• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemrofilan Kriminal Psikologi pada Peril

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemrofilan Kriminal Psikologi pada Peril"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMROFILAN KRIMINAL PSIKOLOGIS PADA PERILAKU KRIMINAL TAHANAN PENGEDARAN UANG PALSU

DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TIMUR

Qurrota A’yuni Fitriana Universitas Brawijaya Malang

qayunif@gmail.com 083834109828

ABSTRAK

Perilaku kriminal pengedaran uang palsu menjadi permasalahan di masyarakat, terutama menjelang Idul Fitri. Berbagai cara diperlukan untuk mengurangi tingginya kejadian kejahatan ini, diantaranya melalui pemrofilan kriminal. Pemrofilan kriminal merupakan penggambaran hasil profil pelaku kriminal beserta kasus yang dilakukannya. Penulisan artikel ini bermaksud untuk membuat pemrofilan kriminal secara psikologis dari pengedaran uang palsu pada kasus tahanan Kepolisian Daerah Jawa Timur. Faktor psikologis merupakan pemicu utama seseorang melakukan perilaku kriminal. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pihak kepolisian serta masyarakat dalam mendeteksi dan mengantisipasi perilaku kriminal pengedaran uang palsu. Selain itu, secara tidak langsung pemrofilan kriminal juga mampu mengurangi angka kriminalitas kasus terkait. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pelaksanaan penelitian selama 1 bulan pada Juli 2012. Hasilnya, diketahui bahwa subjek melakukan pengedaran uang palsu karena motivasi berupa pendekatan dorongan, pendekatan kognitif, dan level of aspiration. Bentuk dari pendekatan dorongan diantaranya membantu teman, memenuhi gaya hidup, dan melunasi hutang. Pendekatan kognitif berupa memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Level of aspiration berupa tantangan kesuksesan dalam melakukan tindakan. Ada pun pengambilan keputusan pengedaran yang palsu terjadi melalui 9 tahapan proses, diantaranya observasi, mengenali masalah, menetapkan tujuan, memahami masalah, menentukan pilihan-pilihan, mengevaluasi pilihan-pilihan, memilih, menerapkan, dan memonitor. Hasil penelitian ini dapat digunakan pihak kepolisian sebagai pendukung utama pemrofilan kriminal secara psikologis untuk kemudian disatukan dengan pemrofilan kriminal dari perspektif lain. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai media sosialisasi mengenai perilaku kriminal pengedaran uang palsu, sehingga dapat diantisipasi lebih dini.

(2)

LATAR BELAKANG

Psikologi berperan banyak dalam pelaksanaan fungsi kepolisian, serta elemen-elemen lainnya dalam hukum. Menurut Probowati (2008), psikologi memiliki peranan dalam keseluruhan elemen hukum meliputi hakim, jaksa, pengacara dan polisi. Sebuah cabang dari ilmu psikologi yang fokus pada permasalahan dalam bidang hukum, yang lebih dikenal sebagai psikologi forensik, sekarang telah berkembang di Indonesia. The Commitee on Ethical Guidelines for Forensic Psychology (Putwain & Sammons, 2002) mendefinisikan psikologi forensik sebagai semua bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan di dalam hukum.

Saat ini, setiap hari media massa memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat, seperti perampokan, pemerasan, pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, dan kata lain yang mengandung unsur kekerasan bagi masyarakat. Menurut Analisa dan Evaluasi Kriminalitas Kepolisian Daerah Jatwa Timur tertanggal 11 sampai dengan 16 Mei 2012, terdapat hasil total perilaku kriminal naik 21 kasus dari 208 kasus menjadi 229 kasus. Korban yang dihasilkan sebanyak 21 jiwa yang terdiri dari korban jiwa 16 orang, luka berat 3 orang, dan luka ringan 2 orang.

Kini kriminalitas tidak hanya berupa kekerasan secara langsung namun juga secara tidak langsung, termasuk diantaranya pembuatan dan pengedaran uang palsu. Kejahatan pemalsuan mata uang dewasa ini semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan masyarakat (Adi, 2012). Kerugian yang ditimbulkan termasuk dari segi ekonomi maupun psikologis, yakni dalam bentuk kerugian pada inflasi dan juga rasa takut publik untuk mendapatkan uang palsu. Yang paling merasakan kerugian tentu masyarakat kelas bawah, karena selembar uang palsu pun sangat berharga bagi mereka. Bank Indonesia menunjukkan pada tahun 2011 terhitung bulan Mei, terdapat 57.380 lembar uang palsu dengan rincian terbanyak 33.272 lembar pecahan Rp 100.000 dan 20.217 lembar pecahan Rp 50.000 (Nuryono, 2012). Bahkan, kejahatan ini kini semakin canggih. Padahal, pengaturan ancaman hukuman terhadap tindak pidana pemalsuan uang, secara spesifik diatur dalam KUHP pada pasal 244 dan pasal 245 dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun bagi individu yang dengan sengaja mengedarkan uang buatan sendiri.

