TIPOMORFOLOGI RUMAH SUKU TALANG MAMAK
STUDI KASUS DI KECAMATAN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU
Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi S-2 Arsitektur
Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan
diajukan oleh Gun Faisal 11/321784/PTK/07393
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 2 April 2013
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Shalawat dan salam tak lupa juga diserahkan kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW.
Tulisan ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar S2 Teknik Arsitektur, Jurusan Teknik Arsitektur dan
Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada dengan Judul “Tipomorfologi Rumah Suku Talang Mamak, Studi Kasus di Kecamatan Rakit
Kulim, Indragiri Hulu, Riau”.
Selama penyusunan dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak
mendapat bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP, M.Sc., Ph.D, dan Dimas
Wihardiyanto, S.T., M.Sc., selaku pembimbing penyusunan tesis
yang penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan sumbangan
pikiran serta waktunya dalam penyusunan tulisan ini.
2. Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP., Ph.D, dan Ir. Didik Kristiadi, MLA.,
MAUD, selaku pembahas dan penguji atas semua masukan, kritik,
dan informasi yang sangat berharga dalam proses penelitian.
vi 4. Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP, Ph.D dan M. Sani Roychansyah,
ST, M.Eng, D.Eng sebagai Ketua dan wakil Pengelola Program Studi
S2 Arsitektur.
5. Prof. Ir. Bakti Setiawan, MA, Ph.D sebagai Ketua Jurusan Teknik
Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gadjah Mada.
6. Staf Pengajar/Dosen Jurusan Teknik Arsitektur FT, UGM Yogyakarta.
7. Teman-teman satu atap S2 arsitektur UGM angkatan 2011 yang
telah menjadi motivator dan rekan dalam penulisan tesis ini.
8. Ayahanda Drs. Syafainir dan Ibunda Dra. Rahmayuni, atas doa, kasih
sayang, dan dukungannya.
9. Tysa Hayuning Pramesvhari, S.H., M.Kn., atas semua cinta yang
diberikannya.
10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala
bantuan serta dukungannya selama penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih
memerlukan banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharapkan saran serta kritik yang kiranya dapat
membantu penyempurnaan tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 2 April 2013
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……… ii
HALAMAN PERNYATAAN ……… iii
KATA PENGANTAR ……… v
DAFTAR ISI ………... vii
DAFTAR GAMBAR ……….. x
DAFTAR TABEL ……….. xiii
DAFTAR ISTILAH ……… xiv
INTISARI ……… xvi ABSTRACT ………... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1.2 Pertanyaan Penelitian ……… 1.3 Tujuan Penelitian ……… 1.4 Manfaat Penelitian ……… 1.5 Keaslian Penelitian ……… 1.6 Batasan Penelitian ……… 1.6.1. Lingkup Penelitian ………. 1.6.2. Lokasi Penelitian ……… 1.6.3. Objek Penelitian ………. 1.7 Sistematika Pembahasan ………. 1 3 4 4 4 6 6 7 8 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Arsitektur Vernakular ……… 2.1.1 Pengertian Arsitektur Vernakular ……… 2.1.2 Karakteristik Arsitektur Vernakular ………. 2.1.3 Konsep Arsitektur Vernakular ………. 2.1.4 Aspek-aspek/faktor-faktor Kajian Pembentuk Arsitektur
11 11 15 18
viii Vernakular ………. 2.2 Suku Talang Mamak ………. 2.3 Tipomorfologi ………. 2.3.1 Tipologi ……….. 2.3.2 Morfologi ………. 2.3.3 Tipo-Morfologi ……… 19 22 27 27 29 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lingkup Penelitian ………
3.2 Lokasi Penelitian .………..
3.3 Objek Penelitian ……….
3.4 Jalan Penelitian ………..
3.5 Teknik Pengumpulan Data ………...
3.6 Alat Penelitian ……….. 3.7 Variabel Penelitian ……….. 3.8 Metode Analisis ……… 3.9 Kerangka Penelitian ……… 33 34 36 38 39 40 40 41 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………
4.2 Tinjauan Objek Penelitian ……….
4.2.1 Pola Pemukiman ……… 4.2.2 Rumah Tinggal Suku Talang Mamak ………..
4.2.2.1. Kepemilikan lahan dan Rumah ……… 4.2.2.2. Pola Ruang dan Fungsi Rumah ………... 4.2.2.3. Bentuk, Struktur, Dimensi dan Massa Bangunan …. 4.2.2.4. Tata Cara Pembangunan ………. 4.3 Bangunan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Objek Penelitian
4.4. Sistem Pengkodean Objek Penelitian ……….
4.5. Matrik Bangunan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Objek Penelitian ……….
4.6. Kategorisasi Rumah Suku Talang Mamak ……….
4.6.1. Kategori Menurut Orientasi Bangunan ……… 44 46 46 47 47 48 52 54 55 58 60 75 75
ix 4.6.2. Kategori Menurut Tata Massa Bangunan yang Terbentuk ….. 4.6.3. Kategori Menurut Fungsi dari Ruang Dalam yang Terbentuk.. 4.6.4. Kategori Menurut Bentuk Fisik Atap Bangunan ………. 4.6.5. Kategori Menurut Bentuk Fisik Dinding Bangunan ………
4.6.6.
Kategori Menurut Bentuk Fisik Lantai dan Tiang Bangunan ... 4.7. Proses Pentipean Rumah Suku Talang Mamak BerdasarkanKategori yang Dipaparkan ………
4.7.1. Open Coding ………..
4.7.2. Axial Coding ……….
4.7.3. Selective Coding ……….
4.8.
Pembahasan Berdasarkan Temuan Dilapangan ……… 78 83 86 89 94 98 99 102 104 106BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ……….
5.2.
Saran……….109 111
DAFTAR PUSTAKA ……… xviii
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Indragiri Hulu ……….. 7
Gambar 1.2 Rumah Suku Talang Mamak ………. 9
Gambar 2.1 Suku Talang Mamak ………... 23
Gambar 2.2 Pemukiman Suku Talang Mamak……….. 24
Gambar 2.3 Upacara Begawai Suku Talang Mamak ……….. 26
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Indragiri Hulu ……….. 34
Gambar 3.2 Peta Penyebaran Suku Talang Mamak ………... 36
Gambar 3.3 Skema Kerangka Kerja Penelitian ……… 43
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau ……… 45
Gambar 4.2 Jalan Dalex Menuju Desa Talang Durian Cacar dan Jalan Setapak di Perkampungan Suku Talang mamak ………... 46 Gambar 4.3 Peta Persebaran Banjar di Desa Talang Durian Cacar ……… 47
Gambar 4.4 Bantalak atau Bandul pada Rumah Suku Talang Mamak …… 48
Gambar 4.5 Paran dan Paran Ginding pada Rumah Suku Talang Mamak 49 Gambar 4.6 Jungkar Ayam dan Tangga Turkis pada Rumah Suku Talang Mamak ……….. 50 Gambar 4.7 Barkas / Belubur / Rangkiang Padi pada Rumah Suku Talang Mamak ……….. 50 Gambar 4.8 Surauan pada Rumah Suku Talang Mamak ………... 51
xi
Gambar 4.10 Foto Perspektif Salah Satu Rumah Suku Talang Mamak …… 52 Gambar 4.11 Struktur Rumah Suku Talang Mamak ……….. 54 Gambar 4.12 Diagram Persentase Orientasi Rumah Suku Talang Mamak .. 76
Gambar 4.13 Orientasi Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………. 76 Gambar 4.14 Orientasi Ruang Haluan pada Bangunan Rumah Suku
Talang Mamak ………. 77
Gambar 4.15 Diagram Persentase Orientasi Peletakan Ruang Haluan Rumah Suku Talang Mamak ……….
78
Gambar 4.16 Konfigurasi Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak, Massa Tunggal (tipe L1) dan Massa Bergandeng (tipe L2) ….
79
Gambar 4.17 Bentuk Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak, Bentuk Dasar Persegi dan Persegi Panjang ………..
80
Gambar 4.18 Diagram Persentase Konfigurasi Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………..
80
Gambar 4.19 Diagram Persentase Bentuk Dasar Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………...
81
Gambar 4.20 Varian Tipe dari Penambahan Massa Bangunan Tipe L2 Rumah Suku Talang Mamak ……….
