• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI A. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Efektifitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Efektifitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang telah dicapai. Efektifitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh Etzioni dkk dalam bukunya organisasi-organisasi modern yang mendefinisikan efektifitas, sebagai berikut: “Sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran” (Etzioni dkk, 1985:98).

Terdapat banyak rumusan efektifitas, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992:219) dikemukakan efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi efektifitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan.

Komaruddin (1994:294) mengungkapkan definisi efektifitas, efektifitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkatan keberhasilan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.Pada dasarnya dalam memaknai efektifitas setiap orang dapat memberi arti yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan masing-masing.

Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan definisi efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Efektivitas organisasi adalah konsep tentang efektif dimana sebuah organisasi bertujuan untuk menghasilkan.

(2)

Organizational effectiveness (efektivitas organisasi) dapat dilakukan dengan memperhatikan kepuasan pelanggan, pencapaian visi orgaisasi, pemenuhan aspirasi, menghasilkan keuntungan bagi organisasi, pengembangan sumber daya manusia organisasi dan aspirasi yang dimiliki, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat di luar organisasi.

Efektivitas dapat didefinisikan dengan empat hal yang menggambarkan tentang efektivitas, yaitu :

1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya.

2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik.

3. Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi hasil yang bermanfaat.

4. Menangani tantangan masa depan Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan.

Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.

Efektivitas menurut Hidayat (1986:78) yang menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Adapun pengertian efektivitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984:45) adalah : “Efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“. Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

(3)

2. Pengukuran Terhadap Efektifitas

Pencapaian hasil efektifitas yang dilakukan oleh suatu organisasi menurut (Jones,1994:32) terdiri dari tiga tahap, yakni input, conversion, dan output atau masukan, perubahan dan hasil. Input meliputi semua sumber daya yang dimiliki, informasi dan pengetahuan, bahan-bahan mentah serta modal. Pada tahap input, tingkat efisiensi sumber daya yang dimiliki sangat menentukan kemampuan yang dimiliki. Tahap conversion ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, manajemen dan penggunaan teknologiagar dapat menghasilkan nilai.

Tahap ini, tingkat keahlian SDM dan daya tanggap organisasi terhadap perubahan lingkungan sangat menentukan tingkat produktifitasnya. Sedangkan dalam tahap output, pelayanan yang diberikan merupakan hasil dari penggunaan teknologi dan keahlian SDM. Organisasi yang dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara efisien dapat meningkatkan kemampuannya untuk meningkatkan pelayanan dengan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Gomes (2003:88) memberi tipe-tipe kriteria efektifitas program. Suatu program bisa dievaluasi berdasarkan: (1) reactions, (2) learning, (3) behaviors, (4) organizational results. Melalui reactions(reaksi) dapat diketahui opini dari para peserta mengenai program yang diberikan. Proses learning(belajar) memberikan informasi yang ingin diperoleh melalui penguasaan konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelaksanaan. Behaviors(perilaku) dari peserta, sebelum dan sesudah pelaksanaan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelaksanaan terhadap peserta. Organizational results(dampak pelaksanaan) untuk menguji dampak pelaksanaan terhadap peserta secara keseluruhan.

(4)

3. Perspektif Efektifitas

Efektifitas dipandang dari tiga perspektif menurut pendapat Gibson (1997:14), yaitu :

a. Efektifitas dari perspektif individu b. Efektifitas dari perspektif kelompok c. Efektifitas dari perspektif organisasi

Efektifitas individu berada pada bagian dasar dalam konteks efektifitas individu.Perspektif individu menekankan pada penampilan setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya.Kemampuan individu dalam melaksanakan tugasnya secara efektif sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti : keterampilan, pengetahuan, kecakapan, sikap, motivasi, dan tekanan atau stress.

Jika individu mengalami stres maka itu dapat menggangu konsentrasi belajarnya dan ini menjadi tanggung jawab kita semua guru di sekolah dan orang tua di rumah. Jika orang tua dan guru tidak bekerha sama dengan baik dalam memecahkan masalah yang menimpa muridnya di hawatirkan akan terjadi hal negativ tentu ini bukan apa yang kita harapkan. Masa remaja adalah masa dimana individu atau siswa lebih condong terpengaruh ke hal negatif dan ini harus kita cegah sejak dini.

Efektifitas organisasi seperti dinyatakan diatas merupakan perspektif yang ketiga.Hal ini terjadi karena adanya individu-individu dan kelompok-kelompok .oleh karena itu efektifitas organisasi tercipta karena adanya efektifitas individu dan efektifitas kelompok. Walaupun demikian efektifitas organisasi tidak hanya sekedar kumpulan efektifitas individu dan efektifitas kelompok melainkan karena organisasi merupakan sustu system kerjasama yang kompleks, maka efektifitas ditentukan juga oleh factor-faktor seperti lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses, dan iklim kerjasama.(Gibson, 1997:57).

(5)

B. Teknik Menulis Ekspresif 1. Pengertian Menulis Ekspresif

Dijelaskan oleh Prakosa (2008:76) Menulis ekspresif adalah buku yang dikhususkan untuk mencatat kejadian - kejadian dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan suasana hati (mood) penulisnya.Pada umumnya, buku harian berisi halaman polos dengan sampul yang bertuliskan buku harian atau diary.Sekarang, telah banyak tersedia buku harian yang beraneka macam dengan isi kertas yang berwarn-warni, dilengkapi dengan gambar, dan ada pula yang disertai dengan kunci.

Pada umumnya, penulis buku harian mengisi buku hariannya dengan kejadian-kejadian yang baru dialami kemarin atau hari ini. Namun, sebenarnya buku harian dapat diisi dengan kejadian-kejadian masa lalu dan masa depan. Buku harian dapat diisi dengan kejadian-kejadian penting atauperistiwa mengesankan yang pernah terjadi sebulan, setahun, atau bertahun-tahun yang lalu.Pemikiran atau perasaan tentang kejadian masa lalu bisa saja tiba-tiba muncul dalam ingatan.Misalnya, ketika berada di suatu tempat, pikiranmu menerawang pada suatu kejadian di masa SD.

Pada waktu itu kamu pernah tidak berani pulang karena berantem dengan kakakmu sehingga kamu bersembunyi di tempat itu. Ketika SD, seseorang belum terpikir untuk menulis buku harian. Masa itu juga tidak mungkin akan kembali. Tapi ingatan itu bisa datang hari ini misalnya saat melamun atau berbincang dengan kakak sehingga pengalaman itu dapat dituliskan pada masa kini.

Psikolog klinis John F Evans Ed.D mendefinsikan menulis ekspresif sebagai menulis pribadi dan emosional tanpa memperhatikan bentuk atau konvensi penulisan seperti ejaan, tanda baca, dan aturan tulisan. Ketika Anda menulis ekspresif, Anda tidak perlu menggunakan bahasa formal, Anda hanya perlu menggunakan bahasa sendiri dan menuliskan apa yang ingin Anda tulis.