Setiap kejadian kejahatan yang diketahui pasti diproses dalam hukum, diantaranya melalui penyidikan. Proses penyidikan ini memiliki peran penting untuk mengungkap motivasi yang mendasari individu untuk melakukan perilaku kriminal. McMahon dan McMahon (Djalali, 2000) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Motivasi tersebut yang menggerakkan seseorang untuk bersikap dan berperilaku guna mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan menuju tujuan yang diharapkan tersebut diperantarai dengan proses pengambilan keputusan.

(3)

manusia yang sadar dan teratur, futuristik, dan menghasilkan pengaruh yang cukup lama ke depannya.

Terkait dengan motivasi dan pengambilan keputusan dalam pengedaran uang palsu, peneliti ingin menganalisisnya menjadi suatu konsep atau metode yang terintegrasi yaitu pemrofilan kriminal. Pemrofilan kriminal (criminal profiling) adalah teknik investigasi untuk menggambarkan profil pelaku kriminal yang meliputi rincian ciri-ciri fisik (tinggi dan berat badan, cacat rupa, dan sebagainya), demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang etnis), psikologis (kepribadian, termasuk motivasi, gaya hidup, fantasi, proses seleksi korban, serta perilaku sebelum dan prediksi perilaku sesudah tindak kejahatan) dari kemungkinan pelaku kejahatan berdasarkan aksi-aksinya pada scene kejahatan (Juneman, 2009).

Scene kejahatan meliputi tempat-tempat potensial sejauh bukti dari sebuah tindak kriminal, yang terdiri dari scene kejahatan primer dan sekunder. Scene kejahatan primer adalah wilayah atau tempat di mana insiden terjadi atau di mana sebagian besar atau konsentrasi yang tinggi dari bukti-bukti kejahatan ditemukan. Scene kejahatan sekunder adalah tempat-tempat atau benda-benda di mana bukti-bukti yang berkaitan dengan insiden dapat ditemukan (misalnya, alat transportasi dan rute akses yang digunakan pelaku kejahatan). Data scene kejahatan dapat juga diambil dari foto-foto, laporan-laporan penyelidik, hasil otopsi, dan sebagainya, yang akan menyusun suatu profil kriminal (criminal profile), termasuk karir kriminal (criminal ca reer) dari pelaku kejahatan. Metode pemrofilan kriminal ini menjadi penting karena bersifat mendeteksi dan mematenkan profil perilaku kriminal. Selain itu Harcourt (Juneman, 2009) menyatakan bahwa teknik ini juga mampu mengantisipasi kriminalitas atau berfungsi preventif.

Faktor psikologis menjadi penentu utama seseorang untuk memiliki motivasi dalam mengedarkan uang palsu. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas pemrofilan kriminal dengan berfokus pada faktor psikologis, diantaranya latar belakang subjek, karakter subjek, motivasi subjek, modal psikologis, pengambilan keputusan, serta jenis kriminalitas yang dilakukan subjek. Pemrofilan kriminal jika disendirikan mungkin tidak memiliki makna yang signifikan, namun jika dirangkaikan dengan data yang lain, konsep ini mempunyai peranan yang besar. Pada tahun 2007, pemrofilan kriminal telah diusulkan menjadi kompetensi utama dalam Psikologi Kepolisian (Juneman, 2009). Aspek signifikan dari metode ini adalah pengetahuan mengenai perilaku manusia dan keahlian untuk menginterpretasikan makna-makna dari perilaku tersebut.

(4)

TUJUAN DAN MANFAAT

Penelitian ini bertujuan untuk membuat profil kriminal psikologis dari perilaku kriminal pengedaran uang palsu yang tiap tahunnya semakin meningkat di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak kepolisian dalam pemrofilan kriminal pengedaran uang palsu, sehingga dapat menjadi salah satu panduan dalam mengambil tindakan alternatif untuk mengurangi kejahatan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menjadi media sosialisasi kepada masyarakat mengenai perilaku pengedaran uang palsu sehingga dapat lebih mengenal ciri-cirinya, mewaspadai, serta mengantisipasi perilaku tersebut. Keikutsertaan dari masyarakat menjadi peranan penting untuk membantu pihak kepolisian mengantisipasi terjadinya perilaku kriminal.

