• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Skizofrenia 1. Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Schizein” yang artinya retak atau pecah (split), dan “phren” yang artinya pikiran, yang selalu dihubungkan dengan fungsi emosi. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi (Sianturi, 2014)

Menurut Liza (2009), Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa yang ditandai dengan gejala seperti hilangnya kontak dengan realitas, penyimpangan kepercayaan, penyimpangan isi pikiran, persepsi pendengaran maupun penglihatan, berkurangnya motivasi dan emosi yang tumpul.

Kesimpulannya sebagian besar skizofrenia mengalami gangguan psikotik mayor dan ditandai dengan terganggunya bentuk isi pikiran dan penyimpangan isi pikiran, persepsi, pendengaran maupun penglihatan, berkurangnya motivasi dan emosi.

(2)

7 2. Etiologi

Skizofrenia di diskusikan sebagai suatu penyakit tunggal namun diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak yang serupa (Sadock, 2015). Sementara etiologi atau faktir-faktor yang menyebabkan skizofrenia dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock (1997) sebagai berikut:

a. Model diatesis-stress

Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

b. Faktor biologis

Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan faktor biologis untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenia

(3)

8 c. Faktor biologis/genetika

Penelitian klasik awal tentang genetika dari skizofrenia dilakukan di tahun 1930-an yang menemukan bahwa seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut.

d. Faktor psikososial

Klinisi harus mempertimbangkan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi skizofrenia karena para ahli telah membuktikan bahwa terapi obat saja tidak cukup untuk mendapatkan perbaikan klinis yang maksimal.Secara historis telah diperdebatkan bahwa suatu faktor psikososial secara langsung dan secara kausatif berhubungan dengan perkembangan skizofrenia.

3. Prevalensi

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja.prevalensi tertinggi terdapat di Bali dan Yogyakarta dengan masing- masing 11,1 dan 10,4 per 1.000 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga mengidap skizofrenia/psikosis Hasil dari WHO (2018) sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia.

Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis.

(4)

9

Tercatat sebanyak 48,9% penderita psikosis tidak meminum obat secara rutin dan 51,1% meminum secara rutin. Sebanyak 36,1% penderita yang tidak rutin minum obat dalam satu bulan terakhir beralasan merasa sudah sehat. Sebanyak 33,7% penderita tidak rutin berobat dan 32,6% tidak mampu membeli obat secara rutin (Riskesdas, 2018;WHO, 2018).

4. Tipe-Tipe skizofrenia

Berdasarkan skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan fariabel klinik menurut ICD-10 antara lain sebagai berikut, mendefinisikan dua sub-tipe tambahan, yaitu:

a. Tipe Paranoid

Pada Skizofrenia paranoid ada dua kriteria yaitu delusi dan halusinasi. Gejala yang lain adalah perilaku dan cara bicara yang tidak teratur (Fortinash dan Worret, 2004).

b. Tipe Tidak Terorganisasi (Disorganized Type)

Skizofrenia tipe tidak terorganisasi disebut juga skizofrenia hebefrenik dimana gangguan berpikir dan perasaan yang datar terjadi bersama-sama (Ikawati, 2011).

(5)

10 c. Tipe Katatonik

Gangguan yang nyata dalam aktivitas motorik dimana perilaku mungkin melambat menjadi stupor (diam atau hampir tidak bergerak) namun secara tiba-tiba berubah menjadi agitasi (gelisah) (Nevid, et al., 2005).

d. Tipe Kabur (Undifferentiated Type)

Ada gejala psikotik namun tidak memenuhi kriteria untuk jenis paranoid, tidak terorganisasi, atau katatonik (Fortinash dan Worret, 2004).

e. Tipe Residual

Gejala positif terjadi pada intensitas rendah saja (Ikawati, 2011).

f. Post-Skizofrenik Depresi

Episode depresi yang timbul setelah penyakit skizofrenia dimana beberapa gejala skizofrenia tingkat rendah mungkin masih ada (Ikawati, 2011).

g. Skizofrenia Simple

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada skizofrenia simple adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan (Maramis dan Maramis, 2009).

