• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIPOMORFOLOGI RUMAH SUKU TALANG MAMAK STUDI KASUS DI KECAMATAN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIPOMORFOLOGI RUMAH SUKU TALANG MAMAK STUDI KASUS DI KECAMATAN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

TIPOMORFOLOGI RUMAH SUKU TALANG MAMAK

STUDI KASUS DI KECAMATAN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU

Tesis

untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi S-2 Arsitektur

Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan

diajukan oleh Gun Faisal 11/321784/PTK/07393

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 2 April 2013

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan

sebaik-baiknya. Shalawat dan salam tak lupa juga diserahkan kepada junjungan

Nabi Besar Muhammad SAW.

Tulisan ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar S2 Teknik Arsitektur, Jurusan Teknik Arsitektur dan

Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada dengan Judul “Tipomorfologi Rumah Suku Talang Mamak, Studi Kasus di Kecamatan Rakit

Kulim, Indragiri Hulu, Riau”.

Selama penyusunan dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak

mendapat bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP, M.Sc., Ph.D, dan Dimas

Wihardiyanto, S.T., M.Sc., selaku pembimbing penyusunan tesis

yang penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan sumbangan

pikiran serta waktunya dalam penyusunan tulisan ini.

2. Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP., Ph.D, dan Ir. Didik Kristiadi, MLA.,

MAUD, selaku pembahas dan penguji atas semua masukan, kritik,

dan informasi yang sangat berharga dalam proses penelitian.

(6)

vi 4. Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP, Ph.D dan M. Sani Roychansyah,

ST, M.Eng, D.Eng sebagai Ketua dan wakil Pengelola Program Studi

S2 Arsitektur.

5. Prof. Ir. Bakti Setiawan, MA, Ph.D sebagai Ketua Jurusan Teknik

Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gadjah Mada.

6. Staf Pengajar/Dosen Jurusan Teknik Arsitektur FT, UGM Yogyakarta.

7. Teman-teman satu atap S2 arsitektur UGM angkatan 2011 yang

telah menjadi motivator dan rekan dalam penulisan tesis ini.

8. Ayahanda Drs. Syafainir dan Ibunda Dra. Rahmayuni, atas doa, kasih

sayang, dan dukungannya.

9. Tysa Hayuning Pramesvhari, S.H., M.Kn., atas semua cinta yang

diberikannya.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala

bantuan serta dukungannya selama penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih

memerlukan banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang

sebesar-besarnya dan mengharapkan saran serta kritik yang kiranya dapat

membantu penyempurnaan tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini dapat

memberi manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 2 April 2013

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

HALAMAN PERNYATAAN ……… iii

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR GAMBAR ……….. x

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR ISTILAH ……… xiv

INTISARI ……… xvi ABSTRACT ………... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1.2 Pertanyaan Penelitian ……… 1.3 Tujuan Penelitian ……… 1.4 Manfaat Penelitian ……… 1.5 Keaslian Penelitian ……… 1.6 Batasan Penelitian ……… 1.6.1. Lingkup Penelitian ………. 1.6.2. Lokasi Penelitian ……… 1.6.3. Objek Penelitian ………. 1.7 Sistematika Pembahasan ………. 1 3 4 4 4 6 6 7 8 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arsitektur Vernakular ……… 2.1.1 Pengertian Arsitektur Vernakular ……… 2.1.2 Karakteristik Arsitektur Vernakular ………. 2.1.3 Konsep Arsitektur Vernakular ………. 2.1.4 Aspek-aspek/faktor-faktor Kajian Pembentuk Arsitektur

11 11 15 18

(8)

viii Vernakular ………. 2.2 Suku Talang Mamak ………. 2.3 Tipomorfologi ………. 2.3.1 Tipologi ……….. 2.3.2 Morfologi ………. 2.3.3 Tipo-Morfologi ……… 19 22 27 27 29 31

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lingkup Penelitian ………

3.2 Lokasi Penelitian .………..

3.3 Objek Penelitian ……….

3.4 Jalan Penelitian ………..

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………...

3.6 Alat Penelitian ……….. 3.7 Variabel Penelitian ……….. 3.8 Metode Analisis ……… 3.9 Kerangka Penelitian ……… 33 34 36 38 39 40 40 41 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………

4.2 Tinjauan Objek Penelitian ……….

4.2.1 Pola Pemukiman ……… 4.2.2 Rumah Tinggal Suku Talang Mamak ………..

4.2.2.1. Kepemilikan lahan dan Rumah ……… 4.2.2.2. Pola Ruang dan Fungsi Rumah ………... 4.2.2.3. Bentuk, Struktur, Dimensi dan Massa Bangunan …. 4.2.2.4. Tata Cara Pembangunan ………. 4.3 Bangunan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Objek Penelitian

4.4. Sistem Pengkodean Objek Penelitian ……….

4.5. Matrik Bangunan Rumah Tinggal yang digunakan sebagai Objek Penelitian ……….

4.6. Kategorisasi Rumah Suku Talang Mamak ……….

4.6.1. Kategori Menurut Orientasi Bangunan ……… 44 46 46 47 47 48 52 54 55 58 60 75 75

(9)

ix 4.6.2. Kategori Menurut Tata Massa Bangunan yang Terbentuk ….. 4.6.3. Kategori Menurut Fungsi dari Ruang Dalam yang Terbentuk.. 4.6.4. Kategori Menurut Bentuk Fisik Atap Bangunan ………. 4.6.5. Kategori Menurut Bentuk Fisik Dinding Bangunan ………

4.6.6.

Kategori Menurut Bentuk Fisik Lantai dan Tiang Bangunan ... 4.7. Proses Pentipean Rumah Suku Talang Mamak Berdasarkan

Kategori yang Dipaparkan ………

4.7.1. Open Coding ………..

4.7.2. Axial Coding ……….

4.7.3. Selective Coding ……….

4.8.

Pembahasan Berdasarkan Temuan Dilapangan ……… 78 83 86 89 94 98 99 102 104 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……….

5.2.

Saran……….

109 111

DAFTAR PUSTAKA ……… xviii

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Indragiri Hulu ……….. 7

Gambar 1.2 Rumah Suku Talang Mamak ………. 9

Gambar 2.1 Suku Talang Mamak ………... 23

Gambar 2.2 Pemukiman Suku Talang Mamak……….. 24

Gambar 2.3 Upacara Begawai Suku Talang Mamak ……….. 26

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Indragiri Hulu ……….. 34

Gambar 3.2 Peta Penyebaran Suku Talang Mamak ………... 36

Gambar 3.3 Skema Kerangka Kerja Penelitian ……… 43

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau ……… 45

Gambar 4.2 Jalan Dalex Menuju Desa Talang Durian Cacar dan Jalan Setapak di Perkampungan Suku Talang mamak ………... 46 Gambar 4.3 Peta Persebaran Banjar di Desa Talang Durian Cacar ……… 47

Gambar 4.4 Bantalak atau Bandul pada Rumah Suku Talang Mamak …… 48

Gambar 4.5 Paran dan Paran Ginding pada Rumah Suku Talang Mamak 49 Gambar 4.6 Jungkar Ayam dan Tangga Turkis pada Rumah Suku Talang Mamak ……….. 50 Gambar 4.7 Barkas / Belubur / Rangkiang Padi pada Rumah Suku Talang Mamak ……….. 50 Gambar 4.8 Surauan pada Rumah Suku Talang Mamak ………... 51

(11)

xi

Gambar 4.10 Foto Perspektif Salah Satu Rumah Suku Talang Mamak …… 52 Gambar 4.11 Struktur Rumah Suku Talang Mamak ……….. 54 Gambar 4.12 Diagram Persentase Orientasi Rumah Suku Talang Mamak .. 76

Gambar 4.13 Orientasi Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………. 76 Gambar 4.14 Orientasi Ruang Haluan pada Bangunan Rumah Suku

Talang Mamak ………. 77

Gambar 4.15 Diagram Persentase Orientasi Peletakan Ruang Haluan Rumah Suku Talang Mamak ……….

78

Gambar 4.16 Konfigurasi Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak, Massa Tunggal (tipe L1) dan Massa Bergandeng (tipe L2) ….

79

Gambar 4.17 Bentuk Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak, Bentuk Dasar Persegi dan Persegi Panjang ………..

80

Gambar 4.18 Diagram Persentase Konfigurasi Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………..

80

Gambar 4.19 Diagram Persentase Bentuk Dasar Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………...

81

Gambar 4.20 Varian Tipe dari Penambahan Massa Bangunan Tipe L2 Rumah Suku Talang Mamak ……….