(6)

Ini sangat memudahkan bagi siswa karena siswa bisa dengan bebas menuangkan segala bentuk apa yang ada dalam pikirannya dengan bebas tampa takut akan kesalahan cara penulis atau ejaan yang kurang benar.

Proses menulis ekspresif ini tergolong tidak membutuhkan daya pikir yang kuat berbeda dengan penulisan yang lainnya.

John F. Evans memberikan teknik sederhana agar Anda dapat menulis ekspresif lebih maksimal. Tekniknya sebagai berikut :

1. Waktu

Ambil waktu 20 menit per hari selama 4 hari berturut-turut 2. Topik

Pilih topik yang menurut anda sangat bersifat pribadi dan penting untuk Anda 3. Tulis secara terus menerus anda tidak perlu risau tentang aturan penulisan, tata bahasa dan lain sebagainya. Tulis apa yang ingin anda tulis dan ekspresikan diri anda

4. Tulis hanya untuk diri anda. Jangan ragu untuk menuliskan hal-hal yang sangat pribadi. Apa yang anda tulis hanya untuk diri anda sendiri, jadi jangan malu atau risau tentang isi tulisan anda. Hanya anda yang tau apa yang anda tuliskan

5. Ketahui batasan anda. Ketika anda mulai menuliskan sesuatu tetapi kemudian anda merasa bahwa kejadian tersebut membuat anda semakin stres, maka berhentilah menulis

6. Harapkan sesuatu. Ketika Anda selesai menulis ekpresif, mungkin Anda akan merasa sedikit sedih atau down tetapi hal ini akan hilang dalam satu atau dua jam

Dan menurut pendapat saya sendiri metode menulis ekspresif ini bagus daripada kalau mempunyai masalah lari ke hal yang negatif mending kita tuangkan rasa kesal kita ke dalam sebuah tulisan, dan tulisan yang kita tulis orang lain tidak akan tau cuma kita sendiri yang tau tidak harus menggunakan ejaan atau bahasa yang formal karena tulisan yang kita tulis itu terserah memakai bahasa sendiri semakin agresif akan semakin bagus.

Menulis ekspresif adalah teknik melepas tekanan mental atau emosi dan juga dikenal dengan nama mental house cleaning. Adapun cara teknik ini adalah sebagai berikut:

1. Tulislah apapun yang anda rasakan menggunakan tulisan tangan, tidak boleh diketik. Apapun yang ada dalam pikiran yang memberatkan boleh ditulis.

(7)

Semakin kasar (kata-kata kotor, seperti misuh, jawa.red), agresif, dan ekspresif lebih baik;

2. Setelah emosi reda, pikiran dan perasaaan sudah terasa nyaman, akhiri tulisan dengan memaafkan orang yang telah menyakiti kita. Akan lebih baik lagi, doakan orang yang telah menyakiti itu agar sehat, selamat dan bahagia; 3. Hasil tulisan tangan jangan disimpan. Remaslah dengan penuh emosi yang

sangat kuat, remas dan rasakan bahwa Anda melepaskan dan membuang emosi negatif tersebut, lalu lemparkan sekeras-kerasnya kertas tersebut ke tembok;

4. Tarik napas panjang dan hembuskan sampai 7 kali, lalu ambil lagi dan bakarlah kertas tersebut sebagai metafora bahwa emosi yang mengganggu tersebut telah lenyap;

5. Rasakan dan syukuri bahwa diri Anda jauh lebih baik dari sebelumnya; 6. Lakukan berturut-turut sampai beberapa hari. Alangkah lebih baiknya

dilakukan menjelang tidur malam.

Teknik ini menjadi salah satu teknik favorit saya untuk membantu klien yang membutuhkan penanganan yang sangat cepat, karena efektif, praktis dan efisien.Pernah suatu ketika saya mendapati klien yang telah memiliki gangguan pernapasan dan telah di periksakan ke dokter hasilnya positif tidak ada gangguan pada paru-paru klien saya ini. Setelah melalui tahap interview dan mengisi form terapi, akhirnya saya bantu menggunakan teknik diatas dan sembuh. Rupanya klien ini dalam tiga bulan terakhir sering marah, dendam, dan benci terhadap kolega di kantornya yang selalu menang sendiri.Namun klien saya ini tidak kuasa untuk mengatakannya dan hanya dipendam dalam hati, yang akhirnya justru menyerang tubuh fisiknya (penyakit psikosomatis).

2. Manfaat Menulis Ekspresif

Dalam penulisan ekspresif tentu akan membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya secara mengurangi tingkat kesulitan belajarnya. Jika kita bisa menerapkan metode menulis ekspresif pada anak maka kesulitan

(8)

belajar yang terjadi pada anak tersebut akan terkurangi. Sehingga mudah baginya dalam menangkap pelajaran apa yang guru berikan. Adapun manfaat menulis buku harian:

a. Menjadi sahabat di kala sepi

Buku harian adalah teman yang paling baik di kala kita merasa sendiri atau sepi.Pada waktu kita sendiri, biasanya banyak bermacam-macam ide yang munculdi kepala kita.Bisa jadi ide itu hanya muncul sekali saja.Agar tidak kehilangan kesempatan, kita bisa menuangkan ide-ide yang muncul itu pada buku harian kita.

Buku harian adalah teman yang paling setia dan jujur. Kita dapat bercerita apa saja pada buku harian kita. Selain itu, buku harian tidak akan menceritakan pada orang lain apa yang kita ceritakan.

b. Sarana untuk mengelola emosi

Para penulis buku harian pada umumnya menggunakan buku harian untuk menampung semua rasa kesal, duka, sedih, dan perasaan negatif lainnya. Emosi negatif ini memang harus dicurahkan sebab jika tidak ia akan menjadi beban pikiran.Buku harian merupakan tempat mencurahkan perasaan dan meredam emosi yang paling aman dan murah.

Kita bisa mengungkapkan rasa jengkel kita karena dimarahi ibu kos karena pulang telat atau karena teman kita telah menginfeksi virus pada komputer kita. Atau bahkan untuk menyalurkan perasaan cinta terpendam pada seseorang.Dengan menulis buku harian, kita juga akan dapat menilai diri kita. Kita dapat saja berpikir bahwa kita adalah seseorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan tapi pada praktiknya orang melihat diri kita sebagai orang yang kurang bisa mempimpin.