(6)

11 5. Pedoman Diagnosis

Berdasarkan PPDGJ-III (pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa III) depresi pasca skizofrenia masuk ke dalam F20.4 dengan kriteria sebagai berikut:

a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.

b. Beberapa gejala Skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya).

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-) dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Sedangkan DSM-V dalam panduan penggolongan diagnosis gangguan jiwa menurut (Muslim, 2013) yaitu:

1. Harus ada satu gajala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas:

a.Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya, dan isi pikirannya ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitas berbeda.

b. Delusion of control, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau delusion of influence yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan

(7)

12

tertentu dari luar, atau delusion of passivity, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar, tentang dirinya dimana secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak, tindakan, atau pengindraan khusus.

c. Halusinasi Auditorik antara lain, suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan suatu yang mustahil.

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

a. Halusinasi yang menetap dan panca-indra apa saja apabila disertabaik oleh waham yang mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan efektif yang jelas.

b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan, yang berakibat Inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologism.

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu, atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.

d. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial.

(8)

13 6. Prognosis

Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu baik.Sekitar 25% pasien dapat pulih dari periode awal dan fungsinya dapat kembali. Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, yaitu ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan fungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat (Setiadi, 2006).

7. Penatalaksaaan

Maramis (2009) menyatakan bahwa pengobatan pada pasien skizofrenia harus dilakukan secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

Tatalaksana optimal orang dengan skizofrenia fokus dalam berbagai kelompok gejala dan gangguan kronis. Rencana penatalaksanaan akan dipandu berdasarkan berbagai faktor termasuk fase dari penyakit penderita (akut, stabil atau fase stabilisasi), berat gejala, karakter gejala, gangguan fungsional, serta tujuan tatalaksana individual tertentu. Kombinasi antara tatalaksana farmakologis dan psikososial merupakan tatalaksana yang biasanya dilakukan pada kebanyakan kasus (Tyrer & Silk, 2008).

(9)

14 a. Farmakoterapi

Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit akut atau kronis.Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi.Tujuan pengobatan di sini adalah mengurangi gejala psikotik yang parah.Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu dua sampai tiga minggu.Biarpun masih ada waham dan halusinasi, penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif.

Setelah empat sampai delapan minggu, pasien masuk ke tahap stabilisasi, pada fase ini gejala sudah teratasi. Tetapi resiko relaps masih tinggi, apalagi bila pengobatan terputus atau pasien mengalami stres.

Sesudah gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru pertama kali.Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.

Setelah enam bulan, pasien masuk fase rumatan (maintenance) yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan.Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien (seperti juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang menahun, misalnya diabetes melitus, hipertensi, payah jantung, dan sebagainya).

(10)

15

Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak mengganggu fungsi psikososial pasien. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi dalam dua tahun pertama. Tidak ada dosis standar untuk obat ini, tetapi dosis ditetapkan secara individual.Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping dan respon pasien pada pengobatan sebelumnya.Ada beberapa kondisi khusus yang perlu diperhatikan, misalnya pada wanita hamil lebih dianjurkan haloperidol, karena obat ini mempunyai data keamanan yang paling baik.Pada pasien yang sensitif terhadap efek samping ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik atipik, demikian pula pada pasien yang menunjukkan gejala kognitif atau gejala negatif yang menonjol.

Untuk pasien yang pertama kali mengalami episode skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi compliance atau adherence. Dianjurkan untuk menggunakan antipsikotik atipik atau antipsikotik tipikal tetapi dengan dosis yang rendah.(Maramis & Maramis, 2009).

b. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisis tidak membawa hasil yang diharapkan bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada

(11)

16

penderita skizofrenia karena justru menambah isolasi dan autisme.Yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat.Teknik terapi perilaku kongitif (cognitive behaviour therapy).