82

Gambar 4.21 Diagram Persentase Varian Penambahan Massa Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ……….

82

Gambar 4.22 Diagram Persentase Ruang Dalam yang Terbentuk pada Rumah Suku Talang Mamak ……….

84

Gambar 4.23 Diagram Persentase Jumlah Ruang Dalam yang Terbentuk pada Rumah Suku Talang Mamak ………...

85

(12)

xii Suku Talang Mamak ………... 86

Gambar 4.25 Bentuk Atap Pelana pada Rumah Suku Talang Mamak …….. 87 Gambar 4.26 Diagram Persentase Aplikasi Material Atap Bangunan Rumah

Suku Talang Mamak ………... 87

Gambar 4.27 Diagram Persentase Aplikasi Detil Atap Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………...

88

Gambar 4.28 Material Atap Seng, Daun (tengah) serta Kombinasi Seng dan Daun (kanan) pada Rumah Suku Talang Mamak ………..

89

Gambar 4.29 Diagram Persentase Aplikasi Bentuk Dinding Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ……….

90

Gambar 4.30 Garis Pembentuk Dinding Horizontal Vertikal serta Kombinasi Horizontal dan Vertikal pada Rumah Suku Talang Mamak …..

91

Gambar 4.31 Diagram Persentase Aplikasi Material Dinding Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ……….

91

Gambar 4.32 Material Pembentuk Dinding Papan, Kulit kayu, Bambu serta Kombinasi Papan dan Kulit kayu pada Rumah Suku Talang Mamak ………..

92

Gambar 4.33 Diagram Persentase Aplikasi Detil Dinding Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………..

93

Gambar 4.34 Detil Bukaan pada Dinding, Jendela, Talataian serta Kombinasi Jendela dan Talataianpada Rumah Suku Talang

Mamak ………. 93

Gambar 4.35 Diagram Persentase Aplikasi Bentuk Tiang Bangunan Rumah Suku Talang Mamak ………..

95

Gambar 4.36 Aplikasi Bentuk Tiang, Balok Kayu Kayu Bulat serta Kombinasi Kayu Bulat dan Semen pada Rumah Suku Talang

(13)

xiii

Gambar 4.37 Diagram Persentase Aplikasi Material Lantai Rumah Suku Talang Mamak ……….

96

Gambar 4.38 Aplikasi Material Lantai, Papan Bambu serta Kombinasi Papan dan Bambu pada Rumah Suku Talang Mamak ……….

97

Gambar 4.39 Persentase Detil Tiang Rumah Suku Talang Mamak ………… 97

Gambar 4.40 Detil Tiang Rumah, Umpak dan Tiang Tanam pada Rumah Suku Talang Mamak ……….. 98 Gambar 4.41 Tahapan Pentipean ………. 99

Gambar 4.42 Open Coding: Kategori 1 (Orientasi Bangunan) ………. 99

Gambar 4.43 Open Coding: Kategori 2 (Tata Massa Bangunan) ……… 100

Gambar 4.44 Open Coding: Kategori 3 (Jumlah Ruang) ……….. 100

Gambar 4.45 Open Coding: Kategori 4 (Atap) ……… 100

Gambar 4.46 Open Coding: Kategori 5 (Dinding) 101

Gambar 4.47 Open Coding: Kategori 6 (Tiang dan Lantai) 101

Gambar 4.48 Axial Coding: Relationship I 102

Gambar 4.49 Selective Coding: Kategori Inti Baru 104

Gambar 4.50 Diagram Konsep dan tipe Rumah Suku Talang Mamak 105

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rumah yang digunakan sebagai objek Penelitian ……… 56

Tabel 4.2 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Gandeng ………

61

Tabel 4.3 Nama Ruang, Peletakan Ruang, Pembagian Ruang dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Lamat ……….

62

Tabel 4.4 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Bimbang ……….

63

Tabel 4.5 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Arasan ………

64

Tabel 4.6 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Tarang ………

65

Tabel 4.7 Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Layaran ………..

66

Tabel 4.8 Tabel 4.8. Nama Ruang, Pembagian Ruang, Peletakan Ruang, dan Massa Bangunan pada Banjar Pak Bucah ……...

67

Tabel 4.9 Bentuk, Material Dan Detil Rumah Suku Talang Mamak ……. 68

Tabel 4.10 Matrik Keseluruhan Kategori Rumah Suku Talang Mamak …. 74 Tabel 4.11 Axial Coding: Relationship ……… 103 Tabel 4.12 Perbandingan Konsep Arsitektur Vernakular menurut Paul

Oliver (1987) dengan temuan pada Rumah Suku Talang

(15)

xv

DAFTAR ISTILAH

Barkas : Tempat untuk menyimpan padi dan benih padi

Bandul : Pembatas ruangan

Banjar : Kelompok pemukiman

Bantalak : Pembatas ruangan

Bedukun : Upacara pengobatan suku Talang Mamak

Begawai : Upacara erkawinan suku Talang Mamak.

Belabat : Rangka dinding yang membujur

Belubur : Tempat untuk menyimpan padi dan benih padi

Gulungan : Ring

Halang Pandak : Balok tarik

Halang Panjang : Ring balk

Haluan : Ruang dibagian depan, untuk menerima tamu

Jalan Dalex : Jalan tanah berbatu

Janjang : Tangga

Jerajak : Rangka dinding yang melintang

Jungkar Ayam : Ruangan yang di sekat untuk meletakan ayam jantan

Kasau Banyak : Usuk

Kasau Jantan : Kuda-kuda

Kayu Panjang : Sturktur peletakan lantai atau balok lantai

Lambai-lambai : Kusen tempat peletakan pintu

Managak Rumah : Proses pembangunan rumah

Matahari Hidup : Arah timur

Matahari Mati : Arah barat

Naik Tambak : Upacara kematian suku Talang Mamak

Palas Tawar : Sesajen dalam pembuatan rumah

Pandapuran : Merupakan ruangan yang digunakan sebagai tempat

memasak dan tempat makan

(16)

xvi

Paran : Ruangan di atas yang digunakan sebagai tempat untuk

meletakkan barang-barang untuk berladang

Paran Ginding : Ruangan di atas sebagai tempat tidur anak gadis

Rangkiang Padi : Tempat untuk menyimpan padi dan benih padi

Rasuk : Sturktur peletakan lantai atau balok lantai

Sandi : Pondasi dari tiang (umpak)

Sirawai-Rawai : Daun Rumbai yang dililitkan pada tiang

Surauan : Merupakan ruangan mesanin yang berfungsi sebagai

tempat sesajen

Talataian : Lubang kecil seukuran sekeping papan (jendela)

Tampuan : Ruang tempat perempuan, pada bagian belakang

Tangah : Ruang di tengah

Tangga Turkis : Tangga dari sebatang kayu yang diulir

Tiang Tuha : Tiang pertama yang didirikan

(17)

xvi

TIPOMORFOLOGI RUMAH SUKU TALANG MAMAK

STUDI KASUS DI KECAMATAN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU

INTISARI

Suku Talang Mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang terasing dan hidup masih secara tradisional di sehiliran sungai Indragiri, Provinsi Riau, Indonesia. Rumah suku Talang Mamak merupakan rumah panggung, dengan dinding terbuat dari kulit kayu, berlantaikan bambu, beratap rumbia atau atap dari daun salak, serta menggunakan rotan sebagai pengikat struktur rumah. Seiring dengan perkembang zaman dan teknologi, rumah suku Talang Mamak pun mengalami perubahan. Penggunaan material, pengetahuan, serta teknologi lokal yang semulanya merupakan ciri rumah suku Talang Mamak mulai ditinggalkan. Sehingga keragaman bentuk dari rumah suku Talang Mamak menjadi sangat beragam dan semakin kompleks

Penelitian ini menjabarkan tentang tipomorfologi rumah suku Talang Mamak di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan melalui teori tentang arsitektur vernakular dan tipomorfologi sebagai background knowledge dengan didukung informasi yang diperoleh dari sumber-sumber dan pelaku kegiatan di dalam lingkup penelitian. Kemudian menggunakan metode grounded theory dengan teknik pengkodean open coding, axial coding dan selective coding dalam menganalisis data dan menemukan variasi bangunan rumah suku Talang Mamak untuk dapat dikelompokan serta melihat karakter maupun konsep bangunan yang terdapat pada rumah suku Talang Mamak.

Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan kesimpulan mengenai elemen arsitektur yang selalu ada dalam ruang dan bentuk dari rumah suku Talang Mamak yang terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau. Rumah suku Talang Mamak merupakan rumah panggung, dengan orientasi bangunan ke arah timur (matahari hidup), Ruang haluan berorientasi ke utara maupun ke selatan, memiliki massa bangunan tunggal maupun bergandeng (masa tambahan), denah berbentuk persegi maupun persegi panjang. atap pelana, garis pembentuk dinding horizontal dan vertikal. Selain itu terdapat 3 tipe rumah suku Talang Mamak, rumah tipe kecil (4-5 ruang), sedang (6-7 ruang) dan besar (8-9 ruang).

Kata kunci: Tipomorfologi, suku Talang Mamak, arsitektur vernakular, Rakit

(18)

xvii

TYPOMORPHOLOGY OF TALANG MAMAK TRIBE HOUSES

CASE STUDY IN RAKIT KULIM INDRAGIRI HULU RIAU

ABSTRACT

Talang Mamak Tribe is a group of isolated people who live remotely and traditionally in the upstream area of Indragiri River, in the Province of Riau, Indonesia. Houses in Talang Mamak Tribe are stilt houses with walls from barks, floor from bamboo, roofs from thatch or leaf barks, and rattan as the binder of the house structure. In line to the development of time and technology, Talang Mamak Tribe houses have also changed. The use of materials, knowledge and local technology, which are the original characteristics of Talang Mamak Tribe, have been abandoned. Thus, Talang Mamak Tribe houses have become complex and hasmany variations.

This study describes the typomorphology of Talang Mamak Tribe houses. Qualitative research method was applied in this study. This method was used through theories in vernacular and typomorphological architecture as the background knowledge. This method was supported with information form sources and practitioners in the study area. This study also applied the grounded theories method with coding techniques including open coding, axial coding and selective coding for data analysis. Such technique was also used to obtain the variation of Talang Mamak Tribe houses to be used for classification and to observe both characters and the concepts of Talang Mamak Tribe houses.

Based on the results of this study, the conclusionscan be drawn regarding the architectural elements that always exist in the space and shape of Talang Mamak Tribe houses. They are stilt houses with east direction orientation (the living sun), with haluan rooms oriented to the north and south direction, with either single or jointed (additional) mass, with square and rectangle plan, with gable roof, and with horizontal and vertical wall shaping line. There are three types of Talang Mamak Tribe houses: the small type (4-5 rooms), medium type (6-7 rooms) and large type (8-9 rooms).

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Suku Talang Mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang terasing

dan hidup masih secara tradisional di sehiliran sungai Indragiri, Provinsi Riau,

Indonesia. Dalam kelompok masyarakat ini terdapat sub kelompok yang mereka

sebut dengan suku, kemudian dibagi lagi dalam tobo dan unit terkecil mereka

sebut dengan hinduk atau perut atau disebut juga puak anak.

Suku Talang Mamak ini tergolong Proto Melayu (Melayu Tua) yang merupakan suku asli Indragiri Hulu dengan sebutan ”Suku Tuha” yang berarti

suku yang pertama datang dan lebih berhak atas sumber daya alam di Indragiri

Hulu.

Suku Talang Mamak tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan

Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri

Hulu, Riau. Satu kelompok berada di Dusun Semarantihan Desa Suo-suo

Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo, Jambi. Pada tahun 2010 populasi suku

Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu diperkirakan ±1507 kepala keluarga

atau ±7010 jiwa.

Pada tahun 1999 Kabupaten Indragiri Hulu dipecah lagi menjadi 2

Kabupaten yaitu Kabupaten Kuantan Singingi yang berkedudukan di Taluk

Kuantan dan Kabupaten Indragiri Hulu berkedudukan di Rengat. Kemudian, pada

(20)

2 menjadi 14 Kecamatan diantaranya yaitu Kecamatan Rakit Kulim yang

merupakan salah satu Kecamatan baru.

Ada beberapa versi asal suku Talang Mamak. Menurut Obdeyn-Asisten

Residen Indragiri, suku Talang Mamak berasal dari Pagaruyung yang terdesak

akibat konflik adat dan agama. Sedangkan berdasarkan mitos bahwa suku

Talang Mamak merupakan keturunan Adam ketiga berasal dari kayangan turun

ke bumi, tepatnya di Sungai Limau dan menetap di Sungai Tunu (Durian Cacar,

tempat Pati), Kecamatan Rakit Kulim.

Riwayat lain mengenai suku Talang Mamak dapat dijumpai pada teks

lisan dan tulisan, dimana seorang keturunan Sultan Indragiri, bernama Tengku

Arief dengan kitabnya Rakit Kulim menjemput Raja ke Melaka (tanpa tahun).

Dalam kitab tersebut di jelaskan bahwa awal mula suku Talang Mamak

bermukim yaitu di Sungai Limau, Kecamatan Rakit Kulim sekarang.

Perkampungan Talang Mamak dewasa ini telah mempunyai beberapa

talang. Padahal semula terdiri dari 1 Talang Durian Cacar, kemudian menjadi 3

Talang (balai) yaitu Talang Sungai Parit, Talang Perigi, dan Talang Durian Cacar.

Jadi dapat dipastikan bahwa di kecamatan Rakit Kulim merupakan pemukiman

awal suku Talang Mamak.

Rumah suku Talang Mamak menggunakan material setempat sebagai

bahan pembuatnya, material tersebut berasal dari hutan tempat masyarakat

tersebut bermukim. Rumah suku Talang Mamak merupakan rumah panggung,

dengan dinding terbuat dari kulit kayu, berlantaikan bambu, beratap rumbia atau

atap dari daun salak, serta menggunakan rotan sebagai pengikat struktur rumah

tersebut1.

1

(21)

3 Rumah suku Talang Mamak diduga merupakan salah satu bentuk dari

arsitektur vernakular. Dikarenakan suku Talang Mamak tergolong Proto Melayu,

yang merupakan suku asli dan suku pertama, hal ini semakin memperkuat

dugaan bahwa rumah suku Talang Mamak merupakan rumah vernakular

pertama yang ada di Sumatera, khusunya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, rumah suku Talang

Mamak pun mengalami perubahan baik dari segi bentuk maupun material yang

digunakan. Penggunaan material, pengetahuan, serta teknologi lokal yang

semulanya merupakan ciri rumah suku Talang Mamak mulai ditinggalkan.

Material-material baru seperti seng, paku, papan dan semen pun dapat kita

temukan pada rumah-rumah suku Talang Mamak. Sehingga keragaman bentuk

dari rumah suku Talang Mamak menjadi sangat beragam dan semakin

kompleks.

Oleh karena itu, mempelajari karakteristik rumah suku Talang Mamak

dapat menjadi jalan untuk mengenal masyarakat tersebut, sehingga langkah

pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat suku Talang Mamak yang terdapat

di Kabupaten Indragiri Hulu, khususnya di Kecamatan Rakit Kulim lebih efektif

dan efisien.

1.2. Pertanyaan Penelitian

1. Elemen arsitektur mana sajakah yang selalu ada dalam ruang dan bentuk

dari rumah suku Talang Mamak yang terdapat di Kecamatan Rakit Kulim,

Indragiri Hulu, Riau?

2. Bagaimana tipe-tipe ruang dan bentuk dari rumah suku Talang Mamak

(22)

4

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, mengetahui dan

mempelajari tipe-tipe ruang, bentuk, fungsi dan proses pembangunan dari rumah

suku Talang Mamak yang terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu,

Riau.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan

dibidang arsitektur. Disamping itu dapat bermanfaat sebagai bahan masukan di

dalam membuat kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat suku

Talang Mamak yang terdapat di kabupaten Indragiri Hulu, khususnya di

Kecamatan Rakit Kulim lebih efektif dan efisien, serta selaras dengan kebutuhan

masyarakat di dalamnya.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian tentang tipomorfologi dan tentang suku Talang

Mamak di Indonesia sudah banyak dilakukan. Adapun penelitian mengenai

tipomorfologi dan suku Talang Mamak yang pernah dilakukan oleh peneliti lain

adalah:

1. Arifin. (2005) “Dampak Program Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil (PKAT) terhadap kesejahteraan Masyarakat Talang Mamak di desa Talang Lakat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau”. Tesis Magister

Administrasi Publik, UGM, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan

penelitian sosiologi yang membahas mengenai bagaimana kehidupan

(23)

5 Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Temuan dari penelitian ini tidak ada

yang menyinggung aspek arsitektural.

2. Muthiah, Jadda., dkk. (2009) “Etnobiologi Masyarakat Adat Talang

Mamak di Dusun Tua Datai Dalam Penggunaan Zona Pemanfaatan Tradisional Taman Nasional Bukit Tigapuluh” Fakultas Kehutanan

IPB, Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian biologi yang

membahas mengenai pemanfaatan flora dan fauna dalam kehidupan

masyarakat suku Talang Mamak yang ada di Dusun Tua Datai, Riau.