Apakah kamu seorang pemimpin atau bukan, kamu dapat menganalisis dirimu melalui buku harian pada suatu hari kelak.Kalau kamu sekarang sebagai pekerja, kamu dapat melihat buku harianmu ketika SMP, SMA, dan kuliah. Dengan membacanya lagi, kamu akan dapat melihat kelakuan mana yang salah dan mana yang benar. Kamu sendiri akan dapat melihat perkembangan kamu dari waktu ke

(9)

waktu. Dan kamu dapat menilai dirimu sendiri karena buku harian ditulis dengan jujur.

c. Menyembuhkan trauma

Dengan menulis pengalaman emosional, seseorang dapat menyembuhkan trauma psikis dan fisiknya. James W. Pennebaker, psikolog dari University of Texas, dengan penelitiannya telah membuktikan bahwa menuliskan perasaan-perasaanmu dapat membawa pengaruh positif terhadap sistem kekebalan tubuh. Dengan menuliskan perasaan-perasaan negatifnya, penulis itu sendiri akan dapat meredam emosinya dan menyembuhkan ketidakseimbangan emosi yang ada pada dirinya. Bahkan bisa juga meredam gejala-gejala penyakit kronis, misalnya serangan asma dan artritis.Ada salah satu pengalaman dari Dian seorang mahasiswa dari Universitas di Jakarta menceriterakan bahwa menulis dapat menyembuhkan.

Menurut Kuswari (2009:28) ,mengungkapkan menulis merupakan kegiatan yang mengasyikan.Melalui aktivitas menulis tersebut semua kekecewaan dan perasaan-perasaan negatif lainnya dapat sedikit demi sedikit hilang seolah-olah habis ditelan oleh lembaran-lembaran kertas yang ada. Ini artinya menulis dengan metode ekspresif dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dia hadapi.

Masa remaja dimana emosi lebih mendominasi karena masa remaja belum memiliki saringan atau filter yang lebih berbeda dengan masa dwasa yang sudah sarat berpengalaman. Anak remaja harus dikenalkan denga metode menulis ekspresif ini agar mereka tidak salah jalan ketika akan menyelesaikan masalh yang mereka hadapi. Initinya menulis ekspresif adalah kita menuangkan segenap masalah dalam pikiran kita tanpa menyakiti orang lain. Biasanya jika kita memiliki masalah emosi sangat mendominasi dan biasanya mudah cepat tersinggung ini menghawatirkan mudahnya terjadi konflik dengan sesama atau yang lainnya.

(10)

C. Mereduksi Stres Siswa

Stress merupakan kondisi psikofisik yang ada alam diri setiap orang. Artinya stress dialami oleh setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi. Stress bisa dialami oleh siapapun seperti bayi, anak-anak, remaja atau dewasa; dialami oleh pejabat dam rakyat jelata; dialami oleh pengusaha atau karyawan; dialami oleh orang tua atau anak, dialami oleh guru maupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita. Bahkan mungkin stress juga dialami oleh makhluk hidup lainnya (Syamsu Yusuf, 2011:44).

Walter Canon, sekitar tahun 1932 mengemukakan bahwa manusia merespon stress dengan fisik maupun psikis untuk mempersiapkan dirinya, apakah melawan/ mengatasi atau menghindar/ melarikan diri dari stress (fight of flight response). Ketika individu mempersepsikan adanya ancaman, maka tubuhnya secara cepat mereaksinya melalui sistem syaraf simpatik dan sistem endokrin.Respon atau reaksi tubuh itu memobilisasi organism untuk menyerang atau menghindari ancaman tersebut.Canon berpendapat bahwa disatu sisi, respon atau reaksi “fight-or-flight” itu merupakan usaha organisme dapat merespon ancaman secara cepat.Disisi lain, stress itu dapat merugikan, karena mengganggu fungsi emosi dan fisik, serta dapat merugikan kesehatan setiap saat.apabila stress tersebut terus menerus, berarti individu akan mengalami masalah kesehatan selamanya.

Menurut Dadang Hawari (1997: 44-45) istilah stress tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Stress merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya. Apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress.Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya.Dalam banyak hal, manusia cukup cepat pulih dari pengaruh-pengaruh stress.Manusia mempunyai energy penyesuaian diri untuk dipakai bilamana perlu.

Stress dapat diartikan sebagai respon (reaksi) fisik dan psikis, berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan terhadap tuntutan yang dihadapi. Diartikan juga reaksi fisik yang dirasakannya tidak nyaman sebagai dampak dari persepsi

(11)

yang kurang tepat terhadap sesuatu yang mengancam keselamatan dirinya, merusak harga dirinya, meninggalkan keinginan atau kebutuhannya.

Sementara A. Baum (Shelley e. Taylor, 2003:12) mengartikan stress sebagai pengalaman emosional yang disertai perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stress tersebut atau mengakomodasi dampak-dampaknya.

Ketika seseorang mengalami stres, seringkali mengalami kesulitan mengendalikan perilakunya karena pikiran dan perasaannya terpusat pada stress yang dialaminya. Demikian pula dengan stres akademik yang dialami siswa di sekolah.Beberapa kasus yang dialami siswa di sekolah merupakan reaksi dari beban pikiran, dan perasaan siswa atas masalah yang dipersepsi negatif, sehingga siswa tidak mampu menyampaikan pendapat, mengumpulkan informasi dari orang lain, dan bertingkah laku positif. Akibat dari ketidakmampuannya ini, siswa sulit mengenali masalah utama yang terjadi dalam dirinya, dan menganggap orang lain atau lingkungannya sebagai penyebab masalah yang ia alami. Stres tidak dapat dipisahkan dari setiap aspek kehidupan.

Stres merupakan masalah emosional yang dapat dialami oleh siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda. Stres dapat terjadi karena berkembangnya persepsi seseorang terhadap kemampuan diri dalam merespon sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral, atau negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, seseorang dapat merasa lebih stres daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Menurut Mc Kay and Cox (1979:17), stres merupakan suatu gejala yang sangat individual.Stres merupakan hasil penafsiran seseorang mengenai keterlibatannya di dalam lingkungan, baik secara fisik maupun psikososial.

Stres timbul sebagai akibat dari hasil ketidakseimbangan antara persepsi orang itu dengan tuntutan luar. Dengan menggunakan teknik self-instruction dari

(12)

Meichenbaum (Martin & Pear, 2003:76), siswa diajarkan cara untuk: 1) mengenali pikiran-pikiran negative yang dapat mempengaruhi tingkat stres akademik siswa dengan proses identifikasi pikiran negatif, dan 2) setelah mengenali pikiran negatifnya, siswa diarahkan untuk merubah pikiran negatif itu menjadi pikiran positif dengan melatih menyusun pernyataan-pernyataan positif yang diucapkan secara lantang, pelan, berbisik, atau dalam hati, 3) merumuskan perilaku baru untuk mengganti perilaku negatif yang tidak menyenangkan, dan 4) mempertahankan perilaku baru yang lebih baik dengan memberi penguatan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Meichenbaum tersebut, peneliti menguji keefektifan teknik self-instruction untuk menurunkan tingkat stres akademik siswa, dan secara khusus tujuan peneliti membuktikan teknik self-instruction dalam meningkatkan kemampuan subjek merubah penilaian negatif yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan reaksi fisiknya ketika.

Ada empat tahap penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peran teknik self instruction untuk menurunkan stres akademik siswa, yaitu: tahap baseline(A), tahap intervensi pertama (B), tahap intervensi kedua (C), dan tahap intervensi ketiga (D). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan stres akademik, yang ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan menyampaikan pendapat, mengumpulkan informasi, dan melakukan tindakan positif pada diri subjek dibandingkan sebelum mereka menerima perlakuan.

