• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsir Surah al Baqarah Ayat 261 265 Stu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tafsir Surah al Baqarah Ayat 261 265 Stu"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Tafsir Surah al-Baqarah Ayat 261-265 Studi Komparasi Penafsiran Ulama

Tentang Balasan dan Etika Berinfak atau Sedekah

Oleh: Ali Thaufan Dwi Saputra

(2)

menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (265)”

II. Kosa Kata Penting terdapat kesatuan tema pembahasan, yakni tentang infak. Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya Utsmân bin ‘Affân dan Abdul Rahman bin ‘Auf kepada Rasulullah dengan membawa dirham untuk dinafkahkannya kepada pejuang yang terlibat dalam perang Tabuk. Abdul Rahman bin ‘Auf membawa 4.000 dirham dan berkata kepada Rasulullah: “Aku memiliki 8.000 dirham lalu seperduanya ini aku persembahkan kepada Allah”.

Sedangkan Utsmân bin Affân sendiri membawa 1.000 unta untuk diinfakan. Sikap kedermawanan kedua sahabat tersebut disambut baik oleh Rasulullah, lalu turunlah ayat (...

هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا

).1

IV. Munasabah

1 Muhammad ibn Ali al-Wahidi, Asbâb Nuzûl al-Qur’an, (Riyad: Dar al-Maiman, 2005), h.

(3)

Munasabah ayat setelahnya, yaitu 266-267

“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya (266). Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (267). Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui (268).”

Jika dilihat pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan tentang balasan orang yang bersedekah dijalanNya dengan penuh keridhaan. Pada rangkaian ayat ini Allah kembali memperingatkan agar ketika memberikan sedekah, sedekah tersebut hendaklah diambil dari hasil usaha yang baik-baik. Allah juga menerangkan bahwa setan selalu menggoda hambaNya untuk bersedekah dengan menakut-nakuti bahwa sedekah membuat seseorang menjadi miskin.

V. Pendapat Para Ulama Tafsir

(4)

A. Tafsir Ibn Abbas dalam Abî Thâhir ibn Ya’qûb al-Fairuzi Abadi, Tanwîr al-Mu’bâs min Tafsîr Ibn Abbâs

(

ىذذأل للول اذنلمل اكوقكفلنأل امل نلوعكبلتبيك لل مللثك هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا

) Dalam menjelaskan surah al-Baqarah ayat 262, Ibn Abbas memulai dengan memaparkan sebab turunnya ayat tersebut. Menurutnya, ayat tersebut turun terkait Utsman ibn Affan dan Abdul Rahman ibn Auf.

Tetapi, Ibn Abbas tidak secara detail menjelaskan perihal sebab turunnya ayat tersebut. Ibn Abbas selanjutnya menjelaskan bahwa Allah pasti membalas kebaikan seseorang yang berinfak di jalanNya dengan surga. Oleh sebab itu, mereka yang berinfak di jalan Allah akan terhindar dari azab

Pada ayat 263 (

مميللحل يلمنلغل هكلللاول ىذذأل اهلعكبلتبيل ةةقلدلصل نملل رميبخل ةمرلفلغبملول

فموركعبملل لموبقل

) , Ibn Abbas menjelaskan bahwa kata (

فموركعبملل لموبقل

) adalah sebuah kata yang baik, pujian dan doa bagi seorang muslim. Sehingga perkataan itu akan mengesampingkan sifat keburukan. Perkataan yang baik tersebut adalah lebih baik dari pada memberi sedekah tetapi kemudian menyakiti hati si penerima.2

Menurut penulis, penafsiran Ibn Abbas termasuk dalam kategori tafsir ijmali. Ibn Abbas tidak secara rinci dalam menjelaskan ayat. Dalam manafsirkan satu ayat, ia menjelaskan per kalimat (memotong ayat lalu diberikan penjelasan). Ia menafsirkan ayat al-Qur’an secara umum. Hal ini terlihat saat ia menjelaskan sebab turunnya ayat dalam ayat di atas yang tidak dijelaskan secara rinci. Namun demikian, ia menafsirkan seluruh surah dalam al-Qur’an sesuai urutan surah (tartib mushafi).

B. Abû Ja’far Muhammad ibn Jarîr al-Thabarî dalam Jamî’ al-Bayân an Takwil Ay al-Qur’ân

2 Abî Thâhir ibn Ya’qûb al-Fairuzi Abadi, Tanwîr al-Mu’bâs min Tafsîr Ibn Abbâs, (Bairut:

(5)

(

هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا لكثلملل

) Dalam kitab tafsirnya, al-Thabari menyontohkan infak seperti di jalan Allah seperti jihad dengan nyawa dan hartanya. (

ةةبللحل ةكئلملل ةةللبكنسك لللكك يفل للبلانلسل علببسل تبتلبلنأل ةةبللحل للثلملكل

) Mereka yang berjihad diumpamakan seperti benih yang ditanam dan tumbuh setiap benihnya tujuh ratus cabang. Al-Thabari mengutip riwayat dari Musa ibn Burhan, dikatakan bahwa orang yang berinfak di jalan Allah akan dilipatgandakan pahalanya sebanyak tujuh ratus kali.