82
Gambar 4.21 Diagram Persentase Varian Penambahan Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ……….
82
Gambar 4.22 Diagram Persentase Ruang Dalam yang Terbentuk pada Rumah Suku Talang Mamak ……….
84
Gambar 4.23 Diagram Persentase Jumlah Ruang Dalam yang Terbentuk pada Rumah Suku Talang Mamak ………...
85
xii Suku Talang Mamak ………... 86
Gambar 4.25 Bentuk Atap Pelana pada Rumah Suku Talang Mamak …….. 87 Gambar 4.26 Diagram Persentase Aplikasi Material Atap Bangunan Rumah
Suku Talang Mamak ………... 87
Gambar 4.27 Diagram Persentase Aplikasi Detil Atap Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………...
88
Gambar 4.28 Material Atap Seng, Daun (tengah) serta Kombinasi Seng dan Daun (kanan) pada Rumah Suku Talang Mamak ………..
89
Gambar 4.29 Diagram Persentase Aplikasi Bentuk Dinding Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ……….
90
Gambar 4.30 Garis Pembentuk Dinding Horizontal Vertikal serta Kombinasi Horizontal dan Vertikal pada Rumah Suku Talang Mamak …..
91
Gambar 4.31 Diagram Persentase Aplikasi Material Dinding Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ……….
91
Gambar 4.32 Material Pembentuk Dinding Papan, Kulit kayu, Bambu serta Kombinasi Papan dan Kulit kayu pada Rumah Suku Talang Mamak ………..
92
Gambar 4.33 Diagram Persentase Aplikasi Detil Dinding Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………..
93
Gambar 4.34 Detil Bukaan pada Dinding, Jendela, Talataian serta Kombinasi Jendela dan Talataianpada Rumah Suku Talang
Mamak ………. 93
Gambar 4.35 Diagram Persentase Aplikasi Bentuk Tiang Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………..
95
Gambar 4.36 Aplikasi Bentuk Tiang, Balok Kayu Kayu Bulat serta Kombinasi Kayu Bulat dan Semen pada Rumah Suku Talang
xiii
Gambar 4.37 Diagram Persentase Aplikasi Material Lantai Rumah Suku Talang Mamak ……….
96
Gambar 4.38 Aplikasi Material Lantai, Papan Bambu serta Kombinasi Papan dan Bambu pada Rumah Suku Talang Mamak ……….
97
Gambar 4.39 Persentase Detil Tiang Rumah Suku Talang Mamak ………… 97
Gambar 4.40 Detil Tiang Rumah, Umpak dan Tiang Tanam pada Rumah Suku Talang Mamak ……….. 98 Gambar 4.41 Tahapan Pentipean ………. 99
Gambar 4.42 Open Coding: Kategori 1 (Orientasi Bangunan) ………. 99
Gambar 4.43 Open Coding: Kategori 2 (Tata Massa Bangunan) ……… 100
Gambar 4.44 Open Coding: Kategori 3 (Jumlah Ruang) ……….. 100
Gambar 4.45 Open Coding: Kategori 4 (Atap) ……… 100
Gambar 4.46 Open Coding: Kategori 5 (Dinding) 101
Gambar 4.47 Open Coding: Kategori 6 (Tiang dan Lantai) 101
Gambar 4.48 Axial Coding: Relationship I 102
Gambar 4.49 Selective Coding: Kategori Inti Baru 104
Gambar 4.50 Diagram Konsep dan tipe Rumah Suku Talang Mamak 105
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Rumah yang digunakan sebagai objek Penelitian ……… 56
Tabel 4.2 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Gandeng ………
61
Tabel 4.3 Nama Ruang, Peletakan Ruang, Pembagian Ruang dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Lamat ……….
62
Tabel 4.4 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Bimbang ……….
63
Tabel 4.5 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Arasan ………
64
Tabel 4.6 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Tarang ………
65
Tabel 4.7 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Layaran ………..
66
Tabel 4.8 Tabel 4.8. Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Bucah ……...
67
Tabel 4.9 Bentuk, Material Dan Detil Rumah Suku Talang Mamak ……. 68
Tabel 4.10 Matrik Keseluruhan Kategori Rumah Suku Talang Mamak …. 74 Tabel 4.11 Axial Coding: Relationship ……… 103 Tabel 4.12 Perbandingan Konsep Arsitektur Vernakular menurut Paul
Oliver (1987) dengan temuan pada Rumah Suku Talang
xv
DAFTAR ISTILAH
Barkas : Tempat untuk menyimpan padi dan benih padi
Bandul : Pembatas ruangan
Banjar : Kelompok pemukiman
Bantalak : Pembatas ruangan
Bedukun : Upacara pengobatan suku Talang Mamak
Begawai : Upacara erkawinan suku Talang Mamak.
Belabat : Rangka dinding yang membujur
Belubur : Tempat untuk menyimpan padi dan benih padi
Gulungan : Ring
Halang Pandak : Balok tarik
Halang Panjang : Ring balk
Haluan : Ruang dibagian depan, untuk menerima tamu
Jalan Dalex : Jalan tanah berbatu
Janjang : Tangga
Jerajak : Rangka dinding yang melintang
Jungkar Ayam : Ruangan yang di sekat untuk meletakan ayam jantan
Kasau Banyak : Usuk
Kasau Jantan : Kuda-kuda
Kayu Panjang : Sturktur peletakan lantai atau balok lantai
Lambai-lambai : Kusen tempat peletakan pintu
Managak Rumah : Proses pembangunan rumah
Matahari Hidup : Arah timur
Matahari Mati : Arah barat
Naik Tambak : Upacara kematian suku Talang Mamak
Palas Tawar : Sesajen dalam pembuatan rumah
Pandapuran : Merupakan ruangan yang digunakan sebagai tempat
memasak dan tempat makan
xvi
Paran : Ruangan di atas yang digunakan sebagai tempat untuk
meletakkan barang-barang untuk berladang
Paran Ginding : Ruangan di atas sebagai tempat tidur anak gadis
Rangkiang Padi : Tempat untuk menyimpan padi dan benih padi
Rasuk : Sturktur peletakan lantai atau balok lantai
Sandi : Pondasi dari tiang (umpak)
Sirawai-Rawai : Daun Rumbai yang dililitkan pada tiang
Surauan : Merupakan ruangan mesanin yang berfungsi sebagai
tempat sesajen
Talataian : Lubang kecil seukuran sekeping papan (jendela)
Tampuan : Ruang tempat perempuan, pada bagian belakang
Tangah : Ruang di tengah
Tangga Turkis : Tangga dari sebatang kayu yang diulir
Tiang Tuha : Tiang pertama yang didirikan
xvi
TIPOMORFOLOGI RUMAH SUKU TALANG MAMAK
STUDI KASUS DI KECAMATAN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU
INTISARI
Suku Talang Mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang terasing dan hidup masih secara tradisional di sehiliran sungai Indragiri, Provinsi Riau, Indonesia. Rumah suku Talang Mamak merupakan rumah panggung, dengan dinding terbuat dari kulit kayu, berlantaikan bambu, beratap rumbia atau atap dari daun salak, serta menggunakan rotan sebagai pengikat struktur rumah. Seiring dengan perkembang zaman dan teknologi, rumah suku Talang Mamak pun mengalami perubahan. Penggunaan material, pengetahuan, serta teknologi lokal yang semulanya merupakan ciri rumah suku Talang Mamak mulai ditinggalkan. Sehingga keragaman bentuk dari rumah suku Talang Mamak menjadi sangat beragam dan semakin kompleks
Penelitian ini menjabarkan tentang tipomorfologi rumah suku Talang Mamak di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan melalui teori tentang arsitektur vernakular dan tipomorfologi sebagai background knowledge dengan didukung informasi yang diperoleh dari sumber-sumber dan pelaku kegiatan di dalam lingkup penelitian. Kemudian menggunakan metode grounded theory dengan teknik pengkodean open coding, axial coding dan selective coding dalam menganalisis data dan menemukan variasi bangunan rumah suku Talang Mamak untuk dapat dikelompokan serta melihat karakter maupun konsep bangunan yang terdapat pada rumah suku Talang Mamak.
Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan kesimpulan mengenai elemen arsitektur yang selalu ada dalam ruang dan bentuk dari rumah suku Talang Mamak yang terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau. Rumah suku Talang Mamak merupakan rumah panggung, dengan orientasi bangunan ke arah timur (matahari hidup), Ruang haluan berorientasi ke utara maupun ke selatan, memiliki massa bangunan tunggal maupun bergandeng (masa tambahan), denah berbentuk persegi maupun persegi panjang. atap pelana, garis pembentuk dinding horizontal dan vertikal. Selain itu terdapat 3 tipe rumah suku Talang Mamak, rumah tipe kecil (4-5 ruang), sedang (6-7 ruang) dan besar (8-9 ruang).
Kata kunci: Tipomorfologi, suku Talang Mamak, arsitektur vernakular, Rakit
xvii
TYPOMORPHOLOGY OF TALANG MAMAK TRIBE HOUSES
CASE STUDY IN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU
ABSTRACT
Talang Mamak Tribe is a group of isolated people who live remotely and traditionally in the upstream area of Indragiri River, in the Province of Riau, Indonesia. Houses in Talang Mamak Tribe are stilt houses with walls from barks, floor from bamboo, roofs from thatch or leaf barks, and rattan as the binder of the house structure. In line to the development of time and technology, Talang Mamak Tribe houses have also changed. The use of materials, knowledge and local technology, which are the original characteristics of Talang Mamak Tribe, have been abandoned. Thus, Talang Mamak Tribe houses have become complex and hasmany variations.
This study describes the typomorphology of Talang Mamak Tribe houses. Qualitative research method was applied in this study. This method was used through theories in vernacular and typomorphological architecture as the background knowledge. This method was supported with information form sources and practitioners in the study area. This study also applied the grounded theories method with coding techniques including open coding, axial coding and selective coding for data analysis. Such technique was also used to obtain the variation of Talang Mamak Tribe houses to be used for classification and to observe both characters and the concepts of Talang Mamak Tribe houses.
Based on the results of this study, the conclusionscan be drawn regarding the architectural elements that always exist in the space and shape of Talang Mamak Tribe houses. They are stilt houses with east direction orientation (the living sun), with haluan rooms oriented to the north and south direction, with either single or jointed (additional) mass, with square and rectangle plan, with gable roof, and with horizontal and vertical wall shaping line. There are three types of Talang Mamak Tribe houses: the small type (4-5 rooms), medium type (6-7 rooms) and large type (8-9 rooms).
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Suku Talang Mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang terasing
dan hidup masih secara tradisional di sehiliran sungai Indragiri, Provinsi Riau,
Indonesia. Dalam kelompok masyarakat ini terdapat sub kelompok yang mereka
sebut dengan suku, kemudian dibagi lagi dalam tobo dan unit terkecil mereka
sebut dengan hinduk atau perut atau disebut juga puak anak.
Suku Talang Mamak ini tergolong Proto Melayu (Melayu Tua) yang merupakan suku asli Indragiri Hulu dengan sebutan ”Suku Tuha” yang berarti
suku yang pertama datang dan lebih berhak atas sumber daya alam di Indragiri
Hulu.
Suku Talang Mamak tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan
Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri
Hulu, Riau. Satu kelompok berada di Dusun Semarantihan Desa Suo-suo
Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo, Jambi. Pada tahun 2010 populasi suku
Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu diperkirakan ±1507 kepala keluarga
atau ±7010 jiwa.
Pada tahun 1999 Kabupaten Indragiri Hulu dipecah lagi menjadi 2
Kabupaten yaitu Kabupaten Kuantan Singingi yang berkedudukan di Taluk
Kuantan dan Kabupaten Indragiri Hulu berkedudukan di Rengat. Kemudian, pada
2 menjadi 14 Kecamatan diantaranya yaitu Kecamatan Rakit Kulim yang
merupakan salah satu Kecamatan baru.
Ada beberapa versi asal suku Talang Mamak. Menurut Obdeyn-Asisten
Residen Indragiri, suku Talang Mamak berasal dari Pagaruyung yang terdesak
akibat konflik adat dan agama. Sedangkan berdasarkan mitos bahwa suku
Talang Mamak merupakan keturunan Adam ketiga berasal dari kayangan turun
ke bumi, tepatnya di Sungai Limau dan menetap di Sungai Tunu (Durian Cacar,
tempat Pati), Kecamatan Rakit Kulim.
Riwayat lain mengenai suku Talang Mamak dapat dijumpai pada teks
lisan dan tulisan, dimana seorang keturunan Sultan Indragiri, bernama Tengku
Arief dengan kitabnya Rakit Kulim menjemput Raja ke Melaka (tanpa tahun).
Dalam kitab tersebut di jelaskan bahwa awal mula suku Talang Mamak
bermukim yaitu di Sungai Limau, Kecamatan Rakit Kulim sekarang.
Perkampungan Talang Mamak dewasa ini telah mempunyai beberapa
talang. Padahal semula terdiri dari 1 Talang Durian Cacar, kemudian menjadi 3
Talang (balai) yaitu Talang Sungai Parit, Talang Perigi, dan Talang Durian Cacar.
Jadi dapat dipastikan bahwa di kecamatan Rakit Kulim merupakan pemukiman
awal suku Talang Mamak.
Rumah suku Talang Mamak menggunakan material setempat sebagai
bahan pembuatnya, material tersebut berasal dari hutan tempat masyarakat
tersebut bermukim. Rumah suku Talang Mamak merupakan rumah panggung,
dengan dinding terbuat dari kulit kayu, berlantaikan bambu, beratap rumbia atau
atap dari daun salak, serta menggunakan rotan sebagai pengikat struktur rumah
tersebut1.
1
3 Rumah suku Talang Mamak diduga merupakan salah satu bentuk dari
arsitektur vernakular. Dikarenakan suku Talang Mamak tergolong Proto Melayu,
yang merupakan suku asli dan suku pertama, hal ini semakin memperkuat
dugaan bahwa rumah suku Talang Mamak merupakan rumah vernakular
pertama yang ada di Sumatera, khusunya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, rumah suku Talang
Mamak pun mengalami perubahan baik dari segi bentuk maupun material yang
digunakan. Penggunaan material, pengetahuan, serta teknologi lokal yang
semulanya merupakan ciri rumah suku Talang Mamak mulai ditinggalkan.
Material-material baru seperti seng, paku, papan dan semen pun dapat kita
temukan pada rumah-rumah suku Talang Mamak. Sehingga keragaman bentuk
dari rumah suku Talang Mamak menjadi sangat beragam dan semakin
kompleks.
Oleh karena itu, mempelajari karakteristik rumah suku Talang Mamak
dapat menjadi jalan untuk mengenal masyarakat tersebut, sehingga langkah
pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat suku Talang Mamak yang terdapat
di Kabupaten Indragiri Hulu, khususnya di Kecamatan Rakit Kulim lebih efektif
dan efisien.
1.2. Pertanyaan Penelitian
1. Elemen arsitektur mana sajakah yang selalu ada dalam ruang dan bentuk
dari rumah suku Talang Mamak yang terdapat di Kecamatan Rakit Kulim,
Indragiri Hulu, Riau?
2. Bagaimana tipe-tipe ruang dan bentuk dari rumah suku Talang Mamak
4
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, mengetahui dan
mempelajari tipe-tipe ruang, bentuk, fungsi dan proses pembangunan dari rumah
suku Talang Mamak yang terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu,
Riau.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
dibidang arsitektur. Disamping itu dapat bermanfaat sebagai bahan masukan di
dalam membuat kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat suku
Talang Mamak yang terdapat di kabupaten Indragiri Hulu, khususnya di
Kecamatan Rakit Kulim lebih efektif dan efisien, serta selaras dengan kebutuhan
masyarakat di dalamnya.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian tentang tipomorfologi dan tentang suku Talang
Mamak di Indonesia sudah banyak dilakukan. Adapun penelitian mengenai
tipomorfologi dan suku Talang Mamak yang pernah dilakukan oleh peneliti lain
adalah:
1. Arifin. (2005) “Dampak Program Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil (PKAT) terhadap kesejahteraan Masyarakat Talang Mamak di desa Talang Lakat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau”. Tesis Magister
Administrasi Publik, UGM, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan
penelitian sosiologi yang membahas mengenai bagaimana kehidupan
5 Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Temuan dari penelitian ini tidak ada
yang menyinggung aspek arsitektural.