Penelitian ini menghasilkan implikasi teoritik. Pertama, dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa stres akademik yang dialami subjek penelitian diawali dari proses penilai subjektif yang negatif yang mendominasi pikiran individu. Sehingga dapat dikatakan, stres adalah respon negatif seseorang terhadap stimulus yang menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman pada dirinya.Stimulus yang dihadapi subjek biasanya berkaitan dengan motivasi yang ada dalam dirinya seperti; kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, dorongan-dorongan, harapan-harapan, dan sebagainya. Kedua, sesuai dengan hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan, bahwa stres akademik yang dialami siswa diakibatkan dari cara ia

(13)

menilai dan memaknai situasi dan kondisi yang terjadi secara negatif. Pemaknaan yang terjadi dalam diri siswa disebut dengan verbalisasi diri (Meichenbaum, 1993:34).

Apa yang dikatakan pada diri sendiri kemudian memberikan isyarat kepada reaksi tubuh dan tingkah laku. Karena pemaknaan tersebut sangat mempengaruhi reaksi tubuh dan tingkah laku ketika menghadapi situasi dan kondisi yang memicu munculnya stres, maka diperlukan peningkatan kemampuan pada diri siswa untuk dapat merubah proses penilaian atau pemberian makna tersebut agar memberi manfaat bagi diri dan lingkungannya. Di sinilah letak peran verbalisasi diri dalam mengatasi stres yang dialami siswa.

Melalui proses menantang, menghentikan pikiran, dan mengubah pikiran-pikiran negatif, subjek menguji kemampuan penilaian atau pemberian makna terhadap situasi dan kondisi yang mereka hadapi.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa penyebab utama munculnya stress akademik pada siswa adalah bagaimana mereka memberikan penilaian terhadap situasi dan kondisi yang dihadapinya, dan kemudian bagaimana kemampuan dialog internal yang ada dalam dirinya mampu mengalahkan pikiran-pikiran negatif tentang situasi dan kondisi tersebut.

Hasil temuan penelitian adalah secara bertahap subjek dapat mengembangkan kemampuan membuat verbalisasi diri baru yang dapat diukur dari kemampuan subjek menyampaikan pendapat, mengumpulkan data, dan melakukan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada tahap awal sebelum diberi perlakuan, subjek belum dapat melakukan verbalisasi diri dengan baik, sehingga kemampuan yang diharapkan munculuntuk mengetahui perubahan tingkat stres yang dialaminya adalah negatif.

Ketika mereka masuk dalam tahap intervensi, kemampuan itu secara bertahap mengalami peningkatan, dan bertahan hingga tahap akhir.Subjek mampu

(14)

menunjukkan perubahan kemampuan menyampaikan pendapat, mengumpulkan data, dan lebih bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya. Kondisi ini menurut Sunanto (2005) karena sesisesi awal perlakuan dimungkinkan subjek belum beradaptasi dengan tugas (task) yang diberikan. Namun setelah beberapa sesi, kondisi menjadi stabil karena diperkirakan telah terjadi proses adaptasi (penyesuaian).

Terbukti, selama intervensi ini, ketiga subjek memiliki kemampuan menyampaikan pendapatnya dengan lebih baik dan menggunakan pernyataan-pernyataan positif. Ketiga, dari hasil temuan dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa penurunan tingkat stress akademik tidak hanya dibuktikan hanya dengan penurunan intensitas tingkah laku negatif dan kualitas pernyataan yang disampaikan subjek penelitian. Karena, walaupun intensitas tingkah laku negatif dan subjek penelitian mampu menyampaikan pernyataan dengan baik, belum dapat dikatakan tingkat stres akademiknya menurun.Dari hasil temuan dalam penelitian ini, kemampuan untuk menumbuhkan kesadaran diri dan kemauan untuk melakukan perubahan dari dalam diri subjek sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu penurunan tingkat stres akademik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Meichenbaum (1986:67), bahwa seseorang tidak akan dapat mengubah atau mengendalikan tingkahlakunya tanpa orang ter sebut meningkatkan kesadarannya pada bentuk-bentuk tingkah laku (bagaimana dia berpikir, merasakan, dan berperilaku). Bandura (1997:21) juga menyampaikan, bahwa kesadaran diri terhadap reaksi internal merupakan langkah penting yang dapat mengarahkan seseorang mengontrol tingkah laku sehingga dapat mengidentifikasi lebih awal sensasi-sensasi, emosi, dan perilaku untuk mencapai kesadaran diri tersebut. Tentunya kesadaran yang lebih baik lagi agar seseorang tersebut tidak salah mengambil tindakan yang salah karena itu dapat merugikan dirinya atau individu yang lain.

(15)

1. Faktor Penyebab Stres (Stressor)

a. Faktor pemicu stress, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok,yaitu:

Fisik-biologis, seperti: penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya slah satu anggota tubuh, merasa penampilan kurang menari, misalnya wajah yang tidak cantik/ ganteng dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti: terlalu kecil, kurus, pendek atau gemuk) b. Psikologik, seperti: negative thinking (buruk sangka), frustrasi

(kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan, hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi dan keinginan yang diluar kemampuan.

c. Sosial Kehidupan Kelurga

Seperti: hubungan anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak nakal (seperti: suka melawan orang tua, sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan menyalahgunakan obat-obatan terlarang, sikap dan perlakuan keras orang tua, anggota keluarga mengidap gangguan jiwa dan tingat ekonomi kelurga yang rendah.

d. Faktor Pekerjaan

Seperti: kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK, perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan, dan penghasilan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari.

e. Iklim Lingkungan

Seperti: maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan, dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih, kemarau panjang, udara yang sangat dingin/ panas, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor, kemacetan lalu lintas.

(16)

Untuk mengetahui apakah diri kita atau orang lain mengalami stress, dapat dilihat dari gejala-gejalanya, baik fisik maupun psikis.

a. Gejala fisik

Gejala fisik diantaranya sakit kepala, sakit lambung (mag), hypertensi (darah tinggi), sakit kepala, sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan dan sering buang air kecil

b. Gejala psikis

Gejala psikis diantarannya gelisah atau cemas, tidak dapat konsentrasi belajar atau bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap pesimis, hilang rasa humor, malas belajar atau bekerja, sering melamun, dan sering marah-marah atau bersikap agresi (baik secara verbal, seperti kata-kata kasar, dan menghina maupun non-verbal, seperti menempeleng, menendang, membanting pintu dan memecahkan barang-barang.