(

مميللعل عمسلاول هكلللاول ءكاشليل نمللل فكعلاضليك هكلللاول

) Al-Thabari menjelaskan bahwa Allah akan melipatgandakan pahala hambanya setelah berinfak di jalanNya. Orang-orang yang berinfak demi mengharap keridhaan Allah, maka tidak akan pernah hartanya berkurang.3

(

ىذذأل للول اذنلمل اكوقكفلنأل امل نلوعكبلتبيك لل مللثك هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا

) Ayat 262 dari surah al-Baqarah ini menjelaskan tentang etika bersedekah atau berinfaq. Menurut al-Thabari, ayat ini menyatakan bahwa barang siapa yang memberikan sedekah kepada orang-orang yang berjuang di jalan Allah, hendaknya ia tidak menyebut-nyebut pemberiannya yang dapat membuat penerima sakit hati. Seseorang yang bersedekah kepada orang lain hendaknya tidak mengharap pujian dari orang yang menerima sedekah. Sedekah dan infaq hendaknya dilakukan seseorang guna mendapat keridhaan Allah semata.

Selanjutnya al-Thabari mengutip pendapat para ulama takwil lainnya, seperti riwayat yang disandarkan pada Said. Ia menjelaskan bahwa Allah mengetahui jika ada sekelompok orang yang menyebut-nyebut pemberiannya yang diberikan kepada orang lain. Sesungguhnya Allah sangat membenci orang-orang yang demikian.

Al-Thabari juga mengutip sebuah cerita bahwa duhulu ada seorang perempuan yang memberi bekal bagi orang-orang yang hendak berperang. Namun, saat itu banyak pula orang-orang yang pura-pura berperang agar mendapat pemberian 3 Abû Ja’far Muhammad ibn Jarîr al-Thabarî, Jamî’ al-Bayân an Takwil Ay al-Qur’ân,

(6)

(makanan dan lain-lain). Sehingga pada suatu ketika perempuan itu akhirnya menawarkan anak panah sebagai bentuk “sindiran”. Al-Thabari juga mengutip pendapat al-Dhahak terkait ayat in. Menurut al-Dhahak, seseorang yang tidak berinfak akan lebih baik dari pada orang yang berinfak tetapi kemudian dia menyebut-nyebut infaknya dan penyakiti si penerima.4

Pada ayat 263 (

مميللحل يلمنلغل هكلللاول ىذذأل اهلعكبلتبيل ةةقلدلصل نملل رميبخل ةمرلفلغبملول

فموركعبملل لموبقل

) , al-Thabari menjelaskan bahwa kata (

فموركعبملل لموبقل

) berarti perkataan yang baik dan bagus. Kata-kata yang baik dan bagus hendaknya digunakan sebagai doa kepada sesama Muslim. Kata (

ةمرلفلغبمل

) dalam ayat ini berarti menutupi kesalahan dan aib saudara adalah lebih baik dari pada bersedekah lalu kemudian diikuti dengan perkataan yang menyakiti si penerima sedekah.

Ketika mentakwilkan kata (

مميللحل يلمنلغل

) pada ayat ini, al-Thabari mengutip riwayat al-Dhahak. Menurutnya, pada ayat ini Allah memberi kemurahan yang sangat besar bagi hambanya. Sesungguhnya tidak membutuhkan sedekah jika pemberi sedekah kemudian menyebut-nyebut sedekahnya. Namun, Allah tidak akan segera menyiksa kepada orang yang bersedekah dengan menyebut-nyebut sedekahnya tersebut. Selanjutnya al-Thabari mengutip pendapat Ibn Abbas bahwa (

ينغلا

) adalah mahakaya yang sempurnya. Dan (

ميلحلا

) adalah maha santun yang sempurna.5

(

سلانلللا ءائلرل هكللامل قكفلنيك يذللللاكل ىذللاول نللمللبابل مككتلاقلدلصل ابولكطلببتك لل ابونكملآ نليذللللا اهليلكأل ايل

) Ayat ini adalah peringatan bagi orang mukmin agar sedekah yang mereka lakukan tidak terbatalkan oleh ucapan mengungkit-ungkit, serta pemberian yang diiringi dengan perkataan yang dapat menyakiti hati penerima. Al-Thabari menjelaskan bahwa perilaku yang demikian sama halnya dengan orang-orang kafir yang memamerkan pemberiannya kepada orang lain. Memamerkan yang dimaksud adalah agar ia mendapat pujian dari orang-orang yang melihatnya.

(7)

(

امللملل ءةيبشل ىللعل نلوركدلقبيل للل اذدلبصل هككلرلتلفل لمبلاول هكبلاصلألفل بمارلتك هليبللعل نةاولفبصل للثلملكل هكلكثلملفل

ابوبكسلكل

) Mereka –orang yang berinfak dan memamerkannya- seperti batu licin yang di atasnya terdapat tanah. Lalu, tanah tersebut tersiram air hujan deras, sehingga batu tersebut tampak bersih. Ini berarti infak yang dilakukan dengan riya’ seperti berinfak tanpa mendapat pahala dari Allah.6

(

مبهلسلفكنبأل نبمل اتذيبلثبتلول هلللللا تلاضلربمل ءلاغلتلببا مكهكللاولمبأل نلوقكفلنبيك نليذللللا لكثلملول

) Al-Thabari menjelaskan bahwa infak di jalan Allah adalah seperti untuk perang dan bentuk ketaatan lainnya demi mengharap ridha Allah. (

اتذيبلثبتلول

) Infak tersebut dilakukan dengan penuh keyakinan akan balasan dan janji Allah kepada hambanya. (

للثلملكل

للمطلفل لمبلاول اهلببصليك مبلل نبإلفل نليبفلعبضل اهلللككأك تبتلآفل لمبلاول اهلبلاصلأل ةةولببرلبل ةةنللجل

) Seperti tanaman yang ditanam di kebun yang tinggi. Ayat ini mengambarkan orang-orang mukmin yang berinfak di jalan Allah akan mendapat pahala dan kemuliaan di sisi Allah.7

Tafsir al-Thabari dikenal dengan tafsir bil al-ma’tsur. Hal tersebut terlihat ketika al-Thabari menjelaskan suatu ayat, ia banyak mengutip riwayat-riwayat, baik hadis atau qaul sahabah. Pun demikian saat menafsirkan ayat di atas, al-Thabari juga mengutip berbagai riwayat. Dalam menafsirkan sebuah ayat, al-Thabari lebih sering menggunakan istilah “takwil”. Ia menafsirkan keseluruhan al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili. Dalam mentakwilkan suatu ayat, ia menjelaskan per kalimat. Tidak jarang ia juga menerangkan perbedaan qiraat para ulama ketika menjelaskan suatu ayat.

C. Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud Baghawi dalam Tafsîr al-Baghawi Ma’âlimu al-Tanzîl

(

ةةبللحل للثلملكل هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا لكثلملل

) Dalam kitab tafsirnya, Ma’alim al-Tanzil, al-Baghawi menafsirkan bahwa orang yang menginfakkan hartanya baik untuk jihad di jalan Allah maupun kebaikan lainnya, Allah akan membalasnya berlipat-lipat. Al-Baghawi juga menyinggung keraguan tentang

(8)

bagaimana Allah akan menumbuhkan tujuh bulir. Meski dalam ayat ini merupakan bentuk penggambaran, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil bagi Allah. (

ءكاشليل نمللل فكعلاضليك هكلللاول

) Allah akan melipatgandakan pahala, entah tujuh ratus, tujuh ribu atau bahkan lebih. Semua itu atas kehendak Allah, dan tidak ada yang mengetahuinya.

Pada ayat selanjutnya, 262, al-Baghawi memulai penafsirannya dengan menjelaskan sebab turunnya atau peristiwa yang mengiringi turunnya ayat tersebut. Ayat ini turun berkenaan dengan infak sahabat Ustman dan Abdu Rahman ibn Auf untuk persiapan perang Tabuk. (

ىذذأل للول اذنلمل

) Dalam menjelaskan kata-kata ini, al-Baghawi memberikan contoh ungkapan seperti “Saya sudah memberimu, apakah kamu tidak bersyukur?”. (

مبهكركجبأل مبهكللل

) Seorang yang berinfak dan tidak mengungkit-ungkit, maka Allah membalasnya dengan pahala yang besar, dan kelak mereka tidak akan menyesal pada hari akhir.

(

فموركعبملل لموبقل

) Maka berkata dengan baik adalah lebih baik dari pada sedekah yang diikuti dengan mengungkit-ungkit pemberiannya tersebut. Al-Baghawi juga menjelaskan bahwa jika seseorang tidak mampu memberi, maka hendaknya menolak dengan perkataan yang baik. (

مميللحل يلمنلغل هكلللاول

) Dan Allah maha kaya sehingga tidak membutuhkan sedekah hambanya yang diikuti dengan mengungkit-ungkit. Sekaligus, Allah akan memaafkan hambanya yang melakukan sedekah dengan perkataan

ىذذأل للول اذنلمل

.

(

ىذللاول نللمللبابل مككتلاقلدلصل ابولكطلببتك لل ابونكملآ نليذللللا اهليلكأل ايل

) Dalam tafsirnya, ia mengutip pendapat Ibn Abbas, bahwa hendaknya sedekah itu tidak dibatalkan dengan (

نللمللبابل

ىذللاول

). Dan, sedekah hendaknya tidak dipamerkan, karena hal itu adalah perbuatan orang-orang munafik dan kafir. Terhadap orang-orang yang demikian, Allah permisalkan seperti:

(9)

Dalam menjelaskan ayat ini, al-Baghawi menukil sebuah hadis yang menyatakan bahwa pamer adalah termasuk syirik sughra.

:

للاقل مللللسلول هليبللعل هكللللا ىلللصل هلللا للوسكرل نللأل دةيبللل نلبب دلومكحبمل نبعل

فكاخلأل امل فلولخبأل نللإل

ركغلصبأللبا ككربشلللا مبككيبللعل

:

للاقل ؟هلللا للوسكرل ايل ركغلصبأللبا ككربشلللا املول اولكاقل

:

هكللللا لكوقكيل ،ءكايلرلللا

يفل نلوءكارلتك مبتكنبكك نليذللللا ىللإل اوبكهلذبا مبهلللاملعبألبل سكانلللا يلزلجك اذلإل ةلملايلقللبا ملوبيل مبهكلل لللجلول زللعل

ءذازلجل مبهكدلنبعل نلودكجلتل لبهل اوركظكنبافل ايلنبدلكلا

(

مبهلسلفكنبأل نبمل اتذيبلثبتلول هلللللا تلاضلربمل ءلاغلتلببا مكهكللاولمبأل نلوقكفلنبيك نليذللللا لكثلملول

) Pada ayat ini, al-Baghawi menjelaskan bahwa (

هلللللا تلاضلربمل ءلاغلتلببا

) adalah dengan penuh ketaatan kepada Allah dan (

اتذيبلثبتلول

) keyakinan sepenuhnya. Menurut al-Sudi sebagaimana dikutip al-Baghawi, Orang-orang yang berinfak dijalan Allah dengan penuh keikhlasan akan mendapat balasan yang sangat indah, sebagaimana digambarkan pada ayat ini. Balasan tersebut adalah (

ةةولببرلبل ةةنللجل للثلملكل

) sebuah kebun subur didataran tinggi yang dibawahnya terdapat sungai yang mengalir.8