Temuan dari penelitian ini tidak ada yang menyinggung aspek

arsitektural.

3. Sujini. (1997) “Tipomorfologi Perubahan Rumah pada Perumahan Minomartani, Yogyakarta”. Tesis S2 Arsitektur, UGM, Yogyakarta.

Penelitian ini membahas mengenai tipomorfologi perubahan rumah

yang ada pada bangunan perumahan Minomartani, Yogyakarta.

Temuan dari penelitian ini menyinggung aspek arsitektural yang

terdapat pada perumahan tersebut.

4. Hadinata, Irwan Yudha. (2010) “Tifomorfologi Kota Banjarmasin”.

Tesis S2 Arsitektur, UGM, Yogyakarta. Penelitian ini membahas

mengenai tipomorfologi kota Banjarmasin. Temuan dari penelitian ini

menyinggung aspek arsitektural yang terdapat pada kota Banjarmasin

dalam skala makro.

Melihat posisi penelitian yang ada di atas maka penelitian mengenai

tipomorfologi rumah suku Talang Mamak di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri

(24)

6 dilakukan pada lokasi yang berbeda. Hasil yang akan didapatkan pada penelitian

ini nantinya diharapkan akan memiliki pembahasan yang berbeda dibandingkan

dengan penelitian-penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya

karena lokus yang berbeda.

1.6. Batasan Penelitian

1.6.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah membahas ruang dan bentuk

yang terdapat pada arsitektur bangunan rumah tinggal suku Talang Mamak yang

terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau. Faktor-faktor lain di luar

arsitektur yang berpengaruh terhadap pembentukan karakteristik ruang dan

bentuk pada bangunan hanya akan dibahas sebagai pendukung yang

memperkaya isi penelitian sepanjang memiliki pengaruh langsung. Ruang yang

dimaksud pada penelitian ini adalah susunan ruang baik ruang luar maupun

ruang dalam yang terdapat di dalam batas lahan bangunan. Hal tersebut

dikarenakan keterbatasan izin dan waktu pengumpulan data yang didapatkan

oleh peneliti. Berdasarkan pembatasan tersebut maka pembahasan ruang-ruang

diluar batas lahan ataupun pembahasan ruang dalam konteks urban maupun

kawasan bukan merupakan bahasan dalam penelitian ini. Kemudian bentuk yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk asli dari rumah suku Talang Mamak

tersebut, berikut dengan perubahan dari bentuk asli tersebut. Seiring dengan

(25)

7

1.6.2. Lokasi Penelitian

Secara geografis Kabupaten Indragiri Hulu berada pada posisi 0°

LU-1-20´ LS dan 102-10´ BT - 102-48" BB. Luas wilayah Kabupaten Indragiri Hulu

meliputi 8.198.26 km² (819.826,0 Ha) yang terdiri dari daratan rendah, daratan

tinggi rawa-rawa dengan ketinggian 50-100 m diatas permukaan laut. Kabupaten

ini ditandai dengan iklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 21.9 0C - 33.4

0C. Rata-rata curah hujan pada tahun 2009 adalah 2,520.8 mm/tahun. Musim

kemarau terjadi pada bulan Maret hingga Agustus. Berikut ini adalah

batasan-batasan Kabupaten Indragiri Hulu :

Sebelah Barat : Kabupaten Kuantan Singingi

Sebelah Timur : Kabupaten Indragiri Hilir

Sebelah Utara : Kabupaten Pelalawan

Sebelah Selatan : Kabupaten Muara Tebo, Provinsi Jambi

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Indragiri Hulu

(Sumber:http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Lokasi_Riau_Kabupaten_Indragi ri_Hulu.svg)

(26)

8 Suku Talang Mamak tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan

Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat Kabupaten Indragiri

Hulu, Riau. Dan satu kelompok berada di Dusun Semarantihan Desa Suo-suo

Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo, Jambi. Pada tahun 2010 populasi Talang

Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu diperkirakan ±1507 kepala keluarga atau

±7010 jiwa.

Dikarenakan luasnya area lokasi pemukiman suku Talang Mamak yang

terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu, maka area penelitian yang dipilih pada

penelitian ini adalah kawasan pemukiman suku Talang Mamak yang terdapat di

Kecamatan Rakit Kulim saja.

1.6.3. Objek Penelitian

Rumah suku Talang Mamak di Kecamatan Rakit Kulim awalnya hanya

terdiri dari beberapa rumah asli. Kini seiring dengan perkembangan waktu,

beberapa rumah tinggal di pemukiman ini telah mengalami perubahan bentuk,

perubahan fungsi, maupun perubahan tata ruang bangunan.

Selanjutnya berdasarkan kondisi bentuk yang ada, peneliti membagi

menjadi 2 kategori, yaitu bangunan dengan kondisi relatif asli, dan bangunan

dengan perubahan bentuk. Yang dimaksud dengan bangunan dengan kondisi

relatif asli pada penelitian ini adalah bangunan yang masih terdiri atas informasi

awal tentang rumah suku talang mamak.

Sedangkan yang dimaksud dengan kategori bangunan perubahan adalah

bangunan yang memiliki bentuk dan pola keruangan yang berbeda dengan

(27)

9 yang didirikan dengan cara menghancurkan bangunan asli terlebih dahulu, atau

bangunan baru yang terdapat di sebelah bangunan asli dan menjadi tempat

tinggal suku talang mamak.

Gambar 1.2 Rumah Suku Talang Mamak (Sumber: Penulis, 2012)

1.7. Sistematika Pembahasan

Penulisan hasil penelitian akan dibagi ke dalam 5 bab yang secara garis

besar dapat dijabarkan sebagai berikut :

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian tentang

latar belakang, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

(28)

10 Bab kedua merupakan bab tinjauan pustaka yang terdiri atas kajian teori,

tinjauan tentang arsitektur vernakular, suku Talang Mamak, serta tipomorfologi.

Bab ketiga merupakan bab metode penelitian yang berisi tentang metode

dan paradigma yang digunakan, cara memperoleh data, analisa data, serta

langakah dan jadwal penelitian.

Bab keempat merupakan bab hasil dan pembahasan yang berisi tentang

temuan-temuan yang ada dilapangan. Selanjutnya data-data yang telah

dikumpulkan akan dianalisis untuk kemudian dirumuskan bagaimanakah tipe

ruang dan bentuk yang ada pada rumah suku Talang yang terdapat di

Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Riau.

Bab kelima merupakan bab yang berisi uraian kesimpulan dan saran

penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan temuan-temuan penelitian yang

(29)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur Vernakular

2.1.1. Pengertian Arsitektur Vernakular

Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari

arsitektur rakyat. Arsitektur vernakular berdasarkan pada local knowledge, local

material, local technology, yang erat dengan elemen yang berbau mitos, berdasarkan cara hidup dan kepercayaan masyarakat setempat. Arsitektur

vernakular dibangun oleh warga setempat berdasarkan pengalaman, merupakan

jawaban atas seting lingkungan tempat bangunan tersebut berada. Arsitektur

vernakular tidak hanya berupa produk tetapi juga proses, lebih kepada konsep

dari pada materi.

Arsitektur vernakular diidentikkan dengan jenis arsitektur yang

berkembang tanpa bantuan arsitek dan merupakan jawaban adaptif dari manusia

lokal untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Bila cara ini berlangsung

berulang-ulang melalui ajaran dari mulut ke mulut, maka akan menjadi tradisi.

Masyarakat asli yang membangun arsitektur vernakular merupakan masyarakat

yang cerdas dimana mereka belajar dari pengalaman untuk membangun sebuah

bangunan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Kata vernakular itu sendiri berasal dari bahasa latin vernaculus yang

berarti asli (native), sehingga arsitektur vernakular dapat diartikan sebagai

(30)

12 langgam, arsitektur vernakular merefleksikan suatu masyarakat yang akrab

dengan alamya, kepercayaannya, dan norma-normanya dengan bijaksana.

Menurut Amos Rapoport (1969) dalam buku House Form and Culture,

arsitektur vernakular adalah suatu karya arsitektur yang tumbuh dari arsitektur

rakyat dengan segala macam tradisi dan mengoptimalkan atau memanfaatkan

potensi-potensi lokal seperti; material, teknologi, dan pengetahuan.

Sedangkan arsitektur vernakular menurut Dell Upton dalam Paul Groth

(1999), mengatakan bahwa bangunan vernakular adalah bangunan biasa.