2. Muthiah, Jadda., dkk. (2009) “Etnobiologi Masyarakat Adat Talang
Mamak di Dusun Tua Datai Dalam Penggunaan Zona Pemanfaatan Tradisional Taman Nasional Bukit Tigapuluh” Fakultas Kehutanan
IPB, Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian biologi yang
membahas mengenai pemanfaatan flora dan fauna dalam kehidupan
masyarakat suku Talang Mamak yang ada di Dusun Tua Datai, Riau.
Temuan dari penelitian ini tidak ada yang menyinggung aspek
arsitektural.
3. Sujini. (1997) “Tipomorfologi Perubahan Rumah pada Perumahan Minomartani, Yogyakarta”. Tesis S2 Arsitektur, UGM, Yogyakarta.
Penelitian ini membahas mengenai tipomorfologi perubahan rumah
yang ada pada bangunan perumahan Minomartani, Yogyakarta.
Temuan dari penelitian ini menyinggung aspek arsitektural yang
terdapat pada perumahan tersebut.
4. Hadinata, Irwan Yudha. (2010) “Tifomorfologi Kota Banjarmasin”.
Tesis S2 Arsitektur, UGM, Yogyakarta. Penelitian ini membahas
mengenai tipomorfologi kota Banjarmasin. Temuan dari penelitian ini
menyinggung aspek arsitektural yang terdapat pada kota Banjarmasin
dalam skala makro.
Melihat posisi penelitian yang ada di atas maka penelitian mengenai
tipomorfologi rumah suku Talang Mamak di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri
6 dilakukan pada lokasi yang berbeda. Hasil yang akan didapatkan pada penelitian
ini nantinya diharapkan akan memiliki pembahasan yang berbeda dibandingkan
dengan penelitian-penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya
karena lokus yang berbeda.
1.6. Batasan Penelitian
1.6.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini adalah membahas ruang dan bentuk
yang terdapat pada arsitektur bangunan rumah tinggal suku Talang Mamak yang
terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau. Faktor-faktor lain di luar
arsitektur yang berpengaruh terhadap pembentukan karakteristik ruang dan
bentuk pada bangunan hanya akan dibahas sebagai pendukung yang
memperkaya isi penelitian sepanjang memiliki pengaruh langsung. Ruang yang
dimaksud pada penelitian ini adalah susunan ruang baik ruang luar maupun
ruang dalam yang terdapat di dalam batas lahan bangunan. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan izin dan waktu pengumpulan data yang didapatkan
oleh peneliti. Berdasarkan pembatasan tersebut maka pembahasan ruang-ruang
diluar batas lahan ataupun pembahasan ruang dalam konteks urban maupun
kawasan bukan merupakan bahasan dalam penelitian ini. Kemudian bentuk yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk asli dari rumah suku Talang Mamak
tersebut, berikut dengan perubahan dari bentuk asli tersebut. Seiring dengan
7
1.6.2. Lokasi Penelitian
Secara geografis Kabupaten Indragiri Hulu berada pada posisi 0°
LU-1-20´ LS dan 102-10´ BT - 102-48" BB. Luas wilayah Kabupaten Indragiri Hulu
meliputi 8.198.26 km² (819.826,0 Ha) yang terdiri dari daratan rendah, daratan
tinggi rawa-rawa dengan ketinggian 50-100 m diatas permukaan laut. Kabupaten
ini ditandai dengan iklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 21.9 0C - 33.4
0C. Rata-rata curah hujan pada tahun 2009 adalah 2,520.8 mm/tahun. Musim
kemarau terjadi pada bulan Maret hingga Agustus. Berikut ini adalah
batasan-batasan Kabupaten Indragiri Hulu :
Sebelah Barat : Kabupaten Kuantan Singingi
Sebelah Timur : Kabupaten Indragiri Hilir
Sebelah Utara : Kabupaten Pelalawan
Sebelah Selatan : Kabupaten Muara Tebo, Provinsi Jambi
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Indragiri Hulu
(Sumber:http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Lokasi_Riau_Kabupaten_Indragi ri_Hulu.svg)
8 Suku Talang Mamak tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan
Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat Kabupaten Indragiri
Hulu, Riau. Dan satu kelompok berada di Dusun Semarantihan Desa Suo-suo
Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo, Jambi. Pada tahun 2010 populasi Talang
Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu diperkirakan ±1507 kepala keluarga atau
±7010 jiwa.
Dikarenakan luasnya area lokasi pemukiman suku Talang Mamak yang
terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu, maka area penelitian yang dipilih pada
penelitian ini adalah kawasan pemukiman suku Talang Mamak yang terdapat di
Kecamatan Rakit Kulim saja.
1.6.3. Objek Penelitian
Rumah suku Talang Mamak di Kecamatan Rakit Kulim awalnya hanya
terdiri dari beberapa rumah asli. Kini seiring dengan perkembangan waktu,
beberapa rumah tinggal di pemukiman ini telah mengalami perubahan bentuk,
perubahan fungsi, maupun perubahan tata ruang bangunan.
Selanjutnya berdasarkan kondisi bentuk yang ada, peneliti membagi
menjadi 2 kategori, yaitu bangunan dengan kondisi relatif asli, dan bangunan
dengan perubahan bentuk. Yang dimaksud dengan bangunan dengan kondisi
relatif asli pada penelitian ini adalah bangunan yang masih terdiri atas informasi
awal tentang rumah suku talang mamak.
Sedangkan yang dimaksud dengan kategori bangunan perubahan adalah
bangunan yang memiliki bentuk dan pola keruangan yang berbeda dengan
9 yang didirikan dengan cara menghancurkan bangunan asli terlebih dahulu, atau
bangunan baru yang terdapat di sebelah bangunan asli dan menjadi tempat
tinggal suku talang mamak.
Gambar 1.2 Rumah Suku Talang Mamak (Sumber: Penulis, 2012)
1.7. Sistematika Pembahasan
Penulisan hasil penelitian akan dibagi ke dalam 5 bab yang secara garis
besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian tentang
latar belakang, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
10 Bab kedua merupakan bab tinjauan pustaka yang terdiri atas kajian teori,
tinjauan tentang arsitektur vernakular, suku Talang Mamak, serta tipomorfologi.
Bab ketiga merupakan bab metode penelitian yang berisi tentang metode
dan paradigma yang digunakan, cara memperoleh data, analisa data, serta
langakah dan jadwal penelitian.
Bab keempat merupakan bab hasil dan pembahasan yang berisi tentang
temuan-temuan yang ada dilapangan. Selanjutnya data-data yang telah
dikumpulkan akan dianalisis untuk kemudian dirumuskan bagaimanakah tipe
ruang dan bentuk yang ada pada rumah suku Talang yang terdapat di
Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau.
Bab kelima merupakan bab yang berisi uraian kesimpulan dan saran
penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan temuan-temuan penelitian yang
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Arsitektur Vernakular
2.1.1. Pengertian Arsitektur Vernakular
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari
arsitektur rakyat. Arsitektur vernakular berdasarkan pada local knowledge, local
material, local technology, yang erat dengan elemen yang berbau mitos, berdasarkan cara hidup dan kepercayaan masyarakat setempat. Arsitektur
vernakular dibangun oleh warga setempat berdasarkan pengalaman, merupakan
jawaban atas seting lingkungan tempat bangunan tersebut berada. Arsitektur
vernakular tidak hanya berupa produk tetapi juga proses, lebih kepada konsep
dari pada materi.
Arsitektur vernakular diidentikkan dengan jenis arsitektur yang
berkembang tanpa bantuan arsitek dan merupakan jawaban adaptif dari manusia
lokal untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Bila cara ini berlangsung
berulang-ulang melalui ajaran dari mulut ke mulut, maka akan menjadi tradisi.
Masyarakat asli yang membangun arsitektur vernakular merupakan masyarakat
yang cerdas dimana mereka belajar dari pengalaman untuk membangun sebuah
bangunan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Kata vernakular itu sendiri berasal dari bahasa latin vernaculus yang
berarti asli (native), sehingga arsitektur vernakular dapat diartikan sebagai
12 langgam, arsitektur vernakular merefleksikan suatu masyarakat yang akrab
dengan alamya, kepercayaannya, dan norma-normanya dengan bijaksana.