D. ‘Alâu Dîn Alî ibn Muhammad ibn Ibrahim Baghdâdî dalam Tafsîr al-Khâzin al-Musammâ bi Lubâbu al-Ta’wîl fî Ma’âni Tanzîl

Tafsir al-Khazin oleh sebagian ahli ilmu tafsir kerap kali dimasukkan sebagai tafsir bil ma’tsur yang banyak mengutip riwayat-riwayat israiliyat. Tafsir al-Khâzin merupakan ringkasan dari kitab Madârik al-Tanzîl wa Haqaiqi al-Takwîl yang ditulis Abdullah Ahmad ibn Mahmûd Nasafî (w. 701 H). Madârik al-Tanzîl sebetulnya hasil ringkasan dan banyak mengutip dari tafsir al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyarî (w. 538 H) dan Ma’âlim al-Tanzîl karya Abû Muhammad Husain ibn Mas’ud al-Baghawî (w. 510 H). Tetapi al-Nasafî tidak memasukkan penafsiran-penafsiran bias Muktazilah seperti hal nya al-Zamakhsyari, karena ia bermazhab Ahlu al-Sunnah.9

8 Abi Muhammad al-Husain ibn Mas’ud al-Baghawi, Tafsîr Baghawi Ma’âlimu

al-Tanzîl, (Riyadh: Dar al-Thaiyyibah, 1412 H), vol. 1, h. 324-327

(10)

Berkaitan dengan ayat di atas 261, al-Khazin menjelaskan bahwa infak disini tidak secara khusus ditujukan bagi mereka yang berinfak untuk berjihad. Tetapi juga infak lainnya yang mengandung kebaikan. (

للبلانلسل علببسل تبتلبلنأل ةةبللحل للثلملكل

) Maka mereka yang berinfak akan dilipat gandakan balasannya oleh Allah. (

هكلللاول

ءكاشليل نمللل فكعلاضليك

) Pada ayat ini, al-Khazin menjelaskan bahwa pelipatgandaan Allah tidak hanya tujuh ratus, tetapi bisa lebih dari angka tersebut. Ini adalah merupakan perumpamaan yang menunjukkan jumbal balasan Allah yang sangat banyak.

Al-Khazin kemudian menjelaskan sebab turunnya ayat. Ayat ini turun ketika Utsman ibn Affan dan Abdul Rahman ibn Auf menginfakkan hartanya untuk kepentingan perang Tabuk. Infak tersebut diberikan kepada orang-orang yang berada di jalan Allah.10

(

ىذذأل للول اذنلمل اكوقكفلنأل امل نلوعكبلتبيك لل مللثك هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا

) Ayat ini memberi pelajaran bagi seseorang yang akan berinfak agar infaknya tersebut tidak diikuti dengan menyebut-nyebut dan menyakiti orang yang menerima. Al-Khazin memberikan contoh infak yang dapat menyakiti hati penerima dengan ungkapan: berapa yang kamu minta, maka kamu tetaplah fakir. Ia juga mengutip beberapa syair untuk menjelaskan kata (

نلملا

). Menurutnya, menyebut-nyebut pemberian bukan hanya dengan perkataan, tetapi juga dapat berbentuk perbuatan. Hal ini sangat dengan dengan riya –memamerkan pemberiannya. Allah telah melarang seseorang melakukan riya’.

Pada ayat 263, al-Khazin menerangkan (

فموركعبملل لموبقل

) adalah perkataan yang baik kepada seorang fakir yang meminta dan doa bagi sesama. (

ةةقلدلصل نملل رميبخل

) Perkataan tersebut adalah lebih baik daripada bersedekah yang diikuti menyebut-nyebut pemberiannya. (

يلمنلغل هكلللاول

) dijelaskan oleh al-Khazin bahwa Allah Maha kaya. Dia tidak membutuhkan sedekah dari hambanya. (

مميللحل

)Pada akhir ayat ini,

10 ‘Alâu al-Dîn Alî ibn Muhammad ibn Ibrahim al-Baghdâdî, Tafsîral-Khâzin al-Musammâ

(11)

al-Khazin juga menerangkan bahwasannya Allah tidak akan menyegerakan hukuman bagi orang-orang yang telah menyebut-nyebut sedekahnya hal in berarti bahwa Allah Maha Bijaksana.11

(

ءائلرل هكللامل قكفلنيك يذللللاكل ىذللاول نللمللبابل مككتلاقلدلصل ابولكطلببتك لل ابونكملآ نليذللللا اهليلكأل ايل

) Pada ayat ini al-Khazin menjelaskan bahwa sedekah yang diikuti dengan menyebut-nyebut dan menyakiti penerima, sama artinya dengan memberi sedekah dan “pamerkan” kepada orang lain. Pemberiaan yang seperti ini akan mengurangi pahala, bahkan mendapat dosa, membatalkan suatu sedekah. Allah bahwa mengisyaratkan orang-orang yang seperti ini sebagai orang-orang yang tidak beriman kepadaNya dan hari akhir (

رلخللا ملوبيللباول هللللابل نكملؤبيك للول

).Orang-orang yang membatalkan sedekahnya tersebut dipermisalkan oleh Allah sebagai, “Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah)”. Ini menandakan sedekah tersebut tiada artinya.12

Pada ayat 265, Allah kembali memberikan tamtsil bagi hambanya yang berinfak dengan penuh keridhaan dan keyakinan kepada Allah. Bagi mereka, Allah akan membalasnya dengan kebun di surga firdaus. Menurut al-Khazin, sedekah yang dimaksud disini juga mencakup zakat, infak dan semua pemberian yang dimaksudkan memberi kebaikan bersama. (

ةةولببرلبل

) Diartikan sebagai tempat dataran tinggi yang penuh keindahan.13

E. Abî Fidâ’ Ismâil Ibn Katsîr al-Dimasqî dalam Tafsîr al-Qur’an al-Adzîm

Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat 261 dari surah al-Baqarah merupakan permisalan orang yang berinfak di jalan Allah dengan penuh keridhaan. Permisalan tersebut sebagaimana dijelaskan (

مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا لكثلملل

هللللا لليبلسل يفل

). Dalam menjelaskan kata fi sabilillah Ibn Katsir mengutip beberapa pendapat, seperti Said ibn Jabîr yang mengartikannya dengan ketaatan

(12)

kepada Allah; Makhul mengartikannya dengan jihad di jalan Allah dan mempersiapkan senjata; serta beberapa pendapat lain.