METODE

Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan pada bulan Juli hingga Agustus 2012 di Kepolisian Daerah Jawa Timur, Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan informasi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang tengah diselidiki (Sugiyono, 2010). Subjek dalam penelitian ini adalah tahanan Kepolisian Daerah Jawa Timur yang berinisial St. Metode pengumpulan data yang digunakan diantaranya observasi, wawancara, studi literatur, pemrofilan kriminal serta tes psikologis Sack Sentences Completion Test (SSCT).

Observasi yang digunakan adalah observasi partisipan kepada subjek yakni observasi dengan mengambil peran sebagai konselor kepada subjek dalam tahanan kepolisian. Observasi dilakukan untuk mengetahui perilaku yang nampak dari subjek.

Wawancara yang digunakan adalah jenis semi terstruktur, yakni wawancara menggunakan panduan awal dan dikembangkan sendiri saat wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan selama satu jam pada tiga pertemuan. Wawancara yang pertama dilakukan kepada petugas tahanan Reserse Kriminal (Reskrim). Petugas mengatakan bahwa subjek paling jarang berbicara di antara tahanan lainnya dan cenderung menutup mulut serta tidak pernah membangkang ketika ditanya oleh Petugas. Mereka mengatakan bahwa subjek ini pendiam karena ia merasa malu dengan perbuatannya. Selama di tahanan yang telah memasuki waktu 1 bulan, petugas mengatakan bahwa kesehatan subjek kurang baik, sehingga petugas sering menuruti permintaan subjek untuk membelikan obat batuk dan pilek serta pusing yang dialami subjek. Subjek selama di tahanan terlihat taat beribadah.

(5)

dirinya dijebak oleh Ag untuk mengedarkan uang palsu. Namun, pada wawancara ketiga subjek baru mengakui bahwa dirinya memang terlibat dalam kasus ini secara langsung. Subjek melakukan tindakan pengedaran uang palsu untuk kedua kalinya.

Wawancara yang dilakukan terhadap subjek juga didukung oleh data dari hasil tes SSCT. SSCT merupakan tes untuk mengungkap motif, nilai, emosi, kebutuhan psikologis yang sulit diambil dalam situasi wajar, mengetahui hubungan dengan orang-orang terdekat meliputi ayah, ibu, keluarga, dan teman-teman dekat, serta mengungkap konflik yang dialami oleh individu. Bila memungkinkan, dapat dilakukan inquiry (penyelidikan) terhadap jawaban yang diberikan oleh subjek. Berdasarkan inquiry, subjek mengatakan bahwa ia kecewa dengan kehidupan pernikahannya, karena suaminya yang sejak tahun 2000 memiliki wanita idaman lain (WIL) yang menjadikannya sering dilupakan dan ditinggalkan.

Penelitian ini juga menggunakan studi literatur berupa dokumen yang merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bagian Psikologi Polda Jatim menyimpan berbagai buku mengenai psikologi forensik dan arsip mengenai subjek pelaku kriminal, untuk memudahkan anggota bagian psikologi dalam menganalisis bila ada kasus serupa seperti yang pernah ditangani.

HASIL

Subjek bernama St berusia 53 tahun dengan pekerjaan ibu rumah tangga. Subjek pernah bekerja sebagai Guru di sebuah sekolah swasta, kemudian karena sakit kepala berkepanjangan yang disebabkan kecelakaan, ia mengundurkan diri. Subjek memiliki suami dan 2 orang anak yang masih-masing telah menikah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, kehidupan rumah tangga subjek kurang harmonis karena suami telah memiliki wanita idaman lain (WIL) sejak 12 tahun yang lalu. Jika harus memilih antara bertahan dengan bercerai, subjek memilih untuk tetap bertahan meskipun ia kecewa cintanya telah terbagi. Sehingga ia mengalihkan kesedihannya ke aktivitas lain. Ia tercatat sebagai anggota aktif di sebuah Koperasi dan anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Sidoarjo. Ditinjau dari segi ekonomi, subjek merasa belum cukup terpuaskan, meskipun setiap bulan anaknya telah mengiriminya uang.