Stress yang berlebih dan kronis akan mengurangi harga diri, mengganggu kesehatan fisik, emosi dan menyebabkan masalah mental serta berpengaruh pada prestasi akademik siswa, pengembangan pribadi dan profesional. Perlu dicatat bahwa stres berlebih menyebabkan masalah kesehatan fisik, emosional dan mental. Menurut Cox (1990:58) mengkategorikan akibat stres menjadi lima, yaitu:

1. Akibat subjektif, akibat yang dirasakan secara pribadi meliputi, kegelisahan, agresi, kelesuhan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan, harga diri rendah, dan perasaan terpencil.

2. Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku tertentu, meliputi mudah terkena kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi, berperilaku implusif, dan tertawa gelisah.

3. Akibat kognitif, akibat yang mempengaruhi proses berpikir, tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang mampu berkonsentrasi, tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu lama, sangat peka terhadap kecaman dan mengalami rintangan mental.

(17)

4. Akibat fisiologis, akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau kerja alat-alat tubuh, seperti tingkat gula darah meningkat, denyut jantung/ tekanan darah naik, mulut menjadi kering, pupil mata membesar, sebentar-sebentar keringan dingin

5. Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidak puasan kerja, menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi. Jadi, ditempat kerja juga bisa menyebabkan stress. Stres kerja dapat didefinisikan sebagai perubahan kondisi fisik atau mental seseorang dalam menanggapi tempat kerja yang menimbulkan tantangan dinilai atau ancaman bagi karyawan.

Untuk itu stres yang dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran atau kegiatan belajar ndividunya harus segera di atasi dengan sekreatif mungkin untuk menghlangkan rasa jenuh yang dialami oleh siswa tersebut. Adakalanya siswa mengeluarkan seluruh kemampuannya dengan tanpa beban namun, ada kalanya stres yang dialami menyebabkan hilangnya konsentrasi dan minat belajar siswa.

a) Kelebihan tehnik menulis ekspresif

Hernowo (2004: 51) mengungkapkan bahwa menulis dapat digunakan untuk menyibak atau mengungkapkan diri. Dengan menulis seseorang bukan hanya akan menyehatkan fisik dan mental tetapi juga dapat mengenali detail-detail dirinya.

Dari beberapa manfaat menulis yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa menulis bermanfaat untuk mengetahui kemampuan diri dengan aktif berpikir dalam menuangkan ide dan gagasan kedalam sebuah tulisan, menambah wawasan dan informasi, menumbuhkan keberanian dan kreatifitas.

(18)

Dalam menulis sesuatu seseorang membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gangguan ini berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan dalam menulis, sehingga tulisan yang dihasilkan sangat buruk dan hampir tidak dapat dibaca.

D. Mata Pelajaran IPS Sejarah

Sejarah adalah ilmu tentang asal usul dan perkembangan peristiwa yang telah terjadi.Sebagai sebuah pengalaman kolektif manusia, sejarah mempunyai makna pelajaran dan pengalaman hidup sehingga menjadikan manusia lebih arif dan humanis.

1. Pendidikan dan pembelajaran sejarah merupakan proses internalisasi nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan kesejarahan dari serangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik (Wineburg, 2001:11). 2. Sejarah Indonesia merupakan studi atau kajian mengenai berbagai peristiwa

yang terkait dengan asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa lampau untuk menjadi pelajaran dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Sejarah Indonesia dapat juga dimaknai sebagai kajian tentang kemegahan/keunggulan dan nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia untuk ditransformasikan kepada generasi muda sehingga melahirkan generasi bangsa yang unggul dan penuh kearifan. 3. Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan bagian dari mata pelajaran

kelompok A (wajib) yang diberikan pada jenjang pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/MAK). Mata pelajaran Sejarah Indonesia memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa Indonesia.

(19)

Mata Pelajaran Sejarah Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep waktu dan tempat/ruang dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia.

b) Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical thinking) melalui kajian fakta dan peristiwa sejarah secara benar.

c) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa di Kepuluan Indonesia di masa lampau.

d) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap diri sendiri, masyarakat, dan proses terbentuknya Bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.

Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air, melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat dan bangsa.

Mata pelajaran Sejarah sering dikatakan susah oleh para pelajar masa kini. Mereka tidak memahami bahawa Sejarah amat penting untuk masa dpan negara.Jadi mereka yang gagal untuk mempelajari sejarah mereka pasti mengulangi kesilapan orang kita pada masa dahulu.Dengan mempelajari sejarah kita dapat mengenal asal usul kemunculan tulisan, bandar, sistem pemerintahan dan sebagainya.

Setiap rakyat malaysia khususnya anak muda harus mengetahui latar belakang negara kita dan pembentukan negara malaysia itu sendiri kerana ini merupakan sejarah negara kita.oleh itu, terdapat pelbagai kepentingan mempelajari mata pelajaran sejarah.

Mengambil iktibar daripada peristiwa lalu merupakan kepentingan mempelajari Sejarah.Hal ini demikian kerana, mereka yang tidak mempelajari

(20)

sejarah berkemungkinan mengulangnya dan membawa kepada kejatuhan negara. Memetik kata-kata ahli falsafah george santayana mereka yang melupai sejarah pasti akan mengulanginya.

Kesilapan orang terdahulu sewajarnya diambil berat dan bukannya dipandang enteng sahaja kerana kesannya amat menyakitkan.Buktinya pada zaman pendudukan jepun orang kita terdahulu hidup terseksa dan di bunuh tanpa belas kasihan akibat mempercayai janji palsu jepun.Oleh itu, kita wajar mengambil iktibar daripada peritiwa lalu.

Selain itu, mempelajari sejarah dapat menimbulkan rasa patriotisme dalam kalangan masyarakat.Hal ini demikian kerana, jika kita lihat senario pada hari ini, masyarakat tidak lagi menghargai jasa-jasa pejuang tanah air kita yang telah bersusah payah membebaskan negara kita daripada dijajah.Akibat daripada itu semangat patriotisme semakin terhakis dalam diri masyarakat kita terutamanya golongan remaja.

Sambutan hari kemerdekaan juga sering tidak diendahkan oleh para remaja hari ini kerana mereka menganggap sambutan itu tidak mendatangkan apa –apa faedah sedangkan sambutan itu wajib diadakan untuk menghargai jasa-jasa pejuang tanah air. Mereka harus sedar bahawa segala kesenangan dan kebebasan yang mereka perolehi pada hari ini hasil usaha pewira-perwira negara kita.nama mereka sentiasa meniti di bibir pejuang negara kerana harimau mati meninggalkan belang manusia mati meninggalkan nama.

Seterusnya, kita dapat menyedari kepentingan mengekalkan perpaduan kaum.Hal ini demikian kerana, kestabilan negara bergantung kepada perpaduan masyarakat.Negara kita ibarat pokok dan rakyat kita ibarat akar.pokok tidak akan berdiri kukuh tanpa akar begitu juga negara kita. Jika rakyat bersatu padu, negara kita akan aman dan stabil, maka, perpaduan dapat dikekalkan. Negara kita penah mencatatkan sejarah hitam selepas merdeka iaitu tragedi persalahfahaman antara kaum pada 13 mei 1969. Tragedi ini meragut banyak nyawa dan perpaduan negara pada masa itu ibarat telur di hujung tanduk.