Upton menggambarkan arsitektur vernakular sebagai studi arsitektur yang polos,

dengan kasta rendah, biaya rendah, atau yang dibangun oleh kelompok

tradisional yang menggunakan budaya setempat yang abadi dan tidak berubah.

Kembali Amos Rapoport (1969) mengatakan bentuk atau model

vernakular dipengaruhi oleh enam faktor yang disebut dengan modifying factor,

yaitu, faktor bahan, faktor kontruksi, faktor teknologi, faktor iklim, faktor lahan,

dan faktor sosial-budaya.

Kingston (2003) mengatakan arsitektur vernakular yang benar adalah

tidak mengacu pada hal lain dari budaya, tetapi cenderung berkembang

mengadopsi regional dan mewujudkan budaya setempat. Karakteristik dari

arsitektur vernakular, bahwa bangunan vernakular diproduksi oleh seorang

individu untuk digunakan sendiri, atau bersifat lokal, kontraktor/pembangun

biasanya anonim dengan menggunakan formula atau aturan dari tradisi yang

diadaptasi secara lokal .

Sedangkan Paul Groth (1999) menyebutkan terdapat beberapa

karakterisasi arsitektur vernakular, yaitu; Bentuk keseharian akrab dengan

(31)

13 disekitarnya untuk diaplikasi pada fungsi bangunan; Arsitektur vernakular sering

mengasumsikan suatu arti kepentingan dari kehidupan sehari-hari orang biasa,

dapat dikatakan tidak termasuk bangunan yang dirancang secara professional.

Sedangkan beberapa ahli lain berpendapat (Nindyo, dkk. 2007) bahwa

arsitektur vernakular adalah:

1. Menurut Sumalyo (2006), vernakular artinya adalah bahasa setempat.

Dalam arsitektur istilah ini untuk meyebut bentuk-bentuk yang

menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan, termasuk iklim setempat

yang diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural.

2. Menurut Prijotomo (2000), arsitektur vernakular mendasarkan

pemahamannya atas arsitektur anak bangsa yang mencakup kenyataan

geoklimatik dan kenyataan tradisi tanpa tulisan.

3. Menurut Mete (1990), arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh

dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik

dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan

pengalaman dengan menggunakan teknik dan material lokal dan

merupakan jawaban seting lingkungan tempat bangunan berada.

Perancang memiliki kedudukan yang penting dalam suatu proses

merancang arsitektur, begitu pula dalam arsitektur vernakular, proses merancang

arsitektur vernakular dilandasi oleh pemikiran rasional dan spiritual dimana

masyarakat menghargai perancangnya sebagai tokoh yang menempa diri untuk

memperdalam ilmu rancang bangun dan memperkayanya dengan pengalaman

(32)

14 Wiranto (1999), mengatakan bahwa pada awalnya terdapat arsitektur

rakyat yang dibentuk oleh faktor norma, adat, iklim, budaya, dan potensi bahan

setempat serta secara langsung mendapatkan pengakuan masyarakatnya.

Arsitektur rakyat yang dirancang oleh dan untuk masyarakat tersebut

mengandung muatan local genius dan nilai jati diri yang mampu menampilkan

rona asli, sangat dekat dengan budaya lokal dan pada umumnya tumbuh dari

masyarakat kecil.

Arsitektur vernakular bukanlah barang seperti gudang atau rumah

sederhana saja dan tidak dapat selalu diukur (Susan Garfinkel, 2007). Dalam

vernakular terdapat aspek penting dan saling tergantung itu yang merupakan

bahasa daerah. Suatu "bahasa daerah" adalah bersifat lokal, bersama, dan

keseharian. Persyaratan tersebut menyatakan bahwa arsitektur vernakular

adalah sesuai dengan kebutuhan lokal, karenanya hampir semua kasus

bangunan vernakular adalah mewujudkan masalah lokalitas. Tapi "lokal" juga

menunjukkan sebuah komunitas yang merupakan bagian dari struktur arsitektur

vernakular yang timbul dari konteks budaya dan membutuhkan sekelompok

orang, masa lalu atau sekarang, yang semuanya memiliki banyak kesamaan

(Susan Garfinkel, 2007).

Disebutkan karya yang kontekstual tidak selalu vernakular. Sebagai

contoh karya Charles Moore (Sea Ranch, California) dan Robert Venturi (rumah

Wislocki di Cape Cod), misalnya, menggunakan fitur serupa, bahan, dan teknik

massa hunian vernakular di wilayah tersebut, tetapi proses desain dan nilai

adalah jauh berbeda. Karya-karya tersebut mempromosikan konsep

(33)

15 atau melupakan tentang bagaimana cara/proses merancang yang sebenarnya

(Kingston Wm. Heath, 2003).

Arsitektur vernakular sangat mengoptimalkan potensi atau budaya lokal,

maka suatu bangunan yang berkonsep vernakular sangat mempertimbangkan

kelestarian lingkungan sehingga juga bersifat sustainable architecture. Arsitektur

vernakular ditemukan secara trial and error oleh rakyat itu sendiri (Salmon Priaji

Martana, 2006).

Dengan demikian, arsitektur vernakular yang merupakan pengembangan

dari arsitektur rakyat memiliki nilai ekologis, arsitektonis, dan alami karena

mengacu pada kondisi dan potensi iklim, budaya, masyarakat, dan

lingkungannya.

2.1.2. Karakteristik Arsitektur Vernakular

Kingston (2003) mengatakan, arsitektur vernakular yang benar adalah

tidak mengacu pada hal lain dari budaya, tetapi cenderung berkembang

dan mengadopsi regional dan mewujudkan budaya setempat. Lebih rinci

Kingston menyebutkan karakteristik arsitektur vernakular, bahwa bangunan

vernakular diproduksi oleh seorang individu untuk digunakan sendiri, atau

bersifat lokal, kontraktor/pembangun biasanya anonim dengan menggunakan

formula atau aturan dari tradisi yang diadaptasi secara lokal.

Sumber lain menyebutkan terdapat beberapa karakterisasi arsitektur

vernakular yaitu (Paul Groth. 1999):

(34)

16 b. Sering dibuat dengan bahan tersedia disekitarnya untuk diaplikasi pada

fungsi bangunan.

c. Arsitektur vernakular sering mengasumsikan suatu arti kepentingan dari

kehidupan sehari-hari orang biasa, dapat dikatakan tidak

termasuk bangunan yang dirancang secara professional.

Amos Rapoport (1969) dalam bukunya House, Form And Culture

membagi karakteristik arsitektur vernakular menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Elemen karakteristik proses pembentukan arsitektur vernakular berhubungan

dengan lingkungan yang terbentuk, seperti:

a. Identitas perancang atau desainer. Dalam lingkungan vernakular

perancang adalah pemakai.

b. Maksud dan tujuan perancang. Dalam tradisi lingkungan vernakular,

identitas kelompok adalah hal yang pokok untuk ditampilkan.

c. Derajat anonimitas perancang. Perancang sebagian besar tidak dikenal

pada lingkungan primitif.

d. Model dengan variasi. Merupakan model yang khas dari lingkungan

primitif, diikuti kemudian oleh vernakular dan keasliannya cenderung

menjadi tujuan akhir.

e. Keberadaan model tunggal pada lingkungan vernakular sangat tinggi.

f. Skema dasar perancangan hanya tertuang dalam pikiran sebelum

dibangun.

g. Konsistensi pada bangunan model bangunan tunggal.

h. Keseragaman model pemilihan dan kriteria pemilihan dengan dualisme

(35)

17 i. Tingkat kesadaran diri atau ketidaksadaran dari proses desain. Desain

dibuat melalui proses seleksi atau tidak sengaja di desain seperti pada

primitif dan instruktursinisme (sengaja di desain).

j. Bentuk perubahan pada desain vernakular sangat lama, hal ini

disebabkan sesuai dengan keinginan pemakai.

k. Tingkat pembagian konstruksi telah teruji.