Keadaan tersebut memaksa subjek berpikir untuk melakukan sesuatu agar dapat memenuhi kebutuhannya, utamanya untuk memenuhi tuntutan dalam lingkungan pergaulan sosialnya. Pergaulannya yang cukup luas membuat subjek mengenal banyak orang, disinilah ia mengenal seorang teman bernama Ag yang membuka jalannya untuk mengedarkan uang palsu. Ag telah sering bertransaksi mengedarkan uang palsu yang berasal dari salah satu kota di Indonesia, kepada berbagai rekanannya.

Menjelang hari raya Idul Fitri, kebutuhan semakin meningkat dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan biasanya. Ag menawari sebuah pekerjaan yang mudah dengan imbalan cukup banyak kepada St yaitu mengantarkan uang palsu ke sebuah kota di Jawa Timur. St melakukan hal ini untuk yang kedua kalinya. Pengalaman pertamanya mengedarkan uang palsu berjalan lancar, pada waktu pengalaman kedua inilah St ditangkap oleh polisi.

(6)

hal. Tes Sack’s Sentences Completion Test (SSCT) yang diberikan kepada subjek, ia menulis bahwa merasa sempurna jika bisa membantu orang lain. Karakter subjek yang mudah percaya dengan teman tersebut membuatnya dengan mudah mengiyakan mengantarkan uang palsu ke sebuah rekanan Ag. Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan subjek yang memiliki hutang di beberapa Bank ia merasa bahwa mengedarkan uang palsu merupakan jalan yang cepat untuk mendapatkan uang dengan hasil yang cukup besar. Namun, yang paling utama yaitu keinginan subjek untuk mempertahankan gaya hidupnya yang ingin dipandang hebat oleh orang sekitarnya dengan cara yang mudah tanpa kerja keras.

Tolman (Djalali, 2000) membagi motif menjadi tiga yaitu primer, sekunder, dan tersier. Subjek mengedarkan uang palsu untuk memenuhi kebutuhan primernya yaitu makan dan minum. Sedangkan motif sekunder meliputi motif berafiliasi, motif berkuasa, motif ketergantungan dan motif kepatuhan. Motif afiliasi subjek adalah ia bisa membantu temannya. Sedangkan motif tersier meliputi motif untuk mencapai suatu tujuan yang berhubungan dengan nilai kultural, seperti motif untuk memperoleh kekayaan dan motif untuk mendapatkan sukses dalam kehidupan. Motif tersier subjek yaitu untuk mendapatkan uang dalam waktu cepat dan tanpa kerja keras dan bisa dipandang oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga ia dianggap bisa memenuhi tuntutan dari lingkungannya dimana subjek tetap bisa memiliki gaya hidup yang tinggi di samping kehidupan pernikahannya yang tidak harmonis.

Terdapat modal psikologis atau latar belakang psikologis yang mendorong subjek dalam melakukan aksinya, yang terdiri dari empat hal yaitu efikasi diri, optimisme, kegigihan, dan resiliensi (Luthans & Avolio, 2009). Efikasi diri yaitu memiliki kepercayaan di setiap upaya yang dilakukan subjek dalam melaksanakan aksinya. Optimisme merupakan atribusi positif terhadap hasil saat ini dan masa depan, subjek merasa bahwa ia bisa melakukan aksinya dengan baik untuk hasil yang baik di masa mendatang. Kegigihan dalam mencapai tujuan serta fokus pada tujuan yang ingin dicapai menjadi hal yang penting saat subjek menyetujui tawaran dari temannya dalam mengedarkan uang palsu tersebut. Resiliensi merupakan kemampuan untuk bangkit kembali dari masalah yang pernah dialami. Resiliensi subjek yang nampak ialah kemampuannya dalam mencari nafkah sendiri meskipun tidak lagi mendapat nafkah yang cukup dari suaminya.

Subjek memiliki keinginan bisa mencari uang sendiri tanpa menggantungkan diri pada anak dan suaminya. Subjek tidak menyangka bahwa dirinya akan terjerat dalam hukuman seperti sekarang ini, namun subjek menyadari bahwa ia melakukan perilaku kriminal, hal tersebut merupakan suatu hal yang melanggar hukum.

(7)

uang dengan jalan mudah, kesempatan disebabkan karena adanya tawaran yang kemudian diterima oleh subjek, kemampuan karena ia sanggup melakukan kegiatan mengantarkan uang palsu dan keuntungan yaitu hasil yang didapatkan jika subjek mau mengantarkan uang. Perilaku kriminal lebih memilih jalan pintas dibandingkan dengan cara yang sah dalam melakukan sesuatu. Perilaku kriminal merupakan pilihan individu melalui proses berpikir rasional, terlepas dari faktor yang datang ke dalam diri dari sumber eksternal.

