan dan Singkapan Batuan (%)
a.
Kapasitas Tukar Kation (cmol/kg)b.
Kejenuhan Basa (%) diperoleh dari nilai basa – basa dapat ditukar yaitu Kdd, Cadd, Nadd,Mgdd
c.
pH H2Od.
C - Organike.
SalinitasSedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi :
1 Data Agroklimatologi daerah penelitian seperti temperatur rerata
per tahun, kelembaban rerata, jumlah curah hujan dalam satu
tahun serta intensitas penyinaran dalam satu tahun.
2 Peta topografi dan peta administrasi skala 1: 50.000, untuk
mengetahui letak, luas dan batas daerah penelitian serta
mengetahui morfologi dan proses geomorfologi.
3 Peta Kemiringan Lereng skala 1: 50.000 untuk mengetahui
kemiringan daerah penelitian..
4 Peta tanah skala 1: 50.000, untuk mengetahui jenis tanah dan
persebarannya di daerah penelitian
5 Peta penggunaan lahan skala 1: 50.000, untuk mengetahui
penggunaan lahan daerah penelitian
6 Tabel Acuan Kesesuaian Tanaman Tebu (Sacharum officinnarum
Linn).
7 Kabupaten Bangkalan Dalam Angka Tahun 2012
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain terdiri dari peta
topografi lahan, landuse dan administrasi yang akan digunakan sebagai
acuan dalam penelitian, bor tanah, kompas, alti meter,clino meter, pisau
lapangan, meteran, cangkul, sekop, GPS, ring sampel, plastik, kertas lebel
dan alat tulis serta beberapa software yang akan digunakan dalam
pengolahan data output yaitu Map Info Professional 10, Arc Map 9.5
b. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium dimana
lapangan, 3) Analisis contoh tanah di laboratorium, 4) Analisis data, 5)
penyusunan hasil (laporan).
1) Persiapan
Tahap persiapan ini dilakukan sebelum turun di lapangan,
Persiapan Survei bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan
di lapang yang meliputi kegiatan penyediaan peta dan data khususnya
untuk wilayah kabupaten Bangkalan serta pengadaan alat dan bahan
yang diperlukan antara lain berupa data lahan sawah, lahan kering, peta
tanah (jenis tanah), peta curah hujan, peta hidrologi, peta tata guna
tanah (land Use), peta pewilayahan komoditi, peta topografi, peta
adminisirasi pemerintahan dan foto udara. Dengan overlay (tumpang
tindih) peta-peta tersebut ditetapkan lokasi/kecamatan serta desa yang
akan disurvai dan disebut dengan peta lapangan.
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam
pengumpulan data/informasi melalui observasi lapangan dan
pengumpulan data sekunder. Dalam teknik ini, data dikumpulkan
dengan mengunjungi obyek yang diteliti serta mengamatinya. Untuk
mendukung informasi yang diperoleh, obyek yang diamati akan
didokumentasikan dalam bentuk gambar serta mengumpulkan
keterangan tambahan dari masyarakat yang ada disekitarnya.
Selanjutnya, informasi yang bersifat sekunder juga dikumpulkan dari
pemerintah desa setempat.
Pada aspek yang bersifat biofisik, survey dilakukan dengan
mengandalkan data sekunder yang tersedia di instansi terkait (Dinas
Pertanian dan Perkebunan) ditambah dengan survey secara langsung
Desa. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mendapatkan sampel tanah yang
akurat dan terstruktur dalam pelaksanaaanya.
2) Kegiatan Lapangan
Kegiatan ini tertuju pada masing-masing satuan peta lahan yang
meliputi pengambilan contoh tanah dan pengamatan lingkungan. Hal
pertama yang dilakukan adalah dengan mengambil sampel tanah pada
18 desa diamana tiap desa akan diambil tiga titik pengambilan sampel
tanah pada masing-masing kedalaman tanah antara 0-20 cm, 20-40 cm
dan 40-60 cm Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan pengeboran
pada setiap satuan petak tanah. Kemudian setiap lokasi pengambilan
sampel tanah ditelusuri dengan GPS untuk mengetahui kordinat dan
ketinggiannya.
Setiap lokasi pengambilan sampel tanah, dilakukan pengisian
lembar deskripsi lahan. Deskripsi lahan dilakukan dengan mengisi
lembar deskripsi setelah melakukan pengambilan sampel tanah dengan
menggunakan bor dengan menggunakan metode acak. Lembar
deskripsi berisi tentang deskripsi umum daerah pengambilan sampel
tanah( satuan peta, relief, lereng, aliran permukaan, drainase, dan erosi)
serta deskripsi profil tanah (warna, tekstur, batu, struktur, karatan,
konsistensi, pori tanah, dll)
3) Analisis Contoh Tanah di Laboratorium
Contoh tanah yang diambil dari lapangan dilakukan pengeringan
hingga bersifat kering udara. Selanjutnya contoh tanah diayak lolos 2
mm untuk sifat fisik tanah dan lolos ayakan 0,5 mm untuk fisika kimia