Terapi kerja sangat baik untuk mendorong penderita bergaul dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter dengan tujuan agar pasien tidak lagi mengasingkan diri, dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.Pemikiran masalah filsafat atau kesenian bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan karena dapat menambah autisme.Bila dilakukan juga, maka harus ada pemimpin dan ada tujuan yang lebih dahulu sudah ditentukan.

Perlu diperhatikan lingkungan penderita dengan diatur sedemikian rupa sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak.

Lingkungan sekitar yang tidak stabil serta hostilitas dan ikut campur emosional yang dialami pasien dari orang-orang yang dekat dengannya akan membawa resiko tinggi untuk kambuh. Untuk itu terapi keluarga dapat bermanfaat.(Maramis & Maramis, 2009).

8. Peran Okupasi Terapis

Menurut Bruce dan Borg (2002), peran okupasi terapi penting bagi penanganan pasien dengan gangguan jiwa karena program okupasi terapi

(12)

17

menggunakan program terapi yang dapat membantu pasien mengembalikan kemampuan fungsionalnya dan peran dalam lingkungan masyarakat.

Peranan terapis sangat penting dalam membantu pasien dengan gangguan mental, mungkin juga sebagai model, pelatih, konsultan dan bahkan “desainer". Literatur okupasi terapi menyatakan bahwa okupasi terapis menggunakan metode socratic yaitu melanjutkan untuk memperluas perannya sebagai pendidik. Dalam peran ini, terapis adalah sebagai pelatih, model dan kadang-kadang sebagai pengawas yang mendesain, mengoreksi dan memperbaiki pengalaman belajar dan karakteristik.

B. Interaksi Sosial

a. Definisi

Menurus Shaw (Ali, 2004) interaksi sosial adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain.

Adapun Basrowi (2015) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia.Bentuknya

(13)

18

tidak hanya bersifat kerjasama, tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.

b. Proses terjadinya interaksi sosial

Interaksi dapat terjadi apabila salah seorang individu melakukan aksi terhadap orang lain dan kemudian mendapatkan balasan sebagai reaksinya.interaksi sosial dapat terjadi apabila dua belah pihak saling berhubungan dan melakukan tindakan timbal balik atau lebih dikenal dengan istilah aksi-reaksi.

Menurut Soerjono Soekanto, membagi proses terjadinya interaksi dalam dua bagian, yaitu pola hubungan asosiatif meliputi kerjasama (coopperation) dan akomodasi (accommodation) atau sebuah upaya untuk meredakan pertentangan dengan cara mengurangi tuntutan-tuntutan. Penulis menggunakan dua bentuk, diantaranya kompromi (compromise) dan toleransi.Konteks yang dibahas tentang keteraturan masyarakat yang diartikan dengan tidak adanya konflik, penulis tetap tidak mengingkari tentang konsep teori disosiatif sebagai pola interaksi. Proses disasosiatif,

(14)

19

meliputi bentuk persaingan (compotition).Adapun upaya untuk mencari hubungannya penulis menggunakan teori konflik.

c. Manfaat interaksi sosial

Manfaat interaksi sosial dapat terjadi bila antar dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan.

Dampak interaksi sosial secara positif:

1. Terpenuhinya kebutuhan individu dan kelompok yang tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa adanya interaksi dengan orang lain.

2. Kerjasama manusia yang terus berkembang seiring dengan makin kompleksnya kebutuhan dan situasi masyarakat saat ini.

3. Hubungan sosial antara dua atau lebih kelompok sosial yang berbeda akan terintegrasi lebih kuat karena timbulnya solidaritas dan kesetiakawanan yang tinggi.

4. Individu- individu yang berbeda akan saling kenal

5. Tercapainya kestabilan antara dua/ lebih kelompok yang bertikai

6. Lahirnya unsur kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan atau mengeliminasi kebudayaan asli yang mendukungnya.