Motivasi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan individu. Motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang memaksanya untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi mendasari seseorang untuk melakukan pengambilan keputusan yang juga dipengaruhi oleh persepsinya terhadap apa yang diinginkan. Robbins (2006) menyatakan bahwa kebanyakan individu mencari pemecahan masalah yang lebih bersifat memuaskan bukannya optimal, memasukkan bias dan prasangka ke dalam proses pengambilan keputusan, dan mengandalkan pada intuisi. Intuisi berdasarkan pada subjektivitas pelaku yang melakukan perilaku ini untuk membantu teman dan mendapatkan keuntungan.

Berikut merupakan pengambilan keputusan dari subjek yang melalui berbagai proses yang dapat dijabarkan dalam 9 tahapan menurut Cooke dan Slack (1991) Proses pengambilan keputusan perilaku kriminal pengedaran uang palsu terdiri dari 9 tahapan yaitu:

a. Observasi: hutang belum terbayar, kebutuhan belum terpenuhi b. Mengenali masalah: hutang, tidak memiliki keahlian khusus

c. Menetapkan tujuan: mendapatkan uang dengan mudah, mempertahankan gaya hidup yang disenangi, relasi dengan teman tetap terjaga

d. Memahami masalah: hutang, kebutuhan banyak

e. Menentukan pilihan-pilihan: mengedarkan uang palsu, bekerja di Koperasi dan LBH, merawat cucu di rumah

f. Mengevaluasi pilihan-pilihan: bekerja di LBH dan Koperasi untuk mendapatkan uang yang halal, ikut dengan anak, mengedarkan uang palsu g. Memilih: mengantarkan uang palsu atau tetap bekerja di LBH dan Koperasi h. Menerapkan: mengantarkan uang palsu

i. Memonitor: puas atau menyesal

Pada tahap menentukan pilihan-pilihan, hingga memonitor terdapat perbedaan antara pelaku kriminal pengedaran uang palsu dan pelaku kriminal lainnya seperti pembunuhan yang lebih mendahulukan emosi daripada memilih secara rasional dalam menentukan keputusannya. Sehingga dapat dijabarkan dalam bagan sebagai berikut:

(8)

Proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan individual dapat dibedakan menjadi dua faktor utama yaitu faktor internal, yang berasal dari dalam individu dan faktor eksternal, yang berasal dari luar individu (Moordiningsih & Faturochman, 2006). Gibson, dkk (Mansyur & Lukman, 2005) menyatakan bahwa aspek psikologis banyak mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor internal meliputi kreativitas individu, persepsi, nilai-nilai yang dimiliki individu, motivasi, dan kemampuan analisis permasalahan.

Pada perilaku kriminal, pengambilan keputusan didasarkan pada faktor-faktor tertentu. Salah satunya yaitu keberanian mengambil resiko. Menurut Resnick (Ernawati, 2009) perilaku pengambilan resiko merupakan perilaku yang meningkatkan kemungkinan munculnya kerugian secara fisik, sosial, dan psikososial. Perilaku pengambilan resiko ini meliputi segala tindakan yang dilakukan tanpa adanya ketakutan akan konsekuensi terhadap kesehatan, emosi, kehidupan, dan masa depannya (Ernawati, 2009). Subjek termasuk berani dalam mengambil resiko, hal ini lebih kepada ketidaktahuan subjek akan resiko yang akan dihadapi atas dasar pengedaran uang palsu yang ia lakukan tersebut.

Menurut jenis kriminalitas yang dilakukan termasuk dalam kategori Organized Crime (Kejahatan terorganisir) karena kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan berkesinambungan dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (biasanya lebih ke materiil) dengan jalan menghindari hukum. Individu tidak menjalankan aksinya sendiri, tetapi berkelompok dengan cara yang telah terencana. Pemalsuan dan pengedaran uang palsu merupakan jaringan kejahatan yang hingga sekarang terus naik jumlahnya tiap tahun apalagi pada masa menjelang Hari Raya Idul Fitri dimana kebutuhan kian meningkat (Adi, 2012).