(

ةةبللحل ةكئلملل ةةللبكنسك لللكك يفل للبلانلسل علببسل تبتلبلنأل ةةبللحل للثلملكل

) Pelipatgandaan pahala yang akan diberikan Allah bagi orang yang berinfak adalah bukti bahwa setiap amal salih akan mendapat pahala lebih dari Allah. Ini sama halnya dengan menabur benih ditanah yang subur. Maka hasil tanamannya pun akan tumbuh banyak. Dalam penafsirannya, Ibn Katsir menguatkan dengan beberapa hadis:

:

memberi pujian dan barakah bagi orang-orang yang telah menafkahkan hartanya di jalan Allah dengan tidak menyebut-nyebut pemberian yang dapat menyakitkan hati penerima. Ibn Katsir memperjelas bahwa hal yang dapat menyakiti hati penerima dapat berupa perkataan dan perbuatan (gestur tubuh pada saat memberi nafkah).

14 Abî Fidâ’ Ismâil Ibn Katsîr al-Dimasqî, Tafsîr al-Qur’an al-Adzîm, (Kairo: Muassasah

(13)

Selanjutnya menurut Ibn Katsir, Allah memberikan pahala dan balasan atas apa yang telah dinafkahkan oleh setiap hambanya. Balasan Allah adalah tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi hambanya dan tidak perlu ada yang disesalkan kelak di hari kiamat (

نلونكزلحبيل مبهك للول مبهليبللعل فموبخل للول

).

Pada ayat 263, Ibn Katsir menjelaskan bahwa kata (

فموركعبملل لموبقل

) adalah berarti kalimat yang baik dan merupakan doa bagi seorang muslim. Perkataan yang baik tersebut adalah merupakan hal yang lebih baik dari pada sedekah yang diiringi dengan menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti si penerima.

Dalam menjelaskan ayat ini, Ibn Katsir mengutip beberapa hadis.

لاقو

Hadis di atas menjelaskan bahwa sedekah yang disukai Allah adalah sedekah yang tidak diikuti menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti si penerima.

) :

ملسو هيلع هللا ىلص هللا لوسر لاق لاق رذ يبأ نع

:

bersedekah lalu ia menyebut-nyebut, adalah salah satu dari tiga kelompok yang akan mendapat siksa di hari kiamat.

(14)

Hadis lain yang dikutip Ibn Katsir dalam menjelaskan ayat di atas adalah,

للاقل

رلملعك نكببا

:

مللللسلول هليبللعل هكللللا ىلللصل هلللللا لكوسكرل للاقل

“ :

ملوبيل مبهليبللإل هكللللا ركظكنبيل ل ةمثللثل

، رلمبخللبا نكملدبمكول ، هليبدلللاوللل قلكاعللبا ةلملايلقللبا

:

ىطلعبأل املبل نكانللمللباول

Menurut Ibn Katsir, pada ayat berikutnya Allah menjelaskan hal yang membuat suatu sedekah itu batal

(

يذللللاكل ىذللاول نللمللبابل مككتلاقلدلصل ابولكطلببتك لل ابونكملآ نليذللللا اهليلكأل ايل

سلانلللا ءائلرل هكللامل قكفلنيك

).

Batalnya dan bahkan menjadi dosa sebuah sedekah adalah akibat dari menyebut-nyebut sedekahnya, serta menyakiti hati penerima. Kemudian lafaz selanjutnya (

سلانلللا ءائلرل هكللامل قكفلنيك يذللللاكل

), adalah riya’ yang dapat membatalkan sedekah. Sedekah yang diiringi dengan menunjuk-nunjukkan kepada orang lain dan mengharap pujian tidaklah diterima disisi Allah.

Selanjutnya, menurut Ibn Katsir Allah memberi permisalan bagi orang-orang yang menyebut-nyebut pemberiaanya sebagai batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (

نةاولفبصل للثلملكل

لمبلاول هكبلاصلألفل بمارلتك هليبللعل

). Maka dipastikan, tanah tersebut akan hilang dan batu pun menjadi bersih. Ini adalah perumpamaan bagi orang yang riya’, tidak ada pahala atas sedekahnya tersebut.

(

تلاضلربمل ءلاغلتلببا مكهكللاولمبأل نلوقكفلنبيك نليذللللا لكثلملول

مبهلسلفكنبأل نبمل اتذيبلثبتلول

)

Pada ayat ini, Allah kembali memberikan permisalan bagi orang-orang mukmin yang berinfak di jalanNya semata mengharap ridhaNya, maka Allah akan membalasnya dengan memberikan kebun didataran tinggi yang subur dengan air hujan

(

ةةولببرلبل ةةنللجل للثلملكل

نليبفلعبضل اهلللككأك تبتلآفل لمبلاول اهلبلاصلأل

)

. Bahwa apabila tidak terjadi hujan, gerimis pun tetap dapat menyuburkan kebun tersebut.