Menurut Amos Rapoport (1969) dalam buku House Form and Culture,
arsitektur vernakular adalah suatu karya arsitektur yang tumbuh dari arsitektur
rakyat dengan segala macam tradisi dan mengoptimalkan atau memanfaatkan
potensi-potensi lokal seperti; material, teknologi, dan pengetahuan.
Sedangkan arsitektur vernakular menurut Dell Upton dalam Paul Groth
(1999), mengatakan bahwa bangunan vernakular adalah bangunan biasa.
Upton menggambarkan arsitektur vernakular sebagai studi arsitektur yang polos,
dengan kasta rendah, biaya rendah, atau yang dibangun oleh kelompok
tradisional yang menggunakan budaya setempat yang abadi dan tidak berubah.
Kembali Amos Rapoport (1969) mengatakan bentuk atau model
vernakular dipengaruhi oleh enam faktor yang disebut dengan modifying factor,
yaitu, faktor bahan, faktor kontruksi, faktor teknologi, faktor iklim, faktor lahan,
dan faktor sosial-budaya.
Kingston (2003) mengatakan arsitektur vernakular yang benar adalah
tidak mengacu pada hal lain dari budaya, tetapi cenderung berkembang
mengadopsi regional dan mewujudkan budaya setempat. Karakteristik dari
arsitektur vernakular, bahwa bangunan vernakular diproduksi oleh seorang
individu untuk digunakan sendiri, atau bersifat lokal, kontraktor/pembangun
biasanya anonim dengan menggunakan formula atau aturan dari tradisi yang
diadaptasi secara lokal .
Sedangkan Paul Groth (1999) menyebutkan terdapat beberapa
karakterisasi arsitektur vernakular, yaitu; Bentuk keseharian akrab dengan
13 disekitarnya untuk diaplikasi pada fungsi bangunan; Arsitektur vernakular sering
mengasumsikan suatu arti kepentingan dari kehidupan sehari-hari orang biasa,
dapat dikatakan tidak termasuk bangunan yang dirancang secara professional.
Sedangkan beberapa ahli lain berpendapat (Nindyo, dkk. 2007) bahwa
arsitektur vernakular adalah:
1. Menurut Sumalyo (2006), vernakular artinya adalah bahasa setempat.
Dalam arsitektur istilah ini untuk meyebut bentuk-bentuk yang
menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan, termasuk iklim setempat
yang diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural.
2. Menurut Prijotomo (2000), arsitektur vernakular mendasarkan
pemahamannya atas arsitektur anak bangsa yang mencakup kenyataan
geoklimatik dan kenyataan tradisi tanpa tulisan.
3. Menurut Mete (1990), arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh
dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik
dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan
pengalaman dengan menggunakan teknik dan material lokal dan
merupakan jawaban seting lingkungan tempat bangunan berada.
Perancang memiliki kedudukan yang penting dalam suatu proses
merancang arsitektur, begitu pula dalam arsitektur vernakular, proses merancang
arsitektur vernakular dilandasi oleh pemikiran rasional dan spiritual dimana
masyarakat menghargai perancangnya sebagai tokoh yang menempa diri untuk
memperdalam ilmu rancang bangun dan memperkayanya dengan pengalaman
14 Wiranto (1999), mengatakan bahwa pada awalnya terdapat arsitektur
rakyat yang dibentuk oleh faktor norma, adat, iklim, budaya, dan potensi bahan
setempat serta secara langsung mendapatkan pengakuan masyarakatnya.
Arsitektur rakyat yang dirancang oleh dan untuk masyarakat tersebut
mengandung muatan local genius dan nilai jati diri yang mampu menampilkan
rona asli, sangat dekat dengan budaya lokal dan pada umumnya tumbuh dari
masyarakat kecil.
Arsitektur vernakular bukanlah barang seperti gudang atau rumah
sederhana saja dan tidak dapat selalu diukur (Susan Garfinkel, 2007). Dalam
vernakular terdapat aspek penting dan saling tergantung itu yang merupakan
bahasa daerah. Suatu "bahasa daerah" adalah bersifat lokal, bersama, dan
keseharian. Persyaratan tersebut menyatakan bahwa arsitektur vernakular
adalah sesuai dengan kebutuhan lokal, karenanya hampir semua kasus
bangunan vernakular adalah mewujudkan masalah lokalitas. Tapi "lokal" juga
menunjukkan sebuah komunitas yang merupakan bagian dari struktur arsitektur
vernakular yang timbul dari konteks budaya dan membutuhkan sekelompok
orang, masa lalu atau sekarang, yang semuanya memiliki banyak kesamaan
(Susan Garfinkel, 2007).
Disebutkan karya yang kontekstual tidak selalu vernakular. Sebagai
contoh karya Charles Moore (Sea Ranch, California) dan Robert Venturi (rumah
Wislocki di Cape Cod), misalnya, menggunakan fitur serupa, bahan, dan teknik
massa hunian vernakular di wilayah tersebut, tetapi proses desain dan nilai
adalah jauh berbeda. Karya-karya tersebut mempromosikan konsep
15 atau melupakan tentang bagaimana cara/proses merancang yang sebenarnya
(Kingston Wm. Heath, 2003).
Arsitektur vernakular sangat mengoptimalkan potensi atau budaya lokal,
maka suatu bangunan yang berkonsep vernakular sangat mempertimbangkan
kelestarian lingkungan sehingga juga bersifat sustainable architecture. Arsitektur
vernakular ditemukan secara trial and error oleh rakyat itu sendiri (Salmon Priaji
Martana, 2006).
Dengan demikian, arsitektur vernakular yang merupakan pengembangan
dari arsitektur rakyat memiliki nilai ekologis, arsitektonis, dan alami karena
mengacu pada kondisi dan potensi iklim, budaya, masyarakat, dan
lingkungannya.
2.1.2. Karakteristik Arsitektur Vernakular
Kingston (2003) mengatakan, arsitektur vernakular yang benar adalah
tidak mengacu pada hal lain dari budaya, tetapi cenderung berkembang
dan mengadopsi regional dan mewujudkan budaya setempat. Lebih rinci
Kingston menyebutkan karakteristik arsitektur vernakular, bahwa bangunan
vernakular diproduksi oleh seorang individu untuk digunakan sendiri, atau
bersifat lokal, kontraktor/pembangun biasanya anonim dengan menggunakan
formula atau aturan dari tradisi yang diadaptasi secara lokal.
Sumber lain menyebutkan terdapat beberapa karakterisasi arsitektur
vernakular yaitu (Paul Groth. 1999):
16 b. Sering dibuat dengan bahan tersedia disekitarnya untuk diaplikasi pada
fungsi bangunan.
c. Arsitektur vernakular sering mengasumsikan suatu arti kepentingan dari
kehidupan sehari-hari orang biasa, dapat dikatakan tidak
termasuk bangunan yang dirancang secara professional.
Amos Rapoport (1969) dalam bukunya House, Form And Culture
membagi karakteristik arsitektur vernakular menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Elemen karakteristik proses pembentukan arsitektur vernakular berhubungan
dengan lingkungan yang terbentuk, seperti:
a. Identitas perancang atau desainer. Dalam lingkungan vernakular
perancang adalah pemakai.
b. Maksud dan tujuan perancang. Dalam tradisi lingkungan vernakular,
identitas kelompok adalah hal yang pokok untuk ditampilkan.
c. Derajat anonimitas perancang. Perancang sebagian besar tidak dikenal
pada lingkungan primitif.
d. Model dengan variasi. Merupakan model yang khas dari lingkungan
primitif, diikuti kemudian oleh vernakular dan keasliannya cenderung
menjadi tujuan akhir.
e. Keberadaan model tunggal pada lingkungan vernakular sangat tinggi.
f. Skema dasar perancangan hanya tertuang dalam pikiran sebelum
dibangun.
g. Konsistensi pada bangunan model bangunan tunggal.
h. Keseragaman model pemilihan dan kriteria pemilihan dengan dualisme
17 i. Tingkat kesadaran diri atau ketidaksadaran dari proses desain. Desain
dibuat melalui proses seleksi atau tidak sengaja di desain seperti pada
primitif dan instruktursinisme (sengaja di desain).
j. Bentuk perubahan pada desain vernakular sangat lama, hal ini
disebabkan sesuai dengan keinginan pemakai.
k. Tingkat pembagian konstruksi telah teruji.