Ciri-ciri uang milik subjek terbukti palsu karena tidak meiliki ciri-ciri uang asli seperti tidak adanya lingkaran benang emas, tidak ada gambar tokoh saat diterawang, nomor seri banyak yang sama, dan kertasnya halus. Akibat dari perbuatannya, ia dijerat melanggar pasal 245 KUHP atau Pasal 36 Jo ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara seperti tertera sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barang siapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

SIMPULAN

(9)

dengan nilai kultural yang berbentuk mendapatkan uang dengan cepat tanpa kerja keras agar bisa dipandang berkelas oleh orang-orang sekitarnya. (c) Level of aspiration subjek yakni dalam bentuk keinginannya untuk berhasil dalam mengantarkan uang palsu yang kedua kalinya. Selain itu, terdapat pula modal psikologis subjek antara lain efikasi diri, optimisme, kegigihan, dan resiliensi.

Proses pengambilan keputusan subjek terjadi melalui sembilan tahapan. Tahapan-tahapan tersebut diantaranya (a) observasi, (b) mengenali masalah, (c) menetapkan tujuan, (d) memahami masalah, (e) menentukan pilihan-pilihan, (f) mengevaluasi pilihan-pilihan, (g) memilih, (h) menerapkan, dan (i) memonitor. Kesembilan tahapan tersebut yang kemudian memantapkan subjek untuk melakukan perilaku kriminal pengedaran uang palsu.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Adrianus. (2012). Waspadai Peredaran uang palsu pada saat Ramadhan. Diunduh dari: http://jatim.tribunnews.com/2012/07/18/ waspadai-peredaran-uang-palsu-saat-ramadan pada tanggal 1 Agustus 2012.

Cooke, Steve & Slack, Neglek. (1991). Making Management Decisions. London: Prentice Hall International (UK).

Djalali, M. A. (2000). Diktat Kuliah Psikologi Motivasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya.

Ernawati. (2009). Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Pengambilan Risiko pada Remaja (Studi pada Pola Asuh Permissive-Indifferent di SMAN 7 Bandung). Skripsi pada Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Juneman. (2009). Mempertanyakan Pemrofilan Kriminal sebagai sebuah Ilmu Psikologis. HIMPSI Jakarta Psikobuana Vol. 1 Nomor 1, 13-28.

KUHAP & KUHP. (2002). Buku Perundang-undangan cetakan ke-4. Jakarta: Sinar Grafika.

Luthans, F., & Avolio, B. J. (2009). The “point” of Positive Organizationa l Behavior. Journal of Organizational Behavior, 30 (2), 291-307.

Mansyur, A.Y., Lukman. (2005). "Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Ditinjau dari Motivasi Kerja dan Tingkat Pendidikan". Jurnal Intelektual. 3, (1), 71-83.

Moordiningsih., Faturochman. (2006). "Proses Pengambilan Keputusan Dokter". Jurnal Psikologi. 33, (2), 79-93.

Nafidba. (2012). Penyebab Kriminalitas. Diunduh dari http://nafidba.wordpress.com/2011/11/02/penyebab-kriminalitas pada tanggal 3 Agustus 2012.

Nuryono, Sandiyu. (2012). BI: Per Mei 2011, Total Uang Palsu 57.380 Lembar. Diunduh dari http://ekonomi.inilah.com/read/detail/ 1743942/bi-per-mei-2011-total-uang-palsu-57380-lembar#.UUenDfKajSh pada tanggal 28 Juli 2012.

Probowati, Yusti. (2008). Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai Ilmuwan dan Profesional. Anima Indonesian Psychological Journal Vol 23 nomor 4, 338-353.

Putwain, David & Sammons, Aidan. (2002). Psychology and Crime. New York: Routledge.

Robbins, Stephen. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Contextual Teaching And Learning (CTL) Berbantuan Media Benda Konkret Pada Siswa Kelas I SD Negeri 3 Jumo Semester II

Dari proses observasi yang telah dilakukan praktikan memperoleh banyak pengetahuan berupa masukan maupun perbaikan-perbaikan dari diri praktikan agar dapat menjadi

Tidak ada sesuatu yang sempurna. Mungkin itulah filsafat yang perlu kita anut, sehingga kita tidak akan merasa puas dengan apa yang telah kita perbuat. Kita harus

Pada postur I dengan aktivitas pengangkatan produk jadi ke pallet dalam kategori berisiko sangat tinggi dan perlu dilakukan perbaikan sekarang juga, karena posisi

Deprtemen Agama, Paduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktiif Strategis di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan wakaf, 2006, Hlm.39.. Analisis Pemberdayaan Harta Wakaf

Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara keyakinan tidak rasional dan stres kerja pada guru SMAN di Denpasar sesuai

Acces, kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, dimana karyawan mudah dihubungi oleh pelanggan jika pelanggan menemui kesulitan sehubungan dengan jasa yang telah mereka

[r]