(

نلولكملعبتل املبل هكللللاول للمطلفل لمبلاول اهلببصليك مبلل نبإلفل

رميصلبل

)

.15

Beberapa hadis di atas (tentang infak), dijadikan sumber penafsiran bagi Ibn Katsir.16 Hal ini menguatkan pendapat bahwa sumber tafsir Ibn Katsir adalah bil

(15)

ma’tsur. Ibn Katsir menafsirkan seluruh surah dalam Qur’an, mulai surah al-Fatihah sampai dengan surah al-Nâs. Ditinjau dari kategori metode yang digunakan, Ibn Katsir menggunakan metode tahlili dalam penafsirannya. Ketika menafsirkan suatu ayat, ia menjelaskan per kalimat pada ayat tersebut.

F. Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam Tafsîr al-Maraghî

(

تبتلبلنأل ةةبللحل للثلملكل هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا لكثلملل

ةةبللحل ةكئلملل ةةللبكنسك لللكك يفل

للبلانلسل علببسل

) Orang mukmin yang menginfakkan hartanya di jalan Allah hanya karena keridhaanNya semata akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Mereka diperumpamakan dengan seseorang yang menanam di tanah yang subur. Sehingga tanaman tersebut tumbuh subur dan memberi hasil yang berlipat-lipat. Al-Maraghi menyontohkan tanaman padi yang ditanam satu bulir. Tanaman tersebut tidak tumbuh satu saja, tetapi dapat tumbuh lebih banyak.

(

مميللعل عمسلاول هكلللاول ءكاشليل نمللل فكعلاضليك هكلللاول

) Allah memberi balasan bagi siapa saja yang dikehendakinya. Karena harta Allah sangat luas. Dalam menjelaskan ayat ini, al-Maraghi menukil sebuah hadis:

للاقل هكنللأل مللللسلول هليبللعل هكللللا ىلللصل هلللللا للوسكرل نبعل

:

ملاقلألول هلللللا لليبلسل يفل ةةقلفلنلبل للسلربأل نبمل

هلجبول يفل قلفلنبألول هلللللا لليبلسل يفل هلسلفبنلبل ازلغل نبملول ، مةهلربدل ةلئلامل عكببسل مةهلربدل لللككبل هكللفل هلتليببل يفل

مةهلربدل فللبأل ةلئلامل عكببسل مةهلربدل لللككبل هكللفل كلللذل

Hadis Rasulullah di atas ini menunjukkan pelipatgandaan bagi orang yang berinfak di jalan Allah.17

Selanjutnya al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat 262 (

يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا

ىذذأل للول اذنلمل اكوقكفلنأل امل نلوعكبلتبيك لل مللثك هللللا لليبلسل

) memerintahkan setiap muslim untuk bersedekah dengan etika sedekah. Etika sedekah tersebut adalah tidak membarengi sedekahnya dengan perkataan yang dapat membuat si penerima sedekah sakit hati. Al-Maraghi menyontohkan ungkapan yang dapat membuat

17 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsîr al-Maraghî, (Mesir: Maktabah Musthafa, 1946), vol.

(16)

sakit hati orang yang menerima sedekah saat menjelaskan makna kata (

ىذذأل

) “Saya sudah memberika sesuatu kepada mu, apakah kamu tidak bersyukur?”.

Lebih lanjut, al-Maraghi menekankan bahwa seorang yang bersedekah dan tidak menyakiti hati si penerima, maka kelak di hari kiamat ia bukan termasuk golongan orang-orang yang ketakutan. Ia juga tidak akan menyesal seperti orang-orang yang kikir atau pelit. Kelak ia akan mendapat ketentraman. Infak di jalan Allah sejatinya hanya untuk mengharapkan keridaanNya. Bukan pujian dari makhluk Allah –seseorang yang penerima infak.

Pada ayat selanjutnya (

فموركعبملل لموبقل

) dijelaskan jika perkataan yang baik akan mendatangkan faidah daripada bersedekah disertai tindakan yang menyakiti penerima. Jika seseorang meminta sesuatu kepada kita, dan kita tidak sanggup memberi, maka hendaknya disampaikan dengan perkataan yang baik. Karena perkataan itu membesarkan hati si peminta. Menurut al-Maraghi. ayat ini juga mengajarkan seseorang untuk saling tolong-menolong. Ia kemudian mengutip ayat lain (

ىذولقبتلللاول رللبللبا ىللعل اونكولاعلتلول

).

Menurut al-Maraghi, ayat ini sekaligus menerangkan kaidah “Menolak kerusakan didahulukan dari pada hal yang mendatangkan kemaslahatan”. Kebaikan tidak boleh menjadi sebab kejahatan. Setiap perbuatan yang baik-baik harus dibersihkan dari perbuatan yang mencemarinya, keburukan. Maksud dari ayat ini juga bahwa apabila seseorang tidak sanggup memberi sedekah kepada orang lain (orang miskin), maka ia dapat melakukan hal-hal baik serupa. Salah satunya adalah dengan berkata baik.

(17)

ketentraman jiwa, menyenangkan hati dan memberi manfaat bagi orang banyak dengan tujuan saling tolong-menolong.18

(

ىذللاول نللمللبابل مككتلاقلدلصل ابولكطلببتك لل ابونكملآ نليذللللا اهليلكأل ايل

) Ayat ini mengingatkan dan memberi peringatan bagi orang-orang beriman agar tidak membatalkan sedekahnya dengan mengungkit-ungkit pemberian, dan memberi sedekah dengan menyakiti hati penerima. Dalam ayat tersebut, orang-orang yang demikian sama hal nya dengan berlaku riya (

سلانلللا ءائلرل هكللامل قكفلنيك يذللللاكل

). Bahkan lebih jauh lagi, mereka dipersamakan dengan orang-orang yang tidak mempercayai Allah dan hari akhir (

رلخللا ملوبيللباول هللللابل نكملؤبيك للول

).