7. Terjadinya negosiasi antara pihak- pihak yang bertikai.

(15)

20 d. Gangguan pada interaksi sosial

Gangguan interaksi sosial pada tahun 2011 sebanyak 553, gangguan jiwa yang terjadi pada interaksi sosial maka perlu menjadi perhatian dan penanganan khusus bagi individu, keluarga, kemampuan dalam melakukan interaksi sosial karena pengalaman yang tidak menyenangkan dan pikiran negative yang muncul pada individu dengan terapi positif. Klien dengan interaksi sosial dan motivasi dalam melakukan interaksi sosial dengan diberikan terapi perilaku kognitif akan mempunyai persepsi yang positif dan klien mengetahui pentingnya interaksi sosial.

1. Persaingan

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu.

2. Pertentangan atau pertikaian

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu ahtau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.

3. Perubahan sosial

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

(16)

21

e. Penanganan pada gangguan interaksi sosial 1. Terapi kognitif

Terapi kognitif untuk membantu pasien menemukan kebiasaan alam bawah sadar yang menyebabkan penyakit ini. Penyakit kejiwaan ini sering disebabkan pasien memiliki konsep pemikiran tanpa dasar logika dalam jangka waktu yang lama. Oleh karenanya, terapi perilaku dan pelatihan secara psikologis dilakukan untuk memperbaiki cara berpikir yang salah.

2. Obat

Obat-obatan yang sangat penting untuk mengendalikan gejala skizofrenia adalah antipsikotik melalui oral atau suntikan.Obat antipsikotik ini bisa membantu meringankan gejala.

2. Terapielektrokonvulsif

Terapi elektrokonvulsif merupakan metode yang paling efektif, untuk meredakan keinginan bunuh diri, mengatasi gejala depresi berat, dan menangani psikosis.

(17)

22 C. Aktivitas Berjualan

1. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), berjualan berasal dari kata dasar jual, berjualan memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja sehingga berjualan dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya.Dalam kegiatan jual-beli interaksi sosial merupakan suatu hal yang penting.

Berjualan berasal dari kata dasar jual.Berjualan memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja sehingga berjualan dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Dalam proses berjualan atau berdagang akan ada hubungan antara penjual dan pembeli, dengan begitu penjual akan mengetahui apa yang diinginkan oleh pembeli. Dalam hal ini pasien adalah seorang penjual yang mempunyai tugas melayani pembeli dengan baik sehingga pasien dituntut untuk selalu berkomunikasi, melakukan kontak sosial dan bersikap ramah dengan pembeli.

Aktivitas berjualan adalah aktivitas atau bisnis menjual produk atau jasa. Dalam proses berjualan penjual atau penyedia barang jasa memberikan kepemilikan suatu komoditas kepada pembeli untuk suatu harga tertentu.

(18)

23

Jadi kesimpulan dari berjualan adalah kegiatan interaksi jual beli antara pembeli dan pedagang untuk mencapai kesepakatan bersama antara penjual dan pembeli.

2. Jenis-jenis berjualan

Tenik berjualan melipuri beberapa cara diantaranya:

a. Face to face merupakan jenis strategi pemasaran dimana penjual akan menjual secara langsung produknya kepada konsumen.

b. Media sosial atau online shope penjualan ini berlangsung tidak langsung.

c. Poin of purchase merupakan strategi marketing dengan cara menempatkan material marketing atau iklan didekat produk yang sedang di promosikan.

3. Manfaat berjualan

Berjualan merupakan suatu hal yang menyenangkan bahkahkan menjadi hobi bagi sebagian orang.Berjualan dapat dilakukan oleh semua orang.Berjualan dapat dilakukan oleh semua orang tanpa ada batasan apapun.

a. Menambah percaya diri

Yaitu modal utama yang harus dimiliki oleh orang yang akan berjualan. Dengan melakukan berjualan membuat tingkat percaya diri

(19)

24

kita bertambah. Tanpa adanya percaya diri maka berjualan pun tidak akan berjalan.

b. Menambah pengalaman dan wawasan

Yaitu banyak pengalaman dan wawasan yang dapat bari berjualan.