2. Elemen karakteristik produk arsitektur vernakular dimana menjelaskan
lingkungan sekitar, kualitas dan atributnya termasuk arsitektonik formal
tradisional, estetik dari lingkungan seperti:
a. Tingkat kekhususan kultural dan tempat.
b. Mempunyai bentuk model yang spesifik seperti bentuk rencana, morfologi
bentuk, pola geometri.
c. Konsistensi dari kultural lansekap dapat dikaitkan dengan konsistensi
model yang dipakai, peraturan yang kuat, tatanan yang jelas.
d. Penggunaan material, tekstur, warna dan lain-lain yang khusus dipakai
untuk mengindentifikasi berbagai bentuk identitas sehingga konsistesi
penggunaan sifat tersebut akan memperkuat kekhususan suatu tempat.
e. Desain vernakular seringkali sangat efektif merespon iklim, kultur, seperti
gaya hidup, privacy, dll.
f. Kejelasan dan pemahaman lingkungan sehubungan dengan tatanan yang
diekspresikan oleh model secara efektif lebih mendukung secara kultural.
g. Penambahan, pengurangan dan perubahan merupakan jenis
18 h. Keefektifan dari lingkungan sebagai sebuah tatanan untuk gaya atau cara
hidup dan sistem aktivitas sangat tinggi.
i. Efisiensi penggunaan sumber alam sangat tinggi itu terlihat pada aplikasi
dalam penggunaan tempat yang multi fungsi, tatanan, dll.
j. Kompleksitas selalau berubah sehubungan dengan jenis aktivitas, jumlah
dan overlap mempunyai kecenderungan yang tinggi sebab lingkungan
vernakular mengkoordinasi lebih banyak campuran aktivitas dan aktivitas
tambahan, ruang, jalan, lngkungan perbelanjaan, dll.
k. tingkat deferensial tatanan, jumlah, tipe, variasi pada lingkungan
vernakular rendah.
2.1.3. Konsep Arsitektur Vernakular
Dalam Dwelilings: The House Across the World, Paul Oliver (1987)
menyebutkan beberapa konsep arstitektur vernakular yaitu;
a. Rural Settlements / permukiman pedesaan
b. Types and Processes / tipe dan proses membangun
c. Built From the Ground / dibangun sedekat mungkin dengan tanah
d. Resources that Grow / memanfaatkan sumberdaya disekitar
e. Coping with Climate / mengatasi kondisi iklim
f. Living Spaces / ruang komunal (berkumpul)
g. Values, Syimbols, and Meanings / Nilai, Syimbols, dan Makna
19
2.1.4. Aspek-aspek/faktor-faktor Kajian Pembentuk Arsitektur Vernakular
Beberapa aspek yang dapat mendasari kajian arsitektur vernakular
antara lain meliputi budaya-tanda, lingkungan, bahan-teknik bangunan, servis, proses produksi, bentuk simbol-dekorasi, tipologi, serta kegunaan–fungsinya
(Paul, 1997, dalam Nindyo 2007). Lebih rinci dijelaskan, yaitu (Nindyo, dkk.
2007):
a. Kegunaan dan Fungsi
Dalam arsitektur vernakular, ruang-ruang yang terbentuk dalam
sebuah bangunan sesuai dengan kebutuhan ruang gerak dan aktifitas serta
budaya/tradisi masyarakat (Sugini, dalam Nindyo 2007).
Dalam memaknai pembentukan ruang (placemaking) di lingkungan
permukiman tradisional vernakular menurut Turan (dalam Nindyo 2007) serta
Waterson (dalam Nindyo 2007) selalu menunjukkan adanya hubungan antara
perilaku, kegiatan dengan ruang-ruang yang berbentuk. Pendekatan uses
and function menurut Paul (1997, dalam Nindyo 2007) merupakan pendekatan dengan klasifikasi ditekankan pada pertimbangan bagaimana
bangunan-bangunan tersebut dibuat, dan digunakan.
b. Lingkungan
Menurut Paul (dalam Nindyo 2007), dalam vernakular terdapat saling
pengaruh antara unsur alam dengan budaya masyarakatnya. Dalam
pembentukan seting lingkungan, terdapat beberapa unsur yang dapat
dijadikan pendekatan, antara lain:
1. Climate, berkaitan dengan kondisi cuaca/iklim disebuah tempat.
2. Location and Site, berkaitan dengan letak geografis.
20 4. Population, terkait kondisi penghuni: dari tempat asli, dampak
kepadatan, pertumbuhan, migrasi, urbanisasi.
5. Settlement, terkait dengan pola permukiman.
c. Bahan dan teknologi bahan
Adanya kaitan antara pemilihan bahan dengan kondisi iklim, dapat
digali lebih jauh kemungkinan penyebab pemilihan bahan yang yang
digunakan serta ada di lokasi.
d. Tipologi (Typologies)
Bentukan tipologi bangunan dilihat dari seting fisik alam yang
mempengaruhi seting bangunan seperti; bersifat bangunan tunggal,
bangunan split level, maupun bangunan sengkedan (bangunan deret
menerus keatas). Atap yang berbentuk atap pelana, atap datar maupun atap
lasenar. Tata bangunannya ada yang berupa bangunan bawah tanah
bangunan menggantung dan bangunan panggung.
Menurut Amos Rapoport (1969) dalam House Form and Culture, bentuk
atau model vernakular dipengaruhi oleh enam faktor yang disebut dengan
modifying factor, yaitu: 1. Faktor Bahan
Arsitektur vernakular menggunakan bahan alami yang ada di alam sekitar atau bahan „ramah‟ lingkungan. Bahan alami yang digunakan dalam
arsitektur vernakular tidak melalui proses pabrikasi ataupun pengolahan yang
melibatkan peralatan aktivitas mesin.
21 Kontruksi yang digunakan dalam arsitektur vernakular tidak melibatkan ahli
kontruksi. Model vernakular diterapkan secara kolektif oleh masyarakat.
3. Faktor Teknologi
Teknologi yang dipakai dalam arsitektur vernakular dipakai secara
turun-temurun atau diwariskan dan menjadi tradisi dalam masyarakat.
4. Faktor Iklim
Iklim dan lingkungan sekitar menjadi faktor penentu pemilih bahan,
perancangan dan penerapan kontruksi serta teknologi yang semuanya
merupakan hasil adatasi dari iklim dan alam sekitar.
5. Faktor Lahan
Pemilihan bahan disesuaikan dengan pemaknaan secara fisik bangunan,
biasanya berkaitan dengan kondisi religi masyarakat tersebut.
6. Faktor Sosial-Budaya
Faktor sosial meliputi pola hubungaan masyarakat, sistem kekeluargaan,
serta mata pencaharian. Sedangkan faktor budaya berkaitan erat dengan
cara pandang manusia terhadap alam, konsep hidup ideal, simbol-simbol
serta kepercayaan dan agama.
Rapopot menambahkan bahwa keenam faktor tersebut bersifat dinamis
sehingga model arsitektur vernakular dapat saja berubah dan berevolusi seiring
perkembangan faktor-faktor tersebut. dengan adanya evolusi model vernakular
tersebut menunjukan adanya proses trial and error arsitektur vernakular dalam
22
2.2. Suku Talang Mamak
Suku Talang Mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang terasing
dan hidup masih secara tradisional di sehiliran sungai Indragiri, Provinsi Riau,
Indonesia. Dalam kelompok masyarakat ini terdapat sub kelompok yang mereka
sebut dengan suku, kemudian dibagi lagi dalam tobo dan unit terkecil mereka
sebut dengan hinduk atau perut atau disebut juga puak anak.
Suku Talang Mamak tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) merupakan
suku asli Indragiri, mereka juga menyebut dirinya "Suku Tuha". Kedua sebutan
tersebut bermakna suku pertama datang dan lebih berhak terhadap sumber daya
di Indragiri Hulu. Ada beberapa versi asal suku Talang Mamak. Menurut
Obdeyn-Asisten Residen Indragiri, suku Talang Mamak berasal dari Pagaruyung yang
terdesak akibat konflik adat dan agama. Sedangkan berdasarkan mitos bahwa
suku Talang Mamak merupakan keturunan Adam ketiga berasal dari kayangan
turun ke bumi, tepatnya di Sungai Limau dan menetap di Sungai Tunu (Durian
Cacar, tempat Pati). Hal ini terlihat dari ungkapan "Kandal Tanah Makkah,
Merapung di Sungai Limau, menjeram di Sungai Tunu". Itulah manusia pertama di Indragiri nan bernama Patih.