Maka jika hal demikian yang terjadi, Allah mempermisalkan mereka (orang-orang munafik) dengan batu yang licin, yang di atasnya terdapat tanah, lalu terkena derasnya hujan sehingga tanah tersebut terhapuskan. Dengan kata lain, sedekah tersebut terbatalkan akibat mengungkit-ungkit pemberiannya dan menyakiti hati penerima. Allah tidak akan memberi petunjuk bagi orang-orang kafir (

لل هكلللاول

نليرلفلاكللبا ملوبقللبا يدلهبيل

).

Pada ayat selanjutnya (

هلللللا تلاضلربمل ءلاغلتلببا مكهكللاولمبأل نلوقكفلنبيك نليذللللا لكثلملول

) Allah memberi permisalan bagi orang-orang yang dengan penuh keyakinan berinfak di jalanNya untuk mengharap keridhaanya, maka Allah membalasnya dengan memberi tanah yang subur. Tanah subur tersebut berada di dataran tinggi. Sekalipun tanpa hujan deras yang menyirami, dan hanya disirami dengan gerimis, tanah tersebut tetaplah subur. Pada ayat ini, al-Maraghi juga menukil ayat lain untuk menjelaskan tafsir ayat ini, surah al-Hujurat ayat 15

لليبلسل يفل مبهلسلفكنبألول مبهلللاولمبألبل اودكهلاجلول اوبكاتلربيل مبلل مللثك هلللوسكرلول هلللللابل اونكملآ نليذللللا نلونكملؤبمكلبا املنللإل

نلوقكدلاصلللا مكهك كلئلللذوأك هلللللا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan

(18)

mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Inilah balasan Allah yang telah dijanjikan bagi orang-orang mukmin yang berinfak semata-mata karena keridhaanNya.19

Menurut penulis dalam penafsiran menafsirkan ayat di atas, al-Maraghi menggabungkan dua sumber tafsir, tafsir bil al-ma’tsur dan bi al-ra’yi. Ia mengutip ayat lain guna menguatkan penafsirannya pada ayat tertentu. Ditinjau dari sistematika penafsirannya, al-Maraghi menampilkan sistematika penafsiran yang memudahkan pembaca. Setelah mencantumkan ayat yang akan ditafsirkan, ia terlebih dahulu menerangkan mufradat, gambaran umum ayat dan kemudian dilanjutkan dengan menafsirkan ayat tersebut.

G. Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj

Wahbah Zuhaili adalah salah satu ulama kontemporer yang mempunyai banyak karya, baik fiqih dan tafsir. Salah satu karya Wahbah Zuhaili yang fenomenal adalah kita tafsirnya, Tafsîr Munîr fî ‘Aqîdah wa Syari’ah wa al-Manhaj. Dalam kitab tafsir, ia menafsirkan seluruh surah al-Qur’an. Metode yang ia gunakan adalah metode tafsir tahlili. Terkadang ia memberikan sub tema ketika membahas suatu ayat. Dalam menafsirkan sebuah ayat, Wahbah terlebih dahulu menjelaskan mufradat, balagha, munasabah ayat, sebab turunnya ayat dan perbedaan qiraat diantara para imam qurra’.

Dalam penafsirannya tentang ayat ini (ayat 261-264) Wahbah Zuhaili memberi judul “Pahala infak di jalan Allah dan adab melakukannya”. Pada awal penafsiran ayat tersebut, Wahbah memaparkan perbedaan para imam qurra’ dalam membaca ayat, seperti: (

مبهليبللعل فموبخل للول

) yang dibaca (

مهكيبللعل فموبخل للول

) oleh imam Hamzah. Selebihnya, para imam qurra’ tujuh membaca seperti ayat di atas.

(19)

Wahbah kemudian menjelaskan i’rab, balagha, mufradat dan munasabah ayat tersebut.20

Selanjutnya, Wabah juga menjelaskan sebab turunnya ayat. Ia mengutip riyawat dari al-Kalabi. Ayat tersebut turun berkenaan dengan datangnya Utsmân bin ‘Affân dan Abdul Rahman bin ‘Auf kepada Rasulullah. Keduanya berniat menginfakkan hartanya kepada pejuang yang terlibat dalam perang Tabuk. Rasulullah pun menerima infak keduanya dan mendoakannya.21

Menurut Wahbah, ayat 262 (

امل نلوعكبلتبيك لل مللثك هللللا لليبلسل يفل مبهكللاولمبأل نلوقكفلنيك نليذللللا

ىذذأل للول اذنلمل اكوقكفلنأل

) ini adalah menjelaskan syarat orang yang berinfak dan etikanya. Syarat tersebut adalah bahwa berinfak tidak boleh diikuti dengan menyebut-nyebut pemberiannya. Sehingga si penerima merasa direndahkan dan sakit hati. Orang yang berinfak dan dia tidak mengungkit-ungkit pemberiannya serta tidak berkata sesuatu yang dapat menyakiti hati penerima, maka pahala Allah akan sangat besar (

مبهلبللرل دلنعل مبهكركجبأل مبهكللل

).