Semakin lama kita berjualan, semakin banyak pula pengalaman dan wawasan yang kita peroleh.

c. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan

Yaitu jiwa kewirausahaanakan timbul dan tubuh dengan sendirinya melalui berjualan, dengan cara mencari ide dan strategi berjualan, jiwa kewirausahaan pun akan tubuh semakin kuat.

a. Memperluas pergaulan

Yaitu berjualan merupakan interaksi jual beli antara penjual dan pembeli. Seorang pedagang akan berusaha mencari konsumen dalam memasarkan produknya.

4. Prasyarat berjualan

a. Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan praktek jual beli

b. Dapat membedakan transaksi yang baik dan buruk bagi dirinya sehingga dapat menguntungkan dalam transaksi yang dilakukannya

c. Pemilik memberi izin terhadap apa yang dilakukannya

(20)

25

d. Penjual tidak diperkenankan menyembunyikan cacat dari suatu barang ketika melakukan jual beli.

D. Kerangka Acuan Yang Digunakan

a. Kerangka acuan kognitif perilaku

Kerangka acuan yang digunakan adalah kerangka acuan kognitif perilaku karena kerangka acuan ini menekankan perubahan pikiran pasien yang mampu untuk menghasilkan perilaku spesifik dari diri pasien dan mengembangkan pengetahuan dasar untuk memecahkan permasalahan (Bruce & Borg, 2002).

Menurut Bruce & Borg (2002) berikut adalah strategi dalam kerangka acuan kognitif perilaku yaitu:

1. Listening for Must (mendengarkan apa yang harus dikerjakan)

Tidak semua difokuskan pada ‘must’ ataupun mempermasalahkan kepercayaannya akan tetapi mendengarkan pesan ‘must’. Terapis mengidentifikasi apa-apa yang harus dikerjakan selama seminggu di rumah atau tempat bekerja. Kemudian membantu klien melihat bagaimana „must‟ tersebut mempunyai kontribusi terhadap perasaan klien.

(21)

26 2. Penggunaan media film dan visual

Menayangkan interaksi sosial dan perilaku untuk menyikapi tugas yang efektif kemudian terapis menjelaskan diskusi setelah selesai melihat permainan peran sesuai skenario apa yang telah dilihat sebagai model.

3.Pengembangan pengetahuan lewat membaca

Pengembangan pengetahuan lewat membaca dengan psikoedukasional misalnya artikel pendek dan bosur.

4. Modelling dan pemainan peran

Modelling merupakan metode pembelajaran yang cepat, yaitu terapis

memberikan contoh aktivitas yang akan dikerjakan dari awal sampai akhir dan setelah itu pasien meniru apa yang sudah dicontohkan oleh terapis.

Role play yang terdiri atas rehearsal, modelling, dan coaching.Terapis

berpartisipasi aktif kemudian klien „rehearse‟verbal dan nonverbal.Terapis dan klien memberi feedback.

5. Individu belajar hak-nya

Mengembangkan asertif dan identifikasi hak pribadi melalui model simbol, peran lain, dan instruksional.

(22)

27 6. Reinforcement (penguatan)

Reinforcement adalah sesuatu yang diberikan mengikuti suatu

perilaku akan meningkatkan kesukaan pasien untuk mengulang perilaku tersebut. Terapis memberikan penguatan apabila pasien berusaha melakukan tugas dengan baik dan benar.Penguatan yang diberikan dapat berupa pujian, makanan dan lain-lain.

7. Modelling and Physical Guidance

Lewat model klien praktek sampai dia sukses baru meningkat tahapan berikutnya.Physical Guidance yaitu terapis membantu pasien apabila pasien mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses terapi.

8. Problem Solving

Strategi ini digunakan Okupasi Terapi untuk membantu pasien mengidentifikasi dan merubah pikiran irasional mereka, kemudian mengambil pembelajaran tersebut dan menggunakan dalam kehidupan nyata, agar pasien dapat mengaplikasikannya dengan cara mengambil keputusan untuk memecahkan suatu masalah. Problem solving terbagi menjadi empat yaitu think aloud, task analysis, goalplan-do-check, dan creative problem solving.