Suku Talang Mamak dalam percakapan sehari-hari menggunakan
bahasa yang disebut dengan bahasa Talang Mamak, walaupun dalam
percakapan dengan pihak di luar komunitas, mereka biasa menggunakan
bahasa Melayu. Dalam kosakata bahasa Talang Mamak ini terdapat pengaruh
bahasa Minang dan bahasa Melayu.
Suku Talang Mamak tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan
Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat Kabupaten Indragiri
23 Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo, Jambi. Pada tahun 2010 populasi Talang
Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu diperkirakan ±1507 kepala keluarga atau
±7010 jiwa.
Gambar 2.1 Suku Talang Mamak
(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)
Suku Talang Mamak yang ada di Kecamatan Rakit Kulim secara
tradisional masuk dalam kepemimpinan Sembilan Batang Gangsal Sepuluh Jan
Denalah, Denalah Pasak Melintang. Sekitar seratus tahun yang lalu penduduk di wilayah ini masih termasuk kedalam Talang Mamak, namun dengan masuknya
Islam, sebagian penduduknya sudah Melayu, mengalih atau menjadi langkah
baru.
Pada tahun 2010 populasi suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri
24 Gambar 2.2 Pemukiman Suku Talang Mamak
(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)
Pertambahan penduduk di Kecamatan Rakit Kulim stagnan karena antara
natalitas dan fertilitas umumnya seimbang. Sistem kesehatan masih tradisional,
penyembuhan penyakit masih secara tradisional dengan menggunakan
dedaunan, akar-akaran, pohon-pohon dan buah pohon dan selalu
menghubungkannya dengan sistem kosmologi.
Secara budaya Masyarakat Talang Mamak mereka melakukan tradisi
mengilir dan menyembah raja, sistem kebatinan juga mulai luntur, umumnya
mereka otonom menjalankan aktivitas dan menyelesaikan persoalan berat
secara formal melalui kepala desa. Namun umumnya mereka masih animis dan
sebagian kecil sudah menjadi katolik sinkritis yang berada di Dusun Siamang.
Mereka mengenal banyak tentang obat-obatan tradisional. Menurut
ekspedisi Biota Medika (1998) bahwa Suku Talang Mamak memanfaatkan 110
jenis tumbuhan untuk mengobati 56 jenis penyakit dan 22 jenis cendawan obat.
Sedangkan Suku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan obat untuk 45 jenis
25 memiliki pengetahuan etnobotani, mengenal berbagai jenis tumbuhan dan juga
satwa.
Mata pencarian utama mereka adalah berladang berpindah dengan
integrasi penanaman karet, di sela-sela berladang mereka mencari hasil hutan
seperti jernang, rotan, labi-labi. Untuk memenuhi kebutuhan protein mereka
berburu ke hutan.
Kepercayaan Talang Mamak masih animisme dan sebagian kecil Katolik
sinkritis khusunya penduduk Siambul dan Talang Lakat. Mereka menyebut
dirinya sendiri sebagai orang "Langkah Lama", yang artinya orang adat. Mereka
membedakan diri dengan Suku Melayu berdasarkan agama. Jika seorang
Talang Mamak telah memeluk Islam, identitasnya berubah jadi Melayu.
Orang Talang Mamak menunjukkan identitas secara jelas sebagai orang
adat langkah lama. Mereka masih mewarisi tradisi leluhur seperti ada yang
berambut panjang, pakai sorban/songkok dan gigi bergarang (hitam karena
menginang). Dalam selingkaran hidup (life cycle) mereka masih melakukan
upacara-upacara adat mulai dari melahirkan bantuan dukun bayi, timbang bayi,
sunat, upacara perkawinan (gawai), berobat dan berdukun, beranggul (tradisi
menghibur orang yang kemalangan) dan upacara batambak (menghormati roh
yang meninggal dan memperbaiki kuburannya untuk peningkatan status sosial). Selain itu terdapat upacara “menegakkan rumah” dan upacara “beramu
kayu” atau disebut juga upacara “bebahan”, upacara ini merupakan suatu
upacara yang berkaitan dengan arsitektur, dimana upacara bebahan merupakan
upacara mengambil kayu di hutan yang kemudian digunakan dalam
pembangunan rumah. Kemudian upacara penegakan rumah itu sendiri
26 Gambar 2.3 Upacara Begawai Suku Talang Mamak
(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)
Kebanggaan terhadap kesukuan tersebut tidak lepas dari sejarah
kepemimpinan Talang Mamak dan Melayu di sekitar Sungai Kuantan, Cenaku
dan Gangsal. Kepemimpinan Talang Mamak tercermin dari pepatah "Sembilan
Batang Gangsal, Sepuluh Jan Denalah, Denalah Pasak Melintang; Sembilan
Batin Cenaku, Sepuluh Jan Anak Talang, Anak Talang Tagas Binting Aduan;
beserta ranting cawang, berinduk ke tiga balai, beribu ke Pagaruyung, berbapa
ke Indragiri, beraja ke Sultan Rengat". Ini menunjukkan bahwa Talang Mamak
mempunyai peranan yang penting dalam struktur Kerajaan Indragiri yang secara
politis juga ingin mendapatkan legitimasi dan dukungan dari Kerajaan
Pagaruyung.
Hingga sekarang sebagian besar kelompok Talang Mamak masih
melakukan tradisi "mengilir/menyembah raja/datok di Rengat pada bulan Haji
dan hari raya" sebuah tradisi yang berkaitan dengan warisan sistem Kerajaan
27 dimakan sumpah yaitu "ke atas ndak bepucuk, ke bawah ndak beurat, di tengah
dilarik kumbang" yang artinya tidak berguna dan sia-sia.
Mereka memiliki berbagai kesenian yang dipertunjukkan pada pesta atau
gawai dan dilakukan pada saat upacara seperti pencak silat yang diiringi dengan
gendang, main gambus, tari balai terbang, tari bulian dan main ketebung.
Berbagai penyakit dapat disembuhkan dengan upacara-upacara tradisional yang
selalu dihubungkan dengan alam gaib dengan bantuan dukun.
Prinsip memegang adat sangat kuat bagi mereka dan cenderung
menolak budaya lauar, tercermin dari pepatah "biar mati anak asal jangan mati
adat". Kekukuhan memegang adat masih kuat bagi kelompok Tigabalai, di
Kecamatan Rakit Kulim.
2.3. Tipomorfologi 2.3.1. Tipologi
Tipologi secara etimologi berasal dari kata typos yang berarti akar dari
(the roof of) dan kata logos yang berarti pengetahuan atau ilmu, jadi tipologi
adalah pengetahuan mengenai asal usul atau karakteristik dari suatu obyek
(Budiharjo, dalam Sukada, 1997).
Rafael Moneo (1978) mengatakan tipologi berasal dari kata “tipe” yang
didefenisikan sebagai konsep yang mendiskripsikan kelompok karakteristik
obyek yang memiliki persamaan struktur formal.
Sedangkan menurut Francesto (1994) tipologi merupakan aktifitas atau
kegiatan menghasilkan tipe sama dengan mengklasifikasikan dan
28 Tipologi adalah usaha mengklasifikasikan bentuk dengan cara taksonomi.
Karenanya taksonomi merupakan suatu rumus untuk mengumpulkan aturan dan
informasi tentang obyek bentuk tertentu kemudian disusun berdasarkan
hirarkinya. Setelahnya memberi pengkodean terhadap kelompok bentuk tertentu
dalam nilai dimensi kontras.
Tipologi adalah studi dari tipe-tipe elemen yang sudah tidak dapat
direduksi lagi. Kata tipe dalam konteks arsitektur menjadi architype dan
kemudian yang menjadi tipologi yang merupakan suatu tatanan paradigma dan
alat yang dimiliki oleh arsitektur untuk menempatkan kedudukan arsitektur
sebagai bidang ilmu pengetahuan (Johnson: 1994).
Durand dan Jean Nicolas Louis dalam Pr`ecis of the Lectures on
Architecture (2000) membagi tipologi dalam arsitektur menjadi 3, yakni: tipologi tradisional, tipologi (gerakan) modern, dan tipologi fungsional.