Tidak jauh dengan para mufassir sebelumnya, dalam menjelaskan ayat ini, Wahbah juga mengutip hadis yang bertema keutamaan infak:

ازلغل نبملول ، مةهلربدل ةلئلامل عكببسل مةهلربدل لللككبل هكللفل هلتليببل يفل ملاقلألول هلللللا لليبلسل يفل ةةقلفلنلبل للسلربأل نبمل

مةهلربدل فللبأل ةلئلامل عكببسل مةهلربدل لللككبل هكللفل كلللذل هلجبول يفل قلفلنبألول هلللللا لليبلسل يفل هلسلفبنلبل

(

نلونكزلحبيل مبهك للول مبهليبللعل فموبخل للول

) Orang-orang yang berinfak dengan tulus mengharap ridha Allah kelak (pada hari kiamat) tidak akan merasa takut, ketika banyak orang ketakutan . Mereka (orang-orang yang tulus berinfak) tidak akan merasa menyesal, ketika orang-orang yang semasa hidupnya kikir mengalami penyesalan di hari akhir. Wahbah kemudian mengutip surah al-Munafiqûn ayat 10

20 Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqîdah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Beirut:

Dar al-Fikr, 2009), vol. 2, h. 45

(20)

لةجلأل ىللإل ينلتلربخللأل لوبلل بللرل للوقكيلفل تكوبمللبا مكككدلحلأل يلتلأبيل نبأل للببقل نبمل مبككانلقبزلرل امل نبمل اوقكفلنبألول

نليحلللاصلللا نلمل نبككألول قلدللصللألفل بةيرلقل

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”

Pada ayat 263, Wahbah menjelaskan bahwa perkataan yang baik (

لموبقل

فموركعبملل

ةمرلفلغبملول

) adalah lebih baik dari pada sedekah yang dibarengi dengan menyebut-nyebut sedekahnya tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan sedekah orang-orang yang menyebut-nyebut sedekahnya. Melalui ayat ini, ia juga menghimbau agar sedekah diniatkan tulus karena Allah. Bukan mengharap pujian dari orang lain atau bahkan memamerkan sedekahnya (riya’).22

Pada ayat 265, (

مبهلسلفكنبأل نبمل اتذيبلثبتلول هلللللا تلاضلربمل ءلاغلتلببا مكهكللاولمبأل نلوقكفلنبيك نليذللللا لكثلملول

) Wahbah menjelaskan bahwa Allah memberi permisalan bagi orang-orang mukmin yang berinfak di jalanNya dengan penuh keridhaan. Mereka kelak akan dibalas dengan kebun nan indah dan subur di sebuah dataran tinggi (

ةةولببرلبل ةةنللجل للثلملكل

). Tanah yang subur akan menghasilkan tanaman yang subur. Derasnya air hujan yang menyirami akan membuatnya bertambah subur. Jika tidak air hujan, gerimis

pun mampu membuatnya subur.23

VI. Pendapat Penulis

Ayat di atas telah memberikan penjelasan penting bagi seseorang tentang balasan orang-orang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Sekaligus, telah memberikan

(21)

pelajaran etika mengeluarkan infak dan sedekah. Tentu ayat ini memberi banyak pelajaran tentang bagaimana menginfakkan harta sekaligus etikanya. Sehingga setiap muslim akan dapat melaksanakan perintah infak dengan etika sebagaimana yang diatur pada ayat di atas.

Pada awal tahun 2014, Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin semakin meningkat. Meningkatnya jumlah penduduk miskin setidaknya dapat dilihat dari banyaknya pengemis di pinggir jalan; pencurian dengan motif terdesaknya kebutuhan hidup; serta banyak lagi indikasi lainnya. Mereka tidak segan meminta setiap pengguna jalan. Terkadang orang dibuat kesal atas ulah permintaan si pengemis yang memaksa. Ayat di atas juga menuntun setiap muslim dalam menyikapi orang yang meminta. Jika memberi mereka sedikit uang, hendaknya tidak dibarengi dengan ucapan-ucapan yang dapat menyakitinya. Demikian juga apabila kita tidak berniat memberi, maka disampaikan dengan cara yang baik pula.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penafsiran Surah al-Isr±’/17: 85 al-Qur¯ub³ mengutip dari a¯-°abar ī yang menyebutkan hadis yang bersumber dari ‘Al ī Ibn Ab ī °±lib yang mengatakan,

Dengan penjabaran makna dari ayat 177 surat al-Baqarah dalam yang terdapat dalam tafsir al-Mishbah diharapkan dapat menjadi materi dakwah yang baik bagi para

Adapun di tinjau dari aspek teori integrasi , model penafsiran Al-Baqarah ayat 233 tentang penyusuan baik tafsir tematik maupun dalam tafsir ilmi dapat di

Imam Ibn al-Kathir (1999: 1/246) menjelaskan tentang ayat ini dengan kenyataannya bahawa Allah SWT berfirman, “Apakah layak bagi kamu, hai orang ahli kitab, bila kamu

Perbincangan tafsiran melihatkan tiga bahagian utama, iaitu keutamaan Bani Israil yang beragama Yahudi pada perspektif al-Quran (surah al-Baqarah, 2: 47), keadaan orang kafir

Dalam surah lain, Allah SWT juga menjelaskan pula tentang bagaimana korban tindakan bullying itu bersikap, dan pentingnya memaafkan dan berbuat baik bagi korban

Dalam Al- Qur‟an Surah Al -Baqarah ayat 247 dijelaskan bahwa untuk menjadi pendidikan profesional harus mempunyai beberapa karakteristik yang pertama adalah dia mempunyai

PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL- QUR’AN (Tinjauan Tafsir Al-Mishbah Surah Al-Baqarah ayat