• Tidak ada hasil yang ditemukan

94526455 IPS Tugas Proyek SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "94526455 IPS Tugas Proyek SMP"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Melalui

Metode Pengajaran Berbasis Tugas/proyek

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama

komponen-komponen lainnya tidak diperlukan. Salah satunya adalah komponen

metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan

memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan

pengajaran. Metode adalah pelican jalan pengajaran menuju tujuan. Ketika tujuan

dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode dan

tujaun jangan bertolak belakang. Artinya, metode harus menunjang pencapaian

tujuan tersebut. Apalah artinya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tanpa

mengindahkan tujuan.

Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat menunjang

kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif

untuk mencapai tujuan pengajaran.

Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode mempunyai peranan

yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar

mengajar. Tidak ada satu pun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan

metode pengajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai

(3)

menurut Sardiman A.M (1988: 90) adalah motif-motif yang aktif dan

berfungsinya, karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi

sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.

Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali

pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan

secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa

yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi

target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka

pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam

kehidupan jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita.

Pendekatan kontekkstual (contextual teaching learning/CTL) adalah suatu

pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu.

Sekarang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli

pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara maksimal.

Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar

sekolah yang sedemikian cepat.

Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah

konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar

memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan

pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang

(4)

Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus

mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji

gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa

bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir

keras (moving about dan thinking aloud).

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,

melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang

lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan

sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut

pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam

rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam

persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan

diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi

yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan

mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan

alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan pengetahuan tentang

(5)

Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek

tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama

bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana

dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut,

setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non

formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat pada kebutuhan

perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai makhluk sosial,

dan sebagai calon manusia seutuhnya.

Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam aktivitas belajar mengajar, guru

senantiasa memanfaatkan teknologi pembelajaran yang mengacu pada

pembelajaran struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta

didik atau siswa berbeda.

Khusunya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, agar siswa dapat

memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses

pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka pelajaran dengan

menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan

diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa.

Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka

dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Meningkatkan Prestasi Belajar IPS

Melalui Metode Pengajaran Berbasis Tugas/proyek Pada Siswa ……..Tahun

(6)

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan

permasalahnnya sebagi berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pengetahuan Sosial dengan

diterapkannya Metode pengajaran berbasis tugas/proyek pada siswa Kelas

……… Tahun Pelajaran ....?

2. Bagaimanakah pengaruh Metode pengajaran berbasis tugas/proyek terhadap

motivasi belajar Pengetahuan Sosial pada siswa Kelas

………. Tahun Pelajaran ....?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar Pengetahuan Sosial setelah

diterapkannya Metode pengajaran berbasis tugas/proyek pada siswa Kelas

……….. Tahun Pelajaran ...

2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkan

Metode pengajaran berbasis tugas/proyek pada siswa Kelas

(7)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang

berjudul ………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat

dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ……….

menggunakan metode………. dalam menyampaikan materi

pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas

……… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar

mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".

E. Manfaat Penelitan

Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat

(8)

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru

Pengetahuan Sosial dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar

pengetahuan sosial

2. Sumbangan pemikiran bagi guru Pengetahuan Sosial dalam mengajar dan

meningkatkan pemahaman siswa belajar Pengetahuan Sosial di

………. Tahun Pelajaran ....

F. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu

didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Metode pengajaran berbasis tugas/proyek adalah:

Pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari

konteks bermakna. Siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan

pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata

2. Motivasi belajar adalah:

Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah

laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan

kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat

sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

(9)

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti pelajaran.

G. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang

meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas

……….Tahun Pelajaran ...

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun ajaran

...

(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Memperkenalkan Belajar Aktif

Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:

Yang saya dengar, saya lupa.

Yang saya lihat, saya ingat.

Yang saya kerjakan, saya pahami.

Tiga pertanyaan sederhana ini berbicara banya tentang perlunya metode belajar

aktif.

Yang saya dengar, saya lupa.

Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.

Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya

mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan

pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.

(Melvin L. Siberman, 2003: 15).

Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang cenderung lupa

tentang apa yang mereka dengar. Salah satu alasan yang paling menarik ada

kaitannya dengan tingkat kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan

(11)

Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata

permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang dapat ditangkap siswa dalam per

menitnya? Ini tentunya juga bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika

siswa benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan dengan

penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kata per menit, atau setengah dari apa

yang dikatakan guru. Itu karena siswa juga berpikir banyak selama mereka

mendengarkan. Akan sulit menyimak guru yang bicaranya nyerocos. Besar

kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun materinya menarik,

berskonsentrasi dalam waktu yang lama memang bukan perkara mudah.