2. Elemen karakteristik produk arsitektur vernakular dimana menjelaskan

lingkungan sekitar, kualitas dan atributnya termasuk arsitektonik formal

tradisional, estetik dari lingkungan seperti:

a. Tingkat kekhususan kultural dan tempat.

b. Mempunyai bentuk model yang spesifik seperti bentuk rencana, morfologi

bentuk, pola geometri.

c. Konsistensi dari kultural lansekap dapat dikaitkan dengan konsistensi

model yang dipakai, peraturan yang kuat, tatanan yang jelas.

d. Penggunaan material, tekstur, warna dan lain-lain yang khusus dipakai

untuk mengindentifikasi berbagai bentuk identitas sehingga konsistesi

penggunaan sifat tersebut akan memperkuat kekhususan suatu tempat.

e. Desain vernakular seringkali sangat efektif merespon iklim, kultur, seperti

gaya hidup, privacy, dll.

f. Kejelasan dan pemahaman lingkungan sehubungan dengan tatanan yang

diekspresikan oleh model secara efektif lebih mendukung secara kultural.

g. Penambahan, pengurangan dan perubahan merupakan jenis

(36)

18 h. Keefektifan dari lingkungan sebagai sebuah tatanan untuk gaya atau cara

hidup dan sistem aktivitas sangat tinggi.

i. Efisiensi penggunaan sumber alam sangat tinggi itu terlihat pada aplikasi

dalam penggunaan tempat yang multi fungsi, tatanan, dll.

j. Kompleksitas selalau berubah sehubungan dengan jenis aktivitas, jumlah

dan overlap mempunyai kecenderungan yang tinggi sebab lingkungan

vernakular mengkoordinasi lebih banyak campuran aktivitas dan aktivitas

tambahan, ruang, jalan, lngkungan perbelanjaan, dll.

k. tingkat deferensial tatanan, jumlah, tipe, variasi pada lingkungan

vernakular rendah.

2.1.3. Konsep Arsitektur Vernakular

Dalam Dwelilings: The House Across the World, Paul Oliver (1987)

menyebutkan beberapa konsep arstitektur vernakular yaitu;

a. Rural Settlements / permukiman pedesaan

b. Types and Processes / tipe dan proses membangun

c. Built From the Ground / dibangun sedekat mungkin dengan tanah

d. Resources that Grow / memanfaatkan sumberdaya disekitar

e. Coping with Climate / mengatasi kondisi iklim

f. Living Spaces / ruang komunal (berkumpul)

g. Values, Syimbols, and Meanings / Nilai, Syimbols, dan Makna

(37)

19

2.1.4. Aspek-aspek/faktor-faktor Kajian Pembentuk Arsitektur Vernakular

Beberapa aspek yang dapat mendasari kajian arsitektur vernakular

antara lain meliputi budaya-tanda, lingkungan, bahan-teknik bangunan, servis, proses produksi, bentuk simbol-dekorasi, tipologi, serta kegunaan–fungsinya

(Paul, 1997, dalam Nindyo 2007). Lebih rinci dijelaskan, yaitu (Nindyo, dkk.

2007):

a. Kegunaan dan Fungsi

Dalam arsitektur vernakular, ruang-ruang yang terbentuk dalam

sebuah bangunan sesuai dengan kebutuhan ruang gerak dan aktifitas serta

budaya/tradisi masyarakat (Sugini, dalam Nindyo 2007).

Dalam memaknai pembentukan ruang (placemaking) di lingkungan

permukiman tradisional vernakular menurut Turan (dalam Nindyo 2007) serta

Waterson (dalam Nindyo 2007) selalu menunjukkan adanya hubungan antara

perilaku, kegiatan dengan ruang-ruang yang berbentuk. Pendekatan uses

and function menurut Paul (1997, dalam Nindyo 2007) merupakan pendekatan dengan klasifikasi ditekankan pada pertimbangan bagaimana

bangunan-bangunan tersebut dibuat, dan digunakan.

b. Lingkungan

Menurut Paul (dalam Nindyo 2007), dalam vernakular terdapat saling

pengaruh antara unsur alam dengan budaya masyarakatnya. Dalam

pembentukan seting lingkungan, terdapat beberapa unsur yang dapat

dijadikan pendekatan, antara lain:

1. Climate, berkaitan dengan kondisi cuaca/iklim disebuah tempat.

2. Location and Site, berkaitan dengan letak geografis.

(38)

20 4. Population, terkait kondisi penghuni: dari tempat asli, dampak

kepadatan, pertumbuhan, migrasi, urbanisasi.

5. Settlement, terkait dengan pola permukiman.

c. Bahan dan teknologi bahan

Adanya kaitan antara pemilihan bahan dengan kondisi iklim, dapat

digali lebih jauh kemungkinan penyebab pemilihan bahan yang yang

digunakan serta ada di lokasi.

d. Tipologi (Typologies)

Bentukan tipologi bangunan dilihat dari seting fisik alam yang

mempengaruhi seting bangunan seperti; bersifat bangunan tunggal,

bangunan split level, maupun bangunan sengkedan (bangunan deret

menerus keatas). Atap yang berbentuk atap pelana, atap datar maupun atap

lasenar. Tata bangunannya ada yang berupa bangunan bawah tanah

bangunan menggantung dan bangunan panggung.

Menurut Amos Rapoport (1969) dalam House Form and Culture, bentuk

atau model vernakular dipengaruhi oleh enam faktor yang disebut dengan

modifying factor, yaitu: 1. Faktor Bahan

Arsitektur vernakular menggunakan bahan alami yang ada di alam sekitar atau bahan „ramah‟ lingkungan. Bahan alami yang digunakan dalam

arsitektur vernakular tidak melalui proses pabrikasi ataupun pengolahan yang

melibatkan peralatan aktivitas mesin.

(39)

21 Kontruksi yang digunakan dalam arsitektur vernakular tidak melibatkan ahli

kontruksi. Model vernakular diterapkan secara kolektif oleh masyarakat.

3. Faktor Teknologi

Teknologi yang dipakai dalam arsitektur vernakular dipakai secara

turun-temurun atau diwariskan dan menjadi tradisi dalam masyarakat.

4. Faktor Iklim

Iklim dan lingkungan sekitar menjadi faktor penentu pemilih bahan,

perancangan dan penerapan kontruksi serta teknologi yang semuanya

merupakan hasil adatasi dari iklim dan alam sekitar.

5. Faktor Lahan

Pemilihan bahan disesuaikan dengan pemaknaan secara fisik bangunan,

biasanya berkaitan dengan kondisi religi masyarakat tersebut.

6. Faktor Sosial-Budaya

Faktor sosial meliputi pola hubungaan masyarakat, sistem kekeluargaan,

serta mata pencaharian. Sedangkan faktor budaya berkaitan erat dengan

cara pandang manusia terhadap alam, konsep hidup ideal, simbol-simbol

serta kepercayaan dan agama.

Rapopot menambahkan bahwa keenam faktor tersebut bersifat dinamis

sehingga model arsitektur vernakular dapat saja berubah dan berevolusi seiring

perkembangan faktor-faktor tersebut. dengan adanya evolusi model vernakular

tersebut menunjukan adanya proses trial and error arsitektur vernakular dalam

(40)

22

2.2. Suku Talang Mamak

Suku Talang Mamak merupakan sekumpulan masyarakat yang terasing

dan hidup masih secara tradisional di sehiliran sungai Indragiri, Provinsi Riau,

Indonesia. Dalam kelompok masyarakat ini terdapat sub kelompok yang mereka

sebut dengan suku, kemudian dibagi lagi dalam tobo dan unit terkecil mereka

sebut dengan hinduk atau perut atau disebut juga puak anak.

Suku Talang Mamak tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) merupakan

suku asli Indragiri, mereka juga menyebut dirinya "Suku Tuha". Kedua sebutan

tersebut bermakna suku pertama datang dan lebih berhak terhadap sumber daya

di Indragiri Hulu. Ada beberapa versi asal suku Talang Mamak. Menurut

Obdeyn-Asisten Residen Indragiri, suku Talang Mamak berasal dari Pagaruyung yang

terdesak akibat konflik adat dan agama. Sedangkan berdasarkan mitos bahwa

suku Talang Mamak merupakan keturunan Adam ketiga berasal dari kayangan

turun ke bumi, tepatnya di Sungai Limau dan menetap di Sungai Tunu (Durian

Cacar, tempat Pati). Hal ini terlihat dari ungkapan "Kandal Tanah Makkah,

Merapung di Sungai Limau, menjeram di Sungai Tunu". Itulah manusia pertama di Indragiri nan bernama Patih.

Suku Talang Mamak dalam percakapan sehari-hari menggunakan

bahasa yang disebut dengan bahasa Talang Mamak, walaupun dalam

percakapan dengan pihak di luar komunitas, mereka biasa menggunakan

bahasa Melayu. Dalam kosakata bahasa Talang Mamak ini terdapat pengaruh

bahasa Minang dan bahasa Melayu.

Suku Talang Mamak tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan

Batang Gangsal, Seberida, Rakit Kulim dan Rengat Barat Kabupaten Indragiri

(41)

23 Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo, Jambi. Pada tahun 2010 populasi Talang

Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu diperkirakan ±1507 kepala keluarga atau

±7010 jiwa.