Fungsi dari kajian tipologi menurut Karen (1994) dalam Mochsen Sir
(2005) adalah digunakan untuk menerangkan perubahan-perubahan dari suatu
tipe, dikarenakan suatu tipe memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya
dengan tipe yang lain.
Berdasarkan pendapat Moneo (1978), tujuan tipologi adalah sebagai alat
untuk melihat dan mempelajari obyek arsitektur. Dalam hal ini tipologi sebagai
konsepsi sekaligus metode.
Dapat disimpulkan bahwa tipologi merupakan cabang pengetahuan atau
wawasan yang menitik beratkan terhadap identifikasi tipe dan karakteristik,
pengklasifikasian dan pengelompokan (taksonomi).
Keterkaitan arsitektur dengan tipologi, arsitektur tidak dapat terlepas dari
29 dan khas, dapat dikelompokkan dalam suatu klasifikasi tertentu. Arsitektur juga
dipandang sebagai bagian dari sekelompok obyek yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama.
2.3.2. Morfologi
Secara harfiah, Morfologi berasal dari kata morphology (inggris) yang
berarti ilmu bentuk (morphos). Menurut kamus ilmiah populer, morfologi
merupakan ilmu yang mempelajari bentuk dan susunannya serta perubahannya.
Menurut Dickinson, morfologi berhubungan dengan rencana dan
pembangunan sebuah lingkungan, yang dilihat dan diinterpretasikan dari bentuk
aslinya, pertumbuhannya, dan fungsinya (Rose, 1987 dalam Ika Mutia, 2000).
Zwicky (1969) mengemukakan bahwa morfologi berhubungan dengan
studi tentang bentuk secara geometrik dan struktur material secara umum,
sekaligus berhubungan dengan hal yang lebih abstrak seperti hubungan
struktural di antara fenomena, kegiatan, konsep, dan ide (Rose, 1987 dalam Ika
Mutia, 2000).
Morfologi merupakan studi evolusi tipe dan model. Pemahaman ini
didasari oleh pengertian morfologi dari phylogeni dan ontogeny. Phylogeni
adalah sejarah tentang evolusi dari jenis atau tipe organisme. Ontogeny adalah
sejarah perkembangan dari organisme secara individual. Morfologi adalah
kualitas dinamis yang memperlihatkan organisme sebagai suatu yang
berkembang. Morfologi akan memperlihatkan transformasi dan metamorfosa.
30 tipologi dari transformasi. (Sumber: Alqadria. 2010. Morfologi Kota Pontianak.
Tesis Universitas Gadjah Mada)
Morfologi lebih menekankan pada “bagaimana” bentuk bangunan itu, dan
dalam satu karya arsitektur dinyatakan sebagai “artikulasi formal”. Dimana
karakter dari bentuk ditentukan oleh batas-batasnya. Morfologi menyangkut
kualitas figural dalam konteks wujud pembentuk ruang yang dapat dibaca melalui
pola, hirarki dan hubungan-hubungan ruang satu dengan lainnya (Schulz, 1987).
Mempelajari morfologi tidak hanya dengan melihat wujud fisik, tetapi juga
harus mengaitkannya dengan ide-ide yang terkandung di balik bentuk tersebut,
dan faktor-faktor yang ikut mempengaruhi terjadinya bentuk-bentuk tersebut
(Rose, 1987 dalam Ika Mutia, 2000).
Tujuan dan fungsi Morfologi antara lain:
a. Untuk memahami dan mempelajari figurasi, bentuk, pembatas ruang,
ukuran, struktur, gaya, site, fungsi, teknik, manfaat figurasi, konteks
bentuk, sejarah sosial, dan struktur ekonomi.
b. Untuk memahami dan mempelajari pola, hirarki, interelasi antar ruang
dan konteks bentuk.
c. Untuk memahami dan mempelajari pertalian struktural antar tipe-tipe
(koneksi, interelasi, dimensi, gaya, posisi, fungsi, dan konfigurasi), dan
pola antar pertalian.
d. Untuk memahami dan mempelajari potensi alam, kebudayaan, spiritual,
lansekap, dan ekonomi. (Sumber: Alqadria. 2010. Morfologi Kota
31 Dalam morfologi dikenal adanya dua pendekatan, yaitu: diacronic dan
synchronic. Diacronic karena berkaitan dengan perubahan ide dalam sejarah, sedangkan synchronic karena merupakan hubungan antar bagian dalam kurun
waktu tertentu yang dihubungkan dengan aspek lainnya. Studi morfologi merupakan studi tentang “bentuk” dan studi tentang perubahan bentuk dalam
sejarah metamorfosanya. Dalam morfologi terdapat studi tipologi dari
metamorfosa bentuk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian mengenai morfologi
tidak hanya melihat secara fisik perubahan bentuk yang terjadi akan tetapi yang
lebih penting adalah terekamnya serangkaian proses terjadinya perubahan dan
alasan atau makna yang mendasari adanya perubahan tersebut. Perubahan ini
bisa menggambarkan adanya perubahan ide atau makna dalam sejarah.
2.3.3. Tipo-Morfologi
Studi tipo-morfologi arsitektur merupakan studi yang memadukan studi
tipologi dan morfologi untuk mengidentifikasi perkembangan, perubahan,
maupun transformasi yang terjadi pada objek amatan dalam kurun waktu
tertentu, untuk kemudian dikelompokan berdasarkan tipe-tipe tertentu
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini studi morfologi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui
proses perkembangan, perubahan, maupun transformasi dari suatu objek,
setelah itu dilakukan studi tipologi untuk mentipekan (mengelompokan dalam
tipe-tipe tertentu) perkembangan, perubahan, maupun transformasi objek
32 kemungkinan, studi tipologi dilakukan terlebih dahulu sebelum studi morfologi.
Objek-objek amatan dikelompokan terlebih dahulu menurut tipe-tipe tertentu,
setelah itu dilanjutkan dengan studi morfologi untuk mengidentifikasi
perkembangan, perubahan, maupun transformasi yang terjadi pada tipe-tipe
tersebut menurut kurun waktu tertentu.
Terkait dengan hal tersebut, strategi penelitian yang diaplikasikan dalam
studi tipo-morfologi juga tidak berbeda dengan strategi penelitian yang
diaplikasikan pada studi tipologi dan studi morfologi yaitu strategi penelitian
Historis-Interpretatif menurut Groat dan Wang (2002), karena studi tipo-morfologi
sangat berkaitan dengan konteks sejarah dan proses perubahan,
perkembangan, ataupun transformasi suatu bentuk bangunan maupun kawasan,
bahkan konteks sejarah menjadi hal yang sangat penting ketika konteks sejarah
merupakan hal yang paling mempengaruhi proses perubahan, perkembangan,
ataupun transformasi tersebut. Contohnya seperti perkembangan kota-kota
besar di Indonesia yang tidak terlepas dari konteks sejarah sejak zaman
kerajaan, zaman kolonial, zaman pasca kolonial, zaman kemerdekaan, zaman
pasca kemerdekaan, hingga zaman reformasi, yang memiliki karakteristiknya
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Metode ini digunakan melalui teori tentang arsitektur
vernakular dan tipomorfologi sebagai background knowledge dengan didukung
informasi yang diperoleh dari sumber-sumber dan pelaku kegiatan di dalam
lingkup penelitian. Kemudian menggunakan metode grounded theory dengan
teknik pengkodean open coding, axial coding and selective coding (Corbin &
Strauss, 1998) dalam menganalisis data dan menemukan variasi bangunan
rumah suku Talang Mamak untuk dapat dikelompokan serta melihat karakter
maupun konsep bangunan yang terdapat pada rumah suku Talang Mamak.
Metode grounded theory merupakan seperangkat pedoman analisis
fleksibel yang memungkinkan para peneliti untuk fokus pada pengumpulan data
dan membangun induktif middle-range teori dengan tahapan analisi data dan
pengembangan konseptual (Charmaz, K. 2005).
3.1. Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini adalah membahas ruang dan bentuk
yang terdapat pada arsitektur bangunan rumah tinggal suku Talang Mamak yang
terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Faktor-faktor
lain di luar arsitektur yang berpengaruh terhadap pembentukan karakteristik
ruang dan bentuk pada bangunan hanya akan dibahas sebagai pendukung yang