Penelitian menunjukkan bahwa siswa mampu mendengarkan (tanpa memikirkan)

denga kecepatan 400 hingga 500 kata per menit. Ketika mendengarkan dalam

waktu berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara lambat, siswa

cenderung menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.

Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu perkualiahan

bergaya-ceramah, mahasiswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh

waktu kuliah (Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam

sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir, mereka

hany dapat mengingat 20% materi kuliah mereka (McKeachie, 1986). Tidak

heran bila masisiwa dalam kualiah psikologi yang disampaikan dengan gaya

ceramah hanya mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding yang

(12)

apa yang bisa didapatkan dari pemberian kuliah dengan cara seperti itu di

perguruan tinggi.

Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan Roger Jonson,

bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa persoalan berkenaan dengan

perkuliahan yang berkepanjangan (Johnson, Johnson & Smith, 1991).

- Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu.

- Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik auditori.

- Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar mengajar tentang

informasi faktual.

- Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan informasi yang sama

dengan langkah penyampaian yang sama dengan langkah penyampaian yang

sama pula.

- Mahasiswa cenderung tidak menyukainya.

Dengan menambahkan media visual pada pemberian pelajaran, ingatan

akan meningkat dari 14 hingga 38 persen (Pike, 1989). Penelitian juga

menunjukkanadanya peningkatan hingga 200 persen ketika digunakan media

visual dalam mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan

untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40 persen ketika media

visual digunakan untuk mendukung presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali

tidak memiliki ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata

(13)

Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual, pesan yang

diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua system penyampaian itu. Juga,

sebagian siswa, seperti akan kita bahas nanti. Lebih menyukai satu cara

penyampaian ketimbang cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita

memiliki peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari beberapa tipe

siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan atau

(14)

B. Bagaimanakah Otak Bekerja

Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder.

Informasi yang masuk akan secara kontinyu dipertanyakan. Otak kita mengajukan

pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

Pernahkan saya mendengar atu melihat informasi ini sebelumnya?

Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya lakukan

terhadapnya?

Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya

dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun lalu?

Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah.

Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akn terbantu dengan

melakukan perenungan semacam itu secara eksternal juga internal. Otak kita akan

melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jiak kita membahas informasi

dengan orang lain dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu.

Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa untuk

berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa yang dijelaskan oleh guru

pada beberapa jeda waktu yang disediakan selama pelajaran berlangsung.

Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi

diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih tinggi.

Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi

(15)

pemahaman kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika

siswa dinima untuk melakukan berikut ini.

1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sindiri.

2. Memberikan contohnya.

3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi.

4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain.

5. Menggunakannya dengan beragam cara.

6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.

7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.

Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer,

dan kita adalah pemakainya. Sebuah computer terntunya perlu di-“on“-kan untuk

bisa digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,

otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software yang tepat untuk

menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara

apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan

kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.

Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan pengkaitan ini dengan

software pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali

informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu

(16)

untuk dapat menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat

pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.

Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka

sendiri (betapapun meyakinkan dan tertatanya pemikitan mereka) atau ketika

guru terlalu sering menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang

dsertai ungkapan, “begini lho caranya”? Menuangkan fakta dan konsep ke dalam

benak siswa dan menunjukan keterampilan dan prosedur dengan cara yang

kelewat menguasai justru akan mengganggu proses belajar. Cara menyajikan

informasi akan menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori

fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik dalam waktu lama

maupun sebentar.

Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan

menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam.

Memperlajari bukanlah menelan semuanya. Untuk mengingat apa yang telah

diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak

dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya,

mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermana. Tanpa peluang

untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktekan, dan barangkali

bahkan mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang

(17)

Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar

berlangsung secara bergelombang. Belajar memerlukan kedekatan dengan materi

yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga

memerlukan kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar pengulangan

atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran Pengetahuan Sosial bisa diajarkan dengan

media yang konkret, melalui buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan

dalam kegiatan sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan

menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana

kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan

sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa

mengikuti pelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan

tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang akan dia peroleh).

Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia

menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk

memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.

C. Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki

bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya

dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai

penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang

(18)

oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori,

yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan

oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggunakan kemampuan untuk

mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan

mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik

kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka

cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka

mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu.

Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan.

Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara

belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya

rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan

belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa

siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua

lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila

tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka

sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan

penuh dengan variasi.

Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar

siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah

(19)

merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia

pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar.

Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki

orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu

bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman

langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu

dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,

menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang

benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima

banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar

aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus

menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi

dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,

simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa

masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar

bersama.”

Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita

mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa

dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak

pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan

(20)

maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari

satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

D. Sisi Sosial Proses Belajar

Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan

yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami

kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita

bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu

berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang

dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang

pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa

sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali

hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecul, menurut

Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang

mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju

wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968).

Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin

hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling

memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka

(21)

emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang

pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang.

Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya,

Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam

manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna

mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal

balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang

bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan

bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai

suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam

pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan

dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).

Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner melgurusi perkembangan metode

belajar kolaboratif yng sedemikian popular dalam lingkup pendidikan masa kini.

Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut

untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang

bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung

lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama

teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk

membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada

(22)

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan

belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan

cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang

diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk

memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Metode belajar

bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi

persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong

mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan satu sama

lain.

E. Pengajaran Berbasis Tugas/Proyek

Pengajaran berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning)

membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan

belajar siswa disain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap

masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran,

dan melaksanakan tugas bermana lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa

untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata

(Buck Institue for Eduction, 2001).

Siswa diberikan tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi

realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secekupnya agar mereka dapat

(23)

komponen-komponen suatu tugas kompleks yang padu suatu diharapkan akan terwujud

menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut).

Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas

seperti proyek, simulasi, penyelidikan masyarakat, menulis untuk disajikan

kepada forum pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik lainnya.

Istilah situated learning (Prawat, 1992) digunakan untuk menggambarkan

pembelajaran yang terjadi di dalam kehidupan nyata, tugas-tugas outentik/asli

yang sebenarnya.

Tidak memandang apakah suatu tugas harus dikerjaklan sebagai pekerjaan

kelas atau sebagai pekerjaan rumah, empat prinsip berikut ini akan membantu

siswa dalam perjalana mereka menjadi pembelajar mandiri yang efektif.

1. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang

Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat

mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga

siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk

kehilangan minat dan melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya

apabila tugas-tugas itu rutin.

Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan

rumah mandiri yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa memiliki

tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka

(24)

dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-siswa itu tetap berada

dalam tugas selama pekerjaan kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah

apabila mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar bermakna.

Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang menaruh

perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau strategi-strategi belajar yang

telibat. Sebaliknya, guru menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai

contoh guru dpat menghabiskan waktu banyak menjelaskan kepad siswa di

mana menulis nama di kertas atau bagaimana menyusun

jawaban-jawabannya. Sementar petunjuk-petunjuk tentang “apa yang dilakukan”

adalah penting guru tidak menyertakan penjelasan tentang “mengapa” sesuatu

harus dikerjakan dan proses-proses pembelajaran yang terlibat. Sebelum

memberikan suatu tugas, guru hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu

secara seksama dan kemudian menyediakan waktu cukupuntuk menjelaskan

cirri penting itu kepada siswa.

2. Menganekaragamkan Tugas-tugas

Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah

daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan

besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih

bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif

mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas

(25)

laporan proyek-proyek khusus, dan bahan-bahan multimedia menawarkn

berbagai macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri. Pilihan

kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka alasan bagi guru untuk membuat

jenis tugas yang sama dari hari ke hari.

3. Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan

Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang

diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk

keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas

tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan

berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan

guru terlalu mudah. Mereka menyikapi tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan

yang tidak menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu memiliki tingkat

kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu

yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan

menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah

sendiri.

4. Memonitor Kemajuan Siswa

Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor

tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi

(26)

proses-proses kognitif yang telibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan

pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik. Pad saat

beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas, maka guru dapat bekerja dengan

siswa lain.a dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk

berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka

memahami tugas tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila siswa

bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru hendaknya berada dalam

kelompok-kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa

yang bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas menghabiskan

waktu, hendaknya guru mengoreksi pekerjaan yang dibuat siswa dan

(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian

ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan

penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai penelitia; (b)

penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi social

eksperimental.

Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,

penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian

tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru

secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan,

dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran

peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,

sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data

(28)

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di

……….. Tahun Pelajaran ...

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September semester ganjil tahun pelajaran ...

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas

……….. Tahun Pelajaran .... pada pokok bahasan

kerajaan Hindu, Budha dan Islam di Indonesia.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut

Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam

(29)

kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis,

2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke

siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,

dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang

berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian

(30)

Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di

dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil

(31)

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana

masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir

masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki

sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai

pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran.

Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan

pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

(32)

Lembar kegiataan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu

proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

4. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Pengetahuan

Sosial pada pokok bahasan kerajaan Hindu, Budha dan Islam di Indonesia.

Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan

adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal

yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes

yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan

untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk

mengambil data. Langkah-langkah analisi butir soal adalah sebagai berikut:

a. Validitas Tes

Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk

mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat

ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini

dapat dihitung dengan korelasi Product Moment:



rxy (Suharsimi Arikunto,

(33)

Dengan: rxy : Joefisien korelasi product moment

N : Jumlah peserta tes

ΣY : Jumlah skor total

ΣX : Jumlah skor butir soal

ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal

ΣXY : Jumlah hasil kali skor butir soal

b. Reliabilitas

Relaiabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

belah dua sebagai berikut:

(Suharsimi Arikunto, 20001: 93)

Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari

harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel.

c. Taraf Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal

adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf

kesukaran adalah:

Js B

P (Suharsimi Arikunto, 2001: 208)

(34)

B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut:

- Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar

- Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang

- Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya

pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk

menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:

B

BA: Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB: Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar

JA : Jumlah peserta kelompok atas

JB : Jumlah peserta kelompok bawah

(35)

 

B B B

J B

P Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir

soal sebagai berikut:

- Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek

- Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup

- Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik

- Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui

observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes

formatif.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran

perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan

(36)

mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon

siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses

pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa

setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

secara klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar kurikulum

1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah

mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas

(37)

dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan

rumus sebagai berikut:

% 100 .

. .

x Siswa

belajar tuntas

yang Siswa P

(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data

observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran kontekstual model

pengajaran berbasis proyek/tugasdan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir

pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.

Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang

betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat

validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah

diterapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas.

A. Analisis Item Butir Soal

Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian

berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan

dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes

yang dilakukan meliputi:

1. Validitas

Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes

(39)

perhitungan 42 soal diperoleh 12 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari

validits soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa

Soal Valid Soal Tidak Valid

1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23,

25, 256 27, 28, 29, 30,36, 37, 38, 39, 41, 42, 5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32,33, 34, 35, 40

2. Reliabilitas

Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya.

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 635. Harga

ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 45)

dengan r (95%) = 0,294. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah

memenuhi syarat reliabilitas.

3. Taraf Kesukaran (P)

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal.

Hasil analisis menunjukkan dari 42 soal yang diuji terdapat:

- 18 soal mudah

- 14 soal sedang

(40)

4. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal

dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah.

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria

jelek sebanyak 12 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik 10 soal.

Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat

validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

B. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal 5 September 2004 di Kelas ……….. dengan jumlah siswa

45 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses

(41)

dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksaaan belajar mengajar

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada

(42)

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 32

Jumlah siswa yang belum tuntas : 13

Klasikal : Belum tuntas

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

metode pengajaran berbasis proyek/tugas diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 72,00 dan ketuntasan belajar mencapai 71,11% atau

ada 32 siswa dari 45 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum

tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar

71,11% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu

sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan

belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan

(43)

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat

pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II

dilaksanakan pada tanggal 12 September 2004 di Kelas ………

dengan jumlah siswa 45 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai

guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran

dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau

kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan

(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai

(44)

Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II

Jumlah siswa yang tuntas : 37

Jumlah siswa yang belum tuntas : 8

(45)

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 76,22 dan ketuntasan belajar mencapai 82,22% atau ada 37 siswa

dari 45 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada

siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajr siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir

pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya

siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai

mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan

metode pengajaran berbasis proyek/tugas.

(46)

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III

dilaksanakan pada tanggal 19 September 2004 di Kelas ………… dengan

jumlah siswa 45 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.

Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah

tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah

(47)

Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III

Jumlah siswa yang tuntas : 42

Jumlah siswa yang belum tuntas : 3

(48)

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III

sebesar 82,67 dan dari 45 siswa yang telah tuntas sebanyak 42 siswa dan

3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal

ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 93,33% (termasuk kategori

tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari

siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi

oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar

aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti

ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah

diberikan.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan

penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

proyek/tugas. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai

(49)

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum

sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing

aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif

selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran kontekstual

model pengajaran berbasis proyek/tugas dengan baik dan dilihat dari

aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar

mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu

banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah

memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan

agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan

pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dapat

meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran

(50)

C. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas memiliki dampak positif

dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin

mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah

disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II,

dan III) yaitu masing-masing 71,11%, 82,22%, dan 93,33%.Pada siklus III

ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas dalam

setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap

proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini,

yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap

siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan pembelajaran kontekstual

model pengajaran berbasis proyek/tugas yang paling dominan adalah bekerja

(51)

guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan

bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah pembelajaran kontekstual model pengajaran

berbasis proyek/tugas dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang

muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam

mengerjakan kegiatan, menjelaskan materi yang tidak dimengerti oleh siswa,

memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas

(52)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus,

dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

proyek/tugas memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar

siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam

setiap siklus, yaitu siklus I (71,11%), siklus II (82,22%), siklus III (93,33%).

2. Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas

mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar

siswa untuk mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diterima selama

ini yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa

siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kontekstual model

pengajaran berbasis proyek/tugas sehingga mereka menjadi termotivasi untuk

belajar.

3. Pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas memiliki

(53)

dipaksa untuk mengingat kembali materi palajaran yang telah diterima selama

(54)

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses

belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial lebih efektif dan lebih memberikan

hasil yang optimal bagi siswa, makan disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis

proyek/tugasmemerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus

mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan

dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas

dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau

dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan

pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa

berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di ……… tahun

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

(56)

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(57)

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI

METODE PENGAJARAN BERBASIS TUGAS/PROYEK

PADA SISWA KELAS ……….

……….

TAHUN ....

KARYA ILMIAH

OLEH

………

NIP: ………

(58)

……….

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan ……….. hasil karya dari:

Nama : ………

NIP : ………..

Unit Kerja : ……….

Judul : Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Melalui Metode

Pengajaran Berbasis Tugas/proyek Pada Siswa Kelas

……… Tahun ....

Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru.

Mengetahui

Ketua PD PGRI II Kepala ……… Kabupaten ………. ………

………. ……….

(59)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di perpustakaan ………

Pada Hari : ………

Tanggal : ………

Pustakawan Kepala

………. ………..

Kabupaten ……….. Kabupaten ………

………. ………..

(60)
(61)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

karya ilmiah dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Melalui Metode

Pengajaran Berbasis Tugas/proyek Pada Siswa Kelas………. Tahun ....”,

penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan

sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi

teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan

karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya

kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten ………

2. Yth. Ketua PD II PGRI Kabupaten ………..

3. Yth. Rekan-rekan ……….

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk

itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan.

(62)

ABSTRAK

………., 2004. Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Melalui Metode Pengajaran Berbasis Tugas/proyek Pada Siswa Kelas ………..Tahun ....

Kata Kunci: belajar ips, pengajaran berbasis proyek tugas

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapatkan.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pengetahuan Sosial dengan diterapkannya metode pengajaran berbasis tugas proyek? (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran metode pengajaran berbasis tugas/proyek terhadap motivasi belajar siswa?

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya pengajaran berbasis tugas proyek, (b) Mengetahui pengaruh motivasi belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya metode pengajaran berbasis tugas proyek.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas ……….. ………... Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai III

Dari hasil analis didapatkan bahwa iklus III yaitu, siklus I (71,11%), siklus II (82,22%), siklus III (93,33%).

(63)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4 A. Memperkenalkan Belajar Aktif ... 7

B. Bagaimana Otak Bekerja ... 10

C. Gaya Belajar ... 14

D. Sisi Sosial Proses Belajar ... 16

E. Pengajaran Berbasis Tugas/Proyek ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ... 24

B. Rancangan Penelitian ... 24

(64)

D. Metode Pengumpulan Data ... 30

E. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Item Butir Soal... 32

B. Analisis Data Penelitian ... 34

C. Pembahasan ... 43

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran-saran ... 47

(65)

Gambar

Gambar 3.1 Alur PTK

Referensi

Dokumen terkait

Diduga dengan penggunaan susu kedelai sebagai substitusi susu sapi pada pembuatan es krim ubi jalar akan menghasilkan sifat fisik, kimia dan sensoris yang

Untuk menentukan bagaimana faktor situasional mendukung atau tidak mendukung, maka faktor locus of control dan faktor ability harus diuji dahulu perbedaan

Pengujian terhadap aliran campuran air - crude oil yang mengalir pada pipa pengecilan mendadak dilakukan dengan cara mengalirkan fluida campuran air – crude oil di

Gambar 3.12 Perbandingan waktu...56 Gambar 3.13 Flowchart closed-loop dari tn+2 < t <tn+3...57 Gambar 4.1 GUI Percobaan dengan referensi sinyal step pada motor pertama………...62

Selama periode penelitian triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan II tahun 2015, terjadi peningkatan rata-rata tren total pendapatan operasional selain bunga sebesar 24,16

[r]

Masalah dalam penelitian ini, apakah dengan adanya alat peningkat kualitas BBM merk Femax Combo yang menggunakan meg- net permanen pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan

(11 kategori), bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti masalah yang. dialami berdasarkan 11 kategori Mooney Problem Check