Gambar 2.1 Suku Talang Mamak

(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)

Suku Talang Mamak yang ada di Kecamatan Rakit Kulim secara

tradisional masuk dalam kepemimpinan Sembilan Batang Gangsal Sepuluh Jan

Denalah, Denalah Pasak Melintang. Sekitar seratus tahun yang lalu penduduk di wilayah ini masih termasuk kedalam Talang Mamak, namun dengan masuknya

Islam, sebagian penduduknya sudah Melayu, mengalih atau menjadi langkah

baru.

Pada tahun 2010 populasi suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri

(42)

24 Gambar 2.2 Pemukiman Suku Talang Mamak

(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)

Pertambahan penduduk di Kecamatan Rakit Kulim stagnan karena antara

natalitas dan fertilitas umumnya seimbang. Sistem kesehatan masih tradisional,

penyembuhan penyakit masih secara tradisional dengan menggunakan

dedaunan, akar-akaran, pohon-pohon dan buah pohon dan selalu

menghubungkannya dengan sistem kosmologi.

Secara budaya Masyarakat Talang Mamak mereka melakukan tradisi

mengilir dan menyembah raja, sistem kebatinan juga mulai luntur, umumnya

mereka otonom menjalankan aktivitas dan menyelesaikan persoalan berat

secara formal melalui kepala desa. Namun umumnya mereka masih animis dan

sebagian kecil sudah menjadi katolik sinkritis yang berada di Dusun Siamang.

Mereka mengenal banyak tentang obat-obatan tradisional. Menurut

ekspedisi Biota Medika (1998) bahwa Suku Talang Mamak memanfaatkan 110

jenis tumbuhan untuk mengobati 56 jenis penyakit dan 22 jenis cendawan obat.

Sedangkan Suku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan obat untuk 45 jenis

(43)

25 memiliki pengetahuan etnobotani, mengenal berbagai jenis tumbuhan dan juga

satwa.

Mata pencarian utama mereka adalah berladang berpindah dengan

integrasi penanaman karet, di sela-sela berladang mereka mencari hasil hutan

seperti jernang, rotan, labi-labi. Untuk memenuhi kebutuhan protein mereka

berburu ke hutan.

Kepercayaan Talang Mamak masih animisme dan sebagian kecil Katolik

sinkritis khusunya penduduk Siambul dan Talang Lakat. Mereka menyebut

dirinya sendiri sebagai orang "Langkah Lama", yang artinya orang adat. Mereka

membedakan diri dengan Suku Melayu berdasarkan agama. Jika seorang

Talang Mamak telah memeluk Islam, identitasnya berubah jadi Melayu.

Orang Talang Mamak menunjukkan identitas secara jelas sebagai orang

adat langkah lama. Mereka masih mewarisi tradisi leluhur seperti ada yang

berambut panjang, pakai sorban/songkok dan gigi bergarang (hitam karena

menginang). Dalam selingkaran hidup (life cycle) mereka masih melakukan

upacara-upacara adat mulai dari melahirkan bantuan dukun bayi, timbang bayi,

sunat, upacara perkawinan (gawai), berobat dan berdukun, beranggul (tradisi

menghibur orang yang kemalangan) dan upacara batambak (menghormati roh

yang meninggal dan memperbaiki kuburannya untuk peningkatan status sosial). Selain itu terdapat upacara “menegakkan rumah” dan upacara “beramu

kayu” atau disebut juga upacara “bebahan”, upacara ini merupakan suatu

upacara yang berkaitan dengan arsitektur, dimana upacara bebahan merupakan

upacara mengambil kayu di hutan yang kemudian digunakan dalam

pembangunan rumah. Kemudian upacara penegakan rumah itu sendiri

(44)

26 Gambar 2.3 Upacara Begawai Suku Talang Mamak

(Sumber: Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2012)

Kebanggaan terhadap kesukuan tersebut tidak lepas dari sejarah

kepemimpinan Talang Mamak dan Melayu di sekitar Sungai Kuantan, Cenaku

dan Gangsal. Kepemimpinan Talang Mamak tercermin dari pepatah "Sembilan

Batang Gangsal, Sepuluh Jan Denalah, Denalah Pasak Melintang; Sembilan

Batin Cenaku, Sepuluh Jan Anak Talang, Anak Talang Tagas Binting Aduan;

beserta ranting cawang, berinduk ke tiga balai, beribu ke Pagaruyung, berbapa

ke Indragiri, beraja ke Sultan Rengat". Ini menunjukkan bahwa Talang Mamak

mempunyai peranan yang penting dalam struktur Kerajaan Indragiri yang secara

politis juga ingin mendapatkan legitimasi dan dukungan dari Kerajaan

Pagaruyung.

Hingga sekarang sebagian besar kelompok Talang Mamak masih

melakukan tradisi "mengilir/menyembah raja/datok di Rengat pada bulan Haji

dan hari raya" sebuah tradisi yang berkaitan dengan warisan sistem Kerajaan

(45)

27 dimakan sumpah yaitu "ke atas ndak bepucuk, ke bawah ndak beurat, di tengah

dilarik kumbang" yang artinya tidak berguna dan sia-sia.

Mereka memiliki berbagai kesenian yang dipertunjukkan pada pesta atau

gawai dan dilakukan pada saat upacara seperti pencak silat yang diiringi dengan

gendang, main gambus, tari balai terbang, tari bulian dan main ketebung.

Berbagai penyakit dapat disembuhkan dengan upacara-upacara tradisional yang

selalu dihubungkan dengan alam gaib dengan bantuan dukun.

Prinsip memegang adat sangat kuat bagi mereka dan cenderung

menolak budaya lauar, tercermin dari pepatah "biar mati anak asal jangan mati

adat". Kekukuhan memegang adat masih kuat bagi kelompok Tigabalai, di

Kecamatan Rakit Kulim.

2.3. Tipomorfologi 2.3.1. Tipologi

Tipologi secara etimologi berasal dari kata typos yang berarti akar dari

(the roof of) dan kata logos yang berarti pengetahuan atau ilmu, jadi tipologi

adalah pengetahuan mengenai asal usul atau karakteristik dari suatu obyek

(Budiharjo, dalam Sukada, 1997).

Rafael Moneo (1978) mengatakan tipologi berasal dari kata “tipe” yang

didefenisikan sebagai konsep yang mendiskripsikan kelompok karakteristik

obyek yang memiliki persamaan struktur formal.

Sedangkan menurut Francesto (1994) tipologi merupakan aktifitas atau

kegiatan menghasilkan tipe sama dengan mengklasifikasikan dan

(46)

28 Tipologi adalah usaha mengklasifikasikan bentuk dengan cara taksonomi.

Karenanya taksonomi merupakan suatu rumus untuk mengumpulkan aturan dan

informasi tentang obyek bentuk tertentu kemudian disusun berdasarkan

hirarkinya. Setelahnya memberi pengkodean terhadap kelompok bentuk tertentu

dalam nilai dimensi kontras.

Tipologi adalah studi dari tipe-tipe elemen yang sudah tidak dapat

direduksi lagi. Kata tipe dalam konteks arsitektur menjadi architype dan

kemudian yang menjadi tipologi yang merupakan suatu tatanan paradigma dan

alat yang dimiliki oleh arsitektur untuk menempatkan kedudukan arsitektur

sebagai bidang ilmu pengetahuan (Johnson: 1994).

Durand dan Jean Nicolas Louis dalam Pr`ecis of the Lectures on

Architecture (2000) membagi tipologi dalam arsitektur menjadi 3, yakni: tipologi tradisional, tipologi (gerakan) modern, dan tipologi fungsional.

Fungsi dari kajian tipologi menurut Karen (1994) dalam Mochsen Sir

(2005) adalah digunakan untuk menerangkan perubahan-perubahan dari suatu

tipe, dikarenakan suatu tipe memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya

dengan tipe yang lain.

Berdasarkan pendapat Moneo (1978), tujuan tipologi adalah sebagai alat

untuk melihat dan mempelajari obyek arsitektur. Dalam hal ini tipologi sebagai

konsepsi sekaligus metode.

Dapat disimpulkan bahwa tipologi merupakan cabang pengetahuan atau

wawasan yang menitik beratkan terhadap identifikasi tipe dan karakteristik,

pengklasifikasian dan pengelompokan (taksonomi).

Keterkaitan arsitektur dengan tipologi, arsitektur tidak dapat terlepas dari

(47)

29 dan khas, dapat dikelompokkan dalam suatu klasifikasi tertentu. Arsitektur juga

dipandang sebagai bagian dari sekelompok obyek yang memiliki karakteristik

tertentu yang sama.