(21)

Selepas terjadinya peristiwa hitam itu, kita mestilah sentiasa memastikan bahawa perpaduan antara kaum itu dipelihara agar tragedi itu tidak berulang kembali.Tuntasnya, kepentingan mempelajari mata pelajaran sejarah negara amat penting dalam pembentukan masyarakat yang sentiasa menghayati dan menghargai jasa-jasa pejuang tanah air yang berjuang untuk kebebasan kita pada hari ini. Jadi, pelajar terutamanya tidak sewajarnya mengeluh untuk mempelajari matapelajaran kerana di dalamnya terkandung 1001 iktibar, teladan serta pengajaran untuk pedoman hidup

Tapi ada kalanya belajar sejarah itu sangat membosankan karena kita dituntut untuk mengingat hal-hal yang terjadi di masa lampau untuk itu saat pelajaran sejarah harus dilakukan dengan bervariatif contohnya dengan drama ataupun vidio agar siswa bisa tertarik dan bersemangat kembali untuk mengikuti pelajaran sejarah tersebut.

Menurut Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996, secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan dengan tiga pandangan yaitu:

(1) “perenialisme” yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah mengembangkan tugas sebagai wahana “ transmission of culture”. Pengajaran sejarah hendaklah diajarkan sebagai pengetahuan yang dapat membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap “ the glorius past”. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya agung bangsa di mada lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional.

(2) esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar sejarah harus diasah kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain menghendaki kemampuan berfikir kritis dan

(22)

analitis terutama dikaitkan dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan.

(3) rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum pendidikan sejarah haruslah diarahkan pada kajian yang mengangkut kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah untuk memecahkan permasalahan. Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam sejarah masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan siswa masa kini (Hamid Hasan , 1997:138-139).

Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah. Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan seperti pengembangan rasa kebangsaan, kebanggan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang ( Hamid Hasan , 1997:139).

Hal yang wajar terjadi perbedaan sudut pandang dalam memahami kenyataan sosial termasuk dalam masalah sejarah. Hal ini juga dikemukakan oleh Taufik Abdullah (1996:5) bahwa sejarah sebagai ingatan kolektif memberikan keprihatinan sosial-kultural akan hasrat peneguhan integrasi. Dalam konteks ini, terkaburlah batas-batas antara “ kepastian sejarah” dengan “ kewajaran sejarah” , antara “ apa yang sesungguhnya telah terjadi’ dan “ apa yang semestinya harus terjadi”. Ungkapan lain untuk menjelaskan hal tersebut adalah terbaurlah hasil rekonstruksi kritis terhadap sumber sejarah dengan keinginan akan masa lalu sebagai landasan kearifan masa kini.

Namun usaha untuk menjadikan sejarah sebagai sumber inspirasi ataupun sebagai landasan nilai merupakan hal yang sah, baik secara akademis maupun secara etis (Taufik Abudullah,1996: 7). Pengajaran sejarah lebih bersifat “ confluent” artinya dapat untuk mengembangkan berbagai ranah sekaligus. Ranah kognisi, afeksi dan konasi secara bersama-sama membentuk “ sikap

(23)

keseluruhan”. Aspek kognisi merupakan penggerak perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan dan kemauan untuk bertindak. Kognisi yang salah akan menimbulkan afeksi dan konasi yang salah pula. Afeksi dan konasi yang benar hanya dapat dihasilkan oleh kognasi yang benar (Mar’at, 1982 : 13). Ini berarti bahwa pengajaran sejarah yang salah akan menimbulkan sikap yang salah, palsu atau munafik. Bila salah, maka tindakan lahirnya juga menghasilkan tindakan yang salah ( Moedjanto, 1985: 6).

Berfokus pada fungsi pengajaran sejarah untuk meningkatkan proses penyadaran diri, maka dua aspek didaktik sejarah perlu ditonjolkan yaitu (1) segi teknik penyampaian atau metodenya dan (2) segi substansialnya atau silabus. Kedua aspek terdapat pengaruh timbal balik, keduanya bertalian dengan usia serta tingkat pendidikan anak didik. Prinsip pemilihan substansi dalam didaktif sejarah adalah ( Sartono Kartodirdjo, 1993:254-257):

1. pendekatan secara lokosentris, mulai dengan mengenal lokasi sejarah di sekitarnya

2. pendekatan konsentris, mulai lingkungan dekat meluas ke lingkup nasional terus ke yang internasional

3. temasentris yaitu pilihan tema tertentu yang menarik sekitar pahlawan atau monumen, dan lain sebagainya

4. kronologi: urutan kejadian menurut waktu

5. tingkatan presentasi dari deskriptif-naratif ke deskriptif-analitis, mulai dari cerita tentang “ bagaimana” terjadinya, sampai pada “mengapa”-nya 6. sejarah garis besar dan menyeluruh

Inti pembelajaran sejarah adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap bangsa, jati diri dan budi pekerti kepada anak didik. Buku pelajaran sejarah hendaknya disusun dengan ketentuan-ketentuan ilmiah yang berlandaskan pada tujuan pendidikan nasional ( Hugiono & Poerwantana, 1987:90). Melalui proses belajar sejarah bukan semata-mata menghapal fakta, siswa dapat mengenal kehidupan bangsanya secara lebih baik dan mempersiapkan kehidupan pribadi dan bangsanya yang lebih siap untuk

(24)

jangka selanjutnya ( Hamid Hasan, 1997:141). Sementara itu, Krug (1967:22) berpendapat bahwa pengajaran sejarah bangsa merupakan upaya terbaik untuk memperkuat kesatuan nasional dan untuk menanamkan semangat cinta tanah air dan jiwa patriotik. Sedangkan Sartono Kartodirdjo (1993:258) menyatakan peranan strategis pengajaran sejarah dalam rangka pembangunan bangsa menuntut suatu penyelenggaran pengajaran sejarah sebagai pemahaman dan penyadaran, sehingga mampu membangkitkan semangat pengabdian yang tinggi, penuh rasa tanggung jawab serta kewajiban. Kepekaannya terhadap sejarah akan melahirkan aspirasi dan inspirasi untuk melaksanakan tugasnya sebagai warga negara.

Tujuan mempelajari sejarah tidaklah sama dengan tujuan sejarah, menyangkut persoalan didaktis dan juga filsafat. Tujuan pelajaran sejarah merupakan bagian dari tujuan pendidikan. Sejarah sebagai bahan pelajaran harus disusun searah dengan dasar dan tujuan Pendidikan Nasional (Hugiono & Poerwantana,1987:88).

Anak didik harus mampu menemukan nilai-nilai yang ada pada materi sejarah yang dipelajarinya dan mampu merekonstruksi hubungan antar nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran sejarah tersebut, baik dalam konteks hubungan antar nilai-nilai yang terdapat dalam materi sejarah yang disampaikan secara parsial maupun hubungannya dengan nilai-nilai yang terjadi saat ini. Sebab pengalaman-pengalaman dalam sejarah bukan hanya untuk diketahui, tetapi diharapkan dapat dipakai untuk memperbaiki usaha-usaha di masa mendatang (Imam Barnadib: 1973:45).