(23)

28 9. Homework

Staregi ini dilakukan okupasi terapi dengan cara terapis memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada pasien. Lebih sering digunakan daripada memberikan latihan verbal, biasanya dapat diselesaikan dalam waktu singkat.

Peran Okupasi Terapi penting bagi penanganan pasien dengan kondisi ini karena program okupasi terapi menggunakan program terapi yang dapat membantu pasien mengembalikan kemampuan fungsional dalam melakukan tugas dan peran dalam lingkungan masyarakat (Bruce &

Borg, 2002).

D. Pro kontra ahli

1. Kelebihan dan kekurangan kerangka acuan kognitive perilaku

a. Kelebihan Kerangka Acuan Kognitif Perilaku

Menurut Bruce & Borg (2002) kerangka acuan kognitif perilaku mampu meningkatkan pemahaman dalam proses belajar sehingga dapat memberi hasil yang didukung dengan pemberian reinforcement (penguatan). Okupasi Terapi membantu dalam memberikan intervensi kepada pasien yang mengalami gangguan dalam memecahkan masalah (problem solving).

(24)

29

b. Kelemahan Kerangka Acuan Kognitif Perilaku

Kelemahan kerangka acuan kognitif perilaku ini yaitu sulitnya untuk mengubah keyakinan seseorang terhadap apa yang telah diyakini sebelumnya. Kurangnya kemampuan dalam perkembangan kognitif membuat seseorang menjadi kesulitan dalam memahami sesuatu.Selain itu, kelemahan kerangka acuan kognitif perilaku hanya dapat diterapkan pada pasien yang mempunyai level kognitif 5 dan 6 (level tinggi) (Bruce & Borg, 2002).

F. Kecenderungan Penulis

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah kerangka acuan kognitif perilaku cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan jiwa diantaranya adalah pasien skizofrenia. Dalam kasus ini alasan pemilihan kerangka acuan kognitif perilaku karena pasien memiliki level kognitif tinggi karena kerangka acuan ini mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif dengan menggunakan kemampuan kognitif pasien. Dengan pemberian intervensi menggunakan kerangka acuan kognitif perilaku diharapkan pasien dapat merubah pola pikirnya dan pada akhirnya akan diikuti dengan perubahan perilaku yang diinginkan yaitu meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya (Bruce & Borg, 2002).

(25)

30

Disini penulis memilih aktivitas berkebun karena dapat memfasilitasi adanya kerjasama sebagai sebuah terapi kelompok yang menuntut adanya komunikasi antar anggota sehingga mampu mengerjakan tugas dan menyelesaikan tugas secara bersama-sama.Dari aktivitas berkebun tersebut, diharapkan pasien mampu meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya.

Referensi

Dokumen terkait

7.1 Pasien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan dengan meminta dengan baik, menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik. 7.2

Komunikasi perawat-klien adalah proses pengiriman atau pertukaran informasi dan pesan dari perawat ke pasien atau sebaliknya baik secara verbal maupun non verbal

Terapi diit dapat disesuaikan dengan keadaan tubuh penderita sehingga akan mencapai berat badan normal serta dapat berguna dalam kegiatan sehari-hari penderita. Syarat

Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada

(8) Social participation, penderita skizofrenia biasanya mengalami masalah pada kemampuan interaksi sosialnya yaitu saat berhubungan dengan teman, keluarga maupun

Kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh perawat meliputi (French dan Caplan, 1973 dalam Hart,1988) : Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat

Pemberian psikoterapi CBT disamping terapi standar diharapkan akan memberikan coping yang baik pada penderita kanker serviks stadium lanjut yang pada umumnya dapat

Olahraga yang teratur apapun itu, baik untuk kesehatan kita seperti senam, berenang, jalan kaki, yoga, waitangkung, taichi, dan lain-lain. Berolahraga bersama orang