2.3.2. Morfologi

Secara harfiah, Morfologi berasal dari kata morphology (inggris) yang

berarti ilmu bentuk (morphos). Menurut kamus ilmiah populer, morfologi

merupakan ilmu yang mempelajari bentuk dan susunannya serta perubahannya.

Menurut Dickinson, morfologi berhubungan dengan rencana dan

pembangunan sebuah lingkungan, yang dilihat dan diinterpretasikan dari bentuk

aslinya, pertumbuhannya, dan fungsinya (Rose, 1987 dalam Ika Mutia, 2000).

Zwicky (1969) mengemukakan bahwa morfologi berhubungan dengan

studi tentang bentuk secara geometrik dan struktur material secara umum,

sekaligus berhubungan dengan hal yang lebih abstrak seperti hubungan

struktural di antara fenomena, kegiatan, konsep, dan ide (Rose, 1987 dalam Ika

Mutia, 2000).

Morfologi merupakan studi evolusi tipe dan model. Pemahaman ini

didasari oleh pengertian morfologi dari phylogeni dan ontogeny. Phylogeni

adalah sejarah tentang evolusi dari jenis atau tipe organisme. Ontogeny adalah

sejarah perkembangan dari organisme secara individual. Morfologi adalah

kualitas dinamis yang memperlihatkan organisme sebagai suatu yang

berkembang. Morfologi akan memperlihatkan transformasi dan metamorfosa.

(48)

30 tipologi dari transformasi. (Sumber: Alqadria. 2010. Morfologi Kota Pontianak.

Tesis Universitas Gadjah Mada)

Morfologi lebih menekankan pada “bagaimana” bentuk bangunan itu, dan

dalam satu karya arsitektur dinyatakan sebagai “artikulasi formal”. Dimana

karakter dari bentuk ditentukan oleh batas-batasnya. Morfologi menyangkut

kualitas figural dalam konteks wujud pembentuk ruang yang dapat dibaca melalui

pola, hirarki dan hubungan-hubungan ruang satu dengan lainnya (Schulz, 1987).

Mempelajari morfologi tidak hanya dengan melihat wujud fisik, tetapi juga

harus mengaitkannya dengan ide-ide yang terkandung di balik bentuk tersebut,

dan faktor-faktor yang ikut mempengaruhi terjadinya bentuk-bentuk tersebut

(Rose, 1987 dalam Ika Mutia, 2000).

Tujuan dan fungsi Morfologi antara lain:

a. Untuk memahami dan mempelajari figurasi, bentuk, pembatas ruang,

ukuran, struktur, gaya, site, fungsi, teknik, manfaat figurasi, konteks

bentuk, sejarah sosial, dan struktur ekonomi.

b. Untuk memahami dan mempelajari pola, hirarki, interelasi antar ruang

dan konteks bentuk.

c. Untuk memahami dan mempelajari pertalian struktural antar tipe-tipe

(koneksi, interelasi, dimensi, gaya, posisi, fungsi, dan konfigurasi), dan

pola antar pertalian.

d. Untuk memahami dan mempelajari potensi alam, kebudayaan, spiritual,

lansekap, dan ekonomi. (Sumber: Alqadria. 2010. Morfologi Kota

(49)

31 Dalam morfologi dikenal adanya dua pendekatan, yaitu: diacronic dan

synchronic. Diacronic karena berkaitan dengan perubahan ide dalam sejarah, sedangkan synchronic karena merupakan hubungan antar bagian dalam kurun

waktu tertentu yang dihubungkan dengan aspek lainnya. Studi morfologi merupakan studi tentang “bentuk” dan studi tentang perubahan bentuk dalam

sejarah metamorfosanya. Dalam morfologi terdapat studi tipologi dari

metamorfosa bentuk.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian mengenai morfologi

tidak hanya melihat secara fisik perubahan bentuk yang terjadi akan tetapi yang

lebih penting adalah terekamnya serangkaian proses terjadinya perubahan dan

alasan atau makna yang mendasari adanya perubahan tersebut. Perubahan ini

bisa menggambarkan adanya perubahan ide atau makna dalam sejarah.

2.3.3. Tipo-Morfologi

Studi tipo-morfologi arsitektur merupakan studi yang memadukan studi

tipologi dan morfologi untuk mengidentifikasi perkembangan, perubahan,

maupun transformasi yang terjadi pada objek amatan dalam kurun waktu

tertentu, untuk kemudian dikelompokan berdasarkan tipe-tipe tertentu

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini studi morfologi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui

proses perkembangan, perubahan, maupun transformasi dari suatu objek,

setelah itu dilakukan studi tipologi untuk mentipekan (mengelompokan dalam

tipe-tipe tertentu) perkembangan, perubahan, maupun transformasi objek

(50)

32 kemungkinan, studi tipologi dilakukan terlebih dahulu sebelum studi morfologi.

Objek-objek amatan dikelompokan terlebih dahulu menurut tipe-tipe tertentu,

setelah itu dilanjutkan dengan studi morfologi untuk mengidentifikasi

perkembangan, perubahan, maupun transformasi yang terjadi pada tipe-tipe

tersebut menurut kurun waktu tertentu.

Terkait dengan hal tersebut, strategi penelitian yang diaplikasikan dalam

studi tipo-morfologi juga tidak berbeda dengan strategi penelitian yang

diaplikasikan pada studi tipologi dan studi morfologi yaitu strategi penelitian

Historis-Interpretatif menurut Groat dan Wang (2002), karena studi tipo-morfologi

sangat berkaitan dengan konteks sejarah dan proses perubahan,

perkembangan, ataupun transformasi suatu bentuk bangunan maupun kawasan,

bahkan konteks sejarah menjadi hal yang sangat penting ketika konteks sejarah

merupakan hal yang paling mempengaruhi proses perubahan, perkembangan,

ataupun transformasi tersebut. Contohnya seperti perkembangan kota-kota

besar di Indonesia yang tidak terlepas dari konteks sejarah sejak zaman

kerajaan, zaman kolonial, zaman pasca kolonial, zaman kemerdekaan, zaman

pasca kemerdekaan, hingga zaman reformasi, yang memiliki karakteristiknya

(51)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Metode ini digunakan melalui teori tentang arsitektur

vernakular dan tipomorfologi sebagai background knowledge dengan didukung

informasi yang diperoleh dari sumber-sumber dan pelaku kegiatan di dalam

lingkup penelitian. Kemudian menggunakan metode grounded theory dengan

teknik pengkodean open coding, axial coding and selective coding (Corbin &

Strauss, 1998) dalam menganalisis data dan menemukan variasi bangunan

rumah suku Talang Mamak untuk dapat dikelompokan serta melihat karakter

maupun konsep bangunan yang terdapat pada rumah suku Talang Mamak.

Metode grounded theory merupakan seperangkat pedoman analisis

fleksibel yang memungkinkan para peneliti untuk fokus pada pengumpulan data

dan membangun induktif middle-range teori dengan tahapan analisi data dan

pengembangan konseptual (Charmaz, K. 2005).

3.1. Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah membahas ruang dan bentuk

yang terdapat pada arsitektur bangunan rumah tinggal suku Talang Mamak yang

terdapat di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Faktor-faktor

lain di luar arsitektur yang berpengaruh terhadap pembentukan karakteristik

ruang dan bentuk pada bangunan hanya akan dibahas sebagai pendukung yang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi oleh terjadinya gejala kritis jati diri dan karakter bangsa yang disebabkan oleh dampak negatif globalisasi sehingga membuka

Seiring dengan perkembangannya, maka tari Rentak Bulian yang dahulu merupakan sebuah tari ritual pada upacara pengobatan pada Suku Talang Mamak, saat ini telah berkembang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 43 orang atau 50% dari responden memberikan alasan bahwa motivasi mereka bekerja sebagai buruh karena keinginan

Sesampainya di perkuburan mulailah mereka membuat Tambak Kubur , yang terdiri dari beberapa golongan yaitu : 1) Golongan Batin dengan satu tingkat Tambak , tidak

Sebagaimana yang disampaikan merton dalam teori fungsional dimana setiap sistem mempunyai fungsi yaitu fungsi manifes dan fungsi laten, maka begitu juga dalam

[r]

Changes happened in the villages of Talang Mamak generally taken care by various adaptation strategies, including: poverty sharing, reducing standard of living

81 No Desain Kelembagaan Berkelanjutan Ostrom, 1990 Kondisi Kelembagaan Masyarakat Suku Talang Mamak Kesesuaian dengan Desain - Pengguna sumberdaya yang dimanfaatkan Tidak ada