Sejarahlah yang menjadi sumber inspirasi dan aspirasi generasi muda dengan pengungkapan model-model tokoh sejarah dan pelbagai bidang. Maka dari itu, sejarah masih relevan untuk dipakai menjadi perbendaharaan suri-tauladan, berkorban untuk tanah air, berdedikasi tinggi dalam pengabdian, tanggung jawab sosial besar, kewajiban serta keterlibatan penuh dalam hal-ihwal bangsa dan tanah air. Sartono Kartodirdjo (Sartono Kartodirdjo, 1993:247) berpendapat bahwa pembelajaran sejarah berkedudukan sangat strategis dalam pendidikan

(25)

nasional sebagai “soko guru” dalam pembangunan bangsa. Pembelajaran sejarah perlu disempurnakan agar dapat berfungsi secara lebih efektif, yaitu penyadaran warga negara dalam melaksanakan tugas kewajibannya dalam rangka pembangunan nasional.

Tujuan pelajaran Sejarah Nasional ialah (a) membangkitkan, mengembangkan, serta memelihara semangat kebangsaan; (b) membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan dalam segala lapangan; (c) membangkitkan hasrat mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia; (d) menyadarkan anak tentang cita-cita nasional untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa ( Moh. Ali, 2005:178).

Melalui pendidikan sejarah yakni dalam bentuk kegiatan belajar mengajar, proses sosialisasi sikap nasionalisme dapat dilaksanakan secara lebih sistematik dan terencana, yaitu melalui proses internalisasi. Proses internalisasi merupakan proses untuk menjadikan suatu sikap sebagai bagian dari kepribadian seseorang. Dalam upaya mensosialisasikan sikap nasionalisme, strategi belajar mengajar pendidikan sejarah dilakukan melalui tahap pengenalan dan pemahaman, tahap penerimaan, dan tahap pengintegrasian (Ibnu Hizam: 2007:289)

E. Kerangka Berfikir

Pembelajaran IPS Sejarah Di MTs

Darul Hikam Cirebon

(26)

Di sekolah juga siswa banyak yang mengalami masalah diantaranya di dalam pelajaran Sejarah siswa suka mengantuk dan selalu tidak memperhatikan karena pelajaran sejarah tidak disukai kebanyakan siswa. Selain itu dibidang akademik,sosial pribadi,karier dan keluarga juga ada pengertian dari masalah masalah tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Masalah akademik

Adapun yang termasuk masalah – masalah akademik, yaitu pemilihan jurusan/konsentrasi, cara belajar, penyelesaian tugas – tugas dan latihan, pencarian serta penggunaan sumber belajar, perencanaan pendidikan lanjutan, kesulitan belajar, dan lain – lain.

2. Masalah sosial pribadi

Adapun yang tergolong dalam masalah – masalah sosial pribadi adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dosen serta staff, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, serta penyelesaian konflik.

3. Masalah karier

Adapun yang tergolong dalam permasalahan karier yaitu pemahaman terhadap jabatan dan tugas – tugas kerja, pemahaman kondisi dan kemampuan diri,

ORANG

TUA

GURU

Teknik Menulis

Ekspresif

(27)

pemahaman kondisi lingkungan, perencanaan dan pengembangan karier, penyesuaian pekerjaan, dan lain – lain.

4. Masalah keluarga

Di dalam masalah keluarga contohnya tidak danya keharmonisan dalam satu rumah tangga ataupun tidak ada dukungan dan bimbingan dari orang tua untuk anaknya.

Sebagian besar permasalahan yang dialami oleh siswa dalam masalah pribadi,social,karier dan masalah belajar disini akan dijelaskan poin-poin dari masalah tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Masalah pribadi

Beberapa permasalahan yang dialami siswa terkait masalah pribadu antara lain:

1) Kurang motivasi untuk mempelajari agama

2) Kurang memahami agama sebagai pedoman hidup

3) Kurang menyadari bahwa setiap perbuatan manusia diawasi oleh Tuhan 4) Masih merasa malas untuk melaksanakan sholat

5) Kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur b. Masalah sosial

Yang tergolong dalam masalah social yang dialami siswa antara lain: 1) Kurang menyenangi kritikan orang lain

2) Kurang memahami tata karma (etika) pergaulan

3) Kurang berminat untuk berpartisipasi dalam kegiatan social 4) Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis

5) Sikap kurang positif terhadap pernikahan 6) Sikap kurang positif terhadap hidup berkeluarga c. Masalah belajar

Beberapa permasalahan yang dialami siswa terkait masalah pribadu antara lain:

1) Kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik 2) Kurang memahami cara belajar yang efektif

(28)

3) Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar 4) Kurang memahami cara membaca buku yang efektif 5) Kurang memahami cara membagi waktu belajar 6) Kurang menyenangi mata pelajaran tertentu d. Masalah karir

Yang tergolong ke dalam permasalahan karir yaitu; 1) Kurang mengetahui cara memilih program studi

2) Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang karir 3) Masih bingung memilih pekerjaan

4) Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan setelah lulus

5) Belum memiliki pilihan perguruan tinggi tertentu, jika setelah lulus tidak masuk dunia kerja.

Didalam masalah-masalah yang ada di atas perlu adanya bimbingan orang tua dan guru agar siswa menyelesaikan masalah tidak ke hal yang negatif karena sebagian besar seseorang yang mempunyai masalah pasti diseleseikan dengan mabuk-mabukan,bunuh diri dll. Maka disini peran orang tua dan guru sangat penting untuk membantu si anak menyelesaikan masalahnya, bantuan dari berbagai pihak juga dibutuhkan agar potensi dan pengembangan diri siswa bisa optimal.

Dalam menyusun rencana bantuan guru harus mempertimbangkan bantuan yang dapat mengakomodasi karakteristik khas siswa sesuai usianya.Salah satu karakteristik khas yang paling menonjol dari siswa yang berada pada masa remaja adalah keinginan untuk bebas dari otoritas orang dewasa dan emosi yang belum stabil.

Ada beberapa model bantuan yang dapat diberikan oleh konselor di sekolah,salah satunya adalah model konseling naratif . Konseling naratif ini digagas oleh White dan Epston pada tahun 1990 dengan sebuah gagasan yang dikenal dengan pengeksternalisasian masalah, memisahkan individu dari masalah, dan menjadikan masalah sebagai masalah yang berada di luar diri individu. Konseling naratif selaras dengan terapi morita yang mencari harmoni

(29)

dengan alam semesta, membiarkan individu merespons sesuatu sesuai dengan stimulus yang diterimanya dan mengumpulkan waktu juga energi untuk mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi.

Teknik yang digunakan adalah menulis ekspresif dengan menggunakan media buku catatan pribadi. Menulis ekspresif diarahkan kepada keterampilan berkomunikasi melalui tulisan dalam menyampaikan apapun yang dirasakan, dipikirkan, dan diinginkan tanpa takut disalahkan oleh orang lain. Teknik ini dapat coba digunakan sebagai salah satu cara dalam mereduksi stres pada remaja yang cenderung ingin menyelesaikan dan menyimpan masalahnya sendiri tanpa campur tangan orangtua.

Dalam konseling naratif, teknik menulis ekspresif merupakan bagian dari langkah pengembangan yang dinamakan konstruksi atau eksplorasi masalah. Bantuan dengan teknik ini akan optimal apabila dilanjutkan pada langkah pengembangan lanjutan yang dikenal dengan langkah dekonstruksi dan rekonstruksi. Langkah dekonstruksi dan rekontruksi ini dapat dikemas dalam bentuk bimbingan konseling baik secara kelompok maupun individual.

Metode menulis ekspresif atau menulis pengalaman emosional telah menjadi kajian yang menarik pada dua dekade belakangan ini. Menurut Poerwadarminta (1976:6), menulis adalah suatu aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Menulis berbeda dengan berbicara. Menulis memiliki suatu kekuatan tersendiri karena menulis adalah suatu bentuk eksplorasi dan ekspresi area pemikiran, emosi dan spiritual yang dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan mengembangkan suatu pemikiran serta kesadaran akan suatu peristiwa (Bolton, 2004:8).

Terapi Menulis adalah suatu aktivitas menulis yang mencerminkan refleksi dan ekspresi klien baik itu karena inisiatif sendiri atau sugesti dari seorang terapis atau peneliti (Wright, 2004:23). Pusat dari terapi menulis lebih pada proses selama menulis daripada hasil dari menulis itu sendiri sehingga penting bahwa menulis adalahsuatu aktivitas yang personal, bebas kritik,

(30)

dan bebas dari aturan bahasa seperti tata bahasa, sintaksis, dan bentuk (Bolton, 2004). Oleh karena itu, menulis dapat disebut sebagai bentuk terapi yang menggunakan teknik sederhana, murah, dan tidak membutuhkan umpan balik.

Teknis menulis ekspresif dianggap mampu mereduksi stres karena saat individu berhasil mengeluarkan emosi-emosi negatifnya (perasaan sedih,kecewa, berduka) ke dalam tulisan, individu tersebut dapat mulai merubah sikap, meningkatkan kreativitas, mengaktifkan memori, memperbaiki kinerja dan kepuasan hidup sehingga meningkatkan kepercayaan diri dan mental individu tersebut.

F. Literatur

Merujuk pada judul dan masalah yang akan di teliti yaitu “Penggunaan Teknik Menulis Ekspresif Dalam Mereduksi Stres Pada Siswa Kelas VIII Di MTs Darul Hikam Cirebon”. Maka perlu adanya literatur yang meneliti fenomena yang sama dalam sudut pandang yang berbeda sehingga di harapkan dapat memperkaya pengetahuan.

Hasil penelitian Rindang Gunawati, Sri Hartati dan Anita Listiara, (2006) Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Mahasiswa dosen Pembimbing Utama Skripsi dengan Stres dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Hasil dari penelitiannya adalah :

1. Ada hubungan negatif antara efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen pembimbing utama skripsi dengan stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Psikologi UNDIP. Semakin tinggi efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen pembimbing utama skripsimaka semakin rendah stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa ProgramStudi Psikologi UNDIP, sebaliknya semakin rendah efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen pembimbing utama skripsi maka semakin tinggi stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Psikologi UNDIP.

(31)

2. Sumbangan efektif efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen pembimbing utama skripsi terhadap stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Psikologi UNDIP ditunjukkan oleh angka 29,3 %. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen pembimbing utama skripsi berpengaruh terhadap stres dalam menyusun skripsi pada mahasiswa Program Studi Psikologi UNDIP sebanyak 29,3%. Sedangkan sisanya sebesar 70,7 % ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkapkan dalam penelitian ini dan diduga turut berpengaruh pada stres dalam menyusun skripsi, misalnya faktor jenis kelamin, status sosial ekonomi, karakteristik kepribadian, strategi koping, suku dan kebudayaan, inteligensi, dan tugas akademik (skripsi).

Hasil penelitian yang di lakukan oleh saudari Nida Ul Hasanah (2011) mengenai Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman Emosional terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama di Universitas Gadjah Mada.

Berdasarkan hasil, proses, dan hal-hal yang sangat memperngaruhi pelaksanaan terapi, didapatkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini, Terapi Menulis Pengalaman Emosional merupakan sarana bantu diri yang terbukti efektif menurunkan depresi pada mahasiswa tahun pertama. Simtom-simtom dan tingkat depresi pada semua subjek mengalami penurunan. Sebelum mengikuti terapi subjek berada pada kategori sedang dan setelah mengikuti terapi subjek berada pada kategori depresi ringan dan normal.

2. Penurunan depresi terjadi karena menulis pengalaman emosional memfasilitasi subjek untuk mengevaluasi, menganalisis, dan menilai kembali kejadian-kejadian menekan yang dialaminya sehingga subjek mendapatkan suatu pemahaman, mengembangkan suatu solusi, memotivasi diri, menerima keadaan yang ada, belajar dari apa yang dialami, memusatkan pemikiran pada hal-hal yang positif, dan menilai hal-hal positif dari suatu kejadian

(32)

Berdasarkan dua literatur di atas peneliti menyimpulkan bahwa judul yang peneliti lakukan berbeda dengan dua judul di atas. Untuk itu penelitian yang akan peneliti lakukan diharapkan mampu memberikan nuansa yang baru dalam menangani stres pada anak ataupun dalam hal depresinya. Penelitian ini di lakukan atas dasar permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan di era modern ini. Untuk itu peneliti merasa ini akan sangat bermanfaat untuk sekolah, guru, atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Cooperative Learning yaitu pembelajaran yang mengarahkan anak untuk saling bekerja sama secara terarah dengan teman kelompoknya, guna tercapai pembelajaran yang efektif

Pada buruh TKBM Pelabuhan Ambon terlihat indikasi adanya ketidak puasan kerja, terlihat dari 10 wawancara tidak langsung yang dilakukan pada.. buruh secara acak,

Dari beberapa definisi diatas tentang efektivitas dan manajemen maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas manajemen adalah pengukuran suatu proses kerja atau mengatur yang

Student Teams Achievement Division dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya. Model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paing banyak diteliti.

a. Kondisi Medan Dataran Tinggi dan Dataran Rendah. Daerah pegunungan dan pantai dilihat dari kondisi lingkungan dan letak geografis jelas berbeda, dimana kedua daerah

Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan

Hal tersebut didukung oleh penelitian Frederick Herzberg yang merumuskan faktor - faktor motivasi menjadi dua cluster yang nantinya bermuara kepada kepuasan dan ketidak puasan